BAB III PROSPEKTUS YANG MENYESATKAN DI PASAR MODAL. A. Posisi Hukum dari Prospektus dalam Menyajikan Informasi atau Fakta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PROSPEKTUS YANG MENYESATKAN DI PASAR MODAL. A. Posisi Hukum dari Prospektus dalam Menyajikan Informasi atau Fakta"

Transkripsi

1 BAB III PROSPEKTUS YANG MENYESATKAN DI PASAR MODAL A. Posisi Hukum dari Prospektus dalam Menyajikan Informasi atau Fakta Material Dalam Ilmu Hukum Pasar Modal, sering dipersoalkan tentang kedudukan hukum dari suatu prospektus. Jika misalnya sebagai akibat dari adanya prospektus yang tidak benar, seseorang terpancing untuk membeli suatu efek, dan karenanya ia menderita kerugian. Apakah secara hukum pihak investor tersebut dapat menggugat ganti kerugian, siapa yang mesti digugat, dan apa yang menjadi landasan yuridis dari gugatan tersebut. 96 Di Indonesia, pernah ada gugatan dari seorang investor karena dianggap prospektus telah tidak benar dalam menyajikan informasi. Antara lain yang terjadi di sekitar tahun 1991, yaitu gugatan oleh investor yang membeli saham suatu bank, yang prospektusnya dianggap tidak benar oleh penggugat, karena tidak dilaporkan dalam prospektus tersebut tentang adanya kerugian yang cukup besar akibat kalah dalam permainan valas oleh salah seorang direkturnya saat itu. 97 Yang digugat kala itu adalah pihak bank tersebut selaku emiten sebagai tergugat kesatu sedangkan tergugat kedua adalah pihak underwriternya. Hanya yang disayangkan akhirnya tidak jelas dan tidak terdengar kabar berita tentang kelanjutan dari kasus tersebut Munir Fuady, Op. Cit., hlm Ibid. 98 Ibid., hlm

2 Masalah yang muncul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan pada perdagangan saham di pasar perdana adalah terpusat dalam penyampaian informasi penawaran saham melalui prospektus, dan selanjutnya adalah berkenaan dengan pengaturan hukum mengenai prospektus. Prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang fakta material. Begitupun tuntutan yang berkaitan dengan keakuratan informasi prospektus masih tetap muncul. 99 Keakuratan dan kebenaran isi dari suatu prospektus seharusnya menjadi suatu harapan bagi investor sebelum menanamkan modalnya melalui pembelian saham perusahaan. 100 Berbeda dengan ketentuan yang berlaku di Amerika Serikat, bahwa prospektus yang pada mulanya akurat, tetapi kemudian hari menjadi tidak akurat, maka harus dilakukan perbaikan terhadap prospektus tersebut. Di Amerika Serikat, dealer diwajibkan mengirim prospektus pada suatu waktu tertentu sesudah Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif. Section 10(a)(3), mengharuskan setiap prospektus yang digunakan lebih dari sembilan bulan setelah tanggal efektif harus diperbaharui (updated) sehingga informasi yang tercantum di dalamnya tidak lebih lama dari enam belas bulan. 101 Di Amerika Serikat, selain fakta material yang wajib disampaikan, perusahaan juga diwajibkan untuk menyampaikan informasi perusahaan yang berkenaan dengan manajemen, termasuk mengenai informasi proyeksi internalnya (internal projection), yang pada mulanya tidak diwajibkan Bismar Nasution, Op. Cit., hlm Ibid., hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 139.

3 Alasan tuntutan adalah karena sulitnya memperoleh informasi dalam prospektus yang mengandung nilai akurat yang tinggi. I Putu Gede Ary Suta saat menjadi Ketua Bapepam mengatakan, bahwa investor sebelum mengambil keputusan investasi harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan informasi emiten yang terdapat dalam prospektus. Mengenai hal-hal tersebut ia menyatakan: 1. Informasi belum bersifat siap pakai. Dalam banyak hal informasi yang disajikan dalam prospektus merupakan informasi yang masih memerlukan interpretasi dan analisis agar bisa menjadi informasi yang dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan. Misalnya mengenai laporan keuangan, investor perlu melakukan analisis terhadap laporan keuangan dengan menganalisis antar pos-pos dalam laporan keuangan itu sendiri, perkembangan perusahaan dari tahun ke tahun, maupun membandingkannya dengan perusahaan sejenis yang lain. 2. Informasi banyak bersifat kualitatif. Data yang diungkapkan dalam prospektus banyak yang bersifat kualitatif yang tentunya akan banyak berpengaruh terhadap jalannya usaha perusahaan di masa yang akan datang. Misalnya informasi tentang manajemen perusahaan, rencana-rencana yang akan dilaksanakan perusahaan di masa yang akan datang dan sebagainya. Tentunya dalam mengambil keputusan investasi pemodal diharuskan untuk melakukan pertimbangan tertentu sehingga analisis yang dilakukan lebih menghasilkan kesimpulan yang tepat.

4 3. Informasi yang bersifat kuantitatif dibuat berdasarkan taksiran. Dalam banyak hal informasi yang bersifat kuantitatif yang diungkapkan dalam prospektus dibuat berdasarkan taksiran atau metode-metode penilaian sehingga dalam membaca prospektus sangat diperlukan pertimbangan untuk mengambil keputusan, apakah informasi-informasi tersebut relevan dan dapat diandalkan. 4. Informasi yang disajikan banyak bersifat historica. Prospektus lebih banyak memuat data dan informasi masa lalu perusahaan daripada mengungkapkan tentang proyeksi perusahaan mendatang. Berdasarkan data historis yang ada pemodal harus membuat perkiraan dan proyeksi tentang kondisi perusahaan di masa mendatang. 5. Kondisi makro ekonomi jauh berbeda antara saaat prospektus dibuat dengan kondisi sebenarnya yang terjadi setelah go public. Perlu dipertimbangkan oleh pemodal mengenai asumsi kondisi makro ekonomi yang perubahannya sangat cepat, sehingga dalam melakukan analisis perlu menganalisis fenomena ekonomi secara global, misalnya mengenai kondisi moneter, perdagangan, kebijakan-kebijakan negara lain dan sebagainya. 103 Pada dasarnya ada 3 jenis informasi utama yang perlu diketahui oleh para perantara pedagang efek, pedagang efek, dan investor. Informasi diperlukan untuk mengetahui kondisi perusahaan yang telah menjual efek dan perilaku efek perusahaan tersebut di bursa. Ketiga informasi ini adalah: 103 Ibid., hlm

5 1. Informasi yang bersifat fundamental Informasi yang berkaitan dengan keadaan perusahaan, kondisi umum industri yang sejenis, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kondisi dan prospek perusahaan tersebut di masa yang akan datang. 2. Informasi yang berkaitan dengan masalah teknis Informasi yang berhubungan dengan faktor teknis yang penting untuk diketahui oleh para perantara pedagang efek dan para pemodal. 3. Informasi yang berkaitan dengan faktor lingkungan Informasi yang berkaitan faktor lingkungan yang mencakup kondisi ekonomi, politik, dan keamanan negara. 104 Agar diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai keterbukaan informasi pada saat go public, berikut ini akan disajikan isi Peraturan Nomor IX.C.2. tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum. Kutipan berikut adalah sepanjang relevan dengan Penawaran Umum Saham dan untuk Penawaran Umum Efek yang bersifat utang telah diabaikan: 1. Suatu Prospektus harus mencakup semua rincian dan fakta material mengenai Penawaran Umum dari emiten, yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal, yang diketahui atau layak diketahui oleh Emiten dan Penjamin Pelaksana Emisi Efek (jika ada). Prospektus harus dibuat sedemikian rupa sehingga jelas dan komunikatif. Fakta-fakta dan pertimbangan-pertimbangan yang paling penting harus dibuat ringkasannya dan diungkapkan pada bagian 104 Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal (Edisi Revisi), (Semarang: Rineka Cipta, 2001), hlm

6 awal Prospektus. Urutan penyampaian fakta pada prospektus ditentukan oleh relevansi fakta tersebut terhadap masalah tertentu, bukan urutan sebagaimana dinyatakan pada peraturan ini. 2. Emiten harus berhati-hati apabila menggunakan foto, diagram, atau tabel pada Prospektus karena bahan-bahan tersebut dapat memberikan kesan yang menyesatkan kepada masyarakat. Emiten juga harus menjaga agar penyampaian informasi penting tidak dikaburkan dengan informasi yang kurang penting yang mengakibatkan informasi penting tersebut terlepas dari perhatian pembaca. 3. Sebagian informasi yang dicantumkan dalam peraturan ini mungkin kurang relevan dengan keadaan Emiten tertentu. Emiten dapat melakukan penyesuaian atas pengungkapan fakta material tidak terbatas hanya pada fakta material yang telah diatur dalam ketentuan ini. Pengungkapan atas fakta material tesebut harus dilakukan secara jelas dengan penekanan yang sesuai dengan bidang usaha atau sektor industrinya sehingga prospektus tidak menyesatkan. Emiten, Penjamin Pelaksana Emisi, dan Lembaga serta Profesi Penunjang Pasar Modal bertanggung jawab untuk menentukan dan mengungkapkan fakta tersebut secara jelas dan mudah dibaca. 105 Sebetulnya tuntutan atas ketidakakuratan informasi dalam prospektus tidak akan terjadi, bila pembuatan prospektus dilakukan sesuai dengan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Oleh karena 105 Agus Kretarto, Investor Relations, (Jakarta: PT. Grafiti Pers, 2001), hlm. 87.

7 ketentuan tersebut telah menetapkan prospektus harus memuat keterangan yang benar tentang fakta material. 106 Prospektus yang menggambarkan fakta material yang benar sangat penting bagi investor. Menurut Edward G. Eisert, bahwa prospektus bertujuan untuk menyediakan informasi penting tentang perusahaan yang melakukan pendaftaran. Penyediaan informasi yang demikian itu membantu para investor dalam membuat keputusan untuk membeli saham yang ditawarkan. 107 Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 dengan tegas memberlakukan prinsip bahwa prospektus adalah merupakan suatu dokumen hukum. 108 Di dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Setiap Pihak yang menawarkan atau menjual Efek dengan menggunakan Prospektus atau dengan cara lain, baik tertulis maupun lisan, yang memuat informasi yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material dan Pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui mengenai hal tersebut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud. 109 Untuk dapat membebankan tanggung jawab yuridis secara perdata kepada pihak penyedia prospektus yang tidak benar tersebut, hukum mensyaratkan bahwa sewaktu membeli efek, pihak pembeli efek yang bersangkutan tidak mengetahui ketidakbenaran isi prospektus tersebut. Jadi jika dia telah mengetahui ketidakbenaran tersebut tetapi masih mau membeli efek, tentunya dia tidak dapat 106 Bismar Nasution, Op. Cit., hlm Ibid. 108 Munir Fuady, Op. Cit., hlm Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab IX Emiten dan Perusahaan Publik Bagian Keempat Pasal 81 ayat (1).

8 meminta ganti kerugian. Sebab ini berarti pembeli tersebut sewaktu membeli efek tersebut telah melakukan Risk Assumption, yaitu siap untuk ambil risiko. Jadi merupakan a part of the game baginya. Lihat Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun Di dalam Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Pembeli Efek yang telah mengetahui bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan sebelum melaksanakan pembelian Efek tersebut tidak dapat mengajukan tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul dari transaksi Efek dimaksud. 111 Siapakah yang mesti bertanggung jawab secara yuridis jika ada pihakpihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari adanya prospektus yang menyesatkan itu? Dalam hal ini dijawab oleh Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, dimana yang mesti bertanggung jawab adalah setiap pihak yang menawarkan atau menjual efek dengan mempergunakan prospektus yang menyesatkan tersebut. Tentunya pihak yang menawarkan atau menjual tersebut banyak, yakni dapat terdiri dari: 1. emiten 2. underwriter 3. pialang 4. bahkan investor lain yang ingin menjual kembali efek yang telah dibelinya itu. 110 Munir Fuady, Op. Cit., hlm Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab IX Emiten dan Perusahaan Publik Bagian Keempat Pasal 81 ayat (2).

9 Menurut Pasal 81 ayat (1) tersebut, kesemua mereka harus bertanggung jawab secara hukum. 112 Selanjutnya, ketika mencari siapa yang mesti bertanggung jawab terhadap pernyataan pendaftaran yang tidak benar (yang di dalamnya juga ada prospektus), maka Pasal 80 Undang-Undang pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 tersebut menetapkan bahwa mereka yang mesti bertanggung jawab baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama adalah: 1. Setiap pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran. 2. Direktur dan komisaris emiten pada waktu Pernyataan Pendaftaran menjadi efektif. 3. Penjamin Pelaksana Emisi Efek. 4. Profesi Penunjang Pasar Modal atau pihak lain yang memberikan pendapat atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran. 113 Ada teori yang menyatakan bahwa suatu prospektus yang baik haruslah pendek dan dapat dibaca oleh orang kebanyakan (layman = the man in the street). Walaupun mengenai sebenarnya hanya suatu mitos belaka, yaitu yang disebut dengan the Myth of the Informed Layman. Karena, manusia kebanyakan tidak akan dan tidak akan pernah dapat membaca prospektus yang sebenarnya bersifat technical itu. Karena itu, sering juga suatu prospektus dijuluki sebagai Nothing but Crying Wolf Munir Fuady, Op. Cit., hlm Ibid., hlm Ibid.

10 Sehingga kemudian muncul pula teori yang menyatakan bahwa sebaiknya pembuatan suatu prospektus itu ditujukan kepada orang-orang profesional atau para ahli, mengingat orang kebanyakan (the man in the street) tidak akan pernah mau membaca prospektus. 115 Masalah lain yang cukup mengkhawatirkan adalah berkaitan dengan informasi tentang proyeksi emiten. Informasi proyeksi yang digambarkan emiten dalam prospektus merupakan informasi yang banyak bersifat historikal, yaitu informasi yang cenderung lebih banyak memuat data dan informasi masa lalu perusahaan daripada mengungkapkan proyeksi perusahaan di masa mendatang. 116 Informasi proyeksi emiten yang demikian dapat dilihat dalam prospektus emiten pada saat penawaran umum. Seringkali informasi proyeksi dalam prospektus tidak menyampaikan secara cukup mengenai prakiraan-prakiraan dan proyeksi tentang kondisi perusahaan di masa datang. Misalnya prospektus PT. Eterindo Wahanatama (EW) mengenai proyeksi hanya menyampaikan prospek perusahaan dari sudut historis dan menyebutkan perbandingan perusahaan sejenis di Asia Tenggara. 117 Penyampaian informasi proyeksi perusahaan tidak terlepas dari ketentuan penyampaian informasi proyeksi yang harus dimuat dalam prospektus. Keputusan Ketua Bapepam atau Peraturan Pedoman mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pedaftaran dalam Rangka Penawaran Umum, serta Keputusan Ketua Bapepam dan Peraturan Pedoman mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum, tidak membuat aturan secara rinci mengenai materi apa saja 115 Ibid. 116 Bismar Nasution, Op. Cit., hlm Ibid., hlm

11 yang harus disampaikan dalam penyampaian informasi proyeksi perusahaan dalam Pernyataan Pendaftaran atau prospektus dalam proses penawaran umum. Bahkan ketentuan penyampaian informasi proyeksi tersebut tidak secara tegas mengatur untuk mewajibkan emiten menyampaikan informasi proyeksi perusahaan. 118 Prospektus PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) pada saat melakukan penawaran umum atau listing di New York Stock Exchange (NYSE), telah menyampaikan proyeksi perusahaan yang lebih luas materinya dibandingkan dengan proyeksi PT. Eterindo Wahanatama (EW). Prospektus PT. Telekomunikasi Indonesia menyampaikan informasi prakiraan-prakiraan atau proyeksi dalam bentuk informasi keuangan yang prospektif (prospective financial information). Informasi proyeksi tidak saja berdasarkan pada keadaan masa lalu, tetapi informasi proyeksi tersebut dikaitkan dengan keadaan yang mempengaruhinya, seperti inflasi, pajak, perubahan tarif, depresiasi rupiah. 119 Informasi proyeksi dalam prospektus PT. Telekomunikasi Indonesia menjadi demikian karena adanya ketentuan dari SEC yang mewajibkan emiten membuat informasi proyeksi yang demikian, apabila emiten akan melakukan penawaran umum di NYSE, yaitu harus sesuai dengan daftar isian beberapa formulir yang disiapkan SEC pada saat melakukan Pernyataan Pendaftaran (Registration Statement on Form F-1). 120 Secara hukum kedudukan prospektus sama dengan kedudukan iklan dari suatu produk dimana tidak saja isinya harus benar, tetapi juga tidak boleh 118 Ibid., hlm Ibid. 120 Ibid., hlm

12 misleading. Sungguhpun sistem hukum perjanjian kita kurang dapat menerima prospektus atau iklan sebagai suatu offer dari perjanjian paling tidak pihak yang terkait dalam prospektus telah melakukan suatu perbuatan yang pada gilirannya bisa jadi menimbulkan kerugian besar bagi orang lain. Undang-Undang melarang penerbitan prospektus yang berisikan informasi mengenai fakta material yang tidak benar atau menyesatkan (misleading). Di dalam Pasal 1365 KUHPdt menyebutkan bahwa Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 121 Sehingga Pasal 1365 KUHPdt dapat diterapkan karena telah merupakan onrechtmatige daad (perbuatan melanggar hukum). Misleading prospektus itu dapat berupa memberikan keterangan yang tidak benar, memberikan keterangan terhadap fakta material. Namun demikian, tentang sejauh mana pentingnya kedudukan suatu prospektus, atau sejauh mana pentingnya data bisnis dari suatu emiten (misalnya seperti yang terdapat dalam prospektus), terdapat berbagai pandangan yang tersimpul dalam tiga teori sebagai berikut: 1. Teori Random Walk Teori random walk ini mengajarkan bahwa harga dari suatu efek yang terjadi sebelumnya tidak ada hubungan atau tidak mempengaruhi harga sekarang atau yang akan datang. Jadi tidak ada link antara harga efek yang sudah terjadi dengan yang akan terjadi. Sehingga, investor dapat membuat uang di 121 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku Ketiga tentang Perikatan, Bab Ketiga tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang Pasal 1365.

13 pasar modal bukan karena adanya angka-angka statistik, melainkan karena awareness mereka sendiri. 2. Teori Market Hypothesis Seperti yang telah disinggung di atas, maka menurut teori ini, bahwa harga pasar dari suatu efek dipengaruhi oleh informasi yang diberikan kepada publik. Jadi informasi publik tersebutlah yang menentukan apakah seseorang akan melakukan tindakan jual, beli atau hold suatu efek. Karena itu, kedudukan suatu prospektus tentunya sangat penting. Dan, teori ini sangat mengecam pula tindakan insider trading, karena dengan informasi yang tidak kesampaian kepada publik tersebut, berarti publik sangat dirugikan dan seorang insider dapat mengalir di air keruh. 3. Teori Capital Asset Pricing Teori ini membedakan antara risk yang sistematis dan risk yang tidak sistematis. Dan mengajarkan pula bahwa risiko dalam melakukan investasi di pasar modal dapat dieliminir dengan melakukan diversifikasi. Karena itu, informasi tentang suatu perusahaan tertentu tidak begitu penting. Yang terpenting justru apa yang disebut sebagai Beta dari suatu efek. Yang diamksud dengan Beta dari suatu efek adalah semacam pengukuran terhadap suatu efek dalam hubungan dengan pasar secara keseluruhan. 122 Dari ketiga teori tersebut di atas terlihat bahwa informasi tentang sesuatu perusahaan, antara lain seperti yang terdapat dalam prospektus, ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda. Tentu saja semua teori tersebut masih menganggap 122 Munir Fuady, Op. Cit., hlm

14 bahwa informasi tersebut perlu, tetapi tingkat keperluannya yang berbeda-beda. Bahkan ada yang meyakini bahwa keadaan dan data industri dan ekonomi secara makro justru lebih penting dan mempengaruhi harga pasar ketimbang informasi tertentu dari suatu perusahaan. 123 B. Pelanggaran Prinsip Keterbukaan yang Berkaitan dengan Prospektus Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta material sebagai jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian dan penjualan saham. 124 Keterbukaan merupakan suatu kewajiban bagi setiap perusahaan atau emiten yang menawarkan efeknya melalui pasar modal di lantai Bursa. Prinsip keterbukaan (disclosure principle) merupakan suatu yang harus ada, baik untuk kepentingan pengelola bursa (Bursa Efek Indonesia/BEI), Bapepam dan Pemodal. Tidak berlebihan apabila undang-undang pasar modal sesuatu negara, termasuk Indonesia mewajibkan keterbukaan, walaupun negara tersebut telah mempunyai anti fraud. Suatu negara, walaupun telah mempunyai anti fraud, tetapi tidak mempunyai hukum yang mewajibkan keterbukaan bagi perusahaan akan dapat merugikan investor dan para pihak. Dalam keadaan itu perusahaan dapat memberikan informasi sepanjang perusahaan bersedia, atau perusahaan 123 Ibid., hlm Bismar Nasution, Op. Cit., hlm. 1.

15 diam, tidak memberikan informasi atau memberikan informasi tidak tepat waktu. 125 Ketentuan mengenai penipuan (anti fraud) di Indonesia secara umum telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 390 KUHP yang mengatur tentang ketentuan mengenai kabar bohong, menyatakan bahwa Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau suratsurat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. 126 Menurut Pasal 390 KUHP, yang mengatur mengenai penyiaran kabar bohong, maka ketentuan tersebut tidak sesuai dan juga belum cukup. Oleh karena elemen-elemen ketentuan tindakan kabar bohong dalam KUHP tersebut tidak dapat diterapkan untuk menentukan suatu perbuatan dikatakan sebagai missrepresentation dan omission. Pasal 390 KUHP menetapkan: 1. Terdakwa hanya dapat dihukum menurut pasal ini, apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dianggap sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. 2. Menaikkan atau menurunkan harga barang-barang dan sebagainya dengan menyiarkan kabar bohong itu hanya dapat dihukum apabila penyiaran kabar 125 Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, Mandatory Disclosure and the Protection of Investor, Virginia Law Review, (Vol. 70, 1984), hlm Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab Kedua Puluh Lima tentang Perbuatan Curang, Pasal 390.

16 bohong itu dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Untuk mengantisipasi keadaan itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) telah mewajibkan keterbukaan tetap harus ada. UUPM mengatur kewajiban keterbukaan tersebut secara substansial menentukan pengungkapan informasi pada saat-saat yang telah ditentukan, dan yang lebih penting undang-undang tersebut pengawasan, waktu, tempat dan bagaimana perusahaan melakukan keterbukaan. 127 Di samping itu, prinsip keterbukaan mempunyai peranan penting bagi investor sebelum mengambil keputusan untuk melakukan investasi disebabkan melalui keterbukaan akan terbentuk suatu penilaian (judgement) terhadap investasi. 128 Makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk melakukan investasi akan makin tinggi. Selanjutnya ketiadaan atau kekurangan serta ketutupan informasi akan menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Akibatnya akan menimbulkan ketidakpercayaan investor dalam melakukan investasi melalui pasar modal. 129 Pada umumnya pelanggaran prinsip keterbukaan juga termasuk pernyataan menyesatkan disebabkan adanya missrepresentation atau pernyataan dengan membuat penghilangan (omission) fakta material, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam perdagangan saham. Pernyataan-pernyataan yang demikian itu dapat menciptakan gambaran yang salah tentang kualitas 127 Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, Loc. Cit. 128 D. Brian Hufford, Deterring Fraud vs. Avoiding the Strike Suit : Reaching an Appropriate Balance, Brooklyn Law Review, (Vol. 61, 1995), hlm Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fischel, Op. Cit., hlm. 296.

17 emiten, manajemen, dan potensi ekonomi emiten. Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan membuat larangan atas perbuatan missrepresentation dan omission. 130 Di Indonesia pelanggaran prinsip keterbukaan dalam bentuk pernyataan yang menyesatkan dapat dilihat dari indikasi pembukuan ganda milik anak perusahaan PT. Sumarecon Agung yang dilakukan oleh dua akuntan publik. Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) memberikan sanksi terhadap akuntan publik tersebut dengan membekukan izin mereka sebagai profesi penunjang pasar modal. 131 Pelanggaran prinsip keterbukaan dalam kasus Bank Duta dapat dilihat dari pelanggaran ketentuan prospektus dalam rangka go public tahun Pada pencatatan sahamnya yang pertama 12 Juni 1990 di BEJ (sekarang BEI) dengan menjual 27,5 juta saham baru ¾ catatan saham pertamanya 12 Juni 1990 di BEJ (sekarang BEI) dengan menjual 27,5 juta saham baru (new issues) seharga Rp 8.000,00 pada pasar perdana dengan nilai Rp 1.000,00 per unit. Bank Duta mengalami sukses dengan dana yang terkumpul dari masyarakat sejumlah Rp 220 milyar. Sambutan masyarakat atas pasar perdana ini luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari kelebihan permintaan atau oversubcribed sebesar 24 kali lebih. 132 Kasus misrepresentation dan omission prospektus Bank Duta yang dipicu dari RUPS tanggal 4 Oktober 1990 mengungkapkan Bank Duta mengalami kekalahan akibat bermain valuta asing (valas) sebesar 419,64 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 780 milyar pada saat itu. Setelah buku laporan rugi laba 130 Bismar Nasution, Op. Cit., hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 209.

18 diaudit untuk tahun buku 1991 oleh Utomo & Co, kerugian bank ini jauh lebih besar akibat kekalahan bermain valas, yaitu sebesar Rp 778,786 milyar. Dalam sidang pengadilan terungkap, bahwa pihak manajemen sengaja membuat pembukuan fiktif sejak 1988 sampai akhir Ketika Bank Indonesia (BI) memeriksa pembukuan bank ini, Bank Duta dianggap sebagai bank sehat. Penilaian sehat dari BI ini dipakai oleh manajemen Bank Duta untuk bahan go public, walaupun proses kerugian Bank Duta ini ternyata telah terjadi lama sebelum go public. Kenyataan ini sudah pasti tidak terlihat dalam prospektus, karena dalam prospektus dinyatakan bahwa Bank Duta masih mendapat untung dan tidak ada disampaikan pada publik bahwa bank ini sedang melakukan transaksi valas yang memiliki resiko besar. 133 Pelanggaran prinsip keterbukaan dalam prospektus Bank Duta terjadi sebelum keluarnya Undang-Undang Pasar Modal Indonesia. Sekarang sudah ada peraturan yang menentukan pelanggaran keterbukaan ini. Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal menetapkan larangan memuat keterangan yang tidak benar tentang fakta material yang diperlukan agar prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan. Hal ini juga diatur sebelumnya melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 1584/1990 mengenai isi prospektus. Berdasarkan aturan tersebut Bank Duta dipersalahkan melakukan misrepresentation, sehingga terjadi pernyataan yang menyesatkan 134 UUPM telah membuat larangan terhadap perbuatan-perbuatan materially false statements atau omission ini, baik pada prospektus. Kategori perbuatan 133 Ibid. 134 Ibid., hlm

19 tersebut disebut juga dengan misleading statement, dimana terdapat pernyataan yang salah disebabkan adanya kegagalan memasukkan seluruh fakta material atau omission (pengurangan informasi). 135 Peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan (disclosure) di pasar modal Indonesia telah memuat ketentuan-ketentuan mengenai larangan perbuatan menyesatkan tersebut, baik dalam prospektus maupun dalam pengumuman di media massa yang berhubungan dengan suatu penawaran umum. Di samping itu, ketentuan larangan perbuatan menyesatkan, telah menetapkan sanksi berupa ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas milyar rupiah terhadap pelanggaran atas perbuatan-perbuatan tersebut. 136 Namun, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan yang memuat ketentuan-ketentuan larangan perbuatan yang menyesatkan tersebut sangat sederhana dan kurang memadai untuk mengatur elemen-elemen perbuatan yang menyesatkan. Sebagai contoh, Pasal 78 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menentukan, tidak boleh membuat pernyataan fakta material yang salah atau tidak memuat fakta material yang benar. Larangan yang diatur dalam Pasal 78 ini mirip dengan konsep dalam Rule 10b-5 dan Section 10(b) Securities Exchange Act 1934, yang melarang pernyataan menyesatkan dalam prospektus dengan cara, pertama, menggunakan alat-alat, skema atau fasilitas untuk menipu. Kedua, membuat pernyataan yang salah mengenai fakta material atau tidak memasukkan fakta material yang diperlukan dalam pernyataan dan dalam penjelasannya tidak menyesatkan. Ketiga, terlibat dalam tindakan, praktek 135 Bismar Nasution, Diktat Hukum Pasar Modal, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008), hlm Bismar Nasution, Op. Cit., hlm. 76.

20 atau dalam bidang bisnis yang beroperasi atau akan beroperasi sebagai penipuan atas seseorang dalam perdagangan saham. 137 Larangan lainnya juga dapat dilihat dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang melarang seseorang yang dengan cara apapun untuk membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan, yang dapat mempengaruhi harga saham di Bursa Efek, yaitu apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan; pertama, pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan. Kedua, pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut. Jenis-jenis pelanggaran prinsip keterbukaan yang berkaitan dengan prospektus yaitu: 1. Penipuan Yang dimaksud dengan melakukan penipuan menurut UUPM Pasal 90 huruf c adalah membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak 138 mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. Larangan ini ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan efek, bahkan turut serta melakukan penipuan pun 137 Ibid., hlm Ibid.

21 tak lepas dari jerat pasal ini. Bagi kalangan tertentu yang mempunyai kemampuan dan fasilitas teknologi yang dengan itu semua mereka dapat melakukan penipuan pun tidak dapat lepas dari pasal ini. 139 Setiap pelaku yang terbukti melakukan penipuan dalam kegiatan perdagangan efek dapat dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp ,00 (lima belas milyar rupiah). Ancaman pidana dan denda yang begitu berat dapat dianggap wajar mengingat kegiatan perdangan efek melibatkan banyaknya pemodal dan jumlah uang yang amat besar. Bila dibandingkan dengan KUHP Pasal 378 ancaman hukumannya paling lama adalah 4 tahun penjara bagi mereka yang terbukti melakukan penipuan. Sedangkan dalam KUHP Pasal 390 ancaman hukumannya adalah paling lama 2 tahun 8 bulan penjara. 140 Pelanggaran di bidang pasar modal mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan jenis pelanggaran di bidang lain. Pelanggaran yang terjadi dapat mengakibatkan hilangnya jumlah uang yang amat besar yang ada di dalam kegiatan perdagangan efek, jumlah korban cukup banyak dan beragam. Pada akhirnya pelanggaran yang signifikan dari segi jumlah dan kualitas akan meruntuhkan kredibilitas pasar modal. Untuk mengantisipasi hal itu otoritas di bidang pasar modal harus menyiapkan perangkat hukum, fasilitas, infrastruktur, dan yang terpenting sumber daya manusia untuk menghadapi pelanggaran. Bapepam dan Bursa Efek Indonesia selaku regulator dan 139 M. Irsan Nasarudin, dkk., Op. Cit., hlm Ibid., hlm

22 pengelola kegiatan perdagangan pasar modal harus mampu menjaga kredibilitas pasar modal Indonesia. 141 Dalam Pasal 378 KUHP yang mengatur tentang ketentuan mengenai penipuan, menyatakan bahwa Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun Manipulasi Pasar Yang dimaksud dengan manipulasi pasar menurut UUPM Pasal 91 adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak secara langsung maupun tidak dengan maksud untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek. Otoritas pasar modal mengantisipasi setiap yang mempunyai pihak kapasitas dan kapabilitas modal dan teknologi atau sarana yang berkemungkinan bisa melakukan penciptaan atau penggambaran sedemikian rupa sehingga pasar memahami dan merespon gambaran tersebut sebagai suatu hal yang benar Ibid., hlm Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab Kedua Puluh Lima tentang Perbuatan Curang, Pasal M. Irsan Nasarudin, dkk., Op. Cit., hlm

23 Pihak yang melakukan manipulasi pasar dapat mengakibatkan banyak investor mengalami kerugian. Jenis-jenis manipulasi diantaranya adalah menciptakan gambaran yang salah mengenai perdagangan saham yang aktif, peningkatan harga saham dalam rangka mendorong terjadinya jual-beli saham pada harga yang terlalu tinggi yang sebenarnya merupakan harga yang bersifat artifisial. 144 Setiap emiten dilarang melakukan tindakan yang dapat menciptakan gambaran semu atau menyesatkan terhadap harga dan aktivitas perdagangan yang dapat mengakibatkan suatu kondisi: a. meningkatkan harga efek secara artifisial yang menjadikan orang lain terpengaruh untuk membeli; b. menurunkan harga efek secara artifisial yang mengakibatkan orang lain agar terpengaruh untuk menjual; c. menampilkan harga efek secara artifisial untuk mempengaruhi orang lain agar membeli atau menjual; d. melakukan suatu kegiatan yang memberi kesan kondisi efek tertentu tetap aktif diperdagangkan; e. melakukan suatu kegiatan atas suatu efek tertentu dengan tujuan window dressing; serta f. melakukan transaksi efek tanpa mengakibatkan perubahan pemilik penerima manfaat Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm Ibid., hlm. 54.

24 Beberapa pola manipulasi pasar adalah: 1. Menyebarluaskan informasi palsu mengenai emiten dengan tujuan untuk mempengaruhi harga efek perusahaan yang dimaksud di bursa efek (false information). Misalnya, suatu pihak menyebarkan rumor bahwa emiten A akan segera dilikuidasi, pasar merespon yang menyebabkan harga efeknya jatuh tajam di bursa. 2. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan aau informasi yang tidak lengkap (misinformation). Misalnya, suatu pihak menyebarkan rumor bahwa emiten A tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi oleh pemerintah, padahal emiten A termasuk yang diambil alih oleh pemerintah Misrepresentation Perbuatan yang ditandai dengan adanya keterangan (baik dalam bentuk pernyataan lisan ataupun dalam dokumen tertulis) yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Tes terhadap pengenaan tanggung jawab si pelaku, dalam hal ini dapat dilakukan antara lain berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Ia mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan. 2. Ia tidak cukup hati-hati dalam menentukan kebenaran material dari keterangan tersebut. 147 Transparansi di Pasar Modal terutama ditujukan kepada keterbukaan perusahaan yang menawarkan efeknya di pasar modal (emiten). Emiten 146 M. Irsan Nasarudin, dkk., Op. Cit., hlm Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 55.

25 dituntut untuk mengungkapkan semua informasi yang material mengenai keadaan bisnisnya, termasuk keuangan, aspek hukum, manajemen dan harta kekayaannya kepada masyarakat. Informasi yang diberikan ini harus merupakan informasi yang dijamin kebenarannya. 148 Apabila informasi yang material yang seharusnya diketahui investor ternyata tidak diungkapkan seluruhnya atau salah dalam mengungkapkannya sehingga menimbulkan kerugian bagi investor, maka emiten wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita investor. Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa terdapat suatu mekanisme transparansi dan adanya jaminan atas kebenaran informasi yang secara implisit terkandung unsur perlindungan bagi investor. 149 Untuk praktek pelanggaran di atas, diberikan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menetapkan sanksi berupa ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak lima belas milyar rupiah terhadap pelanggaran atas perbuatan-perbuatan tersebut. Di samping itu ada tiga macam sanksi yang diterapkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu: 1. Sanksi Administratif Menurut Pasal 102 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan oleh Bapepam atas pelanggaran Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang 148 Ibid. 149 Ibid.

26 dilakukan oleh setiap pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam. Sanksi administratif dapat berupa; a. Peringatan tertulis; b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c. Pembatasan kegiatan usaha; d. Pembekuan kegiatan usaha; e. Pencabutan izin usaha; f. Pembatalan persetujuan; dan g. Pembatalan pendaftaran. 150 Sementara itu, pihak yang dapat dijatuhkan sanksi administratif tersebut adalah: a. Pihak yang memperoleh izin dari Bapepam b. Pihak yang memperoleh persetujuan dari Bapepam c. Pihak yang melakukan pendaftaran kepada Bapepam Sanksi Perdata Sanksi perdata lebih didasarkan pada Undang-Undang Perseroan Terbatas, dimana emiten atau perusahaan publik harus tunduk pula. Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Pasar Modal menyediakan ketentuan yang memungkinkan pemegang saham untuk melakukan gugatan perdata kepada setiap pengelola atau komisaris perusahaan yang tindakan atau keputusannya menyebabkan kerugian pada perusahaan. 150 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab XIV Sanksi Administratif Pasal Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 119.

27 a. Gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPdt). Pasal 111 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan bahwa setiap pihak secara sendiri-sendiri atau bersama dengan pihak lain mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pasal ini sama dengan Pasal 1365 KUHPdt mengenai perbuatan melawan hukum. Dengan adanya perseroan dan yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal melakukan tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab, sehingga kehati-hatian tidak diabaikan. b. Gugatan berdasarkan adanya perbuatan wanprestasi. Gugatan berdasarkan wanprestasi mensyaratkan adanya pelanggaran terhadap pasal-pasal perjanjian yang pernah dibuat antara para pihak (baik secara lisan maupun tulisan). Adapun yang dimaksud dengan wanprestasi adalah : a) tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b) melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya; c) melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terhambat; d) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Internusa, 1987), hlm. 45.

28 c. Gugatan berdasarkan Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas untuk direksi dan Pasal 98 Undang-Undang Perseroan Terbatas untuk komisaris perseroan terbuka. Dalam beberapa kasus, pelanggaran dapat saja dilakukan oleh pengelola perseroan, yaitu direksi dan komisaris. Undang-Undang Perseroan Terbatas menganut sistem pertanggungjawaban pada perseroan karena ia merupakan badan hukum, tetapi kalau kerugian tersebut disebabkan oleh pengurus perseroan, maka pertanggungjawaban tidak dapat dialihkan kepada perseroan, direksi, dan komisaris harus bertanggungjawab. Bapepam menjatuhkan sanksi kepada direksi dan komisaris dalam hal terbukti bertanggung jawab atas pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang pasar modal. Dengan sanksi tersebut, diharapkan kontrol pemegang saham atas pengurus perseroan di dalam menjalankan tugasnya akan berjalan. 3. Sanksi Pidana Dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengancam setiap pihak yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang pasar modal diancam hukuman pidana penjara bervariasi antara satu tahun sampai dengan sepuluh tahun dan denda bervariasi antara satu milyar rupiah sampai dengan lima belas milyar rupiah M. Irsan Nasarudin, dkk., Op. Cit., hlm. 276.

29 C. Prospektus yang Menyesatkan di Pasar Modal Pada dasarnya prospektus memuat apa yang dinamakan undang-undang sebagai Informasi atau Fakta Material. Prospektus harus dibuat dalam bentuk tertentu dan berisi keterangan-keterangan tertentu pula. Pengertian informasi atau fakta material menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. 154 Salah satu yang mengakibatkan prospektus yang menyesatkan berisi tentang fakta material yang tidak benar muncul adalah jika telah terjadi suatu kesepakatan antara calon emiten dengan akuntan publik dan/atau konsultan hukumnya agar memanipulasi data sehingga dalam prospektus sebuah perusahaan terlihat bahwa perusahaan tersebut telah menunjukkan laba yang besar selama beberapa tahun terakhir sesuai dengan persyaratan untuk go public, padahal keadaan yang sebenarnya dari perusahaan tidak demikian adanya. Pengungkapan informasi tentang fakta material secara akurat dan penuh diperkirakan dapat merealisasikan tujuan prinsip keterbukaan dan mengantisipasi timbulnya pernyataan yang menyesatkan (misleading) bagi investor. Ketidakakuratan informasi dalam prospektus bisa saja terjadi. Walaupun pada saat pembuatan prospektus informasi dimaksud adalah benar, namun pada saat Penyataan Pendaftaran menjadi efektif telah terjadi perkembangan baru. Pasal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka Bismar Nasution, Op. Cit., hlm

30 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal Indonesia menentukan pengaturan pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang timbul akibat prospektus yang tidak akurat. 156 Di dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Setiap Pihak yang menawarkan atau menjual Efek dengan menggunakan Prospektus atau dengan cara lain, baik tertulis maupun lisan, yang memuat informasi yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat informasi tentang Fakta Material dan Pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui mengenai hal tersebut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatan dimaksud. 157 Di samping itu, beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi yang salah sama sekali. 2. Memberikan informasi yang setengah benar. 3. Memberikan informasi yang tidak lengkap. 4. Sama sekali diam terhadap fakta/informasi material. Keempat model pelanggaran ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan misleading bagi investor dalam memberikan judgementnya untuk tidak membeli suatu efek. 158 Perlunya keakuratan informasi dalam prospektus atau modifikasi prospektus dalam kaitannya dengan pencerminan segala kejadian sesudah tanggal 156 Ibid., hlm Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab IX Emiten dan Perusahaan Publik Bagian Keempat Pasal 81 ayat (1). 158 Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 79.

31 efektif dapat disimak dari pendapat pengadilan dalam SEC v. Manor Nursing Centres, 458 F. 2d 1082 (2d Cir. 1972) yang mengatakan, bahwa pengiriman prospektus yang tidak dikoreksi dan tidak memberikan pernyataan yang akurat (accurate statement) pada saat tanggal pengiriman, telah termasuk pelanggaran Section 5(b)(2) dan Pasal 12(1). 159 Berdasarkan esensi dokumen prospektus yang mencakup informasi yang mengandung fakta material dari perusahaan yang melakukan penawaran umum dan prospektus dalam penawaran umum tersebut berfungsi sebagai sumber informasi utama bagi investor dalam pengambilan keputusan untuk membeli saham yang ditawarkan pada pasar perdana, maka setiap prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak akurat tentang fakta material. Tujuannya agar tidak terjadi prospektus yang misrepresentation dan omission, yang pada gilirannya menyesatkan investor dalam menentukan pilihannya. 160 Dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan, sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: 1. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau 159 Bismar Nasution, Op. Cit., hlm Ibid.

32 2. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut. 161 Prospektus yang tidak akurat atau misrepresentation dapat dibaca dalam Derry v. Peek, (1889), 14 App Cas. 337 (H.L.). dalam hal ini, tergugat mengeluarkan pernyataan yang kurang hati-hati (negligent misrepresentation). Dalam kasus Derry, tergugat diminta pertanggungjawabannya atas pernyataan yang salah dalam prospektus. Prospektus yang telah dibuat untuk penjualan saham-saham suatu perusahaan jalan trem (tramway company), menyatakan bahwa perusahaan tersebut diizinkan untuk menggunakan tenaga uap (steam power) guna menggerakkan trem. Pernyataan yang dibuat dalam prospektus ini adalah pernyataan yang salah. Para direktur telah melakukan omission tentang penggunaan tenaga uap yang harus mempunyai izin dari board of trade. Walaupun kenyataannya izin tidak diberikan, trem bisa digerakkan dengan kuda dan perusahaan bisa mengalami kerugian. Hakim mengkaji bukti dari beberapa tergugat secara terpisah dan memutuskan, bahwa walaupun para tertuduh kurang hati-hati dalam penggunaan bahasa, namun mereka secara jujur yakin apa yang mereka katakan di dalam prospektus. 162 Hakim Herchell yang mengkaji kasus ini menarik kesimpulan yang sangat terkenal. Menurut pemikiran Herchell, suatu misrepresentation dan omission dikategorikan sebagai penipuan harus didukung beberapa dalil. Pertama, harus ada bukti penipuan, kedua, penipuan dapat terbukti, apabila terdapat pernyataan 161 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab XI Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam Pasal Bismar Nasution, Op. Cit., hlm. 208.

33 palsu atau pernyataan palsu dibuat dengan cara diketahui adanya pernyataan dan tanpa keyakinan akan kebenarannya serta dilakukan secara tidak hati-hati. 163 PT. JC melakukan company listing yakni terhadap saham-saham sejumlah lembar, dimana sebanyak saham merupakan hasil penawaran umum, dan sisanya saham sebagai hasil company listing. Akan tetapi, sesuai dengan prospektus dan peraturan yang berlaku bahwa saham yang berasal dari company listing tersebut (sejumlah saham) belum bisa diperdagangkan sampai dengan 8 bulan setelah listing. 164 Tetapi ternyata kemudian di antara saham yang diperjualbelikan itu, ada 100 lot saham diantaranya milik karyawan dan yayasan yang belum sampai 8 bulan, tetapi telah diperjualbelikan. 165 Maka sebagai upaya penanggulangannya, BEJ (sekarang BEI) mewajibkan PT. BT untuk mengganti saham yang telah dijual tersebut dengan saham yang telah tercatat dan telah masanya diperdagangkan. Selanjutnya, kepada PT. BT diberikan peringatan oleh BEJ (sekarang BEI) sesuai peraturan yang berlaku Ibid. 164 Munir Fuady, Op. Cit., hlm Ibid., hlm Ibid.

34 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR AKIBAT PROSPEKTUS YANG MENYESATKAN DALAM TRANSAKSI EFEK DI PASAR MODAL A. Perlindungan Hukum Terhadap Investor di Pasar Modal Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa investor merupakan salah satu aktor penting dalam perdagangan efek di pasar modal. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum yang memadai terhadap investor. Perlindungan hukum yang memadai tersebut akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap emiten khususnya, dan terutama terhadap pasar modal Indonesia pada umumnya. Kepercayaan dan kredibilitas pasar merupakan hal utama yang harus tercermin dari keberpihakan sistem hukum pasar modal pada kepentingan investor dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghancurkan kepercayaan investor. Keberpihakan hukum kepada pemegang saham dan investor dapat dilihat dari penegakan hukum pasar modal oleh otoritas pasar modal, yakni Bapepam di dalam menangani kasus pelanggaran dan kejahatan. Dengan adanya penegakan hukum kepastian hukum akan terjamin. Penegakan hukum tidak semata-mata bermakna secara yuridis, tetapi juga mengandung maksud pembinaan. 167 Penegakan hukum yang konsisten terhadap Emiten yang melakukan pelanggaran peraturan diharapkan menjadi pendorong bagi Emiten untuk selalu mematuhi ketentuan dan mempertimbangkan kehati-hatian dalam melakukan usahanya. Hal ini juga diharapkan akan meningkatkan kredibilitas pasar modal di 167 M. Irsan Nasarudin, dkk., Op. Cit., hlm

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan : pembelian efek yang ditawarkan oleh emiten di Pasar Modal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan : pembelian efek yang ditawarkan oleh emiten di Pasar Modal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan : 1. Keterkaitan antara Prospektus dan Prinsip Keterbukaan dalam rangka Penawaran Umum yang membuka peluang investasi

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM ADANYA MISLEADING INFORMATION PADA PROSPEKTUS DI TINJAU DARI HUKUM PASAR MODAL

AKIBAT HUKUM ADANYA MISLEADING INFORMATION PADA PROSPEKTUS DI TINJAU DARI HUKUM PASAR MODAL AKIBAT HUKUM ADANYA MISLEADING INFORMATION PADA PROSPEKTUS DI TINJAU DARI HUKUM PASAR MODAL Abstrak Oleh : Ade Hendra Jaya I Nyoman Gatrawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Tulisan yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan. pasar modal adalah suatu informasi yang tidak

BAB V PENUTUP. 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan. pasar modal adalah suatu informasi yang tidak 105 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan pasar modal adalah suatu informasi yang tidak menyampaikan fakta material secara benar atau tidak memuat

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan Penggugat mengajukan gugatan terhadap PT BNI

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.C.3 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM

PERATURAN NOMOR IX.C.3 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM PERATURAN NOMOR IX.C.3 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM Suatu Prospektus harus mencakup semua rincian dan fakta material mengenai Penawaran Umum dari Emiten,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 103 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PIALANG DALAM KEGIATAN BURSA EFEK

BAB II TINJAUAN UMUM PIALANG DALAM KEGIATAN BURSA EFEK 20 BAB II TINJAUAN UMUM PIALANG DALAM KEGIATAN BURSA EFEK 2.1. Pengertian Pialang / Perantara pedagang Efek dalam Kegiatan Bursa Efek Salah satu ciri yang membedakan perdagangan di pasar modal dengan perdagangan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.61, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Real Estat. Bank Kustodian. Manajer Investasi. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 5867) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK-PIHAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI SHORT SELLING

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK-PIHAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI SHORT SELLING 66 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK-PIHAK YANG MELAKUKAN TRANSAKSI SHORT SELLING 1. Perlindungan Hukum Terhadap Investor Beli dan Investor Jual Dalam Transaksi Short Selling Sebagaimana diuraikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-43/PM/2000 TENTANG

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-43/PM/2000 TENTANG KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-43/PM/2000 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN NOMOR IX.C.3 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM KETUA BADAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 71 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 62 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DAN PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM OBLIGASI

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

PELANGGARAN PASAR MODAL

PELANGGARAN PASAR MODAL Nama : NIN YASMINE LISASIH. NPM : 110120100040. Sanksi Administrasi (Ps 102 ayat 2 UUPM) bersifat Teknis Pelanggaran Admisnistrasi Pelanggaran yg PELANGGARAN (Ps. 25-89 UUPM) PELANGGARAN PASAR MODAL TINDAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19 /POJK.04/2016 TENTANG PEDOMAN BAGI MANAJER INVESTASI DAN BANK KUSTODIAN YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN DANA

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 424/BL/2007 TENTANG PEDOMAN MENGENAI

Lebih terperinci

TRANSAKSI YANG DILARANG & PRILAKU EMITEN. Institutional Equity Capital Market Division

TRANSAKSI YANG DILARANG & PRILAKU EMITEN. Institutional Equity Capital Market Division TRANSAKSI YANG DILARANG & PRILAKU EMITEN Institutional Equity Capital Market Division Contoh Kasus Fraud Petugas Pemasaran Cabang XX CASE Dicabang XX Seorang Nasabah berencana menarik dana sebesar Rp 999.999.999,-.

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT UTANG DAN/ATAU SUKUK KEPADA PEMODAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

6. Kontrak pendahuluan 2. Perdagangan efek. 7. Penandatanganan perjanjian perjanjian 8. Public expose 1. Emiten menyampaikan 1.

6. Kontrak pendahuluan 2. Perdagangan efek. 7. Penandatanganan perjanjian perjanjian 8. Public expose 1. Emiten menyampaikan 1. direksi) 1 - keterbukaan (dan aspek 2. RUPS PenjaminEmisi dan. 3. Penunjukkan Agen penjual. - Underwriter 2. Penjatahan kepada - Profesi penunjang pemodal oleh sindikasi - Lembaga penunjang Penjamin Emisi

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /POJK.04/2017 TENTANG DOKUMEN PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS,

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2017 KEUANGAN OJK. Efek. Bersifat Ekuitas, Utang, dan/atau Sukuk. Penawaran Umum. Pendaftaran. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-56/PM/1996 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-56/PM/1996 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-56/PM/1996 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM OLEH PERUSAHAAN MENENGAH ATAU KECIL KETUA BADAN PENGAWAS PASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah dan masyarakat. Penerimaan pemerintah untuk membiayai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG

Lebih terperinci

KEJAHATAN DIBIDANG PASAR MODAL : ANALISIS KASUS REKSA DANA PT. SARIJAYA PERMANA SEKURITAS

KEJAHATAN DIBIDANG PASAR MODAL : ANALISIS KASUS REKSA DANA PT. SARIJAYA PERMANA SEKURITAS MAKALAH TENTANG KEJAHATAN DI PASAR MODAL KEJAHATAN DIBIDANG PASAR MODAL : ANALISIS KASUS REKSA DANA PT. SARIJAYA PERMANA SEKURITAS A. KEJAHATAN DI BIDANG PASAR MODAL Kejahatan di bidang pasar modal adalah

Lebih terperinci

SURAT BERHARGA PASAR UANG (1) PERTEMUAN 10

SURAT BERHARGA PASAR UANG (1) PERTEMUAN 10 SURAT BERHARGA PASAR UANG (1) PERTEMUAN 10 PASAR UANG Pasar yang memperjualbelikan surat berharga jangka pendek yang jangka waktunya tidak lebih dari satu tahun SURAT BERHARGA PASAR UANG yaitu surat utang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN 32 /POJK.04/2015 TENTANG PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.04/2016 TENTANG PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN

Lebih terperinci

FAQ TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL (SBK)

FAQ TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL (SBK) 1 FAQ TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL (SBK) Ketentuan Umum 1 Apa tujuan diterbitkannya PBI ini? Pembangunan perekonomian nasional membutuhkan sumber-sumber pembiayaan yang semakin besar dan terdiversifikasi.

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALSINAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2015 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN

Lebih terperinci

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam.

Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. PP No. 45/1995 BAB 1 BURSA EFEK Pasal 1 Bursa Efek dapat menjalankan usaha setelah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Pasal 2 Modal disetor Bursa Efek sekurang-kurangnya berjumlah Rp7.500.000.000,00 (tujuh

Lebih terperinci

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan?

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan? Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan? Oleh: Tarkosunaryo Paper ini bermaksud untuk menyajikan analisis penggunaan mata uang yang seharusnya digunakan oleh perusahaan dalam menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran. termasuk pemodal kecil dan menengah. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai peran. termasuk pemodal kecil dan menengah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar Modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 67/BL/2007 TENTANG PEDOMAN MENGENAI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR : KEP- 22 /PM/2004 TENTANG PEDOMAN BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM REKSA DANA

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR : KEP- 22 /PM/2004 TENTANG PEDOMAN BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM REKSA DANA KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR : KEP- 22 /PM/2004 Peraturan Nomor IX.C.6 TENTANG PEDOMAN BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM REKSA DANA KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

Lebih terperinci

KEJAHATAN DI BIDANG PASAR MODAL

KEJAHATAN DI BIDANG PASAR MODAL KEJAHATAN DI BIDANG PASAR MODAL Kejahatan di bidang pasar modal adalah kejahatan yang khas dilakukan oleh pelaku pasar modal dalam kegiatan pasar modal. Pemerintah Indonesia melalui Bapepam berupaya keras

Lebih terperinci

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep- 67/BL/2007 Tanggal : 13 April 2007 PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM OBLIGASI DAERAH

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep- 67/BL/2007 Tanggal : 13 April 2007 PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM OBLIGASI DAERAH PERATURAN NOMOR IX.C.13: PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM OBLIGASI DAERAH 1. Umum a. Seluruh definisi yang tercantum dalam Peraturan Nomor IX.C.12 tentang Pedoman

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te No.298, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Perusahaan Publik. Pernyataan Pendaftaran. Bentuk dan Isi. Pedoman (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6166)

Lebih terperinci

BAB 5 PENEGAKAN PERATURAN

BAB 5 PENEGAKAN PERATURAN BAB 5 PENEGAKAN PERATURAN OTORITAS PENEGAK PERATURAN DAN TATA TERTIB BURSA 500. DIVISI AUDIT DAN PENGAWASAN PASAR 1. Direksi menunjuk kepala Divisi Audit Dan Pengawasan Pasar untuk melaksanakan penegakan

Lebih terperinci

BAB II LAPORAN KEUANGAN MENYESATKAN DI PASAR MODAL. Wild, Subramanyam dan Halsey dalam bukunya Financial Statement

BAB II LAPORAN KEUANGAN MENYESATKAN DI PASAR MODAL. Wild, Subramanyam dan Halsey dalam bukunya Financial Statement BAB II LAPORAN KEUANGAN MENYESATKAN DI PASAR MODAL A. Pengertian Laporan Keuangan Wild, Subramanyam dan Halsey dalam bukunya Financial Statement Analysis memberikan pengertian laporan keuangan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.405, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Tender Sukarela. Penawaran. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5823) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DPERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DAN PROSPEKTUS RINGKAS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM OBLIGASI DAERAH DAN/ATAU

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2017 KEUANGAN OJK. Saham. Perusahaan Terbuka. Pembelian Kembali. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6077) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2015 TENTANG PENAWARAN TENDER SUKARELA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2015 TENTANG PENAWARAN TENDER SUKARELA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2015 TENTANG PENAWARAN TENDER SUKARELA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 86, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3617) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H. Initial Public Offering (IPO) : Sebuah Upaya Pengembangan Perusahaan

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H. Initial Public Offering (IPO) : Sebuah Upaya Pengembangan Perusahaan Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H Initial Public Offering (IPO) : Sebuah Upaya Pengembangan Perusahaan A. PENDAHULUAN Kebutuhan dana bagi seseorang memang merupakan pemandangan sehari-hari yang

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SSALINAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.04/2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-49/PM/1997 TENTANG

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-49/PM/1997 TENTANG KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-49/PM/1997 TENTANG PENAWARAN UMUM SERTIFIKAT PENITIPAN EFEK INDONESIA ( INDONESIAN DEPOSITARY RECEIPT ) KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI REAL ESTAT BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Penyusunan Prospektus Penawaran Umum Terbatas Dalam Rangka Penerbitan HMETD

Penyusunan Prospektus Penawaran Umum Terbatas Dalam Rangka Penerbitan HMETD Penyusunan Prospektus Penawaran Umum Terbatas Dalam Rangka Penerbitan HMETD Oleh: Genio Atyanto Equity Tower 49th Floor, Jalan Jenderal Sudirman, Kav. 52-53 P / +62 21 2965 1262 SCBD, Jakarta 12190, indonesia

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN REKSA DANA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN REKSA DANA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19/POJK.04/2015 TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN REKSA DANA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

Proses Go Publik Go Public (Penawaran Umum) adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan di-go

Proses Go Publik Go Public (Penawaran Umum) adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan di-go Proses Go Publik Go Public (Penawaran Umum) adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan di-go public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peranan usaha perasuransian di Indonesia dalam menunjang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2017 TENTANG PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA No.45, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Prospektus. Efek Bersifat Ekuitas. Bentuk dan Isi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6029) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya harap merujuk kepada teks aslinya.

Lebih terperinci

POKOK POKOK PERUBAHAN ISI PROSPEKTUS HMETD

POKOK POKOK PERUBAHAN ISI PROSPEKTUS HMETD SOSIALISASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU Jakarta,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 425/BL/2007 TENTANG PEDOMAN BAGI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2016 KEUANGAN OJK. PT. Peleburan. Penggabungan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5997). PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

-2- dengan tetap mengedepankan kualitas keterbukaan informasi, beberapa penyederhanaan terutama informasi yang sifatnya historis diperlukan dengan tuj

-2- dengan tetap mengedepankan kualitas keterbukaan informasi, beberapa penyederhanaan terutama informasi yang sifatnya historis diperlukan dengan tuj TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Prospektus. Efek Bersifat Ekuitas. Bentuk dan Isi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 45) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG LAPORAN DAN PENGUMUMAN EMITEN PENERBIT OBLIGASI DAERAH DAN/ATAU SUKUK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.306, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Emiten. Perusahaan Publik. Informasi. Fakta Material. Keterbukaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5780)

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.C.1 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM

PERATURAN NOMOR IX.C.1 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM PERATURAN NOMOR IX.C.1 : PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM 1. Pedoman Mengenai Bentuk Dan Isi Pernyataan Pendaftaran dalam peraturan ini berlaku bagi semua

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PERBANKAN DALAM PENJUALAN REKSADANA ILEGAL

PERTANGGUNGJAWABAN PERBANKAN DALAM PENJUALAN REKSADANA ILEGAL PERTANGGUNGJAWABAN PERBANKAN DALAM PENJUALAN REKSADANA ILEGAL 1. Latar Belakang Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Direktorat Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan

Direktorat Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Direktorat Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Presentasi oleh Uriep Budhi Prasetyo Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan 26 Maret 2011 STRUKTUR PASAR MODAL INDONESIA Menteri Keuangan Bapepam - LK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-552/BL/2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2015 TENTANG LAPORAN REALISASI PENGGUNAAN DANA HASIL PENAWARAN UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2015 TENTANG LAPORAN REALISASI PENGGUNAAN DANA HASIL PENAWARAN UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2015 TENTANG LAPORAN REALISASI PENGGUNAAN DANA HASIL PENAWARAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci