Kebijakan Pengarusutamaan Gender Pembangunan diarahkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan rakyat. Keberhasilan pembangunan secara s
|
|
- Adi Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PLATFORM KEBIJAKAN MENGINTEGRASIKAN KESETARAAN GENDER DI BIDANG PANGAN DAN ENERGI Oleh: Siti Amanah 1 Pendahuluan Perubahan lingkungan (environmental change) baik fisik, sosial, ekonomi, budaya, dan perubahan politik berdampak pada semakin rumitnya persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Tak bisa lagi memandang persoalan yang dihadapi sebuah kelompok mau pun komunitas hanya dari satu sudut pandang (narrow perspective). Persoalan kemiskinan misalnya, tak cukup dilihat berdasarkan segi struktur kebijakan semata saja, namun harus pula dilihat dari kondisi spesifik, baik dari sisi sosio, ekonomi, mau pun budaya. Di pedesaan, lahan pertanian semakin berkurang produktivitasnya dan keluarga tani semakin terdesak untuk meninggalkan desa mencari pekerjaan yang lebih mampu menjamin kebutuhan hidup keluarganya. Pada masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan, persoalan yang dihadapi lebih kompleks, berkaitan dengan kondisi sumber daya alam yang tidak menentu, aspek keamanan, hak kepemilikan, dan aspek hukum dan peraturan antar negara terkait wilayah tangkap. Begitu pula yang dihadapi oleh komunitas sekitar hutan, kerusakan hutan yang semakin meluas, dan mengurangi akses mereka terhadap sumber daya yang dapat dikelola secara bijak. Krisis pangan dan energi telah berdampak pada menurunnya kondisi sosio-ekonomi masyarakat, khususnya kelompok masyarakat di strata bawah. Terdapat lebih kurang 39 juta penduduk miskin atau 18 persen dari total penduduk Indonesia (BPS, 2006). Dari 39 juta penduduk miskin tersebut, 63 persen di antaranya bermukim di pedesaan, dan masih dihadapkan pada kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan energi. Dari desa di Indonesia sebagian besar lokasinya berada di pedalaman yang jauh dari jangkauan layanan sediaan energi. Desa di pedalaman masih mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak maupun listrik. Penyediaan energi, khususnya listrik, bagi masyarakat desa tertinggal baru mencapai 20 persen dari jumlah desa tersebut (Kerangka Acuan Lokakarya Gender, Pangan, dan Energi, Divisi Kajian Wanita, PSP3 LPPM IPB, 2008) Jika krisis pangan tidak ditangani, dan dengan mempertimbangkan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,5 % per tahun, maka pada tahun 2018 diprediksi akan tetap ada persoalan kekurangan pangan. Hal ini didasarkan pada hitungan bahwa lahan yang tersedia semakin menurun, pada tahun 2005 hanya tersedia 11,8 juta ha, padahal dengan kebutuhan per prang 115 kg/tahun, maka dibutuhkan 40,162 juta ton (WALHI, 2007). Masih terdapat kesenjangan kebutuhan sebagai akibat menurunnya luas panen dan meningkatnya laju konversi sawah. Diversifikasi pangan merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk keterjaminan pangan. Di sisi lain, sistem pertanian perlu menempatkan manusia sebagai fokus dan bahwa relasi antar pihak dalam sistem pertanian harus setara dan diakuinya kearifan lokal petani. PSP3 LPPM IPB pada tahun 2003 lalu telah mencoba mengembangkan inovasi sosial untuk pengembangan kemandirian pangan melalui revitalisasi lumbung pangan. Krisis energi ditunjukkan dengan harga minyak mentah yang mencapai USD 200 per barel. Semakin mahal dan langkanya energi yang berasal dari fosil ini mendorong banyak negara membuat kebijakan energi, diantaranya dengan mencari sumber energi alternatif. Brasil misalnya, mengkonversikan 50 persen produksi tebunya untuk menghasilkan etanol (Pasaribu, 2008). Di IPB sendiri, pada beberapa pusat penelitian di lingkungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dan laboratorium berkembang penelitian untuk mengembangkan inovasi berupa roduk bioenergi melalui pemanfaatan sumberdaya hayati. Misalnya pengembangan bio-etanol dari ubikayu dan pengembangan tungku sekam sebagai alternatif pemanfaatan limbah hasil pertanian menjadi energi panas. Pemerintah Indonesia sudah menggulirkan kebijakan pangan dan energi, antara lain melalui kebijakan ketahanan pangan, program desa mandiri pangan dan desa mandiri energi. Akan tetapi, hingga kini, hasil implementasi kebijakan tersebut belum dapat dinikmati secara adil dan merata bagi seluruh penduduk negeri ini. 1 Ketua Divisi Kajian Wanita PSP3 LPPM IPB dan Dosen Dept. Sains KPM FEMA IPB 1
2 Kebijakan Pengarusutamaan Gender Pembangunan diarahkan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan rakyat. Keberhasilan pembangunan secara sederhana dapat diukur berdasarkan indikator perbaikan kondisi ekonomi, kemudahan mengakses layanan pendidikan dan peningkatan kualitas kesehatan bagi segenap lapisan masyarakat. Inpres No, 9/2000 mengenai pengarusutamaan gender (PUG) mengemukakan bahwa PUG adalah: suatu strategi untuk mencapai kesetaraan gender melalui kebijakan publik. PUG merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang memasukkan pengalaman-pengalaman dan permasalahan-permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program dalam bidangbidang politik, ekonomi, dan kemasyarakatan. Tujuan PUG adalah untuk memastikan perempuan dan laki-laki menikmati manfaat pembangunan secara adil dan merata. Penerapan PUG di berbagai bidang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan, sekaligus menjamin mutu kehidupan seluruh anggota masyarakat. Tuntutan akan penjaminan mutu kehidupan secara adil baik pada perempuan mau pun lakilaki memiliki landasan hukum yang kuat sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 27 dan 28 UUD 1945, Undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, Undang-undang No. 23/1992 tentang kesehatan, Undang-undang No. 43 tahun 1998 tentang PNS, INPRES No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), Undang-undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, Undangundang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang No. 23/2004 tentang pengahapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-undang No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 4/2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-undang No. 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Peraturan Pemerintah No.8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG di daerah. Di tataran internasional, Pemerintah Indonesia telah menandatangani beberapa kesepakatan, hal ini merupakan dasar bagi perluasan komitmen pemerintah untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender. Beberapa kesepakatan tersebut diantaranya adalah Convention on the Political Rights of Women (1952), Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) pada tahun 1979, International Conference on Population and Development (ICPD) di tahun 1994, Beijing Declaration and Platform for Action (BPFA) pada 1995 dan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun Dalam pertemuan United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP ) di Bangkok, pada 7 sampai dengan 10 September 2004 yang dihadiri oleh 48 negara anggotanya, diperoleh gambaran bahwa terdapat kemajuan dalam pelaksanaan BPFA yang dicapai negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Hal tersebut meliputi perbaikan atas 12 masalah yang dihadapi oleh perempuan dan anak-anak di berbagai kawasan, yaitu: (1) perempuan dan kemiskinan, (2) pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, (3) perempuan dan kesehatan, (4) kekerasan terhadap perempuan, (5) perempuan dan konflik bersenjata, (6) perempuan dan ekonomi, (7) perempuan dalam kedudukan pemegang kekuasaan dan pengambilan keputusan, (8) mekanisme-mekanisme institusional untuk kemajuan perempuan, (9) hak-hak asasi perempuan, (10) perempuan dan media, (11) perempuan dan lingkungan, dan (12) anak-anak perempuan. Bidang kritis pertama, yakni perempuan dan kemiskinan terkait erat dengan kekurangan pangan dan masalah pemenuhan energi. Semakin buruknya kondisi alam, menurunnya kohesi sosial di masyarakat, serta minimnya rancang bangun kebijakan pembangunan yang responsif gender, telah berdampak pada keterpurukan kehidupan masyarakat di pedesaan. Semakin beratnya beban ekonomi keluarga di pedesaan dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat, mendorong perempuan muda di pedesaan untuk bekerja di sektor informal baik di dalam mau pun ke luar negeri. Pendidikan yang mencukupi tak dapat diraih oleh para tenaga kerja tersebut. Hal ini menjadikan kendala bagi tenaga kerja tanpa pendidikan dan keterampilan yang memadai untuk meraih peluang kerja yang lebih baik. Selain masalah tersebut, sulitnya memperoleh air bersih untuk keluarga, keterbatasan pangan bagi masing-masing individu dalam keluarga, kurangnya ketersediaan energi terutama bahan bakar dan listrik, serta minimnya sanitasi berdampak pada menurunnya mutu kesehatan keluarga di pedesaan secara keseluruhan. Kasus malnutrisi, gizi buruk, kematian bayi, dan ragam penyakit menular yang masih tinggi prevalensinya masih tingginya angka kematian ibu saat melahirkan (AKI). Data pada tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa AKI di Indonesia mencapai 307/ kelahiran. Papua, NTB, Maluku, dan NTT merupakan wilayah yang paling tinggi AKInya, yaitu berurut-turut adalah sebesar 730/ kelahiran di Papua, 370/ kelahiran di NTB, 340/ kelahiran di Maluku, dan 330/ kelahiran di NTT. Meskipun kesetaraan dan keadilan gender serta pemberdayaan perempuan merupakan tujuan ketiga dari delapan tujuan pembangunan milenium yang telah disepakati 199 negara termasuk 2
3 Indonesia. Hingga kini, implementasi kebijakan PUG di berbagai bidang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Masih ada kebijakan pembangunan yang bias gender, dan minimnya sediaan data terpilah dari berbagai sektor pembangunan, dan anggapan bahwa kesenjangan gender bukan isyu penting. Oleh karenanya, dalam perumusan kebijakan pangan dan energi pun harus memperhatikan relasi gender dalam seluruh sub sistemnya. Sebagaimana didiskusikan dalam Lokakarya Gender, Pangan, dan Energi di PSP3 LPPM IPB pada 22 Desember 2008 lalu, bahwa pemegang kebijakan baik di jajaran pemerintah mau pun swasta perlu memahami kebutuhan individu dalam keluarga. Artinya, kebutuhan pangan dan energi setiap orang dan rumah tangga adalah berbeda, unik dan spesifik. Perbedaan itu dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, wilayah, dan hal ini sangat berkaitan dengan aspek sosio-ekonomi, budaya, dan pengambilan keputusan pada berbagai pihak dan hirarki. Kurikulum pendidikan diusulkan untuk mengakomodasi pengetahuan dasar tentang gender dan konsep terkait, sehingga sejak awal para pembelajar memiliki pengetahuan tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan bahwa prinsip kesetaraan perlu diakomodasi untuk meraih tata kehidupan masyarakat yang adil dan beradab. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan merupakan hak asasi manusia. Begitu pun dengan pemenuhan kebutuhan energi. Produktivtias akan menurun ketika kebutuhan energi tak terpenuhi. Limbah-limbah pertanian di pedesaan dapat dimanfaatkan untuk sumber energi seperti sekam, kotoran ternak, dan sampah organik lain. Rancang bangun kebijakan pangan dan energi yang berperspektif gender mensyaratkan dilaksanakannya hal berikut: Dilakukannya identifikasi pengalaman, aspirasi, kebutuhan,dan kesenjangan gender dalam menjamin pangan dan energi, tidak semata di level rumah tangga, bahkan sampai level individu dalam keluarga. Diinventarisirnya sumber daya alam dan manusia (sosial, ekonomi, dan budaya). Diintegrasikannya kebutuhan gender dalam formulasi kebijakan, penyusunan program maupun kegiatan pembangunan (bidang pangan dan energi), melalui penguasaan teknik analisis gender dan penyediaan, dan penggunaan data statistik gender (profil gender). Dipahaminya proses analisis data, dan informasi responsif gender secara sistematis hingga tersusun rancangan aplikasi rencana aksi yang sudah mengintegrasikan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi, serta tindak lanjut program pangan dan energi. Platform Kebijakan Pangan dan Energi yang Berperspektif Gender Sistem pangan dan gizi seperti dikemukakan oleh Sajogyo (1986) meliputi lima subsistem yaitu: (i) usaha pengadaan dan penyediaan pangan, di tingkat lokal, daerah dan nasional. (ii) usaha memperbesar kemampuan masyarakat (pencari nafkah, rumah tangga) untuk menjangkau pangan yang tersedia; (iii) mendorong keinginan masyarakat untuk memperoleh pangan tersedia; (iv) usaha memperbaiki tingkat pemanfaatan pangan yang didapat rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota; dan (v) usaha membina tingkat kesehatan setiap anggota rumah tangga dan masyarakat. Terkait dengan kebijakan pangan dan energi, penting dikaji lebih jauh apakah setiap individu dalam suatu rumah tangga memperoleh pangan dan gizi seimbang sesuai kebutuhan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kondisi spesifiknya, misalnya ibu hamil dan menyusui dan anak dalam masa pertumbuhan, dan mereka yang bekerja lebih berat memerlukan kalori yang lebih banyak daripada yang lain. Dengan demikian, intervensi yang terlalu kuat dari luar terhadap kemandirian pangan di tingkat rumah tangga akan berdampak buruk. Jargon kedaulatan pangan yang dibahas dalam La Vía Campesina saat KTT pangan dunia pada tahun 1996, dapat dikatakan merupakan inovasi sosial untuk lebih memberikan hak kepada rakyat, dalam hal ini petani untuk mengambil keputusan secara mandiri atas pilihan input pertanian yang digunakan, proses produksi yang akan dilakukan, serta penanganan hasilnya. Petani memiliki kedaulatan atas usaha yang dilakukan dan menikmati manfaat sepenuhnya atas sumberdaya yang dikorbankan. Di bidang pengolahan pangan, baik di bidang pertanian, perikanan, mau pun hasil peternakan tampak bahwa pengambilan keputusan masih merupakan dominasi kepala keluarga yang di dalam struktur budaya patriarkhi, laki-laki merupakan kepala rumah tangga. Pada kenyataannya, dalam rumah tangga pertanian terdapat lebih kurang 16 persen perempuan sebagai kepala rumah tangga (S. Rini, 2007). Dalam berbagai kegiatan penyuluhan, target partisipan penyuluhan masih bias gender, sehingga ada beberapa desain program yang tak mampu memenuhi kebutuhan gender, terutama kebutuhan strategis gender. Kebijakan pembangunan berperspektif gender seharusnya merupakan komitmen bagi seluruh pemangku kepentingan. Terlebih bila ditelaah, jumlah penduduk menunjukkan peningkatan dari 3
4 tahun ke tahun, seperti ditampilkan pada Tabel 1. Kebijakan pangan dan energi yang dikembangkan pemerintah perlu mengakomodasi kebutuhan penduduk secara adil dan merata. Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin Tahun Daerah Jenis Kelamin Kota L P L+P Desa L P L+P Kota + Desa L P L+P Sumber: Profil Gender Nasional 2006 ( BPS dan KNPP 2007) Data SUSENAS tahun 2006 memperlihatkan bahwa penduduk laki-laki pada usia 0-14 tahun lebih banyak daripada perempuan yakni 32, 2 juta laki-laki, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 30,3 juta. Akan tetapi, pada kelompok umur tahun dan di atas 65 tahun, penduduk perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu 73,6 juta laki-laki dan 74,0 perempuan (kelompok umur tahun) dan 5,1 juta laki-laki dan 5,9 juta perempuan (umur di atas 65 tahun). Hal ini berimplikasi, bahwa rancang bangun kebijakan harus mempertimbangkan peran aktif perempuan. Analisis gender yang cermat merupakan sebuah instrumen yang harus dikuasai untuk memahami kebutuhan gender praktis dan kebutuhan gender strategis. Analisis Harvard merupakan analisis gender yang sederhana yang dapat dikembangkan untuk memahami situasi yang di dalamnya terdapat relasi gender, termasuk dalam konteks pangan dan energi. Ada tiga gambaran yang dapat dikaji melalui analisis Harvard yaitu: profil kegiatan yang mengidentifikasikan pembagian kerja, alokasi waktu, dan pendapatan antara perempuan dan laki. Untuk melakukan perencanaan kebijakan pangan dan energi berperspektif gender, dapat digunakan beragam intrumen antara lain dengan yang dikembangkan oleh Moser (1993). Perencanaan gender oleh Moser tersebut meliputi identifikasi peran-peran produktif, reproduktif/pengelolaan keluarga, dan peran politik perempuan dan laki-laki. Selain itu perlu dilakukan penilaian atas kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategis gender baik laki-laki mau pun perempuan. Data yang terpilah menurut jenis kelamin di tingkat rumahtangga untuk menjamin identifikasi penguasaan atas kekuasaan dan sumber-sumber kehidupan di dalam rumahtangga. Karenanya, pengintegrasian aspek kesetaraan gender dalam kebijakan pangan dan enegi membutuhkan data dan informasi tentang keseluruhan hal di atas. Dari data tersebut akan dapat dianalisis kesenjangan gender. Struktur budaya patriakhi cenderung menempatkan pria sebagai sentral dalam kehidupan. Beberapa pihak justru belum memahami esensi pengarusutamaan gender dalam berbagai bidang pembangunan. Yang mencuat ke permukaan adalah kecurigaan bahwa kesetaraan dan keadilan gender akan menyebabkan para perempuan meninggalkan keluarga, keluarga menjadi goyah, dan akan muncul defisiensi karakter, bahkan dekadensi moral. Hal ini tak perlu terjadi karena bukan dalam perspektif gender, perempuan tidak perlu menjadi laki-laki dengan menghilangkan sifat-sifat feminis-nya menjadi maskulin, karena yang hendak dicapai bukan penyamaan, tetapi kesetaraan dan keadilan, melalui dihapuskannya diskriminasi dan subordinasi di berbagai bidang, termasuk di bidang pangan dan energi. Relasi gender yang harmonis di tataran rumah tangga, kelompok, organisasi, dan komunitas yang lebih luas sangat diperlukan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih berkualitas dalam keluarga, komunitas, dan bangsa. Penutup Pangan dan energi merupakan kebutuhan dasar manusia, pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender di bidang pangan dan energi dapat dilakukan secara simultan apabila sejak awal telah dilakukan perencanaan gender dalam penyusunan kebijakan. Kebutuhan strategis gender tersebut dapat dilihat sebagai upaya meningkatkan peran dan status pihak yang tersubordinasi. Kesenjangan gender dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan energi tampak pada perencanaan kebijakan yang belum mempertimbangkan kebutuhan gender secara menyeluruh di setiap tahapan. Platform kebijakan mengintegrasikan kesetaraan gender didasarkan pada fakta bahwa peningkatan 4
5 jumlah penduduk tak seimbang dengan ketersediaan pangan dan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Relasi gender yang setara dalam mengembangkan hak-hak komunitas lokal atas pangan dan pendayagunaan potensi energi dari sumberdaya alam terbarukan (bioenergi) akan meningkatkan mutu kehidupan manusia secara keseluruhan. Kedaulatan pangan dan kemandirian energi yang berperspektif gender pada gilirannya akan menyokong terwujudnya generasi mendatang yang tangguh dan berdaya saing. Pustaka Acuan Moser, Caroline O. N Gender Planning and Development: Theory, Practice and Training. London and New York: Routledge. Pasaribu B, Tantangan Pengembangan Agro-energy: Belajar dari Pengalaman Negara Lain. Makalah pada Seminar Dies Natalis IPB Ke-45: Konvergensi Nasional untuk Kemandirian Pangan dan Energi Menuju Kedaulatan Bangsa Bogor, 30 Oktober 2008 Sajogyo Pengantar dalam Buku Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV. Rajawali. WALHI Kedaulatan Indonesia Berawal dari Kedaulatan Pangan. kampanye/psda/070625_daulat_pangan_cu/ 5
KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM
KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM Disampaikan Oleh: Drg. Ida Suselo Wulan, MM Deputi Bidang PUG Bidang Politik, Sosial dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Lebih terperinciC KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER
C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA PELUNCURAN STRATEGI NASIONAL (STRANAS) PERCEPATAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) MELALUI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
Lebih terperinciBAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA
PENGARUSUTAMAAN GENDER DI INDONESIA Oleh: Iklilah Muzayyanah DF., M.Si 1 (Dipresentasikan pada Workshop Pengarusutamaan Gender dan Anak di Perguruan Tinggi Agama Islam) Hotel T, 1 Oktober 2014 APA PENGARUSUTAMAAN
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
B A B I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Agar peran pemerintah bersama masyarakat semakin efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good
Lebih terperinciBAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN
BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.
No.615, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)
DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...
DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPerempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women
Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan
Lebih terperinciTUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN
Lebih terperinciSTRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN OLEH: DEPUTI BIDANG PUG BIDANG POLITIK SOSIAL DAN HUKUM Disampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciTEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd
TEKNIK ANALISIS GENDER Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 MAKALAH TEKNIK ANALISIS GENDER Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id Pengertian Analisis
Lebih terperinciLembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita
+ Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Lebih terperinciPENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi
Lebih terperinciKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2014 KPP & PA. Sistem Data Gender Dan Anak. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciSTATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER
STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Jakarta, November 2015 Latar Belakang Forum internasional:
Lebih terperinciANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014
ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciGENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar
GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan
Lebih terperinciPERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. Ir. Suyatno, MKes
PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN Ir. Suyatno, MKes Office : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Jl. Prof Sudarto, SH, Tembalang Semarang Selatan Contact : Hp. 08122815730, pin 2A031535
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Lebih terperinciKEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.
KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan
Lebih terperinciPress Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda
Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda Nusa Dua Bali, 25 26 Maret 2013 --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi isu global. Perubahan terjadi sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan utama dan mendasar bagi kehidupan manusia. Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.
No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah
Lebih terperinciMENYUSUN INDIKATOR YANG BERPERSPEKTIF GENDER
MENYUSUN INDIKATOR YANG BERPERSPEKTIF GENDER Dian Kartikasari, Seminar Nasional, Perempuan dan SDG, Koalisi Perempuan Indonesia, Jakarta, 20 Januari 2016 SDG SDG (Sustainable Development Goals/Tujuan Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Dr. Wartanto (Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TUJUAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciMAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M
INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Oleh: Antarini
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian yang akan dilakukan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
Lebih terperinciPress Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010
RAKORNAS PP DAN PA 2010 Jakarta, 29 Juni 2010 Jakarta, KLA.Org - Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010 Rakornas PP dan PA Tahun 2010
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciPolitik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012
Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang
Lebih terperinciPengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Pengalaman MDGS: PROSES INTEGRASI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN MDGs dirumuskan pada tahun 2000, Instruksi Presiden 10 tahun kemudian (Inpres No.3 tahun 2010 tentang Pencapaian Tujuan MDGs) Lesson Learnt:
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Visi Kabupaten Lombok Timur 2013-2018, tidak terlepas dari Visi yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lombok
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinci& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan
PENGENTASAN KEMISKINAN & KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan Pengantar oleh: Rajiv I.D. Mehta Director Pengembangan ICA Asia Pacific 1 Latar Belakang Perekonomian dunia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA
BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Dokumen perencanaan tahunan daerah yang digunakan sebagai acuan perencanaan pembangunan dan penyusunan anggaran Tahun 2014, adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PENCAPAIAN
BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009
KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 Deputi Bidang Pemberdayaan Lembaga Masyarakat
Lebih terperinciPERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Abad Milenium/Millenium Development Goals
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga aspek yang penting diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju
Lebih terperinciISU AKTUAL GENDER DALAM RPI BADAN LITBANG KEHUTANAN
ISU AKTUAL GENDER DALAM RPI BADAN LITBANG KEHUTANAN Sulistya Ekawati DEWAN RISET BADAN LITBANG KEHUTANAN 2013 KONSEP GENDER Gender merupakan peran dan identitas sosial yang dilekatkan makna-makna tertentu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPeningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender
XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si
PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciMARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN
MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) adalah Deklarasi Millennium hasil kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala negara dan perwakilan dari
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan
Lebih terperinciTujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Wahyuningsih Darajati Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian PPN/Bappenas
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.
Lebih terperinciSulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah
KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga
Lebih terperinciBAB VI LANGKAH KEDEPAN
BAB VI LANGKAH KEDEPAN Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 367 368 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN Agenda pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui swasembada
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL
Lebih terperinciTERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian
TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN 2013 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Badan Ketahanan Pangan Program : Peningkatan Diversifikasi dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan
Lebih terperinciIV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
14. URUSAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Pembangunan daerah Kabupaten Wonosobo ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa.
Lebih terperinciPENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN
PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN Sri Emiyanti Pusat Studi Wanita-Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan ini menyajikan perkembangan wacana tentang jender sebagai
Lebih terperinciBUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH
1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang
Lebih terperinci2015, No f. bahwa untuk mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan bagi perempuan dan anak sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c, Kement
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.814, 2015 KEMEN-PPPA. Sarana Kerja. Peduli Anak. Responsif Gender. Penyediaan. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi laki-laki. Sistem patriarki hidup dalam realita sehari-hari, baik kelas bawah, di rumah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan
Lebih terperinciBUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER
SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal
Lebih terperinci