PENDIDIKAN BAGI CALON PENGANTIN* Sururin & Moh. Muslim

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDIDIKAN BAGI CALON PENGANTIN* Sururin & Moh. Muslim"

Transkripsi

1 PENDIDIKAN BAGI CALON PENGANTIN* Sururin & Moh. Muslim A. PENGANTAR Sengaja istilah yang digunakan Pendidikan bagi Calon pengantin bukan Kursus Calon Pengantin karena pendidikan 1 mempunyai makna yang luas dan memberikan implikasi dalam berbagai aspek. Pada intinya, pendidikan bagi calon pengantin adalah bagaimana mempersiapkan warga Negara Indonesia yang akan melangsungkan pernikahan dan membentuk keluarga, dapat mewujudkan keluarga yang bahagia lahir dan batin, melahirkan generasi yang berkualitas dan bermartabat. Bentuk pendidikan bagi calon pengantian, atau pendidikan pra nikah, bisa dimasukkan dalam pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Oleh sebab itu, Kursus Calon Pengantin (SUSCATIN) menjadi bagian dari Pendidikan bagi Calon Pengantin. Pengertian Pendidikan sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Peserta didik, sebagaimana tersebut di atas, mempunyai makna yang luas, tidak hanya dalam arti siswa di sekolah/madrasah atau mahasiswa di perguruan tinggi, akan tetapi meliputi seluruh anggota masyarakat, sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 4 bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Calon pengantin menjadi bagian dari peserta didik dengan karakteristik tersendiri, yaitu fase yang sangat potensial dalam mengembangkan pengetahuan dan kecakapannya dalam membina keluarga. Mengacu pada pengertian tersebut, maka pendidikan bagi calon pengantin perlu dilakukan secara terencana dan sistematis, serta melalui berbagai jenjang dan jalur pendidikan, sehingga akan memberikan hasil dan manfaat yang optimal. Dengan demikian, diharapkan fungsi pendidikan dapat terwujud. Fungsi Pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 Tulisan ini hendak memperluas cakupan dan materi Kursus bagi Calon Pengantin atau disingkat SUSCATIN. yang selama ini telah dilaksanakan oleh BIMAS 1

2 Islam. Di samping itu, dijabarkan pula persiapan yang harus dilakukan oleh calon pengantin dan stakeholder yang berperan dalam pendidikan bagi calon pengantin/pendidikan pra nikah. B. PENTINGNYA PENDIDIKAN BAGI CALON PENGANTIN Menurut UU No 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhan-an Yang Maha Esa. Tidak mudah untuk medefinisikan keluarga bahagia, sebagian menyamakan keluarga bahagia dengan keluarga harmonis. Secara umum keluarga bahagia dimaknai dengan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah wa maslahah, yang merupakan tujuan perkawinan. Perkawinan merupakan langkah awal untuk membentuk sebuah keluarga. Oleh karenanya pembahasan tentang perkawinan tidak akan lepas dari pembahasan tentang keluarga. Fakta dalam satu keluarga hampir bisa dipastikan adanya konflik antara suami dan isteri maupun antar orang tua dan anak. Dengan adanya konflik tersebut kondisi rumah tanggah akan goyah dan mengalami guncangan. Suasana rumah tangga yang guncang ada yang bisa pulih dan normal kembali karena kedua suami istri telah siap menghadapi problematika hidup, sehingga menemukan solusinya. Namun tidak jarang dijumpai pasangan suami isteri yang tidak siap menghadapi konflik dalam rumah tangga dan menemui jalan buntu, hingga akhirnya berujung pada perceraian. Setiap tahun lebih dari 2,2 juta pasangan menikah yang tercatat oleh Kantor Urusan Agama seluruh Indonesia. Tabel 1 Perkawinan dan Perceraian di Indonesia tahun Tahun Nikah Cerai % ,162, , ,207, , ,319, , 119 6, ,291, , ,218, ,527 14,6 Dari data tabel 1 tentang Perkawinan dan Perceraian di Indonesia menunjukkan menurunnya perkawinan tercatat berbanding berbalik dengan tingginya angka kasus perceraian. Menurunnya angka pasangan pengantin yang tercatat menjadi pertanyaan tersendiri, hal ini menguatkan hasil penelitian Balitbang Kemenag RI tahun 2013 yang mengungkapkan masih banyaknya kasus perkawinan tidak tercatat dan perkawinan anak 2

3 (dibawah umur 18 tahun). Penurunan pencatatan nikah berbanding berbalik dengan kasus perceraian. Artinya tiap tahun terjadi peningkatan kasus perceraian. Pada tahun 2012 tercatat 297,841, sementara tahun 2013 mengalami peningkatan sebanyak 324,527 perceraian. Tabel 2 Daftar Penyebab Perceraian 4 No Penyebab Perceraian 1 Tidak ada 72,274 91,841 51,882 91,388 97,615 keharmonisan 2 Tidak ada 61,128 78,407 42,701 81,227 81,266 tanggung jawab 3 Ekonomi 43,309 67,891 35,480 70,427 74,559 4 Gangguan pihak 16,077 20,199 12,082 23,690 25,310 ketiga 5 Cemburu 8,284 10,029 5,824 10,524 9,338 6 Krisis ahlak 6,486 7,641 4,217 8,537 10,649 7 Kawin paksa 2,064 2,185 1,140 2,071 3,380 8 KDRT 1,965 2,191 1,605 3,697 4,439 9 Poligami tidak 1,196 1, ,876 1,951 sehat 10 Cacat biologis , Menyakiti mental ,108 1, Dihukum Politis , Kawin di bawah umur 15 Lain lain ,312 4,413 Jumlah 216, , , , ,527 Data di atas menujukkan beragam faktor yang menyebabkan perceraian. Kasus yang dominan adalah karena tidak ada keharmonisan dalam keluarga dan tidak ada tanggung jawab. Oleh sebab itu perlu diberikan bekal bagaimana mewujudkan keharmonisan dalam keluarga dan tanggung jawab suami istri dalam keluarga. Dengan bekal yang memadai, diharapkan pasangan yang hendak menikah siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga, siap menghadapi masalah yang mungkin terjadi serta sudah siap dengan solusinya. Salah satu tujuan pernikahan adalah melahirkan generasi yang berkualitas, sebagaimana tersebut dalam al-qur an surat Al-nisa (4): 1 3

4 Artinya : Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Tugas mulia orang tua adalah melahirkan generasi penerus. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak dijumpai kasus kekerasan yang dihadapi oleh anak, termasuk di dalamnya kekerasan pada anak dalam keluarga 5. Data KPAI menujukkan tiap tahun mengalami peningkatan kasus kekerasan pada anak. Pada Tahun 2012 terdapat laporan kasus, dengan 62% di antaranya merupakan kekerasan seksual kepada anak-anak yang dilakukan oleh orang dewasa atau orang terdekat. Sementara, tahun 2013, dari Januari-Maret 2013 tercatat 919 kasus pengaduan tindak kekerasan pada anak. Kekerasan anak meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, kekerasan sosial dan kekerasan/eksploitasi ekonomi. Sedangkan lingkungan kekerasan menurut Study on Violence Against Children Outline terbagi menjadi 5 (lima) yaitu: 1. Kekerasan di lingkungan rumah dan keluarga (Violence in the home and family); 2. Kekerasan di lingkungan sekolah dan lingkungan pendidikan (Violence in school and education settings); 3. Kekerasan di dalam Institusi lain, seperti perawatan/pengasuhan termasuk anak yang berkonflik dengan hukum (Violence in other institusional settings, orphanages, including children in conflict with the law); 4. Kekerasan di komunitas dan jalan (Violence in the community and on the streets); 5. Kekerasan di lingkungan kerja (Violence in work situation). Kekerasan yang dialami oleh anak di lingkungan keluarga antara lain dilakukan oleh ayah, ibu dan saudara. Secara terperinci kasus kekerasan anak yang sering terjadi dalam keluarga, berdasarkan pengaduan kepada KPAI, dapat dilihat dalam grafik sebagai berikut: Grafik 1. Data kasus kekerasan pada anak dalam keluarga 6 4

5 Mencubit Membandingkan dng saudara / anak lainnya Membentak dng suara keras dan kasar 35.3 Menyebut, bodoh, pemlas, nakal Ayah Ibu Saudara Data di atas menunjukkan beragam bentuk kekerasan psikis anak, dan sebagian besar pelakunya adalah ibu. Sedangkan kekerasan psikologis yang sering dilakukan dengan kekerasan verbal, seperti menyebut anak bodoh, nakal, pemalas dan lainnya lebih banyak dilakukan oleh ayah. Relasi suami istri dalam keluarga yang tidak harmonis akan memunculkan diskriminasi dan dapat mengakibatkan kekerasan. Ketimpangan pendidikan laki-laki-laki dan perempuan memberikan dampak dalam pola asuh anak. Seringkali pendidikan anak diserahkan kepada istri/ibu, sedangkan suami/ayah hanya mencari nafkah keluar rumah, dengan demikian sangat beralasan apabila ibu yang banyak menjadi pelaku kekerasan ringan, karena setiap hari berhadapan langsung dengan anak. Maria Ulfah Anshor, Komisioner KPAI, menyebutkan beberapa faktor penyebab kekerasan pada anak dalam keluarga, yaitu: 1. Disfungsi keluarga, dimana peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi, tidak ditemukan dalam keluarga. 2. Faktor ekonomi, yaitu kekerasan timbul karena tekanan ekonomi atau kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi. 3. Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga, Orang tua dan saudara sekandung terutama kakak sering menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Orang tua perlu mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang memadai terkait dengan tugas dan perannya sebagai ayah dan ibu. Pembekalan bagi calon orang tua menjadi penting dan mendesak untuk ditangani secara serius, sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap anak bisa diminimalisir. Oleh karena itu perlu persiapan tersendiri bagi calon orang tua (calon pengantin) dalam menjalani kehidupan berumah tangga. 5

6 C. PERSIAPAN BAGI CALON PENGANTIN Sebelum membahas isi materi yang diberikan kepada calon pengantin, maka ada beberapa persiapan khusus bagi calon pengantin 1. Persiapan Fisik Pertumbuhan jasmani dalam fase kehidupan manusia akan mengalami perkembangan yang sangat signifikan ketika memasuki usia remaja, karena pada usia remaja sudah mulai tumbuh dan berfungsi organ reproduksinya. Pertumbuhan fisik akan semakin kuat saat mengakhiri usia remaja, demikian pula dengan fungsi organ reproduksi akan berjalan dengan baik saat berakhir usia remaja, dan semakin matang ketika memasuki fase dewasa. Menurut ilmu kesehatan, fase terbaik untuk melahirkan adalah usia tahun. Faktor usia menjadi prasyarat dalam melangsungkan pernikahan yang salah satu tujuannya adalah melanjutkan generasi penerus. Usia ideal menikah untuk laki-laki antara usia tahun dan perempuan antara usia tahun. Ini adalah usia ideal,dimana usia calon pengantin sudah cukup dewasa. Sangat beralasan ketika BKKBN membagi tiga fase terkait upaya mewujudkan generasi yang berkualitas dengan 3 hal: a) Menunda perkawinan dan kehamilan di bawah usian 20 tahun b) Masa menjarangkan kehamilan pada usia tahun c) Masa mencegah kehamilan di atas usia 35 tahun Selain usia yang cukup, perlu pula dilakukan pemeriksaan kesehatan pranikah, antara lain: a) Penyakit genetik, misalnya : talasemia, buta warna, hemofilia, dan lain-lain. b) Penyakit tertentu yang diturunkan, misalnya kecenderungan diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), kelainan jantung, dan sebagainya. c) Penyakit infeksi, misalnya, penyakit menular seksual (PMS), Hepatitis B, dan HIV/AIDS d) Vaksinasi. Hal ini dilakukan untuk kekebalan terhadap virus rubella. Infeksi rubella pada kehamilan dapat menimbulkan kelainan pada janin seperti kepala kecil, tuli, kelainan jantung, bahkan kematian. Perlu pula pemeriksaan virus herpes karena dapat menyebabkan cacat janin dan kelahiran prematur. e) Suntik Tetanus Toxoid (TT) Tidak hanya kesiapan fisik yang dibutuhkan, akan tetapi juga perlu memahami fungsi dan peran reproduksi, khususnya kesehatan reproduksi perempuan, karena dapat mempengaruhi keturunan yang akan melanjutkan generasi ke depan. Dengan demikian pendidikan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin menjadi wajib diberikan. Idealnya, pendidikan kesehatan reproduksi dimulai sejak dini, antara lain dengan mengenal organ reproduksi, merawat dan menjaganya, dan hanya difungsikan sesuai dengan syariat. 6

7 2. Persiapan Mental Untuk mewujudkan keluarga yang harmonis, tentram dan bahagia, perlu persiapan mental, antara lain: a) Harus seiman b) Adanya pemahaman yang sama tentang tujuan pernikahan. c) Berkepribadian yang matang, termasuk dalam kriteria ini adalah: tabiat, budi pekerti, minat dan kebiasaan. d) Memiliki pengetahuan dan wawasan yang seimbang, hal ini terkait dengan pendidikan, termasuk di dalamnya pengetahuan dan pengamalan agama. Selain itu perlu pengetahuan tentang pengasuhan anak, komunikasi, pengendalian diri, memahami perbedaan antara laki-laki dan perempuan, e) Bekal yang harus pula dipersiapkan adalah ilmu parenting (pola asuh anak oleh orang tua), sehingga orang tua dapat memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya, baik pendidikan dalam keluarga (pendidikan informal), pendidikan di sekolah/madrasah (formal), dan pendidikan di lingkungan masyarakat. f) Konseling untuk mengubah perilaku yang tidak sehat seperti : merokok, minum alkohol, atau memakai narkoba. Seringkali calon suami yang perokok, tidak paham bahwa asap rokok sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.. 3. Persiapan Sosial dan ekonomi Selain persiapan fisik dan mental (psikis), maka harus pula dipersiapkan secara sosial dan ekomoni. Diantara persiapan dalam lingkup sosial, menurut Sururin dkk adalah: a) Latar belakang sosial keluarga. Latar belakang keluarga dapat dilihat dari pendidikan dalam rumah, bukan pendidikan di sekolah, seringkali ditanya hanya latar belakang sekolah, bukan bagaimana pendidikan dalam keluarga. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui kebiasaan calon pasangan ketika telah menjadi pasangannya kelak. b) Latar belakang budaya. c) Pergaulan. Dengan mengetahui lingkungan, teman pergaulan dan aktifitas memudahkan calon suami dan isteri beradaptasi dengan anggota keluarga kedua belah pihak, tetangga, masyarakat dan lingkungan. d) Calon suami dan isteri sebaiknya telah mandiri secara ekonomi, dan ulet mengais rizki. 7 e) Persiapan lain terkait dengan ekonomi adalah mempunyai ketrampilan. Calon pasangan suami istri perlu mempunyai ketrampilan, antara lain: memasak, menjahit, mengurus rumah tangga, membersihkan dan memperbaiki kerusakan peralatan dan barang-barang. D. MATERI PENDIDIKAN BAGI CALON PENGANTIN Peraturan Dirjen Bimas Islam tentang kursus calon pengantin No. DJ.II/491 Tahun 2009 menyebutkan suscatin diselenggarakan dengan durasi 24 jam pelajaran yang meliputi : 7

8 1. tatacara dan prosedur perkawinan selama 2 jam 2. pengetahuan agama selama 5 jam 3. peraturan perundangan di bidang perkawinan dan keluarga selama 4 jam 4. hak dan kewajiban suami istri selama 5 jam 5. kesehatan reproduksi selama 3 jam 6. manajemen keluarga selama 3 jam 7. psikologi perkawinan dan keluarga selama 2 jam. Susunan materi tersebut cukup lengkap, walaupun belum ada materi terkait dengan parenting. Demikian pula waktu yang harus disediakan durasinya bisa 3 hari (satu hari 8 jam), sedikit memadai. Akan tetapi dalam prakteknya, berdasar pada hasil penelitian Rahima dengan BP4 tahun , materi-materi yang disampaikan dalam SUSCATIN yaitu: UU Perkawinan, Fiqh Munakahat, PKK (Kesejahteraan Keluarga), kesehatan reproduksi dan KB. Materi-materi tersebut hanya disampaikan sekitar 4-5 jam waktu efektif. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa waktu untuk menyampaikan materi kurang efektif, karena hanya 4-5 jam. Dengan demikian materi yang disampaikan hanya pengantar saja, atau garis besarnya saja, kurang mendalam dan tidak menyeluruh. Bila dilihat dari penyebab perceraian, sebagaimana tersebut pada tabel 2 yaitu karena tidak ada keharmonisan, akan tetapi tidak ada materi terkait dengan cara mengatasi konflik dalam keluarga, berikut contoh-contohnya. Tambahan kesimpulan dari penelitian tersebut adalah penyampaian materi SUSCATIN masih bias, karena materi yang diberikan lebih banyak menyebutkan tugas dan kewajiban istri dari pada haknya, dan sebaliknya lebih banyak berbicara hak suami dari pada kewajibannya. Terdapat banyak hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan SUSCATIN. Dari sekian banyak hal itu yang paling dominan diantaranya adalah belum menjadi kewajiban bagi pasangan calon pengantin untuk mengikuti kursus bagi pra nikah, sehingga waktu yang ada sangat terbatas dan mengikuti jadwal calon pengantin. Tidak adanya ijin dari tempat kerja menjadi salah satu alasan tidak hadirnya pasangan calon pengantin mengikuti SUSCATIN. Jalan keluar yang ditawarkan adalah pihak KUA memberikan kursus singkat dengan istilah face to face. Yaitu, saat calon pengantin mendaftar pada saat itu pula diberikan penasehatan dan pengetahuan terkait pernikahan. E. STRATEGI PELAKSANAAN PENDIDIKAN BAGI CALON PENGANTIN Berdasar pada permasalahan tersebut, perlu dirumuskan berbagai strategi pendidikan bagi calon pengantin, tidak hanya terbatas pada lembaga penyelenggaranya, akan tetapi juga memperluas lingkup dan cakupannya. 1. Butuh Keseriusan Pemerintah: Advokasi tiada Henti Pemerintah mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan bagi calon pengantin. Persiapan fisik bagi calon pengantin akan mempengaruhi proses dalam menjalankan fungsi reproduksinya. Sebagaimana dikemukaan di atas, bahwa usia ideal menikah perempuan minimal usia 20 tahun, sedangkan laki-laki 25 tahun. Akan tetapi dalam aturan perundangan yang ada, yaitu UU No 1 tahun 1974 membolehkan perempuan menikah usia 16 tahun. Dalam UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, menyebutkan bahwa usia batasan usia anak 18 tahun. Dengan demikian, perlu terus diperjuangkan adanya perubahan 8

9 usia menikah bagi perempuan dan laki-laki yang tercantum dalam UU tersebut. Berbagai gerakan telah dilakukan, termasuk diantaranya Gerakan Nasional Stop Pernikahan pada Anak yang pada tanggal 3 Oktober 2014 kerjasama KPP-PA, BKKBN, Plan Indonesia dan berbagai Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan, dilakukan seminar, diskusi, pengajian, dan sebagainya, akan tetapi kasus pernikahan usia anak masih tinggi di Indonesia karena peraturan yang ada, UU No 1 tahun 1974, masih berlaku. Butuh keseriusan pemerintah untuk merevisi UU tersebut, khususnya terkait dengan batas minimal usia perempuan menikah. Kebijakan lainnya terkait dengan tidak efektifnya SUSCATIN selama ini Pemerintah hendaknya mewajibkan seluruh calon pengantin untuk mengikuti pendidikan pra nikah. Kebijakan tersebut akan memberikan konsekwensi pada peraturan lainnya, antara lain berupa edaran tentang kewajiban lembaga/instansi memberikan ijin bagi karyawan/pegawainya untuk mengikuti pendidikan bagi calon pengantin secara intensif. Selama ini SUSCATIN terkendala pelaksanaannya karena tidak adanya ijin dari perusahaan/instansi tempat bekerja. Pemerintah perlu menyusun kurikulum SUSCATIN yang ideal dengan memberikan ruang bagi pengembangan bagi penyelenggara SUSCATIN. Walaupun selama ini sudah ada aturan akreditasi lembaga penyelenggara SUSCATIN, akan tetapi belum berjalan. Peran pemerintah akan kuat apabila memasukkan pendidikan pra nikah dalam kurikulum pendidikan formal. Dengan catatan, materi-materi nya tidak hanya UU perkawinan dan fiqh munakahat, akan tetapi diseimbangkan dengan materi tentang ketrampilan hidup, termasuk di dalamnya parenting, sehingga memenuhi tujuan dari penyelenggaraan pendidikan bagi calon pengantin. 2. Pendidikan Informal (Peran Orang Tua) Orang tua menjadi model bagi anaknya, termasuk dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang dibinanya. Pola asuh dan kehidupan dalam keluarga akan terekam dalam kehidupan anak. Apabila kehidupan yang dialami seseorang dalam keluarga bahagia, damai penuh kasih sayang maka ia akan berusaha mewujudkan kehidupan keluarganya kelak sebagaimana kehidupan orang tuanya saat kecil, Akan tetapi, bila kehidupan yang dilalui dalam suasana konflik, banyak masalah dan kurang kasih sayang, maka dua altenatif yang muncul. Pertama dia akan mengalami kehidupan yang sama dengan masa kecilnya, artinya meniru apa yang sudah dilakukan orang tua. Dia akan berprilaku bagaimana dia diperlakukan. Kedua, pengalaman pahit dalam kehidupan akan menjadi cambuk dan pelajaran berharga, sehingga dia tidak akan mengulangi pengalaman pahit dalam hidupnya. Oleh sebab itu orang tua berpengaruh terhadap kehidupan keluarga anaknya. Orang tua tidak hanya memberi teladan, akan tetapi juga doktrin (ajaran) dan pemahaman terkait membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa 9

10 rahmah. Prinsip-prinsip hidup akan ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya. Demikian juga ketrampilan hidup menjadi salah satu materi yang diberikan dalam kehidupan dalam keluarga, salah satunya dengan pembiasaan. Tidak mudah mengubah pola asuh dan kebiasaan yang sudah terbina dalam keluarga, maka langkah awal yang paling strategis adalah melalui pendidikan bagi calon orang tua, dalam hal ini para calon pengantin. Sebelum melangsungkan ikrar (aqad ijab qobul) calon pengantin perlu diberikan pendidikan yang akan menjadi bekal dalam mengarungi rumah tangga yang akan dibinanya 3. Pendidikan Formal (Peran Sekolah/Perguruan Tinggi) Terdapat dua cara untuk memasukkan materi pendidikan pra nikah: pertama menjadi satu mata pelajaran/mata kuliah yang berdiri sendiri. Mata kuliah yang terkait langsung dengan persiapan pra nikah adalah Psikologi Keluarga. Sementara untuk menjadi satu mata pelajaran khusus, perlu dipikirkan dan didiskusikan kembali. Belum menjadi perhatian dari para pemikir pendidikan Indonesia untuk memasukkan pendidikan dalam rangka membangun keluarga dalam satu mata pelajaran tersendiri. Kedua, dimasukkan (insert) dalam mata kuliah/pelajaran tertentu. Mata pelajaran terkait dengan pendidikan pra nikah: biologi, PkN, IPS, Fiqh, Ekonomi, sosiologi, dan lain lain: Mata kuliah yang terkait dengan pendidikan pra nikah: Psikologi Perkembangan, Psikologi Agama, Psikologi Anak, Psikologi Perempuan, Bimbingan Konseling, Fiqh, Tafsir, Hadits, dll. Perlu diberikan orientasi khusus bagi penyusun kurikulum dan penulis buku untuk memasukkan pentingnya pendidikan pra nikah. Dengan demikian diharapkan pendidikan pra nikah dapat masuk dalam kurikulum yang dirancang untuk semua peserta didik. Perlu persiapan khusus dalam menyusun perangkat pendukung pelakanaan pendidikan bagi calon pengantin (pendidikan pra nikah), baik dari aspek kurikulum, metode, media, penyelenggara, dan sebagainya. Pada sisi lain, strategi yang bisa dilakukan adalah dengan membuka pusat studi yang mengkaji tema terkait dengan keluarga atau anak. Sebagai contoh, menurut Statuta yang baru, di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam, khususnya PTAIN, terdapat Pusat Studi Gender dan Anak. PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, misalnya, mempunyai tugas dan fungsi menciptakan lingkungan ramah anak. Lingkungan ramah anak diawali dari keluarga ramah terhadap anak, sekolah ramah anak, dan masyarakat (lingkungan) ramah anak. Untuk itu para orang tua perlu dibekali pendidikan dalam keluarga yang ramah anak. Pembekalan tersebut dapat diberikan kepada mahasiswa dan masyarakat lainnya yang hendak membangun keluarga. 10

11 4. Pendidikan Non Formal (Peran Masyarakat) Selama ini pendidikan bagi calon pengantin hanya dilaksanakan dalam bentuk pendidikan non formal, yaitu Kursus bagi Calon Pengantin SUSCATIN. Pelaksanaan SUSCATIN didominasi oleh KUA.. Karena jalur non formal yang digunakan, maka istiulah yang digunakan adalah Kursus bagi Calon Pengantin (SUSCATIN). Istilah kursus, yaitu satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental tertentu bagi warga belajar. Kursus merupakan pendidikan nonformal, yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang Memang, pendidikan luar sekolah memiliki keleluasaan jauh lebih besar dari pada pendidikan sekolah untuk secara cepat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berubah. Menurut pasal 14 UU Nomor 73 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Sekolah, Kursus diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja, mencari nafkah dan/atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian, penggunaan istilah kursus tersebut diartikan bahwa hanya bagi orang yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri yang perlu kursus, tidak menjadi kewajiban untuk melaksanakannya. Hal ini berbeda dengan istilah pendidikan, yang mempunyai makna lebih luas, dan dapat mengikat warga bangsa bahkan mewajibkannya, misalnya dikenal istilah wajib belajar (wajar) 7 tahun, wajar 9 tahun, bahkan wajar 12 tahun Konsekwensi lainnya bila menggunakan istilah pendidikan adalah bisa masuk dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi. Dampak lainnya adalah akan lebih luas pihak penyelenggara, tidak hanya dibatasi oleh Dirjen Bimas Islam, dalam hal ini penghulu, penyuluh dan BP4, akan tetapi bisa dilakukan oleh berbagai kalangan. Pendidikan bagi calon pengantin atau pendidikan pra nikah belum menjadi kewajiban dan belum menjadi gerakan nasional, sehingga penganggarannya pun masih menjadi kendala Selain BIMAS ISLAM, KUA dan BP4, organisasi keagamaan sudah melakukan konseling pra nikah (pendidikan pra nikah), akan tetapi pelaksanaannya pun belum optimal. Berbagai kajian telah dilakukan, akan tetapi belum terimplementasikan dengan baik. Sebagai contoh: Rahima (salah satu LSM yang aktif memperjuangkan aspirasi perempuan) telah melaksanakan program konseling bagi calon pengantin, demikian pula Fatayat NU, pada periode mengembangkan program Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Calon Pengantin, dan mulai tahun 2013 memperluas program, tidak hanya sebatas kesehatan reporduksi akan tetapi memberikan bekal bagi calon pengantin secara luas, termasuk relasi dalam keluarga. Penutup. 11

12 Pendidikan bagi calon pengantin merupakan upaya untuk mempersiapkan individu yang akan melangsungkan pernikahan dan membentuk keluarga, sehingga dapat mewujudkan keluarga yang harmonis, bahagia lahir dan batin, melahirkan generasi yang berkualitas dan bermartabat. Keharmonisan dalam rumah rumah tangga selalu menjadi dambaan bagi setiap calon pengantin. Namun selama mengarungi bahtera kehidupan tidak sedikit hambatan yang menghadang sehingga suasana harmonis tinggal anganangan belaka. Oleh sebab itu perlu diberikan bekal bagaimana mewujudkan keharmonisan dalam keluarga dan tanggung jawab suami istri dalam keluarga. Dengan bekal yang memadai, diharapkan pasangan yang hendak menikah siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga, siap menghadapi masalah yang mungkin terjadi serta sudah siap dengan solusinya. Bentuk pendidikan bagi calon pengantin, atau pendidikan pra nikah, bisa dimasukkan dalam pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Begitu pentingnya problema di atas, dirasa perlu untuk menyusun.strategi pendidikan bagi calon pengantin yang tidak hanya terbatas pada lembaga penyelenggaranya, akan tetapi juga memperluas lingkup dan cakupannya. *Tulisan ini pernah dimuat dalam Jurnal Bimas Islam Volume 07 No 02 tahun UU no 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara 2 Ibid, Pasal 1 ayat 4 3 Prof. Dr. Abdul Jamil, MA, Bimas Islam dan Majlis Ta lim, paparan materi dipresentasikan dalam Musyawarah Kerja Nasional Himpunan Daiyah dan Majlis Ta lim Muslimat NU (HIDMAT MNU), Jakarta, 31 Mei Ibid 5 Menurut UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 13 menyebutkan: Kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking jual-beli anak. 6 Data dikutip dari: Maria Ulfah Anshor, Stop Kekerasan pada Anak secara Sistematis, disampaikan dalam diskusi Kelas Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 4 Juni Sururin, dkk, Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Calon Pengantin, (Jakarta: PP Fatayat NU, cet. III, 2010) 8 Tim Peneliti Rahima dan BP4, Peran BP4 dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah, Hasil Penelitian di 6 Wilayah, (Jakarta: Rahima, 2013) Referensi dari internet 12

13 1) Sururin, dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi PP Muslimat NU, Sekretaris HIDMAT Muslimat NU, 2) Moh. Muslim, Dosen Institut Bisnis Nusantara Jakarta, 13

STOP KEKERASAN PADA ANAK SECARA SISTEMIK

STOP KEKERASAN PADA ANAK SECARA SISTEMIK STOP KEKERASAN PADA ANAK SECARA SISTEMIK Maria Ulfah Anshor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Disampaikan pada Kajian Gender dan Anak Di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak Disampaikan pada : Seminar Pra Nikah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2014

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 5.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, pada bagian ini peneliti akan mengemukakan simpulan hasil penelitian mengenai cerai

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah Saw kepada umatnya. Beliau menganjurkan agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan ada kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah merupakan salah satu usaha untuk mecapai kehidupan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya

Lebih terperinci

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI Suci Lestari; Priscillia Andrianita Effendy; Nia Hidayanti Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 disebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 disebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 1 disebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Indonesia. A. Analisis Terhadap Aturan Suscatin di Malaysia dan. Meskipun Indonesia dan Malaysia mempunyai banyak kesamaan

BAB IV ANALISIS. Indonesia. A. Analisis Terhadap Aturan Suscatin di Malaysia dan. Meskipun Indonesia dan Malaysia mempunyai banyak kesamaan 56 BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Aturan Suscatin di Malaysia dan Indonesia. Meskipun Indonesia dan Malaysia mempunyai banyak kesamaan dalam beberapa hal, seperti Negara dengan mayoritas muslim terbanyak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KURSUS PRA NIKAH PENDIDIKAN KELUARGA KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena pendidikan adalah upaya manusia untuk memperluas dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan, menikah jelas kaitannya dengan rumah tangga. Adapun kuliah hubungannya dengan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia yang memiliki standar mutu profesional tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN TUGAS DALAM PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN)

BAB IV PERENCANAAN TUGAS DALAM PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) BAB IV PERENCANAAN TUGAS DALAM PELAKSANAAN KURSUS CALON PENGANTIN (SUSCATIN) Perencanaan sebagai salah satu fungsi manajemen, merupakan fungsi yang pertama dan utama. Setiap organisasi dalam setiap tugasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Demikan halnya dengan pendidikan

Lebih terperinci

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat guna melangsungkan kehidupan umat manusia serta untuk mempertahankan eksistensi kemanusiaan di muka bumi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Implementasi Peraturan tentang kursus calon pengantin

BAB IV ANALISIS. A. Implementasi Peraturan tentang kursus calon pengantin BAB IV ANALISIS A. Implementasi Peraturan tentang kursus calon pengantin Implementasi Peraturan Nomor DJ. II/ 491/ 2009 tentang kursus calon pengantin di KUA Wonokromo dapat ditinjau dari beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, karena setiap insan manusia yang ada dimuka bumi ini telah ditentukan pasangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sempurna. Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang sempurna. Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan salah satu pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan masyarakat yang sempurna. Pernikahan adalah suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Manusia dalam proses perkembangan untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH I. Pendahuluan Allah SWT menurunkan Agama Islam sebagai rahmatan lil alamin, Agama Islam merupakan tuntunan dan petunjuk bagi umat dalam memelihara hubungan dengan Allah, hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Ki Hajar Dewantara menyatakan, bahwa pendidikan sebagai tuntutan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu pendidikan seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amellya Nisfiatin Barroroh, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Amellya Nisfiatin Barroroh, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa baik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja khususnya mahasiswa ini turut andil dalam keseharian remaja. Dalam keluarga yang sehat dapat mengajarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan mengemban tugas pembangunan pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS Prosiding SNaPP2016 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS 1 Dyah Astorini Wulandari, 2 Suwarti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan. 1. melaksanakan tugasnya tersebut, KUA melaksanakan fungsi:

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan. 1. melaksanakan tugasnya tersebut, KUA melaksanakan fungsi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keputusan Menteri Agama No. 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan. 1 Tugas KUA adalah melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan bersatunya dua orang ke dalam suatu ikatan yang di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta meneruskan keturunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia, pria dan wanita, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan, dan akal. Adanya rasa cinta kasih

Lebih terperinci

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S 2 Diajukan Oleh: Dinar Hidayati Astika T 100 005 028 kepada

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. Pendahuluan Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, dan pula menciptakan manusia lengkap dengan pasangan hidupnya yang dapat saling memberikan kebahagiaan.

Lebih terperinci

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PEMERIKSAAN KESEHATAN PRANIKAH (PREMARITAL CHECK UP) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) sebagai Upaya Pemeliharan Keturunan (Hifz} al-nasl) Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan dengan dibekali potensi yang luar biasa oleh Sang Pencipta, baik aspek-aspek yang berkaitan dengan jasmaniah maupun rohaniah. Kenyataannya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pra nikah khusus calon pengantin di BP4 kota pekalongan dan dampak. mengambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. pra nikah khusus calon pengantin di BP4 kota pekalongan dan dampak. mengambil kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang efektifitas pelaksanaan bimbingan pra nikah khusus calon pengantin di BP4 kota pekalongan dan dampak pelaksanaan bimbingan pra nikah dalam

Lebih terperinci

Mushaf al-azhar, Al-Qur an dan Terjemahan, Bandung: Penebit Hilal, 2010, hal. 354

Mushaf al-azhar, Al-Qur an dan Terjemahan, Bandung: Penebit Hilal, 2010, hal. 354 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh kehidupan rumah tangga.1 Untuk mempertahankan jenisnya, setiap makhluk hidup haruslah berpasangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting bagi manusia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Isni Agustiawati,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan keharusan bagi manusia serta mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik sebagai makhluk individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan perubahan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu proses kegiatan berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk meneruskan keturunan dengan jalan menikah dan berkeluarga sebagai hak asasi manusia pemberian dari Tuhan. Meskipun demikian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat mereka yakin melangsungkan pernikahan dini. Tentunya bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat mereka yakin melangsungkan pernikahan dini. Tentunya bukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bagi kaula muda zaman sekarang, nikah di usia dini seakan menjadi tren. Dengan dalih berbekal rasa cinta dan kasih sayang membuat mereka yakin melangsungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan antara laki-laki dengan perempuan untuk membentuk keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. insan antara laki-laki dengan perempuan untuk membentuk keluarga yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan atau pernikahan atau nikah artinya adalah penyatuan dua insan antara laki-laki dengan perempuan untuk membentuk keluarga yang harmonis dan sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orangtua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk dapat mempunyai pasangan dan akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang mempersatukan sepasang manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa, yang melibatkan banyak komponen untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perempuan. Kedua jenis ini masing-masing dikaruniai rasa mencintai

BAB I PENDAHULUAN. dan perempuan. Kedua jenis ini masing-masing dikaruniai rasa mencintai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan. Kedua jenis ini masing-masing dikaruniai rasa mencintai dan mempunyai hasrat (syahwat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkualitas harus berlandaskan tujuan yang jelas, sehingga dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Tuhan, khususnya manusia. Dalam prosesnya manusia membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Tuhan, khususnya manusia. Dalam prosesnya manusia membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, khususnya manusia. Dalam prosesnya manusia membutuhkan pasangan hidup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk individu, memiliki emosi yang memerlukan perhatian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan emosional dari manusia lainnya dalam kebersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Muhammad Idris Ramulya, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. hlm Muhammad Idris Ramulya, Hukum Pernikahan Islam, Suatu Analisis dari Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan merupakan salah satu pilar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci