BAB III PENANGANANAN PENGUNGSI ROHINGYA OLEH PEMERINTAH INDONESIA. 3.1Kedatangan Pengungsi Rohingya di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PENANGANANAN PENGUNGSI ROHINGYA OLEH PEMERINTAH INDONESIA. 3.1Kedatangan Pengungsi Rohingya di Indonesia"

Transkripsi

1 BAB III PENANGANANAN PENGUNGSI ROHINGYA OLEH PEMERINTAH INDONESIA 3.1Kedatangan Pengungsi Rohingya di Indonesia Para pengungsi asal Rohingya tersebut keluar dari Myanmar karena mereka merasa sudah tidak aman lagi untuk tinggal di negaranya sendiri. Rohingya merupakan komunitas muslim yang minoritas didaerah utara Arakan, sebelah barat Myanmar. Mereka dinggap sebagai orang-orang yang tak bernegara dan tidak diakui penuh kewarganergaraan oleh pemerintah Myanmar. Masyarakat Rohingya dianggap sebagai penduduk sementara dan tidak mendapatkan hak kewarganegaraan penuh. Peristiwa muslim Rohingya ini dimulai sejak tahun 1978 oleh Junta Myanmar, akibatnya ratusan ribu orang mengungsi kenegara-negara tetangganya dengan keadaan yang sangat memprihatinkan yang mengharuskan mereka untuk mencari perlindungan di luar negaranya. Junta Myanmar tidak hanya mengitimidasi mereka, namun menggembor-gemborkan anti islam dikalangan Budha Rakhine dan masyarakat Myanmar sebagia kampaye untuk memusuhi Etnis Muslim Rohinggya. Gerakan ini berhasil dan akhirnya Rohinggya menghadapi diskriminasi oleh pergerakan demokrasi Myanmar. 46

2 Masalah etnis Rohingya yang awalnya masalah domestik Myanmar, akhirnya terangkat menjadi isu Regional ketika etnis Rohinggya terdampar dan mengungsi kenegara lain, sehingga dapat menggaggu keamanan kawasan negara yang dekat maupun berbatasan dengan Myanmar. Isu pengungsi Rohingya menjadi masalah bersama karena para pengungsi Rohingya tersebut membebani dan menjadi masalah baru dinegara mereka terdampar. Sejak itu, kerusuhan rasial di Rakhine pun meluas hingga terjadinya pembakaran perkampungan dan pengusiran etnis Rohingya. Dengan semakin meningkatnya tekanan yang dihadapi etnis Rohingya, mereka terpaksa mencari perlindungan di luar Myanmar. Bangladesh yang merupakan negara terdekat dan mempunyai hubungan sejarah dengan etnis Rohingnya menjadi tujuan utama. Tetapi, Bangladesh sendiri tidak bersedia menampung mereka dengan alasan tidak mampu. Sehingga banyak pengungsi Rohingya ke Bangladesh dipulangkan kembali begitu tiba di Bangladesh. Setelah etnis Rohinggya mendapatkan pengusiran dari Myanmar dan penolakan di Bangladesh, tidak sedikit etnis muslim rohingnya yang akhrinya lari dan mencari suaka di Indonesia dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara muslim terbesar di Asia Tenggara dengan harapan mereka akan mendapat perlindungan di Indonesia. Indonesia menjadi salah satu tujuan orang Rohingya karena Indonesia merupakan negara mayoritas muslim yang diharapkan dapat menjadi tempat berlindung yang aman untuk Rohingya. 47

3 Selain itu, ada beberapa alasan mengapa para pengungsi Rohingya memilih untuk hijrah ke Indonesia, antara lain: 1. Rohingya sampai di Indonesia setelah mereka hidup bertahun-tahun di Malaysia dimana alasan mereka hijrah ke Indonesia karena di Malaysia tidak bisa mendapatkan pendidikan dan berharap mendapatkan penghidupan yang lebih baik serta berharap bisa menjadi WNI dengan jalan menikahi wanita Indonesia. 2. Perahu Rohingya terdampar di Indonesia dari Myanmar karena tujuan sebenarnya adalah negara Malaysia atau Australia. 3. Rohingya melarikan diri dari Arakan dengan tanpa tujuan dan sampai akhirnya terdampar di Indonesia. Beberapa alasan kaburnya etnis Rohingya dari Malaysia karena ingin bergabung dan tinggal dengan anggota keluarganya yang merupakan WNI, berharap dapat diakui sebagai WNI, ingin menyekolahkan anak-anaknya, tekanan politis dan ekonomis dari negara yang ditinggalkannya, ingin mencari penghidupan yang lebih baik dan bermartabat, dan ingin mengalihan status pengungsi dari pengungsi UNHCRMalaysia menjadi Pengungsi UNHCR Indonesia. Dalam persebaran kedatangan di Indonesia, Rohingya terdampar di beberapa wilayah di Indonesia baik karena terdampar kemudian ditangkap maupun sengaja menyerahkan diri kepada pihak Imigrasi Indonesia yang wilayahnya secara geografis dekat dengan Malaysia atau Myanmar, yaitu antara 48

4 lain di Aceh, Medan, Tanjung Pinang, Batam (Kepulauan Riau), dan ada juga yang ditemukan dan ditangkap di Kupang, Serang, dan Banyuwangi. Kondisi Rohingya yang kelaparan memang membuat mereka akhirnya sengaja menyerahkan diri ke pihak imigrasi dengan harapan mendapatkan perawatan dari pihak Imigrasi Indonesia dan berharap mendapatkan perlindungan dan kondisi yang lebih aman serta penghidupan yang lebih baik. Pada bulan Januari 2009, sebanyan 193 pengungsi Rohingya sampai di Sabang, kemudian disusul pada bulan Februari 2009 sebanyak 198 pengungsi Rohingya terdampar di Idi Aceh. Mereka yang terdampar di Sabang menempati kamp pengungsian TNI AL, namun kebanyakan pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia selanjutnya di tampung di RUDENIM (Rumah Detensi Imigrasi). Indonesia menganggarkan dana yang minim untuk operasional RUDENIM tersebut. Oleh karenanya, Indonesia meminta bantuan dari UNHCR (United Nations High Commisioner for Refugee) untuk membantu mengatasi Pengungsi Rohingya. Walaupun Indonesia bukan negara penandatangan Konvensi 1951, namun UNHCR tetap turun tangan untuk bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam memberikan bantuan kemanusiaan sebagai bagian dari mandat yang diembannya. Bagi pengungsi Rohingya yang sudah mendapatkan status Pengungsi Internasional dari UNHCR dapat tinggal di luar RUDENIM. Setiap bulannya mereka mendapatkan bantuan dari IOM yang besarannya kira-kira

5 juta per orang per bulan. 61 Mereka yang tinggal di luar RUDENIM bisa beraktifitas seperti warga biasa lainnya sambil menunggu kepastian penempatan ke negara ketiga.sedangkan bagi mereka yang berada di dalam RUDENIM, mereka menunggu keputusan dari UNHCR dan IOM. Selama di RUDENIM mereka mendapatkan fasilitas makan, kesehatan, serta konsultasi dari IOM dan UNHCR.Namun, dalam kenyataan untuk mendapatkan keputsan dari IOM dan UNHCR tidaklah mudah, banyak diantara pengungsi Rohingya yang sudah ditahan di RUDENIM selama lebih dari 5 tahun dengan kondisi yang mengenaskan. Kendala yang dapat dikemukakakan berdasarkan data yang telah dihimpun penulis adalah: 1. Indonesia sampai dengan saat ini belum memiliki regulasi yang jelas mengenai penanganan pengungsi internasional dan Indonesia bukan termasuk negara peratifikasi Konvensi Wina tahun 1951 dan Protokolnya tahun 1967 tentang Status Pengungsi sehingga Indonesia tidak mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk mengambil tindakan internasional terhadap Imigran Rohingya yang masuk ke Indonesia.Implikasinya, Indonesia hanya bisa menampung para imigran tersebut sampai batas waktu maksimal 10 (sepuluh) tahun tanpa bisa dan tidak mempunyai hak melakukan tindakan lebih lanjut terkait status imigran Rohingya yang masuk ke wilayah Indonesia tersebut. Terlebih lagi Indonesia di dalam 61 Indonesia4roingya.net diakses pada tanggal 4 Desemmber

6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Imigrasi tidak mengenal istilah pencari suaka maupun pengungsi, dimana orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia dikategorikan sebagai illegal imigrant. Implikasinya, semua orang asing yang datang ke Indonesia (pencari suaka, pengungsi, atau pelaku kejahatan) yang tidak memiliki dokumen resmi maka dikualifikasikan sebagai imigran gelap dan mereka yang tertangkap ditahan di RUDENIM. 2. Kondisi RUDENIM yang secara fisik tampak seperti Lembaga Permasyarakatan sehingga terlihat sebagai bentuk perlakuan yang melanggar HAM. Padahal mereka datang ke Indonesia untuk tujuan mencari suaka dan bukan karena melakukan tindakan kriminal. Seharusnya dibentuk dan ditetapkan sebuah alternative detention seperti kawasan khusus Pengungsi yang diberikan kepada pengungsi asal Vietnam sebelumnyaatau konsep RUDENIM yang lebih manusiawi sehingga pengungsi bisa menjalankan aktivitasnya seperti bekerja dan bersosialisasi sebagaimana manusia pada umumnya. Selain kendala dari dalam, kendala dari luar yaitu antara lain: Sulitnya proses pemulangan atau repatriasi imigran Rohingya ke Myanmar karena kondisi keamanan yang makin memburuk; 2. Kedutaan Myanmar di Indonesia sama sekali tidak peduli dan tidak mengakui Rohingya sebagai warga Negara Myanmar; 3. Rohingya tidak mau dipulangkan karena kondisi keamanan di Myanmar; 4. Belum ada negara ketiga yang mau menampung pengungsi Rohingya; 5. Rohingya bukanlah imigran yang menjadi prioritas IOM sehingga memperlambat proses penilaian status sebagai pengungsi; 62 Indonesia4rohingya.net diakses pada 4 Desember

7 6. Lamanya Rohingya ditampung di Indonesia menjadi beban negara; 7. Rohingya banyak yang menikah dengan wanita Indonesia dan mempunyai anak dan berharap bisa menjadi WNI; 8. Banyak Rohingya yang memiliki kartu pengungsi UNHCR palsu; dan 9. Imigran Rohingya tidak bisa berbahasa Melayu maupun Inggris sehingga sulit dalam melakukan tindakan keimigrasian. Dari penjelasan permasalahan yang dialami oleh Indonesia dalam menangani Pengungi Rohingya ini pemnerintah telah berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal tentunya perbaikan penanganan imigran Rohingya di Indonesia baik dari aspek regulasi maupun kebijakan.secara eksternal tentunya membantu dan berkontribusi dalam penyelesaian akar konflik di Myanmar sehingga Rohingya bisa kembali ke Myanmar dan diakui sebagai bagian dari bangsa Myanmar. 3.2 Kerjasama Indonesia dan UNHCR dalam Menangani Kasus Pengungsi 3.2.1Penetapan Status Pengungsi di Indonesia Permasalahan pengungsi di Indonesia dijelaskan secara singkat di dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pada Pasal 27 ayat 1 menntukan bahwa: Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar negeri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri. Penjelasan mengenai pasal tersebut adalah: Pada dasarnya masalah yang dihadapi oleh pengungsi adalah masalah kemanusiaan, sehingga penanganannya dilakukan dengan sejauh mungkin menghindarkan terganggunya hubngan baik antara Indonesia dan negara asal pengungsi itu.indonesia memberikan kerja samanya kepada badan 52

8 yang berwenang dalam upaya mencari penyelesaian masalah pengungsi itu. Merujuk pada penjelasan pasal tersebut maka pemerintah Indonesia akan melakukan kerjasama dalam penanganan masalah pengungsi di Indonesia. Kerjasama baik dengan negara asal pengungsi maupun dengan lembaga-lembaga kemanusiaan yang berkaitan dengan masalah pengungsi. Sementara itu, merujuk pada ketentuan UNHCR, UNHCR menjalankan prosedur Penentuan Status Pengungsi yang dimulai dengan registrasi atau pendaftaran terhadap para pencari suaka. Setelah diregistrasi, UNHCR akan melakukan wawancara individual dengan masing-masing pencari suaka, dengan didampingi oleh seorang penerjemah yang kompeten. Proses ini melahirkan keputusan yang beralasan yang menentukan apakah permintaan status pengungsi seorang diterima atau ditolak dan memberikan masing-masing individu sebuah kesempatan (satu kali) untuk meminta banding apabila permohonan ditolak. Mereka yang teridentifikasi sebagai pengungsi akan menerima perlindungan selama UNHCR mencarikan solusi jangka panjang, yang biasanya berupa penempatan di negara lain. Untuk tujuan ini, UNHCR berhubungan erat dengan negara-negara yang memiliki potensi untuk menerima pengungsi. 63 Selain itu, Indonesia merumuskan ketetuan hukum atau perundangundangan nasional mengenai pengungsi yang didasarkan pada standar-standar 63 diakses pada 11 November

9 internasional.hal ini merupakan kunci yang melengkapi lembaga suaka, membuat perlindungan lebih efektif, dan memberikan landasar bagi pencairan solusi bagi persoalan yang dihadapi oleh pengungsi. Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol Tambahan 1967, namun dalam perjanjian internasional lain, Indonesia menyatakan dukungan penuh terhadap prinsip-prinsip fundamental hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB dan mencatat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 sebagai standar pencapaian bersama bagi semua rakyat dan bangsa. 64 Maka dari itu, Indonesia menyerahkan penanganan pengungsi pada UNHCR yang melakukan aktifitasnya berdasarkan mandat yang ditetapkan dalam statutanya tahun 1950 di negara-negara yang bukan pihak penandatangan pada konvensi tahun 1951 dan Protokol tahun Konteks normatif di Indonesia terkait dengan suaka telah ditegaskan dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen ke-4 tahun 2000) pada Pasal 28 G ayat (2) menyatakan: Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain Meskipun terdapat rumusan normatif dalam konstitusi maupun paraturan perundang-undangan lainnya tentang hak memperoleh suaka politik di Indonesia, hingga saat ini implementasi tentang hak pencari suaka ini belum ada aturan 64 Wagiman, Op.Cit, h

10 operasionalnya yang jelas. 65 Situasi ini terjadi karena hingga saat ini Indonesia belum memasukkan instrumen hukum internasional ke dalam sistem hukum nasional.indonesia sampai saat ini tidak mempunyai perundang-undangan yang secara khusus mengatur permasalahan pengungsi. 66 Dalam instrumen internasional telah dijelaskan mengenai mekanisme penanganan dan penentuan status pengungsi, yaitu: Melaporkan kepada kepolisian setempat Kepolisian setempat akan melaporkan ke MABES POLRI MABES POLRI memberitahukan ke Kementrian Luar Negeri Kementrian Luar Negeri memberitahukan Perwakilan UNHCR di Indonesia Petugas UNHCR akan melakukan wawancara dan menempatkan mereka di suatu tempat atas biaya UNHCR Sumber: Hukum Pengungsi Internasional, Wagiman, Stephane Jaquement, Mandat dan Fungsi dari Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa- Bangsa Urusan Pengungsi, artikel dimuat dalam Jurnal Hukum Internasional Vol. 2 No. 1, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, h Satu-satunya rujukan dalam menangani masalah pengungsi dan mencari suaka di Indonesia dewasa ini adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi No. F-IL tentang Penanganan Terhadap Orang Asing yang Menyatakan Diri Sebagai Pencari Suaka atau Pengungsi, Tanggal 30 September

11 3.3.2 Kerjasama Indonesia dan UNHCR UNHCR mendirikan kantor cabang perwakilan di Jakarta pada tahun 1979 yang sekarang ini telah menjadi kantor regional yang mewakili wilayah kerja melputi Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. UNHCR merupakan lembaga internasional yang diberi mandat untuk memberikan perlindungan internasional terhadap pengungsi dan memberikan solusi yang permanen terhadap para pengungsi dengan jalan membantu pemerintahpemerintah, pelaku-pelaku lainnya ataupun organisasi-organisasi kemanusiaan yang terkait untuk memberikan fasilitas pemulangan (repatriation)bagi para pengungsi. Penjelasan lebih lengkap mengenai sejarah, fungsi, tugas, dan peranan UNHCR telah dijelaskan oleh penulis di bab sebelumnya. Negara-negara anggota mengakui bahwa tugas badan ini bersifat non politis. Tugas yang berupa tanggung jawab sosial dan bersifat kemanusiaan itu dibebakan kepada UNHCR agar dapat dilaksanakan dalam kerangka hukum yang disetujui oleh semua negara, yaitu hukum internasional untuk pengungsi, dan pedoman (atau perundang-undangan nasional) yang dirancang oleh negara-negara itu untuk membantu UNHCR mengidentifikasikan apa yang harus mereka lakukan untuk melindungi dan membantu pengungsi. 67 Kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan UNHCR pertama kali dilaksanakan pada tahun 1975, ketika ribuan pengungsi Vietnam berdatangan ke Indonesia.Kantor Regional UNHCR di Jakarta bekerjasama dengan pemerintah 67 Achmad Romsan, Op.Cit, h

12 Indonesia dalam memproses pencari suaka dan pemohon pengungsi di Indonesia.Hal tersebut dilakukan agar para pengungsi tidak dikembalikan kenegara asalnya dan guna mendapatkan perlindungan internasional. 68 Setelah kerjasama tersebut, Pemerintah Indonesia selalu melakukan kerjasama mengenai pemasalahan pengungsi yang masuk ke Indonesia. Mengenai kasus-kasus permohonan pengungsi di Indonesia, mengingat Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, maka pihak pemerintah Indonesia melimpahkan persoalan ini sepenuhnya kepada UNHCR.Selanjutnya lembaga ini melakukan serangkaian prosedur tetap guna penentuan status pengungsi pemohon.unhcr mengidentifikasi sesuai kebutuhan perlindungan mereka. Pihak UNHCR akan memberikan izin tinggal di Indonesia dengan sepersetujuan Pemerintah Indonesia sampai dengan mereka mendapatkan penempatannya. Dalam melaksanakan tugasnya, UNHCR melaksanakan kerjasama dengan mitra kerjanya yang memiliki perwakilan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh UNHCR kepada pengungsi di Indonesia antara lain berupa makanan, kesehatan, konseling serta kebutuhan lainnya yang diperlukan. Jika dijelaskan dengan bagan, tugas pokok UNHCR di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut: 68 Wagiman.Op.Cit, h

13 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) A subsidiary organ of The United Nations General Assembly Primary mandate Responsibility is the protection of refugees And solution to the Problems of refugees Sumber: Hukum Pengungsi Internasional, Wagiman, 2012 Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan UNHCR akan terus terjalin selama masih ada konflik Internasional serta masih ada banyak korban yang merasa dirugikan dari adanya perang tersebut. Sebisa mungkin Pemerintah Indonesia dan UNHCR akan selalu memberikan bantuan serta perlindungan bagi seluruh masyarakat Internasional yang membutuhkan perlindungan hukum yang berada di wilayah teritorial Negara Indonesia, agar para korban merasa aman dan nyaman untuk bertempat tinggal sementara di Indonesia sebelum mereka ditempatkan ke negara ketiga atau jika dimungkinkan dapat dikembalikan ke negara asalnya. 3.3 Peranan Pemerintah dalam Penyelesaian Persoalan Pengungsi Rohingya di Indonesia Letak geografis Indonesia sangat strategis sebagai negara transit bagi para pengungsi lintas batas negara. Hal tersebut tidak terlepas dari letak Indonesia yang memiliki banyak pelabuhan kapal laut yang berbatasan dengan negara lain, 58

14 terutama perbatasan Kalimantan Barat dengan Sabah Malaysia, Australia di bagian selatan, juga bagian timur dengan Negara Timor Leste. Terdapat 79 pintu perbatasan legal yang terdapat di Indonesia di luar jalur-jalur tikus.terdapat dua rute yaitu jalur barat dan jalur timur. Jalur barat melalui Medan, Jambi, Batam,dan Lampung. Rute jalur timur melalui Bau-Bau Sulawesi Tenggara. 69 Banyaknya pengungsi yang masuk ke Indonesia yang tinggal cukup lama di Indonesia membuat pemerintah Indonesia dipaksa untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Kerjasama banyak dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen Imigrasi, Kanwil Hukum dan HAM dengan polda-polda serta Kedutaan Besar Perwakilan Negara sahabat terkait dengan penekanan angka penyelundupan dan perdagangan manusia. 70 Fungsi polisi dalam struktur kehidupan masyarakat adalah sebagai pengayom masyarakat, penegakkan hukum serta memiliki tanggung jawab secara khusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk tindakan kejahatan transnasional maupun pencegahan kejahatan transnasional. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 71 Dengan dilandasi oleh peran dan tanggung jawab sebagai pemelihara keamanan tersebut, Polri memiliki tugas-tugas yang mencakup sejumlah tindakan yaitu bersifat pre-emptif (penangkalan), preventif (pencegahan), dan represif 69 Wagiman, Op.Cit, h Kompas, 13 Mei Lihat Undang-undang No. 2 tahun 2002 pasal 5 ayat (1) 59

15 (penanggulangan) yang sesuai dengan fungsi polisi dalam konteks universal. 72 Tugas pre-emptif diarahkan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dengan caramencermati atau medeteksi lebih awal, seperti faktor-faktor korelatif kriminogen yang berpotensi menjadi penyebab, pendorong, dan peluang terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Tugas preventif lebih mengarah pada mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban melalui kehadiran polisi di tengah masyarakat.sedangkan tugas represif adalah pada upaya penindakan hukum jika gangguan keamanan dan ketertiban tersebut terlanjur terjadi guna mengembalikan pada situasi yang kondusif. 73 Direktorat Jenderal Imigrasimenyediakan rudenim yang tersebar di beberapa daerah untuk menampung sementara para pengungsi. Fungsi pengawasan Ditjen Imigrasi dilakukan untuk mencegahterjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengungsi. 74 Negara mempunyai tanggung jawab atas seluruh warga negara yang berada dalam wilayahnya, termasuk warga negara asing yang masuk tanpa izin resmi untuk masuk ke dalam wilayahnya. Menurut ketentuan Hukum HAM Internasional, setiap orang mendapatkan kebebasan tanpa adanya tekanan dari pihak lain untuk melanjutkan hidupnya. Oleh karena itu, pengungsi yang berada di 72 Dinda.Lock.Cit., hlm. 24; Lihat juga Djanisius Djamin Pengawasan dan Pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan Hidup: Suatu Analisis Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. P Ibid. 74 Hasil wawancara non-formal dengan Ibu Masniati, S.H. (Kepala Seksi Administrasi dan Registrasi Rumah Detensi Imigrasi Kab. Gowa) 60

16 wilayah Indonesia harus mendapatkan perlindungan penuh dari Pemerintah Indonesia.Pemerintah Indonesia seharusnya dapat bersikap adil dalam menyikapi banyaknya pengungsi yang banyak masuk ke wilayah Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional yang telah disepakati oleh banyak negara termasuk Indonesia, semua orang memiliki hak-hak dasar yang harus dipenuhi dan dijaga serta tidak dapat dirampas oleh orang lain. Sehingga seluruh pengungsi ini tanpa terkecuali seharusnya mendapatkan perlindungan yang layak dari pemerintah Indonesia. 3.4 Penerapan Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol Tambahan 1967 Terkait Perlindungan Hukum bagi Pengungsi di Indonesia Indonesia merupakan negara yang belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 serta Protokol Tambahan Sehingga, dalam kaitannya menangani permasalahan pengungsi di Indonesia, pemerintah menggunakan prinsip-prinip hukum umum serta perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sampai saat ini, Indonesia belum mempunyai perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai pengungsi yang berada di Indonesia. Namun, meskipun belum meratifikasi, keberlakuan kedua sumber hukum internasional ini harus dihormati dan wajib dilaksanakan oleh semua negara termasuk Indonesia.Karena perjanjian internasional tersebut berisi mengenai prinsip hukum umum yang mengatur mengenai hak dasar setiap individu yaitu HAM yang keberadaannya tidak dapat dicabut oleh siapapun. Sehingga berdasarkan prinsip tersebut, Indonesia sebagai salah satu negara yang 61

17 menjunjung tinggi HAM harus dapat melaksanakan tugas perlindungan bagi para pengungsi yang berada di Indonesia sesuai aturan yang dijelaskan dalam Konvensi Pengungsi Di Indonesia didirikan sebuah badan untuk melindungi hak-hak dasar setiap individu yang berada di Indonesia, lembaga ini benama Komisi HAM.Komisi HAM didirikan dengan tujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia. Lembaga ini tidak hanya melindungi HAM Warga Negara Indonesia saja, namun juga dapat melindungi Warga Negara Asing yang berada di Indonesia agar tidak ada perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh oknum pemerintah Indonesia. Dalam pelaksanaan menegakan HAM di dunia internasional, sering muncul beberapa kendala yang menyebabkan suatu perjanjian internasional di bidang HAM tidak dapat dilaksanakan oleh negara setelah diikuti, yaitu: Perancangan dan pembentukan berbagai perjanjian internasional di bidang HAM yang sangat terdeviasi oleh kerangka berpikir dari perancang, bahkan perancang kerap tidak memperhatikan infrastuktur pendukung bagi implementasi yang efektif; 2. Kendala pada saat perjanjian internasional diperdebatkan; 3. Tujuan pembentukan perjanjian internasional di bidang HAM yang dibuat tidak untuk tujuan mulia menghormati HAM melainkan untuk tujuan politis; dan 75 Ibid, h

18 4. Perjanjian internasional di bidang HAM setelah diikuti kerap hanya mendapatkan perhatian secara setengah hati oleh negara berkembang. 3.5 Penyelesaian Masalah Pengungsi Rohingya di Indonesia Penerapan Prinsip Non-discrimination bagi Pengungsi Rohingya di Indonesia Dalam hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional yang melindungi hak asasi manusia, terdapat sebuah hal fundamental dalam sistem penyamarataan perlakuan internasional bagi para pengungsi (refugee) seperti pengungsi perang, pengungsi yang terancam keselamatannya dalam suatu nergara berkonflik, dan pencari suaka (asylum seeker), hal tersebut adalah prinsipnon-discrimination. Prinsip Non-Discrimination merupakan salah satu prinsip hukum internasional yang paling penting dalam penerapan Hukum Pengungsi Internasional. Prinsip Non-Discrimination dijelaskan dalam beberapa instrumen hukum internasional, antara lain: Dalam Pasal 2 DUHAM dijelaskan bahwa: Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini tanpa pengecualian apapun. Dalam Pasal 2 ICCPR 1966 dijelaskan pula bahwa: Setiap negara pihak dari kovenan ini berjanji untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, tanpa pembedaan apapun. 63

19 Dalam pembukaan Konvensi Pengungsi 1951 disebutkan bahwa negara diharuskan untuk memberikan perlindungan atas hak-hak dasar para pengungsi dan memberikan kebebasan tanpa adanya diskriminasi. 76 Namun dalam keberlakuannya, prinsip ini dapat berkembang dan dinamis sesuai perkembangan zaman serta pada kasus-kasus baru. Penerapan prinsip Non-Discrimination dalam kaitannya dengan perlindungan pengungsi yang berada di Indonesia adalah, setiap warga negara yang berada di dalam yurisdiksi wilayah Indonesia wajib mendapatkan perlindungan serta perlakuan yang sama oleh pemerintah Indonesia tanpa terkecuali. Pemberian perlindungan serta tidak adanya diskriminasi bagi seluruh warga negara juga merupakan salah satu contoh penerapan dari hukum hak asasi manusia internasional yang saat ini telah menjadi salah satu hukum kebiasaan internasional. Dalam kaitannya dengan penerapan prinsip Non-Discriminationdalam Hukum Pengungsi Internasional, menurut penulis, semua masyarakat Internasional saat ini memiliki hak dasar yang harus dihormati dan hak tersebut tidak dapat dirampas oleh siapapun, hak dasar tersebut adalah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia inilah yang seharusnya menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadap semua warga negara asing yang masuk ke Indonesia tanpa terkecuali dan tanpa membedakan status mereka. 76 Erika Feller, International Refugee Protection 50 years on: The Protection Challenges of the Past, Present and Future, ICRC, September 2001, Vol. 83, No. 843, h

20 Sebagai salah satu negara yang cinta damai, penerapan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia merupakan suatu hal yang wajib dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.Penghormatan atas Hak Asasi Manusia ini harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Prinsip non-discrimination adalah prinsip yang sangat dibutuhkan oleh para pengungsi dan pencari suaka yang pergi meninggalkan tempat asal mereka untuk mencari tempat yang lebih aman. Dengan prinsip yang didukung dan diterima oleh masyarakat internasional, para pengungsi dan pencari suaka bisa mendapatkan perlindungan internasional dibawah negara tempat mereka mengungsi. Prinsip ini seharusnya diterapkan untuk seluruh pengungsi yang membutuhkan bantuan dan perlindungan, karena masih banyak pengungsi di dunia ini yang kabur dari zona konflik belum mendapatkan perlindungan yang mereka butuhkan. Prinsip non-discrimination ini harus diterapkan secara adil dan rata tanpa adanya pengecualian apapun. Indonesia Jaminan Perlindungan Hukum Bagi Pengungsi Rohingya di Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis, di dalam hukum internasional terdapat hukum mengenai Hak Asasi Manusia, di dalamnya terdapat beberapa dasar hukum mengenai perlindungan HAM internasional baik dari perjanjian, konvensi, maupun hukum kebiasaan internasional. Jaminan perlindungan keamanan bagi Pengungsi Rohingya dan pengunsi lainnya yang 65

21 berada di Indonesia diatur didalam peraturan perundangan Indonesia.Indonesia memiliki Undang-Undang mengenai HAM, didalamnya tercantum hak-hak yang diperoleh oleh seorang individu diantaranya adalah hak untuk hidup dan hak untuk merdeka tanpa adanya tekanan dari salah satu pihak. Ada beberapa instrumen hukum Indonesia yang kemudian dapat diterapkan bagi pengungsi internasional yang berada di wilayah Indonesia, yakni: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 2 : Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia Pasal 170 : (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terdahap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan (2) Yang bersalah diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; 2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; 3. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 113: 66

22 Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah). 3. Surat Edaran Dirjen Imigrasi Nomor F-IL , tanggal 20 September 2002, Perihal Penanganan Terhadap Orang Asing yang Menyatakan Diri sebagai Pencari Suaka dan Pengungsi a) Secara umum melakukan penolakan kepada orang asing yang datang memasuki wilayah Indonesia, yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b) Apabila terdapat orang asing yang menyatakan keinginan untuk mencari suaka pada saat tiba di Indonesia, agar tidak dikenakan tindakan keimigrasian berupa pendeportasian ke wilayah negara yang mengancam kehidupan dan kebebasannya; c) Apabila diantara orang asing dimaksud diyakini terdapat indikasi sebagai pencari suaka atau pengungsi, agar saudara menghubungi organisasi internasional masalah pengungsianatau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) untuk penentuan statusnya. Berdasarkan prinsip HAM Internasional, semua Warga Negara tanpa terkecuali mendapatkan hak-hak dasarnya untuk hidup bebas dan merdeka tanpa mendapatkan tekanan dari pihak manapun.hukum HAM Internasional dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran, terutama yang dilakukan oleh pemerintah atau aparat suatu negara. 77 Oleh karenanya, perlindungan hak asasi manusia dalam konteks hukum pengungsi setidaknya berhubungan dengan tiga hal, antara lain: 77 Rudi M. Rizki, Pokok-Pokok Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, h. 1 67

23 1. Perlindungan terhadap penduduk sipil akibat konflik bersenjata; 2. Perlindungan secara umum yang diberikan kepada penduduk sipil dalam keadaan biasa; dan 3. Perlindungan terhadap pengungsi baik IDP s maupun pengungsi lintas batas. 78 Pengajuan suaka ataupun permohonan pengungsi merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal tersebut dijelaskan di dalam Article 13 Paragraph 2 Universal Declaration of Human Right 1948 yang menyebutkan Everyone has the right to leave country, including his own, and to return to his country. Selain itu, hak kebebasan untuk memilih tempat tinggal atau negara juga dijelaskan pada Declaration of Territorial Asylum 1967 yang menyatakan: 1. Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution. 2. This right may not be invoked in the case of persecutions genuinely arising from non-political crimes or acts contrary to the purposes and principle of the United Nations. Selain itu, Konvensi Pengungsi 1951 mencantumkan daftar hak dan kebebasan asasi yang sangat dibutuhkan oleh pengungsi.indonesia sebagai salah satu negara peserta konvensi wajib melaksanakan hak-hak dan kewajiban tersebut walaupun Indonesia belum meratifikasinya karena konvensi tersebut berubah menjadi kebiasaan intenasional yang harus ditaati semua negara. Dari penjelasan beberapa pasal mengenai perlindungan HAM bagi para pengungsi ini maka Indonesia sebagai salah satu negara yang disinggahi oleh beberapa golongan 78 Koesparmo Irsan, Pengungsi Internal dan Hukum Hak Asasi Manusia, Komisi HAM, Jakarta, 2007, h

24 pengungsi hendaknya tetap memperlakukan mereka sesuai dengan HAM Internasional yang mereka memiliki tanpa melihat dan mendiskriminasikan status personal mereka. Selain dari aspek HAM Internasional, faktor penting lainnya adalah Pemerintah Indonesia dalam rangka pemberian perlindungan terhadap para pengungsi juga wajib bekerjasama dengan negara asal pengungsi maupun lembaga-lembaga kemanusiaan yang berkaitan dengan masalah pengungsi. Hal ini bertujuan agar para pengungsi mendapatkan perlakuan serta keputusan yang terbaik bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang, kerjasama dengan lembaga internasional ini juga harus dikedepankan pertimbangan kemanusiaan tanpa adanya kepentingan politik. Jaminan perlindungan hukum bagi semua pengungsi yang berada di dalam wilayah territorial Indonesia dituangkan juga dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang berisi bahwa apapun alasan dan latar belakang terjadinya pengungsian, pemerintah perlu segera mengupayakan dan penanganannya secara cepat, tepat, terpadu, dan terkoordinasi melalui kegiatan pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Sehingga dengan didirikannya badan ini, para pengungsi yang berada di wilayah Indonesia segera mendapatkan penghidupan serta perlindungan hukum yang layak tanpa memandang latar belakang mereka. 69

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negera besar dengan posisi strategis tepat di silang lalu lintas dunia. Letak geografis tersebut menyebabkan kini menghadapi masalah besar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan Rohang dan saat ini lebih dikenal dengan Rakhine. Itu sebabnya orangorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami wilayah Arakan sebelah utara Myanmar berbatasan dengan Bangladesh, yang dahulu wilayah ini dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni.

DAFTAR PUSTAKA. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Bandung: Alumni. DAFTAR PUSTAKA Buku, 2005, Pengenalan Tentang Perlindungan Internasional (Melindungi Orang-orang yang Menjadi Perhatian UNHCR) Modul Pembelajaran Mandiri, Geneva: Komisariat Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi.

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA. Budi, Winarno, (2001), Isu-Isu Global Kontemporer, Yogyakarta: Bentang Pustaka. 91 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ali, Mahrus dan Bayu Aji Pramono, (2011), Perdagangan Orang : Dimensi, Instrumen Internasional dan Pengaturannya Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. Budi, Winarno, (2001),

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.368, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Luar Negeri. Pengungsi. Penanganan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi bukanlah isu yang baru, baik bagi negara Indonesia maupun masyarakat internasional. Masalah pengungsi ini semakin mengemuka seiring terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated),

BAB I PENDAHULUAN. (born) human beings has inherent dignity and is inviolable (not-to be-violated), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia secara umum dapat di artikan sebagai hak kodrati yang didapatkan seseorang secara otomatis tanpa seseorang itu memintanya. Sebagai hak kodrati,

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL Isu imigran ilegal yang terus mengalami kenaikan jumlah di Indonesia yang juga turut menimbulkan dampak tersendiri

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL IMIGRASI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI NOMOR IMI-1489.UM.08.05 TAHUN 2010 TENTANG PENANGANAN IMIGRAN ILEGAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTISI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bekerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA BAB II SYARAT DAN KETENTUAN MENDEPORTASI ORANG ASING MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Tentang Deportasi Deportasi suatu istilah pinjaman berasal dari bahasa Inggris deportation

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SATRESKRIM POLRES Kebumen. Pantai Mekaran Kebumen bahwa: Bangladesh dan Nepal. 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Primer a. Wawancara dengan Briptu Rudi Sulistiawan selaku Penyidik Pembantu SATRESKRIM POLRES Kebumen Berdasarkan wawancara tanggal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

2017, No memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi

2017, No memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi No.242, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6141) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bekerja merupakan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bekerja merupakan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI Lembar Fakta No. 20 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Meskipun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan informasi terkait permasalahan pengungsi karena keterbatasan peneliti dalam menemukan data-data yang terkait

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Sejarah dan Perkembangan UNHCR BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) 3.1.1.1 Sejarah dan Perkembangan UNHCR Dalam bab ini penulis akan menjelaskan UNHCR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi telah dicabut dan diganti terakhir dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D 101 09 550 ABSTRAK Pada hakikatnya negara/pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI

F-IL PERIHAL PENANGANAN TERHADAP ORANG ASING YANG MENYATAKAN DIRI SEBAGAI PENCARI SUAKA ATAU PENGUNGSI JURNAL PELAKSANAAN OPERASI KOMANDO TUGAS (KOGAS) KEMANUSIAAN GALANG 96 DALAM RANGKA PEMULANGAN PENCARI SUAKA ASAL VIETNAM TAHUN 1996 DI PULAU GALANG DITINJAU DARI SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL IMIGRASI

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 Januari 2015; disetujui: 12 Februari 2015 Menteri

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan peraturan keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015 tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH) 1; Rujukan: a; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; b; Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagai satu-satunya organisasi internasional yang diberi mandat untuk memberi perlindungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa bekerja merupakan hak asasi

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh No. : Hal : Lampiran : 4 lembar Jakarta, 7 Januari 2013 Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh Dengan ini saya yang bertandatangan di bawah ini menjelaskan tentang alasan yang membuat kami yakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA PERIKANAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN 1 (satu) tahun ~ pidana penjara paling lama Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat angkutnya yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM

BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI 1 Cycle of Violence Tragedi kemanusiaan atas etnis Rohingnya berulang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2

PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2 PERLINDUNGAN PENGUNGSI LINTAS BATAS NEGARA DI INDONESIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 Oleh : Vindy Septia Anggrainy 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Implementasi Instrumen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci