BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana menurut Undang Undang nomor 24 tahun 2007 merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB, 2012). Menurut data dari Annual Disaster Statistical Riview (2009) antara tahun 2000 hingga 2008 terdapat rata rata hampir 392 bencana alam yang terjadi di dunia setiap tahunnya. Asia merupakan daerah yang paling banyak terjadi bencana, hampir 40% dari total bencana yang terjadi, dimana setiap tahunnya menimbulkan korban sebanyak 230 juta manusia. Posisi Indonesia di antara tiga lempeng tektonik dan juga lokasi geografik yang tropis, sehingga menyebabkan banyak terjadi bencana seperti gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api, banjir, tanah longsor dan kekeringan (Sunarto dan Rahayu, 2009). Salah satu bencana yang telah terjadi di Indonesia adalah Erupsi Gunung Merapi yang terjadi di Yogyakarta pada tanggal 26 Oktober 2010 sampai 5 November Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada saat itu adalah erupsi yang paling besar dibandingkan dengan Erupsi Merapi yang telah terjadi sebelumnya (BAPPENAS dan BNPB, 2011). Bencana yang timbul baik bencana alam maupun buatan manusia dapat menimbulkan berbagai efek atau masalah yang beruntun, diantaranya adalah 1

2 2 korban jiwa, pengungsi, kerusakan infrastruktur, dan terputusnya pelayanan publik (Efendi, 2009). Sebagian masalah ini pada akhirnya merupakan masalah sosial dan masalah kesehatan. Permasalahan di bidang kesehatan yang dapat muncul baik langsung maupun tidak langsung antara lain adalah pertama timbulnya korban jiwa, luka, dan sakit yang berkaitan dengan angka kematian dan kesakitan. Kedua, adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan berisiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress atau gangguan psikologis. Ketiga, adanya kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan keterbatasan air bersih dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vektor penyakit. Keempat adalah terhentinya pelayanan kesehatan, selain karena rusak, besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana, dan bila hal tersebut tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB) (Efendi, 2009). Erupsi Gunung Merapi Yogyakarta yang terjadi pada tahun 2010 menimbulkan berbagai dampak, diantaranya 196 jiwa meninggal akibat luka bakar awan panas, 151 jiwa meninggal akibat non luka bakar, 258 jiwa luka luka, serta jiwa harus mengungsi. Selain itu, Erupsi Merapi juga menyebabkan matinya ternak, rusaknya lahan, matinya tanaman, serta kerusakan bangunan (Bronto,2011). Bangunan yang mengalami kerusakan di Kecamatan Cangkringan antara lain perumahan warga, masjid, sekolah, sarana pelayanan kesehatan dan balai desa (Bronto,2011). Salah satu kerugian besar bagi korban adalah luluh

3 3 lantahnya rumah akibat terjangan awan panas, dimana rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Luluh lantahnya rumah para korban Erupsi Merapi tahun 2010 mengharuskan mereka untuk berpindah-pindah tempat tinggal, mulai dari barak pengungsian kemudian ke hunian sementara dan ke hunian tetap. Masing-masing tempat tersebut memiliki permasalahan yang bermacam-macam. Masalah yang terjadi di barak pengungsian antara lain masalah kesehatan seperti penyakit saluran nafas, batuk, flu dan penyakit lainnya. Selain masalah kesehatan fisik, para korban juga rentan mengalami masalah kesehatan psikologis. Agustina (2010) menyebutkan bahwa korban yang tinggal di barak pengungsian Stadion Maguwoharjo sangat bosan diperlakukan hanya untuk makan dan tidur, selain itu peristiwa tersebut juga mengguncang jiwa para korban. Korban Erupsi Merapi tahun 2010 juga mengeluh tentang layanan kesehatan yang terlalu jauh dari barak pengungsian sehingga menyebabkan banyaknya korban sakit yang tidak mendapatkan pertolongan (Agustina, 2010). Korban juga mengalami masalah perekonomian karena sebagian lahan pertanian dan peternakan yang mereka miliki rusak karena abu vulkanik dan awan panas, dimana di barak pengungsian belum ada aktivitas produktif yang dapat menggantikan pekerjaan mereka sehingga perekonomian menjadi lumpuh (Agustina, 2010). Keluhan lain yang diungkapakan korban Erupsi Merapi tahun 2010 di barak pengungsian adalah keterbatasan akan ketersediaan air bersih, bantuan yang tidak terdistribusi dengan cepat, tepat dan merata, serta kurangnya privasi diantara pengungsi (Agustina, 2010).

4 4 Sebagian korban Erupsi Merapi tahun 2010 yang beruntung bisa segera menempati hunian sementara yang dibangun oleh bantuan dari pemerintah dan berbagai organisasi, namun ada juga korban yang terpaksa harus berlama-lama tinggal di barak pengungsian. Masalah yang terjadi di hunian sementara antara lain belum pulihnya sumber perekonomian warga yang disebabkan oleh bantuan yang belum tersebar merata, fasilitas air bersih yang terkadang macet, dan fasilitas lain yang terkadang tidak mencukupi kebutuhan warga (Firdaus, 2011). Terganggunya fasilitas air bersih dan kondisi lingkungan yang berdebu dapat meningkatkan kejadian penyakit ISPA di daerah hunian sementara (Hadiwinoto dan Catrini, 2011). Masalah yang timbul di hunian tetap adalah masalah sosial karena selama ini pemberdayaan masyarakat hanya sebatas pada peningkatan ekonomi pasca Erupsi Merapi tahun 2010 dengan pembangunan berbasis masyarakat. Upaya tersebut menyebabkan tingkat gotong royong masyarakat menjadi pudar karena mereka mulai berorientasai pada bayaran atas jasa yang telah meraka lakukan (Hadiwinoto dan Catrini, 2011). Selain luluh lantahnya rumah warga, rusaknya bangunan pelayanan kesehatan juga merupakan masalah besar dari kondisi pasca Erupsi Merapi tahun 2010, dengan kondisi tersebut mengakibatkan pelayanan kesehatan di daerah sekitar bencana menjadi mati selama beberapa hari hingga beberapa minggu (Rekompak, 2011). Lumpuhnya pelayanan kesehatan menyebabkan terganggunya kemampuan masyarakat untuk mengakses metode kontrasepsi. Terganggunya akses dalam memperoleh metode kontrasepsi dapat menyebabkan terjadinya perubahan metode

5 5 kontrasepsi yang digunakan oleh korban dari sebelum dan setelah adanya suatu bencana. Metode kontrasepsi merupakan suatu hal yang vital diperlukan oleh pasangan usia produktif karena jika akses terhadap alat kontrasepsi terganggu, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kejadian unplanned pregnancy (Callaghan, 2007). Adanya kejadian unplanned pregnancy dikhawatirkan dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti keengganan calon ibu untuk mengurus kehamilan dan colon bayinya, kesulitan menciptakan perasaan kasih sayang yang tulus dan kuat dari calon ibu terhadap janin dan calon bayi yang dilahirkannya nanti, keinginan calon ibu untuk mengakhiri kehamilannya atau aborsi, dan perubahan gaya hidup ibu (BKKBN, 2007). Lumpuhnya pelayanan kesehatan juga akan mempengaruhi kemampuan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga mengakibatkan kurang termonitornya kondisi kesehatan janin maupun ibu (Harville, 2010). Jika hal hal tersebut di atas tidak segera ditangani, maka dapat memberikan efek negatif bagi kondisi ibu dan bayi serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bayi dan ibu yang bertolak belakang dengan tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs) ke 4 dan ke 5 (Callaghan, 2007). Dampak dari lumpuhnya pelayanan kesehatan pasca Erupsi Merapi tahun 2010 belum dijelaskan ditiap-tiap tempat tinggal korban, baik dari barak pengungsian, kemudian ke hunian sementara dan hunian tetap. Dampak dari badai Katrina menyebutkan bahwa 17% wanita yang membutuhkan perawatan kesehatan, tidak dapat mengakses perawatan kesehatan tersebut, 40% tidak menggunakan pengendalian kelahiran, 56,4% tidak

6 6 melakukan kunjungan KB dan 31% memiliki masalah dalam mendapatkan metode pengendalian kelahiran (Kissinger, 2007). Sedangkan dampak bencana Tsunami di Sri Lanka dalam bidang pelayanan kesehatan antara lain 100 orang petugas kesehatan meninggal dunia dan 4 klinik maternitas mengalami kerusakan (Carballo, 2005). Bencana tsunami menyebabkan tidak adanya suplai obat dan kontrasepsi di daerah bencana, sehingga menimbulkan perubahan atau meningkatnya aktivitas seksual sebagai cara untuk mencari dukungan emosi. Hal ini dapat meningkatkan risiko unplanned pregnancy. Jumlah kehamilan pada wanita yang mengungsi pada saat tsunami di Aceh adalah 11,74% (Carballo, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari et al (2009) menyebutkan bahwa adanya gempa yang terjadi di Yogyakarta menyebabkan rusaknya pelayanan kesehatan yang ada di wilayah tersebut, sehingga menyebabkan 11% responden menyatakan kesulitan dalam mengakses alat kontrasepsi, dimana 42,5% diantaranya mengalami perubahan metode kontrasepsi. Sebanyak 11% responden yang menyatakan kesulitan dalam mengakses kontrasepsi terjadi 13,2% unplanned pregnancy, dimana 26,6% diantaranya berasal dari kelompok yang mengalami perubahan metode kontrasepsi dari metode yang memiliki risiko rendah ke risiko tinggi (Hapsari, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Kustanti (2013) juga menyebutkan bahwa besar kejadian unplanned pregnancy di hunian tetap Batur, Kepuharjo, Cangkringan pasca Erupsi Merapi tahun 2010 adalah 27,8%. Dalam penelitian ini tidak menyebutkan persebaran kejadian unplanned pregnancy, apakah hal tersebut

7 7 terjadi ketika wanita atau ibu tinggal di barak pengungsian, hunian sementara atau ketika ibu telah tinggal di hunian tetap, dan juga tidak menggambarkan perubahan kejadian unplanned pregnacy disetiap tahunnya dari kondisi pasca Erupsi Merapi tahun 2010 hingga sekarang. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kustanti (2013) tidak mengevaluasi adanya kendala-kendala yang dirasakan ibu ketika mengandung janin dalam rahimnya. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mengevaluasi tentang persebaran kejadian unplanned pregnancy Pasca Erupsi Merapi tahun 2010 baik berdasarkan tahun kejadian maupun tempat kejadian serta kendala-kendala dan harapan ibu selama kehamilannya. Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta karena ini terkait dengan bencana Erupsi Merapi yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 yang lalu. Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan di salah satu praktik bidan di Kecamatan Cangkringan didapatkan hasil bahwa persalinan paling banyak dari kurun waktu pasca Erupsi Merapi tahun 2010 hingga sekarang adalah di hunian tetap Pagerjurang, jika dibandingkan dengan hunian tetap yang lainnya. Selain itu peneliti juga melakukan studi pendahuluan ke daerah tersebut, dengan bertanya kepada kepala dukuh Kaliadem dan Petung di hunian tetap Pagerjurang dan juga sebagian warga yang tinggal di dukuh Pagerjurang, Kepuh dan Manggong. Kepala dukuh Kaliadem menyebutkan bahwa sebagian besar warga nya merupakan usia produktif baik laki-laki maupun perempuan. Hal tersebut juga dikemukakan oleh beberapa warga yang ditemui peneliti di dukuh Pagerjurang, Kepuh dan Manggong. Namun, hal tersebut tidak sama dengan persebaran

8 8 penduduk yang ada di dukuh Petung. Kepala dukuh Petung menyebutkan bahwa sebagian besar warga mereka adalah usia lanjut, hanya terdapat 25 wanita yang berusia produktif. Peneliti juga menanyakan mengenai waktu perpindahan warga pasca Erupsi Merapi tahun 2010 mulai dari barak pengungsian, hunian sementara dan kemudian ke hunian tetap. Beberapa orang yang ditemui oleh peneliti mengatakan bahwa kurang lebih selama tiga bulan pasca Erupsi Merapi mereka tinggal di barak pengungsian, kemudian pada awal 2011 mulai tinggal di hunian sementara kurang lebih selama 1,5 sampai 2 tahun dan pada akhir tahun 2012 baru bisa tinggal di hunian tetap Pagerjurang. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang angka kejadian unplanned pregnancy pasca Erupsi Merapi tahun 2010 yang akan dilakukan di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dengan adanya bencana Erupsi Merapi yang teradi pada tahun 2010 menyebabkan lumpuhnya pelayanan kesehatan yang dapat mempengaruhi akses seorang wanita dalam memperoleh metode kontrasepsi, sehingga dapat dirumuskan permasalahan berapakah angka kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010?

9 9 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, tujuan tersebut antara lain : 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini antara lain sebagai berikut : Untuk mengetahui angka kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010 di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain sebagai berikut : a. Untuk mengetahui persebaran kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010 di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta berdasarkan tahun terjadinya kehamilan tersebut b. Untuk mengetahui persebaran kejadian unplanned pregnancy pada wanita usia produktif pasca Erupsi Merapi tahun 2010 di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta berdasarkan tempat terjadinya kehamilan tersebut c. Untuk mengetahui perubahan metode kontrasepsi yang dipilih oleh warga di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan Yogyakarta sebelum dan setelah Erupsi Merapi Yogyakarta 2010

10 10 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat untuk tenaga kesehatan, dapat meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan kesehatan dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan maternitas guna meningkatkan kemudahan akses terhadap metode kontasepsi di daerah pasca bencana sehingga kejadian unplanned pregnancy di daerah pasca bencana dapat ditekan dan akibat dari unplanned pregnancy dapat dicegah. 2. Bagi peneliti yaitu dapat memperoleh pengalaman dalam menyusun karya tulis ilmiah, pengalaman dalam praktik penelitian secara ilmiah dan dapat meningkatkan pemahaman peneliti tentang masalah kesehatan yang terjadi di wilayah pasca bencana terutama di hunian tetap Pagerjurang Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan sebagai akibat dari terjadinya Erupsi Merapi tahun Manfaat untuk penelitian selanjutnya adalah dapat memberikan wacana baru dan kerangka pemikiran untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Elsi Dwi Hapsari et al pada tahun 2009 dengan judul Change in contraceptive methods following the Yogyakarta earthquake and its association with the prevalence of unplanned pregnancy Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai cara pengambilan data. Subjek penelitian tersebut adalah 450 wanita yang telah menikah yang diambil melalui kader kesehatan yang ada di Jetis dan Pleret Kabupaten Bantul Provinsi

11 11 Yogyakarta. Data ditampilkan dalam bentuk frekuensi, persentase, mean dan standar deviasi.hasil dari penelitian tersebut adalah metode kontrasepsi yang banyak digunakan sebelum adanya bencana adalah injeksi dan IUD, namun setelah terjadinya bencana metode kontrasepsi injeksi dan IUD mengalami penurunan, dan metode kontrasepsi yang mengalami peningkatan setelah terjadinya bencana adalah pil dan coitus interruptus. Hal tersebut disebabkan oleh pelayanan kesehatan yang ada diwilayah tersebut mengalami kerusakan. Dari seluruh responden, 11% menyatakan kesulitan dalam mengakses kontrasepsi, dimana 42,5% diantaranya mengalami perubahan dalam metode kontrasepsi yang digunakan yaitu dari kontrasepsi yang memiliki risiko kegagalan rendah ke tinggi sebanyak 82,4% dan dari risiko kegagalan kontrasepsi dari tinggi ke rendah sebanyak 17,6%. Dari 11% yang menyatakan kesulitan dalam mengakses kontrasepsi terjadi 13,2% unplanned pregnancy, dimana 26,6% diantaranya berasal dari kelompok yang mengalami perubahan metode kontrasepsi dari metode yang memiliki risiko rendah ke risiko tinggi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada subjek penelitian, teknik sampling yang digunakan, tempat penelitian, jenis bencana, variabel yang akan diteliti dan cara analisa data yang digunakan. 2. Cluster Sampling with Referral to Improve the Efficiency of Estimating Unmet Needs among Pregnant and Postpartum Women after Disasters yang diteliti oleh Jennifer Horney et al pada tahun Penelitian ini dilakukan dari tahun 2009 sampai 2011 dengan sampel dari tiga tempat yaitu di Johnston County, North Carolina, setelah tornado yang terjadi

12 12 pada November 2008, Cobb/Douglas County, Georgia, setelah banjir pada September 2009, dan Bertie County, North Carolina, setelah badai yang berhubungan dengan banjir pada Oktober Teknik sampling yang digunakan adalah dengan metode cluster sampling. Subjek penelitian adalah wanita yang sedang mengalami kehamilan atau pasca melahirkan pada usia 45 tahun ke bawah dan wanita yang telah melahirkan selama enam bulan. Instrumen yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan SAS (9.1.2, Cary, NC) untuk perhitungan frekuensi yang sebelumnya data di masukan ke Excel. Hasil dari penelitian tersebut adalah didapatkan bahwa terjadi peningkatan jumlah wanita yang mengalami kehamilan dan persalinan pasca bencana dari tiap-tiap tempat. Di Johnston County, North Carolina wanita yang sedang hamil atau pasca melahirkan mengalami peningkatan dari 0,06% (1 dari 16) menjadi 21% (4 dari 19). Kemudian di Cobb dan Douglas County, Georgia wanita yang sedang hamil dan pasca melahirkan juga mengalami peningkatan yaitu dari 8% (5 dari 64) sampai 19% (14 dari 73), dan yang terakhir di Bertie County, North Carolina juga mengalami penambahan jumlah wanita hamil dan pasca persalinan dari 9% (12 dari 131) menjadi 17% (25 dari 144). Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah terletak pada tempat penelitian, sampel penelitian, tipe bencana yang akan diteliti, variabel yang akan diukur dan analisa data yang digunakan.

13 13 3. Hubungan Peran Suami Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Pasca Bencana Erupsi Merapi yang diteliti oleh Kustanti Fitria Kustanti, Elsi Dwi Hapsari, Wenny Artanty Nisman pada tahun 2013 Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional yang dilakukan pada 96 pria pasangan usia subur di hunian tetap Batur, Kepuharjo, Cangkringan. Peneliti menggukanan kuesioner dalam pengambilan datanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi pria mengalami peningkatan dari 9,4% menjadi 10,4%, sedangkan penggunaan kontrasepsi wanita mengalami penurunan dari 83,3% menjadi 79,2% pasca bencana Merapi. Pria yang memiliki peran sebagai motivator, fasilitator dan edukator pada katagori baik sebesar 59,4% (57/96), 77,1% (74/96), dan 53,1% (51/96). Hasil tersebut menunjukkan presentase yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi bukan bencana. Penelitian ini menyebutkan bahwa besar kejadian unplanned pregnancy di hunian tetap Batur, Kepuharjo, Cangkringan pasca Erupsi Merapi tahun 2010 adalah 27,8%. Setelah dilakukan analisis, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara peran suami dengan penggunaan metode kontrasepsi pada pasangan usia subur pasca bencana Erupsi Merapi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada subjek penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian dan analisa data yang digunakan. Dalam penelitian ini persebaran tempat tinggal ibu ketika mengalami unplanned pregnancy serta perubahan kejadian unplanned pregnancy tiap tahunnya tidak dianalisis. Penelitian ini juga tidak menganalisis harapan dan kendala yang

14 14 dialami ibu saat menjalani kehamilannya pasca Erupsi Merapi tahun Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti akan menganalisis keempat hal tersebut di atas. 4. Kissinger et al (2007) melakukan penelitian dengan judul The Effect Of The Hurricane Katrina Disaster On Sexual Behavior And Access To Reproductive Care For Young Woman In New Orleans Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan dalam perilaku seksual dan akses ke pelayanan reproduksi sebelum dan setelah perpindahan pada perempuan muda yang menerima layanan keluarga berencana dari sebelum dan setelah perpindahan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian cohort yang dilakukan pada wanita yang berusia 16 sampai 24 tahun setelah 5 sampai 6 bulan Badai Katrina. Data responden didapatkan melalui telepon. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 17% wanita yang membutuhkan pelayanan kesehatan tidak dapat menjangkau pelayanan tersebut, 40% tidak menggunakan kontrol kehamilan, 56,4% tidak melakukan kunjungan KB, 31% memiliki masalah dalam mendapatkan metode pengendalian kelahiran. Kunjungan ke pelayanan KB menurun dari 100% sebelum evakuasi menjadi 40% setelah evakuasi dan 2 (4%) mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebagai hasil kurangnya akses ke pelayanan kesehatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah populasi penelitian, bencana yang diteliti, tempat penelitian, variabel penelitian, metode penelitian, cara memperoleh data dan analisa data yang digunakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 14 Februari 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 14 Februari 2014, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 14 Februari 2014, menimbulkan kerusakan luar biasa bagi masyarakat yang ada di Desa Puncu Kecamatan Puncu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi setiap saat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi setiap saat, kapan saja dan dimana saja. Beberapa bencana yang telah terjadi di dunia pada tahun 2005 antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau yang tercatat sampai sekarang lebih kurang 13.466 pulau (menurut Badan Informasi Geospasial)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di duniakarena posisi geografis Indonesia terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia yaitu Eurasia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu fase penting dalam penanggulangan bencana adalah fase respon atau fase tanggap darurat. Fase tanggap darurat membutuhkan suatu sistem yang terintegritas

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah negara Indonesia memiliki kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi Grand Desain Simulasi... Muh Fauzi, Evika P.P, Agus I, Yunisa R.R, Febita R Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi Muh Fauzi *),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making

BAB I PENDAHULUAN. Berencana Nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Kontribusi Program Keluarga Berencana Nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2008 angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2008 angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu program Millennium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2008 angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan masalah besar bagi Negara di dunia khususnya Negara berkembang. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1.1.1.Sampah Plastik Perkembangan teknologi membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, salah satu aspeknya adalah pada produk konsumsi sehari-hari. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia dengan perkiraan jumlah penduduk sebanyak 252 juta jiwa pada tahun 2014 menempati peringkat keempat dunia sebagai negara dengan jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 merupakan salah satu letusan besar dalam catatan sejarah terjadinya erupsi Gunung Merapi. Letusan eksplosif yang terjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada lingkaran cincin api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals atau disingkat MDG s dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang merupakan paradigma pembangunan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada garis Ring of Fire yang menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada garis Ring of Fire yang menyebabkan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada garis Ring of Fire yang menyebabkan banyak terjadi bencana gempa bumi (Rifai & Harnanto, 2016). Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Pelayanan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator pelayanan KB yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2014 salah satunya adalah menurunnya kematian bayi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah Negara dengan kekayaan alam yang melimpah. Kekayaan dari flora dan faunanya, serta kekayaan dari hasil tambangnya. Hamparan bumi Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menjelaskan bahwa sejak tahun laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang mencapai 237 juta jiwa, memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% dan angka fertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS KEADAAN DARURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh Negara berkembang termasuk Negara Indonesia. Negara Indonesia mempunyai masalah yang komplek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG MAKALAH KELOMPOK PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG Diajukan sebagai tugas mata kuliah Evaluasi Infrastrukur Pasca Bencana Disusun oleh : Irfan Faris Abdurrahman 12511313 Ilhamius Hamit 12511432 Fitra Mabrur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia seutuhnya serta membangun seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Desa Kepuharjo secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti mengalami masa-masa remaja. Remaja di definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja adalah periode perkembangan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia merupakan masalah utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang kesehatan yang mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri. Meluasnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan suatu bangsa di pengaruhi oleh kesejahteraan ibu dan anak, kesejahteraan ibu dan anak di pengaruhi oleh proses kehamilan, persalinan, pasca salin (nifas),

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian merupakan barometer status kesehatan, terutama kematian ibu dan kematian bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah pembangunan kesehatan di Indonesia mempunyai delapan tujuan, dimana dua diantaranya adalah untuk menurunkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas. Menurut Center of Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), bencana didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah sebagai pelaksana roda pemerintahan dalam suatu Negara wajib menjamin kesejahteraan dan keberlangsungan hidup warga negaranya. Peran aktif pemerintah diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara MELEPAS SAR LINMAS DALAM KARYA BHAKTI REKONSTRUKSI PASCA ERUPSI MERAPI DI KALIURANG Wates, 2 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk terbesar. Indonesia masuk dalam peringkat ke empat di dunia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk terbesar. Indonesia masuk dalam peringkat ke empat di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar. Indonesia masuk dalam peringkat ke empat di dunia setelah berturut-turut China, India dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi tahun 2003 di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen kesehatan pada periode 2005-2009.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan suatu negara. Jumlah kematian ibu di negara berkembang dan tertinggal tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan maternal adalah salah satu indikator Millennium Development Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia sejak ditandatanganinya deklarasi mengenai kependudukan oleh para pemimpin dunia termasuk presiden

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization merekomendasikan untuk mengatur jarak kehamilan minimal 24 bulan dari persalinan sebelumnya supaya dapat menurunkan risiko kematian maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat. ZAHRATUN NIDA Mahasisiwi Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh. Inti Sari

Jurnal Kesehatan Masyarakat. ZAHRATUN NIDA Mahasisiwi Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh. Inti Sari GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ISTRI SELAMA HAMIL DITINJAU DARI DARI PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN SUAMI TENTANG KEHAMILAN DI POLINDES SAKURA DESA LAM GEU EU KECAMATAN PEUKAN BADA ACEH

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2008, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2009 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunikan geologi kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertumbuhan penduduk relatif tinggi, ini merupakan beban dalam pembangunan nasional. Tingginya angka kelahiran erat kaitannya dengan usia pertama kali menikah. Salah

Lebih terperinci

Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi

Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi HUBUNGAN PARITAS DAN PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PADA KEHAMILAN TRIMESTER III DI RS. KIA KOTA BANDUNG BULAN SEPTEMBER 2011 Devita Zakirman Stikes Jend. A. Yani Cimahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 2014 saja, jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia mencapai 972 kejadian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia seutuhnya serta membangun seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan kehamilan kembar sebetulnya abnormal yang mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan kehamilan kembar sebetulnya abnormal yang mungkin terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seseorang wanita dikatakan hamil secara normal apabila di dalam rahimnya bertumbuh kembang manusia baru. Kehamilan dapat pula terjadi di luar rahim (dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini dengan memantau kesehatan ibu, dengan digunakan indicator

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini dengan memantau kesehatan ibu, dengan digunakan indicator BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaan yang fisiologis namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN KETEPATAN WAKTU PENGGUNAAN KONTRASEPSI PASCASALIN PADA IBU MENYUSUI

HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN KETEPATAN WAKTU PENGGUNAAN KONTRASEPSI PASCASALIN PADA IBU MENYUSUI HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN KETEPATAN WAKTU PENGGUNAAN KONTRASEPSI PASCASALIN PADA IBU MENYUSUI Andri Tri Kusumaningrum, S.SiT., M.Kes Program Studi D Kebidanan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK Program

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BAB II JENIS-JENIS BENCANA Kuliah ke 2 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB II JENIS-JENIS BENCANA Dalam disaster management disebutkan bahwa pada dasarnya bencana terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga,

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian anak. Derajat kesehatan suatu negara dapat diukur dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kematian anak. Derajat kesehatan suatu negara dapat diukur dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeliharaan kesehatan anak merupakan suatu bentuk upaya guna menciptakan generasi muda masa depan yang sehat, cerdas, kreatif, dan inovatif. Upaya pemeliharaan kesehatan

Lebih terperinci