BAB I PENDAHULUAN. Praktik kedokteran memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Praktik kedokteran memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Praktik kedokteran memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pengobatan yang dilakukan oleh para dokter. Dalam konteks ini, dokter sebagai orang yang diyakini dapat memecahkan masalah secara klinis, menjalankan praktek kedokteran setelah dilatih untuk menguraikan sekelompok gejala dan tanda-tanda fisik ke dalam pola penyakit yang dapat dikenali secara logis (Irvin, 2003). Begitu kompleksnya ilmu dan praktek kedokteran pada gilirannya diikuti dengan meningkatnya berbagai tuntutan profesi terhadap kualitas pelayanan dokter. Di satu sisi, dokter dituntut dapat memberikan pelayanan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran dan atau kedokteran gigi. Selain itu, dokter juga dituntut untuk mengikuti semakin kompleksnya perkembangan berbagai jenis obat-obatan yang diproduksi oleh perusahan farmasi dan perkembangan jenis penyakit yang diderita masyarakat. Di sisi lain, mainstreaming gagasan good governance juga merasuk ke dalam praktek kedokteran. Hal yang disebut terakhir ini, pada gilirannya menuntut perubahan, dan perubahan ini harus dikerangkai dalam suatu regulasi yang jelas dan efektif. Wilayah keahlian yang digeluti komunitas dokter ini pada gilirannya berbenturan dengan pengaturan yang sifatnya tidak pandang bulu: kesamaan hak dan kewajiban didepan hukum. Jelasnya, demi optimalnya praktek kedokteran dokter menuntut otonomi dan kebebasan. Bagi para dokter, kepercayaan terhadap otonomi dan kebebasan klinis sepanjang masih dalam bingkai profesi kedokteran sangatlah diperlukan dokter. Hanya saja, perlu ditegaskan bahwa perlunya hal itu adalah justru demi kepentingan terbaik bagi pasiennya. Bagi para dokter dan dokter gigi 1

2 dalam menjalankan profesinya, ada permasalahan unik yaitu mereka senantiasa dihadapkan pada ketidakpastian klinis dan cara pengambilan keputusan klinis cenderung dilakukan oleh dokter secara individual. Sikap pragmatis dan kebutuhan untuk memperoleh kepercayaan diri dokter dapat mempengaruhi bagaimana cara seorang dokter mengambil keputusan klinis dan bagaimana cara mengantisipasi apabila menghadapi kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan klinis. Jelasnya, dokter selalu dituntut profesional dalam menjalankan praktik kedokteran yang dilandasi pada kompetensi sebagai dokter. Dokter yang kompeten tidak hanya profesional dalam pengetahuan dan keterampilan, namun seorang dokter juga dituntut memiliki sikap yang baik kepada pasiennya dengan senantiasa mencerminkan nilai kemanusiaan, keramahtamahan, dan kesopanan (Irvin, 2003). Memang, profesionalitas seorang dokter sangat berhubungan dengan kompetensinya. Dalam praktik yang berlangsung selama ini, standarisasi kompetensi ini masih ditopang oleh self-regulation profesi. Sebagaimana ditegaskan oleh Freidson (1994), tegaknya profesionalisme dokter dalam menjalankan praktik kedokteran ditopang oleh kepatuhannya pada kode etik profesi. Ini adalah pilar penting dari self-regulatory practice para dokter. Selfregulatory practice ini ditegaskan pula oleh (Parson, 2006) yang menyatakan bahwa profesionalisme seorang dokter ditandai oleh kemampuan dan wewenang dokter dalam mendefinisikan dan mengontrol kinerja mereka. Hanya saja, ini bukan berarti bahwa dokter tidak memerlukan kerangka kebijakan dan ramburambu hukum yang jelas untuk memastikan hal itu menjamin kualitas pelayanan dokter dan pada saat yang sama menjamin juga profesionalitas dokter itu sendiri. Rambu-rambu yang saat ini berlaku adalah Undang-undang No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. 2

3 Diundangkannya Undang Undang Praktik Kedokteran, diharapkan tidak hanya menjadi acuan dalam melindungi budaya kerja dokter yang selama ini bersifat self-regulating namun juga menjadi kualitas layanan yang dihasilkannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian atas implementasi UU 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran. Kajian tentang implementasi ini menarik untuk dilakukan mengingat, dalam peraturan perundang-undangan yang sebelumnya, misalnya Undang Undang Kesehatan 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan hanya secara implisit mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam kerangka kebijakan ini regulasi praktik kedokteran belum terstruktur secara rinci, dan masih menyisakan kelemahan. Praktik kedokteran dianggap cukup dikontrol pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dan organisasi profesi pada penyelenggaraan praktik kedokteran. Tidak perlu sanksi hukum atau kriminalisasi dokter untuk mengawalnya. Para perumus UU 29/2004 menjustifikasi bahwa bahwa perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran dirasakan belum memadai. Sehubungan dengan hal ini, cukup alasan untuk mengantisipasi adanya respons negatif para dokter manakala UU 29/2004 diimplementasikan. Oleh karena itulah, kajian implementasi perlu dimulai dari telaah terhadap respons dokter. Selama periode pra-pemberlakuan UU 29/2004, standarisasi praktek kedokteran masih didominasi oleh kebutuhan formal dan kepentingan pemerintah, dan pada saat yang sama, porsi pengaturan tentang profesi dokter pun dirasa masih kurang. Di satu sisi ada harapan agar UU 29/2004 terimplementasi dengan baik. Apalagi, rambu-rambu etika kedokteran yang diharapkan dapat digunakan untuk mengendalikan perilaku dokter ternyata tidak lagi mampu mengendalikan perilaku dokter dalam menjalankan profesinya (Trisnantoro, 2006b, Trisnantoro, 2006a). Hal ini akan berakibat fatal, sebagaimana telah terjadi di tempat lain. Sebagaimana telah dinyatakan 3

4 oleh Stasey (2000), bahwa lemahnya regulasi praktik kedokteran di Inggris juga telah menimbulkan berbagai berbagai kritik baik dari masyarakat dan para ahli termasuk dokter terutama setelah munculnya kasus Bristol tahun 1999 dan Shipman tahun (Stacey, 2000). Telaah implementasi UU 29/2004, khususnya dari segi respons dokter, sangat diperlukan mengingat, regulasi praktik kedokteran perlu berkesesuaian dengan situasi, kondisi, kemampuan dan keinginan yang akan dicapai oleh pemerintah, masyarakat dan profesi dokter. Self-regulatory practice yang berlaku dalam komunitas kedokteran bisa menghalangi kesediaannya untuk responsif terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Karena itulah, sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh (Soderlund and Tangcharoensathien, 2000), perlu diupayakan agar pengembangan regulasi berjalan selaras dengan kebutuhan pengguna pelayanan kesehatan dan kemampuan serta pengalaman pemerintah. Kajian implementasi UU 29/2004 ini memfokuskan diri pada respons dokter. Hal ini didasari pertimbangan sebagai berikut. Undang-undang ini, disamping menjamin otonomi dan kebebasan dokter, juga mengemban semangat pendisiplinan. Sebagaimana disebutkan di atas, undang-undang ini mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran standar praktik kedokteran. Sehubungan dengan hal ini, perlu ditegaskan di sini bahwa, istilah regulasi dimaknai secara ketat sebagai kebijakan yang berhubungan dengan perilaku (Dunn, 2000). Regulasi mutu pelayanan kesehatan dirancang untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan terus menerus dan keselamatan pasien (patient safety) kepada masyarakat melalui kegiatan; lisensi, sertifikasi, dan akreditasi (Irvin, 2003, Utarini and Jasri, 2004). Penentuan standar kompetensi bagi dokter merupakan dasar pemberian kewenangan kepada dokter dan /atau dokter gigi 4

5 untuk memberikan pelayanan kedokteran atau pelayanan kedokteran gigi yang tercermin dalam pemberian ijin praktik dokter oleh pemerintah. Regulasi praktik kedokteran ditandai dengan disahkannya undangundang praktik kedokteran dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan dokter. Untuk menegaskan hal itu, UU No.29/2004 memberi perlindungan hukum baik kepada masyarakat maupun kepada dokter. Hal ini sejalan pandangan Trisnantoro, bahwa aturan kerja profesi dokter tidak memberi toleransi terjadinya error dan diperlukan aturan yang jelas dan tegas bagi dokter (Trisnantoro, 2005, Trisnantoro, 2006b). Kehadiran UU Praktik Kedokteran menuntut para dokter untuk mampu meningkatkan profesionalismenya dan melengkapi diri dengan keterampilan komunikasi yang baik, catatan medis yang memadai sesuai dengan standar pelayanan medik, ikut asuransi bila dipandang perlu serta mengerti ilmu hukum, khususnya hukum kedokteran (Soetedjo, 2006). Kalau dibahasakan secara lebih generik, Undang-undang No.29 Tahun 2004 mengemban misi mewujudkan good clinical governance sebagai spirit praktik kedokteran. Pencapaian misi tersebut ditentukan oleh bagaimana respons dokter dan kesiapan pemangku kepentingan dalam implementasi Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, baik secara administratif maupun secara fungsional untuk mewujudkan clinical governance. Oleh karena itulah fokus kajian ini adalah respons dokter. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan praktis, maka lokus kajian ini dibatasi hanya di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Kondisi pelayanan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara masih relatif rendah kualitasnya termasuk di Kota Medan. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan merupakah salah satu faktor meningkatnya kecenderungan minat masyarakat pergi berobat ke Malaysia dan Singapura (Utara, 2007, PEMPROVSU, 2005). Meningkatnya 5

6 kecenderungan minat masyarakat untuk pergi berobat ke negara tetangga tersebut menyiratkan dua hal; pertama, masyarakat lebih suka pelayanan kesehatan yang lebih baik, dan kedua, pelayanan kesehatan lebih dikuasai oleh mekanisme pasar. Pilihan untuk memulai kajian dari Kota Medan Provinsi Sumatra Utara juga digerakkan oleh pengamatan awal bahwa, dengan diundangkannya UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah mencuat respons menarik dari para dokter, khususnya mereka yang berpraktik di Kota Medan. Mereka menyatakan bahwa sebagian dari pasal-pasal yang terdapat di dalam Undang Undang Praktik Kedokteran dianggap telah merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusional dokter terutama tentang pembatasan jumlah tempat praktik dan sanksi hukum pidana praktik kedokteran. Pembatasan jumlah tempat praktik maksimal 3 tempat sebagaimana diatur di dalam Pasal 37 Ayat (2) telah direspons sebagian besar dokter terutama bagi dokter yang sudah terbiasa menjalankan praktik di banyak tempat. Respons mereka bahwa kebijakan tersebut telah memasung hak konstitusionalnya dalam menjalankan profesinya untuk melakukan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan, belum meratanya pendistribusian dokter di setiap fasilitas pelayanan rumah sakit di Kota Medan, dan ketersediaan jumlah dokter spesialis tertentu seperti dokter spesialis bedah anak, dokter spesialis bedah tulang, dan dokter spesialis urologi. Respons yang segera mengemuka adalah terhadap pembatasan jumlah tempat praktik dokter. Pembatasan tersebut telah menimbulkan dampak kepada kemampuan pemilik atau pengelola fasilitas pelayanan rumah sakit swasta untuk menyediakan tenaga dokter spesialis yang terbatas jumlahnya dibandingkan dengan peningkatan jumlah pembangunan fasilitas rumah sakit yang ada di Medan. Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Agustus 2006 di seluruh rumah sakit swasta di kota Medan diperoleh informasi bahwa 6

7 peraturan pembatasan jumlah tempat praktik dokter menimbulkan kesulitan bagi rumah sakit swasta untuk memenuhi kebutuhan tenaga dokter spesialis dan subspesialis. Kesulitan tersebut dikarenakan dokter spesialis dan sub-spesialis telah mulai mempertimbangkan prospek ekonomi dalam menentukan tempat penyelenggaraan praktik kedokteran baik praktik pribadi maupun praktik di fasilitas pelayanan rumah sakit. Menurut Permana dalam Seminar Nasional ke VI PERSI, minat dokter dalam menentukan tempat menyelenggarakan praktik kedokteran dipengaruhi oleh: a) pasar pelayanan kesehatan, b) lokasi, c) ijin praktik, d) institusi yang menarik, lengkap, dan strategis, dan e) reputasi institusi rumah sakit (Permana, 2004). Hasil studi pendahuluan di Subdin Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan kota Medan, diperoleh informasi bahwa dampak pembatasan jumlah tempat praktik dokter mulai terasa di Kota Medan. Menurut Kepala Subdin Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan mengatakan bahwa pada pertengahan Juli 2006 ada sekitar 20% dokter terutama bagi dokter spesialis yang memiliki tempat praktik lebih dari 3 tempat praktik tidak lagi memperpanjang surat ijin praktiknya (SIP) dan terpaksa harus ditutup. Kuatnya tradisi self-regulating dalam praktik kedokteran, pencantuman sanksi hukum pidana di dalam Undang Undang Praktik Kedokteran telah dikecam keras oleh dokter praktik di Kota Medan. Pencantuman sanksi pidana tersebut dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap profesi dokter dan dapat menimbulkan beban psikologis bagi dokter yaitu perasaan cemas dalam menjalankan praktik kedokteran. Pencantuman sanksi pidana tersebut dianggap mereka telah mempersamakan profesi dokter dengan pelaku tindak pidana pada umumnya. Berdasarkan respons dokter yang berpraktik di Kota Medan dikaitkan dengan tujuan Undang Undang Praktik Kedokteran Pasal 3 poin c bahwa 7

8 Undang Undang Praktik Kedokteran memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Respons dokter tersebut tentu akan dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi praktik kedokteran di Kota Medan. Menurut Winter s (2003) yang dikutip oleh Berg (2004) dalam tulisannya Implementing Chicago s Plan totransform Public Housing menyebutkan bahwa salah faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan adalah respons kelompok target kebijakan dan perubahan dalam masyarakat (Berg, 2004). Kehadiran Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sebagai lembaga baru yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (UUPK) juga telah direspons oleh dokter yang berpraktik di Kota Medan. Kedua lembaga tersebut dianggap belum tersosialisasi secara intens sehingga mereka belum mengetahui dan memahami tentang fungsi, tugas dan wewenangnya. Kehadiran lembaga tersebut juga dianggap sebagai penambahan beban administrasi yang harus dipenuhi oleh dokter untuk dapat menjalankan praktik kedokteran. Penambahan beban tersebut yaitu kewajiban bagi dokter untuk mengikuti ujian kompetensi yang diselenggarakan oleh Kolegium Kedokteran atau Kolegium Kedokteran Gigi untuk memperoleh sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi tersebut adalah salah satu syarat untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh KKI. Rendahnya pengetahuan dan pemahaman dokter praktik di Kota Medan karena KKI dan MKDKI belum intens melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran di Kota Medan. Peran KKI yang dirasakan oleh dokter yang berpraktik di Kota Medan masih sebatas melakukan registrasi terhadap dokter praktik. 8

9 Pemberlakukan UU 29/2004 mensyaratkan adanya mindset tertentu, dan perubahan mindset ini kiranya tidak bisa berlangsung secara cepat. Dalam konteks ini, pro-kontra terhadap kebijakan yang melibatkan perubahan mindset adalah hal yang wajar. Hanya saja, hal itu bukan berarti UU 29/2004 akan terimplementasi dengan sendirinya. Seiring perjalanan proses implementasi, kesiapan dan kesediaan untuk mengikuti perubahan yang diperlukan, adalah keniscayaan. 1.2 Permasalahan Penelitian Sebagaimana dijelaskan pada latar belakang, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Seberapa besar respons dokter pada Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan peran yang dilakukan oleh penegak hukum dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), berpengaruh terhadap kepatuhan dokter dalam mengimplementasikannya di Kota Medan? Bagaimana kesiapan pemangku kepentingan dalam proses implementasi Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran di Kota Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Studi ini ingin menilai hasil pelaksanaan kebijakan UU Praktik Kedokteran di Kota Medan tahun di berbagai pihak yang terlibat. Penilaian hasil pelaksanaan kebijakan yang difokuskan kepada: Mengkaji seberapa besar respons dokter pada Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan peran yang dilakukan oleh penegak hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pengaruhnya terhadap kepatuhan dokter dalam mengimplementasikannya di Kota Medan? 9

10 1.3.2 Mengkaji kesiapan pemangku kepentingan dalam proses implementasi Undang Undang No. 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran di Kota Medan 1.4 Manfaat penelitian Sebagai bahan informasi bagi para pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk pengembangan Undang Undang Praktik Kedokteran Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang praktik kedokteran Sebagai pengembangan konsep kebijakan sistem pelayanan kesehatan khususnya konsep kebijakan praktik kedokteran Sebagai pengembangan konsep manajemen dokter spesialis berdasarkan corporate clinical governance di rumah sakit Sebagai pengembangan kompetensi peneliti dalam penelitian kebijakan, utamanya Undang Undang Praktik Kedokteran Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan kebijakan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. 1.5 Keaslian Penelitian UU No. 29 tahun 2004 adalah sebuah kebijakan baru yang mengatur kembali praktik kedokteran (reorientasi praktik kedokteran),yang secara efektif diimplementasikan, 29 April Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian yang berhubungan dengan UU No. 29 tahun 2004 pada umumnya mengkaji dari sudut pandang disiplin ilmu hukum antara lain: Ayuningtyas (2006), Marthin (2006), Wibisono (2006), Ayuningtyas (2006), menulis kajian berjudul Heterogenitas Pelanggaran Menurut Undang-Undang Tentang Praktik Kedokteran (UU No. 29 Tahun 2004). 10

11 Studi ini memberi perhatian pada beberapa pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh dokter. Desain studi ini menggunakan desain penelitian ilmu hukum. Hasil studi menunjukkan bahwa ada empat pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan praktik kedokteran yaitu pelanggaran etik, pelanggaran disiplin dan pelanggaran hukum, sebagaimana tercermin dan isi ketentuan Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Keberadaan Undang-Undang Praktik Kedokteran dirasa kurang cukup untuk memberikan perindungan hukum bagi pasien atas hubungannya dengan dokter, sehingga peran peraturan perundang-undangan diluar Undang-Undang Praktik Kedokteran sangat diperlukan antara lain KUHP dan KUH Perdata. Sejalan dengan kajian di atas, Marthin (2006), meneliti tentang Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Dokter Yang Melakukan Kesalahan Dalam Penerapan Ilmu Kedokteran. Studi ini menguraikan etika medik. Studi ini menggunakan desain penelitian ilmu hukum. Hasil studinya menunjukkan bahwa ketentuan hukum yang relevan bagi dokter yang melakukan kesalahan dalam praktik, terutama dalam penerapan ilmu kedokteran adalah ketentuan yang terdapat dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan juga ketentuan yang terdapat dalam KUHP, khususnya mengenai perbuatan yang menimbulkan kematian atau luka yang dikarenakan kealpaan/kekhilafannya. Wibisono (2006), menelaah tentang Pertanggungjawaban Pidana Dokter Atas Kesalahan Dalam Memberikan Pelayanan Medis. Studi ini memfokuskan pada sisi hukum yaitu bagaimanakah kesalahan dokter, baik yang berupa kesengajaan maupun kealpaan dalam memberikan pelayanan medis terhadap pasien untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Bagaimana prosedur untuk dapat menyatakan bahwa seorang dokter melakukan kesalahan baik yang berupa kesengajaan maupun kealpaan dalam memberikan 11

12 pelayanan medis untuk dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian ilmu hukum. Hasil studi ini adalah kesalahan dokter dalam memberikan pelayanan medis terhadap pasien dapat berupa kesengajaan maupun kealpaan. Bentuk kesalahan dokter yang delik dolus (kesengajaan) misalnya abortus tanpa indikasi medis, melakukan eutanasia, membocorkan rahasia kedokteran. Kesalahan dokter yang merupakan delik culpa (kealpaan) misalnya tidak cermat dan tidak hati-hati dalam memberikan pelayanan medis. Tolak ukur untuk dapat menentukan kealpaan dokter tersebut adalah dari standar profesi dan standar prosedur operasional. Prosedur untuk dapat menyatakan dokter melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan medis dapat melalui tiga jalur, yaitu pidana, perdata, dan etik kedokteran. Prosedur untuk memintakan pertanggungjawaban dokter secara etik memakai ketentuan yang ada dalam UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Penelitian mengenai cara kerja berbasis standar saat ini telah banyak dilakukan peneliti lain. Berdasarkan beberapa studi di atas, yang membedakan dengan peneliti lakukan adalah studi ini memfokuskan pada kajian implementasi kebijakan menggunakan desain penelitian kebijakan dengan metode campuran (mixed Method). Metode kuantitatif memakai uji statistik dengan unit analisisnya adalah dokter dan dokter gigi yang berpraktik di kota Medan. Metode kualitatif menggunakan model interaktif (Miles and Huberman, 1984). Lokasi penelitian mengambil lokasi di kota Medan. Berdasarkan uraian di atas, sepanjang pengetahuan peneliti, studi ini belum pernah dikerjakan oleh peneliti lain sehingga penelitian ini menjadi orisinil. 12

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Undang Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Ung Ung No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran mengemban misi untuk mewujudkan good clinical governance yang banyak melibatkan pemangku kepentingan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, Menimbang : a. bahwa terhadap

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi, terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER MANDIRI Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UU Nomor 29 Tahun 2004 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RUU TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN * Oleh : F.X. Soekarno, SH

PENYUSUNAN RUU TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN * Oleh : F.X. Soekarno, SH PENYUSUNAN RUU TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN * Oleh : F.X. Soekarno, SH A. PENDAHULUAN Pasca amandemen UUD 1945, jaminan hak asasi manusia di Indonesia semakin kuat karena pengaturannya telah mendapat tempat

Lebih terperinci

Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka. Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran

Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka. Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran Peran Kolegium dan Masalah Perijinan Praktik untuk pelatihan dalam rangka Pelaksanaan Sanksi Disiplin Profesi Kedokteran Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran Indonesia KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA MELINDUNGI

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.915, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Data. Informasi Kesehatan. Rahasia Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT Nurul Hasna nurulhasna@yahoo.com Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Rencana Strategis. Rancangan. Penyusunan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Rencana Strategis. Rancangan. Penyusunan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Rencana Strategis. Rancangan. Penyusunan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN RANCANGAN RENCANA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKI. Dokter. Dokter Gigi. Kompetensi Yang Sama. Pengesahan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN KOMPETENSI YANG SAMA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN I. U M U M Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEDOKTERAN DI RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.353, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. Majelis Kehormatan Disiplin. Kedokteran PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS ALUR KEGIATAN PENJAGAAN TERHADAP KUALITAS PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN SUDUT PANDANG DARI RANAH KEGIATAN TANGGUNG-JAWAB KKI

PENJELASAN ATAS ALUR KEGIATAN PENJAGAAN TERHADAP KUALITAS PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN SUDUT PANDANG DARI RANAH KEGIATAN TANGGUNG-JAWAB KKI Konsil Kedokteran Indonesia PENJELASAN ATAS ALUR KEGIATAN PENJAGAAN TERHADAP KUALITAS PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN SUDUT PANDANG DARI RANAH KEGIATAN TANGGUNG-JAWAB KKI dr. Daryo Soemitro Sp.BS Ketua Divisi

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

Panduan Kredensial dan Rekredensial Staf klinis Puskesmas Kampala -RAHASIA- BAB I PENDAHULUAN

Panduan Kredensial dan Rekredensial Staf klinis Puskesmas Kampala -RAHASIA- BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksud denga Puskesmas adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

Tujuan & Tugas KKI. Tujuan:

Tujuan & Tugas KKI. Tujuan: Tujuan & Tugas KKI Tujuan: 1. Memberikan perlindungan kepada pasien 2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis 3. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter/dokte gigi Tugas : Melakukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.451, 2012 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Kewenangan Tambahan. Dokter. Dokter Gigi. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 48/KKI/PER/XII/2010 TENTANG KEWENANGAN TAMBAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.617, 2015 KKI. Pelanggaran Disiplin. Dokter dan Dokter Gigi. Dugaan. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PERSETUJUAN ALIH ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN/KEDOKTERAN GIGI

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PERSETUJUAN ALIH ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN/KEDOKTERAN GIGI SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PERSETUJUAN ALIH ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN/KEDOKTERAN GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.352, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Tata Cara. Penanganan. Kasus. Pelanggaran Disiplin. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan tujuan pembentukan Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam

Lebih terperinci

PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN

PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN Jl. Madya Kebantenan No.4, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) diakui merupakan institusi

Lebih terperinci

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes Peraturan yg menjadi acuan : Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit. Definisi Komite Medik Perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesi perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Perawat adalah tenaga profesional yang memiliki body of

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN RANCANGAN RENCANA STRATEGIS KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN RANCANGAN RENCANA STRATEGIS KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN RANCANGAN RENCANA STRATEGIS KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.954, 2013 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Surat Keterangan. Sehat Fisik. Mental. Penanganan. Laporan. Gangguan Kesehatan Serius. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 KKI. Registrasi. Sementara. Bersyarat. Dokter. Dokter Gigi. WNA. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG REGISTRASI SEMENTARA DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG, Menimbang : a. bahwa guna

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lemb

2014, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lemb No.297, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN. Dokter. Doter Gigi. WNA. Adaptasi. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ADAPTASI DOKTER DAN DOKTER GIGI WARGA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1304, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Pendidikan. Dokter Spesialis. Program. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM PENDIDlKAN DOKTER

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.351, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja. Fungsi. Tugas. Wewenang. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Sinergi PPNI-KONSIL Dalam Pengembangan Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan di Indonesia HARIF FADHILLAH

Sinergi PPNI-KONSIL Dalam Pengembangan Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan di Indonesia HARIF FADHILLAH Sinergi PPNI-KONSIL Dalam Pengembangan Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan di Indonesia HARIF FADHILLAH PEMBANGUNAN KEPERAWATAN DI INDONESIA Periode 2015-2020 Apa Yg Hendak Dituju 2 Tujuan Utama Profesi

Lebih terperinci

Komunikasi Dokter dengan Sejawat Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya membuat pengobatan menjadi

Komunikasi Dokter dengan Sejawat Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya membuat pengobatan menjadi Komunikasi Dokter dengan Sejawat Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya membuat pengobatan menjadi kompleks. Dokter secara individu tidak bisa menjadi ahli untuk

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENGELOLAAN KASUS PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN

TATA LAKSANA PENGELOLAAN KASUS PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN TATA LAKSANA PENGELOLAAN KASUS PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN Dr. drg. Zaura Anggraeni, MDS Ketua Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran Gigi Bekasi, 23 Mei 2016 Kesehatan = Hak Manusia UUPK penyelenggaraan

Lebih terperinci

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Tujuan Pembangunan Negara RI adalah kesejahteraan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. RANGKUMAN PEMIKIRAN Rapat Koordinasi Nasional Sinergitas Konsil Kedokteran indonesia dengan Pemangku Kepentingan dalam Pengawalan Profesionalisme Dokter dan dokter Gigi Menghadapi Tantangan Global Makasar,

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK

PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Syarifah Hidayah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN ` RUU Tentang Pendidikan Kedokteran RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN KOMISI X DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2012 1 RUU Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 34 Undang- Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Registrasi. Berbasis Elektronik. Sistem Informasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Registrasi. Berbasis Elektronik. Sistem Informasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2014 KONSIL KEDOKTERAN. Registrasi. Berbasis Elektronik. Sistem Informasi. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI REGISTRASI

Lebih terperinci

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran Dody Firmanda Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Ketua KSM Kesehatan Anak, RSUP

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BLOCK 4 CORPORATE-CLINICAL GOVERNANCE AND BUSINESS ENVIRONMENT. Koordinator: Laksono Trisnantoro

BLOCK 4 CORPORATE-CLINICAL GOVERNANCE AND BUSINESS ENVIRONMENT. Koordinator: Laksono Trisnantoro BLOCK 4 CORPORATE-CLINICAL GOVERNANCE AND BUSINESS ENVIRONMENT Koordinator: Laksono Trisnantoro Review Block 1: Analisis perubahan lingkungan usaha rumah sakit dan sense making di organisasi PENGANTAR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM JL. BUDI KEMULIAAN NO. 1 SERAYA - BATAM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit sebagai satu sarana kesehatan yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Pelayanan Kesehatan Memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan hak dasar

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2017 KKI. Dokter dan Dokter Gigi. Penanganan Pengaduan Disiplin. Pencabutan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI,

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI, PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Rumah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai

Lebih terperinci

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018

Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018 Apa yang perlu dokter ketahui agar tidak masuk penjara? Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.F PIT IDI Tangerang 11 Februari 2018 Pendahuluan Saat ini ada beberapa kasus hukum yang melibatkan dokter maupun tenaga

Lebih terperinci

PEDOMAN KOMITE PENUNJANG MEDIS RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BINA SEHAT MANDIRI

PEDOMAN KOMITE PENUNJANG MEDIS RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BINA SEHAT MANDIRI 1. PENDAHULUAN PEDOMAN KOMITE PENUNJANG MEDIS RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BINA SEHAT MANDIRI Latar Belakang Rumah Sakit sebagai satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PSIKOLOG KLINIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

STRATEGI PENGAWASAN &PEMBINAAN PROFESI DOKTER DAN DOKTER SPESIALIS WNI/WNA DIDAERAH PADA ERA MEA

STRATEGI PENGAWASAN &PEMBINAAN PROFESI DOKTER DAN DOKTER SPESIALIS WNI/WNA DIDAERAH PADA ERA MEA STRATEGI PENGAWASAN &PEMBINAAN PROFESI DOKTER DAN DOKTER SPESIALIS WNI/WNA DIDAERAH PADA ERA MEA I.OETAMA MARSIS PB.IDI DIAJUKAN PADA RAKORNAS KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA SURABAYA, 14-16 SEPTEMBER 2016

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesi Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu menegakkan diri dan diterima oleh masyarakat sebagai seorang yang memiliki ketrampilan

Lebih terperinci

PERAN KOMITE MEDIS DALAM PEMBERIAN KEWENANGAN KLINIS PADA STAF MEDIS RS

PERAN KOMITE MEDIS DALAM PEMBERIAN KEWENANGAN KLINIS PADA STAF MEDIS RS PERAN KOMITE MEDIS DALAM PEMBERIAN KEWENANGAN KLINIS PADA STAF MEDIS RS Dr. Kuntjoro Adi Purjanto,Mkes KETUA UMUM PERSI UU NO: 44 TH 2009 TENTANG RUMAH SAKIT PASAL 36 SETIAP RUMAH SAKIT HARUS MENYELENGGARAKAN

Lebih terperinci

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U No.132, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Kedokteran. Akademik. Profesi. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA DAN MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2013 KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Surat Pernyataan. Etika Profesi. Persyaratan. Registrasi. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG SURAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Etika Profesi

Tinjauan Umum Etika Profesi ETIKA PROFESI IT Tinjauan Umum Etika Profesi 1.1. Norma Adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Menurut Sony Keraf (1991) ada dua macam norma : Norma Umum (Universal)

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum) BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN Peraturan tertulis maupun tidak tertulis, dilihat dari bidang pengaturannya, dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 25 1. Peraturan Non Hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298) I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci