BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tradisi Lisan Tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam kehidupannya. Kebiasaan tersebut dipelihara dan diajarkan kepada setiap generasi dalam masyarakatnya agar tetap dilakukan oleh generasi seterusnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat etnik dan diturunkan secara turun-temurun kepada generasi setelahnya dengan tujuan agar terjaganya nilai-nilai yang terkandung dalam kebiasaan yang dianggap dapat menuntun kehidupan masyarakat. Tradisi ini pada zaman dahulu dilakukan secara lisan karena dahulu orang jarang menuliskan aturan-aturan yang berkenaan dengan kebiasaan masyarakat. Hal ini dipandang wajar sebab aturan-aturan tersebut sudah biasa dilakukan sehingga tidak perlu lagi menuliskannya sebagai arsip. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai tradisi lisan. Vansina mengatakan bahwa tradisi lisan adalah budaya yang bersumber dari sejarah Oral traditions are historical sources of special nature (1973:1). Menurutnya tradisi lisan disebarkan melalui mulut (secara lisan). Tradisi harus dipandang sebagai dokumen bersejarah walaupun berbentuk verbal. It can be seen that the truly distinctive feature of oral tradition is : transmission by word of mouth. A tradition should be regarded as a series of historical documents, even if the documents are verbal ones (1973:21).

2 Tradisi lisan dapat diartikan sebagai kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan (non-verbal) (Sibarani, 2012:47). Djuweng (dalam Pudentia, 2008:170) mengatakan tradisi lisan menghubungkan generasi masa lalu, sekarang, dan masa depan. Dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran, perkataan, dan perilaku secara individu dan kelompok adalah implementasi senyatanya dari teks-teks lisan. Pengertian di atas sejalan dengan konsep tradisi lisan yang dinyatakan oleh Finnegan (1992:7) bahwa tradisi lisan bersifat verbal, lisan (non-written), milik masyarakat, mendasar dan bernilai (fundamental and valued), diturunkan dari generasi ke generasi (transmitted over generations). Tradisi yang bersifat lisan merupakan norma-norma adat yang hendaknya dipatuhi oleh anggota masyarakatnya. Setiap ada upacara adat, aturan dalam upacara itu dilakukan sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang sebelumnya. Pada kenyataannya zaman berkembang diikuti kemajuan teknologi, sehingga mulailah para anak muda dan anggota masyarakat suatu etnik secara sadar maupun tidak sadar mulai melupakan kebiasaan dalam adat. Kalaupun dikatakan tidak melupakan, paling tidak telah terjadi pengurangan atau penyederhanaan aturan dalam pelaksanaan upacara adat dalam masyarakat tersebut. Mulailah para cendekiawan dalam masyarakat menuliskan tradisi mereka untuk diajarkan kepada anak cucu mereka agar dapat terus dilakukan. Zaman sekarang dapat dijumpai berbagai sumber yang diperlukan untuk mempelajari tradisi lisan. Sibarani (2012:7-8) mengatakan wacana tradisi lisan tidak

3 hanya berupa cerita dongeng, mitologi, dan legenda dengan berbagai pesan di dalamnya, tetapi juga mengenai sistem kognitif masyarakat, sumber identitas, sarana ekspresi, sistem religi dan kepercayaan, pembentukan dan peneguhan adat-istiadat, sejarah, hukum, pengobatan, keindahan, kreativitas, asal-usul masyarakat, dan kearifan lokal dalam komunitas dan lingkungannya. Tradisi lisan banyak dijumpai dalam setiap upacara adat, seperti upacara kelahiran anak, upacara perkawinan, upacara keberhasilan dalam pendidikan dan pekerjaan, upacara memasuki rumah baru, dan upacara memohon sesuatu kepada Yang Maha Kuasa. Tradisi tersebut biasanya dipengaruhi oleh agama dan kepercayaan masyarakat pengikutnya. Masyarakat Angkola mayoritas menganut agama Islam. Dengan demikian, pelaksanaan upacara perkawinan adat dilakukan berdasarkan aturan yang ada dalam agama Islam dan sesuai dengan tradisi perkawinan yang ada dalam masyarakat Angkola. Hal ini tidak menjadi perdebatan dalam masyarakat dan tidak pula dianggap salah, mengingat bahwa setiap orang berhak atas kepercayaan yang dimilikinya, namun tetap menjaga tradisi yang diwariskan oleh generasi sebelumnya karena dalam tradisi terkandung nilai-nilai kebaikan yang dapat dijadikan modal dan tuntunan dalam kehidupan bermasyarakat. Sibarani (2012:43-46) menyebutkan ada beberapa ciri tradisi lisan, yaitu : 1. Merupakan kegiatan budaya, kebiasaan atau kebudayaan berbentuk lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan. 2. Memiliki kegiatan atau peristiwa sebagai konteks penggunaannya. Oleh karena tradisi lisan terkait pada konteks peristiwa, tradisi lisan memiliki tempat kejadian dan situasi kejadian.

4 3. Dapat diamati dan ditonton orang atau dipertunjukkan dalam suatu konteks peristiwa tertentu. 4. Bersifat tradisional, untuk mengidentifikasi sebuah kebiasaan apakah termasuk tradisi lisan atau tidak. Ciri tradisional ini menyiratkan bahwa tradisi lisan harus mengandung warisan etnik, baik murni bersifat etnis maupun kreasi baru yang ada unsur etnisnya. 5. Diwariskan secara turun-temurun, dari satu generasi ke generasi lain. 6. Proses penyampaian dari mulut ke telinga. Ciri inilah yang menjadikan kebiasaan atau budaya bukan lisan (non-verbal culture) tergolong tradisi lisan karena budaya bukan lisan itu, seperti adat-istiadat, disampaikan orang tua dari mulut melalui berbicara sampai ke telinga anak-anaknya melalui mendengar. 7. Mengandung nilai-nilai dan norma-norma budaya, berupa kearifan lokal atau kearifan yang bermanfaat untuk masyarakat setempat. 8. Memiliki versi-versi atau varian, yaitu bentuk-bentuk yang berbeda. Kalau perbedaan itu kecil disebut varian, tetapi kalau perbedaan itu besar, bahkan melampaui bahasa dan bentuk, disebut versi. 9. Milik bersama komunitas tertentu atau masyarakat secara kolektif karena sifatnya yang lisan dan anonim. 10. Berpotensi direvitalisasi dan diangkat sebagai sumber industri budaya. 2.2 Tahapan Perkawinan dalam Adat Angkola Pesta perkawinan dalam masyarakat Angkola diawali dengan acara pernikahan. Pernikahan dalam masyarakat Angkola dilakukan menurut agama yang dianut. Setelah selesai acara pernikahan yang ditandai dengan akad nikah, maka dilaksanakanlah

5 serangkaian acara perkawinan menurut adat Angkola. Perkawinan dalam adat Angkola disebut pabuat boru. Pabuat boru maksudnya adalah mengambil anak perempuan (anak gadis) dari suatu keluarga yang disetujui dengan cara baik-baik dan sesuai dengan norma adat untuk dibawa oleh suatu keluarga dengan tujuan menjadikannya sebagai anggota keluarga yang mengambilnya. Dikatakan mengambil yakni mengambil dengan cara dinikahi secara sah untuk dijadikan isteri bagi anak laki-laki dari pihak keluarga yang mengambil. Tata cara pengambilan inilah yang disebut dengan istilah pabuat boru. Ada beberapa tahapan acara yang harus dilaksanakan dalam acara pabuat boru. berikut: Tahapan perkawinan adat (pabuat boru) dalam etnik Angkola adalah sebagai Pertama, acara mangalap boru, yakni menjeput pengantin wanita. Hari untuk pelaksanaan mangalap boru telah ditentukan dan disepakati bersama oleh pihak keluarga wanita dan keluarga laki-laki. Pada hari tersebut pihak keluarga pengantin lakilaki telah bersiap untuk mangalap boru. Rombongan pengantin laki-laki berangkat menuju rumah pengantin wanita. Sesampainya mereka di rumah keluarga pengantin wanita, mereka dihidangkan pulut dengan intinya. Setelah makan pulut, pihak keluarga laki-laki menyampaikan maksud kedatangan mereka, yaitu untuk mangalap boru (menjeput anak perempuan) untuk dibawa ke rumah keluarga pengantin laki-laki. Pihak keluarga pengantin wanita menerima maksud mereka dengan senang hati. Kedua, acara markobar adat, yakni persidangan adat yang dipimpin oleh raja panusunan. Raja panusunan adalah salah satu fungsionaris adat dalam masyarakat Angkola. Fungsionaris yang lain adalah raja pamusuk, namora, dan natoras. Disebut

6 fungsionaris karena merekalah yang bertanggung jawab untuk mengadakan musyawarah adat dan mengambil keputusan. Dalam acara markobar adat disampaikanlah maksud dan tujuan acara adat tersebut diadakan. Pihak keluarga lakilaki bermohon agar nantinya boru na ni oli (pengantin wanita) dapat dibawa ke dalam keluarga mereka secara adat. Kemudian pihak keluarga wanita menerima permohonan keluarga laki-laki. Maka sahlah ikatan yang dijalin oleh kedua pengantin secara adat. Ketiga, acara mangalehen mangan atau mangan pamunan, yakni memberi makan si anak gadis (pengantin wanita) oleh orang tuanya. Makanan yang diberikan disebut upa-upa, yakni makanan tertentu yang telah disiapkan khusus untuk mangupa pengantin. Upa-upa tersebut memiliki makna tertentu yang berhubungan dengan kehidupan pengantin nantinya. Semua makanan itu merupakan lambang permohonan kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, agar badan dan tondi (jiwa) yang disuguhi upa-upa senantiasa sehat, tegar, dan kuat serta dianugerahi anak dohot boru (anak laki-laki dan anak perempuan). Keempat, acara pasahat boru, yakni penyerahan keselamatan pengantin wanita dari orang tuanya kepada suaminya. Pengantin wanita diserahkan secara adat oleh orang tua kepada pengantin laki-laki dan keluarganya untuk dibawa ke rumah suaminya. Pada acara inilah disampaikan kata-kata nasihat kepada kedua pengantin untuk bekal hidup mereka, karena mereka adalah suami isteri yang baru akan menjalani kehidupan rumah tangga. Ibu kandung pengantin wanita adalah orang yang pertama kali menyampaikan kata-kata nasihat, terutama kepada anak gadisnya yang akan pergi darinya. Kemudian disusul oleh anggota keluarganya. Setelah semua selesai berbicara, pengantin wanita diberangkatkan beserta barang-barang bawaannya. Rumah orang tuanya sekarang tidak

7 lagi menjadi tempat tinggalnya. Rumahnya kini adalah rumah suaminya. Di sinilah saatsaat yang mengharukan terjadi, yakni perpisahan ibu dengan anak gadisnya. Kelima, acara mangambat boru na langka matobang, yakni menghambat anak gadis yang menikah (berumah tangga), maksudnya adalah pengantin wanita. Mangambat boru merupakan rangkaian acara adat dalam rangka melepas keberangkatan pengantin wanita yang dibawa oleh pengantin laki-laki dan keluarganya. Acara mangambat boru ini dilakukan oleh anak laki-laki dari namboru pengantin wanita. Dengan kata lain, pengantin wanita adalah boru tulang dari laki-laki yang menghambat keberangkatan itu. Acara tersebut memberi makna bahwa pengantin wanita memiliki anak namboru yang selama ini ikut menjaganya sebelum dia menikah dan dibawa oleh suaminya. Setelah pihak anak boru diberi uang tebusan sebagai pengobat duka atas kepergian boru tulangnya, maka pengantin laki-laki diperbolehkan membawa pengantin wanita. 2.3 Tradisi Pasahat Boru Pasahat boru adalah penyerahan segala tanggung jawab tentang keselamatan pengantin wanita dan barang-barang miliknya dari orang tuanya kepada pengantin lakilaki dan keluarganya. Pasahat boru merupakan bagian dari upacara perkawinan adat dalam masyarakat Angkola. Sebelum menikah, seorang gadis berada dalam asuhan dan tanggung jawab orang tuanya. Setelah menikah, tanggung jawab atas dirinya berpindah kepada suaminya. Acara pasahat boru ini merupakan acara pemberangkatan boru (pengantin wanita) menuju rumah suami dan mertuanya. Acara tersebut dilaksanakan pada sore hari setelah acara akad nikah dan pesta menjamu para tamu selesai. Pada

8 acara inilah pihak keluarga pengantin wanita menyerahkan anak gadisnya (pengantin wanita) kepada keluarga pihak laki-laki untuk dibawa ke rumah mereka secara terhormat. Setiap upacara perkawinan sangat penting, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi anggota keluarga dan kerabat kedua belah pihak pengantin sehingga dalam proses pelaksanaannya harus memerhatikan serangkaian aturan atau tata cara yang sudah ditentukan secara adat berdasarkan hukum-hukum agama (Sinar, 2011:50-51). Di daerah Padangsidimpuan, karena letaknya yang berdekatan dengan daerah Tapanuli Selatan, sampai sekarang perkawinan yang dianggap ideal adalah perkawinan adat (perkawinan yang dilaksanakan menurut adat) dan dipadu dengan norma agama. Dalam masyarakat Angkola upacara perkawinan adat yang biasa dilaksanakan disebut pabuat boru (membawa anak gadis atau pengantin wanita). Tradisi pasahat boru merupakan salah satu bagian dalam acara pabuat boru. Pada pelaksanaan acara pasahat boru disediakan pula upa-upa untuk mangupa kedua pengantin yang akan berangkat ke rumah baru. Acara mangupa tersebut disebut mangalehen mangan atau mangan pamunan (memberi makan kedua pengantin). Acara mangan pamunan ini merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari acara pasahat boru, karena acara mangan pamunan dan pasahat boru merupakan rangkaian acara yang disatukan pelaksanaanya pada waktu yang bersamaan, yakni pada waktu pemberangkatan pengantin wanita menuju ke rumah suaminya. Hal ini dilakukan sebagai simbol bahwa orang tualah yang selama ini membesarkan dan memberi makan mereka. Caranya dilakukan dengan menyuapi kedua pengantin makanan oleh kedua orang tua dan anggota keluarga. Upa-upa diberikan dengan alasan bahwa inilah puncak

9 pernyataan kasih sayang orang tua kepada anak gadisnya. Sejak dia lahir, masa anakanak, masa remaja, sampai tiba masanya dia menikah, orang tuanyalah yang memberikan kasih sayang yang tiada tara. Anak gadisnya pun telah mendapatkan kasih sayang yang tidak terlupakan. Selesai disuapi makan, maka dilaksanakanlah acara markobar (memberi katakata nasihat) kepada kedua pengantin. Di sinilah dilaksanakan acara pasahat boru, yaitu menyerahkan keselamatan anak gadis yang selama ini berada dalam tanggung jawab orang tuanya kepada suami anaknya. Penyerahan tersebut dilakukan dengan menyampaikan kata-kata yang berisi tentang penyerahan anak gadis mereka (pengantin wanita) kepada pihak keluarga pengantin laki-laki. Jadi, segala hak dan kewajiban anak gadis mereka berpindah dari orang tuanya kepada suaminya dan keluarga suaminya, yang kemudian disebut sebagai mertuanya. Para pemberi nasihat membekali kedua pengantin dengan petunjuk-petunjuk sebagai bekal hidup dan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam berumah tangga. Nasihat tersebut diberikan agar kedua pengantin yang sudah resmi menjadi suami isteri mempunyai kemampuan mengatasi masalah dalam kehidupan berumah tangga nanti. Mereka juga mendoakan keselamatan bagi pengantin yang akan memulai hidup baru. Acara pasahat boru dibuka oleh orang yang ditunjuk oleh ketua adat. Yang disampaikan antara lain adalah : Dina pabagas boru, dipatidahon do godang ni roha. Muda anak dipajae, muda boru dipaebat. Tahi ni napabagaskon samo doi, dohot tahi ni naharoan boru. Cuma dinapabagaskon, disadiahon ma dohot barang siobanon, tambana upa-upa lalu disorahon. Adong muse na mandongkon mangalehen mangan. Artinya : Pada waktu menikahkan anak perempuan (anak gadis), berbesar hatilah kita (bahagia). Kalau anak laki-laki menikahi (maksudnya menikahi anak gadis kemudian

10 hidup mandiri), kalau anak perempuan dinikahi (setelah menikah maka dibawa oleh suaminya ke rumah yang baru). Musyawarah (memberi kata-kata nasihat) pada acara perkawinan di rumah pengantin wanita sama dengan acara perkawinan di rumah pengantin laki-laki. Hanya saja sewaktu acara perkawinan di rumah pengantin wanita, disediakanlah barang-barang bawaan pengantin wanita, ditambah upa-upa. Kemudian baru diserahkan (kepada pengantin laki-laki). Dengan kata lain upa-upa itu disebut juga memberi makan pengantin wanita. Orang yang pertama memberikan kata-kata nasihat adalah ibu kandung pengantin wanita inanta. Pilihan ini dilakukan untuk menghormati kaum wanita. Ibu adalah orang yang mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan sampai anak gadisnya menikah. Beberapa kalimat yang disampaikannya adalah : Antong jadi boti mada inang, baen na giot kehe maho langka matobang, manopotkon sitopotonmu. Ho inang na danak dope, malo-malo ho mamasukkon diri, dohot mambuat roha ni namborumu. Ulang hami inang mambege naso tupa. Dison tarpayak dijolomu piramanuk na dihobolan, songoni salin-salinmu tu usaho, songoni pinggan panganan dohot lage, anso malo ho inang manduruk koum. Artinya : Anakku, sekarang engkau sudah menikah (berumah tangga), mendapatkan tambatan hatimu. Dirimu Nak, masih anak-anak (muda), pandai-pandailah engkau memasukkan diri, dengan cara menyenangkan hati ibu mertuamu. Jangan sampai kami dengar Nak, hal yang tidak enak. Di sini disediakan telur ayam di hadapanmu, supaya seperti ayam itulah rajinmu berusaha. Ada pula piring dan makanan, supaya pandai engkau Nak, bermasyarakat. Pengantin wanita diserahkan oleh keluarganya kepada pihak keluarga laki-laki beserta barang-barang bawaannya, seperti perlengkapan pribadi dan perlengkapan rumah tangga. Perlengkapan yang dimaksud antara lain seperti kasur atau tikar beserta

11 bantal, sejumlah pakaian dan kain, piring dan gelas, beberapa peralatan memasak seperti kompor, periuk, kuali, dan oleh-oleh berupa makanan. Pihak pengantin laki-laki pun menerima dengan senang hati untuk membawa pengantin wanita (menantu mereka) ke rumah mereka. Pada saat pemberangkatan biasanya pengantin wanita dan ibunya akan menangis. Tangisan itu menunjukkan bahwa pengantin wanita merasa sedih meninggalkan orang tua dan rumahnya beserta semua keluarga. Ini adalah tanda bahwa dia sangat mencintai orang tua dan keluarganya. Dia merasa berat untuk berpisah namun keadaanlah yang mengharuskan dia pergi meninggalkan rumah orang tuanya. Begitu pula ibunya, menangis menahan rasa haru karena anak kesayangannya akan pergi dari sisinya. 2.4 Teks, Konteks, dan Koteks Tradisi Lisan Teks Tradisi Lisan Penelitian tentang tradisi lisan berhubungan erat dengan kebudayaan dan bahasa (antropolinguistik). Oleh karena itu, aspek-aspek yang akan diteliti adalah terkait dengan teks, konteks, dan koteks. Sibarani (2004:52) mengatakan bahwa kajian antropolinguistik mengajak orang Indonesia untuk memahami budaya Indonesia lewat ucapan lisan sebagai ungkapan hati nuraninya dan lewat teks tertulis sebagai warisan pendahulunya. Konsep teks yang digunakan untuk mengkaji tradisi pasahat boru ini adalah struktur wacana Van Dijk yang disesuaikan dengan teks tradisi lisan. Van Dijk menyebutkan bahwa ada tiga kerangka struktur teks, yakni struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Struktur makro merupakan makna global atau makna

12 umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik atau tema dari suatu teks. Tema teks bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa. Itulah alasannya teks tidak dapat dipisahkan dari konteks. Dengan kata lain, analisis struktur makro dalam teks tradisi lisan merupakan analisis teks yang dipadukan dengan koteks dan konteksnya untuk memperoleh gagasan inti atau tema sentral. Superstruktur atau struktur alur adalah kerangka suatu teks yang mencakup struktur dan elemen teks dalam pembentukan teks secara utuh. Sebuah teks termasuk teks tradisi lisan secara garis besar tersusun atas tiga elemen, yaitu pendahuluan, bagian tengah, dan penutup. Kajian struktur alur tradisi lisan akan menghasikan skema tradisi lisan mulai dari permulaan, bagian tengah, dan penutup. Struktur mikro adalah struktur teks secara linguistik teoretis, mencakup tataran bunyi, kata, kalimat, wacana, makna, dan gaya bahasa. Tataran tersebut dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan analisis dan sesuai dengan karakteristik teks tradisi lisan yang dikaji (Sibarani, 2012:316). Dalam penelitian ini, yang merupakan teks adalah kata-kata dan kalimat yang diucapkan oleh pelaku yang diteliti, dalam hal ini orang-orang yang memberi kata-kata nasihat kepada kedua pengantin pada waktu pelaksanaan acara adat tersebut (pada waktu markobar). Tentunya kata-kata dan kalimat yang diucapkan masih dalam bahasa daerah, yakni bahasa Angkola, karena acara itu merupakan acara adat. Bahasa daerah tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu agar maksudnya dapat dipahami. Hal ini dilakukan karena bahasa daerah tidak semuanya dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa daerah memiliki nilai-nilai yang luhur yang tidak dapat diartikan sewenang-wenang. Di sinilah perlunya teks lisan tersebut ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan terlebih dahulu, dengan tujuan untuk memudahkan penganalisisan.

13 2.4.2 Konteks Tradisi Lisan Berbicara mengenai teks dalam kajian tradisi lisan akan melibatkan konteks, karena teks dalam tradisi lisan tidak dapat dilepaskan dari konteksnya. Teori konteks diperkenalkan oleh seorang pakar antropologi budaya, yakni Malinowski. Konsep tentang konteks itu harus menembus ikatan-ikatan yang hanya bersifat kebahasaan dan harus diteruskan kepada analisis terhadap kondisi-kondisi umum yang memayungi ketika bahasa itu dituturkan. Menurut Malinowski (dalam Sinar, 2010:65) interaksi konteks sosial terjadi dalam dua strata, yaitu konteks situasi dan konteks budaya dan menganggap teks yang disebut sebagai ujaran hanya bisa dipahami jika berkaitan dengan dua strata tersebut. Pandangan Malinowski di atas kemudian dikembangkan oleh Firth dengan melengkapkan konsep konteks situasi yang terdiri dari empat konsep, yaitu pelibat participant, aktivitas verbal/nonverbal verbal/nonverbal action, situasi yang relevan relevant situation, dan implikasi implication. Adapun menurut pendapat Halliday (2007:258), konteks sosial merupakan sebuah struktur semiotik yang diinterpretasikan ke dalam tiga variabel, yaitu field, tenor, dan mode. Sosial context is a semiotic structure which we may interpret in terms of three variabels : a field of sosial process, a tenor of sosial relationship, and a mode of symbolic interaction. Ketiga variabel tersebut dapat diartikan dengan : 1. Field merupakan medan, yakni apa yang dibicarakan dalam interaksi. 2. Tenor merupakan pelibat, yakni siapa yang terkait atau terlibat dalama interaksi. 3. Mode merupakan cara, yakni bagaimana interaksi dilakukan.

14 Sistem konteks sosial berada pada tingkat semiotik konotatif bahasa yang terdiri dari konteks situasi, konteks budaya, dan konteks ideologi (Sinar, 2010:54). Sedangkan menurut Saragih (2002:193), yang dimaksud dengan konteks merupakan tempat peristiwa terjadinya teks. Konteks berfungsi menentukan makna suatu ujaran, tuturan, dan teks/wacana. Artinya bila terjadi perubahan konteks, mengakibatkan perubahan makna. Berdasarkan pandangan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dalam memahami konteks. Oleh karena konteks dalam kajian tradisi lisan sangat berkaitan erat dengan teks, maka suatu teks tidak dapat dikaji tanpa konteks. Dalam penelitian tradisi pasahat boru, konteks merupakan unsur yang perlu diamati sehingga pemaknaan tradisi tersebut dapat dilihat secara keseluruhan. Sibarani (2012:324) mengatakan ada empat jenis konteks dalam kajian tradisi lisan, yaitu konteks budaya, konteks sosial, konteks situasi, dan konteks ideologi, untuk memahami makna, maksud, pesan, dan fungsi tradisi lisan, dan untuk memahami nilai dan norma budayanya serta kearifan lokal yang diterapkan. Oleh karena itu, penulis menggunakan konsep konteks yang dikemukakan oleh Sibarani. Konteks kajian pasahat boru ini adalah pada upacara perkawinan adat. Konteks budaya mengacu pada tujuan budaya yang menggunakan suatu teks, yakni peristiwa budaya apa yang melibatkan tradisi lisan itu. Sebuah tradisi lisan dalam konteks budaya yang berbeda akan memiliki makna, pesan, dan fungsi yang berbeda. Konteks sosial mengacu pada faktor-faktor sosial yang memengaruhi atau menggunakan teks, yakni siapa saja yang terlibat dalam teks itu, seperti pelaku, pengelola, penikmat, dan komunitas pendukungnya. Konteks situasi mengacu pada

15 waktu, tempat, dan cara penggunaan teks, yakni kapan, dimana, dan bagaimana suatu teks dituturkan. Konteks ideologi mengacu pada kekuasaan atau kekuatan apa yang memengaruhi dan mendomonasi suatu teks, seperti paham, aliran, kepercayaan, keyakinan, dan nilai yang dianut bersama oleh masyarakat. Ideologi merupakan suatu konsep sosial yang menyatakan apa yang harus atau tidak dikerjakan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, konteks ideologi menyangkut nilai dan sudut pandang yang dianut Koteks Tradisi Lisan Koteks adalah tanda-tanda yang ada dalam teks tradisi lisan berupa paralinguistik, kinetik, proksemik, dan unsur material yang berfungsi untuk memperjelas pesan atau makna suatu teks (Sibarani, 2012:319). Dalam penelitian ini yang merupakan koteks adalah unsur material. Unsur material yang ada dalam tradisi pasahat boru ini adalah barang dan benda yang disediakan untuk perangkat kelengkapan adat tersebut. Perangkat tersebut merupakan benda-benda simbolik yang mengandung makna tertentu dalam masyarakat Angkola. Oleh karena itu, untuk mengkaji koteks dalam penelitian tradisi pasahat boru ini digunakan teori semiotika. Semiotika adalah kajian tentang tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Segala yang ada dalam kehidupan manusia dapat disebut sebagai tanda. Tanda tersebut harus diberi makna agar dapat dipahami oleh manusia sebagai pelaku kehidupan. Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda yang berbentuk verbal maupun nonverbal. Manusia yang hidup dalam suatu komunitas disebut masyarakat.

16 Setiap masyarakat memiliki kebudayaan. Semiotika sebagai ilmu dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan. Semiotika melihat berbagai gejala dalam suatu kebudayaan sebagai tanda yang dimaknai masyarakatnya. Kebudayaan dilihat oleh semiotika sebagi suatu sistem tanda yang berkaitan satu sama lain dengan cara memahami makna yang ada di dalamnya, dan keterkaitan itu bersifat konvensional (Hoed, 2011:5). Kajian semiotika bermanfaat dalam memahami interaksi sosial. Dengan demikian kajian semiotika bermanfaat untuk pengkajian budaya. Arti atau makna suatu semiotika tidak langsung didapat atau keluar secara langsung dari satu penanda tetapi merupakan kreasi atau interaksi antarorang atau antara pemberi tanda dan penerima tanda. Dengan kata lain, arti suatu tanda ditentukan oleh dinamika pengguna atau masyarakat pemakai bahasa. Saragih (2012:1) mengatakan bahwa tanda berperan penting dalam kehidupan manusia karena kehidupan manusia penuh dengan dan diliputi oleh tanda. Cakupan tanda sangat luas, mulai dari tanda kehidupan sampai ke tanda kematian dan dari tanda keberuntungan sampai ke tanda kerugian, dan lain sebagainya. Pakar semiotika yang terkenal adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Ferdinand de Saussure memperkenalkan tanda dengan istilah signifiant/signifier dan signifie/signified. Signifier diartikan sebagai penanda, yaitu bentuk yang menandai sesuatu. Signified diartikan sebagai petanda, yaitu makna yang terkandung dalam sesuatu yang ditandai. Tanda dilihat sebagai pertemuan antara bentuk yang tercitra dalam kognisi seseorang dan makna yang dipahami oleh manusia pemakai tanda. Dengan demikian semua yang ada dalam kehidupan dilihat sebagai bentuk yang memiliki makna tertentu. De Saussure (dalam Hoed, 2011:1) mengatakan bahwa tanda merupakan sesuatu yang menstruktur (proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda

17 dan petanda) dan terstruktur (hasil proses tersebut) di dalam kognisi manusia. Hubungan antara bentuk dan makna tidak bersifat pribadi, tetapi bersifat sosial, yakni didasari oleh kesepakatan atau konvensi sosial. Dalam menganalisis koteks pada tradisi pasahat boru ini, teori yang digunakan adalah teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce. Pierce mengemukakan teori segitiga makna yang terdiri dari tiga unsur, yakni representamen, objek, dan interpretan. Representamen adalah bentuk yang menyatakan tanda (disebut penanda). Objek adalah sesuatu yang berada di luar tanda yang menjadi referensi dari tanda atau acuan. Interpretan adalah makna yang terkandung dalam penanda. Interaksi antara representamen, objek, dan interpretan disebut semiosis. Proses semiosis menurut Pierce terjadi dengan tidak terbatas. Di samping makna yang telah disepakati bersama oleh masyarakat, manusia juga memaknai tanda dengan kemampuan logika berpikirnya. Segitiga Makna Objek Representamen Interpretan Gambar 1. Hubungan antara representamen, objek, dan interpretan. Pierce mengatakan bahwa semua gejala (alam dan budaya) harus dilihat sebagai tanda. Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga unsur, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Pierce membedakan

18 tiga jenis tanda, yakni indeks, ikon, dan simbol. Indeks adalah tanda yang muncul dari hubungan sebab akibat antara penanda dan petanda. Ikon adalah tanda yang muncul dari perwakilan fisik yang mengisyaratkan petandanya. Simbol adalah tanda yang muncul dari kesepakatan (konvensi) masyarakat. Prinsip dasarnya ialah bahwa tanda bersifat representatif, yaitu tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain (something that represents something else) (Pierce dalam Hoed, 2011:46). Pierce mengemukakan bahwa pemaknaan suatu tanda bertahap-tahap, yakni pertama saat tanda dipahami secara prinsip saja, kedua secara individu, dan ketiga tetap sebagai suatu konvensi, sehingga dalam suatu kebudayaan kadar pemahaman tanda tidak sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan tersebut (dalam Hoed, 2012:47). Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda (Santosa, 1993:10) dan (Pudentia, 2008:323). Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda, ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Menurut Peirce (dalam Santosa, 1993:10) pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang tidak dapat ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatisme. Seorang penafsir berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipahaminya. Oleh karena itu, seorang penafsir harus jeli dan cermat. Sesuatu dilihat dari tiga jalur logika, yaitu hubungan penalaran dengan jenis penandanya, hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya, dan hubungan pikiran dengan jenis petandanya. Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

19 Bagan 1. Pembagian Tanda Ground/ representamen : tanda itu sendiri sebagai perwujudan gejala umum. Qualisign: terbentuk oleh suatu kualitas yang merupakan suatu tanda, misalnya: keras suara sebagai tanda, warna hijau. Sinsign/tokens: terbentuk melalui realitas fisik. Misalnya : rambu lalu lintas. Legisign: Hukum atau kaidah yang berupa tanda. Setiap tanda konvensional adalah legisign, misalnya: suara wasit dalam pelanggaran. Objek/ referent: yaitu apa yang diacu. Ikon: tanda yang penanda dan petandanya ada kemiripan. Misalnya: foto, peta. Index: hubungan tanda dan objek karena sebab akibat. Misalnya: asap dan api. Symbol: hubungan tanda dan objek karena kesepakatan / suatu tanda yang penanda atau petandanya arbitrer konvensional. Misalnya: bendera, kata-kata. Interpretant: tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima. Rheme: tanda suatu kemungkinan atau konsep, yaitu yang memungkinkan menafsirkan berdasarkan pilihan, misalnya: mata merah bisa baru menangis, tapi bisa juga yang lain. Dicent sign: tanda sebagai fakta/ pernyataan deskriptif eksistensi aktual suatu objek, mis : tanda larangan parkir adalah kenyataan tidak boleh parkir. Argument: tanda suatu aturan, yang langsung memberikan alasan, mis : gelang akar bahar dengan alasan kesehatan. Sumber: Sobur (2004) Teori semiotika ini digunakan untuk menganalisis makna yang terdapat pada pelaksanaan acara pasahat boru dalam upacara perkawinan adat Angkola. Selanjutnya mencakup makna benda-benda (barang-barang bawaan boru), perangkat yang digunakan sebagai media upacara (dalam upa-upa), dan makna bahasa verbal (dalam markobar). 2.5 Kearifan Lokal Kearifan lokal atau local wisdom, dalam pengertian kamus, terdiri dari dua kata, yaitu local dan wisdom. Local artinya tempat atau setempat, wisdom artinya

20 kebijaksanaan. Kebijaksanaan dapat disejajarkan maknanya dengan kata kearifan. Dengan demikian kata local wisdom dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan kata kearifan lokal, yakni kebijaksanaan setempat. Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah dipahami bahwa kearifan lokal merupakan nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam suatu tradisi etnik yang bersifat bijaksana untuk digunakan masyarakat setempat sebagai norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi pasahat boru mengandung aspek-aspek yang menunjukkan kearifan lokal masyarakat Angkola. Oleh karena itu, kearifan lokal dipandang perlu untuk dijadikan pembelajaran oleh para pemuda etnik Angkola. Pada umumnya, pemuda kurang memahami tradisi dan budayanya karena tidak dipelajari secara khusus seperti layaknya pembelajaran di sekolah. Pembelajaran mengenai tradisi diturunkan oleh orang tua atau yang dituakan dalam masyarakat kepada generasi penerus, yakni pemuda. Oleh karena itu, pemuda yang mulai meniti rumah tangga, dalam hal ini menikah (kawin), sepantasnya memahami tradisinya, karena dalam tradisi terkandung kearifan lokal. Menurut Sinar (2011:4) kearifan lokal merupakan pembentuk identitas yang inheren sejak lahir, mampu menumbuhkan harga diri dan percaya diri, meningkatkan martabat bangsa dan negara. Pembelajarannya tidak memerlukan pemaksaan. Keterlibatan masayarakat dalam penghayatan kearifan lokal kuat. Adapun kearifan lokal tradisi masyarakat menurut Sibarani (2012: ) menunjukkan kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotongroyong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan,

21 kedamaian, sopan santun, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur. Kondisi masyarakat sekarang mulai berubah karena adanya dinamika dan pengaruh globalisasi, sehingga kearifan lokal pun mulai pudar. Kearifan lokal sejatinya menjadi modal dalam membangun masyarakat yang cerdas dalam berperilaku dan berbudaya, sebab kearifan lokal dibangun di atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Dengan demikian, kearifan lokal dijadikan sebagai pedoman dan pengatur tatanan kehidupan bermasyarakat. 2.6 Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian dalam tulisan ini diantaranya pernah ditulis dalam bentuk tesis. Penelitian ini menggunakan teori semiotika untuk mengkaji perangkat yang terdapat pada tradisi yang menjadi objek penelitian. Oleh karena itu, penelitian yang relevan dengan itu pernah ditulis oleh Sabriandi Erdian dengan judul Analisis Semiotik Syair-syair Upacara Kematian Etnis China di kota Medan (2008). Kajian ini menggunakan teori semiotika menurut Charles Sanders Pierce, Ferdinand de Saussure, dan Charles Morris. Dengan dasar mendukung untuk menjelajah dan mendeskripsikan syair-syair upacara kematian etnis China terdapat unsur-unsur bentuk, fungsi, makna, isi, struktur bahasa dan kesusastraan. Begitu juga halnya dengan wacana bahasa untuk syair-syair upacara dapat untuk memproyeksikan bahasa dalam konteks sosial. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa proses upacara kematian etnis China berlangsung dalam empat tahap, yakni sebelum masuk peti, upacara masuk peti dan penutupan peti, upacara pemakaman, dan sesudah pemakaman. Keempat prosesi upacara ini dilakukan

22 oleh saekong di rumah, balai persemayaman, atau di rumah sakit. Tanda dan penanda upacara kematian ini memiliki khasanah bahasa dan wacana kesusastraan dalam adat dan kebudayaan etnis China yang terdapat di kota Medan. Penelitian yang dilakukan oleh Yusni Khairul Amri (2011) berjudul Tradisi Lisan Upacara Perkawinan Adat Tapanuli Selatan : Pemahaman Leksikon Remaja di Padangsidimpuan. Penelitian tersebut mengaitkan dua variabel, yakni mengenai tradisi lisan upacara perkawinan adat dan pemahaman leksikon remaja tentang kosa kata yang terdapat pada tradisi tersebut. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa sampai sekarang masyarakat Padangsidimpuan masih tetap melaksanakan tradisi tersebut tetapi ada sedikit pergeseran. Ini dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat Padangsidimpuan dalam menyelenggarakan pesta perkawinan yang dahulu bisa memakan waktu sampai tujuh hari, tapi sekarang hanya satu hari saja. Adapun mengenai hasil pemahaman leksikon tidak ditampilkan dalam penjelasan ini karena tidak terkait dengan penelitian penulis. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian penulis adalah tesis yang ditulis oleh Mery T. Hutagaol dengan judul Tradisi Andung pada Masyarakat Batak Toba : Kajian Tradisi Lisan (2012). Beliau menjelaskan bahwa tradisi andung pada upacara kematian masyarakat Batak Toba mulai hilang dan punah serta dipengaruhi oleh perkembangan zaman akibat beberapa faktor, yaitu agama, pendidikan, budaya modern, dan sifat yang ekonomis. Hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa fungsi dan makna juga bergeser. Nilai budaya yang terdapat dalam tradisi andung yakni hagabeon, hasangapon, hamoraon, dan nilai kekerabatan.

23 Penelitian tentang tradisi juga dilakukan oleh Donna Handayani dengan judul Tradisi Ritual Lukah Gilo pada Masyarakat suku Bonai provinsi Riau (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tradisi lukah gilo yang dimiliki oleh masyarakat suku Bonai merupakan sebuah tradisi yang unik dan banyak mengandung kekuatan magis di dalam pertunjukannnya. Lukah gilo merupakan suatu tradisi masyarakat suku Bonai yang keberadaannya hingga saat kini masih terpelihara dengan sangat baik. Tradisi ini sering dipertunjukkan oleh masyarakat Melayu lainnya untuk memperlihatkan jati diri mereka sebagai masyarakat Melayu Riau. Penelitian yang dilakukan oleh Edy siswanto (2012) berjudul Kajian Semiotika Budaya terhadap Syair Dendang Siti Fatimah pada Upacara Mengayun Anak Masyarakat Melayu Tanjung Pura. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa tahap pembacaan semiotik tingkat pertama (pembacaan heuristic) membuahkan sebuah heterogenitas yang tidak gramatikal, terkoyak-koyak, dana tidak terpadu seolaholah tidak adaa kesinambungan antara baris demi baris atau lirik demi lirik. Akan tetapi, setelah diadakan pembacaan yang lebih jauh melalui pembacaan semiotika tingkat kedua (pembacaan hermeneutic) diperoleh sebuah makna yang padu tentang ini, sasaran dan tujuan dari setiap pembacaan syair dengan fungsi yang berbeda-beda. Matriks dan model yg terdapat pada setiap syair merupakan hasil inti dari makna yang terkandung di dalamnya. Penelitian yang menggunakan kajian semiotika juga pernah dilakukan oleh Risman Arbi Sitompul dengan judul Tradisi Lisan Baralek Gadang pada Upacara Perkawinan Adat Sumando Masyarakat Pesisir Sibolga: Pendekatan Semiotik Sosial (2013). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa makna semiotik sosial yang terkandung pada tradisi lisan baralek gadang bergeser karena dipengaruhi oleh konteks

24 sosial meliputi konteks situasi dan konteks budaya. Konteks situasi dipengaruhi oleh medan (field), pelibat (tenor), sarana (mode). Tradisi ini mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang berguna untuk menata hidup masyarakat di Pesisir Sibolga. 2.7 Klarifikasi Istilah Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah etnis Angkola yang digunakan dalam upacara perkawinan adat. Untuk memperjelas dan memudahkan para pembaca dalam memahami maksud istilah tersebut, berikut ini beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini beserta maknanya : (1) Pasahat boru adalah penyerahan segala tanggung jawab tentang keselamatan pengantin wanita dan barang-barang miliknya dari orang tuanya kepada pengantin laki-laki dan keluarganya. (2) Pabuat boru adalah pesta perkawinan adat dalam masyarakat Angkola. (3) Dalihan na tolu adalah sistem kekerabatan untuk tiga unsur yang terdapat dalam masyarakat Angkola, yakni mora, kahanggi, dan anak boru. (4) Mora adalah kelompok pemberi anak gadis (boru) untuk dipersunting menjadi isteri oleh anak boru. (5) Kahanggi adalah satu kelompok kerabat satu marga. (6) Anak boru adalah kelompok kerabat yang mengambil isteri dari pihak mora. (7) Pisang rahut, termasuk dalam kelompok anak boru. (8) Suhut, adalah orang yang mengadakan pesta atau hajatan. (Nasution: 2012). (9) Ompu ni kotuk adalah orang yang dituakan dalam keluarga suhut, termasuk kelompok kahanggi, dianggap bijaksana dan cerdas, perannya adalah sebagai penutup hata (kata-kata) dalam markobar mewakili pihak dalihan na tolu.

25 (10) Hatobangon adalah orang yang dituakan yang ada di suatu desa yang mewakili kelompok marga. (11) Harajaon adalah raja adat setempat di suatu desa. (12) Raja Panusunan Bulung adalah orang yang menjadi pemimpin, serta yang berkuasa menurut adat di suatu wilayah. (Siregar: 1996) (13) Orang kaya adalah moderator atau juru bicara dalam acara adat. (14) Boru adalah anak perempuan, dalam hal ini disebut juga pengantin wanita. (15) Bayo adalah anak laki-laki, dalam hal ini disebut juga pengantin lelaki. (16) Horja adalah pesta perkawinan adat. (17) Horja siriaon adalah pesta suka cita, pesta yang menggembirakan, seperti pesta perkawinan. (18) Horja godang adalah pesta besar, ditandai dengan memotong hewan kerbau sebagai pangupa. (19) Markobar adalah memberikan/menyampaikan kata-kata, dalam hal ini memberikan kata-kata nasihat kepada pengantin. (20) Mangupa adalah memberikan sajian yang mengandung harapan kepada pengantin. (21) Pangupa (upa-upa) adalah makanan untuk mangupa. (22) Tondi dohot badan adalah jiwa dan raga. (23) Bayo pangoli adalah lelaki yang menikahi, dalam hal ini pengantin lelaki. (24) Boru na ni oli adalah wanita yang dinikahi, dalam hal ini pengantin wanita. (25) Dipasahat adalah diserahkan, maksudnya pengantin wanita diserahkan kepada pengantin lelaki. (26) Indahan tungkus adalah nasi yang dibungkus khusus secara adat.

26 (27) Barang boru adalah barang-barang pengantin wanita yang akan dibawanya ke rumah suaminya. 2.8 Kerangka Berpikir Berikut ini dapat dilihat bagan tradisi pasahat boru dalam kajian tradisi lisan yang digunakan dalam menganalisis tradisi pasahat boru yang disesuaikan dengan kerangka berpikir peneliti dalam meneliti tradisi lisan pasahat boru. TRADISI PASAHAT BORU TEKS KONTEKS KOTEKS MARKOBAR MANGUPA SITUASI SOSIAL BUDAYA IDEOLOGI KEARIFAN LOKAL Bagan 2. Tradisi Pasahat Boru dalam Kajian Tradisi Lisan.

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan rumusan masalah, yaitu bagaimanakah bentuk simbol-simbol yang terdapat dalam teks pangupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan ide-ide di dalam pikirannya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan 82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab IV telah dibahas mengenai jenis dan fungsi tindak tutur yang digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan dan pembahasan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak Merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasi beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk berbudaya mengenal adat istiadat yang dipatuhi dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan suatu acara adat perkawinan atau hajatan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan masalah dan rumusan masalah. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman suku. Pada setiap suku memmpunyai hasil kebudayaan masing-masing. Kebudayaan hadir dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana.ahimsa (dalam Sobur, 2001:23) mengemukakan, bahwabahasa

BAB I PENDAHULUAN. wacana.ahimsa (dalam Sobur, 2001:23) mengemukakan, bahwabahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari berbagai etnik (suku) yang memiliki budaya yang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dari kondisi letak geografis suatu suku dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Dairi, Nias, Sibolga, Angkola, dan Tapanuli Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Dairi, Nias, Sibolga, Angkola, dan Tapanuli Selatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang memiliki beberapa sub etnis, dimana setiap etnis memiliki kebudayaan atau ciri khas yang berbeda-beda kebudayaan. Ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Semion yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologi semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Semion yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan 2.1.1 Semiotik Secara etimologi semiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu Semion yang berarti tanda. Jika dilihat dari kata asalnya maka semiotik adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mendukung seluruh data-data yang terkumpul pada saat penelitian dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mendukung seluruh data-data yang terkumpul pada saat penelitian dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Untuk mendukung seluruh data-data yang terkumpul pada saat penelitian dan sebagai acuan dalam penelitian, maka peneliti merasa perlu melakukan serangkaian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Paradigma konstruktifitis dapat dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh Dedy N Hidayat, sebagai berikut: 1. Ontologis: relativism, realitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi negaranya sendiri. Begitu juga dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mandailing adalah sekolompok masyarakat yang mendiami daerah pesisir barat daya daratan di Pulau Sumatera, tepatnya di Tapanuli Selatan. Pada masyarakat Mandailing

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap suku bangsa memiliki kekhasan pada budayanya masing-masing. Tujuh unsur kebudayaan universal tersebut dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku bangsa. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA. Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA. Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI,DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Irawati (2011 : 6) menyatakan bahwa konsep merupakan ide-ide, penggambaran halhal atau benda-benda ataupun gejala sosial yang dinyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat Interpretatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif interpretatif yaitu suatu metode yang memfokuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosa dan puisi. Prosa adalah karya yang berbentuk naratif (berisi cerita). Puisi adalah

BAB I PENDAHULUAN. prosa dan puisi. Prosa adalah karya yang berbentuk naratif (berisi cerita). Puisi adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dilihat dari segi media pengungkapannya atau cara penyampaiaanya, sastra dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persoalan budaya selalu menarik untuk diulas. Selain terkait tindakan, budaya adalah hasil karya manusia yang berkaitan erat dengan nilai. Semakin banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Dewi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly).

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan data atau pun informasi untuk. syair lagu Insya Allah (Maherzain Feat Fadly). BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku

BAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman budaya adalah keunikan yang ada dimuka bumi belahan dunia dengan banyaknya berbagai macam suku bangsa yang ada didunia,begitu juga dengan keragaman budaya

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi/data yang ingin kita teliti. Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka yang Relevan Kepustakaan yang relevan atau sering juga disebut tinjauan pustaka ialah salah satu cara untuk mendapatkan referensi yang lebih tepat dan sempurna

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang berlaku saat ini. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merayakan upacara-upacara yang terkait pada lingkaran kehidupan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Karo. Upacara atau perayaan berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang lain, baik itu komunikasi Verbal maupun Non verbal. Dimana tanpa adanya komunikasi maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Semiotika Pragmatik (Charles Sanders Pierce)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Teori Semiotika Pragmatik (Charles Sanders Pierce) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Teori Semiotika Pragmatik (Charles Sanders Pierce) Istilah Semiotik yang dikemukakan pada akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan secara umum diakui sebagai unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Lebih-lebih suatu bangsa yang sedang membangun watak dan kepribadiannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tembang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ragam suara yang berirama. Dalam istilah bahasa Jawa tembang berarti lagu. Tembang juga disebut dengan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Interpretasi Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis 37 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengkajian pendekatan analisis semiotik. Dengan jenis penelitian kualiatif, yaitu metodologi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dan metode analisis semiotika dengan paradigma konstruktivis. Yang merupakan suatu bentuk penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN & SARAN

BAB V KESIMPULAN & SARAN BAB V KESIMPULAN & SARAN Kesimpulan 1. Keluarga merupakan suatu lembaga yang paling penting dalam proses penanaman nilai-nilai budaya. Dalam kelurga ayah dan ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upacara biasanya diiringi dengan syair, dan pantun yang berisi petuahpetuah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upacara biasanya diiringi dengan syair, dan pantun yang berisi petuahpetuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat tidaklah sempurna apabila tidak diiringi dengan kesenian yang akan membuat sebuah acara jadi lebih menarik terutama pada upacara pernikahan. Setiap upacara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

!$ 3.2 Sifat dan Jenis Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika dari Char

!$ 3.2 Sifat dan Jenis Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika dari Char BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adat istiadat 1 sebagai ikatan hubungan kerja sama secara terbuka dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adat istiadat 1 sebagai ikatan hubungan kerja sama secara terbuka dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adat istiadat 1 sebagai ikatan hubungan kerja sama secara terbuka dalam berbagai kegiatan sosial bermasyarakat. Adat istiadat sebagai warisan leluhur yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam hal ini penulis ingin mengetahui bagaimana nilai pendidikan pada film Batas. Dalam paradigma ini saya menggunakan deskriptif dengan pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma kualitatif ini merupakan sebuah penelitian yang memiliki tujuan utama yaitu untuk mengkaji makna-makna dari sebuah perilaku, simbol maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu cara berkomunikasi seseorang dengan

BAB I PENDAHULUAN. dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu cara berkomunikasi seseorang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya bentuk komunikasi yang dilakukan manusia dapat dipilah menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode merupakan alat pemecah masalah, mencapai suatu tujuan atau untuk mendapatkan sebuah penyelesaian. Dalam metode terkandung teknik yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sedalam dalamnya melalui pengumpulan data sedalam dalamnya.riset ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sedalam dalamnya melalui pengumpulan data sedalam dalamnya.riset ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualtatif.penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORI. Pada bab ini dideskripsikan hasil penelitian tentang martahi pada upacara

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORI. Pada bab ini dideskripsikan hasil penelitian tentang martahi pada upacara BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA TEORI 2.1 Konsep tradisi martahi karejo Pada bab ini dideskripsikan hasil penelitian tentang martahi pada upacara adat masyarakat Angkola dan menjelaskan bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits dan Malinowski (Wilson, 1989: 18) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Metode penelitian adalah prosedur yang dilakukan

Lebih terperinci