ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Al-Ahwal al-syakhsiyyah ABTADIUSSHOLIKHIN FAKULTAS SYARI AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

2 ii

3 NOTA PEMBIMBING iii

4 MOTTO "Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan". (Q.S. Al-Isra: 32). 1 1 Depag RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993, hlm iv

5 PERSEMBAHAN Karya ini penulis persembahkan teruntuk : Ayahanda (Muslih) dan Ibunda (Nur Khasanah) tercinta, karya ini terangkai dari keringat, airmata dan do amu berdua. Setiap keringat dan airmata yang keluar karenaku menjelma dalam setiap huruf; setiap do a yang terpanjat menyatu menyampuli karya hidupku. Kakak-Kakakku (Mukhtasibah & Rudi Sahrul Amran), semoga karya ini mampu menjadi pengganti peran sebagai adik yang selama ini terabaikan oleh ego dan keinginanku. Seluruh teman-teman baikku, kalian telah menuntunku pada alur kehidupan yang lebih dewasa. Fakultas (Syari ah)ku tercinta, semoga karya ini menjadi bukti cintaku kepadamu dan bukan menjadi lambang perpisahan engkau dan aku. Kawan-kawan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Korkom IAIN Walisongo seperjuangan; ada Saifudin Blengko, Hanif Paidi, Azka Maghrib, Topan Musyafak, Rofik Tongklo, dll. semoga perjuangan kita tidak hanya sampai saat ini, aku akan selalu merindukan canda tawa kalian. Teruntuk Adinda Novia Tri Utami yang selalu menyemangati diriku. Semoga kebaikanmu mendapat imbalan yang semestinya. v

6 DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Semarang, 15 Juni 2012 Deklarator, Abtadiussholikhin Al-Banariy vi

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Kawin Hamil (Studi Pasal 53 dalam Perspektif Sadd al-dzari ah, tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya : Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis hendak menghaturkan ungkapan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang selalu mencurahkan Rahmat dan HidayahnNya untukku. 2. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memenuhi keinginan penulis untuk tetap bersekolah. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada. 3. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang 4. Dr. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang 5. Drs H. Muhyiddin, M.Ag selaku Pembimbing I dan Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag selaku Pembimbing II yang telah merelakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk mendampingi dan menjadi teman diskusi penulis. 6. Para Dosen Pengajar, terima kasih atas seluruh ilmu yang telah penulis terima yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Ketua Perpustakaan Fakultas Syari ah dan Institut bersama staff, yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk memanfaatkan fasilitas dalam proses penyusunan skripsi. 8. Seluruh temanku dan seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebut dan tulis satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan peran sertanya yang telah diberikan kepada penulis. vii

8 Selain ungkapan terima kasih, penulis juga menghaturkan ribuan maaf apabila selama ini penulis telah memberikan keluh kesah dan segala permasalahan kepada seluruh pihak. Tiada yang dapat penulis berikan selain do a semoga semua amal dan jasa baik dari semua pihak tersebut di atas dicatat oleh Allah SWT sebagai amal sholeh dan semoga mendapat pahala dan balasan yang setimpal serta berlipat ganda dari- Nya. Harapan penulis semoga skripsi yang sifatnya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis pada pada khususnya dan segenap pembaca pada umumnya. Terlebih lagi semoga merupakan sumbangsih bagi almamater dengan penuh siraman rahmat dan ridlo Allah SWT. Amin. Semarang, 15 Juni 2012 Abtadiussholikhin Al-Banariy viii

9 ABSTRAK Penelitian dengan judul Analisis Kawin Hamil (Studi Pasal 53 dalam Perspektif Sadd al-dzari ah ini dilatarbelakangi oleh adanya peluang mafsadat yang terkandung dalam Pasal 53 KHI. Peluang mafsadat tersebut adalah tidak adanya kejelasan batasan sebab kehamilan yang diperbolehkan dilakukannya kawin hamil dalam Pasal 53 KHI. Dampaknya, tidak jarang Pasal 53 KHI dijadikan legalitas kawin hamil yang kehamilannya akibat zina. Hal ini jelas kurang sesuai dengan hukum Islam yang sangat melarang praktek zina. Untuk menganalisa problematika tersebut, maka dalam penelitian ini diajukan dua rumusan masalah yakni bagaimana Pasal 53 KHI dalam perspektif sadd al-dzari at dan bagaimana formulasi Pasal 53 KHI sebagai solusi kawin hamil. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mana pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan. Sedangkan proses analisis dilakukan dengan mendasarkan pada metode analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa keberadaan Pasal 53 KHI merupakan sarana untuk melindungi hak-hak manusia namun terkandung aspek mafsadat yang berkaitan dengan pelaksanaan syari at Islam tentang zina. Untuk menghilangkan aspek mafsadat dalam Pasal 53 KHI, dalam kontesk saddu al-dzari at, diperlukan perubahan redaksi berupa penambahan ketentuan batasan penyebab kehamilan dan sanksi yang menyertainya. Formulasi Pasal 53 KHI sebagai solusi kawin hamil dapat direalisasikan dengan menambahkan redaksi terkait dengan pembatasan sebab kawin hamil yang dapat dilaksanakan tanpa adanya sanksi dan pemberlakuan sanksi bagi kawin hamil yang disebabkan zina berupa taubat sosial. ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN NOTA PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi vii viii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6 D. Kajian Pustaka... 7 E. Metodologi Penelitian... 9 F. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN UMUM KAWIN HAMIL DAN SADD AL-DZARI AT A. Pernikahan Menurut Hukum Islam B. Syarat dan Rukun Nikah C. Perkawinan Wanita Hamil dan Khilafiyah Ulama D. Sadd al-dzari at x

11 BAB III KAWIN HAMIL DALAM PASAL 53 KHI A. Sejarah KHI B. Corak Fiqh KHI C. Deskripsi Pasal 53 KHI D. Pendapat Ulama Indonesia tentang Pasal 53 KHI BAB IV PASAL 53 KHI DALAM PERSEPSI SADD AL-DZARI AT A. Korelasi Pasal 53 KHI dengan Sadd al-dzari at B. Justifikasi Pasal 53 KHI Korelasinya dengan Sosio-Culture Indonesia BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran C. Penutup DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS xi

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan yang merupakan akad antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, mempunyai tujuan untuk mengikatkan dan menyalurkan nafsunya, sehingga akan menyebabkan halalnya hubungan suami isteri yang sebelumnya diharamkan. Disamping itu pernikahan juga harus bisa membuat ketentraman kebahagiaan hidup dalam suasana yang damai serta keharmonisan dalam keluarga. Jika dengan adanya pernikahan itu menyebabkan timbulnya akibat-akibat yang tidak baik, misalnya pertengkaran, perselisihan maka hal inilah yng tidak dikehendaki dalam pernikahan dan sangat bertentangan dengan syari at Islam yang bertujuan suci dan mulia. Pernikahan juga merupakan wujud realisasi janji Allah menjadikan kaum perempuan sebagai istri dari jenis (tubuh) laki-laki, agar nyatalah kecocokan dan sempurnalah kemanusiaan. Dia juga menjadikan rasa mawaddah dan ar-rahmah antara keduanya supanya saling membantu dalam melengkapi kehidupan. 1 Ayat tersebut juga dipertegas oleh sabda Rasulullah Saw.: 1 Wahbah Az-Zuhaily, Tafsr Al- Munir, juz 21, Beirut-Libanon : Dar al-fakir Al-Mu asir, Cet. Ke-1, 1991, hlm

13 2 Artinya : Rasulullah telah bersabda kepada kita : Hai para pemuda, barangsiapa diantaramu mampu untuk kawin maka kawinlah, karena sesungguhnya perkawinan itu akan menjauhkan mata (terhadap zina) dan dapat terpelihara dari nafsu kelamin yang jelek, dan barang siapa yang tidak mampu kawin maka hendaklah puasa untuk mengurangi hawa nafsu terhadap wanita. (H.R. Bukhori). Dari hadits tersebut di atas dapat diketahui juga bahwa perkawinan itu mempunyai tujuan yang suci dan tinggi. Oleh karena itu, bagi orang yang akan menikah harus mempunyai kesanggupan dalam arti yang sebenarbenarnya, bukan hanya semata-mata untuk memuaskan nafsu saja. Sebab salah satu faktor yang banyak menjerumuskan manusia kedalam kejahatan adalah pengaruh nafsu seksual yang tidak terkendalikan, dan untuk menyalurkan nafsu tersebut hendaknya dengan melalui jalan yang paling baik dan tepat menurut ajaran Islam atau pandangan Allah SWT, yaitu melalui jalan perkawinan. Dengan demikian, apabila ada orang yang tidak mampu untuk menikah, hendaknya mereka itu berpuasa agar nafsunya dapat terkendali. Berdasarkan al-qur an dan al-hadits tersebut diatas, maka pernikahan adalah salah satu asas pokok hidup, yang penting dalam bermasyarakat karena pernikahan itu adalah jalan untuk mengatur kehidupan rumah tangga, keturunan. hlm Imam Abi Husein Muslim Minal Hajaj, Shahih Muslim, Juz I, Bandung: al-ma arif, t.t.,

14 3 Pengertian perkawinan, menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 3 Pengertian perkawinan tersebut dipertegas dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) : Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 4 Ada juga yang mendefinisikan bahwa nikah dalah ijab qobul (aqad) yang membolehkan/ menghalalkan bercampur dengan mengucapkan kata-kata nikah. 5 Bertitik tolak dari pengertian pernikahan tersebut diatas, dapat diketahui, bahwa pernikahan adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, karena pernikahan tersebut banyak mengandung hikmah, antara lain untuk kemakmuran, 6 untuk menjalin persaudaraan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antar keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang diberkahi oleh Islam. Karena masyarakat yang saling berhubungan dan menyayangi adalah masyarakat yang kuat dan bahagia. 7 Oleh karena itu, pernikahan dipandang sebagai sesuatu yang sakral, tetapi persoalannya akan menjadi lain bilamana orang yang menikah itu telah 3 Departemen Agama RI Perwakilan Jawa Tengah, Undang-Undang Perkawinan, Semarang : CV. Al Alawiyah, 1974, hlm. 5 4 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam,2000, hlm Idris Ahmad, Fiqh Menurut Madzhab Syafi i, Jakarta : Wijaya, 1969, hlm Syeikh Ali Ahmad Al Jurjawi, Hikmah At Tasyri Wa Falsafatuhu, Juz 1, Beirut : Libanon : Dar al-fikr, hlm Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Jilid 2, Beirut : Libanon : Dar Al-Fikr, 1992, hlm. 12.

15 4 hamil sebelum menikah. Tidak jarang wanita hamil tanpa suami yang sah. Baru beberapa bulan melaksanakan pernikahan sudah melahirkan, karena pada waktu akad nikah itu berlangsung mempelai wanita telah hamil terlebih dahulu. Namun demikian, dalam keadaan tersebut, Islam khususnya di Indonesia telah memberikan kemudahan dengan keberadaan Pasal 53 KHI yang memperbolehkan perkawinan wanita hamil. Keberadaan pasal tersebut dipandang sebagai suatu pembuka bagi kemaslahatan kehidupan manusia terkait dengan kehormatan dan nasab anak. Pasal 53 KHI merupakan bentuk dari ijtihad yang dilakukan oleh para ulama. Meski demikian, pada kenyataan hasil ijtihad tersebut masih terkandung madlarat berupa peluang adanya praktek perzinaan yang semakin luas yang dilakukan oleh umat Islam Indonesia. Secara tidak langsung, kehadiran Pasal 53 KHI sama saja membuka suatu jalan legalitas perzinaan sebagai imbas dari adanya pemberian izin perkawinan bagi wanita hamil. Dapat dikatakan demikian karena dalam ketentuan pasal tersebut tidak terdapat batasan sebab-sebab kehamilan. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin kehamilan wanita yang akan dikawinkan berdasar Pasal 53 KHI dapat disebabkan oleh adanya perzinaan yang disengaja oleh wanita dan pasangan lelakinya. Di sisi lain, keberadaan pengembangan hukum dalam Islam (ijtihad) tidak lain adalah bertujuan untuk menghilangkan madlarat yang akan atau bahkan telah mengancam kehidupan umat Islam. Salah satu kaidah yang sangat menjaga kemashlahatan umat Islam adalah kaidah saddu al-dzari at.

16 5 Kaidah ini pada hakekatnya menekankan pada adanya penutupan jalan yang membawa kepada sesuatu secara hissi atau ma nawi, baik maupun buruk. 8 Pengertian yang hamper sama juga diberikan oleh Ibn al-qayyim, sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin, yang menyatakan bahwa secara lughawi istilah saddu al-dzari at memiliki konotasi makna yang netral tanpa memberikan suatu penilaian terhadap hasil perbuatan. Oleh karena itu beliau mendefinisikan saddu al-dzari at sebagai apa-apa yang menjadi perantara dan jalan kepada sesuatu. 9 Jadi pada dasarnya, sadd al-dzari at tidak hanya menghilangkan sesuatu dari perbuatan melainkan proses menghalangi terjadinya perbuatan. Dalam istilah konvensional, istilah sadd al-dzari at dapat dianalogikan dengan upaya pencegahan atau preventif. Melalui kaidah ini, hukum akan ditetapkan sebagai upaya pencegahan suatu perbuatan yang dapat menuju atau menyebabkan suatu kerusakan (mafsadat). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam skripsi ini penulis bermaksud untuk memberi judul Analisis Kawin Hamil (Studi Pasal 53 KHI Dalam Perspektif sadd al-dzari ah) B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa terdapat permasalahan berkaitan dengan tinjauan saddu al-dzari at terhadap keberadaan Pasal 53 KHI. Dalam penelitian ini diajukan dua rumusan masalah sebagai berikut: 8 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-fiqh, Beirut: Daar al-fikr, 1958, hlm Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, hlm. 399.

17 6 1. Bagaimana korelasi Pasal 53 dengan saddu al-dzari at? 2. Bagaimana formula Pasal 53 KHI sebagai solusi kawin hamil? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui korelasi Pasal 53 dengan saddu al-dzari at. 2. Untuk mengetahui formula Pasal 53 KHI sebagai solusi kawin hamil. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi media kritik terhadap ketentuan perundang-undangan, khususnya yang berhubungan dengan kehidupan umat Islam. 2. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pengembangan khazanah keilmuan perdata Islam, khususnya yang berkaitan dengan ketentuan kawin hamil.

18 7 D. Kajian Pustaka Untuk menghindari asumsi plagiasi, maka berikut ini akan penulis paparkan penelitian terdahulu yang hampir memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis laksanakan. Sepanjang penelusuran penulis di IAIN Walisongo, baru ada satu penelitian terdahulu yang berkaitan dengan aplikasi Pasal 53 KHI. Penelitian tersebut dilakukan SIti Roichanah dengan judul Problematika Penerapan Pasal 53 KHI dalam Persepsi Kepala KUA Se- Kabupaten Temanggung, Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang, Penelitian ini lebih memfokuskan pada persepsi para kepala KUA di Kabupaten Temanggung mengenai penerapan Pasal 53 KHI tentang nikah hamil. Dari penelitian ini terungkap bahwa hampir 70% Kepala KUA Kabupaten Temanggung menggunakan aturan Pasal 53 KHI untuk menyelesaikan kasus nikah hamil, 10% menolak nikah hamil (tidak mengikuti KHI) dan 20% lainnya dengan terpaksa menerima nikah hamil dengan terlebih dahulu melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan kondisi wanita hamil tersebut. Jika ternyata wanita hamil tersebut berakhlak tidak baik atau tuna susila, maka beberapa Kepala KUA tidak bersedia menikahkan. Namun jika wanita baik-baik dan kehamilannya terjadi karena adanya hubungan keterpaksaan, maka pernikahannya akan dilaksanakan selama tidak ada larangan hukum yang menghalangi. Penelitian yang dilakukan oleh Fitrotus Salamah yang berjudul Pendapat Ulama Terhadap Pasal 53 Ayat (1) dan Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam Relevansinya Dengan Hak Waris Anak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

19 8 perkawinan perempuan yang hamil di luar nikah merupakan perkawinan yang sah selama tidak ada hal-hal yang menghalangi secara syara seperti adanya hubungan darah antara suami istri. Pasal ini sah digunakan sebagai dasar dalam memperbolehkan seorang perempuan yang hamil di luar nikah untuk melangsungkan perkawinan. Namun pasal ini tidak boleh digunakan sebagai dasar untuk memberikan status hukum sebagai anak sah dari kedua orang tuanya bagi anak yang ada dalam kandungan perempuan tersebut. Anak yang ada dalam kandungan itu ketika lahir merupakan anak sah tetapi dia hanya memiliki hubungan hukum dan hubungan nasab dengan ibu dan kerabat ibunya. Status hukum anak yang ada dalam kandungan tersebut bukan merupakan anak sah dari kedua orangtuanya meskipun ia lahir dalam perkawinan yang sah, hal ini dikarenakan anak tersebut telah ada sebelum terjadinya akad perkawinan antara ibu dan suaminya atau anak tersebut lahir akibat perbuatan zina. Tetapi anak tersebut adalah anak sah yang hanya memiliki hubungan hukum dan hubungan nasab dengan ibu dan kerabat dari ibunya. Hasil-hasil penelitian terdahulu di atas berbeda dengan penelitian yang penulis laksanakan. Perbedaan penelitian tersebut adalah dalam penelitian terdahulu ini hanya memusatkan pada problematika penerapan Pasal 53 KHI oleh Kepala KUA dan pendapat ulama mengenai Pasal 53 KHI sedangkan penelitian yang penulis laksanakan terpusat pada Pasal 53 KHI dalam perspektif sadd al-dzari at.

20 9 E. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian literer atau kepustakaan (library research). Disebut penelitian literer atau kepustakaan karena sumber data dalam penelitian ini merupakan sumber data literer atau kepustakaan. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perbandingan hukum. Maksudnya adalah dalam menganalisa data, penulis membandingkan dua teori hukum yang berkaitan dengan obyek penelitian yang mana dalam hal ini adalah teori saddu al-dzri at menurut hukum Islam dan ketentuan KHI mengenai perkawinan wanita hamil dalam Pasal Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua dengan penjelasan sebagai berikut: a. Data primer, yakni data yang berkaitan dan diperoleh langsung dari sumber data utama (pokok). 10 Dalam penelitian ini, data primernya adalah Pasal 53 KHI. Sedangkan sumber data primer penelitian ini adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menjadi sumber keberadaan Pasal 53 tentang nikah hamil. b. Data sekunder, yakni data yang dapat menunjang data primer dan diperoleh tidak dari sumber primer Saifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hlm Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 1993, hlm. 11.

21 10 3. Metode Pengumpulan Data Karena penelitian ini merupakan penelitian literer, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode kepustakaan. Pengertian metode kepustakaan adalah metode pengumpulan data dengan mencari bahan dalam buku-buku atau pustaka-pustaka tertentu. Dalam penelitian ini, obyek kepustakaan meliputi seluruh buku atau jurnal yang membahas tentang kaidah saddu al-dzari at serta KHI sebagai sumber primer penelitian. 4. Metode Analisa Data Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif kualitatif dengan pendekatan historis social. Maksudnya adalah proses analisis yang dilakukan didasarkan pada kaidah deskriptif dan kaidah kualitatif. Kaidah deskriptif adalah bahwa proses analisis dilakukan terhadap seluruh data yang telah didapat dan diolah. Kemudian hasil analisis tersebut disajikan secara menyeluruh sebagai satu kesatuan. Sedangkan kaidah kualitatif adalah bahwa proses analisis ini ditujukan untuk mengembangkan teori dengan jalan membandingkan teori dengan tujuan untuk menemukan teori baru yang dapat berupa penguatan terhadap teori lama maupun melemahkan teori yang telah ada tanpa menggunakan rumusan statistic. 12 Jadi analisis data deskriptif kualitatif adalah analisis data yang dilakukan terhadap seluruh data yang diperoleh untuk mengembangkan 12 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002, hlm. 41.

22 11 dan menemukan teori tanpa menggunakan rumusan statistic yang mana hasil analisisnya nanti akan disajikan secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak berdiri sendiri-sendiri. F. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini dipaparkan dalam sebuah laporan yang terdiri dari tiga bagian dengan penjelasan sebagai berikut: Bagian awal yang isinya meliputi halaman cover, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, dan halaman daftar isi. Bagian isi yang isinya terdiri dari lima bab dengan penjelasan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang isinya latas belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Umum tentang Kawin Hamil dan Saddu al-dzari at. Dalam bab ini akan dipaparkan kedua ruang lingkup teori yang merupakan teori yang akan menjadi landasan analisis dalam penelitian ini. Penjelasan kedua teori tersebut meliputi pengertian, dasar hukum, klasifikasi dan implementasinya. Bab III Kawin hamil dalam Pasal 53 KHI yang isinya meliputi sejarah pembentukan KHI, Corak Fiqih KHI, Deskripsi Pasal 53 KHI, dan Pendapat Ulama Indonesia tentang pasal 53 KHI.

23 12 Bab IV Pasal 53 KHI dalam Persepektif Saddu al-dzari at di mana bab ini terdiri dari dua bagian yakni analisis korelasi Pasal 53 KHI dengan saddu al-dzari at dan analisis formula Pasal 53 KHI sebagai solusi kawin hamil. Bab V adalah Penutup yang isinya meliputi kesimpulan, saran-saran dan daftar pustaka. Bagian ketiga adalah bagian akhir yang isinya meliputi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan biografi penulis.

24 BAB II TINJAUAN UMUM KAWIN HAMIL DAN SADDU AL-DZARI AT A. Pernikahan Menurut Hukum Islam Nikah menurut etimologi berarti: 1. Kumpul, ) )ا ل ض م وا لج م ع 2. Akad, ) )ا ل عق د 3. Wati'. 1 )ا ل وط ء ) Namun menurut pendapat yang shahih, nikah arti hakekatnya adalah akad, sedangkan wati' sebagai arti kiasan atau majaznya. 2 Kata nikah yang berarti akad adalah, seperti firman Allah SWT. Q.S. al-baqarah: 221 Artinya : Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. (Al-Baqarah (2) : 221) 3 Sedangkan nikah yang berarti wati' adalah seperti firman Allah dalam Q.S. al-baqarah ayat Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-husaini al-hisni al-dimasyqi al-syafi'i, Kifayah al-akhyar, Juz 2, Semarang: Toha Putra, tt., hlm Ibid. 3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahannya, Jakarta: PT. Intermasa, 1971, hlm

25 14 Artinya : Kemudian jika si suami mentalaknya, maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-nya kepada kaum yang mengetahui. (Al-Baqarah (2) : 230). 4 lain: Sedang nikah menurut terminologi, ada beberapa pengertian, antara a. Najmuddin Amin al-kurdi memberikan pengertian nikah sebagai berikut: 5 Akad yang menjamin bolehnya bersetubuh dengan lafad inkah atau tazwij atau terjemahannya. b. Taqiyuddin, abi Bakar memberikan pengertian nikah sebagai berikut: 6 Akad yang terkenal yang mengandung beberapa rukun syarat. c. Dan Abd al-wahab asy-sya'rani memberikan pengertian sebagai berikut: 7 Nikah termasuk akad syari' yang disunahkan dari asal syara'. Tegasnya, pernikahan yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan perkawinan adalah "suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka 4 Ibid., hlm Najmuddin Amin al-kurdi, Tanwir al-qulub, Beirut-Libanon: Dar al-fikr, tt., hlm Taqiyuddin Abi Bakar bin Muhammad al-hisni ad-damasyqi asy-syafi'i, Loc. cit 7 Abdul Wahab Asy-sya rani, Kitab Al-Mizan, Juz 3, Mesir: Matba ah at-taqadim alilmiyah, Cet. ke-1,1321 H, hlm.172.

26 15 mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang dengan cara yang diridloi Allah SWT. 8 Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 dijelaskan bahwasanya "perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa". 9 Pengertian perkawinan tersebut dipertegas dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan "perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqon gholidhan untuk mentaati perintah, Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 10 Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian pernikahan atau perkawinan di atas dapat diketahui bahwa pernikahan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah. Selain sebagai bentuk ketaatan, dalam pernikahan juga terkandung tujuan-tujuan yang berhubungan dengan eksistensi manusia sebagai makhluk multi dimensi seperti makhluk hukum, biologis, dan social yang memerlukan perkembangbiakan. Menurut Imam Ghazali, dalam pernikahan terkandung beberapa tujuan yang berhubungan dengan eksisrtensi manusia tersebut yang dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Memperoleh keturunan yang sah 8 Dirjend Bimbaga Islam Depag, Ilmu Fiqih, Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana perguruan tinggi, Cet. ke-2, 1985, hlm Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia (Pengantar Sahal Mahfudh), Yogyakarta: Gama Media, Cet. ke-1, 2001, hlm Ibid.

27 16 2. Mencegah zina 3. Menyenangkan dan menenteramkan jiwa 4. Mengatur rumah tangga 5. Menumbuhkan usaha untuk mencari rizki yang halal memperbesar rasa tanggung jawab. 11 Manfaat terbesar dalam pernikahan ialah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah dari kebinasaan, sebab seorang perempuan, apabila ia sudah menikah maka nafkahnya (biaya hidupnya) wajib ditanggung oleh suaminya. Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada pernikahan, tentu manusia akan menurunkan sifat kebinatangan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan, bencana dan permusuhan antar sesamanya, yang mungkin juga menimbulkan perselisihan yang dahsyat. Demikianlah maksud pernikahan yang sejati dalam Islam. Singkatnya, untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan keturunan, juga untuk kemaslahatan masyarakat. Sebab lain orang untuk menikah, karena menikah itu (mampu) menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa tidak mau manikah, maka hendaknya berpuasa, karena berpuasa bisa menjadi penawar nafsu. Dengan menikah berarti seseorang telah memelihara sebagian dari agamanya Imam Abu Hamid Muhammad al-ghazali, Ihya Ulum ad-din, Jilid 2, Beirut-Libanon: Dar al-fikr, tt., hlm Abu Asma Anshari, Etika Perkawinan, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1993, hlm.5.

28 17 Hukum asal pernikahan pada dasarnya sama dengan hukum asal semua perbuatan manusia, yakni mubah. 13 Namun oleh karena adanya aspek-aspek yang terkandung dalam suatu pernikahan, maka kemudian hokum pernikahan dapat berubah menjadi lima hokum sesuai lima tingkatan hukum dalam Islam yaitu wajib, sunnah, haram, Makruh dan mubah. Hal ini sebagaimana diuraikan oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah sebagai berikut: Wajib Bagi orang yang sudah mampu, tidak kuat menahan nafsunya dan takut terjerumus dalam perzinaan. 2. Sunnah Bagi orang yang sudah mampu, akan tetapi dapat menahan dirinya dari perbuatan zina. 3. Haram Bagi orang yang tidak memenuhi hak-hak isteri, baik lahir maupun batin serta nafsunya tidak mendesak. 4. Makruh Bagi orang yang tidak mampu memenuhi hak-hak isteri, baik lahir maupun batin, walaupun tidak merugikan isteri. 5. Mubah Bagi orang yang tidak terdesak alasan-alasan mewajibkan atau mengharamkan untuk menikah. 13 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-1, 1996, hlm Sayyid Sabiq, op. cit., hlm

29 18 Menurut jumhur, nikah itu hukumnya Sunnah, sedangkan golongan zahiri berpendapat bahwa nikah itu hukumnya wajib. 15 B. Rukun dan Syarat Nikah Suatu akad dapat terlaksana secara sah manakala telah terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Demikian pula halnya dengan akad nikah yang merupakana salah satu bentuk dari akad-akad yang ada dalam ajaran Islam. Rukun dalam pernikahan wajib terpenuhi ketika akan diadakan akad. Tidak sah akadnya jika tidak terpenuhi rukunnya. Sedangkan Jadi syaratsyarat nikah masuk pada setiap rukun nikah dan setiap rukun nikah mempunyai syarat masing-masing yang harus ada pada rukun tersebut, sehingga antara syarat-syarat dan rukun itu menjadi satu rangkaian, artinya saling terkait dan melengkapi. Akan tetapi tidak termasuk salah satu bagian dari hakikat pernikahan. 16 Rukun Nikah yang harus agar dapat terlaksanakannya pernikahan meliputi: Mempelai laki-laki 2. Mempelai perempuan 3. Wali 4. Dua orang saksi 15 Ibn Rusyd al-qurtubi al-andalausi, Bidayah al-mujtahaid, Juz 4, Beirut: Libanon: Dar al-kutub al-ilmiyah, tt., hlm Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,, Cet. ke-3, 1998, hlm Zainudin Bin Abdul Aziz Al Malibari, Fathul Mu in, Jilad III Kudus: Menara Kudus, 1979, hlm. 13.

30 19 5. Ijab dan Qobul Adapun syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam tiap rukun nikah di atas adalah sebagai berikut: 1. Mempelai laki-laki Syarat-syarat bagi mempelai laki-laki yaitu : 18 a. Jelas orangnya b. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri c. Tidak memiliki empat istri, sekalipun salah satu diantaranya berada dalam iddah raj iyyah d. Tidak ada hubungan mahram dengan calon istri (istri bukan muhrim yang haram dinikahi) e. Tidak ada pertalian sesusuan dengan calon istri f. Tidak ada hubungan persemendaan dengan calon istri. 2. Syarat-Syarat mempelai perempuan 19 a. Dalam keadaan tidak bersuami dan tidak sedang iddah dari talak suami yang lain. b. Jelas orangnya c. Tidak ada hubungan muhram dengan calon suami d. Tidak ada pertalian susuan dengan calon suami e. Tidak ada hubungan persemendaan calon suami 3. Syarat-Syarat Wali 18 Ibid.., hlm Ibid., hlm. 20.

31 20 Dalam perkawinan, wali memegang peranan yang sangat penting, sebab perkawinan itu dilangsungkan oleh wali pihak perempuan atau wakilnya dengan calon suami, sehingga dalam perkawinan diperlukan wali dari pihak perempuan, sebab wanita tidak sah melakukan akad nikah dirinya sendiri ataupun untuk orang lain sebagaimana sabda Rasulullah saw: Artinya: Tiada nikah melainkan dengan adanya wali Menurut jumhur, wali merupakan syarat sahnya nikah dan bagi wanita tidak boleh, mengawinkan dirinya sendiri. 21 Adapun syarat-syarat wali adalah : 1. Beragama Islam 2. Baligh 3. Berakal 4. Merdeka 5. Laki-laki 6. Mempunyai sifat adil: Keberadaan wali dalam pernikahan sangat penting. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan pendapat mengenai keberadaan wali sebagai legalitas pernikahan bagi seorang yang masih dalam kelompok anak. Menurut Abu Hanifah bahwa dalam pernikahan yang dilakukan pada saat 20 Abdurrahman Al-Kahlani Al-San'ani, Subulu Al-Salam, Kitabun Nikah, Jilid II, Beirut: Dar al-fikr, tt., hlm Ibid.

32 21 usia anak melalui wali, anak itu apabila sudah besar boleh memilih lagi untuk menetapkan pernikahan atau memutuskannya. Sedangkan Imam Syafi i berpendapat bahwa tidak boleh seseorang mengawinkan anak kecil kecuali oleh bapaknya, sebab orang tua sangat mendalam rasa cinta kepada anaknya. Pendapat tersebut secara tidak langsung mengindikasikan bahwa pernikahan anak dengan wali bapaknya akan tetap menjadi dasar legalitas pernikahan serta anak tidak perlu memutuskan pilihan terhadap pernikahan yang telah dilakukannya Saksi Menurut jumhur ulama, perkawinan yang tidak dihadiri saksi itu tidak sah. Jika ketika berlangsungnya ijab qabul itu tidak ada saksi yang menyaksikan sekalipun diumumkan kepada khalayak ramai dengan menggunakan cara lain, perkawinannya tetap tidak sah. 23 Tentang syarat-syarat menjadi saksi adalah sebagai berikut: a. Beragama islam b. Laki-laki c. Baligh d. Berakal e. Mendengar f. Melihat g. Bisa berbicara h. Mengerti bahasa yang digunakan 22 Abdurrahman Al-Kahlani Al-San'ani, Subulu Al-Salam, Terj. Abu Bakar Muhammad, Subulus Salam III, Surabaya: Al-Ikhlas, Cet. ke-1, 1995, hlm Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 48.

33 22 i. Tidak ditentukan selaku wali 24 Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan Ijab dan Qobul Rukun yang mendasar dalam perkawinan adalah ridhanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan keduanya untuk berkeluarga. Perasaan ridha dan setuju itu bersifat kejiwaan yang tidak dilihat dengan mata kepala. Karena itu harus ada tanda yang tegas untuk menunjukkan keamanan mengadakan ikatan suami istri. Tanda itu diutarakan dengan kata-kata oleh kedua belah pihak yang mengadakan akad. 26 Akad nikah terdiri dari dua bagian, yaitu ijab dan qabul. Ijab ialah perkataan wali atau wakilnya, dan qabul ialah penerimaan dari pihak mempelai laki-laki atau wakilnya. Akad nikah itu tidak dapat dibenarkan dan tidak mempunyai akibat hukum yang sah apabila belum memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Adanya pernyataan menikahkan atau mengawinkan dari wali b. Adanya pernyataan penerimaan dari mempelai pria akan pernikahan tersebut. 24 Zaenuddin bin Abdul Aziz Al-Malibary, op. cit., hlm Moh. Idris Ramulyo, op. cit., hlm Ibid., hlm. 29.

34 23 c. Antara pernyataan ijab dan Qabul saling bersambungan, maksudnya tidak diselingi oleh kata lain yang tidak bersangkutan dengan akad Mahar Dalam bahasa Indonesia kata mahar dikenal dengan maskawin. Mahar atau maskawin adalah harta pemberian dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan yang merupakan hak istri dan sunnah disebutkan ketika akad nikah berlangsung. 28 Jadi pemberian maskawin ini adalah wajib dan sunnah disebutkan pada waktu akad nikah. 29 Namun apabila maskawin itu tidak disebutkan dalam akad nikah, maka wajib membayar maskawin yang pantas (mahar mitsil). 30 C. Perkawinan Wanita Hamil dan Khilafiyah Ulama Al-Qur'an dan al-hadits telah memberikan petunjuk dengan jelas mengenai wanita yang boleh dinikahi dan yang dilarang, baik larangan yang bersifat sementara maupun larangan yang bersifat selama-lamanya. Dan wanita yang sedang hamil itu secara umum termasuk wanita yang diharamkan untuk dinikahi dalam waktu yang sementara. Jika sebab yang menghalangi itu sudah tidak ada maka barulah boleh menikah. Akan tetapi wanita hamil ini masih dapat diperinci lagi sehingga ada juga yang membolehkan untuk 27 Zainuddin bin Abdul Aziz al-malibary, op. cit., hlm Dirjend Bimbaga Islam Depag, op. cit., hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 114.

35 24 menikahinya disaat kehamilan. Misalnya wanita hamil karena zina walaupun ini masih Ikhtilaf. Dalam hal ini penulis sajikan tentang macam-macam wanita hamil yaitu sebagai berikut : 1. Wanita hamil yang sedang bersuami 2. Wanita hamil yang telah diceraikan oleh suaminya 3. Wanita hamil yang ditinggal mati suaminya 4. Wanita hamil yang diakibatkan karena wati syubhat 5. Wanita hamil karena zina Berikut ini adalah keterangan mengenai wanita-wanita hamil tersebut 1. Wanita hamil yang sedang bersuami Wanita hamil ini tidak boleh menikah sama sekali karena dia mempunyai suami, dan agama Islam melarang keras adanya poliandri, yaitu seorang istri bersuami lebih dari satu. Sebagaimana dalam firman Allah SWT. (Q.S. an-nisa: 24). Artinya : Juga dilarang bagimu mengawali wanita yang bersuami, kecuali budak wanita yang kamu kuasai (dalam peperangan). Itulah ketetapan Allah bagi kamu sekalian. Di luar itu kamu diperbolehkan, mencari isteri dengan hartamu, tanpa bermaksud zina atau menyeleweng. Isteri isteri yang telah kamu gauli, berilah maskawin, sebagaimana yang ditentukan. Tidak masalah bagi kamu, terhadap sesuatu yang telah disetujui bersama sesudah

36 25 maskawin ditentukan. Sungguh Allah Maha tahu lagi Maha bijaksana Wanita hamil yang telah diceraikan oleh suaminya Wanita hamil ini boleh dinikahi oleh laki-laki lain asal iddahnya sudah selesai yaitu sampai ia melahirkan anaknya, meskipun dalam beberapa hari saja. Sebagaimana firman Allah SWT (Q.S. at-talaq: 4) Artinya :Perempuan yang tidak lagi haid dari istri istrimu, jika kamu ragu, idah mereka tiga bulan, juga bagi mereka yang belum haid, adapun mereka yang hamil idahnya sampai melahirkan kandungannya. Siapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan memudahkan segala persoalan Wanita hamil yang ditinggal mati suaminya Madzhab empat berpendapat bahwa iddah bagi wanita hamil yang ditinggal mati suaminya adalah sampai dia melahirkan bayinya. Sekalipun hanya beberapa saat dia ditinggal mati oleh suaminya dia sudah boleh menikah lagi sesudah lepas dari kehamilannya Departemen Agama Republik Indonesia, op. cit., hlm Ibid., hlm Abu Bakar Muhammad, op. cit., hlm. 711.

37 26 Namun Madzhab Imamiyah berpendapat lain. Menurutnya iddah wanita hamil yang ditinggal mati suaminya adalah iddah paling panjang diantara waktu melahirkan dan 4 bulan 10 hari. 4. Wanita hamil yang diakibatkan karena wati syubhat Imam Maliki, Hanafi, dan Imamiyah berpendapat bahwa wanita hamil yang dicampuri secara syubhat, maka iddahnya sampai ia melahirkan Wanita hamil karena zina Hukum menikahkan wanita hamil ini masih ada perbedaan pendapat. Ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak membolehkan. Ulama yang membolehkan diantaranya adalah Imam Syafi'i dan Imam Abu Hanifah. Mereka membolehkan akadnya akan tetapi terjadi perbedaan dalam hal persetubuhan. Menurut Imam Syafi'i, boleh bersetubuh dengannya tanpa menunggu istibra'. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, tidak boleh bersetubuh tanpa menunggu istibra', 35 adapun imam Malik untuk menikahinya mensyaratkan istbra'. Sedangkan imam Ahmad berpendapat tidak boleh menikahinya kecuali dengan dua syarat yaitu taubat dan istibra'. 36 Dalam Kompilasi Hukum Islam dikatakan bahwa hukumnya sah menikahi wanita hamil akibat zina bila yang menikahi wanita itu laki-laki yang menghamilinya. Bila yang menikahinya bukan laki-laki yang menghamilinya, hukumnya menjadi tidak sah, karena pasal 53 ayat 1 KHI 34 Ibid., hlm Muhyiddin, op. cit., hlm Ibid., hlm.67.

38 27 tidak memberi peluang untuk itu. Kompilasi Hukum Islam membatasi pernikahan wanita hamil hanya dengan pria yang menghamilinya, tidak memberi peluang kepada laki-laki lain yang tidak menghamilinya. Karena itu kawin darurat yang selama ini masih terjadi di Indonesia, yaitu kawin dengan sembarang laki-laki yang dilakukannya hanya untuk menutupi malu karena sudah terlanjur hamil, sama dengan pendapat Imam Hanafi. 37 Menurut Imam Syafi'i wanita hamil akibat zina boleh menikah dengan pria yang bukan menghamilinya, dengan alasan, karena wanita hamil akibat zina tidak termasuk golongan wanita yang diharamkan untuk dinikahi termasuk halal (boleh) untuk disetubuhi walaupun ia dalam keadaan hamil. 38 D. Saddu al-dzrai at 1. Pengertian Kata sadd adz-dzari ah الذريعة) (سد merupakan bentuk frase (idhafah) yang terdiri dari dua kata, yaitu sadd س د ) ) dan adz-dzari ah merupakan kata benda (ال س د ) Secara etimologis, kata as-sadd.(الذ ر ي ع ة) abstrak (mashdar) dari ي س د س د ا.س د Kata as-sadd tersebut berarti menutup sesuatu yang cacat atau rusak dan menimbun lobang. 39 Sedangkan adzdzari ah (الذ ر ي ع ة) merupakan kata benda (isim) bentuk tunggal yang berarti 37 Memed Humaedillah, op. cit., hlm Ibid., hlm Muhammad bin Mukarram bin Manzhur al-afriqi al-mishri, Lisan al-arab, Beirut: Dar Shadir, tt, juz 3, hlm Lihat juga dalam Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm dan Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari ah, Jakarta: Rabbani Press, 2008, hlm

39 28 jalan, sarana (wasilah) 40 dan sebab terjadinya sesuatu. 41 Bentuk jamak dari adz-dzari ah ( ر ي ع ة (الذ adalah adz-dzara i.(الذ ر ائ ع) 42 Karena itulah, dalam beberapa kitab usul fikih, seperti Tanqih al-fushul fi Ulum al-ushul karya al-qarafi, istilah yang digunakan adalah sadd adz-dzara i. 43 Pada awalnya, kata adz-adzari ah dipergunakan untuk unta yang dipergunakan orang Arab dalam berburu. Si unta dilepaskan oleh sang pemburu agar bisa mendekati binatang liar yang sedang diburu. Sang pemburu berlindung di samping unta agar tak terlihat oleh binatang yang diburu. Ketika unta sudah dekat dengan binatang yang diburu, sang pemburu pun melepaskan panahnya. Karena itulah, menurut Ibn al-a rabi, kata adz-dzari ah kemudian digunakan sebagai metafora terhadap segala sesuatu yang mendekatkan kepada sesuatu yang lain. 44 Menurut al-qarafi, sadd adz-dzari ah adalah memotong jalan kerusakan (mafsadah) sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut. Meski suatu perbuatan bebas dari unsur kerusakan (mafsadah), namun jika perbuatan itu merupakan jalan atau sarana terjadi suatu kerusakan (mafsadah), maka kita harus mencegah perbuatan tersebut. Dengan ungkapan yang senada, menurut asy-syaukani, adz-dzari ah adalah 40 Muhammad bin Mukarram bin Manzhur al-afriqi al-mishri, loc. cit., Juz 8, hlm Abu al-faidh Muhammad bin Muhammad bin Abd ar-razzaq al-husaini (al-murtadha az-zabidi), Taj al-arus fi Jawahir al-qamus, juz 1, hlm 5219 dalam Kitab Digital al-maktabah asy-syamilah, versi Muhammad bin Mukarram bin Manzhur al-afriqi al-mishri, loc. cit. 43 Syihab ad-din Abu al-abbas al-qarafi, Tanqih al-fushul fi Ilm al-ushul, dalam Kitab Digital al-marji al-akbar li at-turats al-islami, Syirkah al-aris li Kumbiutar, tt. 44 Muhammad bin Mukarram bin Manzhur al-afriqi al-mishri, loc. cit.

40 29 masalah atau perkara yang pada lahirnya dibolehkan namun akan mengantarkan kepada perbuatan yang dilarang (al-mahzhur). 45 Dalam karyanya al-muwafaqot, asy-syatibi menyatakan bahwa sadd adz-dzari ah adalah menolak sesuatu yang boleh (jaiz) agar tidak mengantarkan kepada sesuatu yang dilarang (mamnu ). 46 Menurut Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, sadd adz-dzari ah adalah meniadakan atau menutup jalan yang menuju kepada perbuatan yang terlarang. 47 Sedangkan menurut Ibnu al-qayyim al-jauziyyah, jalan atau perantara tersebut bisa berbentuk sesuatu yang dilarang maupun yang dibolehkan. 48 Dari beberapa contoh pengertian di atas, tampak bahwa sebagian ulama seperti asy-syathibi dan asy-syaukani mempersempit adz-dzariah sebagai sesuatu yang awalnya diperbolehkan. Namun al-qarafi dan Mukhtar Yahya menyebutkan adz-dzari ah secara umum dan tidak mempersempitnya hanya sebagai sesuatu yang diperbolehkan. Di samping itu, Ibnu al-qayyim juga mengungkapkan adanya adz-dzari ah yang pada sesuatu yang pada awalnya memang dilarang. Dari berbagai pandangan di atas, bisa dipahami bahwa sadd adzdzari ah adalah menetapkan hukum larangan atas suatu perbuatan tertentu 45 Muhammad bin Ali asy-syaukani, Irsyad al-fuhul fi Tahqiq al-haqq min Ilm al- Ushul, Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyyah, 1994, hlm Ibrahim bin Musa al-lakhmi al-gharnathi al-maliki (asy-syathibi), al-muwafaqat fi Ushul al-fiqh, Beirut: Dara l-ma rifah, tt., juz 3, hlm Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Islam: Fiqh Islami, Bandung: PT. Al-Ma arif, 1986, hlm Ibn al-qayyim al-jauziyyah, A lam al-muqi in, Beirut: Dar al-kutub al- Ilmiyyah, 1996, juz 2, hlm 103.

41 30 yang pada dasarnya diperbolehkan maupun dilarang untuk mencegah terjadinya perbuatan lain yang dilarang. 2. Dasar Hukum Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. al-an am: 108). Pada ayat di atas, mencaci maki Tuhan atau sembahan agama lain adalah adz-dzari ah yang akan menimbulkan adanya sesuatu mafsadah yang dilarang, yaitu mencaci maki Tuhan. Sesuai dengan teori psikologi mechanism defense, orang yang Tuhannya dicaci kemungkinan akan membalas mencaci Tuhan yang diyakini oleh orang sebelumnya mencaci. Karena itulah, sebelum balasan caci maki itu terjadi, maka larangan mencaci maki Tuhan agama lain merupakan tindakan preventif (sadd adzdzari ah). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): Raa ina, tetapi katakanlah: Unzhurna, dan Dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. (QS. al-baqarah: 104). Pada surah al-baqarah ayat 104 di atas, bisa dipahami adanya suatu bentuk pelarangan terhadap sesuatu perbuatan karena adanya kekhawatiran terhadap dampak negatif yang akan terjadi. Kata raa ina ( (ر اع ن ا berarti:

42 31 Sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Saat para sahabat menggunakan kata ini terhadap Rasulullah, orang Yahudi pun memakai kata ini dengan nada mengejek dan menghina Rasulullah SAW. Mereka menggunakannya dengan maksud kata raa inan ( (ر ع ن ا sebagai bentuk isim fail dari masdar kata ru unah ( (ر ع و ن اة yang berarti bodoh atau tolol. 49 Karena itulah, Tuhan pun menyuruh para sahabat Nabi SAW mengganti kata raa ina yang biasa mereka pergunakan dengan unzhurna yang juga berarti sama dengan raa ina. Dari latar belakang dan pemahaman demikian, ayat ini menurut al-qurthubi dijadikan dasar dari sadd adzdzari ah. 50 Selain dari al-qur an, dasar hukum mengenai saddu al-dzari at juga dapat diketemukan dalam hadits sebagai berikut: Dari Abdullah bin Amr RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Termasuk di antara dosa besar seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya. Beliau kemudian ditanya, Bagaimana caranya seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya? Beliau menjawab, Seorang lelaki mencaci maki ayah orang lain, kemudian orang yang dicaci itu pun membalas mencaci maki ayah dan ibu tua lelaki tersebut Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin al-hasan bin al-husain at-taimi ar-razi, Mafatih al-ghaib (Tafsir ar-razi), juz 2, hlm. 261 dalam Kitab Digital al-maktabah asy-syamilah, versi Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh Al-Qurthubi, al-jami li Ahkam al- Qur an, juz 2, hlm. 56 dalam ibid. 51 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-bukhari al-ja fi, al-jami ash-shahih al- Mukhtashar, Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987, juz 5, hlm 2228.

43 32 Hadis ini dijadikan oleh Imam Syathibi sebagai salah satu dasar hukum bagi konsep sadd adz-dzari ah. Berdasarkan hadits tersebut, menurut tokoh ahli fikih dari Spanyol itu, dugaan (zhann) bisa digunakan sebagai dasar untuk penetapan hukum dalam konteks sadd adz-dzari ah. 52 Di antara kaidah fikih yang bisa dijadikan dasar penggunaan sadd adz-dzari ah adalah: Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih kebaikan (maslahah). 53 Kaidah ini merupakan kaidah asasi yang bisa mencakup masalah-masalah turunan di bawahnya. Berbagai kaidah lain juga bersandar pada kaidah ini. Karena itulah, sadd adz-dzari ah pun bisa disandarkan kepadanya. Hal ini juga bisa dipahami, karena dalam sadd adz-dzari ah terdapat unsur mafsadah yang harus dihindari. 3. Klasifikasi Dzari at Dilihat dari aspek akibat yang timbulkan, Ibnu al-qayyim mengklasifikasikan adz-dzari ah menjadi empat macam, yaitu: 54 a. Suatu perbuatan yang memang pada dasarnya pasti menimbulkan kerusakan (mafsadah). Hal ini misalnya mengonsumsi minuman keras 52 Ibrahim bin Musa al-lakhmi al-gharnathi al-maliki asy-syathibi, al-muwafaqat fi Ushul al-fiqh, Beirut: Dar al-ma rifah, tt., juz 2, hlm Jalaluddin as-suyuthi, al-asybah wa an-nazhair, Beirut: Dar al-kutub al-ilmiyyah, tt, hlm Ibn al-qayyim al-jauziyyah, op. cit., hlm. 104.

44 33 yang bisa mengakibatkan mabuk dan perbuatan zina yang menimbulkan ketidakjelasan asal usul keturunan. b. Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan atau dianjurkan (mustahab), namun secara sengaja dijadikan sebagai perantara untuk terjadi sesuatu keburukan (mafsadah). Misalnya menikahi perempuan yang sudah ditalak tiga agar sang perempuan boleh dikawini (attahlil). Contoh lain adalah melakukan jual beli dengan cara tertentu yang mengakibatkan muncul unsur riba. c. Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan namun tidak disengaja untuk menimbulkan suatu keburukan (mafsadah), dan pada umumnya keburukan itu tetap terjadi meskipun tidak disengaja. Keburukan (mafsadah) yang kemungkinan terjadi tersebut lebih besar akibatnya daripada kebaikan (maslahah) yang diraih. Contohnya adalah mencaci maki berhala yang disembah oleh orang-orang musyrik. d. Suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan namun terkadang bisa menimbulkan keburukan (mafsadah). Kebaikan yang ditimbulkan lebih besar akibatnya daripada keburukannya. Misalnya, melihat perempuan yang sedang dipinang dan mengkritik pemimpin yang lalim. Sedangkan dilihat dari aspek kesepakatan ulama, al-qarafi dan asy- Syatibi membagi adz-dzari ah menjadi tiga macam, yaitu:

45 34 a. Sesuatu yang telah disepakati untuk tidak dilarang meskipun bisa menjadi jalan atau sarana terjadinya suatu perbuatan yang diharamkan. Contohnya menanam anggur, meskipun ada kemungkinan untuk dijadikan khamar; atau hidup bertetangga meskipun ada kemungkinan terjadi perbuatan zina dengan tetangga. b. Sesuatu yang disepakati untuk dilarang, seperti mencaci maki berhala bagi orang yang mengetahui atau menduga keras bahwa penyembah berhala tersebut akan membalas mencaci maki Allah seketika itu pula. Contoh lain adalah larangan menggali sumur di tengah jalan bagi orang yang mengetahui bahwa jalan tersebut biasa dilewati dan akan mencelakakan orang. c. Sesuatu yang masih diperselisihkan untuk dilarang atau diperbolehkan, seperti memandang perempuan karena bisa menjadi jalan terjadinya zina; dan jual beli berjangka karena khawatir ada unsur riba. 55 Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa saddu aldzari at dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Secara kualitas mafsadat Dilihat dari segi kualitas mafsadatnya, sadd al-dzari ah dapat dibedakan menjadi dua, yakni perbuatan yang membawa kepada kemafsadatan secara pasti dan perbuatan yang biasanya atau kemungkinan besar membawa kepada kemafsadatan. 55 Al-Qarafi, Anwar al-buruq fi Anwa al-furuq, juz 6, hlm 319 dalam Kitab Digital al- Maktabah; asy-syathibi, op. cit., juz 2, hlm 390.

ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI

ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Al-Ahwal al-syakhsiyyah ABTADIUSSHOLIKHIN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari ah, Jakarta: Rabbani Press, 2008.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari ah, Jakarta: Rabbani Press, 2008. DAFTAR PUSTAKA Referensi Buku: Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syari ah, Jakarta: Rabbani Press, 2008. Abdul Wahab Asy-sya rani, Kitab Al-Mizan, Juz 3, Mesir: Matba ah at-taqadim al-ilmiyah, Cet. ke-1,1321

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN PERAN DEWAN PENGAWAS SYARI AH BPRS ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TERHADAP FATWA DSN NO

ANALISIS PERSEPSI DAN PERAN DEWAN PENGAWAS SYARI AH BPRS ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TERHADAP FATWA DSN NO ANALISIS PERSEPSI DAN PERAN DEWAN PENGAWAS SYARI AH BPRS ARTHA AMANAH UMMAT UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TERHADAP FATWA DSN NO. 17/DSN-MUI/IX/2000 TENTANG PEMBERLAKUAN SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA

Lebih terperinci

PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI KENDAL SKRIPSI

PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI KENDAL SKRIPSI PERAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN PASIEN RAWAT INAP AKAN HIKMAH SAKIT DI RSI KENDAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI UANG RUSAK (STUDY KASUS DI PASAR KAYEN PATI) SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI UANG RUSAK (STUDY KASUS DI PASAR KAYEN PATI) SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI UANG RUSAK (STUDY KASUS DI PASAR KAYEN PATI) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 Firmah Allah SWT dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah.

Lebih terperinci

ANALISIS MADZHAB HANAFI TENTANG HAK NAFKAH ISTRI DALAM IDDAH TALAK BA IN. (Studi dalam Kitab Badai ash-shanai ) SKRIPSI

ANALISIS MADZHAB HANAFI TENTANG HAK NAFKAH ISTRI DALAM IDDAH TALAK BA IN. (Studi dalam Kitab Badai ash-shanai ) SKRIPSI ANALISIS MADZHAB HANAFI TENTANG HAK NAFKAH ISTRI DALAM IDDAH TALAK BA IN (Studi dalam Kitab Badai ash-shanai ) SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab RASCAL321RASCAL321 BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Seperti yang kita ketahui jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli. Jual berasal dari terjemahan

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Bidang Hukum Perdata Islam Oleh:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASUWITAN SEBAGAI LEGALITAS NIKAH

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASUWITAN SEBAGAI LEGALITAS NIKAH PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASUWITAN SEBAGAI LEGALITAS NIKAH (Studi Kasus di Masyarakat Suku Samin Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari ah

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Sarjana Hukum Islam. Jurusan Muamalah ZAKKI NAUFAL

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Sarjana Hukum Islam. Jurusan Muamalah ZAKKI NAUFAL TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAYARAN ZAKAT PERTANIAN MENUNGGU HASIL PANEN KEDUA (STUDI KASUS DI DESA TANGGUNGHARJO KECAMATAN GROBOGAN KABUPATEN GROBOGAN) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus dalam lingkup fiqh mawaris. 1 Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara tidak langsung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan Kebolehan Pendaftaran Pencatatan Perkawinan pada Masa Iddah Sha@ri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 SIAPAKAH MAHRAM KITA SIAPAKAH MAHRAMMU? 1 Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena hubungan nasab atau hubungan susuan atau karena ada ikatan perkawinan. 2 Adapun ketentuan siapa yang mahram

Lebih terperinci

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ Manhaj yang digunakan tiap organisasi keagamaan pada dasarnya adalah sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang cenderung menggunkan metode

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG ISTRI PENCARI NAFKAH UTAMA DALAM KELUARGA TANPA MAHRAM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG ISTRI PENCARI NAFKAH UTAMA DALAM KELUARGA TANPA MAHRAM SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG ISTRI PENCARI NAFKAH UTAMA DALAM KELUARGA TANPA MAHRAM (Studi Kasus Pada Keluarga TKW Di Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR A. Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Pulsa Dengan Harga Dibawah Standar Sebagaimana penjelasan yang telah tertulis pada

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ

STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG KOTA SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG KOTA SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DI BMT NU SEJAHTERA MANGKANG KOTA SEMARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata

Lebih terperinci

AKTA NIKAH SEBAGAI BUKTI PERKAWINAN DALAM KONSEP MASLAHAH SKRIPSI

AKTA NIKAH SEBAGAI BUKTI PERKAWINAN DALAM KONSEP MASLAHAH SKRIPSI AKTA NIKAH SEBAGAI BUKTI PERKAWINAN DALAM KONSEP MASLAHAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata I (S1) Dalam Ilmu Syari ah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI PREMIUM DI SPBU NGALIAN KOTA SEMARANG

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI PREMIUM DI SPBU NGALIAN KOTA SEMARANG TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI PREMIUM DI SPBU NGALIAN KOTA SEMARANG SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH 0 TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH ( Studi Kasus di KUA Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-2013) SKRIPSI Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sanksi hukum bagi seorang ayah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandungnya, berdasarkan ketentuan hukum positif di Indonesia, ia dapat dijerat dengan pasal-pasal

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA 54 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA A. Analisis terhadap mekanisme transaksi pembayaran dengan cek lebih Akad merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah dalam surat yasin: 36 1 2

Lebih terperinci

BAB II KONSEP SADD AZ -Z ARI> AH DALAM METODE ISTINBA<T HUKUM ISLAM. mad}arat. Untuk dapat melakukan perbuatan yang dituju itu disuruh atau

BAB II KONSEP SADD AZ -Z ARI> AH DALAM METODE ISTINBA<T HUKUM ISLAM. mad}arat. Untuk dapat melakukan perbuatan yang dituju itu disuruh atau 21 BAB II KONSEP SADD AZ -Z ARI> AH DALAM METODE ISTINBA ah Setiap perbuatan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan kepada umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA 59 BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA A. Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Perkawinan di bawah Umur Tanpa Dispensasi Kawin Perkawinan ialah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SADD AL-DHARI> AH TERHADAP PRAKTIK KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA DI FASILITAS UMUM PERUMAHAN TAMAN PINANG INDAH SIDOARJO

BAB IV ANALISIS SADD AL-DHARI> AH TERHADAP PRAKTIK KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA DI FASILITAS UMUM PERUMAHAN TAMAN PINANG INDAH SIDOARJO BAB IV ANALISIS SADD AL-DHARI> AH TERHADAP PRAKTIK KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA DI FASILITAS UMUM PERUMAHAN TAMAN PINANG INDAH SIDOARJO A. Analisis Terhadap Praktik Kegiatan Pedagang Kaki Lima di Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENGABAIAN NAFKAH TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PENGABAIAN NAFKAH TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI AKIBAT HUKUM PENGABAIAN NAFKAH TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI OLEH NAFIDHATUL LAILIYA NIM. 3222113012 JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia melainkan seluruh makhluk ciptaan-nya

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. satu firman-nya yakni Q.S. at-taubah ayat 60 sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibnu sabil merupakan salah satu dari delapan kelompok yang berhak menerima zakat (ashnaf). Hal ini sebagaimana disebutkan Allah dalam salah satu firman-nya yakni

Lebih terperinci

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa 53 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG IKRAR TALAK BAGI SUAMI ISTRI PASCA PUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP Ketika tidak ada peraturan yang tegas mengatur

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas

Lebih terperinci

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan 66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H Status Perkawinan Orang Murtad (Studi Komparatif Mazhab Syafi'i dan KHI) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Fakultas Syari'ah/Jurusan Ahwal Asy-Syakhsiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan ini. Salah satu jalan dalam mengarungi kehidupan adalah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, yang membutuhkan orang lain dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan perempuan, dalam hal ini perkawinan merupakan perjanjian yang sakral untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH SIRRI, NIKAH MUT AH, DAN NIKAH BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF FIQIH SKRIPSI

STUDI ANALISIS COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH SIRRI, NIKAH MUT AH, DAN NIKAH BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF FIQIH SKRIPSI STUDI ANALISIS COUNTER LEGAL DRAFT KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH SIRRI, NIKAH MUT AH, DAN NIKAH BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF FIQIH SKRIPSI OLEH KHAMID MASJIB NIM. 3222113015 JURUSAN HUKUM KELUARGA

Lebih terperinci

SKRIPSI. Dalam Ilmu Syari ah

SKRIPSI. Dalam Ilmu Syari ah ANALISIS FIQH MU AMALAH TERHADAP JUAL BELI POHON SENGON DENGAN SISTEM PENEBANGAN DITANGGUHKAN DI DESA CABAK KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Pembatalan Perkawinan 1. Pengertian pembatalan perkawinan Yaitu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI A. Analisis Pernikahan wanita hamil oleh selain yang menghamili di Desa Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Dalam Ilmu Syari ah Oleh: AHMAD RIFQI 082111046

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR A. Analisis terhadap penyebab larangan nikah Tumbuk Desa di desa Candirejo Kecamatan

Lebih terperinci

PERNIKAHAN DENGAN NIAT TALAK. (Studi Pernikahan di Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak) SKRIPSI

PERNIKAHAN DENGAN NIAT TALAK. (Studi Pernikahan di Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak) SKRIPSI PERNIKAHAN DENGAN NIAT TALAK (Studi Pernikahan di Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata S1 Dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci