BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bcl-2 ( B cell lymphoma-2) Bcl-2 merupakan B-cell lymphoma / leukemia-2 dan protein kedua dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan namanya, gen ini ditemukan karena keterlibatannya dalam keganasan sel-b, dimana terjadi translokasi kromosomal yang kemudian mengaktifkan sebagian besar gen pada non-hodgkin s sel-b limfoma folikuler. 10,11 Gen Bcl-2 memiliki lebih dari 230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga exons yang mana exon 2 dan sebagian kecil dari exon 3 mengkode protein. Bcl-2 mengkode 2 mrna, yaitu Bcl-2α dan Bcl-2β, yang mana hanya Bcl-2α yang sepertinya memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2 merupakan membran protein yang memiliki berat molekul 26 kda terletak pada bagian sitosolik dari amplop nuklear, retikulum endoplasma dan bagian luar membran mitokondria dan sitoplasma. 12,13 Berdasarkan dari struktur dan fungsi, protein Bcl-2 adalah suatu regulator utama pada proses apoptosis meliputi antiapoptosis dan proapoptosis. Saat ini ada 18 anggota family Bcl-2 yang telah diidentifikasi dan dibagi kedalam 3 grup, yaitu 14,15,16,17 1. The anti apoptotic channel-forming protein meliputi Bcl-2, Bcl-xl, Mcl-1. 7

2 2. The proapoptotic channel-forming protein diwakili Bax ( Bcl-2 associated x protein) dan Bak ( Bcl-2 associated killer), aktifitas dari kelompok sub grup ini bersifat menstimulasi pelepasan sitokrom c dari membran mitokondria 3. The proapoptotic channel-forming protein yaitu Bid ( BH3 domainonly death agonist ), Bik, NOxa, Puma, Hrk, BNIP3, Bad (Bcl-2 associated death-only death promoter) merupakan molekul proapoptosis. Protein kelompok ini mendorong kematian sel sebagai protein adaptor yang terikat pada jalur upstream untuk memutuskan berlangsungnya program apoptosis. Gambar 2.1.Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain 14 Bcl-2 dapat memperpanjang hidup sel. Ekspresi protein ini seringkali berlebihan pada berbagai keganasan meskipun tanpa adanya 8

3 translokasi kromosom t (14;18) yang mengakibatkan perubahan gen Bcl- 2. Resistensi obat bisa terjadi oleh karena meningkatnya ekspresi Bcl-2, kanker. Paparan yang berlebihan Bcl-2 bisa menyebabkan suatu keadaan terjadinya kemoresisten Apoptosis Definisi Apoptosis adalah mekanisme fisiologis dari kematian sel yang telah menunjukkan peranan dalam onset dengan atau perkembangan kanker. Gangguan pada pengaturan sel yang mengkontrol apoptosis dapat memicu ganguan homeostasis dari jaringan seperti keseimbangan prolifersi dan apoptosis sel. Apoptosis berperan dalam perkembangan siklus sel dari endometrium normal. 5 Apoptosis berasal dari bahasa Yunani, yang artinya gugurnya putik bunga atau daun dari batangnya. Pada tahun 1972, Kerr J.F et al mempublikasikan artikel British Journal of Cancer dengan judul :Apoptosis: a basic biological phenomen with ranging implication in tissue kinetic. Artikel ini menjelaskan proses kematian normal pada sel yang disebut dengan apoptosis. 12 Apoptosis berbeda dengan nekrosis. Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh. Bila sel kehilangan kemampuan melakukan apoptosis maka sel tersebut dapat membelah secara tak terbatas dan akhirnya menjadi kanker. Nekrosis 9

4 adalah kematian sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Sel sel yang dimusnahkan karena cedera (seperti cedera oleh mekanikal, terinfeksi oleh toksik). Pada nekrosis terjadi perubahan pada inti yang pada akhirnya dapat menyebabkan inti menjadi lisis dan membran plasma menjadi ruptur. 19, Fungsi Apoptosis Terminasi sel, keputusan untuk apoptosis dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan sekitarnya ataupun dari sel yang berasal dari immune system. Hal ini fungsi apoptosis adalah untuk mengangkat sel yang rusak, mencegah sel menjadi lemah atau kurangnya nutrisi dan mencegah penyebaran virus. 2. Mempertahankan homeostasis, artinya jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus berada dalam keadaan yang relative konstan, hal ini dapat dicapai jika kecepatan mitosis seimbang dengan kematian sel. 3. Perkembangan embryonal, pada masa embryo perkembangan suatu jaringan atau organ didahului oleh pembelahan dan diferensiasi sel dan kemudian dikoreksi melalui apoptosis. 4. Interaksi limfosit, perkembangan limfosit B dan limfosit T pada tubuh manusia merupakan suatu yang kompleks, yang akan membuang sel sel yang berpotensi menjadi rusak. Sitotoksik T dapat menginduksi 10

5 apoptosis secara langsung pada sel melalui terbukanya suatu celah pada target membrane dan pelepasan zat zat kimia untuk mengawali proses apoptosis. 5. Involusi hormonal pada usia dewasa, misalnya pada pelepasan sel endometrium selama siklus menstruasi, regresi pada payudara setelah masa menyusui dan atresia folikel pada menopause Regulasi Apoptosis Apoptosis diatur oleh beberapa gen. diantara gen tersebut, yang termasuk faktor penting adalah golongan gen Bcl-2. Bcl-2 merupakan gen anti-apoptosis yang pertama kalo diidentifikasi pada limfoma non-hodgkin. Gen tersebut memiliki kemampuan menghambat berbagai macam sinyal apoptosis, dan ekspresi dari gen ini telah ditemukan meningkat pada neoplasma pada manusia, termasuk keganasan mammae, prostat, tiroid, dan karsinoma sel paru sel besar. Bax merupakan gen lain yang merupakan golongan dari Bcl-2, tetapi berlawanan dengan Bcl-2, gen ini cenderung menginduksi terjadinya apoptosis. Gen-gen yang merupakan golongan dari kelompok Bcl-2 dapat membentuk homo atau heterodimer satu sama lain. Pro-apoptosis dari royein Bax tergantung pada pembentukan Bax yang bersifat homodimer pada membrane mitkondria. Efek antagonis dari gen Bcl-2 telah dipengaruhi sebagian oleh Bcl-2-Bax heterodimer yang mencegah terbentuknya Bax-homodimer. Telah diduga bahwa rasio selular dari Bcl-2/Bax merupakan faktor kunci penting yang 11

6 membuat sel resisten terhadap stimulus apoptosis, sedangkan rasi yang rendah menginduksi kematian sel. 5,22,23 Gambar 2.2. Regulasi Apoptosis pada endometrium manusia. Pada fase sekretori endometrium rasio Bcl-2/Bax menurun. Hal ini dikontrol oleh hormonehorman ovarium. Penurunan rasio tersebut menandakan peningkatan apoptosis pada endometrium selama menstruasi 11 TNF-α merupakan sitokin yang menginduksi apoptosis melalui reseptor spesifik. Aktivasi dari reseptor TNF memicu aktivasi dari enzim proteolitik (kaskase) yang bertanggung jawab terhadap eksekusi dari apoptosis. Bagaimanapun untuk menunjang apoptosis, TNF-α dapat mengawali sinyal lain termasuk mengaktivasi NF-ĸB, sebuah fakor transkriptase yang terlibat dalam regulasi dari gen pada respon imun, perkembangan embrionik, onkogenesis, dan apoptosis. Sedangkan beberapa observasi telah menduga sebuah fungsi pro-apoptosis dari NF- 12

7 ĸB, sebuah peran anti-apoptosis telah diketahui pada beberapa jenis sel. NF-ĸB terlbat dalam transkriptase dari beberaapa gen anti-apoptosis, termasuk faktor yang terkait dengan reseptor TNF yaitu TRAF-1 dan TRAF-2, yang merupakan golongan dari penghambat gen apoptosis. NFĸB terdapat pada endometrium selama siklus menstruasi, tetapi hubungannya dengan apoptosis jaringan belum diketahui. 5 Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya yaitu: 1. Adanya signal kematian (penginduksi apoptosis). Signal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstrinsik antara lain: hormon, faktor pertumbuhan, nitrik oxide dan sitokine. Signal intrinsik misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel, panas, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia merupakan keadaan yang dapat menimbulkan pelepasan signal apoptosis intrinsik melalui kerusakan sel. Kedua jalur penginduksi tersebut bertemu didalam sel, berubah menjadi famili protein pengeksekusi utama yang dikenal caspase, yang merupakan mediator sebenarnya kematian sel. 16,17,22,23 Signal apoptosis bisa terjadi secara intrinsik (internal) diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel. Sedangkan jalur ekstrinsik (eksternal) diinisiasi melalui stimulasi dari reseptor kematian (death receptor) 13

8 a. Jalur Intrinsik (Mitochondria Pathway) Jalur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan permeabilitas mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death inducers) ke dalam sitoplasma. 23,24 Mitokondria mengandung protein seperti sitokrom c yang penting bagi kehidupan, tetapi bila beberapa protein yang serupa terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan indikasi bahwa sel tersebut tidak sehat), akan menginisiasi program bunuh diri dari apoptosis. Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol secara seimbang melalui anggota keluarga protein Bcl antara pro dan antiapoptosis. Salah satu yang utama adalah Bcl-2, Bcl-x dan Mcl-1. Normalnya protein ini terdapat pada sitoplasma dan membran mitokondria, dimana mereka mengontrol permeabilitas mitokondria dan mencegah kebocoran protein mitokondria yang nantinya memiliki kemampuan untuk mencetuskan kematian. 24,25 Bila sel kehilangan sinyal bertahan/survival, terjadi kerusakan DNA, atau kesalahan sintesis protein maka akan merangsang stres retikulum endoplasma (RE), sensor dari kerusakan atau stres akan diaktifkan. Sensor kemudian akan mengaktifkan dua kritikal (proapoptosis) efektor, Bax dan Bak, yang membentuk oligomers yang kemudian masuk ke dalam membran mitokondria dan membuat saluran/channel yang memperbolehkan protein dari membran dalam mitokondria untuk bocor ke dalam sitoplasma. BH3 juga mengikat dan memblok fungsi dari Bcl-2 dan Bcl-x, diwaktu yang sama sintesis dari Bcl-2 dan Bcl-x menurun. Hasil dari aktivasi dari Bax- 14

9 Bak disertai dengan hilangnya fungsi perlindungan dari anggota keluarga Bcl antiapoptosis, maka terjadi pelepasan beberapa protein mitokondria ke dalam sitoplasma yang akan mengaktifkan alur caspase. Salah satu protein tersebut adalah sitokrom c, yang diketahui fungsinya pada respirasi mitokondria. Sekali terlepas ke dalam sitosol, sitokrom c mengikat protein yang dinamakan Apaf-1 (apoptosis-activating factor-1, homolog dari Ced-4 pada C elegans), yang kemudian akan membentuk hexamer berbentuk seperti roda yang disebut apoptosom. 22,23 Komplek ini dapat mengikat caspase-9, inisiator caspase yang penting dari alur mitokondria dan enzim akan memecah molekul caspase-9 yang berdekatan, sehingga membentuk sebuah proses auto-amplifikasi. Protein mitokondria lainnya, seperti Smac/diablo, memasuki sitoplasma, kemudian mereka mengikat dan menetralisir protein sitoplasma yang berfungsi sebagai inhibitor fisiologis apoptosis. Fungsi normal dari inhibitor fisiologis apoptosis adalah untuk memblokir aktivasi caspases, termasuk caspase-3 dan menjaga sel-sel tetap hidup, netralisasi dari IAP ini merupakan inisiasi dari alur caspase. 23 b. Jalur Ekstrinsik (Death Receptor Pathway) Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian dari reseptor tumor nekrosis faktor yang terdiri dari cytoplasmic domain, berfungsi untuk mengirimkan sinyal apoptotic. Reseptor kematian yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang dihubungkan dengan 15

10 protein Fas (CD95). Pada saat fas berikatan dengan ligandnya, membrane menuju ligand (Fasl). Tiga atau lebih molekul fas bergabung FADD (Fas-associated death domain). FADD ini melekat pada reseptor kematian dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif dari caspase 8. Molekul procaspase 8 ini kemudian dibawa keatas dan kemudian pecah menjadi caspase 8 aktif. Enzyme ini kemudian mencetuskan cascade aktifasi caspase dan kemudian mengaktifkan procaspase lainnya dan mengaktifkan enzyme untuk mediator pada fase eksekusi. 10 Gambar 2.3. Apoptosis jalur Intrinsik dan Ekstrinsik Tahap pelaksanaan apoptosis (Fase degradasi atau eksekusi) Sel yang mulai apoptosis, secara mikroskopis akan mengalami perubahan: sel mengerut dan lebih besar, sitoplasma tampak lebih padat, kromatin menjadi kondensasi dan fragmentasi yang padat pada membrane inti (pyknotik), kromatin berkelompok dibagian perifer, DNA 16

11 yang ada didalamnya pecah menjadi fragmen fragmen, membrane sel memperlihatkan tonjolan tonjolan yang ireguler (membrane blebbing), sel yang terpecah menjadi beberapa fragmen (apoptoties bodies) Fagositosis Apoptotic bodies ini akan difagosit oleh sel yang berada disekitarnya. Adanya sel sel fagosit ini dapat menjamin tidak menimbulkan respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis. 10,23 Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis Ekspresi Bcl-2 pada Hiperplasia Endometrium Pola ekspresi dari gen pengatur apoptosis pada Bcl-2, Bax, dan TNF-α bergantung pada siklus menstruasi, diduga bahwa faktor-faktor ini sedikitnya mengatur sebagian dari steroid pada ovarium. Ekspresi dari 17

12 TNF-α bergantung pada siklus menstruasi. Ekspresi dari TNF-α sudah ditemukan mengalami kadar tertinggi saat endometrium menstruasi, dan rendahnya perbandingan Bcl-2/Bax diakhir menstruasi cenderung meningkatkan apoptosis dari sel-sel glandular. Pemeriksaan sebelumnya telah menggambarkan apoptosis pada hiperplasia dan karsinoma endometrium dengan melihat morfologi dari apoptosis sel. Pembuktian yang lebih baik yang mengindikasikan Bcl-2 secara umum mengalami down regulation di karsinoma endometrium, yang mana dapat meningkatkan risiko rekurensi dan menurunkan angka harapan hidup 5 tahun. Selanjutnya, ekspresi dari Bax dan faktor pengatur apoptosis lainnya telah diobservasi pada pre kanker dan kanker endometrium. 26,27,28 Gambar 2.5 Analisis imunohistokimia dari Bcl-2 dan Bax pada endometrium normal, hyperplasia, dan adenokarsinoma. A) ekspresi Bcl-2 tinggi pada endometrium normal yang berproliferasi dan menurun pada hyperplasia dan karsinoma. B) sama halnya dengan Bcl-2, ekspresi dari Bax terlihat menurun pada hyperplasia tetapi tetap lebih tinggi dibandingkan Bcl-2. C) rasio Bcl-2/Bax 5,12 18

13 Identifikasi ekspresi Bcl-2 pada gambar 2.5 terlihat bahwa ekspresi pada simpleks terlihat lebih tinggi dibandingkan hiperplasia non atipikal kompleks. pada proliferasi endometrium normal mendorong investigator untuk mempelajari peran potensial dari Bcl-2 pada hiperplasia endometrium. Ekspresi Bcl-2 telah diketahui meningkat pada hiperplasia endometrium. Namun, peningkatan ekspresi Bcl-2 ini tampaknya terbatas pada hiperplasia kompleks. Secara mengejutkan, ekspresi Bcl-2 ini menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium. 3 Gambar 2.6. Apoptosis sel pada kelenjar endometrium normal, hiperplasia, dan kanker 5 Peran gen Fas/FasL juga telah diteliti baru-baru ini pada perkembangan hiperplasia endometrium. Fas termasuk salah satu tumor necrosis factor/nerve growth factor yang berikatan dengan FasL (ligan Fas) dan menginisiasi terjadinya apoptosis. Ekspresi Fas dan FasL meningkat pada sampel endometrium setelah terapi progestasional. Interaksi antara ekspresi Fas dan Bcl-2 dapat berpengaruh pada 19

14 perkembangan hiperplasia endometrium. Ekspresi Bcl-2 tampak menurun dengan adanya progesteron intrauterine, sedangkan ekspresi Fas tampak meningkat. 3 Studi yang telah disebutkan sebelumnya mulai memberikan kita beberapa pemikiran pada perubahan molekular yang mengarah ke terbentuknya hiperplasia dan karsinoma endometrium. Namun, pemahaman kita belumlah lengkap dan studi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan lebih dalam perbedaan ekspresi Bcl-2 dan pada patogenesis molekular hiperplasia endometrium non atipikal simpleks dan kompleks. 3 Gambar 2.7. Analisis dari apoptosis dengan menggunakan penandaan 3 -end in situ dan ekspresi dari Bcl-2. (A) pada endometrium normal dan patologis. Pada kelenjar endometrium yang berproliferasi apoptosis terjadi sangat tidak bermakna, tetapi apoptosis sel terihat meningkat pada sel stroma (panah). (B) pada karsinoma endometrium grade II apoptosis terjadi dalam jumlah yang banyak (panah). (C) presentasi lapangan gelap dari mrna Bcl-2 memperlihatkan ekspresi yang tinggi pada endometrium yang berproliferasi. (D) dan rendah pada hiperplasia endometrium kompleks. 5 20

15 2.2.5 Pemeriksaan Ekspresi Bcl-2 a. Penandaan In Situ 3 -end dari DNA Apoptosis Penandaan in situ 3 -end dari DNA apoptosis merupakan yang pertma kali dicetuskan, dengan menggunakan ApopTag in situ yaitu suatu alat untuk mendeteksi terjadinya apoptosis (Oncor, Gaithesburg, MD). 5,21 b. Hibridisasi In Situ Analisis hibridisasi in situ dibuat dengan menggunakan penandaan biotin untuk Bcl-2 dan Bax. 5,21 c. Imunohistokimia Potongan paraffin di deparafinisasi dengan xylene dan di hidrasi bertingkat dengan serial alkohol. Bcl-2 dideteksi dengan menggunakan anti monoclonal dari tikus antibodi Bcl-2, Bax menggunakan antibodi Bax anti-manusia dari poliklonal kelinci, TNF-α menggunakan antibodi antimanusia dari monoclonal tikus, dan NF-ĸB menggunakan antibodi antimanusia dari poliklonal kelinci. 5,29 Pewarnaan immunohistokimia dievaluasi dengan memakai indeks pewarnaan yang didasarkan pada test pendahuluan. Intensitas pewarnaan ditentukan berdasarkan : 0 = tidak dijumpai sel yang mengikat antibodi 1 = lemah atau tidak dapat dibedakan. 2 = sedang, dijumpai pada beberapa sel. 3 = kuat dijumpai pada sebagian besar atau semua sel. 5 21

16 Gambar 2.8 Kelenjar endometrium yang menunjukkan positif adanya Bcl-2 12 Suatu studi di Cina juga menyebutkan terdapat hubungan antara ekspresi gen Bcl-2 dengan resiko terjadinya kanker endometrium (p< 0,05). 30 Penjagaan homeostasis dari jaringan tubuh sangat erat hubungannya dengan proses pengaturan proliferasi sel dan apoptosis pada integritas jaringan. Terdapat penelitian yang mengevaluasi ekspresi apoptosis dengan protein regulasi apoptosis yaitu Bcl-2 pada hiperplasia endometrium. 31 Apoptosis merupakan proses morfologi dan biokimia dari nekrosis yang menyebabkan disfungsi sel. Deregulasi proses apoptosis dapat disebabkan banyak faktor yaitu penyakit autoimun, defek perkembangan, dan kanker. Endometrium manusia merupakan jaringan tubuh yang sangat bergantung pada proses apoptosis, proliferasi, dan diferensiasi. Sistem ini dipengaruhi keadaan hormonal seperti estradiol dan progesteron. Apoptosis dilaporkan terdeteksi pada fase sekresi akhir atau pada fase sekresi awal. 31,32 22

17 Apoptosis diatur oleh gen pro dan anti apoptosis. Protein Bcl-2 merupakan protein kompleks yang berperan dalam apoptosis. Rasio Bcl- 2/Bax,merupakan kunci proses apoptosis dimana nilai yang kecil akan menyebabkan kematian sel. Ekspresi Bcl-2 tidak hanya dideteksi pada hiperplasia endometrium, akan tetapi juga ditemukan pada payudara, paru-paru, prostat, dan kanker tiroid atau melanoma. 31,33 Caspase terjadi pada inisiator apoptosis. Caspase inisiator apoptosis terdiri dari kaspase 2, 8, 9, dan 10. Juga terdapat Caspase efektor apoptosis yaitu 3, 6, 7. Protein diaktifkan oleh caspase misalnya poli ADP ribose polimerase (PARP). PARP merupakan enzim nuklear yang berperan dalam perbaikan DNA dan stabilisasi genom. Enzim ini juga terdeteksi pada hiperplasia endometrium. 31 Terdapat penelitian yang mengukur kadar Bcl-2 pada hiperplasia endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 25 pasien dengan usia ratarata 58 tahun. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi Bcl-2 yang menurun sehingga menyebabkan terhambatnya proses apoptosis dan terjadi perkembangan sel kanker. 31 Penelitian Vaskivuo et al pada tahun 2002 membahas tentang peranan apoptosis dan faktor apoptosis Bcl-2 pada hiperplasia endometrium. Penelitian ini dilakukan pada 85 kasus spesimen histerektomi dengan usia tahun. Hasil penelitian menunjukkan apoptosis berperan pada hiperplasia simpleks, kompleks, dan atipikal. Proses apoptosis menurun pada hiperplasia endometrium. Bcl-2 23

18 terdeteksi pada hiperplasia endometrium dan endometrium normal. Laju apoptosis pada tipe simpleks adalah 0,49 dan kompleks adalah 0,52. 5 Penelitian lain oleh Boise et al pada tahun 1993 meneliti tentang gen Bcl-2 yang berperan dalam regulasi apoptosis. Jumlah sel dikontrol melalui keseimbangan proliferasi sel dan kematian sel. Apoptosis merupakan proses aktif dimana sel dapat mati selama perkembangan pada eukariosit kompleks. Kematian sel diinduksi program baik ekstrinsik maupun intrinsik. Kematian sel ditandai dengan kurangnya volume sel, pecahnya membran sel, kondensasi nuklear, dan degenerasi DNA. 34 Salah satu faktor yang berperan penting adalah Bcl-2 yang berasal dari translokasi 14;18 pada sel B limfoma. Translokasi ini menghasilkan ekspresi deregulasi gen Bcl-2. Hal ini akan menyebabkan apoptosis. 34 Penelitian lain oleh Sarmadi menilai reseptor estrogen dan progesteron pada hiperplasia endometrium. Hasil penelitian menunjukkan terdapat kelebihan reseptor progesteron pada 100% kasus hiperplasia endometrium sehingga diperlukan terapi hormonal. 35 Bcl-2 juga dapat digunakan sebagai pertanda dalam menilai terapi progestin pada hiperplasia non atipik kompleks seperti penelitian yang dilakukan Upson et al pada tahun Pada sel mamalia, apoptosis dipicu melalui dua faktor yaitu jalur ekstrinsik atau reseptor kematian dan jalur intrinsik yaitu mitokondrial. Kekurangan dari Bcl-2 dapat menjadi karsinogenik seperti pada kasus kanker payudara, kolon, tiroid, dan endometrium. Ekspresi Blc-2 yang 24

19 tinggi akan memperlambat pertumbuhan sel hingga kematian sel, sedangkan ekspresi Bcl-2 yang rendah akan memicu inhibisi apoptosis sel. 37 Penelitian Cahyanti pada tahun 2008 tentang Bcl-2 dan indeks apoptosis pada hiperplasia endometrium non atipik simpleks dan kompleks. Pada pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 didapatkan gambaran immunostaining spesifik berwarna coklat pada sitoplasma sel. Ekspresi Bcl-2 terdapat pada semua kasus hiperplasia endometrium nonatipik simpleks dan kompleks. Intensitas staining pada epitel kelenjar positif kuat pada hiperplasia simpleks sebanyak 85,7% dan terdapat peningkatan intensitas staining kuat pada hiperplasia kompleks 96,4% bila dibandingkan dengan hiperplasia simpleks, tetapi perbedaan intensitas staining tersebut tidak bermakna. 38 Pada hasil penelitian Bcl-2 juga didapatkan ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia endometrium non-atipik simpleks dan kompleks didapatkan adanya perbedaan yang bermakna dengan nilai ekspresi Bcl-2 pada hiperplasia endometrium kompleks lebih tinggi dibandingkan yang simpleks. Endometrium dengan Bcl-2 0,92 mempunyai resiko 2,6 kali untuk terjadinya hiperplasia non-atipik kompleks dibandingkan Bcl-2 < 0, Pada hasil pemeriksaan sel apoptosis pada kelenjar endometrium dari hiperplasia endometrium non-atipik dijumpai nilai median indeks 25

20 apoptosis pada hiperplasia non-atipik simpleks 10 (5-40) dan yang kompleks 8 (1-30). 38 Dapat disimpulkan bahwa pada hiperplasia endometrium non-atipik dengan adanya aktivitas proliferasi sel kelenjar yang meningkat dibandingkan stroma, disebabkan ekspresi Bcl-2 sebagai anti-apoptosis yang meningkat. Ekspresi Bcl-2 tersebut akan menyebabkan penurunan kemampuan apoptosis dengan nilai indeks apoptosis yang rendah. Pada hiperplasia endometrium non-atipik kompleks. 38 Penelitian Barhoom tentang Bcl-2 tidak hanya dilakukan pada manusia akan tetapi pada jamur gloeosporoides, dimana jamur ini juga memerlukan Bcl-2 sebagai regulator apoptosis. 39 Terdapat peneltian oleh Santoso D pada tahun 2013 yang membedakan indeks apoptosis berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada pasien yang menjalani hemodialisa. Indeks apoptosis perempuan lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan laki-laki (0,7325 vs 0,55175). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di kelompok perempuan non-diabetes yang menjalani hemodialisis, indeks apoptosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok laki-laki dan pembandingnya. 40 Penelitian Teguh M tentang perbedaan indeks apoptosis antara pasien pre-eklamsia dengan normal. Hasil penelitian didapatkan terdapat perbedaan bermakna indeks apoptosis dimana indeks meningkat pada pasien pre-ekalmsia

21 Penelitian Gao et al pada tahun 2000 meneliti tentang mrna Bcl-2 yang berkorelasi dengan kemoresistensi pada sel kanker manusia. Ekspresi Bcl-2 didapatkan paling tinggi berada pada fase G1 saat pembelahan sel. 42 Penelitian Bcl-2 juga dilakukan pada kasus glioblastoma serta kanker paru dan didapatkan hasil Bcl- 2 berperan pada penyakit ini dalam mengontrol apoptosis. Bcl-2 juga dijadikan pertanda dalam menilai prognosis pasien. 43,44,45 Penelitian oleh Hardian et al meneliti tentang indeks apoptosis dan Bcl-2 pada hiperplasia endometrium yang rekuren. Hasil peneltiian didapatkan hiperplasia endometrium berkorelasi dengan indeks apoptosis namun tidak berkorelasi dengan ekspresi Bcl Sel apoptosis dapat dikenali melalui perubahan morfologi stereotipikal. Sel akan mengerut, menunjukkan deformasi, dan tidak lengket dengan sel di sekitarnya. Kromatin akan memendek, plasma akan mencair atau bengkak. 10 Sel yang mengalami apoptosis akan dimakan makrofag dan dibuang dari jaringan tanpa mengakibatkan respon inflamasi. Proses ini mengaktifkan enzim proteolitik terutama untuk mencerna DNA menjadi fragmen oligonukleosal. Apoptosis berbeda dengan nekrosis sel dimana nekrosis sel akan terjadi tanpa terkontrol sehingga menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya dan memancing respon inflamasi

22 Apoptosis dapat dipicu dari berbagai stimuli baik dalam maupun luar sel seperti adanya ligasi pada reseptor permukaan sel oleh DNA perbaikan untuk memperbaiki struktur DNA yang cacat, ataupun sel yang mengalami iradiasi atau obat sitotoksik Hiperplasia Endometrium Definisi Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai proliferasi kelenjar dengan ukuran dan bentuk ireguler dan dengan peningkatan rasio kelenjar/stroma. Hiperplasia endometrium kemudian diklasifikasikan menjadi hiperplasia simpleks dan hiperplasia kompleks berdasarkan tingkat kompleksitas proliferasi kelenjar. Hiperplasia sederhana (dulunya disebut kistik atau hiperplasia ringan) adalah lesi proliferatif dengan tingkat kompleksitas minimal dan dikelilingi banyak stroma diantara kelenjar. Hiperplasia kompleks (dulunya disebut hiperplasia moderat) adalah lesi proliferatif dengan tingkat kompleksitas yang berat. Pada hiperplasia kompleks, kelenjar dapat bervariasi dalam ukuran, dan jumlah stroma yang minimal diantara kelenjar. 3 28

23 2.3.2 Klasifikasi Hiperplasia endometrium juga diklasifikasikan berdasarkan adanya gambaran sitologi atipikal. Gambaran sitologi atipikal mengacu pada pembesaran sel epitel yang hiperkromatik dengan nukleoli prominen dan peningkatan rasio inti / sitoplasma. Tabel 1. Klasifikasi Hiperplasia Endometrium 3,47 Gambaran sitologi atipik merupakan faktor prognostik paling penting untuk mengarah ke karsinoma. Klasifikasi hiperplasia endometrium yang lebih simpleks telah direkomendasikan berdasarkan pentingnya sitologi atipik: hiperplasia non atipik dan hiperplasia atipik. Kurang dari 2% hiperplasia non atipik berkembang menjadi karsinoma, dan durasi rata-rata untuk menjadi karsinoma memerlukan waktu 10 tahun. Hiperplasia atipikal berkembang menjadi karsinoma pada 23% kasus dengan waktu rata-rata 4 tahun. 3 29

24 Gambar 2.9. Klasifikasi Histologi Hiperplasia Endometrium 1 Hiperplasia endometrium didefinisikan sebagai proliferasi kelenjar yang tidak teratur bentuk dan ukuran dengan peningkatan kelenjar rasio stroma. Hal ini lebih dikategorikan menjadi simpleks dan kompleks, didasarkan pada kompleksitas kelenjar. World Health Organization (WHO) membuat sistem klasifikasi untuk hiperplasia endometrium, yang kemudian direvisi pada tahun 2003, dibentuk berdasarkan dari Group Oncology Gynecologic (GOG) dan International Society of Gynecological Patologist (ISGP). Data - data menunjukkan bahwa sebagian besar hiperplasia non atipik merupakan awal, tingginya lesi reversibel dalam patogenesis endometrium dan karsinoma atipik hiperplasia endometrium adalah prekursor endometrioid kanker endometrium. 1,47 30

25 Tabel 2 Perbandingan hiperplasia non atipik simpleks dan kompleks dengan hiperplasia atipik simpleks dan kompleks 3 Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Patologi Pasien Regresi Persisten Progessivitas (%) (%) menjadi karsinoma Hiperplasia Simpleks (80) 18 (19) 1 (1) Hiperplasia Kompleks (80) 5 (17) 1 (3) Hiperplasia atipik simpleks 13 9 (69) 3 (23) 1 (8) Hiperplasia atipik kompleks (57) 5 (14) 10 (29) Epidemiologi Terlepas dari kenyataan bahwa karsinoma endometrium adalah ginekologi yang paling umum di Amerika Serikat, dengan kejadian 23,2 pada perempuan. Dapat mempengaruhi wanita dalam segala usia, dengan keluhan utama perdarahan uterus yang abnormal. Sangat sedikit yang diketahui tentang kejadian hiperplasia endometrium. Hiperplasia Endometrium tidak hanya predisposisi untuk karsinoma endometrium, penyajian gejala klinis, menoragia dan menometroragia, sering menyebabkan emergensi dan evaluasi rawat jalan. Selain itu, pasien menanggung beban biaya dan beban evaluasi diagnostik medis, bedah dan pengobatan (termasuk biopsi endometrium, dilatasi dan kuretase, histerektomi, dan terapi potensial progestogen yang panjang 18,19 31

26 2.3.4 Patogenesis Pada suatu studi retrospektif, Kurman menjelaskan perjalanan alamiah dari hiperplasia endometrium. Pada studi 170 wanita dengan hiperplasia endometrium diikuti selama satu tahun tanpa histerektomi. Hanya 2 pasien (2%) yang awalnya didiagnosis hiperplasia tanpa gambaran atipik berkembang menjadi karsinoma. Pada kedua pasien ini, diagnosis awal hiperplasia tanpa gambaran atipik berkembang menjadi hiperplasia endometrium dengan gambaran atipik sebelum didiagnosis karsinoma endometrium. 3 Hiperplasia non atipik cenderung untuk mengalami regresi secara spontan, sedangkan hiperplasia atipik cenderung untuk berkembang progresif. Studi lain dari 45 pasien yang menjalani histerektomi untuk diagnosis preoperatif hiperplasia endometrium. Tidak dijumpai kasus terjadinya karsinoma endometrium bersamaan dengan hiperplasia endometrium non atipik. 3 Siklus menstruasi normal ditandai dengan meningkatnya ekspresi onkogen Bcl-2 sepanjang fase proliferatif. Bcl-2 merupakan onkogen yang terletak pada kromosom 18 yang pertama kali dikenal pada limfoma folikular tetapi telah dilaporkan terdapat pada banyak keganasan manusia. Apoptosis selular secara parsial dihambat oleh ekspresi Bcl-2 yang menyebabkan sel hidup lebih lama. Ekspresi Bcl-2 tampaknya diatur melalui kontrol hormonal, dan ekspresinya menurun secara signifikan pada saat fase sekresi siklus menstruasi. Menurunnya ekspresi Bcl-2 32

27 berhubungan dengan munculnya sel apoptotik dalam endometrium yang terlihat pada mikroskop elektron selama fase sekresi dalam siklus menstruasi. 3, Gambaran Klinis Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis paling sering yang diakibatkan oleh hiperplasia endometrium. Unopposed estrogen dari pemakaian estrogen eksogen atau siklus anovulatori mengakibatkan hiperplastik endometrium dengan perdarahan terus-menerus. Pasien pada usia reproduktif dengan hiperplasia endometrium khasnya sekunder akibat sindrom polikistik ovarium (SPOK). SPOK mengakibatkan unopposed estrogen sekunder dari siklus anovulatori. Pasien usia muda dapat juga mempunyai kadar estrogen lebih tinggi akibat sekunder dari konversi androstenedione periferal dalam jaringan lemak (pasien obese) atau tumor ovarium yang mensekresi estrogen (misalnya, tumor sel granulosa). 3 Pasien pascamenopause dengan hiperplasia endometrium juga mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam. pada kelompok usia ini harus dipertimbangkan kejadian karsinoma, atrofi endometrium merupakan penyebab paling sering pada perdarahan pascamenopause. Hiperplasia dan karsinoma secara khas menunjukkan gejala perdarahan pervaginam berat, sedangkan pasien dengan atrofi biasanya datang dengan keluhan perdarahan pervaginam ringan. 3 33

28 2.3.6 Diagnosis Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering dikeluhkan pasien hiperplasia endometrium. Wanita dengan perdarahan pascamenopause akan dijumpai hiperplasia endometrium pada 15% kasus dan kanker pada 10% kasus. Temuan ultrasound secara insidental yang menunjukkan penebalan endometrium untuk hiperplasia endometrium. Wanita dibawah usia 40 tahun yang mengeluhkan perdarahan uterus abnormal khasnya memiliki gangguan hormonal yang dapat membaik tanpa harus dilakukannya pemeriksaan diagnostik, misalnya ultrasound, atau kuretase endometrium. 3,21 1. Ultrasonografi Ultrasonografi transvaginal merupakan prosedur diagnostik dan relatif murah untuk mendeteksi kelainan endometrium. Namun, pada wanita pascamenopause, efikasinya sebagai pemeriksaan penapisan untuk mendeteksi hiperplasia atau karsinoma endometrium belum diketahui. Pada percobaan PEPI (Postmenopausal Estrogen/Progestin Interventions), nilai batas ketebalan endometrium 5 mm memiliki nilai prediktif positif, nilai prediktif negatif, sensitivitas, dan spesivisitas untuk hiperplasia atau karsinoma endometrium masing-masing 9%, 99%, 90%, dan 48%. 3,5,21, Ultrasonografi dapat berperan sebagai pemandu untuk menentukan apakah wanita dengan perdarahan pascamenopause memerlukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut (misalnya kuretase) untuk 34

29 menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada 339 wanita dengan perdarahan pascamenopause, tidak dijumpai ketebalan endometrium 4 mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium selama 10 tahun periode follow up Biopsi Endometrium Pipelle Pengambilan sampel endometrium dengan Pipelle merupakan pemeriksaan yang efektif dan relatif murah untuk mengumpulkan jaringan Studi sebelumnya menjelaskan wanita dengan bermacam-macam penyebab perdarahan uterus abnormal; namun, yang paling penting adalah kemampuan Pipelle untuk mendiagnosis secara benar wanita dengan hiperplasia dan karsinoma endometrium. Pada studi metaanalisis terhadap 7914 wanita, Pipelle mempunyai sensitivitas 99% dalam mendeteksi kanker endometrium pada wanita pascamenopause, tetapi pada wanita dengan hiperplasia endometrium, sensitivitas menurun menjadi 75% Kuretase dan Histeroskopi atau Dilatasi Histeroskopi telah diterima secara umum sebagai baku emas dalam mengevaluasi kavum endometrium. Namun, histeroskopi saja dalam mendeteksi hiperplasia atau karsinoma dapat menghasilkan positif palsu yang tinggi dan harus dilakukannya dilatasi dan kuretase. Apabila dikombinasi dengan biopsi, histeroskopi memiliki sensitivitas, spesifisitas, 35

30 masing-masing 98%, 95%, ketika dibandingkan dengan temuan histologi pada saat dilakukan histerektomi. 3, Penatalaksanaan Banyak studi telah dilakukan untuk melihat efikasi penanganan konservatif dengan progestin dan agonis GnRH dalam menangani wanita dengan hiperplasia endometrium. Dalam memilih penanganan konservatif pada wanita dengan hiperplasia endometrium bergantung pada beberapa factor meliputi usia pasien, keinginan untuk hamil lagi, resiko operasi dan adanya gambaran sitologi endometrium. 4 Progestin telah digunakan untuk menangani hiperplasia endometrium selama lebih dari 40 tahun. Pada kelompok wanita pascamenopause berjumlah 52 orang yang didiagnosis dengan hiperplasia atipik atau hiperplasia non atipik, 90% pasien mengalami remisi sempurna setelah diterapi dengan 40 mg megestrol acetate perhari selama rata-rata 42 bulan. Megestrol acetate memiliki efek samping yang rendah dan aman pada dosis yang tinggi. Dengan dosis 160 sampai 320 mg perhari selama 3 bulan, tidak terdapat perubahan bermakna pada kadar glukosa darah atau profil lipid serum, walaupun wanita tersebut menunjukkan sedikit penambahan berat badan. 4 Medroxyprogesterone acetate siklik telah digunakan secara efektif untuk menangani wanita menopause dengan hiperplasia endometrium tanpa gambaran atipik. Pada 65 pasien dengan hiperplasia endometrium 36

31 tanpa gambaran atipik, 10 mg medroxyprogesterone acetate per hari selama 14 hari mulai diberikan kepada pasien. Regresi hiperplasia tampak pada 80% pasien, dan 92% dari pasien ini kembali memiliki endometrium normal pada saat 12 bulan terapi 4,48,49. Studi pada 42 wanita dengan hiperplasia non atipik (n=30) dan hiperplasia atipik (n=12), terapi selama 6 bulan menggunakan leuprolide acetate atau triptorelin menunjukkan hasil regresi pada semua pasien, kecuali 7 orang pasien. Ketujuh pasien ini merupakan pasien hiperplasia non atipik. Norethisterone acetate dengan dosis 500 mg perminggu selama 3 bulan dengan 3,75 mg triptorelin setiap bulan selama 6 bulan menunjukkan hasil regresi pada 16 pasien dari 19 pasien setelah follow up 5 tahun. Dari 3 pasien yang diperkirakan gagal pengobatan, 1 orang mengalami rekurensi, 1 menetap, dan 1 mengalami progesivitas. 4,48,49 37

32 2.4 Kerangka Teori Menstruasi Obesitas Anovulasi Tumor sekresi estrogen Unopposed estrogen Endometrium normal Progesteron normal atau rendah Protein anti apoptosis (Bcl-2) Protein pro apoptosis (Bax,Fas-FasL, TNF alfa) Proliferasi Sel Endometrium Protein anti apoptosis (Bcl-2) Protein pro apoptosis (Bax,Fas-FasL,TNF alfa) Apoptosis Normal Apoptosis Endometrium normal Hiperplasia endometrium Simpleks Kompleks 38

33 2.5. Kerangka Konsep Ekspresi BCL - 2 Hiperplasia endometrium non atipik Variabel Bebas Variabel Tergantung 39

APOPTOSIS. OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

APOPTOSIS. OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 APOPTOSIS OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Pendahuluan Setiap organisme yang hidup terdiri dari ratusan tipe sel, yang semuanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Kematian sel krn trauma - mekanik - kimia/toksik Kematian sel krn apoptosis - Sinyal Internal - Sinyal external PROSES KEMATIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uterus 2.1.1. Anatomi dan Histologi Uterus Uterus berbentuk seperti buah pir dan berdinding tebal. Yang terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, cavum uteri. Ukuran dari fundus

Lebih terperinci

Penuaan dan Kematian Sel

Penuaan dan Kematian Sel Penuaan dan Kematian Sel ASHFAR KURNIA Departemen Biokimia FKUI Penuaan Sel -Karena aktifitas sel menurun -Stress oksidatif di dalam sel merupakan penyebab proses aging -Mitokondria yang menghasilkan ROS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor odontogenik adalah tumor yang berasal dari jaringan pembentuk gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minggu kehamilan pada wanita hamil yang sebelumnya. preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minggu kehamilan pada wanita hamil yang sebelumnya. preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia Preeklampsia merupakan gangguan multisistem dalam kehamilan. Ditandai dengan kenaikan tekanan darah dan proteinuria diatas 20 minggu kehamilan pada wanita hamil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Pend h a uluan Etiologi PUD B l e dik um t e h a i u t pas iti Beberapa pilihan terapi

Pend h a uluan Etiologi PUD B l e dik um t e h a i u t pas iti Beberapa pilihan terapi TERAPI HORMONAL & NONHORMONAL DALAM PENATALAKSANAAN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI (PUD) Pendahuluan Etiologi PUD Belum diketahui i pasti Beberapa pilihan terapi Pendahuluan Pembagian : PUD akut kronis Perimenarcheal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel ke dalam populasi jaringan

Lebih terperinci

Bcl-2 DAN INDEKS APOPTOSIS PADA HIPERPLASIA ENDOMETRIUM NON-ATIPIK SIMPLEKS DAN KOMPLEKS

Bcl-2 DAN INDEKS APOPTOSIS PADA HIPERPLASIA ENDOMETRIUM NON-ATIPIK SIMPLEKS DAN KOMPLEKS Bcl-2 DAN INDEKS APOPTOSIS PADA HIPERPLASIA ENDOMETRIUM NON-ATIPIK SIMPLEKS DAN KOMPLEKS Bcl-2 AND APOPTOTIC INDEX IN SIMPLE AND COMPLEX NON-ATYPICAL ENDOMETRIAL HYPERPLASIA Tesis untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kanker payudara merupakan masalah kesehatan pada wanita di seluruh dunia. Di Amerika, kanker payudara merupakan kanker dengan frekuensi paling banyak pada wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan dari uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak berdarah (Manuaba,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan mengeluh menoragia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11 Skenario gangguan MENSTRUASI Rukmono Siswishanto SMF/Bagian Obstetri & Ginekologi RS Sardjito/ Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta Anita, wanita berumur 24 tahun datang ke tempat praktek karena sejak 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i ii iii iv vi x xii xiii

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tumor ovarium dapat berasal dari salah satu dari tiga komponen berikut: epitel permukaan, sel germinal, dan stroma ovarium itu sendiri. Terdapat pula kasus yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masyarakat tertarik pada usaha untuk mengobati diri sendiri ketika merasa mengalami keluhan kesehatan yang bersifat ringan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tumor ganas ovarium adalah penyebab kematian akibat tumor ginekologi yang menduduki urutan ke empat di Amerika Serikat. (1-10) Laporan statistik kanker Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang dimulai dari sekelompok sel-sel kanker yang dapat tumbuh menyerang jaringan sekitarnya atau menyebar (metastasis)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

Indonesia dan dapat mengancam keselamatan ibu dan janin. Kondisi. tersebut jelas berperan dalam tingginya AKI dan AKB di Indonesia.

Indonesia dan dapat mengancam keselamatan ibu dan janin. Kondisi. tersebut jelas berperan dalam tingginya AKI dan AKB di Indonesia. 2.1. Preeklampsia Preeklampsia dilaporkan masih menjadi masalah utama ibu hamil di Indonesia dan dapat mengancam keselamatan ibu dan janin. Kondisi tersebut jelas berperan dalam tingginya AKI dan AKB di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

Pengertian. Endometriosis

Pengertian. Endometriosis Endometriosis Pengertian Endometriosis Suatu penyakit jinak yang didefinisikan dengan adanya kelenjar endometrium atau pun stroma ektopik (diluar uterus) yang sering dihubungkan dengan nyeri panggul dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karsinoma payudara pada wanita masih menjadi masalah kesehatan yang utama di seluruh dunia dan menempati keganasan terbanyak pada wanita baik di negara maju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

ABSTRAK DASAR MEKANISME APOPTOSIS

ABSTRAK DASAR MEKANISME APOPTOSIS ABSTRAK DASAR MEKANISME APOPTOSIS Arief Ismail Khalik, 2004, Pembimbing : Hanna Ratnawati. dr., M.Kes. Apoptosis merupakan komponen penting dalam perkembangan dan homeostasis dari organisme eukariotik

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau tumor prostat jinak, menjadi masalah bagi kebanyakan kaum pria yang berusia di atas 50 tahun. BPH pada pria muncul tanpa ada

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT

REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT REGULASI EKSPRESI GEN PADA ORGANISME EUKARYOT Morfologi dan fungsi berbagai tipe sel organisme tingkat tinggi berbeda, misalnya: neuron mamalia berbeda dengan limfosit, tetapi genomnya sama Difenrensiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci