Di Balik Kasus Century

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Di Balik Kasus Century"

Transkripsi

1 Sumiyem Sarmi Lestari Di Balik Kasus Century Kerangka Berfikir

2 Rangkuman a. Bank Century berdampak sistemik atau tidak? Menurut pendapat kami Bank Century tidak berdampak sistemik karena nilai asetnya hanya sekitar 1% dari nilai asset perbankan di Indonesia. Walaupun tidak berdampak sistemik namun sebaiknya LPS tetap menjamin dana pihak ketiga, terutama nasabah kecil agar mereka tidak dirugikan. Dana yang diberikan harusnya lebih terkontrol dan diawasi secara ketat untuk meminimalisir adanya penyimpangan. Keputusan BI yang tergesa-gesa dalam memberikan vonis bank gagal dan berdampak sistemik menurut kami merupakan keputusan yang sengaja dibuat untuk memberikan keuntungan lebih bagi pihak-pihak terkait yang menggunakan peluang ini sebagai kesempatan dalam kesempitan. b. Ada / Tidaknya Tindak Pidana di Bidang Perbankan terkait Kebijakan Bailout Bank Century? Bagi mereka yang berpendapat bahwa kebijakan bailout memang sudah tepat, dalam arti juga tidak terdapat pelanggaran atau tindak pidana perbankan di dalamnya, memiliki dasar atau analisis atau data tersendiri. Analisis tersebut mempertimbangkan aspek-aspek makroekonomi dan keuangan yang cermat, itikad baik, asas kemanfaatan publik dan asas transparansi dalam proses pengambilan keputusannya. Tak terkecuali mengenai argumentasi bahwa pembangkrutan Bank Century akan berdampak sistemik melalui rumor. Dari sudut pandang teori ekonomi tradisional, jelas Bank Century tidak perlu diselamatkan. Sebab secara data fundamental, bank ini sangat kecil, baik dalam besaran asset maupun perannya dalam system perbankan (sehingga tidak akan menulari bank-bank lain). Terbukti, mayoritas anggota DPR memilih opsi yang menyatakan bahwa bailout Bank Century adalah suatu kebijakan yang salah. Namun, Behaviour Finance Theory (BFT) masih memberikan ruang untuk mengubah mindset, yakni bahwa terkadang pelaku ekonomi berperilaku irrasional. Dalam hal ini, pendapat bahwa Bank Century adalah bank kecil yang apabila ditutup tidak akan berdampak sistemik, hanya akan berlaku jika ekonomi dalam kondisi normal. Faktanya, saat masalah Bank

3 Century mencuat, ekonomi sedang dalam kondisi yang tidak normal, yakni sedang menghadapi krisis ekonomi global. Pada kondisi krisis ekonomi seperti itu, tindakan menutup bank, sekecil apapun bank tersebut, akan menghadapi resiko dampak sistemik. Ini terjadi karena berita dan sentiment negatif akan menurunkan kredibilitas otoritas moneter dan pemerintah di mata masyarakat. Rumor sangat mudah menyebar dalam kondisi ekonomi yang sedang krisis. Dan ketika itu, rumor memang sudah menyebar. Oleh karena itu, mempertimbangkan keadaan rumor yang sudah nyata tersebut, Bank Indonesia menetapkan Bank Century sebagai bank gagal bedampak sistemik dan merekomendasikan KSSK untuk menyelamatkan bank tersebut. Pada intinya, mencermati kegentingan situasi yang ada, maka jika Bank Century tidak diselamatkan akan memberikan dampak berantai atau sistemik, yang dapat menciptakan instabilitas pada sistem keuangan dan perekonomian nasional mengingat kondisi perekonomian global saat itu. Tak terkecuali bagi mereka yang berpendapat bahwa kebijakan bailout adalah kurang tepat, pun mereka memiliki dasar atau analisis tersendiri. Bahkan, terdapat beberapa indikator, yang menurut mereka, mengarah pada pelanggaran atau tindak pidana perbankan. Pada intinya, Bank Century sejatinya memang sudah cacat sejak awal berdiri. Segala sesuatu yang dimulai dengan itikad yang tidak baik, tentunya akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik pula. Inilah yang terjadi pada ketiga bank peserta merger, khususnya Bank CIC, dimana ditemukan beberapa bukti adanya pelanggaran atau tindak pidana perbankan di dalamnya. Pun sejak Bank Century didirikan hingga proses bailout. Sejatinya, menurut mereka yang kontra terhadap kebijakan bailout Bank Century, solusi bagi Bank Century yang berstatus sebagai bank gagal adalah dengan menutup bank tersebut, bukan malah memberi bantuan dana dalam bentuk bailout. Berdasarkan data-data yang ada, mereka menilai bahwa kegagalan Bank Century tidak sampai berdampak sistemik. Tidak sampai di situ saja, kontroversi munculnya Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan pun menjadi perdebatan. Menurut mereka, meskipun bailout tersebut telah berhasil diberikan, namun keabsahan akan payung hukum pengucuran bailout tersebut juga dipertanyakan.

4 Berdasarkan data dari BPK, penyaluran dana bailout ke Bank Century setelah tanggal 18 Desember 2008 (sebesar Rp 2,886 triliun) adalah tidak sah alias illegal. Dana bailout yang dianggap legal adalah sebagian dana yang dikucurkan pada tahap kedua (yang dikucurkan pada Desember 2008), pengucuran tahap ketiga dan tahap keempat. Dikarenakan, setelah tanggal 18 Desember 2008, Perpu JPSK yang memayungi bailout Bank Century sudah tidak berlaku lagi, menyusul ditolaknya perpu tersebut oleh DPR. Bahkan, ditemukan beberapa bukti yang mengindikasikan adanya dugaan tindak pidana di bidang perbankan, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Perbankan, Undangundang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maupun Undangundang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. c. Potensi Kriminalisasi Kebijakan Publik dalam Pengambilan Kebijakan Bailout Bank Century Pada prinsipnya, kesalahan dalam pengambilan kebijakan (malkebijakan) atau keputusan, tidak dapat dipidana. Dalam hukum administrasi Negara, tidak dikenal sanksi pidana. Sanksi yang dikenal dalam hukum administrasi Negara antara lain: teguran (lisan maupun tertulis), penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, bahkan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan. Meski demikian, terhadap prinsip umum bahwa kebijakan dan keputusan yang salah tidak dapat dikenai sanksi pidana, terdapat pengecualian. Paling tidak ada tiga pengecualian, yakni sebagai berikut: 1) Pertama, adalah kebijakan atau keputusan dari pejabat yang bermotifkan melakukan kejahatan internasional atau dalam konteks Indonesia diistilahkan sebagai pelanggaran HAM berat. 2) Kedua, meski suatu anomali, kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan, secara tegas ditentukan dalam perundang-undangan. 3) Ketiga, kebijakan atau keputusan yang bersifat koruptif atau pengambil kebijakan dan keputusan bermotifkan kejahatan.

5 Menurut doktrin hokum, terkait tiga parameter secara kumulatif untuk menjustifikasi apakah suatu kebijakan telah memasuki ranah hukum pidana, dijabarkan sebagai berikut: 1) Pertama, jika suatu kebijakan dijadikan pintu masuk untuk melakukan kejahatan. 2) Kedua, ada aji mumpung dalam pengambilan kebijakan. 3) Ketiga, kebijakan tersebut melanggar peraturan. Apabila ketiga parameter tersebut di atas dikaitkan dengan kebijakan bailout Bank Century, berikut ini analisisnya: Dalam kaitannya dengan kebijakan bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, KSSK secara kasat mata melanggar Peraturan Bank Indonesia (PBI). Beradasarkan PBI Nomor 10/26/PBI/2008, Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) diberikan kepada bank yang memiliki rasio kecukupan modal (CAR) minimal 8 %. Padahal CAR Bank Century pada saat itu adalah kurang dari 8 %, yakni 2,35 %. Lalu, pada 14 November 2008 BI mengubah aturan tersebut, yang intinya persyaratan FPJP dari semula CAR 8 % menjadi CAR positif. Saat dikucurkan, CAR Bank Century per 31 Oktober 2008 adalah 3,53 %. Dengan demikian, parameter ketiga untuk memidanakan kebijakan, telah terpenuhi. Selanjutnya terhadap parameter pertama, pada dasarnya kebijakan KSSK dalam memberikan dana kepada Bank Century dan penggunaan dana itu adalah dua hal yang berbeda. Namun, jika dapat dibuktikan bahwa kebijakan pemberian FPJP kepada Bank Century dimaksudkan untuk dibagibagikan kepada pihak-pihak tertentu, maka berdasarkan teori individualisasi dalam ajaran kausalitas Birckmayer dan Kohler (sebab adalah syarat yang paling kuat untuk timbulnya suatu akibat), antara kebijakan dan penyalahgunaan dana Bank Century adalah suatu rangkaian tindak pidana. Artinya, kebiajkan tersebut merupakan pintu masuk untuk melakukan suatu kejahatan. Dengan demikian, parameter pertama telah terpenuhi. Terakhir adalah parameter kedua, bahwa ada aji mumpung dalam pengambilan kebijakan. Salah satu pintu masuk untuk membuktikan ini adalah perubahan PBI terkait

6 persyaratan CAR untuk FPJP. Sulit dinafkan, bahwa perubahan PBI tersebut adalah untuk memuluskan pemberian dana kepada Bank Century. Berdasarkan teori kesengajaan yang diobyektifkan, dugaan adanya aji mumpung dalam pengambilan kebijakan diperkuat fakta bahwa pada saat itu terdapat bank lain yang dinyatakan gagal, tetapi hanya Bank Century yang diberikan FPJP. Indikasi adanya aji mumpung hanya bisa ditepis jika dapat dibuktikan bahwa pemberian FPJP hanya kepada Bank Century dan tidak kepada bank lain adalah untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Selain itu, harus dapat dibuktikan bahwa pengambilan kebijakan tersebut dalam keadaan darurat. Dengan demikian, bahwa sifat melawan hukum adalah suatu perbuatan pidana, dapat dikesampingkan. Dengan demikian, kebijakan bailout Bank Century memang berpeluang layak untuk digiring ke ranah hukum pidana, yang tentunya diikuti juga dengan bukti-bukti yang cukup. Namun, apabila berbagai indikasi pelanggaran atau tindak pidana tersebut tidak ditemukan, jangan kemudian kebijakan dan keputusan yang dianggap salah pasca dievaluasi tersebut dipaksakan untuk dikenai sanksi pidana. Apabila ada pemaksaan, tentu akan menyulitkan aparat penegak hukum dalam ranah hukum pidana. Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka implikasinya adalah sebagai berikut: Dengan adanya dugaan pelanggaran atau penyimpangan yang berindikasi indak pidana perbankan maupun tindak pidana korupsi, itu berarti memang harus dilakukan penyidikan dan penelusuran terhadap kejanggalan-kejanggalan yang ada di dalam kebijakan bailout Bank Century oleh pihak berwenang secara obyektif, tanpa ada tendensi politik dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan agar tidak memunculkan keresahan di mata masyarakat pada khususnya, dan di dalam proses penegakan hukum di Indonesia pada umumnya, terkait kasus Bank Century ini. Apabila memang nantinya tidak ditemukan bukti yang cukup untuk menguatkan digiringnya kasus Bank Century ini ke ranah hukum, maka kasus ini harus dihentikan segera. Jangan sampai mengada-adakan sesuatu yang mungkin memang tidak pernah terbukti ada. Dengan demikian ada beberapa rekomendasi yang bias dilakukan yaitu :

7 a. Merekomendasikan agar seluruh bank dan juga lembaga keuangan lainnya untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan perbankan secara maksimal. b. Meminta agar DPR bersama pemerintah merevisi peraturan perundangundangan, khususnya bidang moneter dan perbankan, yang berpeluang besar untuk disalahgunakan. c. Merekomendasikan agar seluruh dugaan penyimpangan/pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang yang berindikasi tindak pidana perbankan dan tindak pidana korupsi, berikut pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab, agar di serahkan kepada lembaga penegak hukum, yaitu Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung dan KPK sesuai dengan wewenangnya. d. Meminta agar DPR membentuk Tim Khusus untuk menindaklanjuti temuan dan rekomendasi Pansus Hak Angket Bank Century, serta penelusuran aliran dana bailout tersebut. e. Apabila setelah sekian lama nanti tidak juga menemukan bukti-bukti yang cukup untuk membawa kasus Bank Century ini ke ranah hukum, maka hendaknya kasus ini ditutup. Jangan memaksakan sesuatu yang mungkin memang tidak terbukti ada.

8 ANALISIS KASUS BANK CENTURY Bank Century dinilai sebagai bank gagal dan memberikan dampak yang sistemik. Bagaimana sebenarnya kasus bank Century ini bergulir? berikut kronologi aliran dana kasus Bank Century : Tahun 2003 Bank CIC ditemukannya surat berharga valuta asing yang mencapai angka 2 triliun rupiah. Valuta asing tersebut tidak mempunyai peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah, serta tidak mudah untuk dijual. BI menyarankan merger dengan Bank Danpac dan Bank Pikko yang menjadi Bank Century. BI menyarankan untuk menjual valuta asing tersebut tetapi pemegang saham tidak menurutinya dan memilih mengubah valuta asing untuk didepositokan di bank Dresdner, Swiss yang ternyata sulit untuk ditagih. Tahun 2005 Berdasarkan pemeriksaan awal 2005, Bank Century menjadi agen penjual produk antaboga. Dari penelusuran BI produk yang dijual tidak mempunyai izin dari Bapepam LK. Mei 2005 Juli 2005 BI membahas secara internal karena saat itu produk reksa dana sedang marak BI mengeluarkan aturan bagaimana bank bisa menjadi agen penjual reksa dana. Dalam aturan tersebut disebutkana bahwa bank dilarang menjamin pelunasan bagi hasil dan nilai aktiva bersih ( NAB). Bank juga wajib melapor ke BI setiap bulan mengenai produk reksa dana yang dijual. Selanjutnya BI mengadakan rapat pimpinan dan hasilnya otoritas mengeluarkan memo internal untuk menghentikan penjualan produk antaboga. Memo disampaikan ke seluruh cabang Bank Century per 22 Desember Awal 2006 Pengawas BI menyelidiki produk antaboga di bank century dan masih menemukan penggunaan produk. BI memanggil dan menegur Bank Century. BI mengeluarkan memo untuk penghentian penjualan antaboga. BI memberikan informasi ke Bapepam LK dan meminta untuk meneliti reksa dana yang dijual antaboga.

9 Tahun 2008 Tanggal 30 Oktober dan 3 Nopember 2008 ditemukan surat berharga valuta asing yang telah jatuh tempo dan gagal bayar hingga mencapai angka 56 juta dolar Amerika. 13 Nopember 2008 Bank Century mengalami gagal kliring akibat kegagalannya menyediakan dana. 14 Nopember 2008 Bank Century mengajukan permohonan mendapatkan fasilitas pendanaan darurat kepada KKSK 20 Nopember 2008 BI melayangkan surat ke MenKeu bahwa Bank Century termasuk bank gagal yang dapat memberikan dampak sistemik. BI mengusulkan penyelamatan melalui LPS. KKSK ( Komite Kebijakan Sektor Keuangan) yang beranggotakan BI ( Gubernur BI Boediono ), MenKeu ( Sri Mulyani), LPS melakukan meeting dan menyatakan ratio kecukupan modal ( CAR) Bank Century minus 3,52% dan dibahas pula dampak yang akan terjadi yaitu akan berdampak sistemik jika Century disebut bank gagal serta Bank Century diserahkan kepada LPS. 21 Nopember 2008 Bank Century resmi diambil alih oleh LPS berdasarkan keputusan KKSK dalam surat No. 04.KKSK.03/2008. Robert Tantular dan tujuh orang pengurus Bank Century menerima pencekalan. Dua orang pemilki Bnak Century Hesham Al Warraqdan Rafat Ali Rizvi menghilang. 23 Nopember 2008 LPS mengucurkan dana 2,776 triliun 24 Nopember 2008 sebesar 1 triliun rupiah 25 Nopember 2008 sebesar 588,314 miliar 26 Nopember 2008 sebesar 475 miliar 27 Nopember 2008 sebesar 100 miliar 28 Nopember 2008 sebesar 250 miliar 1 Desember 2008 sebesar 362,826 miliar 5 Desember 2008 LPS mengucurkan dana talangan sebesar 2,201 triliun rupiah kepada Century untuk memenuhi tingkat kesehatan bank.

10 9 Desember 2008 Bank Century dituntut ribuan investor Antaboga terkait penggelapan dana investasi 1,38 triliun rupiah. LPS mencairkan dana 250 miliar 10 Desember 2008 sebesar 200 miliar 11 Desember 2008 sebesar 200 miliar 15 Desember 2008 sebesar 175 miliar 16 Desember 2008 sebesar 100 miliar 17 Desember 2008 sebesar 100 miliar 18 Desember 2008 sebesar 75 miliar 19 Desember 2008 sebesar 125 miliar 22 Desember 2008 sebesar 150 miliar 23 Desember 2008 sebesar 475 miliar 24 Desember 2008 sebesar 80 miliar 30 Desember 2008 sebesar 270,749 miliar 31 Desember 2008 Bank Century tercatat mengalami kerugian sebesar 7,8 triliun rupiah sepanjang tahun Tahun 2007 Bank Century memilki asset 14,26 triliun dan tersisa 5,58 triliun 3 Pebruari 2009 LPS menyuntikkan dana sebesar 1,155 triliun 4 Pebruari 2009 sebesar 820 miliar 24 Pebruari 2009 sebesar 150 miliar dan 185 miliar dibayar dengan SUN ( Surat Utang Negara) 24 Juli 2009 LPS menyuntikkan dana lagi sebesar 630,221 miliar Setelah mengetahui kronologi aliran dana Bank Century lalu bagaimana pembagian dana yang telah dikucurkan tersebut kepada nasabah? Berikut penjelasan dari direktur Bank Mutiara ( dahulu Bank Century) bersama LPS pada jumpa pers tanggal 1 Desember 2009 : 1 Desember 2009 Ahmad Fajar direktur Bank Mutiara ( dahulu Bank Century) bersama direktur LPS melakukan jumpa pers di kantor LPS, Jakarta mengenai Dana Penyertaan Modal (PMS) sebesar 6,76 triliun yang dikucurkan LPS yang dipergunakan Bank Century dengan rincian sebagai berikut :

11 Dana 2,25 triliun atau 33% berupa asset bank Century dalam bentuk SUN/ SBI 490 miliar atyau 8% digunakan untuk membayar pinjaman antar bank, fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) 4,02 triliun atau 59% untuk membayar kewajiban bank kepada nasabah sebanyak 8577 orang nasabah penyimpan dengan rincian : atau 91 % nasabah perorangan dengan jumlah pembayaran sebesar 3,2 triliun atau 81% dari total penarikan simpanan atau 9% merupakan nasabah BUMN/ korporat 96 % penarikan dilakukan nasabah dengan nilai kurang dari 2 miliar Dalam kasus nasabah yang diklaim tidak mendapatkan uang ganti rugi mereka adalah nasabah dari reksa dana Antaboga yang menuntut uang mereka kembali. Dalam hal ini uang nasabah dari reksa dana tersebut tidak dijamin oleh LPS karena yang mengeluarkan reksa dana bukan Bank Century atau berbeda perusahaan. Apakah bailout Bank Century ini memberikan dampak sistemik atau nonsistemik? Penyelamatan bank Century dinilai sebagai langkah untuk mengurangi dampak sistemik terhadap bank-bank kecil. Bagaimanakah mengukur dampak sistemik secara teknis perbankan? Jangan sampai penyehatan perbankan dibarengi dengan kepentingan politik. Proses pengambilalihan bank tersebut oleh LPS jika dilihat dari kacamata penyehatan bank tentu tidak akan membawa masalah yang berkepanjangan. Dalam situasi krisis yang mencekam tahun 2008, keputusan pengambilalihan Bank Century karena dinilai sebagai bank gagal tentu dapat dipahami. Namun, dengan adanya hak angket yang bergulir di DPR, akhirnya penyelesaiannya pun masuk ke wilayah politik. Bank Century pada tahun 2008 memiliki 30 kantor cabang, dengan jumlah nasabah Jumlah ini tentu sangat kecil bila dibandingkan dengan Bank BCA atau Bank Mandiri. Namun tetap saja, nasabah adalah manusia dan institusi riil. Dari para nasabah ini, terkumpul dana pihak ketiga sekitar Rp10 triliun. Jumlah ini kurang dari 1 persen dari total dana pihak ketiga di perbankan Indonesia. Nilai aset Bank Century juga hanya sebesar Rp15 triliun atau tak lebih dari 0,5 persen dari total aset perbankan Indonesia. Dilihat dari angka-angka ini, memang Bank Century tidaklah sekelas dengan Bank Mandiri, BCA, BRI, dan BNI. Bank-bank besar ini sudah pasti dikategorikan sebagai systematically important banks (SIB), yang artinya, ada atau tidak ada krisis keuangan, kejatuhan bank-bank jumbo ini berpotensi besar membuat dampak sistemik pada pasar keuangan Indonesia.

12 Namun, apakah daftar SIB hanya berhenti pada bank-bank itu? Bagaimana dengan Bank Danamon, CIMB Niaga, Panin, Permata, BII, dan BTN? Bagaimana bila ada suatu bank memiliki aset atau dana pihak ketiga katakanlah Rp1 juta lebih rendah daripada garis pembeda (threshold) antara SIB dan tidak? Apakah kemudian bank tersebut tidak layak untuk diselamatkan seandainya terjadi krisis keuangan? Bagaimana bila antar kategori saling bertentangan: menurut kategori aset, masuk dalam kategori SIB, namun menurut kategori dana pihak ketiga, tidak termasuk dalam kategori SIB? Lebih detil lagi, kapan perhitungan terhadap aset atau dana pihak ketiga untuk menentukan threshold ini dilakukan? Apakah menurut laporan keuangan tahunan bank per 31 Desember yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik (yang baru tersedia 2-3 bulan berikutnya), atau menurut laporan kuartalan atau bahkan laporan bulanan terakhir (yang baru tersedia 30 hari berikutnya) meskipun tidak diaudit? Apakah threshold ini bersifat kaku, ataukah boleh diubah manakala terjadi krisis keuangan yang merontokkan nilai aset dan dana pihak ketiga dalam waktu singkat? Inilah yang paling mengganggu dalam ilmu sosial seperti ilmu ekonomi. Banyak sekali thresholds atau batas kategori yang sifatnya disarankan dan kondisional. Sama seperti mengkategorikan UMKM, negara, atau rumah tangga: standar untuk mengatakan besar-kecil, maju-berkembang, miskin-tidak miskin, semua dapat diperdebatkan karena literatur tidak pernah bersepakat pada satu ukuran saja. Taruhlah UMKM: tidak ada kesepakatan apakah besarkecilnya suatu usaha semestinya didasarkan pada nilai aset, omset, atau jumlah pekerja, dan pada angka threshold berapa masing-masing variabel ini harus dipisahkan. Konsekuensi dari penetapan threshold dalam riset ekonomi tentu tidaklah seserius seperti dalam kebijakan publik. Dalam kebijakan publik, ada dana dan/atau pemihakan nyata oleh negara yang dilakukan atas dasar threshold tersebut. Threshold jadi berperan layaknya sebuah guillotine yang menjatuhkan nasib seseorang atau suatu perusahaan, yaitu apakah ia layak untuk diberikan program atau tidak. Oleh karena itu pula, threshold menjadi kontroversial. Kembali pada persoalan Bank Century. Secara ukuran, Bank Century adalah bank kelas menengah (atau kecil, bila kategorisasinya hanya besar-kecil). Dengan demikian, bank ini tidak termasuk dalam daftar SIB. Apakah dengan demikian Bank Century lebih baik langsung ditutup karena sudah pasti tidak akan berdampak sistemik? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus memasukkan konteks situasi sektor keuangan Indonesia pada bulan Oktober-November Pada saat itu terjadi penarikan modal keluar dari Indonesia secara besar-besaran, Rupiah

13 melemah, IHSG jatuh, credit default swap melonjak, harga surat utang negara melorot, dan likuiditas di pasar uang mengering akibat bank-bank besar yang berlebihan likuiditas enggan meminjamkan dananya kepada bank-bank kecil-menengah yang membutuhkan likuiditas. Singkat kata, sektor keuangan Indonesia mengalami krisis. Terkait krisis keuangan, Keynes, bapak ilmu ekonomi makro, dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936) mengatakan bahwa penyebab terjadinya Great Depression adalah faktor psikologi pasar yang berubah, atau animal spirits. Menurutnya, dalam mengambil keputusan, investor tidak dapat sepenuhnya menghitung probabilitas hasil dari tiap-tiap investasi dan karenanya mereka bertindak atas dasar intuisi atau spirits. Jadi ketika keyakinan investor jatuh, mereka akan menjual saham-saham mereka dengan harga murah. Harga saham pun jatuh, dan terjadilah krisis ekonomi terbesar sepanjang sejarah. Begitu pentingnya faktor psikologi dalam penjelasan krisis ekonomi Asia , dalam literatur krisis ekonomi, dikenal istilah panik dan perilaku ikut-ikutan (herding behavior). Alan Greenspan, mantan Gubernur Bank Sentral AS, juga menunjuk faktor psikologi yang ia istilahkan sebagai irrational exuberance ketika menjelaskan perilaku over-optimis para investor dalam memborong saham-saham dotcom pada tahun Terakhir, Akerlof (peraih Nobel Ekonomi 2001) bersama dengan Shiller (peraih Nobel Ekonomi 2013) menulis buku berjudul Animal Spirits: How Human Psychology Drives the Economy and Why It Matters for Global Capitalism (2009). Mereka memperluas pengertian animal spirit Keynes dan mensistematiskan hubungan antara psikologi pasar dan krisis; yaitu, krisis keuangan menyebabkan keyakinan pasar jatuh, dan jatuhnya keyakinan pasar memperburuk krisis keuangan, begitu seterusnya hingga terbentuk semacam lingkaran setan. Sebagai gambaran, investor semestinya tidak perlu menjual saham atau obligasi yang semula bernilai 100 menjadi 80, karena dengan 90 saja sudah cukup fair. Namun kepanikan di pasar keuangan dapat menyulut perilaku irasional dari para pelaku ekonomi. Mereka tidak lagi mendasarkan keputusannya pada perhitungan akan probabilitas imbal hasil dan risiko, karena selain sangat kacau, dalam situasi krisis, yang ada di dalam benak investor adalah lebih baik memegang uang berapapun daripada tidak sama sekali atau lebih baik menjual atau mengambil uang sekarang daripada terlambat.

14 Maka terjadilah fire sale (obral diskon) dan penarikan uang secara besar-besaran. Dari penjelasan di atas jelas bahwa mengabaikan faktor psikologi pasar dan mendasarkan keputusan penyelamatan ekonomi dengan sekedar melakukan check-list terhadap daftar apakah suatu bank itu tergolong SIB atau tidak, sangat tidak disarankan. Faktor psikologi sangat penting dalam krisis, dan kebijakan ekonomi tidak boleh didangkalkan atau dimekaniskan hanya berdasarkan satu atau dua parameter check-list belaka. Karena, ilmu ekonomi bukanlah ilmu eksak. Dalam dunia ekonomi, ketidakpastian adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itulah, teori ekonomi hanya dapat mengatakan hubungan sebab-akibat dari dua variabel dalam konteks ceteris paribus yaitu ketika variabel lain diasumsikan konstan. Begitu dalam kenyataannya banyak variabel bergerak secara simultan, ekonom tak lagi mampu mengatakan secara pasti bahwa arah hubungan kedua variabel tadi adalah seperti yang diprediksi dalam teori. Situasi ini tentu mengecewakan atau bahkan menakutkan bagi mereka yang berharap akan adanya tali kepastian atau fatwa tunggal untuk bergantung. Namun di situlah, kepiawaian, kebijaksanaan, dan wawasan ekonom dibutuhkan, untuk tidak berpikir sempit atau saklek. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk pengalaman kita sendiri di masa lalu yang pernah menutup 16 bank pada November 1997, dan ternyata malah memicu panik di masyarakat. Akibatnya, puluhan bank lain harus diselamatkan, dan biaya penyelamatan bank-bank ini mencapai Rp647 triliun (bayangkan nilai uang sebesar ini pada saat itu) atau setara dengan 68 persen GDP Indonesia tahun Jadi, tidak salah bila faktor psikologi pasar dimasukkan dalam pertimbangan dampak sistemik karena ini adalah bagian dari diskresi dan ijtihad pengambil kebijakan. Ijtihad ini bisa saja tepat, bisa juga tidak. Ekonom bukan Tuhan. Ia tidak tahu pasti akan seperti apa hasil dari kebijakan yang mereka buat. Sejarah hanya mencatat bahwa, ketika pemerintah Inggris menyelamatkan bank Northern Rock yang ukurannya kecil, dan sebaliknya pemerintah AS membiarkan Lehman Brothers yang besar jatuh, ekonomi Inggris selamat dari krisis, dan sebaliknya ekonomi Amerika malah terjerembab dalam krisis. Sejarah juga mencatat bahwa, setelah Bank Century di-bailout, ekonomi Indonesia selamat dari krisis. Meskipun begitu, tidak satupun ekonom dapat mengatakan dengan pasti bahwa antara bailout dan kondisi ekonomi berhubungan sebab-akibat. Dengan kata lain, tidak ada yang dapat menjamin bahwa keadaan di Inggris, Amerika, dan Indonesia akan berubah menjadi sebaliknya bila pengambil kebijakan di masing-masing negara memutuskan sebaliknya.

15 Menurut data-data yang diungkap di media bahwa pengucuran dana terhadap Bank Century itu digunakan untuk menutup kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 8% dan untuk membayar dana nasabah yang sudah jatuh tempo. Sisanya yang hampir Rp2,2 triliun masih ditempatkan pada Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Seperti diungkapkan kalangan bankir, dalam melihat kasus Bank Century perlu melihat dimensi kepentingan penyehatan industri perbankan. Penyehatan perbankan tidak bisa dilihat dari kacamata politik sesaat dengan dalih merugikan negara tanpa dilandasi kenyataan yang ada. Apalagi, dana yang dipakai LPS merupakan uang premi yang dikumpulkan dari perbankan. Semua aliran dana untuk memenuhi kecukupan modal dan likuiditas. Tidak ada dana yang dibajak di tengah jalan. Bukan seperti kasus pada krisis 1998 yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Itu pun diyakini pemerintah sebagai biaya krisis. Jadi, dalam kaitannya dengan kasus Bank Century ini, negara tidak dirugikan karena LPS menjadikan Bank Century sebagai penyertaan modal sementara (PMS) dan akan dijual dalam waktu tiga tahun dengan harga yang optimum. Debat soal sistemik dan tidak sistemik senantiasa muncul. Hal itu terjadi karena pemahaman masyarakat soal sistemik tidak merata. Bahkan, perdebatan sistemik dilihat dari kacamata politik. Hasilnya tentu berbeda dengan argumen yang juga berbeda. Boleh jadi, dalam konteks ke depan, penyehatan perbankan tidak bisa dibawa ke ranah politik dengan argumen politik juga. Apakah penutupan Bank Century berdampak sistemik atau tidak? Untuk menjawab pernyataan ini tentu harus melihat konteks ketika Bank Century diselamatkan (21 November 2008). Tidak bisa dilihat dengan kacamata sekarang ini. Pemahaman sistemik dan tidak sistemik selalu menimbulkan perdebatan dengan pemahaman yang berbeda dan bahkan tergantung selera politik. Padahal, perdebatan tentang sistemik perlu mengacu pada pemahaman yang sama.

16 Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), pengertian dampak sistemik adalah suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank, lembaga keuangan bukan bank (LKBB), dan/atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional. Pengertian sistemik yang tertuang dalam Perpu Nomor 4/2008 tentang JPSK dan Rancangan Undang-Undang (RUU) JPSK relatif tidak berbeda, hanya cakupannya. Menurut RUU JPSK, pengertian dampak sistemik adalah terjadinya kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank dan/atau gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan kegagalan sejumlah bank lain dan/atau hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan yang dapat menimbulkan krisis perekonomian nasional. Bagaimana kriteria dampak sistemik? Dampak sistemik tidak dapat ditetapkan secara eksplisit di muka (ex ante) dalam ketentuan perundang-undangan karena setidaknya ada dua alasan pokok. Pertama, penetapan secara ex ante berpotensi menimbulkan moral hazard. Kedua, adanya kriteria yang eksplisit bisa jadi akan mendorong perbankan untuk mengambil risiko yang berlebihan, pengelolaan yang ugal-ugalan karena yakin akan tetap diselamatkan pemerintah. Boleh jadi, dampak sistemik cenderung bersifat situasional karena pemicu krisis sistemik dapat berbeda-beda, tergantung situasi, baik bersifat internal lembaga keuangan maupun yang bersifat eksternal, seperti krisis global. Bahkan, suatu lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak sistemik pada situasi tertentu, namun tidak berdampak sistemik pada situasi yang lain. Itu artinya, penetapan dampak sistemik memerlukan professional judgement. Metodologi pengukuran dampak sistemik antarnegara berbeda. Bank Indonesia (BI) setidaknya mengukur dengan lima keterkaitan, yaitu sistem pembayaran, pasar keuangan, kepercayaan publik (ekonomi moneter, perbankan, sosial, dan politik), lembaga keuangan lain, dan sektor riil. Sementara, negara-negara Uni Eropa mengaitkan empat hal, yaitu minus kepercayaan publik. Jadi, metodologi BI bisa dikatakan setara dan lebih lengkap karena sudah memperhitungkan faktor kepercayaan publik, terutama dari sisi sosial dan politik.

17 Dalam kaitannya dengan kasus Bank Century, pertanyaannya adalah apakah berdampak sistemik atau tidak jika diputuskan untuk ditutup pada November 2008 lalu? Kita lihat dampak pertama, yaitu kondisi sistem pembayaran. Sistem pembayaran boleh jadi berjalan normal, namun dengan gejala segmentasi di pasar uang antarbank (PUAB) yang makin meluas. Bukan hanya itu. Terdapat potensi kerentanan apabila terjadi flight to quality atau capital outflow yang mengakibatkan bank-bank menengah-kecil akan mengalami kesulitan likuditas. Bahkan, terdapat 18 bank yang berpotensi mengalami kesulitan likuiditas bila hal tersebut terjadi. Di sisi lain, ada lima bank yang memiliki karakteristik mirip Bank Century diduga akan mengalami kesulitan likuiditas. Kepanikan seperti itu membuat bank-bank cenderung menahan likuiditas, baik rupiah maupun valuta asing (valas), untuk keperluan likuiditasnya masing-masing. Kondisi seperti ini akan membahayakan bank-bank yang tidak memiliki kekuatan likuiditas yang cukup. Lebih mengerikan lagi, jika kemudian muncul rumor atau berita negatif mengenai kegagalan bank dalam settlement kliring/real time gross settlement (RTGS), hal ini akan dengan cepat memicu terjadinya kepanikan di kalangan masyarakat dan berpotensi menimbulkan bank run. Disebut-sebut, dari 23 bank tersebut ada Rp30 triliun yang berpotensi fligt to quality. Dari jumlah itu, ada sekitar Rp18 triliun yang akan menjadi beban LPS jika dilakukan penutupan. Kedua, dampak terhadap pasar keuangan. Ketika itu, situasi pasar keuangan masih relatif labil dalam menyerap berita-berita negatif. Waktu itu terdapat potensi sentimen negatif di pasar keuangan, terutama dalam kondisi pasar yang sangat rentan terhadap berita-berita yang dapat merusak kepercayaan terhadap pasar keuangan. Ketiga, dampak kepercayaan publik atau psikologis pasar. Penutupan bank dapat menambah ketidakpastian pada pasar domestik dan diyakini dapat berakibat fatal pada psikologi pasar yang sedang sensitif. Pada waktu itu rumor kalah kliring dan situasi rawan fligt to quality sedang terjadi dengan isu-isu bank kekurangan likuiditas dan negera-negara tetangga menerapkan kebijkan penjaminan 100 persen. Psikologi pasar inilah yang bisa memorakporandakan sistem keuangan, kendati bank tersebut berukuran kecil.

18 Keempat, berdampak pada bank lain. Jujur, harus diakui, jika dilihat dari peran bank memang tidak signifikan dalam hal fungsinya sebagai lembaga intermediasi atau pemberian kredit, ukuran bank, substitutability, dan keterkaitan dengan bank atau lembaga keuangan lain. Namun, dari sisi jumlah nasabah dan jaringan kantor cabang, bank ini termasuk memiliki jumlah nasabah yang cukup besar ( nasabah) dan jaringan cukup luas di seluruh Indonesia dengan 65 kantor. Itu artinya, dalam kondisi pasar yang normal, jika bank ini ditutup, diperkirakan relatif tidak akan menimbulkan dampak sistemik bagi bank lain. Namun, dalam kondisi pasar yang saat itu cenderung rentan terhadap berita-berita negatif, penutupan bank berpotensi menimbulkan contagion effect berupa upaya rush terhadap bank-bank lain, terutama peer banks atau bank yang lebih kecil. Situasinya ketika itu sedang terjadi penurunan kepercayaan masyarakat akibat psikologi pasar yang tidak menentu. Bahkan, akan menimbulkan kekacauan yang lebih besar dan dapat menyeret bank-bank lain. Kelima, kondisi sektor riil dan sistem keuangan. Saat itu, menurut data-data, kondisi sistem keuangan mengalami tekanan sejalan dengan kondisi ekonomi dan keuangan global yang terus memburuk. Hal yang sama juga terjadinya penurunan cadangan devisa dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Namun, karena perannya pada pemberian kredit terhadap sektor riil tidak signifikan, kegagalan bank ini memiliki dampak yang relatif terbatas terhadap sektor riil. Jika memperhatikan kenyataan pada November 2008, permasalahan yang terjadi pada Bank Century berpotensi menimbulkan dampak sistemik, terutama melalui jalur psikologi pasar, sistem pembayaran, dan pasar keuangan. Psikologi pasar bisa merembet ke bank-bank yang lebih besar sehingga menimbulkan kekacauan (rush). Itu artinya, kondisi saat pengambilalihan perlu diperhatikan. Tidak bisa dilihat dari kacamata sekarang ini. Hanya, sialnya, dalam situasi yang sistemik dengan psikologi pasar yang tak menentu, celakanya terjadi pada Bank Century, yang sebelum diambil alih dikelola dengan penuh moral hazard. Hal yang sama mungkin juga akan dilakukan jika terjadi pada bank lain karena memang situasi pada saat itu sangat rawan rush. Psikologi masyarakat sangat rentan akan terjadinya bank

19 run. Sebab, penyelamatan Bank Century atau sebuah bank gagal bukan semata-mata menyelamatkan satu bank, melainkan menyelamatkan industri perbankan. Jangan sampai, politisasi terhadap penyehatan bank akan membuat pengambil keputusan takut mengambil keputusan jika ada bank yang ukurannya lebih besar mengalami kegagalan. Jika demikian, akan terjadi kiamat perbankan yang akan menghancurkan sistem perbankan. Harapannya, politisasi terhadap penyehatan perbankan ini tidak akan memakan biaya krisis yang lebih besar lagi. Ada tidaknya Tindak Pidana di Bidang Perbankan terkait Kebijakan Bailout Bank Century bahwa dengan adanya status Bank Century yang berubah menjadi sebuah bank yang gagal bahkan berdampak sistemik, maka dikeluarkanlah kebijakan berupa Bailout (bantuan penyelamatan) sebesar Rp 6,762 triliun, yang diberikan secara bertahap. Bailout merupakan bantuan keuangan kepada bank tertanggung atau lembaga tabungan yang mengalami kerugian karena kredit macet, kelesuan pasar atau penarikan dana dalam jumlah besar secara tiba-tiba oleh para deposan. Bantuan senilai Rp 6,762 triliun tersebut diperuntukkan bagi Bank Century agar dapat menaikkan CAR (Capital Adequacy Ratio) menjadi 8 %. Dalam keputusan ini timbul pro dan kontra atas keluarnya kebijakan bailout Bank Century. Kelompok yang pro, pada intinya berpendapat bahwa kebijakan Bailout tersebut adalah memang sudah tepat. Sedangkan kelompok yang kontra, pada intinya berpendapat bahwa kebijakan Bailout tersebut adalah sebuah kebijakan yang salah, bahkan mereka berpendapat bahwa terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Bagi kelompok yang pro, mereka berpendapat bahwa kebijakan Bailout Bank Century adalah sebuah kebijakan yang tepat untuk menyembuhkan Bank Century. Pendapat yang mereka keluarkan ini tentunya tidak lepas dari pertanyaan-pertanyaan seperti: mengapa Bank Century harus diselamatkan pada 20 November 2008?, alat ukur/metodologi apa yang digunakan Bank Indonesia dalam menilai suatu bank yang ditengarai berdampak sistemik?, dan mengapa Bank Century dikategorikan sebagai bank gagal yang berdampak sistemik? Kegagalan Bank Century terjadi di tengahtengah situasi dan kondisi ekonomi dan sistem perbankan domestik yang genting karena terkena dampak krisis keuangan global. Krisis finansial yang bermula di AS saat ini dampaknya telah meluas ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia. Dampak lanjutan dari krisis finansial ini

20 diperkirakan akan mempengaruhi sektor riil. Ekonomi Indonesia diperkirakan akan terpengaruh oleh situasi ini, namun dampaknya diperkirakan tidak separah krisis Kondisi ini mencapai puncaknya pada bulan November Ketika tekanan pada pasar modal dan valas serta stabilitas nilai tukar semakin meningkat. Arus modal keluar Indonesia meningkat seperti tercermin pada menurun tajamnya kepemilikan asing di SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan saham di pasar modal sehinga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mencapai lebih dari Rp ,00 per USD. Selain itu, sistem perbankan mengalami keketatan likuiditas yang diikuti dengan segmentasi PUAB (Pasar Uang Antar Bank). Situasi dan kondisi yang genting ini menyebabkan resiko-resiko yang dihadapi perbankan meningkat drastis. Indeks Kestabilan Finansial naik tajam yang mencerminkan tingginya keungkinan terjadi krisis keuangan di Indonesia. Selain itu, mencermati kegentingan situasi yang ada, maka jika Bank Century tidak diselamatkan akan memberikan dampak berantai, yang dapat menciptakan instabilitas pada sistem keuangan dan perekonomian nasional mengingat kondisi perekonomian global saat itu. Berdasarkan pertimbanganpertimbangan - tersebut, maka rapat KSSK pada 20 November 2008 akhirnya memutuskan bahwa Bank Century harus diselamatkan karena ditengarai sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik. Sebagaimana yang dikutip dari website resmi Bank Indonesia, terdapat 5 (lima) aspek yang digunakan Bank Indonesia untuk melakukan analisis terhadap bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik, di antaranya sebagai berikut : 1) Institusi Keuangan, 2) Pasar Keuangan, 3) Sistem Pembayaran, 4) Sektor Riil; dan 5) Psikologi Pasar. Kesimpulan analisis sistemik atas dasar kelima aspek tersebut di atas adalah sebagai berikut: Keputusan bahwa Bank Century adalah bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik dilakukan berdasarkan hasil analisis dan pertimbangan yang memadai dan dapat pertanggungjawabkan. Hal ini mengingat, analisis tersebut mempertimbangkan aspek-aspek makro-ekonomi dan keuangan yang cermat, itikad baik, asas kemanfaatan publik dan asas

21 transparansi dalam proses pengambilan keputusannya. Hal ini terutama dapat dilihat dari jalur jalur analisis sebagai berikut: 1) Melalui sistem pembayaran Apabila bank ini ditutup, dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya rush ada peer banks dan bank-bank yang lebih kecil, sehingga akan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. 2) Melalui pasar keuangan Penutupan bank ini akan menimbulkan sentimen negative di pasar keuangan, terutama dalam kondisi pasar yang sangat rentan terhadap berita-berita yang dapat merusak kepercayaan terhadap pasar keuangan. 3) Melalui psikologi pasar Kegagalan bank ini dapat menambah ketidakpastian pada pasar domestik yang dapat berakibat fatal pada psikologi pasar yang sedang sensitif. 4) Melalui lembaga keuangan Secara institusi, penutupan bank ini tidak berdampak signifikan terhadap sektor perbankan, karena pangsanya terhadap industri tidak terlalu besar. 5) Melalui sektor riil Karena perannya pada pemberian kredit terhadap sektor riil tidak signifikan, maka kegagalan bank ini memiliki dampak yang relatif terbatas terhadap sektor riil. Dari analisis tersebut di atas, permasalahan pada Bank Century berpotensi menimbulkan dampak sistemik terutama melalui jalur psikologi pasar, sistem pembayaran dan pasar keuangan. Selain kelima aspek tersebut, terdapat teori yang menguatkan alasan pentingnya dikeluarkannya kebijakan bailout Bank Century, yakni Behaviour Finance Theory. Seperti yang telah Penulis uraikan pada Bab II, teori dari Shleifer dan Summers tersebut berasumsi (asumsi pertama) bahwa dalam mengambil keputusan, individu tidak sepenuhnya rasional atau lebih dikenal sebagai irrasional investor. Di pasar keuangan, masyarakat (terutama investor)

22 berperilaku tidak rasional. Di bursa saham misalnya, investor tidak membeli saham sesuai dengan nilai fundamentalnya. Malah sering terjadi semakin mahal harga saham (di atas nilai fundamental), semakin antusias investor membelinya. Perilaku berinvestasi di pasar keuangan berdasar rumor memang tidak ada salahnya. Namun, terkadang perilaku seperti itu bisa menimbulkan masalah, seperti melahirkan krisis ekonomi dunia akibat perilaku irrasional investor. Perilaku seperti itu juga rawan penipuan, sebagai akibat ketidakpahaman investor atas instrument investasi yang dibelinya. Kasus seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penipuan terakhir dilakukan perusahaan sekuritas Antaboga. Perusahaan ini menerbitkan reksa dana fiktif (tidak terdaftar di Bapepam) yang dipasarkan Bank Century. Karena fiktif, investor tidak bisa meredeem reksa dananya, dan karena investasi diambil dari pengalihan deposito nasabah, maka Bank Century bangkrut. Untuk menghindari kegagalan sistemik, pemerintah harus menyuntikkan dana sebesar 6,7 triliun. Di sinilah relevansi antara Behaviour Finance Theory dengan kasus Bank Century, sekaligus kontroversinya. Dengan kerangka pemikiran BFT (terutama tentang irrasionalitas investor), cukup memiliki dasar untuk mendasari argumentasi bahwa pembangkrutan Bank Century akan berdampak sistemik melalui rumor. Kerangka analisis dengan menggunakan 5 (lima) aspek tersebut di atas telah dapat diterima oleh Panitia Kerja RUU-JPSK Komisi XI-DPR RI periode seperti tercantum dalam Pasal 7 dan Penjelasan Pasal 7 Draft RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Dalam melakukan analisis terhadap Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, Bank Indonesia menggunakan data kuantitatif dan kualitatif dalam merumuskan assessment dari kelima aspek di atas. Data kuantitatif yang menjadi dasar analisis Bank century sebagai bank yang ditengarai berdampak sistemik memperhatikan data kuantitatif sebagai berikut : 1) Kondisi makro ekonomi, termasuk data mengenai pertumbuhan ekonomi, kondisi neraca pembayaran, nilai tukar rupiah, kondisi pasar modal dan kondisi pasar keuangan internasional. Sumber-sumber data ini berasal baik dari Bank Indonesia maupun BPS, Bapepam, dan publikasi keuangan luar negeri;

23 2) Penurunan DPK (sebagai indicator penurunan kepercayaan), yang bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) maupun hasil pengamatan langsung oleh pengawas Bank Indonesia; 3) Interbank stress-testing, yang bersumber dari hasil kajian Bank Indonesia dengan menggunakan data-data dari LBU; 4) Simulasi ketahanan likuiditas perbankan (terhadap 18 bank peer dan 5 bank dengan Total Aset yang hampir sama dengan Bank Century) yang bersumber dari hasil kajian Bank Indonesia dengan menggunakan data LBU dan informasi pengawas; 5) Dampak terhadap sistem pembayaran, yang bersumber dari data Real Time Gross-Settlement (RTGS) dan kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. 1) Karakteristik kejadian Bank mengalami kesulitan likuiditas sejak pertengahan bulan Juli 2008 ditandai dengan telah terjadinya pelanggaran Giro Wajib Minimum (GWM) beberapa kali. Bank Century gagal kliring pada 13 November 2008 karena faktor teknis berupa keterlambatan penyetoran pre-fund. Kondisi Bank Century telah memicu rumor yang menurunkan kepercayaan masyarakat serta menganggu kinerja bank-bank lainnya. Walaupun gangguan di sektor keuangan/perbankan masih bersifat sporadic, pada saat yang bersamaan terdapat 23 (dua puluh tiga) bank dan beberapa BPR yang kondisi likuiditasna sangat rentan terhadap adanya isu-isu tersebut. Dikhawatirkan akan berpotensi menjalar ke bank-bank lainnya. 2) Kondisi sistem keuangan dan sektor riil Dengan kondisi ekonomi dan keuangan global yang terus memburuk, kondisi sistem keuangan domestic terus tertekan, ditandai oleh melemahnya IHSG, terdapat potensi terjadinya capital flight ke luar negeri karena tidak adanya sistem penjaminan penuh di Indonesia. Kondisi

24 neraca pembayaran terus tertekan, cadangan devisa menurun, diikuti oleh meningkatnya country risk Indonesia dan terus melemahnya nilai tukar rupiah. Kondisi sektor swasta memburuk. Berbagai informasi menunjukkan bahwa sektor swasta sedang mempertimbangkan berbagai penyesuaian dalam bentuk kenaikan upah buruh, peningkatan biaya produksi dan PHK. Respon dari pemerintah dan Bank Indonesia untuk menenangkan pasar telah dilakukan dengan pelonggaran likuiditas, kenaikan batas atas peminjman simpanan menjadi Rp 2 miliar, pemberian jaminan ketersediaan valas bagi perusahaan domestic, dan lainnya. Namun langkah-langkah ini masih membutuhkan waktu sebelum diketahui efektivitasnya. Sementara itu, untuk menghadapi gejolak dan potensi krisis yang mungkin timbul di setor keuangan, pemerintah telah mengeluarkan 3 (tiga) Perppu, yakni tentang JPSK, amandemen UU LPS dan amandemen UU BI. 3) Analisis peran Bank Century dalam perekonomian Peran Bank Century dalam perekonomian dapat dilihat dari sisi fungsinya yakni pemberian kredit, ukuran bank, dan keterkaitan dengan bank/lembaga keuangan lainnya. Penilaian BI pada bulan November 2008 menyatakan bahwa peran bank Bank Century dalam hal ini tidak signifikan. Namun, dari sisi jumlah nasabah dan jaringan kantor cabang, bank ini termasuk memiliki jumlah nasabah yang cukup besar ( nasabah) dan jaringan cukup luas di seluruh Indonesia (30 KC dan 35 KCP). Dalam kondisi bukan krisis, jika bank ini ditutup maka diperkirakan tidak akan manimbulkan dampak sistemik bagi bank lain. Namun, dalam kondisi krisis, yang saat itu cenderung rentan terhadap berita-berita negative, penutupan sebuah bank berpotensi menimbulkan ketakutan dari nasabah penyimban dari bank-bank lainnya, terutama peer banks atau bank yang lebih kecil, sehinga nasabah tersebut segera memindahkan dananya ke bank yang dianggap lebih aman (flight to quality). Dengan demikian, apabila Bank Century diputuskan ditutup, maka penutupan tersebut dikhawatirkan akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank tersebut di atas, dan dampaknya bisa berpengaruh pada stabilitas sistem perbankan dan sistem keuangan secara keseluruhan. 4) Analisis dampak penutupan Bank Century terhadap pasar keuangan

25 Situasi pasar keuangan di paruh kedua terutama mendekati akhir tahun 2008 sangat rentan dan mudah dipengaruhi oleh berita-berita negative. Pasar modal mengalami penurunan harga saham terusmenerus, dan ini termasuk saham perbankan dan industry sektor keuangan lainnya, dan bahkan pasar modal sempat 2 (dua) kali dihentikan sementara. Kepercayaan investor asing terhadap pasar modal Indonesia sangat menurun. Sementara itu, PUAB mengalami segmentasi, di mana bank yang biasa meminjamkan dana di PUAB mengurangi pasokannya ke pasar. Secara keseluruhan, penanganan kegagalan bank yang tidak dilakukan secara komprehensif akan memperburuk kinerja pasar keuangan yang dapat berakibat turunnya kepercayaan internasional. 5) Analisis sistem pembayaran Gejala segmentasi di PUAB semakin meluas di bulan November Data selama seminggu tertakhir sebelum 20 November 2008 menunjukkan bahwa transaksi PUAB dialkukan hanya antara sesama bank di kelompok masing-masing (kelompok bank besar, bank menengah dan kecil). Apabila terjadi flight to quality yang mengakibatkan bank-bank menengah-kecil mengalami kesulitan likuiditas, kesulitan likuiditas tersebut tidak dapat diatasi dari PUAB, karena bank-bank besar yang biasa memasok dana di pasar uang sangat membatasi pasokannya. Pamantauan menunjukkan terdapat 18 peer Bank Century yang berpotensi mengalami kesualitan likuiditas bila terjadi flight to quality. Sementara apabila Bank Century ditutup, terdapat 5 (lima) bank lainnya yang berkarakteristik seperti Bank Century yang diduga juga akan mengalami kesulitan likuiditas, antra lain karena kelima bank tersebut juga menempatkan dana antar-bank di Bank Century. Jika kemudian muncul rumor negative mengenai permasalahan likuiditas 23 (dua puluh tiga) bank di atas, hal ini akan dengan cepat memicu terjadinya kepanikan di kalangan masyarakat dan berpotensi untuk menimbulkan bank run. Dalam kondisi PUAB yang tersegmentasi, pembayaran antar-bank melalui system pembayaran khususnya kliring, bisa tidak terselesaikan, dan hal ini sangat membahayakan stabilitas sistem perbankan52. Bagi kelompok yang kontra, mereka berpendapat bahwa kebijakan Bailout Bank Century adalah sebuah kebijakan kurang tepat atau salah atau terdapat beberapa kejanggalan, bahkan mungkin pelanggaran di dalamnya. Pendapat tersebut tentunya tidak serta-merta berasal dari

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY 1. Mengapa Bank Century harus diselamatkan pada 20 November 2008? a. Kegagalan Bank Century terjadi di tengah-tengah situasi dan kondisi ekonomi dan sistem perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan Indonesia telah mengalami pasang surut. Dimulai pada tahun 1983 ketika berbagai macam deregulasi mulai dilakukan pemerintah, kemudian bisnis

Lebih terperinci

Permasalahan Hukum & Penangannya di Pengadilan Negeri atas Bank Bermasalah 1 Oleh: Dr. Luhut M.P Pangaribuan.,SH.,LL.M 2

Permasalahan Hukum & Penangannya di Pengadilan Negeri atas Bank Bermasalah 1 Oleh: Dr. Luhut M.P Pangaribuan.,SH.,LL.M 2 KEDUDUKAN UU NO 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN & PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DAN PERAN KONSULTAN HUKUM Permasalahan Hukum & Penangannya di Pengadilan Negeri atas Bank Bermasalah 1 Oleh: Dr. Luhut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah akan tetapi faktor utama yang menyebabkan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai penggerak pembangunan dan menjaga stabilitas perekonomian suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan hangat masyarakat dan penyidik. Kasus ini mulai menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan hangat masyarakat dan penyidik. Kasus ini mulai menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus Bank Century mulai mencuat pada akhir tahun 2008, kasus ini menjadi perbincangan hangat masyarakat dan penyidik. Kasus ini mulai menjadi perbincangan publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya lembaga keuangan yang bermunculan di Indonesia melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya lembaga keuangan yang bermunculan di Indonesia melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor keuangan, khususnya industri perbankan merefleksikan indikator pergerakan roda ekonomi suatu negara. Seperti yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam membangun perekonomian sebuah negara karena bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja keuangan bank merupakan suatu gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu, baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

Q & A TERKAIT FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP)

Q & A TERKAIT FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP) Q & A TERKAIT FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP) 1. Apakah itu FPJP? FPJP merupakan singkatan dari Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) yang merupakan salah satu fasilitas dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK ekonomi.akurat.co I. PENDAHULUAN Perbankan memegang peran penting dalam kehidupan saat ini. Berbagai transaksi mulai dari menyimpan uang, mengambil uang, pembayaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang menjadi masalah serius. Amerika Serikat merupakan negara adidaya dimana ketika perekonomiannya

Lebih terperinci

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD)

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD) DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD) 1. Apakah yang dimaksud dengan Satbilitas Sistem Keuangan (SSK)? Stabilitas sistem keuangan merupakan suatu upaya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang dipicu dengan gejolak nilai tukar sejak Juli 1997 berdampak luas terhadap perekonomian nasional. Selama semester II/1997 dan tahun 1998, semua indikator

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut optimalisasi peranan perbankan. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan pun perlu dicermati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan berinvestasi seorang investor dihadapkan pada dua hal yaitu return (imbal hasil) dan risiko. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, sektor riil memperoleh bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan bank untuk menunjang proses bisnisnya. Dana tersebut akan membantu berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian dikarenakan bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang pernah mendapatkan pendidikan mengenai perbankan maupun yang tidak, tahu arti umum dari bank.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sektor Perbankan 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Negara Republik Indoneisa Nomor 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan yaitu badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dengan nama Citibank N.A (National Association). Citibank

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dengan nama Citibank N.A (National Association). Citibank 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Citibank merupakan bank asing yang juga memiliki kantor perwakilan di Indonesia dengan nama Citibank N.A (National Association). Citibank didirikan pada 1812

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Eksistensi perbankan sangat diperlukan dalam suatu negara, untuk itu perlu diadakan pengawasan pembinaan usaha agar usaha bank dapat berjalan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

Kasus Century Harus Tuntas 1 Penyelesaian Harus dilakukan secara Hukum dan Independen dari Tekanan Politik.

Kasus Century Harus Tuntas 1 Penyelesaian Harus dilakukan secara Hukum dan Independen dari Tekanan Politik. Kasus Century Harus Tuntas 1 Penyelesaian Harus dilakukan secara Hukum dan Independen dari Tekanan Politik. Pengusutan dugaan korupsi dalam kebijakan bailout Bank Century telah memasuki babak baru pasca

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Krisis finansial global muncul sejak bulan Agustus tahun 2007, yaitu pada

BAB II LANDASAN TEORI. Krisis finansial global muncul sejak bulan Agustus tahun 2007, yaitu pada BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Krisis Finansial Global tahun 2008 Menjelang akhir triwulan III-2008, perekonomian Indonesia dihadapkan pada suatu babak baru, yaitu runtuhnya stabilitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Akankah Boediono Jadi Tumbal Century?

Akankah Boediono Jadi Tumbal Century? Akankah Boediono Jadi Tumbal Century? http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/akankah-boediono-jadi-tumbal-century/33703 Kamis, 11 April 2013 8:48 Wakil Presiden Boediono. [google] Berita Terkait

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% BII (TD)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Kebijakan Perbankan Pasca Krisis 1998 Krisis keuangan yang terjadi di Asia mulai pertengahan tahun 1997 telah memicu krisis perbankan di beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L No.87, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum Konvensional. GWM. Rupiah. Valuta. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6047) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi khususnya dalam perekonomian mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian secara keseluruhan memfasilitasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia kini menjadi salah satu isu utama dalam perkembangan dunia memasuki abad ke-21. Krisis ekonomi yang kembali melanda negara-negara di dunia

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai bank sentral, Bank

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/26/PBI/2000 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/26/PBI/2000 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/26/PBI/2000 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk meminimalkan risiko dalam sistem pembayaran di Indonesia,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 25 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/19/PBI/2008 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis keuangan global yang melanda seluruh dunia pada tahun 2008 atau yang lebih dikenal dengan Subprime Mortgage Crisis berawal dari krisis keuangan yang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seolah tiada habis-habisnya pembicaraan seputar krisis ekonomi. berkepanjangan yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan

I. PENDAHULUAN. Seolah tiada habis-habisnya pembicaraan seputar krisis ekonomi. berkepanjangan yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seolah tiada habis-habisnya pembicaraan seputar krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan ternyata masih belum menunjukkan tanda-tanda

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga

BAB I PENGANTAR. yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga BAB I PENGANTAR A. Latar belakang Lembaga Perbankan merupakan sebuah lembaga yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga perbankan mempertemukan kepentingan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi

I. PENDAHULUAN. sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui dana perbankan atau potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kehidupan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan serta peran penting sektor jasa keuangan pada umumnya dan pada perbankan khususnya. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan tulang punggung dalam membangun sistem perekonomian dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu

Lebih terperinci

Suatu hal yang aneh jika Presiden SBY sampai tidak tahu kebijakan negara yang begitu besar.

Suatu hal yang aneh jika Presiden SBY sampai tidak tahu kebijakan negara yang begitu besar. Menuju Pusaran Kekuasaan Suatu hal yang aneh jika Presiden SBY sampai tidak tahu kebijakan negara yang begitu besar. Lima tahun sudah kasus skandal Bank Century berlangsung. Belum ada kepastian sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebagai negara small open economy yang menganut sistem devisa bebas dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap serangan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yg melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke hampir seluruh dunia dan hampir di seluruh sektor. Krisis keuangan global menyebabkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Makroprudensial. Pengaturan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5546) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Atau bisa juga

BAB I PENDAHULUAN. saat ini untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Atau bisa juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian investasi secara umum adalah penanaman dana dalam jumlah tertentu pada saat ini untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak bank yang mengalami kebangkrutan yang diawali oleh

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak bank yang mengalami kebangkrutan yang diawali oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia banyak bank yang mengalami kebangkrutan yang diawali oleh krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Beberapa faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan. Salah satu diantara lembaga-lembaga keuangan. menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan. Salah satu diantara lembaga-lembaga keuangan. menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam lembaga keuangan. Salah satu diantara lembaga-lembaga keuangan tersebut yang nampaknya paling besar peranannya

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyaluran kredit dilakukan sebagai salah satu akibat dari besarnya kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi produktivitas suatu

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dimana untuk mencapai tujuan tersebut perlu memperhatikan keserasian keselarasan, dan keseimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan memiliki peran penting sebagai salah satu penggerak roda perekonomian bangsa. Memburuknya kinerja perbankan akan berdampak negatif bagi perkembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar menurut Kasmir (2012), yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Lembaga keuangan bank atau

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1997-2 1999 2. Arah Kebijakan 1997-1999 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1997-1999

Lebih terperinci

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO Introduction Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sedang melaju pesat. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sedang melaju pesat. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sedang melaju pesat. Hal ini disebabkan adanya persaingan bebas dan globalisasi. Persaingan bebas dalam dunia bisnis ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

Fasilitas Pembiayaan Darurat vs BLBI 1

Fasilitas Pembiayaan Darurat vs BLBI 1 1 S. Batunanggar 2 Tampaknya masih banyak pihak yang berpandangan bahwa Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) sama dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pandangan itu tidak hanya melekat pada publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investor sering kali dibingungkan apabila ingin melakukan investasi atas dana yang dimilikinya ketika tingkat bunga mengalami penurunan. Sementara itu, kebutuhan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas sektor perbankan dalam suatu negara memegang peranan penting dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Setiap orang dalam melakukan transaksi finansial yang berhubungan

Lebih terperinci