BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Prokrastinasi Akademik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Prokrastinasi Akademik"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prokrastinasi Akademik Definisi Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi adalah penundaan yang sia-sia/ tidak berguna (Knaus, 2010). Tuckman (dalam Utomo, 2010) mendefinisikan prokrastinasi sebagai ketidakmampuan pengaturan diri yang mengakibatkan dilakukannya penundaan pekerjaan yang seharusnya dapat di bawah kontrol orang yang bersangkutan. Sedangkan, menurut Wolter (dalam Nugrasanti, 2006) prokrastinasi akademik adalah kegagalan dalam mengerjakan tugas dalam kerangka waktu yang diinginkan atau menunda pengerjaan tugas sampai saat-saat terakhir. Prokrastinasi akademik merupakan jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik (Ferrari dkk, dalam Nugrasanti, 2006). Prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995), yaitu: a. Prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan, bahwa setiap perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan. b. Prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu, yang mengarah kepada trait, penundaan yang 9

2 10 c. dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional. d. Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya perilaku penundaan saja, akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan komponenkomponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan, prokrastinasi akademik adalah perilaku menunda pengerjaan tugas-tugas akademik tanpa mempedulikan alasan apapun. Alasannya adalah seorang prokrastinator akademik memiliki keyakinan irasional akan apa yang harus dia capai dengan tugasnya, sehingga saat mereka tidak mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu atau dikerjakan tidak maksimal maka mereka akan memberikan alasan-alasan yang membuat mereka terlihat wajar untuk tidak mencapainya. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ferrari, Keane, Wolfe, & Beck (1998) menyatakan bahwa lebih darti 70% mahasiswa memberikan alasan penundaan mereka yang sebenarnya adalah kebohongan. Tugas-tugas akademik ini antara lain, tugas menulis, membaca, belajar menghadapi ujian, menghadiri perkuliahan, tugas administratif, dan kinerja akademik secara keseluruhan (Nugrasanti, 2006) Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Knaus (2010) menyatakan bahwa beberapa penyebab prokrastinasi berhubungan dengan masalah sosial, beberapa juga terkait

3 11 dengan proses otak serta kepercayaan yang tidak rasional. Menurutnya, prokrastinasi juga dapat dikaitkan dengan kecemasan (ketidaknyamanan) untuk di-judge dan dievaluasi. Knaus menambahkan bahwa perilaku prokrastinasi akademik ini dilakukan untuk menjadi defense (pertahanan) terhadap ketakutannya. Ada 3 macam ketakutan yang dikemukakan Knaus (2010), antara lain fear of failure (takut gagal), failure anxiety (cemas akan kegagalan), dan fear of blame (takut salah). Pada saat individu percaya bahwa dia tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan, maka individu akan cenderung untuk melakukan perilaku prokrastinasi akademik. Selain itu, jika individu terlalu berfokus pada kegagalan, maka ia akan sulit melihat kemungkinankemungkinan yang ada untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik (Knaus, 2010). Sedangkan, fear of success yang merupakan bentuk dari failure anxiety menyatakan bahwa individu merasa cemas dalam mengontrol dirinya saat sukses dan mendapat tekanan yang lebih besar dari saat ini. Bernard (1991, Nathally, 2011) mengemukakan 10 faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik, antara lain: a. Anxiety Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, seperti kekhawatiran dan rasa takut yang berinteraksi dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Interaksi yang berlawanan ini menyebabkan tugas-tugas tesebut ditunda. b. Self-depreciation

4 12 Individu memiliki penghargaan diri yang rendah terhadap dirinya dan cenderung menyalahkan dirinya saat terjadi masalah. Individu ini juga kurang percaya diri untuk memiliki masa depan yang cerah. c. Low discomfort tolerance Individu memiliki toleransi yang rendah akan ketidaknyamanan sehingga saat dihadapkan pada tugas yang sulit, individu cenderung beralih kepada tugas-tugas yang akan mengurangi ketidaknyamanan pada diri mereka. d. Pleasure-seeking Individu senang mencari kenyamanan. Pada saat mereka telah mendapatkan kenyamanan, mereka cenderung tidak ingin keluar dari zona tersebut. Ini membuat mereka menunda tugas mereka untuk menyenangkan diri mereka terlebih dahulu. e. Time disorganization Individu diharapkan dapat mengatur waktu mereka dalam mengerjakan tugas dan memberi prioritas atas tugas-tugas yang akan dikerjakan tersebut. Namun, individu tidak dapat mengatur waktu mereka dan tidak dapat memberi prioritas atas tugas-tugas yang harus dikerjakan, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu. f. Environmental disorganization Ketidakteraturan lingkungan merupakan salah satu pendukung prokrastinasi. Lingkungan yang tidak teratur akan menjadi

5 13 gangguan bagi individu untuk berkonsentrasi dalam menyelesaikan tuganya tepat waktu. g. Poor task approach Individu tidak mengetahui kapan harus memulai dan menyelesaikan suatu tugas. h. Lack of assertion Individu kurang memiliki perilaku asertif sehingga sulit baginya untuk menolak tugas-tugas yang diberikan padanya. Pada akhirnya tugas-tugasnya overload dan membuatnya kuranng memiliki komitmen dan tanggungjawab atas tugas-tugas tersebut. i. Hostility with others Dapat diartikan sebagai permusuhan terhadap orang lain. Kemarahan yang terus-menerus dapat menyebabkan individu menolak atau menetang apapun yang dikatakan oleh subjek kemarahannya. j. Stress and fatigue Stres adalah hasil dari sejumlah tuntutan negatif dalam kehidupan yang digabung dengan gaya hidup dan kemampuan mengatasi masalah pada diri individu. Semakin banyaknya tuntutan dan semakin lemahnya sikap seseorang dalam mengatasi masalah, serta gaya hidup yang kurang baik akan meningkatkan stres seseorang. Berdasarkan berbagai kajian literatur dapat disimpulkan bahwa ada 2 faktor utama yang mempengaruhi prokrastinasi akademik, yaitu:

6 14 a. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu yang turut membentuk perilaku prokrastinasi yang meliputi faktor fisik dan psikologis. Menurut Ervinawati (1999), faktor internal memang memiliki potensi yang lebih besar untuk memunculkan prokrastinasi, namun jika terjadi interaksi antara faktor internal dan eksternal maka prokrastinasi yang terjadi akan semakin buruk (dalam Rumiani,2006). b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu dapat berupa tugas yang banyak (overloaded tasks) yang menuntut penyelesaian yang hampir bersamaan. Menurut Rizki, dkk. (1997) hal ini akan diperparah apabila lingkungan kondusif dalam membentuk prokrastinasi (dalam Rumiani, 2006) Karakteristik Prokrastinator (pelaku prokrastinasi) Menurut Ferrari, Johnson, & McCown (1995), karakteristik mahasiwa yang melakukan prokrastinasi akademik adalah suka menunda-nunda pengerjaan tugas sampai batas waktu pengumpulan, sering tidak menepati janji untuk segera mengumpulkan tugas dengan memberi alasan untuk memperoleh tambahan waktu, dan memilih untuk melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan seperti menonton televisi, jalan-jalan dan sebagainya. Sedangkan menurut Ellis & Knaus (dalam Rumiani, 2006), karakteristik orang yang melakukan prokrastinasi adalah orang yang takut gagal, impulsif, perfeksionis, pasif, dan menunda-nunda sampai melewati batas waktu.

7 Indikator Prokrastinasi Akademik Ferrari, Johnson, & McCown (1995) menyatakan bahwa prokrastinasi akademik dapat termanifestasi dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati. Berikut ini adalah indikator pelaku prokrastinasi akademik: a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Indikator ini menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan prokrastinasi sadar bahwa tugasnya bermanfaat dan harus segera diselesaikan. Namun, dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk langsung menyelesaikan saat dia mulai mengerjakannya. b. Kelambanan dalam mengerjakan tugas. Indikator ini menunjukkan bahwa individu yang melakukan prokrastinasi cenderung lamban dalam mengerjakan tugas-tugasnya dikarenakan mereka menghabiskan waktu untuk mempersiapkan diri secara berlebihan sebelum mengerjakan. Persiapan ini membuat mereka menunda niat mereka dalam mengerjakan tugas yang ada. Ini membuat individu memerlukan waktu yang lebih lama dari seharusnya dan kurang mengalami kemajuan dalam pengerjaan tugasnya sehingga tugas tersebut mungkin diselesaikan dengan energi lebih pada penghujung deadline. Perilaku ini dilakukan tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu membuat individu mengerjakannya di penghujung deadline atau bahkan tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai.

8 16 c. Adanya kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dalam mengerjakan tugas. Indikator ini menunjukkan bahwa seorang prokrastinator memiliki kesulitan dalam melakukan sesuatu sesuai dengan rencana yang sudah dibuat. Seorang prokrastinator cenderung tidak melaksanakan rencananya dalam mengerjakan tugas sehingga sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam memulai mengerjakan tugas maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas. d. Adanya kecenderungan untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih mendatangkan hiburan dan kesenangan. Indikator ini menunjukkan bahwa prokrastinator dengan sadar menghindari dan tidak mengerjakan tugasnya dengan segera. Seseorang yang melakukan prokrastinasi akademik lebih memilih menggunakan waktu yang dimilikinya untuk melaksanakan aktivitas lain yang lebih menyenangkan, seperti membaca (majalah, novel), bermain games, menonton, mendengarkan music, shopping, dan lain sebagainya daripada mengerjakan tugas akademik. Prokrastinator akademik jika dibandingkan dengan nonprokrastinator mungkin memiliki nilai dan evaluasi yang rendah, karena (Ferrari, 2010): a. Mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengumpulkan tugas kuliah, laporan, dan tugas akhir

9 17 b. Mereka mengeluarkan waktu lebih untuk bekerja dalam suatu tugas dan belajar c. Mereka sering terlibat dengan kecurangan d. Walaupun mereka memulai pekerjaan mereka, mereka membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya e. Mereka memiliki banyak tugas yang belum selesai Kebutuhan Berprestasi Definisi Kebutuhan Motivasi merupakan bagian dari kognisi yang tidak dapat diamati secara langsung, namun efeknya terhadap perilaku dapat diamati dan diukur (Blanchard & Thacker, 2010). Selanjutnya, mereka mendefinisikan motivasi sebagai arahan, ketekunan, usaha yang dikeluarkan untuk mencapai suatu target. Motivasi adalah suatu kondisi internal yang membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga perilaku (Woolfolk, dalam Rumiani, 2006). Berikut ini adalah faktor-faktor yang merefleksikan motivasi seseorang (Blanchard & Thacker, 2010): a. Kebutuhan apa yang ingin dipuaskan oleh individu b. Aktivitas apa yang dilakukan untuk memuaskan kebutuhan c. Berapa lama individu terlibat dalam aktivitas tersebut d. Seberapa keras usaha yang diberikan individu tersebut dalam aktivitas Kebutuhan merupakan dasar dari motivasi dan alasan dari semua kegiatan individu. Murray (1938) beranggapan bahwa perilaku didorong oleh kondisi internal yang tidak seimbang, sehingga kita

10 18 mencari sesuatu yang kita inginkan untuk menyeimbangkannya. Murray mendefinisikan kebutuhan sebagai kesiapan untuk merespon dengan cara tertentu pada situasi tertentu. Selain itu, Murray juga percaya bahwa kebutuhan merupakan suatu konstruk yang mewakili daya di area otak yang mengatur persepsi, apersepsi, intelektual, konasi, dan tindakan untuk memenuhi atau menghadapi situasi yang tidak memuaskan Jenis-jenis Kebutuhan Murray (1938) mengklasifikasikan kebutuhan ke dalam 2 golongan, yaitu: a. Primary needs Kebutuhan jenis ini didasari oleh fungsi biologis atau dapat juga dikatakan sebagai kebutuhan biologis. b. Secondary needs Kebutuhan ini didasari oleh psikologi atau sering disebut sebagai psychogenic needs. Psychogenic needs dikelompokkan menjadi 5 bagian yaitu: 1. Ambition needs - Achievement: mencapai target, menghadapi kesulitan, mencapai kesuksesan (akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya). - Exhibition: membuat orang lain terkesan dengan perilaku dan kata-kata. - Recognition: menunjukkan prestasi yang di dapat dan mendapatkan pengakuan dari orang lain.

11 19 2. Materialistic needs - Acquisition: kebutuhan untuk mendapatkan sesuatu. - Retention: kebutuhan untuk menjaga/ mempertahankan sesuatu yang telah didapat. - Order: kebutuhan untuk mengatur sesuatu secara teratur, rapi, dan bersih - Construction: kebutuhan untuk membuat dan membangun sesuatu. c. Power needs - Abasement: kebutuhan untuk mengalah dan menerima kesalahan dan hukuman. - Aggression: kebutuhan untuk melampaui orang lain, mengontrol, dan menghukum mereka. - Autonomy: kebutuhan untuk tidak terikat dan mandiri. - Blame avoidance: kebutuhan untuk tidak disalahkan atas apa yang telah terjadi. - Contrariance: kebutuhan untuk dapat melawan persuasi dari orang lain. - Deference: kebutuhan untuk mengikuti aturan dan bekerja sama dengan orang lain - Dominance: kebutuhan orang lain melalui perintah atau persuasi. - Harm avoidance: kebutuhan untuk menghindari rasa sakit. - Infavoidance: kebutuhan untuk menghindari hal yang memalukan.

12 20 d. Affection needs - Affiliation: kebutuhan untuk dekat dan loyal dengan orang lain, menyenangkan mereka dan mendapat perhatian mereka. - Nurturance: kebutuhan untuk membantu orang lain yang memerlukan. - Play: kebutuhan untuk bersenang-senang, relaks, dan menikmati kehidupan. - Rejection: kebutuhan untuk menolak orang lain/ objek yang dianggap negatif. - Sex: kebutuhan untuk membentuk hubungan yang mengarah pada sexual intercourse. - Succorance: kebutuhan untuk diperhatikan, ditolong dan dilindungi. e. Information needs - Cognizance: mencari pengetahuan dan bertanya untuk mengerti dan memahami sesuatu. - Exposition: menyediakan informasi untuk mendidik orang lain Definisi Kebutuhan Berprestasi Kebutuhan berprestasi merupakan salah satu kebutuhan psikologis yang termasuk ke dalam ambition need. Kebutuhan berprestasi didefinisikan sebagai suatu dorongan yang kuat untuk mencapai sesuatu dan diakui secara umum untuk hal yang dicapai tersebut (Wart, 2008). Selain itu, Keith & Nastron (1989, dalam

13 21 Rumiani, 2006) mendefinisikan kebutuhan berprestasi sebagai dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga individu yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi menunjukkan usaha yang lebih besar dan ulet. Kebutuhan berprestasi adalah suatu kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu dengan cepat dan semaksimal mungkin untuk mencapai target yang diinginkan (Murray, 1938). Kebutuhan berprestasi dapat dikatakan sebagai salah satu motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik (Santrock, 2009) diartikan sebagai motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi tujuan itu sendiri bukan demi sesuatu yang akan didapatkan nantinya. Jika dihubungkan dengan kebutuhan berprestasi, maka dapat dikatakan bahwa mahasiswa melakukan usaha keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dengan maksimal karena itu merupakan kebutuhan mereka dalam berprestasi. Kebutuhan berprestasi dapat disimpulkan sebagai suatu usaha yang maksimal dan sistematis untuk mencapai kesuksesan/ target dan menjadi lebih baik dibanding orang lain serta mampu mengatasi hambatan dalam proses mencapai tujuan tersebut Karakteristik Individu dengan Kebutuhan Berprestasi Kebutuhan berprestasi merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu secepat dan sebaik mungkin. Orang dengan kebutuhan berprestasi tinggi sering diasosiasikan dengan orang yang ambisius dan kompetitif. Kata ambisius ( berarti keinginanan keras mencapai sesuatu (harapan, cita-cita), sedangkan

14 22 kompetitif berarti daya saing. Kedua hal tersebut merupakan aspek dari kebutuhan berprestasi yang mendukungnya dalam pencapaian target dengan daya saing yang tinggi. Karakteristik individu dengan kebutuhan berprestasi antara lain (Murray, 1938): a. ingin mencapai suatu target/ goal walaupun melalui proses yang sulit, b. ingin menguasai/ mengorganisasi objek fisik,, manusia, atau gagasan, c. ingin mengerjakan tugas-tugasnya secepat dan semandiri mungkin, d. berusaha menghadapi masalah-masalah yang muncul, e. ingin menjadi lebih baik dari diri sendiri dan orang lain, dan f. ingin memiliki dan meningkatkan kebanggaan atas diri mereka sendiri. Jenis-jenis pencapaian yang biasa ingin dicapai adalah dalam hal olahraga, social prestige, dan intelektual Kebutuhan Berprestasi dengan Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi akademik adalah perilaku yang cenderung menunda-nunda tugas secara sadar untuk melakukan hal lain yang tidak berhubungan dengan tugas yang ada, Sedangkan kebutuhan berprestasi adalah keinginan/ kebutuhan untuk melakukan sesuatu dengan cepat, sistematis, dan semaksimal mungkin. Cara pengerjaan tugas pada kedua hal tersebut saling bertentangan.

15 23 Berdasarkan penelitian Rumiani (2006) tentang Prokrastinasi Akademik Ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan Stres Mahasiswa dan penelitian Delta (2010) tentang Hubungan antara prokrastinasi akademis dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ditemukan bahwa adanya korelasi negatif antara motivasi berprestasi dan prokrastinasi akademik. Hal ini didukung lagi oleh beberapa penelitian yang menunjukkan hal yang sama yaitu individu yang melakukan prokrastinasi akademik menunjukkan motivasi berprestasi yang rendah (Rumiani, 2006) Positive Reinforcement Definisi Reinforcement Reinforcement adalah suatu stimulus yang memperkuat perilaku sebelumnya, baik itu menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Selain itu, reinforcement juga menyatakan bahwa stimuli digunakan untuk membentuk perilaku (Redmond, 2012). Teori penguatan ini berasal dari hukum efek dari Thorndike (Blanchard & Thacker, 2010) yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hal yang menyenangkan akan berulang dan perilaku yang diikuti dengan hal yang tidak menyenangkan akan dihindari. Namun, jika stimulus ini tidak meningkatkan kemungkinan munculnya respon maka hal ini tidak dapat disebut sebagai reinforcement. Teori reinforcement ini merupakan bentuk dari operant conditioning yang akan dibahas pada bagian

16 Operant Conditioning Operant conditioning merupakan model pembelajaran dengan teori reinforcement yang dikembangkan oleh B. F. Skinner. Komponen dasar pembelajaran pada operant conditioning adalah stimulus, respon, dan konsekuensi (Blanchard & Thacker, 2010). Stimulus merupakan situasi atau kejadian yang dihadapi oleh individu. Respon merupakan perilaku yang muncul/ dimunculkan saat individu dihadapkan pada stimulus. Sedangkan, konsekuensi adalah hasil yang diterima oleh individu setelah memberi respon. Konsekuensi dapat berupa hal yang positif atau negatif bagi individu tersebut. Misalnya, mahasiswa mendapatkan tugas yang harus dikumpulkan minggu depan (stimulus). Dia selalu menunda-nunda pengerjaan tugas tersebut dan menghabiskan waktunya dengan hal yang lebih menyenangkan (jalan-jalan, menonton) sehingga pada akhirnya tugas dikerjakan pada saat-saat terakhir (respon). Hasil yang didapat dari tugas yang dikerjakan pada saat-saat terakhir itupun cukup memuaskan (konsekuensi positif) sehingga dia akan cenderung mengulang kembali perilakunya. Namun, jika hasil yang ia dapat tidak memuaskan, dia akan cenderung mengurangi respon yang sama di masa yang akan datang. Ada 4 tipe konsekuensi yang mengikuti perilaku seseorang (Blanchard & Thacker, 2010), antara lain: a. Positive reinforcement adalah prosedur memperkuat perilaku di mana respon diikuti dengan penyajian atau peningkatan intensitas stimulus yang memperkuat perilaku, sebagai hasilnya respon ini semakin kuat dan semakin mungkin terjadi (Wade & Travis, 2008). Positive reinforcement terjadi saat perilaku yang dimunculkan

17 25 b. diikuti dengan hal yang menyenangkan, baik tangible (mendapat penghargaan berupa objek), psikologis (kepuasan, rasa senang), ataupun kombinasi dari kedua hal tesebut (Blanchard & Thacker, 2010). Dengan demikian, positive reinforcement dapat disimpulkan sebagai stimulus yang diberikan dengan tujuan untuk memperkuat dan meningkatkan kemungkinan perilaku yang diharapkan muncul. Untuk beberapa situasi, stimulus yang diberikan sudah memberitahukan konsekuensi positif yang akan didapatkan jika melakukan perilaku tertentu. Positive reinforcement akan dibahas lebih lanjut pada bagian c. Negative reinforcement adalah prosedur memperkuat perilaku di mana respon yang diharapkan diikuti dengan penghilangan, penundaan, atau pengurangan intensitas sebuah stimulus yang tidak menyenangkan, dan sebagai hasilnya respon menjadi semakin kuat dan semakin sering terjadi (Wade & Tavris, 2008). Negative reinforcement terjadi saat perilaku yang dimunculkan dapat menghilangkan hal yang tidak menyenangkan. d. Punishment Punishment terjadi saat individu mendapatkan konsekuensi negatif (hukuman) atas perilaku yang ditunjukkan sehingga respon/ perilaku yang sama akan berkurang di masa mendatang (Blanchard & Thacker, 2010). Namun, jika perilaku yang tidak diinginkan dihukum, maka ada kecenderungan untuk menyembunyikan/ tidak memunculkan perilaku tersebut pada situasi-situasi tertentu yang akan membuatnya mendapat hukuman.

18 26 e. Extinction Extinction merupakan bentuk lain dari punishment yang muncul saat kehilangan hal yang menyenangkan. Perilaku yang biasa ditunjukkan menghilang saat diikuti dengan hal yang tidak menyenangkan. Tabel 2.1. Tipe-tipe Konsekuensi yang Mengikuti Perilaku Desirable Consequences Undesireable Consequence Trainee Receives Behavior Positively Reinforced Behavior Punished Trainee Loses Behavior Punished Behavior Negatively (Extinction) Reinforced *Sumber: Blanchard & Thacker (2010, hal. 68) Positive Reinforcement Positive reinforcement adalah pemberian stimulus yang menawarkan efek/ konsekuensi yang diinginkan dengan harapan dapat meningkatkan munculnya perilaku yang diharapkan di masa mendatang (Redmond, 2012). Positive reinforcement menggunakan sistem hadiah (reward system) yang merupakan sekumpulan struktur di dalam otak yang meregulasi dan mengontrol perilaku yang memberikan konsekuensi yang menyenangkan. Reward dalam dunia kerja dapat berupa bonus, promosi, penghargaan, cuti dan lainnya. Sedangkan dalam dunia pendidikan dapat berupa makanan, pujian verbal ataupun nonverbal, atau objek yang disenangi. Positive reinforcement tidak hanya dapat meningkatkan munculnya perilaku yang diharapkan, tetapi juga yang tidak diharapkan jika reward tidak diberikan dengan tepat.

19 Ada berbagai macam reward/ reinforcers yang dapat diberikan (Spiegler & Guevremont, 2010), antara lain: 27 a. Activity reinforcers Reinforcement jenis ini didapatkan secara natural saat malakukan aktivitas tertentu dan mendapat sedikit kebebasan dalam menentukan beberapa hal. Kebebasan yang diberikan ini diharapkan dapat membuat individu lebih aktif dalam aktivitas tersebut. Misalnya, saat melakukan diskusi kelompok, mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih anggota kelompoknya dan berhasil memberikan hasil diskusi yang baik dan nantinya jika mereka diberikan kebebasan yang sama, mereka akan lebih berusaha menjadi lebih baik lagi. Pada penguat jenis ini, ada kemungkinan untuk mendapat social reinforcers, dimana dalam suatu aktivitas, individu mungkin akan mendapat pengakuan dan pujian dari teman kelompoknya. b. Social reinforcers Penguat jenis ini diberikan secara social oleh guru, dosen, orang tua, atau orang dewasa lainnya dan peers yang menunjukkan penerimaan dan pujian atas suatu perilaku tertentu. c. Tangible reinforcers Hadiah berupa objek atau item yang disukai oleh suatu kalangan diberikan untuk memunculkan perilaku tertentu. Contohnya berupa mainan, makanan, penghargaan (sertifikat). d. Token reinforcement

20 28 Reinforcement jenis ini melibatkan pemberian poin atau sesuatu yang dianggap bernilai oleh kalangan tertentu dalam keadaan tertentu Tujuan Positive Reinforcement Pemberian positive reinforcement memiliki tujuan sebagai berikut (Djamarah, 2010): a. Meningkatkan perhatian dan membantu pembelajaran apabila pemberian penguatan diberikan secara selektif. b. Memberikan motivasi dalam proses pembelajaran. c. Mengontrol atau mengubah perilaku yang mengganggu atau yang kurang diharapkan serta meningkatkan cara belajar yang produktif. d. Mengembangkan kepercayaan diri dalam mengatur diri sendiri. e. Mengarahkan terhadap pengembangan berpikir yang divergen dalam pengambilan inisiatif bebas. Berdasarkan hal yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa dosen memberikan positive reinforcement bertujuan untuk meningkatkan perhatian mahasiswa terhadap mata kuliah yang diajarkan, mengembangkan rasa percaya diri dan memotivasi mahasiswa untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas akademik yang diberikan dengan baik. Ini dikarenakan mahasiswa merasa diperhatikan dan dihargai oleh dosen dalam proses pembelajaran. Pemberian positive

21 29 reinforcement juga diharapkan dapat mengubah perilaku mahasiswa yang mengganggu menjadi lebih baik dan semakin meningkatkan perilaku yang sudah baik Positive reinforcement dengan Prokrastinasi Akademik Positive reinforcement adalah usaha memperkuat perilaku dengan memberikan konsekuensi positif jika perilaku yang diharapkan muncul. Dalam penelitian ini, perilaku yang diharapkan adalah berkurangnya perilaku prokrastinasi (perilaku menunda-nunda pekerjaan). Perilaku prokrastinasi diharapkan tidak muncul/ berkurang frekuensinya saat individu mendapatkan konsekuensi positif atas perilaku yang ia tunjukkan, seperti pemberian poin setiap kali mahasiswa mengumpulkan lebih cepat dari tenggat waktu yang telah ditentukan, mendapat poin saat masuk ke kelas tepat waktu dan lain sebagainya. Penelitian ini menggunakan positive reinforcement, seperti pemberian poin jika melakukan perilaku yang diharapkan karena reinforcement merupakan cara yang lebih baik dalam memotivasi dibandingkan dengan punishment (Blanchard & Thacker, 2010) Kerangka Berpikir Penelitian ini akan mengukur tingkat prokrastinasi akademik jika dipengaruhi oleh kebutuhan berprestasi dan positive reinforcement. prokrastinasi akademik merupakan kecenderungan individu untuk menunda pekerjaan mereka sampai saat-saat terakhir dan dilakukan secara sadar. Banyak

22 30 faktor yang memicu seseorang dalam melakukan prokrastinasi diantaranya adalah kurangnya motivasi diri, menentukan prioritas tugas yang ada, dan banyaknya tugas yang diberikan dalam satu waktu (Nathally, 2011). Ferrari (2010) menyebutkan bahwa prokrastinasi dipengaruhi oleh faktor psikologis seseorang yang mencakup motivasi, self-esteem, self-control, tingkat kecemasan dan efikasi diri. Selain itu, prokrastinasi (Warner, 2009) lebih dikatakan sebagai masalah motivasi daripada masalah manajemen waktu. Dia juga menyebutkan bahwa jika individu memiliki motivasi baik internal ataupun eksternal, maka individu tersebut akan kurang melakukan prokrastinasi akademik. Pendapat-pendapat tersebut membuat peneliti ingin menambahkan motivasi internal dan eksternal ke dalam penelitian untuk melihat pengaruhnya terhadap prokrastinasi akademik. Pertama, kebutuhan berprestasi yang merupakan suatu usaha yang sistematis, cepat dan semaksimal mungkin dalam mengerjakan sesuatu tugas (Murray, 1938). Dari segi definisi dan cara pengerjaan tugas, kebutuhan berprestasi bertolak belakang dengan prokrastinasi akademik. Ditambah lagi dengan adanya 2 penelitian yang menemukan bahwa adanya korelasi negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik (Rumiani, 2006; Delta, 2010). Hal ini didukung lagi oleh beberapa penelitian yang menunjukkan hal yang sama yaitu individu yang melakukan prokrastinasi akademik menunjukkan motivasi berprestasi yang rendah (Rumiani, 2006). Kedua, positive reinforcement, dimana menurut teori reinforcement, reinforcement lebih baik dibandingkan dengan pemberian hukuman bagi para prokrastinator (Blanchard & Thacker, 2010). Selain itu,

23 31 ditambah dengan pernyataan Ferrari (2010) yang menyebutkan bahwa prokrastinasi merupakan hasil dari perilaku yang diperkuat. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (kebutuhan berprestasi dan positive reinforcement) terhadap prokrastinasi akademik. Motivasi Internal (X1): Kebutuhan Berprestasi Cara kerja yang bertolak belakang, penelitian sebelumnya yang menemukan adanya Mahasiswa Warner (2009): hubungan antara motivasi melakukan perilaku menunda tugas sampai detikdetik terakhir Prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh motivasi internal dan eksternal berprestasi dengan prokrastinasi akademik Motivasi eksternal (X2): Positive reinforcement Y Prokrastinasi Akademik Pemberian reinforcement lebih baik dibanding dengan hukuman (Blanchard & Thacker, 2010), prokrastinasi akademik merupakan hasil dari perilaku yang telah diperkuat Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa merupakan sekelompok individu yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan mendapatkan pelajaran dan pengalaman

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 tahun 1990 adalah: Peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa akhir program S1 harus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat gambaran prokrastinasi pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Landasan teori ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

Oleh : Abdul Aziz*) Pambudi Rahardjo**) Kata Kunci : Faktor-faktor Prokrastinasi Akademik, Mahasiswa Tingkat Akhir, dan Skripsi

Oleh : Abdul Aziz*) Pambudi Rahardjo**) Kata Kunci : Faktor-faktor Prokrastinasi Akademik, Mahasiswa Tingkat Akhir, dan Skripsi FAKTOR-FAKTOR PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR YANG MENYUSUN SKRIPSI DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Oleh : Abdul Aziz*) Pambudi Rahardjo**) ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap perkembangan remaja akhir (18-20 tahun)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fenomena yang kerap terjadi di kalangan mahasiswa adalah prokrastinasi akademik. Menurut Lay (LaForge, 2005) prokrastinasi berarti menunda dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin yaitu pro atau forward

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Semakin tinggi penguasaan seseorang terhadap suatu bidang, semakin

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang sering didengungkan oleh para pendidik. Hal ini menekankan pentingnya pendidikan bagi setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa 2.1.1. Pengertian Prokrastinasi Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Secara bahasa, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendukung maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia, pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yang pertama adalah pendidikan non formal (seperti kursus dan les), yang kedua adalah pendidikan informal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mahasiswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang belajar di perguruan tinggi. Arnett (dalam Santrock, 2011) menyatakan bahwa mahasiswa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi sekarang ini, manusia dituntut untuk dapat menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting, namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja memiliki kecenderungan untuk tumbuh berkembang guna mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan sedang menempuh proses pendidikan di Perguruan Tinggi. Pada umumnya mahasiswa berusia antara 18-24 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju dan crastinus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa sangat diharapkan dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa, juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Pendidikan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada dasarnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version

LAMPIRAN. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version LAMPIRAN KATA PENGANTAR Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Psikologi UKM Bandung, salah satu persyaratan tugas yang harus dipenuhi adalah melakukan penelitian. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

PROKRASTINASI AKADEMIK DIPENGARUHI OLEH KEBUTUHAN BERPRESTASI DAN POSITIVE REINFORCEMENT PADA MAHASISWA DI JAKARTA BARAT

PROKRASTINASI AKADEMIK DIPENGARUHI OLEH KEBUTUHAN BERPRESTASI DAN POSITIVE REINFORCEMENT PADA MAHASISWA DI JAKARTA BARAT PROKRASTINASI AKADEMIK DIPENGARUHI OLEH KEBUTUHAN BERPRESTASI DAN POSITIVE REINFORCEMENT PADA MAHASISWA DI JAKARTA BARAT Elisa Gowani Cornelia Istiani Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi dan globalisasi, manusia dituntut untuk menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting (Husetiya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan keaslian penelitian 1.1 Latar Belakang Memasuki era perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan bisa berupa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut manusia untuk bisa bertindak dan menghasilkan karya. Mahasiswa sebagai anggota dari suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa terdiri dari dua kata yaitu maha yang berarti besar dan siswa yang berarti orang yang sedang melakukan pembelajaran, jadi mahasiswa merupakan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam suatu pendidikan formal, seperti SMA/SMK terdapat dua kegiatan yang tidak dapat terpisahkan yaitu belajar dan pembelajaran. Kedua kegiatan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prokrastinasi akademik merupakan masalah serius yang membawa konsekuensi bagi pelakunya (Gunawinata dkk., 2008: 257). Konsekuensi dari perilaku prokrastinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai subyek menuntut ilmu di perguruan tinggi tidakakan terlepas dari keaktivan belajar dan mengerjakan tugas. Salah satu kriteria yang menunjukkan

Lebih terperinci

Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Bekerja

Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Bekerja Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Bekerja Andini Dwi Arumsari, Sugito Muzaqi Program Studi PG PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Narotama Surabaya andini.dwi@narotama.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Data Penelitian 4.1.1 Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Subyek penelitian pada mahasiswa Jurusan Psikologi yang terbanyak adalah 74,41% (64 orang)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya tugas yang diberikan

Lebih terperinci

Perilaku Konsumen. Pengantar. Hikmah Ubaidillah, M.IKom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Marketing Communication

Perilaku Konsumen. Pengantar. Hikmah Ubaidillah, M.IKom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Marketing Communication Modul ke: Perilaku Konsumen Pengantar Fakultas Ilmu Komunikasi Hikmah Ubaidillah, M.IKom Program Studi Marketing Communication www.mercubuana.ac.id Tujuan Pembelajaran 1. Memahami jenis kebutuhan dan motivasi

Lebih terperinci

Pengaruh Prokrastinasi Terhadap Kecurangan Akademik Pada Mahasiswa Yang Bekerja

Pengaruh Prokrastinasi Terhadap Kecurangan Akademik Pada Mahasiswa Yang Bekerja Pengaruh Prokrastinasi Terhadap Kecurangan Akademik Pada Mahasiswa Yang Bekerja OLEH: Nama : Rurialita NPM : 18513134 Kelas : 3PA12 Dosen Pembimbing : Mimi Wahyuni BAB I. PENDAHULUAN Mahasiswa Yang Bekerja

Lebih terperinci

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG Nindya Prameswari Dewi dan Y. Sudiantara Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI Dalam bab ini, penulis akan membahas variabel tunggal penelitian yaitu prokrastinasi akademik, kemudian bahasan mengenai definisi prokrastinasi akademik, definisi kegiatan ekstrakurikuler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Salah satu aspek yang penting dalam kehidupan adalah kesuksesan atau kegagalan di bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada keseharian, ada berbagai peran yang dijalani oleh individu, salah satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali pekerjaan, tantangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana yang sangat membantu dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini pemerintah berupaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengerjakan tugas-tugas studi, baik itu yang bersifat akademis maupun non

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengerjakan tugas-tugas studi, baik itu yang bersifat akademis maupun non BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan subjek yang menuntut ilmu diperguruan tinggi memiliki tanggung jawab pada saat kuliah berlangsung dan menyelesaikan kuliahnya. Mahasiswa

Lebih terperinci

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :.

Data Pribadi. Kelas/No. Absen. Alamat/Telp :... Pendidikan Ayah/Ibu. c. di bawah rata-rata kelas. Kegiatan yang diikuti di luar sekolah :. Data Pribadi Nama (inisial) Kelas/No. Absen Usia Alamat/Telp :.(L/P)* :. :. :. :..... Pekerjaan Ayah/Ibu Pendidikan Ayah/Ibu Nilai raport saat ini* : / : / : a. di atas rata-rata kelas b. rata-rata kelas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prokrastinasi Akademik

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prokrastinasi Akademik BAB II LANDASAN TEORI A. Prokrastinasi Akademik 1. Defenisi Prokrastinasi Akademik Steel (2007) mengatakan bahwa prokrastinasi adalah menunda dengan sengaja kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran guna mengembangkan potensi diri

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran guna mengembangkan potensi diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah memiliki program pendidikan yang disesuaikan dengan amanat UU/SISDIKNAS No.20/2003, yakni pendidikan adalah tanggung jawab semua. Amanat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN

HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS VIII SMP N 1 TAMBUN SELATAN Hubungan Penggunaan Strategi Self-regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas VIII... 71 HUBUNGAN PENGGUNAAN STRATEGI SELF- REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, teknologi dan budaya.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan, manusia memiliki berbagai macam aktivitas dan tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun terkadang sebaliknya yaitu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S1 ) Psikologi Disusun

Lebih terperinci

RIVIU TUGAS KELOMPOK 17 OKTOBER Tipe Kebutuhan MODEL PROSES MOTIVASI. Model Proses Motivasi

RIVIU TUGAS KELOMPOK 17 OKTOBER Tipe Kebutuhan MODEL PROSES MOTIVASI. Model Proses Motivasi MODEL PROSES MOTIVASI RIVIU TUGAS KELOMPOK 17 OKTOBER 2009 Model Proses Motivasi Tipe Kebutuhan Innate Needs. bersifat fisik (biogenic); termasuk makanan, air, pakaian, perumahan, dan seks. Acquired needs.

Lebih terperinci

NEVER BE AFRAID HUBUNGAN ANTARA FEAR OF FAILURE

NEVER BE AFRAID HUBUNGAN ANTARA FEAR OF FAILURE NEVER BE AFRAID HUBUNGAN ANTARA FEAR OF FAILURE DAN PROKRASTINASI AKADEMIK Ivan Sebastian Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya Sebastian.ivan28@gmail.com ABSTRAK Prokrastinasi merupakan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah jenjang pendidikan pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di Indonesia, SMP berlaku sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni menciptakan persaingan yang cukup ketat dalam dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai gambaran dari penelitian secara keseluruhan. Isi dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat umum akhir-akhir ini. Stres dapat diartikan sebagai perasaan tidak dapat mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode saat ini merupakan zaman modern, Negara Indonesia dituntut untuk mampu menjadi sebuah negara yang hebat dan mampu bersaing di era globalisasi dan diharapkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Proses penelitian tentang profil prokrastinasi akademik siswa dan implikasinya bagi program bimbingan akademik, menghasilkan kesimpulan berdasarkan tiga tema

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai 19 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI 1. Pengertian Prokrastinasi Hampir setiap individu melakukan prokrastinasi walaupun mungkin hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jejaring Sosial Facebook 2.1.1 Pengertian Jejaring Sosial Facebook Pengertian jejaring sosial menurut Wikipedia (2012) adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa atau peserta didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di Universitas X Bandung didirikan berdasarkan pertimbangan praktis, yakni melengkapi syarat untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara

Lebih terperinci

Hubungan antara Flow Akademik dan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Teacher College Universitas X

Hubungan antara Flow Akademik dan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Teacher College Universitas X Hubungan antara Flow Akademik dan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Teacher College Universitas X Penulisan Ilmiah Nama : Obaja L Raja NPM : 16513750 Pembimbing : Annisa Julianti, S.Psi., M.Si. Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS PROKRASTINASI TUGAS AKHIR/SKRIPSI

ANALISIS PROKRASTINASI TUGAS AKHIR/SKRIPSI ANALISIS PROKRASTINASI TUGAS AKHIR/SKRIPSI P-92 TATAN. ZM Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika & IPA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Email: zmtatan@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Procrastination 1. Pengertian Procrastination Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan awalan pro yang berarti mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semester (SKS). Dalam Sistem Kredit Semester terdapat satuan kredit yang

BAB I PENDAHULUAN. Semester (SKS). Dalam Sistem Kredit Semester terdapat satuan kredit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Perguruan Tinggi di Indonesia menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS). Dalam Sistem Kredit Semester terdapat satuan kredit yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu syarat tercapainya Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu syarat tercapainya Sumber Daya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara. Maju tidaknya suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara psikologi peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) tengah memasuki masa pubertas, yakni suatu masa ketika individu mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Masalah menyontek selalu terjadi dalam dunia pendidikan dan selalu terkait dengan tes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. Orang rela membayar mahal untuk dapat mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan lulusan sekolah menengah atas sedang menempuh

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan lulusan sekolah menengah atas sedang menempuh BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan lulusan sekolah menengah atas sedang menempuh kuliah pada Perguruan Tinggi. Menurut Monks dkk (2002), mahasiswa digolongkan sebagai remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik.tidak dipungkiri lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik.tidak dipungkiri lagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas begitu penting di era modern ini, yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik.tidak dipungkiri lagi kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pengetahuan akademik bagi mahasiswanya. Mahasiswa tidak hanya dituntut secara akademik, tetapi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Kata prokrastinasi akademik sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan dalam salah satu prasasti di Universitas Ottawa

Lebih terperinci

merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) 4) Esteem or status needs

merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) 4) Esteem or status needs 20 Kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement) Kebutuhan akan perasaan ikut serta

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SKRIPSI Disusun untuk melengkapi sebagian syarat Mencapai derajat gelar sarjana S-1 Psikologi Oleh : Novita Indria Megawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkungan akademis dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen (dalam Dahlan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa yang dikuasai oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi kehidupan, dimana masa untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sekolah dasar sebagai jenjang paling dasar pada pendidikan formal mempunyai peran besar bagi keberlangsungan proses pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang sangat menentukan, dengan ditandai perubahan-perubahan besar yang belum pernah terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK 1. Pengertian prokrastinasi Prokrastinasi merupakan suatu fenomena yang seringkali terjadi saat ini terlebih dikalangan pelajar. Milgram (Ferrari, dkk

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG Rojil Gufron Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia tidak terlepas dari dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci