BAB I PENDAHULUAN. bertambah tuntutan yang harus dihadapi, hal ini membuat remaja rentan terhadap
|
|
- Yuliani Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja, maka semakin bertambah tuntutan yang harus dihadapi, hal ini membuat remaja rentan terhadap segala gangguan yang dapat menimbulkan masalah dalam hidupnya baik secara pribadi maupun masalah-masalah sosial. Masalah-masalah tersebut sebenarnya berasal dari dalam diri remaja. Remaja tanpa sadar memunculkan masalah yang bersumber dari masalah konsep dirinya. Dengan kemampuan berpikir dan menilai yang dimiliki terkadang membuat remaja memberikan penilaian yang tidak objektif terhadap diri sendiri dan orang lain, yang berdampak pada timbulnya masalah seperti inferioritas, kurang percaya diri, sering mengkritik diri sendiri, dan bahkan merasa diri tidak berharga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Pudjijogyanti (1995:1) bahwa terdapat banyak siswa yang mengalami kegagalan dalam pelajaran namun bukan disebabkan oleh tingkat intelegensi yang rendah atau keadaan fisik yang lemah, tetapi oleh perasaan tidak mampu dalam mengerjakan tugas. Konsep diri merupakan keyakinan, pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya baik dari segi fisik, psikis dan perilaku yang dipengaruhi oleh penilaian dari orang lain. Konsep diri memiliki arti penting bagi seorang individu karena dengan adanya konsep diri individu dapat mempersepsikan diri dan
2 2 lingkungannya, mempengaruhi perilakunya, dan juga mempengaruhi tingkat kepuasan yang diperoleh dalam kehidupannya. Terdapat perbedaan konsep diri antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Menurut penelitian Glaeser (2002) diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan konsep diri sosial antara remaja lakilaki dan remaja perempuan. Remaja laki-laki memiliki konsep diri sosial yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan. Konsep diri bukan merupakan faktor genetik tetapi terbentuk melalui proses belajar sejak masa kecil hingga dewasa, menurut Yusuf dan Nurihsan (2008:9) konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harapan orang tua, kondisi fisik, kematangan biologis, dampak media massa, tuntutan sekolah, pengalaman ajaran agama, masalah ekonomi keluarga, serta hubungan dalam keluarga. Konsep diri juga mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh individu melalui interaksi individu dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Pada dasarnya konsep diri terbentuk dari lingkungan pertama yang paling dekat dengan individu, yaitu lingkungan keluarga, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaur, Rana & Kaur (2009) terhadap 300 remaja, hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah berkorelasi positif dengan konsep diri remaja. Tetapi lama kelamaan konsep diri individu akan berkembang melalui interaksi dengan lingkungan yang lebih luas, seperti teman sebaya, guru dan masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Asmara (2007) menunjukkan bahwa interaksi antara individu dengan
3 3 lingkungan di luar keluarga akan lebih mempengaruhi konsep diri individu, terutama pengaruh dari teman sebaya. Pada masa remaja pengaruh teman sebaya sangat dominan. Remaja mendefinisikan dirinya tidak hanya dengan menggunakan standar yang ada pada dirinya tapi juga melibatkan pihak di luar dirinya yaitu teman sebaya. Penelitian yang dilakukan oleh Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001 menghasilkan bahwa kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Ewintri, 2012). Dalam kelompok teman sebaya ada aturan-aturan yang harus dipatuhi untuk bisa diterima dalam kelompok tersebut seperti merokok, minum minuman keras, tawuran, menjadi anggota geng motor, memakai narkoba dan melakukan seks bebas agar dianggap gaul. Bahkan untuk mendapat pengakuan dari teman sebayanya remaja melakukan perilaku kenakalan seperti mencuri atau menjadi pekerja seks komersil untuk mendapatkan pakaian yang bagus dan menggunakan HP yang canggih, serta menyontek untuk mendapatkan nilai yang bagus. Hasil survei bertajuk Pengalaman dan Persepsi Mahasiswa ITB tentang Tindakan Kecurangan Akademis, yang dilakukan Eko Purwono. Menurut hasil survei yang dipublikasikan di jurnal internal ITB, dari 8182 mahasiswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2009/2010, sebanyak 58 persen mengaku berbuat curang di SD, 78 persen di SMP dan 80 persen di SMA dan baru turun menjadi 37 persen pada saat kuliah (Mahendratto, 2011).
4 4 Hasil penelitian BNN bekerja sama dengan Puslitkes Universitas Indonesia yang dilakukan tahun 2006 sampai tahun 2007 (Wachyudi, 2011) menunjukkan dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, ternyata 1,1 juta dialami oleh pelajar dan Mahasiswa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari 1,1 juta pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa, 40% pelajar SMP, 35% pelajar SLTA dan Mahasiswa sebanyak 25%. Menurut Wakil Ketua KPAI (Hindarto, 2011) 35% anak SMP sudah menjadi korban peredaran rokok. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian oleh BKKBN (Nafidah, 2010) mengenai seks bebas pada remaja yang dilakukan di 5 kota besar Indonesia. Pada penelitian tersebut Jawa Barat diwakili kota Tasikmalaya dan Cirebon. Hasilnya, 17% remaja Tasik mengatakan telah melakukan seks pra nikah, dan 6,7% remaja Cirebon mengaku penganut seks bebas. Di Bandung temuan penelitian BKKBN menyebutkan, sekitar 21-30% remaja melakukan seks pra nikah, menyamai DKI Jakarta dan Jogjakarta. Adapun aborsi, dari 400 ribu kasus aborsi yang terjadi di Jawa Barat setiap tahun, sebagian diduga dilakukan oleh remaja. Fenomena lain yaitu muncul dikalangan remaja putri, mereka terobsesi untuk tampil cantik. Namun, standar cantik ditentukan dari ukuran tubuh, menurut mereka cantik adalah bertubuh langsing dan berkulit putih mulus. Hal ini membuat remaja rela melakukan apa saja seperti diet ketat yang tidak sehat dan menggunakan bahan-bahan kosmetik yang tidak baik untuk kesehatan. Sejumlah peneliti yaitu Adams, 1977; harter, 1989a; Lerner & Brackney, 1978; Simmons Blyth, 1987 (Santrock, 2003:338) menemukan bahwa penampilan fisik akan
5 5 sangat berpengaruh pada rasa percaya diri. Sementara itu Harter (Santrock, 2003:338) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara penampilan diri dengan harga diri secara umum yang tidak hanya terjadi sepanjang masa, tetapi juga sepanjang rentang kehidupan mulai dari masa anakanak hingga masa dewasa madya. Kondisi fisik dapat mempengaruhi konsep diri. Kondisi perkembangan fisik remaja yang kurang proporsional akan menyebabkan remaja tersebut memiliki konsep diri negatif. Hal ini terjadi karena remaja sangat tergantung pada penilaian orang lain tentang dirinya, ingin selalu diperhatikan, ingin menjadi pusat perhatian, dan memiliki persepsi yang ideal terhadap perkembangan fisiknya. Hasil penelitian Emine (2009) menunjukkan bahwa wanita dan pria memiliki perbedaan pandangan dalam hal cara mereka memandang dirinya dalam beberapa dimensi fisik. Wanita memperoleh skor lebih rendah pada diri fisik, sedangkan pria memperoleh skor lebih rendah pada kemampuan fisik. Siswa yang memiliki konsep diri negatif tidak mampu berkembang secara optimal dan tidak dapat mencapai aktualisasi diri sehingga cenderung melakukan penyimpangan perilaku seperti menyontek, penyalahgunaan narkoba, merokok, pergaulan bebas, meningkatnya aborsi dikalangan remaja sebagai akibat pergaulan bebas, serta masih banyak perilaku menyimpang lainnya. Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992; Markus 7 Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 (Santrock, 2003) mengemukakan bahwa konsep diri negatif menyebabkan
6 6 munculnya depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, kenakalan (delinquency), dan masalah penyesuaian diri lainnya. Penyebab munculnya masalah konsep diri negatif adalah faktor keyakinan atau pola pikir individu sendiri. Sementara sikap dan perlakuan orang-orang di sekitar individu (keluarga, teman dan guru) merupakan faktor yang sulit diubah, karena untuk mengubah lingkungan sama halnya dengan mengubah budaya, adat dan sistem. Penelitian ini berpusat pada perubahan pola pikir dan keyakinan siswa dan bukan pada perubahan lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMA Negeri 6 Bandung, siswa yang memiliki konsep diri negatif cenderung melakukan perilaku mal adaptif seperti menyontek, membolos, malu mengemukakan pendapat saat diskusi, tidak percaya diri, datang terlambat, berkelahi, dan melanggar tata tertib sekolah. Pentingnya konsep diri positif pada remaja adalah untuk mengatasi dampak dan pengaruh buruk dari konsep diri negatif. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan memiliki rasa percaya diri, memiliki dorongan kemandirian yang lebih baik, dapat mengenal, memahami dan menerima faktorfaktor yang bermacam-macam tentang diri sendiri serta mampu mengintrospeksi diri. Selain itu dapat menerima semua kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dirinya sehingga dapat berperilaku efektif dalam berbagai situasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Egbochuku & Aihie (2009) kepada siswa SMA, diperoleh hasil bahwa konseling teman sebaya dan sekolah
7 7 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri siswa. Implementasi bimbingan dan konseling di sekolah berorientasi dalam upaya memfasilitasi perkembangan potensi siswa, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Hal ini berdasarkan pada tujuan bimbingan dan konseling yaitu untuk memfasilitasi siswa dalam mencapai perkembangan optimal atau mencapai tugastugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan moral-spiritual), pengembangan perilaku yang efektif, dan peningkatan fungsi atau manfaat dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses pembelajaran individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah saat ini belum berorientasi pada program yang dapat mengembangkan konsep diri positif siswa. Program bimbingan dan konseling yang disusun masih bersifat umum. Program bimbingan merupakan suatu rancangan kegiatan proses pemberian bantuan kepada siswa untuk memahami diri dan lingkungannya dalam rangka pencapaian perkembangan yang optimal. Jadi program bimbingan dan konseling menitik beratkan pada pengoptimalisasi potensi, sehingga siswa mampu menemukan dan mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal baik menyangkut aspek pribadi sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai. Dengan adanya program bimbingan yang mengarah pada pengembangan konsep diri, diharapkan dapat membantu siswa dalam mengenal dirinya secara tepat dan dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki agar berkembang secara optimal.
8 8 Disamping program yang disusun secara komprehensif, adanya suatu teknik atau strategi khusus yang digunakan seorang konselor juga sangat penting. Karena dengan adanya teknik bimbingan yang tepat diharapkan hasilnya akan tepat sesuai dengan apa yang diharapkan. Penelitian ini akan memaparkan teknik bimbingan dalam bentuk kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional untuk mengembangkan konsep diri pada remaja. Analisis Transaksional dikembangkan dari teori Psikoanalisis Sigmund Freud dan penemuan kinerja otak oleh Dr. Wilder Penfield. Analisis Transaksional merupakan pendekatan psikoterapi transaksional yang menekankan hubungan interaksional. Analisis Transaksional dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih diutamakan untuk digunakan dalam terapi kelompok. Pendekatan ini menitik beratkan pada aspek kontrak dan keputusan. Kontrak yang dikembangkan dengan jelas menyatakan tujuan dan arah proses terapi. Dalam proses terapi, diutamakan kemampuan konseli dalam membuat keputusan sendiri. Keputusan-keputusan baru yang dibuat dapat mengubah cara hidup konseli untuk kehidupan yang lebih baik (Corey, 2010:157). Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa disaat individu membuat keputusan berdasarkan premis-premis masa lalu yang pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup individu, tetapi mungkin tidak lagi berlaku pada saat ini. Pendekatan ini juga menekankan aspek kognitif dan perilaku dari proses terapeutik.
9 9 Tujuan pendekatan analisis transaksional adalah otonomi. Dalam mencapai otonomi, individu mempunyai kapasitas untuk membuat keputusan baru (redecide), sehingga memberdayakan diri mereka sendiri dan mengubah arah hidup mereka. Sebagai bagian dari proses terapi, konseli belajar bagaimana mengenali tiga status ego yaitu Parent, Dewasa, dan Anak. Konseli juga belajar bagaimana perilaku mereka saat ini sedang dipengaruhi oleh aturan-aturan yang mereka terima dan termasuk pada status ego yang mana dan bagaimana mereka dapat mengidentifikasi life script yang menentukan tindakan mereka. Salah satu teknik dalam analisis transaksional adalah analisis struktural. Analisis struktural membantu individu mengenali dan memahami jenis perwakilan ego (orang tua, dewasa dan anak) yang digunakan oleh individu tersebut dan orang lain dalam bertransaksi. Melalui analisis struktural diharapkan individu mencapai posisi Saya oke kamu oke. Individu dapat menghargai dirinya dan mampu menghargai orang lain dengan cara yang tepat. Dalam pendekatan ini juga terdapat teknik analisis struktural yang dapat membantu konseli mencapai posisi saya oke kamu oke, posisi ini menunjukkan dominasi status ego dewasa. Individu yang didominasi oleh ego dewasa akan memiliki konsep diri positif. Layanan bimbingan kelompok dapat menjadi media penyampaian informasi serta dapat membantu siswa menyusun rencana dalam membuat keputusan tepat yang diharapkan akan berdampak positif bagi siswa dalam mengembangkan konsep diri yang positif. Selain itu apabila dinamika kelompok
10 10 dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok akan saling menolong, menerima dan berempati dengan tulus. Bimbingan kelompok memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk dapat menerima dirinya dan orang lain, memberikan ide, perasaan, dukungan, bantuan alternatif pemecahan masalah, pengambilan keputusan yang tepat, melatih perilaku baru serta bertanggung jawab atas pilihan yang ditentukan sendiri. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaan berarti bagi anggota yang selanjutnya juga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Diharapkan konsep diri positif yang dibentuk tidak hanya dengan pendekatan personal namun dengan pendekatan kelompok seperti dalam bimbingan kelompok akan lebih optimal, karena para siswa tidak merasa terhakimi oleh keadaan diri sendiri, siswa juga merasa mendapat pembinaan dan informasi positif untuk pengembangan konsep diri positif, apalagi masalah konsep diri merupakan masalah yang banyak dialami oleh remaja sehingga untuk mengefisienkan waktu bimbingan kelompok dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling individual. Oleh karena itu untuk membantu mengembangkan konsep diri positif siswa, maka penelitian ini difokuskan pada Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Transaksional Analisis untuk Mengembangkan Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. B. Rumusan Masalah
11 11 Berdasarkan latar belakang masalah, secara umum penelitian ini difokuskan untuk menjawab Bagaimana efektivitas layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan analisis transaksional terhadap konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Ringkasan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini diperinci dalam pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Seperti apa gambaran konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012? 2. Bagaimana layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional yang secara hipotetik efektif untuk mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012? 3. Bagaimana efektivitas layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional dalam mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012? C. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional dalam mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, terdapat tujuan khusus sebagai berikut. 1. Mengetahui gambaran konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012.
12 12 2. Merumuskan atau menyusun layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional yang secara hipotetik dapat mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/ Mengetahui efektivitas layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional dalam mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. (1) konsep diri sebagai variabel terikat; dan (2) layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional sebagai variabel bebas. 2. Definisi Operasinal a. Konsep Diri Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan konsep diri adalah gambaran secara menyeluruh tentang diri siswa SMA Negeri 6 Kelas X, yang meliputi persepsi, perasaan, keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya terhadap body image, ideal self, social self, dan self esteem siswa tersebut. Dengan demikian,
13 13 peningkatan konsep diri adalah membantu siswa sehingga memiliki persepsi yang positif terhadap gambaran tentang dirinya (body image), memiliki harapan yang positif terhadap diri idealnya (ideal self), mampu menilai dirinya secara rasional berdasarkan penilaian orang lain terhadapnya (social self) dan memiliki harga diri (self esteem) yang positif. b. Bimbingan Kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional Dalam penelitian ini, layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan analisis transaksional didefinisikan sebagai layanan bimbingan melalui serangkaian kegiatan pemberian bantuan dari peneliti sebagai konselor kepada sekelompok siswa (konseli) secara berkesinambungan selama 9 kali pertemuan dengan menggunakan teknik-teknik analisis transaksional seperti analisis struktural, analisis transaksional, kursi kosong dan analisis skrip yang bertujuan untuk mengembangkan konsep diri siswa SMA Negeri 6 Bandung kelas X. Adapun sistematika pengembangan layanan mencakup: (1) rasional, (2) tujuan, (3) asumsi, (4) sasaran bimbingan, (5) kompetensi konselor, (6) struktur dan isi bimbingan, dan (7) evaluasi dan indikator keberhasilan. E. Manfaat Penelitian Secara teoretis, manfaat penelitian ini memperkaya khasanah keilmuan Bimbingan dan Konseling dalam pengembangan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan konsep diri siswa. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh sebagai berikut.
14 14 1. Bagi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu strategi dalam memberikan layanan bimbingan kelompok terutama dalam mengembangkan konsep diri negatif menjadi konsep diri positif. 2. Bagi kepala sekolah, layanan bimbingan kelompok ini hendaknya dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya untuk mengembangkan konsep diri siswa. 3. Bagi akademisi dan peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi dan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk berbagai implikasi masalah konsep diri siswa. F. Asumsi Penelitian Penelitian ini berdasarkan pada asumsi-asumsi dasar sebagai berikut. 1. Konsep diri bukan merupakan faktor genetik, konsep diri juga mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh individu melalui interaksi individu dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 2. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri individu yaitu, harapan orang tua, kondisi fisik, kematangan biologis, dampak media massa,
15 15 tuntutan sekolah, pengalaman ajaran agama, masalah ekonomi keluarga, serta hubungan dalam keluarga. Dengan demikian konsep diri yang dimiliki setiap individu akan berbeda-beda. 3. Layanan bimbingan kelompok dapat menjadi media penyampaian informasi serta dapat membantu siswa menyusun rencana dalam membuat keputusan tepat yang diharapkan akan berdampak positif bagi siswa dalam mengembangkan konsep diri yang positif. 4. Analisis Transaksional menekankan aspek kognitif rasional-behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga konseli akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya. 5. Analisis Transaksional merupakan pendekatan yang direktif sehingga proses intervensinya tidak membutuhkan waktu yang lama.. G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif sebagai penunjang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental Design dengan Nonequivalent Group Pretest-Posttest. 2. Desain Penelitian
16 16 Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan nonequivalent group pretest-posttest. 3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 yang berjumlah 348 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Menurut Sugiono (2011) teknik simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi tersebut.
BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN ANALISIS TRANSAKSIONAL UNTUK MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI SISWA. Yohana Oktariana ABSTRAK
TRANSAKSIONAL UNTUK MENGEMBANGKAN KONSEP DIRI SISWA Yohana Oktariana ABSTRAK Bimbingan kelompok dengan pendekatan analisis transaksional untuk mengembangakan konsep diri siswa. Penelitian dilatarbelakangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang terkait dengan penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian, manfaat, asumsi, dan deskripsi singkat metode
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif yang merupakan pendekatan utama dan pendekatan kualitatif sebagai
3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang merupakan pendekatan utama dan pendekatan kualitatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis, psikologis, dan sosiologis. Remaja mengalami kebingungan sehingga berusaha mencari tempat
Lebih terperinci2015 KORELASI KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PESERTA DIDIK MTS AT TAUFIQ BANDUNG
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berkembanganya suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusianya. Pendidikan merupakan sarana utama yang dapat menjadikan manusia menjadi sosok yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pentingnya moral dalam kehidupan manusia adalah manusia tidak biasa hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai aturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan salah satu komponen penting dalam perwujudan masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu komponen penting dalam perwujudan masa depan bangsa. Dengan kata lain, kemajuan suatu bangsa, bermartabat tidaknya suatu bangsa
Lebih terperincikeberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan
BAB I PENDAHULUAN Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi peletak dasar bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan oleh remaja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang
Lebih terperinci2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu komponen yang dapat membantu perkembangan diri individu adalah pendidikan. Melalui pendidikan individu diharapkan bisa mengarahkan dirinya dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses belajar mengajar yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dilaksanakan melalui proses belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah, meskipun pada dasarnya proses pendidikan dapat dilaksanakan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,
BAB I PENDAHULAN A. Latar belakang Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat memprihatinkan. Dalam rentang waktu kurang dari satu tahun terakhir, kenakalan remaja yang diberitakan dalam
Lebih terperinciASSALAMU ALAIKUM WR.WB.
ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seks mendorong remaja untuk memenuhi kebutuhan seksnya, mereka
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja disebut masa persiapan untuk menempuh masa dewasa. Taraf perkembangan ini pada umumnya disebut masa pancaroba atau masa peralihan dari masa anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia mengalami beberapa proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun psikis. Di mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan beranjak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Pada masa ini, sebagian besar remaja mengalami gejolak dimana terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Alasan pemilihan lokasi penelitian yakni belum tersedianya suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belajar merupakan key term, istilah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan (Muhibbin,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta, persahabatan, agama dan kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aktivitas anak tidak lepas dari kegiatan bermain dan permainan, kegiatan tersebut dapat mengembangkan interaksi dengan orang lain dan menjalin hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Masalah kenakalan remaja merupakan salah satu bagian dari masalahmasalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Kenakalan remaja dapat dikategorikan sebagai perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia sekolah Menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja yang berkisar antara 12-15 tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan bahwa secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Pasundan 2 Bandung yang beralamat di Jl. Cihampelas No 167. 2. Populasi Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.
1 BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab berikut dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan dan pertanyaan penelitian, tujuan peneltian dan manfaat penelitian. A. Latar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri
BAB I PENDAHULUAN Bab satu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat/ signifikansi penelitian serta struktur organisasi skripsi.
Lebih terperinciDalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional dan metode penelitian. A. Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju ke arah kedewasaan. Masa ini juga sering disebut masa peralihan atau masa pencarian jati diri seseorang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, namun cenderung rasa penasaran itu berdampak negatif bagi remaja,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini yang ditandai dengan kemajuan pola pikir remaja yang tanpa batas, remaja semakin mudah untuk mengetahui berbagai hal di dunia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan yang cepat dan fundamental menuju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan membawah akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja (siswa) semakin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat dimana remaja menghabiskan sebagian waktunya. Remaja berada di sekolah dari pukul tujuh pagi sampai pukul tiga sore, bahkan sampai
Lebih terperinciPENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015
PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SUMBER GEMPOL TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. survey BKKBN tahun 2010 terdapat 52 % remaja kota medan sudah tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari hasil survey BKKBN tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS
5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di masa depan. Untuk itu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa dimana perkembangan teknologi semakin maju ini, masyarakat aktif dalam mencari informasi mengenai produk yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang dijanjikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fenomena penyimpangan perilaku remaja merupakan bagian dari masalah sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi faktor
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Judul dari penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai Body Image Pada Remaja Perempuan di SMP X Kota Bandung. Adapun maksud dari penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana gambaran body image
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset masa depan bagi suatu bangsa. Remaja di ibaratkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan aset masa depan bagi suatu bangsa. Remaja di ibaratkan sebagai batang muda yang akan menentuka nasib negara itu sendiri. Karena remajalah yang akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia 12-21 tahun dengan pembagian menjadi tiga masa, yaitu masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja tengah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perilaku seksual pranikah pada remaja jumlahnya meningkat yang terlihat dari data survey terakhir menunjukkan kenaikan 8,3% dari total remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman yang bertambah modern ini nilai-nilai yang bersifat baik atau nilai moral menjadi semakin berkurang didalam kehidupan bermasyarakat. Pergaulan yang salah dan terlalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dicapai melalui proses belajar baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teoriteori perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan kelompok individu yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, baik dalam hal fisik, mental, intelektual maupun sosial emosional (Hurlock 1991,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU no. 20/03 tentang sistem pendidikan Nasioanl pasal 1 ayat (1) menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah [Type text] Pendidikan adalah faktor utama dalam menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa, baik atau buruknya masa depan bangsa ditentukan oleh pendidikan saat
Lebih terperinci