Buku Panduan Pengisian Survei Kemudahan Berusaha 2018 Penyelesaian Kepailitan (Resolving Insolvency) Februari 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Buku Panduan Pengisian Survei Kemudahan Berusaha 2018 Penyelesaian Kepailitan (Resolving Insolvency) Februari 2017"

Transkripsi

1 Buku Panduan Pengisian Survei Kemudahan Berusaha 2018 Penyelesaian Kepailitan (Resolving Insolvency) Februari 2017 Disiapkan oleh : Pokja Koordinasi Kemudahan Berusaha 1. DEFINISI DARI ISTILAH YANG DIGUNAKAN DI DALAM KUESIONER INI Saat melengkapi bagian 4 dan 5 Kuesioner ini, harap mengingat definisi-definisi berikut ini: Penyitaan / foreclosure adalah proses yang mana kreditur yang memegang jaminan memerlukan penjualan aset yang digunakan sebagai jaminan dalam menyelesaikan pinjaman berjaminan ketika debitur gagal untuk melakukan pembayaran. Untuk tujuan penelitian ini, penyitaan mengacu pada penjualan aset untuk mendapatkan kembali nilai pinjaman yang telah diberikan untuk debitur melalui proses pengadilan formal (penyitaan pengadilan). Penyitaan meliputi eksekusi hak jaminan selain hak tanggungan atas aset perumahan/tempat tinggal. Kepailitan / insolvency berarti bahwa debitur secara umum tidak mampu membayar utang pada saat jatuh tempo dan/atau bahwa kewajibannya melebihi nilai aset. Profesional Kepailitan/Kurator/Pengurus/ Insolvency Representatives adalah orang atau badan (termasuk yang ditunjuk secara interim) resmi di dalam proses kepailitan yang berperan untuk mengelola reorganisasi atau likuidasi atas harta kepailitan. Likuidasi adalah proses pengumpulan dan penjualan aset debitur pailit untuk meniadakannya dan mendistribusikan hasilnya kepada para krediturnya. Likuidasi dapat mencakup penjualan sedikit demi sedikit aset debitur atau penjualan dari semua atau sebagian besar aset debitur demi kesinambungan usaha debitur. Untuk tujuan penelitian ini, istilah Likuidasi merujuk hanya pada proses resmi di pengadilan dan tidak mencakup pembubaran sukarela sebuah perusahaan. "Kredit Pasca Putusan pailitan /Post Commencement Credit " mengacu pada pendanaan baru yang diberikan kepada perusahaan pailit setelah dimulainya proses kepailitan oleh kreditur yang telah ada atau kreditur baru untuk membiayai kegiatan operasional yang sedang berjalan dari perusahaan yang pailit tersebut selama proses kepailitan. Untuk tujuan penelitian ini, istilah kredit purna mulai tidak mencakup pinjaman baru yang ditawarkan sebagai bagian dari rencana reorganisasi. "Pengurusan/Receivership" adalah proses penunjukan oleh pengadilan, kontrak atau pejabat pemerintah dari seorang kurator untuk mengambil hak pengelolaan atas properti, bisnis, sewa dan keuntungan dari debitur yang telah melanggar ketentuan pinjaman dari kreditur dengan membebankan biaya perusahaan. Seorang kurator dapat diizinkan untuk melanjutkan usaha debitur sebelum menjual usaha tersebut sebagai bentuk kesinambungan usaha atau sebelum menjual aset secara terpisah untuk melunasi utang. Untuk tujuan penelitian ini, istilah pengelolaan kurator merujuk hanya untuk proses resmi di pengadilan. "Reorganisasi/ Reorganization" adalah proses melalui dimana kondisi keuangan dan kelangsungan usaha debitur dapat dipulihkan berdasarkan suatu rencana reorganisasi, sehingga usaha dapat terus berjalan melalui cara-cara yang mungkin meliputi pengampunan utang, penjadwalan kembali utang, konversi utang menjadi ekuitas dan penjualan usaha (atau bagian dari padanya) demi kelangsungan usaha debitur. Untuk tujuan penelitian ini, istilah reorganisasi merujuk hanya pada proses resmi pengadilan yang tersedia untuk semua debitur komersial dan tidak mencakup skema pengaturan, perjanjian di luar pengadilan dengan kreditur atau rencana reorganisasi di hadapan badan-badan administratif. Rencana Perdamaian /Reorganization Plan adalah rencana yang dilakukan dimana kondisi keuangan dan kelangsungan usaha debitur dapat dipulihkan. 1

2 2. REFORMASI DAN STATISTIK 2,1. Apakah ada reformasi di bidang kepailitan perusahaan sejak 1 Juni 2015 hingga sekarang, termasuk setiap perkembangan terkait hukum atau praktik-praktik yang berkaitan dengan penyitaan, likuidasi atau reorganisasi? Mohon jelaskan Penjelasan - Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan. Surat Edaran tersebut memperbaiki waktu proses kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia. Dalam Surat Edaran ini putusan pailit harus diberikan dalam waktu 60 hari setelah permohonan pailit diajukan, sedangkan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara harus diberikan dalam waktu 3 hari setelah pengajuan permintaan tersebut oleh Debitur atau dalam waktu 20 hari setelah pengajuan permintaan oleh kreditor, sementara putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap harus diberikan dalam waktu 45 hari setelah tanggal putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diberikan. Surat Edaran ini juga memberikan perlindungan yang lebih baik bagi kreditur dengan mengharuskan adanya persetujuan kreditur pada saat penunjukan kurator atau pengurus jika permohonan pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh Debitur. Surat Edaran ini juga memberdayakan Hakim Pengawas untuk meminta kurator untuk menyerahkan jadwal yang pasti untuk mengelola aset pailit dan menegurnya jika kurator tidak mematuhi jadwal yang telah disepakati. Hakim Pengawas bahkan dapat meminta penggantian kurator kepada Majelis Hakim di Pengadilan Niaga jika kurator tidak mematuhi jadwal yang disepakati. - Permenkumham Nomor 2 Tahun 2017 (mengganti Permenkumham Nomor 11 tahun 2016) tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus. Peraturan baru memotong fee kurator lebih jauh sebesar rata-rata 0,5% 2.2. Apakah ada reformasi di bidang kepailitan perusahaan yang diharapkan mulai berlaku sebelum 1 Juni 2016, atau yang berlaku dalam jangka panjang? Mohon jelaskan Penjelasan - Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan yang berlaku sejak 25 April Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 Tahun 2017 (mengganti Permenkumham Nomor 11 tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus yang berlaku sejak 31 Maret Berapa banyak kasus kepailitan yang melibatkan badan-badan komersial yang Anda atau perusahaan Anda tangani selama tahun 2015? Hitung semua proses penyitaan, likuidasi dan reorganisasi yang diselesaikan antara 1 Januari - 31 Desember 2015, atau yang tertunda sejak tanggal 31 Desember Berdasarkan pengalaman responden. pada Jumlah yang tepat atau estimasi perkiraan Isi berdasarkan pada pengalaman responden Berapa banyak kasus kepailitan yang melawan badan-badan komersial yang diajukan ke pengadilan di Negara Anda selama tahun 2015? Harap berikan perkiraan untuk proses penyitaan, likuidasi dan reorganisasi secara terpisah. Harap dicatat bahwa kami tidak mempertimbangkan kasus-kasus yang melibatkan perusahaan perseorangan tidak berbadan hukum. Jumlah yang tepat atau estimasi perkiraan Lebih dari kasus antara tahun (sumber: 2

3 2.5. Menurut Anda, berapa proporsi usaha yang mengalami masalah yang mengajukan kepailitan dapat terus beroperasi secara berkesinambungan setelah selesainya proses kepailitan pada tahun 2015, termasuk penjualan dalam keadaan tetap beroperasi secara berkesinambungan melalui likuidasi serta melalui reorganisasi? Harap berikan rincian di bagian komentar, jika ada, atau referensi untuk statistik yang tersedia. Penjelasan: 50%-75% Sebagian besar kasus kepailitan dan penundaan pembayaran (PKPU) di Indonesia diselesaikan melalui penanganan kurator dan proses pengurusan yang didasarkan pada rencana perdamaian yang diajukan oleh Debitur terkait. 3

4 3. ASUMSI STUDI KASUS Jawablah pertanyaan di bagian 4 kuesioner ini mengenai dasar asumsi studi kasus di bawah ini. (a) Mirage adalah badan hukum perseroan terbatas lokal yang menjalankan usaha hotel di Jakarta; aset dan sumber pendapatan hotel tersebut adalah properti hotel. Nilai hotel tersebut adalah Rp Pada tanggal 1 Januari 2010, Mirage menandatangani perjanjian pinjaman berjangka waktu 10 tahun dengan BizBank, sebuah bank lokal. Pinjaman tersebut dijamin dengan jaminan Hak Tanggungan bangunan Hotel tersebut dan/atau universal charge (jaminan umum terhadap aset perusahaan -di negara-negara yang memperbolehkan jenis agunan seperti tersebut). Kredit BizBank yang masih terhutang adalah Rp yang merupakan 74% dari total utang kumulatif Mirage. Jumlah yang harus dibayar kepada BizBank adalah persis sama dengan nilai pasar dari bisnis hotel tersebut. (b) kreditur konkuren (misalnya pemasok, kantor pajak dan karyawan) memegang 26% dari sisa utang Mirage, yang nilainya setara dengan Rp Di antara para kreditur konkuren, kelompok terbesar adalah pemasok Mirage (totalnya 50%), yang semuanya mempunyai tagihan pembayaran atas pengiriman terakhir mereka. (c) pendiri Mirage memiliki 51% saham perusahaan dan merupakan direktur utama (atau badan pengawas yang setara). Tidak ada pemegang saham lain yang memiliki lebih dari 5% dari hak suara. Perusahaan tersebut memiliki seorang manajer utama dan 201 karyawan. Seluruh pihak dalam skenario ini adalah badan-badan lokal atau warga negara lokal. Pendiri dan manajemen Mirage ingin membuat perusahaan tetap berjalan. (d) Hari ini tanggal 1 Januari Sejak pelaksanaan perjanjian pinjaman dengan BizBank, Mirage telah memenuhi semua kondisi pinjaman tersebut dan melunasi semua pembayaran secara tepat waktu. Namun, pada akhir tahun 2016, Mirage mengalami kerugian operasional yang tak terduga karena kondisi pasar yang memburuk. Akibatnya, Mirage akan gagal melunasi pembayaran pinjaman berikutnya kepada BizBank, yang jatuh tempo besok, tanggal 2 Januari Mirage tidak dapat memperoleh pinjaman baru dari lembaga keuangan lain atau menegosiasikan kembali pinjaman saat ini dengan BizBank. (e) Perusahaan memperkirakan akan mendapatkan nilai bersih negatif dan kerugian operasional baik selama tahun 2016 dan Perusahaan mengaharapkan cash flow (arus kas) perusahaan tahun 2016 dapat menutupi semua biaya operasi, termasuk pembayaran kepada pemasok, gaji, biaya pemeliharaan dan pajak, namun arus kas tidak akan menutupi utang pokok atau bunga pembayaran kepada BizBank. (f) Jika Mirage dijual sebagai sebuah usaha yang berkesinambungan (yaitu sebagai bisnis yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan guna terus beroperasi di masa mendatang), Mirage akan memperoleh 100% dari nilai pasar saat ini. Namun jika aset Mirage dijual secara peacemeal, mereka akan memperoleh hanya 70% dari nilai pasar Mirage saat ini. 4

5 4. PILIHAN PROSEDUR, PERATURAN YANG BERLAKU DAN PERKIRAAN UMUM Perbarui data di bagian ini berdasarkan asumsi studi kasus di bagian 3. Untuk kenyamanan Anda, kami telah mencantumkan, jika ada, ringkasan tanggapan-tanggapan yang diberikan oleh para kontributor untuk pertanyaan yang sama pada kuesioner tahun lalu. Karena mereka mewakili tanggapan-tanggapan dari semua kontributor Doing Business di negara Anda, tanggapan tersebut mungkin tidak selalu cocok dengan jawaban tertentu yang Anda atau rekan kerja di perusahaan Anda berikan tahun lalu Prosedur peradilan mana yang paling mungkin berlaku dalam kasus Mirage? Jelaskan mengapa, menurut Anda, prosedur tersebut adalah yang paling sering berlaku. Mohon merujuk pada definisi prosedur yang terkait di bagian 1. Tahun lalu Prosedur Penjelasan: Prosedur Penjelasan: Penyitaan Setelah maksimal 90 hari sejak pernyataan pailit dibuat atau ketika kondisi kepailitan (penolakan rencana komposisi) dimulai, Mirage berhak memulai eksekusi akta hak tanggungan yang dilakukan melalui pengadilan negeri Indonesia melalui penyitaan dan lelang umum di bawah pengawasan Penjadualan Utang / Reorganization Sesuai dengan skenario Mirage diatas, maka dapat disimpulkan bahwa situasi ada faktor penting yang dapat dipertimbangkan 1. Cash flow cukup untuk membayar semua biaya operasi termasuk utang kepada kreditor konkuren, namun tidak cukup pengadilan yang dilakukan oleh Kantor untuk membayar pokok dan Lelang Negara). bunga kreditur separatis 2. keinginan serius dari manajemen untuk going concern 3. Penjualan peacemeal hanya akan menghasilkan 70 % sementara penjualan going concern bisa mencapai 100% Bisa dikatakan bahwa masalah keuangan yang dihadapi Mirage bersifat temporer, apabila posisi ini disetujui, akan sangat baik apabila dilakukan reorganisasi terhadap utang-utang Mirage, dengan cara memperpanjang masa jatuh tempo utang Mirage. Namun apabila Mirage dianggap harus dilukuidasi, jelas bahwa point (3) mendorong ke arah penjualan going concern Pengadilan apa yang akan terlibat dalam kasus Mirage? Misalnya, manajemen Mirage tunduk pada pengadilan tingkat kota untuk reorganisasi atau BizBank memulai proses penyitaan peradilan di pengadilan niaga. Pengadilan Niaga Pengadilan Niaga Tahun Ini 4.3. Akankah hotel dapat terus beroperasi setelah seluruh proses kepailitan selesai? Jelaskan mengapa, menurut Anda, hasil tersebut adalah yang paling mungkin terjadi. Harap dicatat bahwa hotel mungkin dapat bertahan sebagai sebuah kesinambungan usaha (going concern), apakah itu melalui kelanjutan operasionalnya atau melalui penjualan sebagai suatu keseluruhan operasi. Kesinambungan usaha berarti bahwa suatu usaha memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk terus beroperasi di masa mendatang. Tahun Ini Penjelasan: Penjelasan: Setelah penangguhan periode, hotel akan terus pembayaran, BizBank akan beroperasi sebagai memperoleh kepemilikan aset bagian dari Mirage dan menjualnya sedikit kelangsungan demi sedikit melalui lelang publik. usahanya. Tidak, hotel ini akan berhenti beroperasi dan aset Mirage akan dijual sedikit demi sedikit 5 Berdasarkan UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penangguhan Pembayaran, Mirage Hotel dapat, untuk mengajukan kepailitan atau permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang kepada

6 6 Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dikarenakan usaha Mirage masih layak secara komersial dan masih mampu membayar piutang pemasok, maka menjual aset hotel sedikit demi sedikit tidak akan menjadi kepentingan terbaik bagi Hotel dan para kreditur tanpa jaminan/ konkuren. Oleh karena itu, cara terbaik yang Mirage dan kreditur dapat lakukan untuk memproses kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dimana dalam prosesnya Mirage akan mempresentasikan rencana perdamaiannya (reorganisasi) untuk disetujui oleh para kreditur dalam rangka membuat rencana pembayaran yang layak bagi semua kreditur Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk seluruh proses kepailitan Mirage? Berikan perkiraan yang paling mendekati berdasarkan pengalaman Anda. Jelaskan langkah-langkah prosedural utama yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh proses dan berapa banyak waktu yang dibutuhkan setiap langkah prosedural pada praktiknya. Jangka waktu dimulai pada saat Mirage gagal membayar dan berakhir saat BizBank menerima semua atau sebagian dari uang yang terutang. Jika prosedur berupa reorganisasi, maka jangka waktu berakhir saat rencana reorganisasi disetujui. Jika prosedur awal dikonversi dari satu prosedur ke prosedur yang lainnya, silakan perhitungkan juga waktu untuk prosedur kedua tersebut. Tahun Ini Penjelasan: Penjelasan: 24 bulan Jumlah prosedur penyitaan, yang akan Apabila Skenario Perdamaian dihentikan sementara oleh permulaan skenario - Penerimaan dan Pendaftaran (hari 1) proses kepailitan, membutuhkan waktu kira-kira 2 tahun secara keseluruhan. Mirage berakhir - Pengajuan ke Ketua untuk PMH (hari 3) BizBank akan memulai proses penyitaan setelah Mirage gagal dengan Perdamaian, - Penetapan Hari Sidang Pertama (hari 4) melakukan pembayaran. Menurut Bagian Keenam UU No.37 Tahun 2004 maka waktu yang - Hari Sidang Pertama (Hari 21 sampai 26) tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Mirage akan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga untuk penangguhan pembayaran. Prosedur penyitaan diperlukan antara hari ke 89 sampai hari ke 294 (PKPU - Penetapan PKPU Sementara (apabila PKPU Sukarela : max hari 4) (apabila PKPU jawaban dari Permohonan Pailit: max hari 24) kemudian akan diubah menjadi Sementara - Akhir PKPUS : max hari 68) reorganisasi. Kasus kepailitan sampai PKPU - PKPU Tetap berakhir : max hari 294) kemudian disidangkan sebelum dibawa ke Pengadilan Niaga. Dibutuhkan waktu sekitar dua bulan sejak kasus diajukan Tetap)- (lihat SEMA 02/2016). - Akhir Proses PKPU (damai atau insolvensi) antara hari 68 sampai hari 294) hingga ke sidang pertama. Pengadilan Apabila Skenario Kepailitan tanpa PKPU Niaga kemudian harus memberikan skenario - Penerimaan dan Pendaftaran (hari 1) moratorium sementara, lalu menunjuk berakhir - Pengajuan ke Ketua untuk PMH ( hakim pengawas dan administrator atau dengan - Penetapan Hari Sidang Pertama kurator untuk membantu debitur dalam likuidasi - Hari Sidang Pertama (Hari 21 mengelola harta miliknya. Moratorium karena maka sampai 26) sementara berlangsung selama 90 hari, Biz Bank bisa - Putusan Pailit (antara Hari ke 27 namun moratorium permanen, yang mulai sampai hari 81) dapat diberikan sebagai perpanjangan menerima - Penangguhan Hak-hak Kreditor waktu, berlangsung selama 270 hari. pembayaran Separatis 90 hari max, (atau sampai Selama ini, Mirage harus mengusulkan paling cepat hari ke 171) rencana komposisi dan kreditur akan pada Proses Penjualan (sesuai PMK 27 memutuskan apakah akan menerima hari. Tahun 2016 sekitar 51 hari) rencana tersebut, menolak atau melanjutkan ke moratorium permanen. BizBank kemungkinan akan memilih

7 Jumlah Biaya rencana komposisi, yang akan menyebabkan Mirage dinyatakan pailit. Pada saat itu, moratorium dinyatakan berakhir, dan BizBank dapat melanjutkan dengan proses penyitaan Berapa keseluruhan biaya yang dibutuhkan pada proses kepailitan? Berikan perkiraan yang paling mendekati berdasarkan pengalaman Anda. Perkiraan berikut harus dinyatakan sebagai persentase dari nilai harta milik Mirage, yang berjumlah Rp Mohon tunjukkan penerapan dan perkiraan untuk komponenkomponen biaya berikut: biaya pengadilan, biaya advokat, kuasa kepailitan, juru lelang dan profesi lain yang terlibat dalam proses, dan semua biaya dan tarif lain yang berlaku. Jika prosedur awal diubah dari satu ke yang lainnya, silakan perhitungkan juga biaya prosedur kedua. Nilai pinjaman menurut studi kasus: Rp Aset debitur menurut studi kasus: Rp Tahun Ini Penjelasan: Penjelasan: 22% Biaya yang terkait dengan kasus ±20% Biaya-biaya tersebut termasuk ini akan berjumlah sekitar 22% biaya pengadilan (0.5%), dari nilai harta debitur. Biaya biaya advokat (6%), yang dikeluarkan selama proses biaya kurator/pengurus yang kepailitan seluruh terutama berakhir dengan perdamaian mencakup biaya pengadilan atau (7.5%) instansi pemerintah (1%), biaya biaya iklan 2 surat kabar nasional advokat (hingga 10%), biaya (2%), kuasa proses kepailitan (hingga biaya juru lelang (1%) 10%), biaya akuntan, penilai, dan biaya akuntan (3%) pengawas dan juru lelang (hingga 3%). sekitar 20% Biaya pengadilan 0.04% Rp (Referensi: Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.W10.U1/PDT.02.IX ) Biaya advokat 6% Berdasarkan asumsi, rata-rata biaya per jam seorang advokat di Jakarta adalah Rp yang bekerja selama 60 hari proses kepailitan dengan jumlah jam kerja selama 8 jam per hari Biaya kuasa atau kurator kepailitan 7.5% max 7,5% dari nilai pinjaman (Rp ,2) Biaya juru lelang 1% 1% dari aset yang dilelang (Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di Kementerian Keuangan) Biaya akuntan dan profesi lain 3% Berdasarkan asumsi, rata-rata biaya per jam seorang akuntan di Jakarta adalah Rp yang bekerja selama 60 hari proses kepailitan dengan jumlah jam kerja selama 8 jam per hari Lainnya (sebutkan) 2.5% Biaya Pengumuman di dua surat kabar Rp UU dan peraturan pendukung apa yang berlaku dalam kasus Mirage? UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 4 tahun 1996 tentang "Hak Tanggungan", UU No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Tahun Ini UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UU No.4/1996 tentang Hak Tanggungan UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia 7

8 Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 tahun 2017 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus. Permenkeu Nomor 27 PMK/06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di Kementerian Keuangan) Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.W10.U1/PDT.02.IX ) 8

9 5. KERANGKA HUKUM Fokus bagian ini adalah kerangka hukum yang berlaku untuk REORGANISASI peradilan dan LIKUIDASI entitas usaha (kepailitan pribadi dikecualikan) di Negara Anda. Ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam bagian ini, mohon diingat kerangka hukum yang berlaku dan tentukan pasal dari UU yang relevan bagi setiap jawaban. Jika kerangka hukum tidak memiliki ketentuan eksplisit yang dapat menjawab pertanyaan di bawah ini, mohon tunjukkan demikian dalam jawaban Anda. Untuk kenyamanan Anda, kami telah mencantumkan, jika ada, ringkasan tanggapan-tanggapan yang diberikan oleh para kontributor untuk pertanyaan yang sama pada kuesioner tahun lalu. Karena mereka mewakili tanggapan-tanggapan dari semua kontributor Doing Business di negara Anda, tanggapan tersebut mungkin tidak selalu cocok dengan jawaban tertentu yang Anda atau rekan kerja di perusahaan Anda berikan tahun lalu. Mohon melihat pada bagian 1 untuk definisi istilah-istilah hukum di bawah ini 5.1. PERMULAAN PROSES Prosedur apa yang tersedia untuk DEBITUR ketika memulai proses kepailitan? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Pasal 2 UU 37 tahun 2004 (a) Debitur dapat menetapkan bahwa debitur, yang mengajukan baik memiliki dua atau lebih kreditur dan untuk likuidasi dan gagal membayar sedikitnya satu reorganisasi utang yang telah jatuh tempo yang kemudian menjadi terutang yang dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan atas permohonannya sendiri (likuidasi). Berdasarkan Pasal 222 UU 37, debitur dapat mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (reorganisasi). (a) Debitur dapat mengajukan baik untuk likuidasi dan reorganisasi 9 Pasal 2 UU 37 tahun 2004 menetapkan bahwa debitur, yang memiliki dua atau lebih kreditur dan gagal membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo yang kemudian menjadi terutang yang dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan apakah itu atas permintaannya sendiri atau permintaan satu atau lebih krediturnya (likuidasi). Selain itu, berdasarkan Pasal 222 UU No.37 Tahun 2004, Debitur yang memiliki lebih dari 1 kreditur dapat mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (reorganisasi). Penangguhan pembayaran juga dapat diajukan oleh Kreditur tersebut Apakah kerangka kepailitan memungkinkan KREDITUR untuk mengajukan kepailitan debitur? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Pasal 2 UU 37 tahun 2004 (a), Kreditur menetapkan bahwa debitur, yang dapat mengajukan memiliki dua atau lebih kreditur dan baik untuk gagal membayar sedikitnya satu likuidasi dan utang yang telah jatuh tempo yang reorganisasi kemudian menjadi terutang yang dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan atas permintaan satu atau lebih krediturnya. Menurut Pasal 222 (3), kreditur juga dapat mengajukan permohonan untuk Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap debiturnya. (a), Kreditur dapat mengajukan baik untuk likuidasi dan reorganisasi Pasal 2 UU 37 tahun 2004 menetapkan bahwa debitur, yang memiliki dua atau lebih kreditur dan gagal membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo yang kemudian menjadi terutang yang dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan apakah itu atas permintaannya sendiri atau permintaan satu atau lebih krediturnya (likuidasi). Selain itu, berdasarkan Pasal 222 UU No.37 Tahun 2004, Debitur yang memiliki lebih dari 1 kreditur dapat mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (reorganisasi). Penangguhan pembayaran juga dapat diajukan oleh Kreditur tersebut Apa dasar untuk dimulainya proses kepailitan yang diperbolehkan dalam kerangka kepailitan? Jika terdapat tes yang berbeda di negara Anda untuk proses yang berbeda, jelaskan perbedaan tersebut di bagian komentar. Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum (a) Debitur umumnya Pasal 2 UU 37 tahun 2004 (a) Debitur Pasal 2 UU 37 tahun 2004

10 tidak mampu membayar utang pada saat jatuh tempo menetapkan bahwa debitur, yang memiliki dua atau lebih kreditur dan gagal membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo yang kemudian menjadi terutang yang dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan apakah itu atas permintaannya sendiri atau permintaan satu atau lebih krediturnya. umumnya tidak mampu membayar utang pada saat jatuh tempo menetapkan bahwa debitur, yang memiliki dua atau lebih kreditur dan gagal membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo yang kemudian menjadi terutang yang dapat ditagih, dinyatakan pailit melalui putusan Pengadilan apakah itu atas permintaannya sendiri atau permintaan satu atau lebih krediturnya MANAJEMEN ASET DEBITUR Apakah kerangka kepailitan memberikan kelanjutan dari kontrak pengadaan barang dan jasa penting untuk debitur (barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kelangsungan usaha)? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Berdasarkan Pasal 249 UU No. 37 tahun 2004, dalam proses reorganisasi (penangguhan pembayaran), kontrak eksekusi dapat dilanjutkan oleh pengurus. Pihak lain dapat meminta manajer untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan dari kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh manajer dan para pihak. Jika dalam jangka waktu tersebut pengurus tidak menanggapi atau tidak bersedia melanjutkan kontrak tersebut, kontrak akan berakhir. Jika pengurus menyatakan kesediaannya, pengurus harus menjamin keamanan atas kesediaan melanjutkan kontrak tersebut. Ketentuan yang sama berlaku dalam proses likuidasi sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 37. Pasal 36 UU No.37 Tahun 2004 menyatakan bahwa suatu pihak yang membuat kesepakatan dengan Debitur dapat memastikan dengan kurator mengenai status perjanjian mereka. Jika kurator setuju untuk menjalankan perjanjian, maka perjanjian akan dilaksanakan oleh Debitur di bawah pengelolaan kurator. Proses yang sama berlaku untuk Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (reorganisasi) berdasarkan Pasal 249 UU No.37 Tahun Apakah kerangka kepailitan memberikan penolakan oleh debitur (atau dengan kuasa kepailitan atau oleh pengadilan atas nama debitur) terhadap kontrak yang terlalu memberatkan (biaya kinerja lebih besar dari manfaat yang akan diterima), dimana kedua belah pihak belum sepenuhnya menunaikan kewajiban mereka? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Berdasarkan Pasal 249 UU 37 tahun 2004, dalam proses reorganisasi (penangguhan pembayaran), kontrak eksekusi dapat dilanjutkan oleh pengurus. Pihak lain dapat meminta manajer untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan dari kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh manajer dan para pihak. Jika dalam jangka waktu tersebut pengurus tidak menanggapi atau tidak bersedia melanjutkan kontrak tersebut, kontrak akan berakhir. Jika pengurus menyatakan kesediaannya, pengurus harus menjamin keamanan atas kesediaan melanjutkan kontrak tersebut. Ketentuan yang sama berlaku dalam proses likuidasi sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 37. Pasal 36 UU No.37 Tahun 2004 menyatakan bahwa suatu pihak yang membuat kesepakatan dengan Debitur dapat memastikan dengan kurator mengenai status perjanjian mereka. Jika kurator tidak setuju untuk menjalankan perjanjian karena perjanjian tidak akan menguntungkan Debitur, maka perjanjian akan dihentikan dan pihak lawan dalam perjanjian tersebut dapat mengklaim kerugian mereka sebagai kreditur tanpa jaminan. Proses yang sama berlaku untuk Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (reorganisasi) berdasarkan Pasal 249 UU No.37 Tahun

11 Apakah kerangka kepailitan memberikan penghindaran (pembatalan) transaksi yang dilakukan sebelum pengajuan kepailitan? (a) Transaksi Preferen/Istimewa, yang menjadikan kreditur memperoleh lebih dari pangsa prorata atas aset debitur, dan yang terjadi ketika debitur pailit. (b) Transaksi Undervalued/(dibawah nilai pasar) yang dijadikan sebagai hadiah atau imbalan untuk yang nilainya kurang dari nilai ekuivalen, dan yang terjadi ketika debitur pailit atau mengakibatkan debitur menjadi pailit Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Berdasarkan Pasal 42 UU No Berdasarkan Pasal 41 dan Tahun 2004, transaksitransaksi UU No.37 tahun 2004, yang terjadi dalam Pengadilan dapat waktu 1 tahun sejak dimulainya membatalkan kesepakatan proses kepailitan dapat antara Debitur dan pihak dibatalkan, jika transaksi ketiga jika perjanjian itu dibuat tersebut mencakup dalam waktu 1 tahun sebelum pembayaran, atau jaminan keputusan Kepailitan, dan untuk utang yang belum jatuh perjanjian membebankan tempo dan/atau belum dibayar. kewajiban yang berat terhadap debitur atau jika perjanjian mewajibkan pembayaran, atau jaminan atas, utang yang belum jatuh tempo dan/atau Berdasarkan Pasal 42 UU No 37 Tahun 2004, transaksitransaksi yang terjadi dalam waktu 1 tahun sejak dimulainya proses kepailitan dapat dibatalkan, jika transaksitransaksi tersebut mencakup kontrak dimana kewajiban Debitur jauh melebihi kewajiban pihak yang dengan siapa kontrak itu dibuat. Pasal 43 UU 37 tahun 2004 juga menetapkan bahwa pembatalan hadiah yang diberikan Debitur dapat diminta kepada Pengadilan, jika Kurator dapat membuktikan pada saat hadiah tersebut diberikan, Debitur tahu atau seharusnya tahu bahwa tindakan itu akan mengakibatkan kerugian pada Kreditur. belum harus dibayar Berdasarkan Pasal 41 dan 42 UU No 37 Tahun 2004, transaksi-transaksi yang terjadi dalam waktu 1 tahun sejak dimulainya proses kepailitan dapat dibatalkan, jika transaksi-transaksi tersebut mencakup kontrak dimana kewajiban Debitur jauh melebihi kewajiban pihak yang dengan siapa kontrak itu dibuat. Pasal 43 UU 37 tahun 2004 juga menetapkan bahwa pembatalan hadiah yang diberikan Debitur dapat diminta kepada Pengadilan, jika Kurator dapat membuktikan pada saat hadiah tersebut diberikan, Debitur tahu atau seharusnya tahu bahwa tindakan itu akan mengakibatkan kerugian pada Kreditur Apakah kerangka kepailitan memberikan kemungkinan debitur memperoleh kredit setelah dimulainya proses kepailitan (pasca dimulainya kredit) untuk membiayai kebutuhannya yang sedang berjalan selama proses berlangsung? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Berdasarkan Pasal 240 (4) UU No. 37 tahun 2004, dengan persetujuan dari pengurus, debitur dapat memperoleh pinjaman dari pihak ketiga hanya untuk meningkatkan nilai kekayaan debitur pada penangguhan proses pembayaran. Dalam kepailitan, kurator dapat memperoleh Berdasarkan Pasal 69 (2b) UU No.37 Tahun 2004, dalam proses kepailitan (likuidasi), kurator dapat memperoleh pinjaman dari pihak ketiga untuk menambah nilai aset pailit. Selain itu, berdasarkan Pasal 240 (4) UU No. 37 tahun 2004, dengan persetujuan dari pinjaman sesuai dengan yang diatur dalam pengurus, debitur dapat memperoleh Pasal 69 UU 37/2004 pinjaman dari pihak ketiga hanya untuk meningkatkan nilai kekayaan debitur pada Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Apakah kerangka kepailitan memberikan prioritas untuk proses pasca dimulainya kredit? 11

12 Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Tidak ada ketentuan khusus Tidak ada ketentuan khusus mengenai mengenai prioritas kredit pasca prioritas kredit pasca dimulainya dimulainya kepailitan dalam UU No. kepailitan dalam UU No. 37/ /2004 (c) Tidak ada prioritas yang diberikan untuk kreditur pasca dimulainya kepailitan (c) Tidak ada prioritas yang diberikan untuk kreditur pasca dimulainya kepailitan 5.3. PROSES REORGANISASI Kreditur mana yang memberikan suara atas usulan rencana perdamaian? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum (a) Semua kreditur Menurut Pasal 280 dan 281 UU No. (b) Hanya kreditur Berdasarkan pasal 149 UU No.37 37/2004, rencana reorganisasi akan yang haknya tahun 2004, dalam proses diberikan suara oleh semua kreditur diubah atau kebangkrutan (proses likuidasi), (termasuk kreditur yang dilindungi terimbas oleh kreditur yang memegang jaminan tidak jaminan) yang telah mendaftarkan rencana diperbolehkan untuk memberikan tagihan mereka pada waktunya dan suara atas rencana perdamaian yang telah diakui oleh Pengurus. diajukan oleh debitur kecuali mereka telah melepaskan hak-hak prioritas mereka dan diperlakukan sebagai kreditur tanpa jaminan. Selain itu, berdasarkan Pasal 150 UU No.37 Tahun 2004, rencana perdamaian harus diterima oleh lebih dari ½ dari kreditur tanpa jaminan yang menghadiri pertemuan kreditur yang mewakili paling sedikit 2/3 dari semua tagihan tanpa jaminan yang diterima. Berdasarkan ketentuan ini, jelas bahwa hanya kreditur tanpa jaminan yang kepentingannya terpengaruh oleh rencana reorganisasi, mereka berhak memberikan suara atas rencana perdamaian, sementara kreditur yang memegang jaminan tidak diperbolehkan untuk memberikan suara atas rencana perdamaian Apakah kerangka kepailitan mengharuskan ketentuan berikut harus diikuti agar rencana perdamaian disetujui? (a) Kreditur berhak memberikan suara pada rencana perdamaian yang dibagi ke dalam kelaskelas sesuai dengan hak mereka masing-masing Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Tanggapa n Pasal 281 UU No. 37/2007 membagi kreditur ke dalam kelompok (berjaminan/tanpa jaminan). Berdasarkan Pasal 150 UU No.37 Tahun 2004, dalam proses kepailitan (likuidasi), rencana perdamaian harus diterima oleh lebih dari ½ dari kreditur tanpa jaminan yang menghadiri pertemuan kreditur yang mewakili paling sedikit 2/3 dari semua klaim tanpa jaminan yang diterima. Selain itu, berdasarkan Pasal 281 UU No.37 Tahun 2004, dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kreditur yang akan memilih rencana reorganisasi dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (a) 12

13 (b) Tiap kelas kreditur memberi suara secara terpisah (c) Kreditur kelas yang sama menerima perlakuan yang sama berdasarkan rencana perdamaian Tidak Pasal 280 UU 37 tahun 2007 menetapkan bahwa (1) Rencana Perdamaian dapat diterima jika terdapat: a. persetujuan melebihi ½ (setengah) jumlah Kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dalam rapat Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 mencakup Kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh penagihan yang diakui atau sementara diakui dari Kreditur konkuren atau kuasa hukum pemegang surat kuasa yang hadir dalam pertemuan tersebut; dan b. persetujuan lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditur yang piutangnya dijamin oleh hak gadai, jaminan fidusia, hak sekuritas, hipotek, atau hak agunan kebendaan lainnya, yang hadir atau mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari seluruh penagihan Kreditur atau wakil hukum pemegang surat kuasa yang hadir dalam pertemuan tersebut. Dalam hal ini tidak ada ketentuan khusus kreditur berjaminan; dan (b) kreditur tanpa jaminan Berdasarkan Pasal 150 UU No.37 Tahun 2004, dalam proses kepailitan (likuidasi), rencana reorganisasi harus diterima oleh lebih dari ½ dari kreditur tanpa jaminan yang menghadiri rapat kreditur yang mewakili paling sedikit 2/3 dari semua tagihan tanpa jaminan yang diterima. Selain itu, berdasarkan Pasal 281 UU No.37 Tahun 2004, dalam proses Penangguhan pembayaran, rencana perdamaian harus diterima oleh: (a) lebih dari ½ dari kreditur tanpa jaminan yang menghadiri rapat kreditur yang mewakili paling sedikit 2/3 dari semua tagihan tanpa jaminan yang diterima; dan (b) lebih dari ½ dari kreditur berjaminan yang menghadiri rapat kreditur yang mewakili paling sedikit 2/3 dari semua tagihan yang berjaminan. Berdasarkan Pasal 150 UU No.37 Tahun 2004 (untuk proses kepailitan (likuidasi)) dan Pasal 281 Undang-Undang No.37 tahun 2004 (untuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang), para kreditur dari kategori yang sama menerima perlakuan yang sama berdasarkan rencana perdamaian Apakah kerangka kepailitan mengharuskan rencana reorganisasi harus menentukan bahwa pengembalian terantisipasi untuk kreditur berbeda pendapat akan setidaknya sama dengan pengembalian yang akan mereka dapatkan dalam likuidasi? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Tidak Dalam hal ini tidak ada ketentuan khusus Namun, Pasal 281 (2) UU No. 37 tahun 2004 menetapkan bahwa ketika kreditur berjaminan tidak dapat menyetujui rencana perdamaian, kompensasi sejumlah nilai terendah antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang dijamin secara Berdasarkan Pasal 281 (2) UU No.37 Tahun 2004, kreditur (separatis) yang tidak sependapat akan diberi kompensasi dengan nilai terendah antara nilai jaminan/agunan mereka dan nilai sebenarnya dari piutang/klaim mereka 13

14 langsung dengan hak agunan atas benda harus diberikan PARTISIPASI KREDITUR Apakah kerangka kepailitan mengharuskan kreditur (baik melalui keputusan dari rapat kreditur atau keputusan dari komite kreditur) menunjuk perwakilan kepailitan atau menyetujui/mengesahkan/menolak penunjukan perwakilan kepailitan? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Tidak Pasal 15 UU No. 37 Tahun 2004 Berdasarkan Pasal 71 (2) UU No.37 tahun menetapkan bahwa kurator ditunjuk oleh 2004 pertemuan kreditur dapat meminta pengadilan. Namun, pemohon (debitur atau substitusi atau penunjukan seorang kurator kreditur) dapat mengusulkan kandidat. jika disetujui oleh lebih dari ½ jumlah kreditur tanpa jaminan atau kuasa hukum pemegang surat kuasa yang menghadiri pertemuan yang mewakili lebih dari ½ dari nilai klaim dari kreditur tanpa jaminan yang menghadiri pertemuan itu. Selain itu dalam SEMA Nomor 02 Tahun 2016 secara spesifik hal ini disebutkan bahwa penunjukan Kurator harus memperoleh persetujuan dari Kreditor Apakah kerangka kepailitan mengharuskan kreditur (baik melalui keputusan dari rapat kreditur atau keputusan dari komite kreditur) menyetujui penjualan aset substansial debitur, jika penjualan tersebut dibuat selama proses kepailitan? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Tidak Ini berada dalam kekuasaan kurator atau Berdasarkan Pasal 69 (2) UU No.37 Tahun pengurus dengan persetujuan dari hakim 2004, kurator tidak diwajibkan untuk pengawas. memperoleh persetujuan debitur dalam mengelola aset pailit. Namun, UU tidak menyebutkan bahwa kurator tidak memerlukan persetujuan kreditur dalam mengambil tindakan-tindakan tertentu yang dapat merugikan kepentingan para kreditur termasuk dalam menjual aset besar debitur. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 77 bahwa kreditor dapat mengajukan surat keberatan kepada Hakim Pengawas dan meminta Hakim Pengawas untuk memerintahkan kurator untuk mengambil tindakan tertentu atau mencegah kurator mengambil tindakan tertentu Apakah kerangka kepailitan menyatakan bahwa kreditur individual memiliki hak untuk meminta setiap informasi waktu dari perwakilan kepailitan terkait usaha debitur dan urusan keuangan? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Tidak Pasal 143 UU No. 37 tahun 2004 menetapkan bahwa setelah verifikasi klaim selesai, Kurator harus melaporkan harta pailit, dan selanjutnya memberikan informasi kepada Kreditur seperti yang diminta oleh kreditur tersebut. Namun, hak ini hanya sebatas sampai ke pertemuan setelah verifikasi klaim. Tidak ada Berdasarkan Pasal 81 (1) UU No.37 tahun 2004, panitia kreditur dapat meninjau semua laporan keuangan, dokumen dan surat-surat yang berhubungan dengan debitur dan proses kepailitan. SEMA Nomor 02 Tahun 2016 juga telah secara spesifik mengatur bahwa kreditur dapat setiap saat meminta informasi terkait ketentuan yang memperbolehkan kreditur dengan proses penanganan kepailitan untuk meminta informasi kapanpun. kepada Kurator. 14

15 Apakah kerangka kepailitan menyatakan bahwa kreditur individual memiliki hak untuk menolak keputusan menerima atau menolak klaim nya sendiri DAN klaim dari kreditur lainnya? Penjelasan/Dasar Hukum Penjelasan/Dasar Hukum Berdasarkan Pasal 124 UU No. 37/2004, masing-masing Kreditur yang tertera di daftar kreditur yang disiapkan oleh kurator dapat mengajukan permintaan untuk mendapatkan informasi dari Kurator mengenai setiap klaim dan pencantuman mereka ke dalam daftar, atau dapat menentang klaim tertentu, hak prioritas, atau hak mempertahankan properti, atau Berdasarkan Pasal 124 UU No. 37/2004, masing-masing Kreditur yang tertera di daftar kreditur yang disiapkan oleh kurator dapat mengajukan permintaan untuk mendapatkan informasi dari Kurator mengenai setiap klaim dan pencantuman mereka ke dalam daftar, atau dapat menentang klaim tertentu, hak prioritas, hak mempertahankan properti, atau untuk untuk memastikan tantangan klaim yang memastikan tantangan atas klaim yang diajukan skurator. diajukan kurator. 15

16 6. PENELITIAN TAMBAHAN Fokus bagian ini adalah kerangka hukum yang berlaku untuk METODE KEUANGAN ALTERNATIF DAN PENYELESAIAN KESULITAN KEUANGAN di Negara Anda. Apabila diperlukan, berikan referensi untuk ketentuan hukum tertentu. Jika kerangka hukum tidak memiliki ketentuan eksplisit yang dapat menjawab pertanyaan di bawah ini, mohon tunjukkan demikian dalam jawaban Anda. Jika pertanyaan mengacu pada penggunaan praktis dari undang-undang dan peraturan, berikan jawaban berdasarkan pengalaman Anda. Jika terdapat data statistik, berikan jumlah yang tepat dan referensi ke sumber data. Ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam bagian ini, silakan gunakan definisi yang diberikan di bawah ini MEKANISME KEUANGAN ALTERNATIF Fokus dari pertanyaan-pertanyaan dalam bagian ini adalah tiga jenis mekanisme keuangan. Kontrak sewa keuangan/financial lease mengacu pada kesepakatan yang disetujui oleh pihak yang menyewakan untuk mengalihkan hak kepemilikan aset kepada penyewa setelah selesainya masa sewa. Kontrak sewa keuangan yang umum digunakan untuk membiayai pembelian peralatan sebagai alternatif pembiayaan pinjaman. Anjak piutang mengacu pada transaksi keuangan dimana pemasok menjual piutangnya (misalnya, faktur) kepada pihak ketiga (disebut faktor) dengan memberi potongan harga. Anjak Piutang digunakan oleh pemasok untuk menerima uang tunai lebih cepat daripada seharusnya dengan menunggu 30 sampai 60 hari untuk mendapat pembayaran pelanggan. Anjak piutang terbalik adalah transaksi keuangan dimana kontrak pelanggan dengan pihak ketiga (disebut faktor) untuk membayar faktur yang pelanggan pilih kepada pemasok pada suatu nilai terakselerasi sebagai pertukaran untuk diskon. Anjak piutang terbalik digunakan oleh pelanggan yang ingin mendapatkan keuntungan dari periode pembayaran yang lebih panjang sembari memastikan bahwa pemasok menerima modal kerja langsung Apakah kerangka hukum mengandung ketentuan yang mengatur pemanfaatan mekanisme keuangan berikut? (a) Kontrak sewa keuangan Mohon berikan rincian dan dasar hukumnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Jasa Perusahaan Keuangan: Pasal 4 peraturan tersebut menjelaskan kegiatan sewa guna keuangan (b) Anjak piutang Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Jasa Perusahaan Keuangan: Pasal 4 peraturan tersebut menjelaskan kegiatan anjak piutang (c) Anjak piutang terbalik Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Jasa Perusahaan Keuangan: Pasal 4 peraturan tersebut menjelaskan kegiatan anjak piutang (yang mungkin juga mencakup anjak piutang terbalik) Jika TIDAK ADA hal di atas yang berlaku, silakan lanjut ke bagian Apakah kerangka hukum mencakup pembatasan atau kondisi mengenai penggunaan mekanisme keuangan tersebut? Contohnya, salah satu pihak harus lembaga keuangan, kedua pihak Tidak Mohon berikan rincian dan dasar hukumnya Tidak ada pembatasan atau kondisi pada pemanfaatan mekanisme keuangan berdasarkan Peraturan OJK Nomor 29/POJK.05/2014 (a) Kontrak sewa keuangan (b) Anjak piutang Tidak Tidak ada pembatasan atau kondisi pada pemanfaatan mekanisme keuangan berdasarkan Peraturan OJK Nomor 29/POJK.05/2014 (c) Anjak piutang terbalik Tidak Tidak ada pembatasan atau kondisi pada pemanfaatan mekanisme keuangan berdasarkan Peraturan OJK Nomor 29/POJK.05/ Apakah penggunaan mekanisme keuangan tersebut umum di Negara Anda? Jelaskan jenis perusahaan yang menggunakan mekanisme-mekanisme tersebut secara praktis (misalnya, menurut ukuran atau industri) dan apa yang menjadikan mekanisme tersebut bermanfaat atau mengapa mekanisme tersebut jarang digunakan secara praktis? Berikan rincian berdasarkan pengalaman Anda (a) Kontrak sewa Sebagian besar perusahaan konstruksi, pertambangan dan 16

17 keuangan telekomunikasi yang memanfaatkan mekanisme tersebut karena mereka memiliki pilihan untuk memiliki aset yang disewa-gunakan pada akhir masa sewa guna keuangan. (b) Anjak piutang Sebagian besar perusahaan sewa guna kendaraan dan penerbit kartu kredit memanfaatkan mekanisme ini, sehingga mereka dapat fokus pada usaha inti mereka dan menyerahkan tugas penagihan mereka kepada perusahaan anjak piutang. (c) Anjak piutang terbalik Sebagian besar perusahaan telekomunikasi memanfaatkan mekanisme ini sehingga mereka dapat segera merampungkan proses pengadaan peralatan untuk usaha mereka PROSES PERADILAN KHUSUS Fokus bagian ini adalah pada dua jenis proses kepailitan di pengadilan. Likuidasi adalah proses pengumpulan dan penjualan aset debitur pailit untuk meniadakannya dan mendistribusikannya kepada para krediturnya. Likuidasi dapat mencakup penjualan sedikit demi sedikit aset debitur atau penjualan dari semua atau sebagian besar aset debitur sebagai kesinambungan usaha. "Reorganisasi" adalah proses melalui dimana kondisi keuangan dan kelangsungan usaha debitur dapat dipulihkan berdasarkan rencana reorganisasi, sehingga usaha dapat terus berjalan melalui cara-cara yang mungkin meliputi pengampunan utang, penjadwalan kembali utang, konversi ekuitas utang dan penjualan usaha (atau bagian dari itu) secara berkelanjutan Does the insolvency framework in your economy include a definition of Small and Medium Enterprises (SMEs)? Jika ada beberapa definisi dalam UU dan peraturan berbeda, mohon cantumkan semuanya. Fokus dari definisi umum terletak pada jumlah karyawan, omzet atau pendapatan usaha. Tidak Tidak berlaku Mohon berikan rincian dan dasar hukumnya Apakah kerangka hukum memberikan penyederhanaan (atau jalur cepat) proses pengadilan? Jika terdapat beberapa jenis tindakan hukum dalam masing-masing kategori, sebutkan di dalam jawaban Anda. (a) Likuidasi (b) Reorganisasi Mohon berikan rincian dan dasar hukumnya Jika jawaban untuk kedua poin (a) dan (b) di atas adalah TIDAK, silakan lanjut ke bagian Apa kriteria (ambang batas) bagi perusahaan untuk mengajukan penyederhanaan (atau jalur cepat) proses pengadilan? Pilihlah semua opsi yang sesuai Bentuk inkorporasi Jenis kegiatan usaha Besar kecilnya perusahaan (UKM) Jumlah aset Jumlah kewajiban (utang) Jumlah kreditur Lainnya, jelaskan di bawah ini Berikan rincian penjelasan dan dasar hukum untuk jawaban di atas Jika ada ambang batas yang berbeda berlaku untuk proses likuidasi dan reorganisasi, jelaskan perbedaannya. Landasan hukum: Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan. Semua perusahaan dapat mengambil keuntungan dari proses kepailitan jalur cepat dan proses penangguhan pembayaran. Proses jalur cepat ini diperkenalkan oleh Mahkamah Agung guna mengoptimalkan proses kepailitan dan penangguhan pembayaran di Pengadilan Niaga. 17

18 Bagaimana proses penyederhanaan (jalur cepat) berbeda dari proses kepailitan biasa? Pilihlah semua opsi yang sesuai Biaya pengadilan lebih rendah Batas waktu diwajibkan lebih singkat Peluang yang lebih sedikit untuk perpanjangan waktu Rapat kreditur lebih sedikit Pengawasan pengadilan lebih sedikit Peluang banding lebih sedikit Lainnya, jelaskan di bawah ini Berikan rincian penjelasan dan dasar hukum untuk jawaban di atas Jika ada ambang batas yang berbeda berlaku untuk proses likuidasi dan reorganisasi, jelaskan perbedaannya. Landasan hukum: Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 2016 tentang Peningkatan Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan: batas waktu wajib yang ditentukan lebih efisien dan jelas daripada ketentuan dalam UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penangguhan Pembayaran Apakah penyederhaan (jalur cepat) proses peradilan umum dipakai di Negara Anda? Jelaskan jenis perusahaan yang menggunakan proses-proses tersebut secara praktis (misalnya, menurut ukuran atau industri) dan apa yang menjadikan proses tersebut bermanfaat atau mengapa proses tersebut jarang digunakan dalam praktiknya? Berikan rincian berdasarkan pengalaman Anda (a) Likuidasi Semua perusahaan memakai proses ini (b) Reorganisasi Semua perusahaan memakai proses ini 6.3. PROSES PRA-KEPAILITAN Untuk keperluan bagian ini, proses pra-kepailitan didefinisikan sebagai proses kolektif di bawah pengawasan pengadilan atau otoritas administrasi, yang memberikan peluang kepada debitur dalam menyelesaikan kesulitan keuangan dalam rangka restrukturisasi pada tahap pra-kebangkrutan dan untuk menghindari dimulainya proses kepailitan formal dalam arti tradisional Apakah kerangka hukum memberikan proses pra-kepailitan? Jika ya, mohon identifikasi nama proses di wilayah hukum Anda serta undang-undang dan peraturan yang berlaku. Tidak ada Mohon berikan rincian dan dasar hukumnya Dahulu ada Jakarta Initiative Task Force, namun sejak tahun 2005 lembaga ini sudah dibubarkan. Jika jawaban untuk pertanyaan di atas adalah TIDAK, silakan lanjut ke bagian Apakah proses pra-kepailitan tersedia untuk seluruh perusahaan? Jika tidak, mohon identifikasi perusahaan apa yang tidak memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan jenis proses tersebut. Tidak Ada Mohon berikan rincian dan dasar hukumnya Pengadilan atau badan pemerintah apa yang mengawasi proses pra-kepailitan? Tidak ada Mohon berikan rincian dan dasar hukumnya Apa saja fitur-fitur utama dari proses pra-kepailitan? Tes pra-kepailitan Debitur dapat memulai Kreditur dapat memulai Moratorium pelaksanaan utang Debitur tetap memegang kendali usaha Pilihlah semua opsi yang sesuai 18

KUESIONER PENANGANAN KEPAILITAN

KUESIONER PENANGANAN KEPAILITAN KUESIONER PENANGANAN KEPAILITAN www.doingbusiness.org 1. DEFINISI-DEFINISI YANG DIGUNAKAN DALAM KUESIONER INI Indikator Penyelesaian Kepailitan mengukur waktu, biaya dan hasil dari proses baik kepailitan

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

PERUSAHAAN DALAM KESULITAN KEUANGAN

PERUSAHAAN DALAM KESULITAN KEUANGAN PERUSAHAAN DALAM KESULITAN KEUANGAN Perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan karena berbagai sebab antara lain: 1. Mengalami kerugian operasi terus menerus 2. Kredit pelanggan yang mengalami kemunduran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

MATERI KE 7 PERUSAHAAN DALAM KESULITAN KEUANGAN

MATERI KE 7 PERUSAHAAN DALAM KESULITAN KEUANGAN MATERI KE 7 PERUSAHAAN DALAM KESULITAN KEUANGAN Perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan karena berbagai sebab antara lain: 1. Mengalami kerugian operasi terus menerus 2. Kredit pelanggan yang mengalami

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) 1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana

Lebih terperinci

PENGERTIAN PERDAMAIAN

PENGERTIAN PERDAMAIAN 1 PENGERTIAN PERDAMAIAN Suatu Perdamaian dalam kepailitan pada dasarnya adalah suatu kesepakatan antara debitur dan kreditor utk merestrukturisasi utang secara paksa (kreditur konkuren). Penyelesaian utang-piutang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya No.323, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 /PMK.06/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga TAMBAHAN BERITA NEGARA R.I No.18 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor

Lebih terperinci

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN IMBALAN BAGI

Lebih terperinci

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR 1 Menyimpan: Surat,dokumen, uang, perhiasan, efek, surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Ps.98 UUK) MENGAMANKAN HARTA PAILIT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 I. TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN Putusan perkara kepailitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit

Lebih terperinci

Penundaan kewajiban pembayaran utang

Penundaan kewajiban pembayaran utang Penundaan kewajiban pembayaran utang PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor atau kreditor Debitor mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN BATANG TUBUH PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAH REASURANSI,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Akuntansi forensik berperan dalam beberapa proses dalam perkara kepailitan. Hal ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Akuntansi forensik berperan dalam beberapa proses dalam perkara kepailitan. Hal ini BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap Akuntansi Forensik Dalam Praktik Kepailitan pada Pangadilan Niaga maka peneliti menarik kesimpulan

Lebih terperinci

Rencana Aksi Pokja Koordinasi Kemudahan Berusaha. Mahkamah Agung Republik Indonesia [SK KMA NO.43/KMA/SK/II/2017]

Rencana Aksi Pokja Koordinasi Kemudahan Berusaha. Mahkamah Agung Republik Indonesia [SK KMA NO.43/KMA/SK/II/2017] Rencana Aksi Pokja Koordinasi Kemudahan Berusaha Mahkamah Agung Republik Indonesia [SK KMA NO.43/KMA/SK/II/2017] Parameter Enforcing Contract Waktu (hari) Indikator Jakarta East Asia & Pacific OECD high

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA 20 BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU Istilah PKPU (suspension of payment) sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-28 /PM/2003 TENTANG

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-28 /PM/2003 TENTANG KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-28 /PM/2003 TENTANG PEDOMAN KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF EFEK BERAGUN ASET (ASSET BACKED SECURITIES) KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

Kamus Istilah Pasar Modal

Kamus Istilah Pasar Modal Sumber : www.bapepam.go.id Kamus Istilah Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah LBHK semester I Angkatan V Oleh: Prasaja Pricillia

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF. BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF. BAB I KETENTUAN UMUM No.286, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Efek Beragun Aset. Kontrak Investasi Kolektif. Penerbitan dan Pelaporan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENERBITAN DAN PELAPORAN EFEK BERAGUN ASET BERBENTUK SURAT PARTISIPASI DAL LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.358, 2014 KEUANGAN. OJK. Efek Beragun Aset. Partisipasi Pembiayaan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5632) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang No.361, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Transaksi. Bursa. Penjamin. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5635) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT SYARAT DAN KETENTUAN FASILITAS DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat ( Syarat dan Ketentuan Umum ) ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Fasilitas Dana Bantuan Sahabat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Asas dan Dasar Hukum Kepailitan. Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Asas dan Dasar Hukum Kepailitan. Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia Asas dan Dasar Hukum Kepailitan Dr. Freddy Harris Fakultas Hukum Universitas Indonesia Sumber Hukum Kepailitan di Indonesia BW secara umum Khususnya pasal 1131, 1132, 1133 dan 1134 HIR (Peraturan( Acara

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

MATERI PERTEMUAN KE 5 AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN 1 LIKUIDASI PERSEKUTUAN

MATERI PERTEMUAN KE 5 AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN 1 LIKUIDASI PERSEKUTUAN MATERI PERTEMUAN KE 5 AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN 1 LIKUIDASI PERSEKUTUAN Oleh karena adanya resiko normal yang dihadapi ketika melakukan kegiatan usaha, mayoritas persekutuan yang dimulai pada suatu tahun

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 493/BL/2008 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /SEOJK.04/2016 TENTANG

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /SEOJK.04/2016 TENTANG Yth. Manajer Investasi di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /SEOJK.04/2016 TENTANG KRITERIA KHUSUS PRODUK INVESTASI DI BIDANG PASAR MODAL DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Dipublikasikan tanggal : 8 Januari 2017 Tanggapan dan/atau masukan atas Eksposur Draft SPI 366 ini selambatnya dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Liabilitas Menurut kerangka dasar pengukuran dan pengungkapan laporan keuangan (KDP2LK) adalah utang entitas masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Standar Audit SA 570. Kelangsungan Usaha

Standar Audit SA 570. Kelangsungan Usaha SA 0 Kelangsungan Usaha SA paket 00.indb STANDAR AUDIT 0 KELANGSUNGAN USAHA (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah tanggal: (i) Januari 0 (untuk

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR I-D: TENTANG PENCATATAN SERTIFIKAT PENITIPAN EFEK INDONESIA (SPEI) DI BURSA

PERATURAN NOMOR I-D: TENTANG PENCATATAN SERTIFIKAT PENITIPAN EFEK INDONESIA (SPEI) DI BURSA LAMPIRAN Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor : Kep-00389/BEI/06-2009 Tanggal dikeluarkan :12 Juni 2009 Tanggal diberlakukan : 12 Juni 2009 PERATURAN NOMOR I-D: TENTANG PENCATATAN SERTIFIKAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat 27 BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS A. Kurator Dalam Proses Kepailitan Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4443 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 131) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pengelolaan Aset. BPPN. Perusahaan. Pengelola. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pengelolaan Aset. BPPN. Perusahaan. Pengelola. Pencabutan. No.100, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Pengelolaan Aset. BPPN. Perusahaan. Pengelola. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 92/PMK.06/2009 TENTANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, R AN SALINAN PERATURAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Beberapa Kendala yang dihadapi Bank BRI yaitu: a. Kendala Terkait dengan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Hak Tanggungan.

BAB V PENUTUP. 1. Beberapa Kendala yang dihadapi Bank BRI yaitu: a. Kendala Terkait dengan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Hak Tanggungan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Beberapa Kendala yang dihadapi Bank BRI yaitu: a. Kendala Terkait dengan Peraturan Perundang-Undangan 1) Terjadi disharmoni antara Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan

Lebih terperinci