Copyright:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Copyright:"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet (Hevea brasilliensis Mull Arg) merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber devisa Negara kedua setelah perkebunan kelapa sawit, karet juga mampu mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangannya (Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, 2010). Disamping itu tanaman karet juga telah menghidupi jutaan rakyat yang bekerja disektor ini, karena sebagian besar perkebunan karet diusahakan oleh rakyat. Luas total perkebunan karet di Indonesia telah mencapai hektar. Dari total areal tersebut 84,5% merupakan kebun milik rakyat, 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% milik negara (Setiawan dan Andoko, 2010). Di provinsi Jambi, pertanaman karet merupakan perkebunan cukup besar yang pada tahun 2009 luasnya mencapai hektar. Dari total luas tanaman karet tersebut, hektar atau lebih dari 98% merupakan perkebunan karet rakyat yang total produksinya mencapai ton (Dinas Perkebunan Jambi 2010). Luas areal dan produksi tanaman karet menurut status pengusahaannya di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 1. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 1

2 Tabel 1. Luas dan produksi perkebunan karet berdasarkan pengusahaan di Provinsi Jambi tahun No Jenis Pengusahaan 1 Perkebunan Rakyat Luas Arel (Ha) TBM TM TTM/T Jumlah Produksi Ton Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa walaupun dari segi luas lahan, perkebunan 2004 cit Pukesmawati.E.S. 2006) rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh Produktivitas (kg/ha) Perkebunan Jumlah Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan TM = Tanaman Menghasilkan TTM = Tanaman Tidak Menghasilkan TR = Tanaman Rusak karet rakyat yang terbesar namun produktivitasnya masih rendah yaitu sebesar 821 kg/ha, jika dibandingkan perkebunan karet swasta sebesar Menurut (Rosyid, beberapa faktor. Pertama sebagian besar merupakan kebun karet tua dengan usia tanaman lebih dari 20 tahun, kedua pemeliharaan kebun kurang baik sehingga kondisi kebun mirip dengan kondisi hutan, dan ketiga sebagian tanaman mengunakan bahan tanam biji sapuan (seedling), bukan dari klon unggul. Tanaman karet yang ditanam dari bahan tanam biji, bila dibandingkan dengan bahan tanam yang berasal dari okulasi akan memberi hasil yang berbeda (Priyadarshan, 2003). Menurut Hadi dan Anwar (2006), diperlukan teknologi pembibitan karet untuk memperoleh bahan tanam klonal yang mempunyai mutu genetik dan mutu fisiologi unggul. Untuk meningkatkan produktivitas perkebunan karet rakyat, pemerintah telah menempuh berbagai upaya antara lain perluasan tanaman, penyuluhan, intensifikasi, Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 2

3 rehabilitasi dan peremajaan serta penyebaran klon klon unggul bibit karet. Dalam menunjang keberhasilan peningkatan produktivitas perkebunan karet, telah dilakukan usaha khususnya terhadap bibit karet (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2010). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbanyak tanaman karet dari klon-klon unggul adalah dengan mengunakan teknik okulasi (Setiawan dan Andoko, 2010). Ada tiga macam teknik okulasi pada tanaman karet, yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat. Ketiga macam teknik okulasi tersebut pada prinsipnya relatif sama, perbedaannya hanya terletak pada umur batang bawah dan umur batang atas (Amypalupy, 2009) Amypalupy (1988) menjelaskan bahwa bahan tanaman karet asal okulasi banyak memberi keuntungan dari sifat-sifat unggul induknya seperti pertumbuhan tanaman seragam, produksi tinggi, mulai berproduksi dalam waktu relatife singkat, mudah dalam penyadapan, dan tahan terhadap penyakit. Menurut Setyamidjaja (1993), hasil okulasi pada tanaman karet salah satunya adalah stum mata tidur. Stum mata tidur adalah bibit hasil okulasi dengan mata tunas okulasi yang belum tumbuh. Dalam melakukan okulasi dibutuhkan mata tunas yang merupakan bagian tanaman batang atas yang akan diokulasikan dengan batang bawah. Mata tunas ini setelah menyatu dengan batang bawah akan tumbuh menjadi batang tanaman karet (Setiawan dan Andoko, 2010). Ada tiga jenis mata tunas yang tampak pada tanaman karet yaitu mata daun, mata sisik dan mata bunga. Mata daun dan mata sisik dapat dipakai untuk okulasi, sedangkan mata bunga tidak dapat digunakan (Nazaruddin dan Paimin. F.B, 2006) Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 3

4 Guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman karet secara nasional, salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan menyediakan benih yang berkualitas baik secara genetis maupun secara fisiologis. Seiring dengan meningkatnya harga karet di pasaran dunia, mendorong para petani untuk melakukan peremajaan tanaman tua yang tidak produktif. Pada tingkat petani penangkar benih karet, para okulator dilapangan dalam melakukan okulasi, baik okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat, sering menggunakan mata tunas yang berasal dari mata sisik yang tingkat keberhasilannya lebih tinggi, mata tangkai (mata prima) baik yang rapat maupun yang jarang. Seiring kejadian diatas, maka perlu dikaji sejauh mana respon mata entres yang berbeda pada dua klon. B. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan stum mata tidur yang baik terhadap percepatan pemecahan mata tunas dan pertumbuhan benih tanaman karet 2. Mengetahui sejauh mana respon mata tunas beberapa klon karet dan pertumbuhan stum mata tidur tanaman karet. C. Manfaat Penelitian Hasil kajiwidya ini diharapkan dapat menambah informasi dibidang teknologi pembibitan tanaman karet yang berasal dari stum mata tunas sehingga dapat dipergunakan untuk pengembangan bibit tanaman karet yang berkualitas. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 4

5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tanaman Karet. Tanaman karet (Hevea Brasilliensis) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Amerika Latin yang beriklim tropis khususnya Brasil (Setiawan dan Andoko, 2010). Menurut Setyamidjaja (1993) tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona 15 0 LS dan 15 0 LU. Bila ditanam diluar zona tersebut pertumbuhannya agak lambat sehingga memulai produksinya pun terhambat. Tanaman karet tergolong ke dalam Kelas Dicotiledonae dan Family Euphorbiaceae. Tumbuhan ini tergolong tergolong tanaman berumah satu. Pada tanaman karet penyerbukan dapat terjadi dengan penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Selain itu tanaman mempunyai cabang batang banyak dan berdaun lebar dengan tinggi pohon dapat mencapai 25 meter. Pada tanaman karet, yang diambil terutama lateksnya dan baru belakangan ini diusahakan menciptakan klon karet yang ketika masa produksinya berakhir batang tanaman tersebut juga dapat dimanfaatkan (Setiawan dan Andoko, 2010). Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm per tahun. Curah hujan optimal 2500 mm 4000 mm per tahun dan dalam hari hujan. Pembagian hujan dan waktu jatuh hujan rata rata setahun akan mempengaruhi produksinya. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya akan kurang (Setyamidjaja, 1993). Menurut Umar et al.., (2010) disribusi curah hujan yang baik antara mm pertahun. Karet termasuk tanaman dataran rendah, tumbuh baik didataran dengan ketinggian m dari permukaan laut (dpl). Di ketinggian tersebut suhu harian Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 5

6 21 0 C 35 0 C (Ikerodah et al., 2009). Menurut Setyamidjaja (1993), tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah yakni pada ketinggian sampai 200 m di atas permukaan laut (dpl). Ketinggian lebih dari 600 m dpl tidak cocok untuk tanaman karet karena pertumbuhan makin lamban dan hasilnya lebih rendah. Selanjutnya Setiawan dan Andoko (2010), menyatakan bahwa jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 20 0 C tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari 30 0 C mengakibatkan tanaman karet tidak dapat tumbuh dengan baik. Tanaman karet membutuhkan sinar matahari sepanjang hari minimum 5-7 jam/hari. Hampir semua jenis tanah baik untuk pertumbuhan tanaman karet, baik pada tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, alluvial dan bahkan tanah gambut. Reaksi tanah yang umum ditanami karet mempunyai ph antara 3,0-8,0. PH tanah dibawah 3,0 atau diatas 8,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Menurut Elmagboul et al.., (2008) Tanah yang baik adalah tanah yang lembab dengan draimase yang baik. Sifat tanah yang baik untuk tanaman karet adalah solum cukup dalam sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan, mempuayai aerasi dan drainase baik, remah, porus dan dapat menahan air, tekstur tanah terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir, tidak bergambut dan jaka ada tidak lebih tebal dari 20 cm, kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro, kemiringan tanah tidak lebih 16 %, permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Setyamidjaja, 1993). Menurut Vinod et al.., (2003) bila keadaan tanah miskin unsur hara akan memberi pengaruh kurang baik bagi bahan tanam. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 6

7 B. Okulasi Tanaman Karet Okulasi atau disebut juga dengan menempel merupakan cara untuk melipat gandakan tanaman dengan jalan melekatkan bagian tanaman yang satu dengan bagian tanaman yang lain yang disnggap sebagai induknya. Bagian tanaman yang diokulasi adalah mata tunas yang lagi dorman (Pratiwi et al., 1992). Menurut Widarto (1996), perbanyakan tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan stek atau cangkok. Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik dari induknya. Okulasi merupakan penempelan mata tunas dari tanaman batang atas ke tanaman batang bawah yang keduanya mempunyai sifat unggul. Dengan cara ini akan terjadi penggabungan sifat-sifat baik dari kedua tanaman dalam waktu yang relative pendek dan memperlihatkan pertumbuhan yang relative seragam. Sedangkan menurut Amypalupy (2009) oklulasi adalah salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat unggul. Hasil okulasi tersebut (okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat) salah satunya stum mata tidur. Bibit stum mata tidur adalah bibit yang diokulasi dilahan persemaian dan dibiarkan tumbuh selama kurang dari dua bulan setelah pemotongan batang bawah (Setiawan dan Andoko, 2010). Anonim, (2009) menyatakan bahwa bahwa bibit stum mata tidur diperoleh dari bibit okulasi yang tumbuh di pembibitan selama kurang dari 2 bulan setelah pemotongan. Biasanya bibit yang terbentuk berakar tunggang satu atau bercabang. Bibit yang akar tunggangnya bercabang tidak baik untuk dijadikan bibit. Oleh karena itu, sebelum penanaman biasanya petani Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 7

8 memotongnya hingga hanya tinggal satu akar lateralnya hanya 5 cm. Bibit stum mata tidur merupakan bibit yang mata tunasnya belum tumbuh. Selanjutnya Amypalupy, (1988) menyatakan bahwa mata okulasi tersebut akan tumbuh setelah pemotongan batang bawah (di atas perisai atau tempelan). Keuntungan menggunakan stum mata tidur antara lain waktu penyiapan lebih singkat dan cepat, harganya murah. Kelemahan stum mata tidur antara lain presentase kematian stum yang tinggi ( 15% - 20% ), kemungkinan tumbuhnya tunas palsu dan pertumbuhan yang kurang seragam. Stum mata tidur dapat ditanam langsung ke kebun atau di dalam Polybag sampai terbentuk 2 3 payung. Pemindahan stum ke polybag bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih baik dan merata serta mengurangi akibat buruk dari pemindahan bibit (transplanting ) di lapangan (Setyamidjaja, 1993). Disamping itu penanaman bibit dalam polybag juga dimaksudkan untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih baik sehingga setelah stum di tanam sudah mampu menyerap air dan hara sehingga pada akhirnya akan menekan tingkat kematian stum dan mempercepat laju pertumbuhan (Siagian, 1991 Cit Pukesmawati.E.S. (2006). Pembongkaran bibit menjadi stum mata tidur yang akan dipindahkan kekebun atau polybag dilakukan apabila mata okulasi telah membengkak, yaitu telah terangsang untuk tumbuh, yang tujuannya untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam, juga untuk memastikan bahwa bibit yang ditanam tumbuh baik serta untuk memudahkan akar tunggang dipotong sampai tersisa sepanjang + 40cm, sedangkan akar lateralnya disisakan hanya 5 10 cm (Setyamidjaja, 1993). Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 8

9 Di lapangan biasanya petani memotong akar tunggang dengan panjang cm sedangkan akar lateralnya sepanjang 5 cm, kemudian stum mata tidur dapat langsung ditanam ke lapangan atau ke polybag sampai terbentuk 2-3 payung D. Kerangka Berpikir Guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman karet secara nasional, salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan menyediakan benih yang berkualitas baik secara genetis maupun secara fisiologis. Seiring dengan meningkatnya harga karet di pasaran dunia, mendorong para petani untuk melakukan peremajaan tanaman tua yang tidak produktif. Pada tingkat petani penangkar benih karet, para okulator dilapangan dalam melakukan okulasi, baik okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat, sering menggunakan mata tunas yang berasal dari mata sisik yang tingkat keberhasilannya lebih tinggi, mata tangkai (mata prima) baik yang rapat maupun yang jarang. Seiring kejadian diatas, maka perlu dikaji sejauh mana respon mata entres yang berbeda pada empat klon. E. Hipotesis 1. Diduga dengan menggunakan mata tunas (entres) prima yang jarang dengan metode okulasi kita mengetahui/mendapatkan mata tunas tertentu yang paling sesuai. 2. Diduga penggunaan beberapa mata tunas (entres) klon PB 260,dan PR 261 akan dapat memberi tanggap yang berbeda-beda dari masing-masing klon pada tingkat kecepatan tumbuh dalam upaya untuk mengetahui/mendapatkan bibit yang berkualitas. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 9

10 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pelatihan Pertanian Jambi yang memiliki ketinggian tempat + 35 M dari permukaan laut. Pelaksanaan selama 4 (tiga) bulan, dimulai pada bulan September sampai dengan bulan Desember B. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stum mata tidur yang batang bawah berumur + 7 bulan., polybag ukuran 18 x 40 cm. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah ayakan, gergaji cangkul, parang, gunting pangkas, ember, handsprayer, meteran, jangka sorong, timbangan, timbangan analitik, oven listrik, mistar, alat tulis dan lain-lain. C. Metode Penelitian Kajiwidya ini direncanakan berbentuk percobaan factorial 3 x 2 dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah Jenis mata entres (J) sedangkan faktor kedua asal klon mata entres (K). Dengan rincian perlakuan sebagai berikut : (1) Faktor jenis mata entres terdiri dari 3 taraf yaitu : E1 = Mata tunas (entres) sisik E2 = Mata tunas (entres) prima yang rapat adalah Mata tunas tangkai yang jaraknya berdekatan. E3 = Mata tunas (entres) prima yang jarang adalah Mata tunas tangkai yang jaraknya jarang. (2) Faktor klon mata entres terdiri dari 4 taraf yaitu : K1 = Klon PB 260 Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 10

11 K2 = Klon PR 261 Dengan demikian terdapat 18 unit percobaan, masing-masing unit percobaan ada 6 tanaman. Secara keseluruhan terdapat 135 buah tanaman atau polybag. Denah penempatan unit percobaan seperti lampiran 2 Dan skema populasi tanaman dalam setiap unit percobaan dapat dilihat pada lampiran 3 Model matematika yang digunakan untuk melihat respon bibit stum mata tidur tanaman karet adalah : Yijk = µ + Ki + Ej + (KE) ij + Gijk Dimana : Yijk : Nilai interaksi faktor Mata entres taraf ke-i dengan faktor asal klon taraf ke-j Pada ulangan ke k. µ : Nilai tengah umum Ki : Pengaruh faktor mata entres taraf ke-i Ej : Pengaruh faktor asal Klon taraf ke-j (KE)ij: Pengaruh faktor mata entres taraf ke-i dengan faktor asal Klon taraf ke-j dan : ulangan ke-k Gijk : Pengaruh galat faktor mata entres taraf ke-i, faktor asal klon mata entres Taraf ke-j, dan ulangan ke-k Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis ragam (uji F) 5 % dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan t ( DMRT ) taraf 5 % Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 11

12 D. Pelaksanaan Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian dipilih dekat dengan sumber air, datar dan terbuka. Areal penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari rumput dan sisa-sisa tanaman lainnya. Untuk melindungi bibit dari sinar matahari langsung dan terpaan air hujan, dibuat naungan dari paranet setinggi 2 meter menghadap ketimur dan 1,5 meter menghadap ke barat. 2. Bahan Tanam Bahan tanam yang digunakan adalah bibit karet asal okulasi stum mata tidur yang mata tunasnya belum tumbuh yang meupakan hasil persilangan antara : Bahan tanam yang digunakan adalah benih karet asal okulasi, dengan istilah stum mata tidur yang mata tunas belum tumbuh merupakan hasil penggabungan antara Klon PB 260 sebagai batang bawah yang memiliki system perakaran kuat dan klon PB 260, PR 261, IRR 39 sebagai batang atas yang memiliki sifat unggul dengan mata sisik, rapat dan jarang. Benih asal okulasi tersebut berasal dari okulasi coklat, dengan batang bawah berumur 10 bulan dengan diameter batang rata-rata 2.5 cm. Benih asal okulasi dipilih yang memiliki waktu okulasi yang sama. Benih hasil okulasi dibongkar, akar tunggang dipotong, disisakan +25 cm sedangkan semua akar lateralnya dipotong. Pembongkaran benih stum mata tidur dilaksanakan sehari sebelum penanaman di polybag. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 12

13 3. Media Tanam Media tanam yang digunakan adalah tanah lapisan atas, tanah terlebih dahulu diayak untuk memisahkan sisa tanaman dan kotoran lainnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam polybag sebanyak + 5 kg/polybag. Persiapan media tanam dilakukan seminggu sebelum tanam dan disiram sekali dalam sehari. 4. Pemotongan Batang Bawah dan Penanaman Pemotongan batang bawah dilakukan sebelum bibit stum mata tidur di tanam di polybag. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan gunting tunas dengan jarak 5 cm di atas mata tunas tempelan. Arah potongan miring dengan bagian yang lebih tinggi terletak di atas mata tunas tempelan. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lobang di polybag sepanjang akar bibit mata stum. Setelah bibit ditanam, tanah disekitar akar dipadatkan lalu mata okulasi stum tidur diatur agar menghadap ke timur selanjutnya 5. Pemeliharaan Tanaman. Pemeliharaan bibit karet stum mata tidur selama penelitian meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pembuangan tunas palsu. Penyiraman dilakukan

14 pada pagi hari sampai akhir penelitian pada kapasitas lapang, Pengendalian gulma dilakukan secara manual, Pembuangan tunas palsu dilakukan pada saat tunas palsu tumbuh. E. Variabel Yang Diamati 1. Kecepatan Pemecahan Mata Tunas Kecepatan pemecahan mata tunas yaitu waktu yang dibutuhkan mata tunas yang telah diokulasi untuk tumbuh. Pengamatan dilakukan 7 hari setelah tanam. Satuan yang dugunakan adalah hari setelah tanam (hst). 2. Presentase Tunas Yang Tumbuh Presentase tunas yang tumbuh dihitung pada akhir penelitian. Rumus Presentase yang tumbuh adalah : Tunas yang tumbuh (%) = Jumlah stum yang tumbuh x 100% Jumlah stum yang ditanam 3. Panjang Tunas Hasil Okulasi Pengukuran panjang hasil okuasi dimulai 1 bulan setelah tanam, kemudian dilanjutkan dengan interval 2 minggu sekali sampai akhir penelitian. Pengukuran dilakukan mulai dari pangkal batang hasil okulasi sampai pada titik tumbuh tanaman dengan mengunakan mistar. 4. Luas Daun Pengukuran luas daun dilakukan dengan metode Gravimetri. Yaitu dengan cara mengambar daun yang akan ditaksir luasnya pada sehelai kertas, menghasilkan Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 14

15 replica (tiruan) daun. Replika daun kemudian digunting dari kertas yang berat dan luasnya sudah diketahui. Luas daun kemudian ditaksir berdasarkan perbandingan berat replica daun dengan berat total kertas. Pengukuran ini dilakukan pada umur benih 3 bulan setelah tanam. 5. Panjang Akar Pengukuran panjang akar dilakukan dengan mencabut tanaman atau dengan memecahkan media tanam secara berhati-hati (akar tanaman tidak sampai putus), pada umur 3 bulan setelah tanam 6. Diameter Batang Hasil Okulasi Pengukuran diameter batang hasil okulasi dimulai pada 1 bulan setelah tanam, kemudian dilanjutkan 2 minggu satu kali sampai pada akhir penelitian. Untuk keseragaman pengukuran dilakukan 2 cm diatas pertautan okulasi pada setiap tanaman sampel dengan mengukur dua sisi tunas. Pengukukuran dilakukan dengan mengunakan jangka sorong dengan satuan cm. 7. Bobot Kering Tunas Bobot kering tunas adalah bagian tanaman yang terdiri dari batang hasil okulasi, tangkai daun dan daun. Tunas di potong dari batang bawah. Tunas kemudian dikering ovenkan pada suhu 70 o C selama 2 x 24 jam sampai didapatkan bobot kering yang konstan, dan kemudian tunas di timbang. Pengamatan bobot kering tunas dilakukan akhir penelitian. Satuan yang digunakan adalah Gram. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 15

16 8. Bobot Kering Akar Bobot kering akar adalah bagian tanaman yang hanya terdiri dari akar. Akar lateral yang tumbuh dibersihkan dari kotoran yang melekat dan kemudian dipotong dari akar tunggang. Akar kemudian dikering ovenkan pada suhu 70 o C selama 2 x 24 jam sampai didapatkan bobot kering yang konstan, dan kemudian akar di timbang. Pengamatan bobot kering akar dilakukan pada akhir penelitian. Satuan yang digunakan adalah Gram. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 16

17 IV. PEMBAHASAN A. Kecepatan Pemecahan Mata Tunas Berdasarkan hasil analisis pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap kecepatan pemecahan mata tunas sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2. Pengaruh pengunaan jenis mata dan jenis klon terhadap kecepatan pemecahan mata Tunas (HST) Jenis Klon Rata-rata Jenis Entres Mata sisik 24,76 27,60 26,18 Mata rapat 29,11 26,03 27,57 Mata jarang 25,48 26,80 26,06 Rata-rata 26,45 26,66 Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %. PB 260 PR 261 Dari Tabel 2 di atas di ketahui bahwa persentase rata rata kecepatan pemecahan mata tunas tercepat terjadi pada klon PR 261 sebanyak 29 % pada kisaran umur hari setelah tanam, pada jenis mata rapat dan mata jarang cendrung merata dari mulai 11 s/d 40 hari setelah tanam dan bahkan 7 % terjadi setelah umur 40 hari setelah tanam. Pemecahan mata tunas terbanyak terjadi pada kisaran umur hari setelah tanam, untuk klon PB 260 sebesar 58 %. B. Presentase Tunas Yang Tumbuh. Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap presentase tunas yang tumbuh sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 17

18 Tabel 3. Presentase tunas yang tumbuh benih karet dengan mata entres yang berbeda pada klon PB 260 dan PR 261 Jenis Klon Rata-rata Jenis Entres PB 260 PR 261 Mata sisik 90,00 78,25 84,13 Mata rapat 70,21 58,47 64,34 Mata jarang 81,96 66,51 74,12 Rata-rata 80,72 67,74 Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %. Dari Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis mata entres tertinggi terjadi pada mata sisik pada klon PB 260 sebesar 100 %. Sedangkan terendah terjadi pada jenis mata rapat pada klon PR 261. Menurut Hadi (2010) yang menyebabkan stum mata tidur mati dan tidak tumbuh yaitu dalam melakukan pengikatan mata entres bergeser dan tunas bagian dalam tertinggal, hal tersebut menyebabkan proses okulasi akan gagal atau jika berhasil hidup tidak tumbuh tunas. C. Perkembangan Panjang Tunas Hasil Okulasi EIK1 15 E2K E3K HST Gambar 1. Pertumbuhan tinggi benih karet dengan mata entres yang berbeda pada klon PB 260

19 Dari gambar 1 di atas dapat diketahui bahwa pertumbuhan tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres jarang yaitu 11,63 cm sedangkan terendah terjadi pada jenis mata entres rapat yaitu 8,9 cm. Sedangkan pada umur 87 hari setelah tanam pertumbuhan tertinggi justru terjadi pada jenis mata entres rapat setinggi 30,81 cm dibandingkan jenis mata sisik dan jarang yang masing masing setinggi 30,28 cm dan 28,84 cm EIK2 E2K2 E3K HST Gambar 2. Pertumbuhan tinggi benih karet dengan mata entres yang berbeda pada klon PR 261 Dari gambar 2 di atas dapat diketaui bahwa pertumbuhan tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata rapat setinggi 17,20 cm dibandingkan jenis mata jarang dan sisik yang masing masing sebesar 15,83 cm dan 9,87 cm. Sedangkan sampai umur 87 hari setelah tanam pertumbuhan tertinggi terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 36,53 cm, dibandingkan jenis mata entres rapat dan sisik yang masing masing setinggi 32,48 cm dan 31,35 cm.

20 Pertumbuhan tunas masing masing dari keempat klon dominan terjadi pada umur 31 sampai 45 hari setelah tanam. Pada masa ini tanaman benih karet mengalami proses pertumbuhan tinggi dan cenderung lebih peka terhadap pengaruh pengaruh luar seperti kekurangan air, pertukaran suhu ekstrim, kesalahan pengisisan tanah dalam polybag yang menyebabkan ditenggah polybag berongga atau patah sehingga menyebabkan tanaman akan layu bahkan sampai mati. Pada umur 45 sampai dengan 73 hari setelah tanam dari kedua klon karet ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, pada masa ini benih karet cenderung melakukan pembesaran daun dan proses penuaan daun maupun batang serta menyimpan energy yang pada umur 73 sampai dengan 87 hari setelah tanam akan mulai membentuk pertumbuhan kedua pada pertumbuhan yang optimal. Hasil analisis ragam pengaruh pengunaan klon dan interaksi antara jenis mata entres berbeda nyata terhadap panjang tunas hasil okulasi pada akhir penelitian, perbedaan masing masing perlakuak pada umur 87 hari setelah tanam dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 4. Pengaruh penggunaan jenis mata dan jenis klon terhadap tinggi tunas umur 87 hari setelah tanam (cm) Jenis Mata Jenis Klon Rata rata PB 260 PR 261 Mata sisik 30,28ab 31,35ab 3,37 Mata Rapat 30,81ab 32,48 b 3,45 Mata Jarang 26,84a 36,53 c 3,72 Rata- rata 29,31a 33,45 b Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 20

21 Dari Tabel 4 di atas dapat diketahui rata rata tinggi tunas terbesar pada umur 87 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres rapat sebesar 31,82 cm, dibandingkan jenis mata entres jarang dan sisik sebesar 31,69 dan 30,82. Hal ini diduga dipengaruhi sifat genetik dari batang atas dan adanya kesesuaian dengan batang bawah. D. Luas daun. Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap luas daun sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5. Pengaruh pengunaan jenis mata dan jenis klon terhadap luas daun (cm 2 ) Jenis Mata Jenis Klon Rata rata PB 260 PR 261 Mata sisik 3,70 3,03 3,37 Mata Rapat 3,40 4,50 3,45 Mata Jarang 3,63 3,80 3,72 Rata- rata 3,58 3,78 Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %. Dari Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan penggunaan jenis mata entres terhadap luas daun berkisar antara 3,03 4,50 cm 2. Dimana rata rata daun terluas terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 3,72 cm 2, dibandingkan dengan jenis mata enres rapat dan sisik yang masing masing sebesar 3,45 cm 2 dan 3,37 cm 2. Sedangkan berdasarkan pengunaan klon daun terluas terdapat pada klon PR 261 sebesar 3,78 cm 2 dibandingkan dengan klon PB 260 seluas 3,58 cm 2. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 21

22 E. Perkembangan Diameter Benih Hasil Okulasi Hasil analisis ragam interaksi pengunaan entres dan klon terjadi pada umur hari setelah tanam EIK1 E2K1 E3K1 0 Gambar 3. Perkembangan diameter tunas benih karet dengan mata entres yang berbeda pada umur klon PB 260. Dari gambar grafik 3 dapat diketahui bahwa perkembangan diameter tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 1,80 mm dibandingkan dengan jenis mata sisik dan rapat yang masing masing sebesar 1,67 mm dan 1,37 mm EIK2 E2K2 E3K Gambar 4. Perkembangan diameter tunas benih karet dengan mata entres yang berbeda pada umur klon PR 261.

23 Dari gambar grafik 4 di atas dapat diketahui bahwa perkembangan diameter tertinggi pada umur 31 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres rapat yaitu 1,77 mm dibandingkan jenis mata entres jarang dan sisik, masing masing sebesar 1,73 mm dan 1,55 mm. Berdasarkan hasil analisis ragam interkasi pengunaan jenis mata entres dengan klon berbeda nyata terhadap diameter tunas hasil okulasi pada akhir penelitian, perbedaan masing masing perlakuan pada umur 87 hari setelah tanam dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 6. Pengaruh pengunaan jenis mata dan jenis klon terhadap diameter tunas umur 87 hari setelah tanam (mm) Jenis Mata Jenis Klon Rata rata PB 260 PR 261 Mata sisik 2,49ab 2,38ab 2,44 Mata Rapat 2,32a 2,54ab 2,43 Mata Jarang 2,37ab 2,60 c 2,49 Rata- rata 2,39 2,51 Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %. Dari Tabel 6 di atas dapat diketahui rata rata diameter terbesar pada umur 87 hari setelah tanam terjadi pada jenis mata entres jarang sebesar 2,49 mm, dibandingkan jenis mata entres sisik dan jarang sebesar 2,44 mm dan 2,43 mm. Hal ini diduga dipengaruhi sifat genetic dari batang atas dan adanya kesesuaian dengan batang bawah. F. Bobot Kering Tunas Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap bobot kering tunas sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7 berikut : Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 23

24 Tabel 7. Pengaruh pengunaan jenis mata entres dan asal klon terhadap berat kering tunas (g) Jenis Mata Jenis Klon Rata rata PB 260 PR 261 Mata sisik 5,95 7,32 6,64 Mata Rapat 5,22 10,51 7,87 Mata Jarang 7,86 7,64 7,75 Rata- rata 6,34 8,48 Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %. Dari Tabel 7 di atas bahwa pengunaan jenis mata entres rapat menghasilkan rata rata berat kering tunas tertinggi yaitu 7,87 g, dibandingkan dengan pengunaan jenis mata entres jarang dan sisik yang masing masing 7,75 g dan 6,64 g. Berdasarkan pengunaan klon rata rata berat kering tunas tertinggi terjadi pada klon PR 261 seberat 8,48 g dan terendah pada klon PB 260. Besar kecilnya tunas benih tanaman karet dipengaruhi oleh batang bawah merespon unsure hara dalam tanah, kesesuaian dengan batang atas (entres) dan jenis klon. G. Berat Kering Akar. Berdasarkan hasil analisis ragam pengunaan jenis mata entres tidak berbeda nyata terhadap berat kering akar sampai pada akhir pengamatan, perbedaan masing masing perlakuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 8. Pengaruh pengunaan jenis mata entres dan asal klon terhadap berat kering akar (g) Jenis Mata Jenis Klon Rata rata PB 260 PR 261 Mata sisik 0,92 0,87 0,89 Mata Rapat 0,92 1,08 1,00 Mata Jarang 1,05 1,36 1,21 Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 24

25 Rata- rata 0,96 1,10 Keterangan : Angka-angka yang ada pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5 %. Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa pengunaan jenis mata entres jarang menghasilkan rata rata berat kering terberat yaitu 1,21 g, dibandingkan dengan pengunaan jenis mata entres rapat dan jarang yaitu masing masing 1,00 g dan 0,89 g. Sedangkan bila di lihat dari pengunaan jenis klon yang menghasilkan rata rata berat kering tertinggi pada klon PR 261 seberat 1,10 g dan berat kering terendah terjadi pada klon PB 260 seberat 0,96 g. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 25

26 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Semua jenis mata entres (Jarang, rapat dan sisik) dapat digunakan. 2. Okulasi menggunaan jenis mata entres sisik dan jarang memberi persentase tumbuh yang lebih baik dibanding entres rapat. 3. Secara umum PR 261 menghasilkan tinggi tunas yang lebih baik dibandingkan klon PB 260. B. Saran Terkait penyediaan benih, klon PR 261 dan entres sisik dapat dianjurkan untuk digunakan karena menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 26

27 DAFTAR PUSTAKA Amypalupy, K Pengaruh Pengunaan Mulsa dan Periode Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet Dalam kantong Palstik. Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. Sumatera Selatan. Amypalupy, K Pengaruh Tinggi dan Pemotongan Batang Bawah Pada system Pencabutan Dengan Mengunakan Dongkrak Bibit Terhadap Pertumbuhan Bibit Karet Dalam polybag. Pusat Penelitian Perkebunan Sembawa. Sumatera Selatan. Amypalupy. K, Pembuatan Bahan Tanam Dalam Sapta Bina Usaha Tani Karet Rakyat. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa. Sumatera Selatan. Boerhendy, Kuswandi dan Amypalupy, Polybag Mini Untuk Mendukung Pengembangan Karet Rakyat. Pusat Penelitian Perkebunan Sembawa. Sumatera Selatan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Statistik Perkebunan Indonesia Tahun Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Jakarta. Dinas Perkebunan, Statistik Perkebunan Provinsi Jambi tahun Dinas Perkebunan Jambi. Hadi dan Anwar, Dukungan Pusat Penelitian Karet Dalam Penyediaan Benih Karet. Warta Perkareta. 25(1):1-12. Nazaruddin dan F.B.Paimin, Karet Budidaya dan Pengolahan StrategiPemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. Pukesmawati.E.S Respon Bibit Tanaman Karet (Hevea brasilliensis Mull Arg) di Polybag Terhadap Pemberian Kinetin. Tesis Universitas Andalas Padang Setiawan, D. H dan A. Andoko Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka. Jakarta. Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 27

28 Lampiran 1. Denah Penempatan Satuan Percobaan di Lapangan menurut Faktor dalam Rancangan Acak Lengkap. E2K2(I) E1K1(II) E1K2(I) E3K1(II) E3K2(I) E2K1(II) E1K1(I) E2K2(II) E3K1(I) E2K1(III) E1K2(III) E1K1(III) E3K2(III) E3K1 (III) E2K2(I) E1K2(II) E2K1 (I) E3K2(II) Keterangan : E1K E3K2 : Interaksi dengan asal entres I, II, III : Ulangan E : Jenis mata entres K : Jenis klon asal mata entres Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 28

29 Lampiran 2. Skema populasi tanaman dalam satu unit percobaan cm Keterangan : 1-6 : Bibit stum mata tidur tanaman karet 1, 3 dan 5 : Sampel untuk pengukuran variabel yang diamati Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 29

30 Lampiran 3. Dekripsi Klon Karet Prang Besar (PB) 260 Nama Klon : PB 260 Silsilah Asal Batang Kulit batang Mata Payung Daun jarak Tangkai daun : Persilangan PB5/51 X PB49 : Prang Besar, Malaysia : Jagur, Tegak lurus, Bentuk lingkar silendris : Coklat tua, corak alur sempit, putus-putus : Rata,bekas pangkal tangkai kecil agak menonjol : Mendatar, ukuran lurus, kerapatan sedang-agak tertutup, Antar payung dekat - sedang : Mendatar, bentuk lurus, ukuran agak sedang besar, panjang Sedang agak panjang, bentuk kaki rata-rata menonjol Anak tangkai : Posisi mendatar, bentuk lurus, ukuran besar sedang, ukuran Panjang sedang, sudut anak tangkai sempit Helaian daun : Warna hijau muda-hijau, kilauan kusam, bentuk oval, tepi daun agak bergelombang, penampang memanjang lurus, penampang melintang rata-rata cekung, letak helaian daun terpisah bersinggungan Warna lateks Ciri-ciri Khusus : Putih : Bentuk cemara, tidak perlu inisiasi percabangan Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 30

31 Lampiran 4. Deskripsi klon karet Proefstation voor Rubber (PR) 261 Nama Klon : PR 261 Silsilah : Asal Batang Kulit Batang Mata Payung Daun Tangkai Daun agak : India : Sedang, tegak lurus, silendris agak pipih : Alur sempit, coklat tua, hitam dan sedikit halus : Menonjol, rata sedang, agak menonjol : Busur, 1/5 lingkaran, sedang, terbuka, dekat dan sedang : Mendatar, agak keatas, lurus, sedang, panjang dan rata Berlekuk Anak Tangkai : Lurus, sedang dan Sempit sedang ( 50 o ) Helaian Daun : Warna Hijau, Kilauan Kusam,Bentuk Agak Oval,Pinggiran : Rata Agak bergelombang Penampang,memanjang Lurus : Penampang melintang Rata, Letak helaian daun Terpisah : Simetris daun pinggir tidak simetris, Ukuran daun 2,4 cm, Ekor daun Pendek Warna Lateks : Putih kekuningan Kajiwidya Okulasi Karet Lindung 31

32 Persiapan Pengkajian/Okulasi benih Karet (Dokumentasi Kajiwidya) Entres Rapat Batang bawah Batang atas/entres Entres Jarang Entres Sisik

33 KONDISI BATANG ATAS DAN BAWAH YANG BAIK DI OKULASI PROSES OKULASI DAN PENCABUTAN

34 STUM MATA TIDUR/BAHAN PENGKAJIAN

35 PELAKSANAAN PENGKAJIAN

36 HASIL PENGKAJIAN

PENGAMATAN PERKEMBANGAN BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) KLON PB 260 DENGAN INTERVAL PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA

PENGAMATAN PERKEMBANGAN BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) KLON PB 260 DENGAN INTERVAL PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA PENGAMATAN PERKEMBANGAN BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) KLON PB 260 DENGAN INTERVAL PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA Oleh SYUKUR, SP, MP NIP. 19720401 200604 1 019 BALAI PELATIHAN PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN OKULASI BENIH KARET. (Hevea brasiliensis Muell. Arg) DENGAN PERBEDAAN MATA TUNAS (ENTRES) DAN KLON. Tesis

KAJIAN OKULASI BENIH KARET. (Hevea brasiliensis Muell. Arg) DENGAN PERBEDAAN MATA TUNAS (ENTRES) DAN KLON. Tesis KAJIAN OKULASI BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) DENGAN PERBEDAAN MATA TUNAS (ENTRES) DAN KLON Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Magister Pertanian Pada Program

Lebih terperinci

KAJIAN OKULASI BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) DENGAN PERBEDAAN MATA TUNAS (ENTRES) DAN KLON

KAJIAN OKULASI BENIH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) DENGAN PERBEDAAN MATA TUNAS (ENTRES) DAN KLON KAJIAN OKULASI BENIH KARET (Hevea brasilieis Muell. Arg) DENGAN PERBEDAAN MATA TUNAS (ENTRES) DAN KLON Oleh Syukur Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2013 1 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Karet Dalam ilmu tumbuhan, tanaman karet di klasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Family Genus 2.1.2 Morfologi Spesies : Plantae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasilensis Muell) adalah komoditas utama dalam bidang perkebunan yang merupakan produksi non migas dan menjadi sumber devisa negara yang cukup

Lebih terperinci

Penyiapan Bahan Tanam Tanaman Karet

Penyiapan Bahan Tanam Tanaman Karet Penyiapan Bahan Tanam Tanaman Karet Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi Penyiapan bahan tanam dilakukan setelah okulasi dinyatakan berhasil, bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Class :

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Class : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Karet Berdasarkan (Budiman, 2012), sistematika tanaman karet, diuraikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Class : Dicotyledoneae; Ordo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman karet Pohon karet pertama kali tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara,dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar

III. METODE PENELITIAN. Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari permukaan laut, topografi datar III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pergajahan Kahan, Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai dengan ketinggian tempat kira-kira 14 m dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tentang Benih Pada Tanaman Karet Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagian tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah dan Diameter Pembuluh Lateks Klon BPM 1 dan PB 260 KLON Jumlah Pembuluh Lateks Diameter Pembuluh Lateks 22.00 22.19 24.00 24.09 20.00 20.29 7.00 27.76 9.00 24.13 5.00 25.94 8.00 28.00

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Tanaman karet berasal dari negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Jauh sebelum tanaman karet ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Steenis, et. al, (1967) sistematika tanaman karet adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Steenis, et. al, (1967) sistematika tanaman karet adalah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Berdasarkan Steenis, et. al, (1967) sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut; Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Class: Dicotyledonae;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I.MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari 2014. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

BISNIS BUDIDAYA KARET

BISNIS BUDIDAYA KARET BISNIS BUDIDAYA KARET TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut: Syarat tumbuh tanaman karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan peremajaan, dan penanaman ulang. Namun, petani lebih tertarik BAB II TUJUAN BAB I PENDAHULUAN Beberapa program terkait pengembangan perkebunan kakao yang dicanangkan pemerintah adalah peremajaan perkebunan kakao yaitu dengan merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua, karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

KORELASI BOBOT BENIH DENGAN KEJAGURAN BIBIT BATANG BAWAH KARET (Hevea brasilliensis Muell.-Arg.)

KORELASI BOBOT BENIH DENGAN KEJAGURAN BIBIT BATANG BAWAH KARET (Hevea brasilliensis Muell.-Arg.) Vegetalika Vol.2 No.2, 2013 : 31-39 KORELASI BOBOT BENIH DENGAN KEJAGURAN BIBIT BATANG BAWAH KARET (Hevea brasilliensis Muell.-Arg.) THE CORRELATION OF SEED WEIGHT WITH ROOTSTOCK VIGOROUS IN RUBBER (Hevea

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung dan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan

I. BAHAN DAN METODE. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan I. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini bertempat di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jl. H. R. Soebrantas KM. 15 Panam,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2012 dilaksanakan di Kebun Kelompok Wanita Tani Ilomata Desa Huntu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut selama 5 bulan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

Seleksi Biji untuk Batang Bawah Tanaman Karet Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

Seleksi Biji untuk Batang Bawah Tanaman Karet Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi Seleksi Biji untuk Batang Bawah Tanaman Karet Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi Yang dimaksud dengan bahan tanaman karet adalah biji karet (calon

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 9 II. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Desember 2015 yang bertempat di di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5 o 22 10 LS dan 105 o 14 38 BT dengan ketinggian

Lebih terperinci

Teknologi Pembibitan Karet Klon Unggul

Teknologi Pembibitan Karet Klon Unggul ISBN : 978-602-1276-03-7 Teknologi Pembibitan Karet Klon Unggul MENDUKUNG PROGRAM m-p3mi DI PROVINSI JAMBI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) JAMBI BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III.TATA CARA PENELITIAN

III.TATA CARA PENELITIAN III.TATA CARA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai bulan Maret 2016 di Green House dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada periode Juli 2015 sampai dengan Februari 2016. Bertempat di screen house B, rumah kaca B dan laboratorium ekologi dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di Green House Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Teknik Sumber Daya Air

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Penyimpanan dan Diameter Stum Mata Tidur terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Pengaruh Lama Penyimpanan dan Diameter Stum Mata Tidur terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Pengaruh Lama Penyimpanan dan Diameter Stum Mata Tidur terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) The Influence of Storage Period and Diameter Stump on Stump Rubber Growth (Hevea

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini bertempat dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jl. H. R. Soebrantas KM. 15

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang bertempat di Lapangan (Green House) dan Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jl. Kolam No.1 Medan Estate Kecamatan Medan Percut

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini bertempat dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini bertempat dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini bertempat dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Pertenakan UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang sesuai dengan bentuk daunnya yang meruncing dan memanjang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Tanaman Teh Klasifikasi tanaman teh yang dikutip dari Nazaruddin dan Paimin (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei

III. MATERI DAN METODE. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8

MATERI DAN METODE. = 0 minggu = 1 minggu = 2 minggu = 3 minggu = 4 minggu = 5 minggu = 6 minggu = 7 minggu = 8 minggu P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 yang bertempat di Greenhouse Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

Oleh : Ulfah J. Siregar

Oleh : Ulfah J. Siregar 11 MODULE PELATIHAN BUDIDAYA TANAMAN KARET Oleh : Ulfah J. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sampai sekarang ini semakin meningkat, baik dari segi pengembangan maupun permintaan pasar.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11).

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11). II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta di Jumantono, Karanganyar. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan. Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan 1717 III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini jenis penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA. Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI SAMBUNG SAMPING UNTUK REHABILITASI TANAMAN KAKAO DEWASA Oleh: Irwanto BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanaman kakao lindak di Indonesia hampir seluruhnya menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea dan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu 1.2. Bahan dan Alat 1.3. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu 1.2. Bahan dan Alat 1.3. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan dilahan percobaanfakultaspertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,Jl.H.R. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor, pada bulan Januari sampai April 2008. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 220 m di

Lebih terperinci

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha

Chart Title. Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha Chart Title Indonesia 3.5 ha Thailand 2 ha Malaysia 1.5 ha Data statistic Ditjen perkebunan tahun 2007, hanya 9 dari 33 propinsi yang tidak ditemukan pohon karet yaitu : DKI-Jakarta, Nusa Tenggara Barat,

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Karet, Peremajaan dan Penanaman Baru Perbanyakan Bahan Tanam melalui Okulasi

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Karet, Peremajaan dan Penanaman Baru Perbanyakan Bahan Tanam melalui Okulasi 17 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Karet, Peremajaan dan Penanaman Baru Program pengembangan karet melalui peremajaan atau penanaman baru bila berjalan baik diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian tentang identifikasi klon karet unggul tingkat petani

III. MATERI DAN METODE. Penelitian tentang identifikasi klon karet unggul tingkat petani III. MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang identifikasi klon karet unggul tingkat petani dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2013. Pemilihan tempat penelitian berdasarkan

Lebih terperinci

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet) Karet memiliki peranan sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Komoditas ini merupakan salah satu penghasil devisa utama dari sektor perkebunan dengan nilai ekspor sekitar US$ 11.8 milyar pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci