STUDIGEOLOGI DI TAPAK POTENSIAL UNTUK INSTALASI DESALINASI NUKLIR DAERAH BADDURill DAN SEKITARNYA, PAMEKASAN, MADURA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDIGEOLOGI DI TAPAK POTENSIAL UNTUK INSTALASI DESALINASI NUKLIR DAERAH BADDURill DAN SEKITARNYA, PAMEKASAN, MADURA"

Transkripsi

1 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN STUDIGEOLOGI DI TAPAK POTENSIAL UNTUK INSTALASI DESALINASI NUKLIR DAERAH BADDURill DAN SEKITARNYA, PAMEKASAN, MADURA (P2BGGNIEKS/P /01/2004) Oleh: Ngadenin, Lilik Subianatoro, P. Widito, Kumia S.W, Agus Sutriyono ABSTRAK STUDI GEOLOGI DI TAPAK POTENSIAL UNTUK INSTALASI DESALINASI NUKLIR DAERAH BADDURlli DAN SEKITARNYA, PAMEKASAN, MADURA. Tapak potensial daerah Baddurih, Pamekasan merupakan salah satu dari 22 tapak potensial untuk instalasi desalinasi nuklir di pulau Madura karena terletak di sekitar ladang garam dan dekat dengan jaringan listrik utama Jawa - Madura. Penentuan ke 22 tapak potensial di seluruh pulau Madura pada penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan keberadaan sesar aktif sedangkan menurut peraturan IAEA, di negara kepulauan seperti Indonesia sesar aktif merupakan faktor penolak utama dalam pemilihan tapak. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi geologi dan mengetahui karakteristik tektonik termasuk sesar aktif di tapak potensial daerah Baddurih pada khususnya dan Pamekasan bagian selatan pada umumnya. Metoda yang digunakan adalah dengan interpretasi foto udara dan pemetaan geologi berskala 1 : Litologi Pamekasan selatan terdiri dari Satuan Batupasir Satu, Satuan Batugamping Satu, Satuan Batugamping Dua dan Satuan Batupasir Dua serta Aluvium. Struktur geologinya terdiri dan antiklin dengan sumbu simetri berarah barat-timur dan sesar mendatar sinistral berarah NNE-SSW serta sesar-sesar normal berarah NE-SW. Litologi di tapak potensial daerah Baddurih terdiri dari endapan Aluvium dan batugamping terumbu anggota dari Satuan Batupasir Dua. Baik di lokasi tapak potensial daerah Baddurih maupun daerah Pamekasan selatan tidak dijumpai adanya indikasi adanya sesar aktif sehingga tapak potensial daerah Baddurih disimpulkan bebas dari gangguan tektonik. Kata Kunci : Geologi, sesar aktif, tapak potensial Baddurih, Madura ABSTRACT GEOLOGICAL STUDY ON THE POTENTIAL SITE FOR THE INSTALLATION OF NUCLEAR DESALINATION BADDURm AREA AND ITS SURROUNDINGS, PAMEKASAN, MADURA. Potential site of Baddurih area represents one of the 22 potential sites for the installation of nuclear desalination in Madura island because located around salt industry and close to primary electrics transmission of Java Madura. Determination of 22 potential sites of the whole Madura island from previous research did not consider the active fault existence yet while according to the laea regulation in archipelagic country like Indonesia, active fault existence is main rejection factor in the site selection of nuclear desalination plant. This research aims to obtain the 316 PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLffi-BATAN

2 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN geological information and to know the characteristic of tectonic including active fault in the potential site of Baddurih area especially and in the area of south Pamekasan generally. Method used is the interpretation of the air photograph and geological mapping 1 : on the scale. Lithology of south Pamekasan area consists of unit of Sandstone One, Limestone One, Limestone Two and Sandstone Two as well as Alluvium. Geological structure consists of anticline with W - E in direction of axe and NNE - SSW sinistral fault as well as NE - SW normal faults. Lithology of Baddurih area consists of alluvium and limestone member from unit of Sandstone Two. Either in the Baddurih area and also area of south Pamekasan the indication of active fault existence is not found so that Baddurih area potential site concluded as free from tectonic hazard. Key word: Geology, active fault. Baddurih potensial site, Madura. PUSA T PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BA TAN 317

3 [(UMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil studi ekonomi terhadap kebutuhan air bersih dan tenaga listrik masyarakat di pulau Madura dan sejalan dengan kemajuan industri di tempat tersebut, maka diperkirakan pada tahun 2016 sumber air alami dari pulau Madura dan sumber tenaga listrik yang ada yaitujaringan Jawa - Madura - Bali sudah tidak mencukupi lagi [1]. Untuk menanggulangi kekurangan air bersih dan tenaga listrik serta guna meningkatkan produksi garam di pulau Madura yang terkenal sebagai penghasil garam nasional, yang paling cocok adalah desalinasi air laut menjadi air tawar menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang akan menghasi!kan air tawar, tenaga listrik dan lumpur bersalinitas tinggi sebagai bahan baku pembuat garam [2]. Hasil studi tapak untuk instalasi desalinasi nuklir di pulau Madura telah mendapatkan 22 lokasi tapak potensial yang terletak di sepanjang pantai pulau Madura. Tapak potensial Baddurih (Md. 15) yang terletak di pantai selatan Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu tapak potensial altematif yang cukup strategis karena lokasinya terletak di sekitar ladang garam dan tidak terlalujauh dari jaringan listrik utanla Jawa - Madura - Bali [3] (Gambar I). Guna menunjang rencana pembangunan instalasi desalinasi nuklir di Madura, diperlukan tapak yang stabil secara geologi dalam jangka panjang. Kestabilan geologi jangka panjang di negara busur kepulauan sepcrti Indonesia dipengaruhi terutama oleh keberadaan sesar aktif dan aktivitas gunung berapi. Data geologi yang ada memperlihatkan bahwa sejak jaman Tersier Akhir (sekitar 7 juta tahun lalu) dimana pulau Madura terbentuk hingga saat ini tidak memperlihatkan adanya kegiatan gunung api, sedangkan sesar aktifkemungkinan dapat terjadi di pulau ini [4,5,6]. Pada tahun 1949 di sekitar Sampang, Madura pernah terjadi gempa bumi tektonik berkekuatan 5 skala Ritcher dengan pusat gempa di darat [7]. Terjadinya gempa bumi tektonik dengan pusat 31& PUSA T PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR BA T AN

4 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELlTIAN TAHUN 2004 ISBN gempa di darat kemungkinan berhubungan dengan keberadaan sesar aktif di pulau Madura. Agar lokasi tapak aman dari pengaruh sesar aktif, maka diperlukan suatu penelitian yang mengarah untuk mengetahui keberadaan sesar aktif. Sesar aktif adalah sesar yang terjadi pada tahun lalu atau lebih muda dan kemungkinan besar akan aktif kembali [8]. Bila dikorelasikan dengan skala waktu geologi maka sesar aktif adalah sesar yang tcrjadi pada Kala Holosen. Sesar aktif merupakan salah satu faktor penolak utama dalam pemilihan calon tapak oleh karena itu tapak harns jauh atau bebas dari sesar aktif [8]. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi geologi dan mengetahui karakteristik tektonik termasuk sesar aktif di tapak potensial daerah Baddurih pada khususnya dan Pamekasan bagian selatan pada umumnya dalam rangka pemilihan tapak terbaik untuk instalasi desalinasi nuklir di pulau Madura. TAT A KERJA Peralatan Kerja Peralatan kerja dalam penelitian ini terdiri dari peralatan pemetaan geologi seperti palu, kompas, kaca pembesar, komparator butir, GPS (Global Positioning System), kamera dan alat interpretasi foto udara yaitu stereoskup. PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGJ NUKLIR-BATAN 319

5 KETERANGAN Gmnbar 1. Peta Lokasi Tapak Potensial untuk Instalasi Desalinasi Nuklir di PulaJvIadura IMd.~221 Tapak Pot en sial U -<>-... I j N QO...,.... rj, 0'1 I r-- = km 0 L A lj T JAVVA

6 KUMP(]LAN LAPORAN BASIL PENELITIAN TABUN 2004 ISBN Metoda Kerja Metoda yang dilakukan adalah sebagai berikut : Interpretasi foto udara berskala 1 : yang mencakup area seluruh Pamekasan bagian selatan guna memperoleh draft peta penyebaran litologi dan kelurusan morfostruktural. Dengan draft peta ini yang dikombinasikan dengan peta geologi regional, maka akan diketahui lokasi-iokasi yang memungkinkan terdapat sesar aktif yang selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan pengecekan dan pendataan lapangan yaitu dengan pemetaan geologi dan struktur geologi. Pemetaan geologi dan struktur geologi berskala 1 : dengan peta dasar peta topografi berskala 1 : dikombinasi dengan draft peta kelurusan morfostruktural dan penyebaran litologi hasil interpretasi foto udara bersekala 1 : Pemetaan dilakukan dengan pengamatan singkapan sepanjang lintasan sungai dan jalan baik jalan raya, jalan kampung maupun jalan setapak dengan penekanan pada pendataan mikro tektonik di lokasi-iokasi yang berpotensi terdapat sesar aktif. Hasil yang diperoleh adalah berupa peta geologi dan karakteristik tektonik daerah penelitian. HASIL Gcologi Pamekasan Selatan Pembahasan geologi Pameksan selatan meliputi morfologi, litologi dan struktur geologi. Morfolol!J Berdasarkan keadaan bentang alam yang dapat diamati di lapangan dan dikombinasi dengan hasil interpretasi peta topografi, wilayah Pamekasan selatan dapat dibedakan menjadi 3 satuan morfologi yaitu dataran rendah, perbukitan bergelombang dan perbukitan terjal (Gambar 2) : PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BATAN 321

7 KUMPULAN LAPORAN HAS!L PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN Dataran Rendah Daerah yang mempunyai kelerengan topografi datar hingga landai dengan ketinggian berkisar antara 0-50 meter di atas muka laut. Satuan ini dibentuk oleh endapan aluvium, batuan dengan pelapukan tinggi dan batuan yang lunak, menempati bagian selatan daerah penelitian dan dijadikan sebagai area perkotaan, persawahan, perkebunan dan tambak garam. Perbukitan Bergelombang Daerah yang mempunyai kelerengan topografi landai hingga sedang dengan ketinggian berkisar antara meter di atas muka laut. Satuan morfologi ini dibentuk oleh perselingan batugamping yang bersifat keras dan batupasir lempungan, batulempung dan batulempung gampingan yang bersifat relatif lebih lunak, menempati bagian tengah daerah penelitian dan umumnya dipergunakan sebagai persawahan, dan perkebunan. Perbukitan Terjal Daerah yang mempunyai kelerengan topografi sedang hingga terjal dengan elevasi lebih tinggi dari 200 meter di atas muka laut. Satuan morfologi ini dibentuk oleh batuan yang relatif keras khususnya batugamping, menempati bagian utara daerah penelitian dan dipergunakan sebagai perkebunan 322 PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BATAN

8 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELlTIAN TAHUN 2004 ISBN KETERANGAI'J illiiiii!] Saluan Morfologi Dalaran Rendah ~ Saluan Morfologi Perbukilan Bergelombang ~ Satuan Morfologi Perbukitan Te~al Gambar 2. Peta Geomorfologi Pamekasan Selatan PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BATAN 323

9 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN Litologi Litologi daerah Pamekasan selatan seeara umum dapat dikelompokkan menjadi 5 satuan batuan berturut-turut dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Gambar 3): Satllan Batllpasir Satll Satuan Batupasir Satu terdiri dari batupasir bersisipan batulempung, napal dan batugamping, dengan karakteristik sebagai berikut :. Batupasir berwarna eoklat muda, berbutir halus-sedang, menyudut tanggung, terpilah sedang, agak padat, tersusun oleh kuarsa, felspar dan mineral mika, tebal meneapai 5 meter, terkadang berstruktur silang siur. Batulempung merupakan selingan bagian tenga.h dan atas satuan ini, warn a kelabu, agak kompak dan berlapis baik, mengandung oksida besi, mikaan, gipsum dan sisa tumbuhan, tebal meneapai 20 sentimeter. Napal berwarna kelabu muda dan mengandung fosil foraminifera dan moluska. Batugamping berwarna putih dan padat, pasiran dan mengandung fosil foraminifera besar, moluska dan koral, berlapis baik dengan tebal meneapai 70 sentimeter. Seeara regional Satuan Batupasir Satu ini sebanding dengan Formasi Ngrayong yang berumur Miosen Tengah. Satuan Batugamping Satu Satuan batuan ini merupakan perselingan antara batugamping dengan napal dan napal pasiran, dengan karakteristik sebagai berikut : Batugamping bersifat pasiran, berwarna kelabu dan eoklat muda, berbutir halus kasar, padat dan berlapis baik antara 5-20 em, setempat bersifat kapuran, butir pasirnya terdiri dari kalsit, kuarsa dan sedikit glaukonit. Napal bersifat sedikit pasiran, berwarna putih dan kelabu dan berlapis baik serta mengandung sedikit foraminifera. 324 PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BATAN

10 KUMPULAN LAPORAN BASIL PENELITIAN TABUN 2004 ISBN Secara regional Satuan Batugamping berumur Miosen Tengah bagian atas. Satu ini sebanding dengan Formasi Bulu yang Satuan Batugamping Batuan-batuan Dua yang menyusun satuan ini adalah batugamping terumbu, batugamping pasiran, napal dan batugamping kapuran, dengan karakteristik sebagai berikut : Batugamping terumbu benvama putih hingga coklat, padat dan pejal, masif dan terkadang kristalin, permukaannya berongga dan tajam-tajam, pelapukannya berwama merah serta setempat bersifat dolomitan. Batugamping pasiran berwama kelabu, berbutir halus-sedang, ringan dan dapat diremas dengan tebal 25 senti meter. Napal berwama kelabu muda, berlapis dengan tebal lapisan 5 sentimeter, mengandung foraminifera plankton. Batugamping kapuran merupakan bagian bawah dari satuan ini, wama putih hingga kuning kecoklatan, dibentuk oleh mineral kalsit berbutir halus dan sebagian gembur, tidak memperlihatkan perlapisan. berumur Secara regional Satuan Batugamping Miosen Akhir - Pliosen. Dua ini sebanding dengan Formasi Madura yang Satuan Batupasir Dua Batuan-batuan yang menyusun satuan ini adalah batupasir, batulempung, konglomerat dan batugamping, dengan karakteristik sebagai berikut : Batupasir berwama kecoklatan, ukuran butir halus - sedang, kurang kompak hingga agak padat, menganduing kuarsa dan batuan karbonat serta sisipan fosil tumbuhan. Batulempung berwarna putih hingga kehijauan, agak kompak dan setempat mengandung fosil moluska, berlapis baik dengan tebal mencapai sekitar satu meter, setempat dijumpai gipsum sekunder berbentuk lempengan satu sentimeter. dan serabut meniang dengan panjang PUSA T PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BA T AN 325

11 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN Konglomerat bersifat padat hingga kurang padat dan setempat lepas, wama kecoklatan dengan komponen batugamping, batupasir, oksida besi dan kuarsa, massa dasar terdiri dari batupasir kasar tufaan. Pada batuan ini ditemukan struktur silang siur. Konglomerat ini terletak di bagian atas satuan ini. Batugamping terumbu bervvarna putih hingga coklat, pelapukannya berwama merah, padat dan pejal, masif, permukaannya berongga dan tajam-tajam. Secara regional Satuan Batupasir Dua ini sebanding dengan Formasi Pamekasan yang berumur Plistosen. Aluvium Aluvium merupakan campuran material endapan yang berukuran pasir, lempung, lumpur, kerikil, kerakal yang merupakan hasil endapan sungai, pantai dan rawa. Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di wilayah Pamekasan selatan merupakan bagian dari struktur geologi umum pulau Madura yang memanjang arah barat - timur. Struktur geologi terse but adalah struktur perlipatan yang terpotong oleh sistem frakturasi. Perlipatan yang berkembang di Pamekasan selatan adalah antiklin, merupakan lipatan lemah simetri bersumbu barat - timur dengan kemiringan lapisan sayap utara dan selatan hampir sarna yakni 15-20, secara regional antiklin ini termasuk Antiklin Kertagena (Gambar 3). Sedang frakturasi terdiri dari fraktur yang terbentuk bersamaan dengan perlipatan (diaklas) dan fraktur yang terbentuk setelah perlipatan yang dibeberapa tempat berkembang menjadi sesar. Oiaklas yang berkembang adalah diaklas transversal, longitudinal dan diagonal. Diaklas-diaklas tersebut dijumpai di Satuan Batupasir Satu (Gambar 4), sedangkan sesar yang berkembang adalah sesar mendatar sinistral berarah utara timur laut - selatan barat daya (Gambar 3 dan 5) dan sesar-sesar normal berarah timur laut - barat daya (gan1bar 3 dan 6). 326 PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BATAN

12 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN Sesar-sesar tersebut hanya dijumpai di Satuan Batupasir Satu Satuan Batugamping Satu, Satuan Batugamping Dua. Secara regional satuan-satuan batuan tersebut berumur Tersier. Di batuan-batuan berumur Kuarter tidak dijumpai adanya indikasi frakturasi. o u I 2 km t------i {) 14' 113 " 'J28' 113 ' 34 PENAMPANG GEOLOGI o.!..juvium IBI'SI~ Satuan Salupasir Dua 111(:/'.'1 Satuan Batugampm9 D'H _-tj: --- S'::5ar mi;'ndatar sir.istml -r-.. J'.JIUS oan k~nliri"::'cln lapi::ct!i--+- SumblJ antiklin ::0 - SE;saf ncrm<11. n::: nalk. t = turuo Gambar 3. Peta Geologi Pamekasan Selatan PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BATAN 327

13 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN w s Gambar 4. Stereogram Sistem Perlipatan dan Diaklas Penyertanya N w E s Gambar 5. Stereogram Sistem Sesar Mendatar Utara Timurlaut (NNE) Selatan Baratdaya (SSW) 328 PUSAT PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BATAN

14 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2004 ISBN N w E 5 Gambar 6. Stereogram Sistem Sesar Normal Baratdaya (SW) - Timurlaut (NE) PEMBAHASAN Berdasar hasil pemetaan geologi, terlihat bahwa litologi di daerah Baddurih terdiri dari endapan aluvium dan batugamping Satuan Batupasir Dua. terumbu yang merupakan bagian atau anggota dari Hasil pemetaan struktur geologi di sekitar lokasi tapak potensial daerah Baddurih memperlihatkan bahwa tidak terdapat indikasi batuan terpengaruh oleh pergerakan tektonik sebagai salah satu indikator kemungkinan terdapatnya sesar aktif. Memang di beberapa temp at pada Satuan Batupasir Dua dijumpai kemiringan lapisan, tetapi kemiringan perlapisan yang dijumpai di satuan ini bukan sebagai indikasi aktivitas tektonik yaitu pengaruh gaya tekan yang menyebabkan batuan terlipat. Data kemiringan lapisan tersebut cenderung sebagai kemiringan awal di bagian tepi cekungan pada saat batuan sedimen diendapkan (initial dip). Hal ini didukung oleh tidak dijumpainya sistem diaklas pada satuan batuan tersebut. Secara umum terbentuknya lipatan dibarengi dengan terbentuknya diaklas baik diaklas diagonal, longitudinal maupun transversal karena merupakan sebuah sistem [9]. PUSA T PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BA T AN 329

15 KUMPULAN LAPORAN BASIL PENELITIAN TABUN 2004 ISBN Indikasi tektonik berupa perlipatan dan penyesaran hanya dijumpai di batuan-batuan berumur Tersier seperti di Satuan Batupasir Satu, Satuan Batugamping Satu, dan Satuan Batugamping Dua yang kesemuanya terletak di luar lokasi tapak potensial daerah Baddurih. Indikasi tektonik berupa sistem perlipatan dijumpai di Satuan Batupasir Satu yang dicirikan oleh kemiringan perlapisan dan diaklas yang menyertainya (Gambar 4). Sedangkan indikasi tektonik lainnya yaitu berupa sesar dijumpai di Satuan Batupasir Satu, Satuan Batugamping Satu dan Satuan Batugamping Dua. Sesar-sesar tersebut adalah sesar mendatar sinistral berarah utara timur laut - selatan barat daya dan sesar- sesar nolmal timur laut - barat daya. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan tidak terdapat indikasi bahwa sesar-sesar tersebut sebagai sesar aktif. Data struktur geologi di lapangan menunjukkan bahwa di lokasi tapak potensial daerah Baddurih (Md. 15) terbebas dari keberadaan sesar aktif sedangkan litologinya berupa batugamping terumbu. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Litologi daerah Pamekasan selatan terdiri dari Satuan Batupasir Satu, Satuan Batugamping Satu, Satuan Batugamping Dua dan Satuan Batupasir Dua serta Aluvium. Struktur geologinya terdiri dari antiklin dengan sumbu simetri berarah barat-timur dan sesar mendatar sinistral berarah utara timurlaut - selatan baratdaya serta sesar-sesar normal berarah timurlaut - baratdaya. Litologi di tapak potensial daerah Baddurih terdiri dari endapan Aluvium dan batugamping terumbu anggota dari Satuan Batupasir Dua. 2. Baik di lokasi tapak potensial daerah Baddurih maupun daerah Pamekasan selatan tidak dijumpai adanya indikasi adanya sesar aktif sehingga tapak potensial daerah Baddurih dianggap bebas dari gangguan tektonik. 3. Oleh karena litologi di lokasi tapak potensial daerah Baddurih berupa batugamping terumbu, maka sebelum memilih calon tapak terbaik dari beberapa tapak potensial di pulau Madura disarankan dilakukan penyelidikan hidrogeologi yang lebih mendalam di sekitar daerah Baddurih. 330 PUSA T PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BA TAN

16 KUMPULAN LAPORAN HASIL PENELITlAN TAHUN 2004 ISBN DAFTAR PUS TAKA 1. MURSID JOKOLELONO, " Penilaian Ekonomi Pabrik Listrik dan air Bersih bagi Madura" Laporan internal BATAN, Jakarta, BAT AN, IAEA, KAERI, "Preliminary Economic Feasibility Study of Nuclear Desalination in Maduira Island Indonesia", Vienna, Austria, 2004 (tidak dipublikasikan). 3. SOEPRAPTO TJOKROKARDONO, " Preliminary Study for NPP Site in Madura", Workshop on Site Selection and Seismotectonics, Jakarta, LB. SUPANJONO, K. HASAN, H. PANGGABEAN, D. SATRIA, SUKARDI; "Geologi lembar Surabaya & Sapulu", Jawa, Skala 1 : , Puslitbang Geologi, Bandung, S. AZIZ, SUTRISNO, Y. NOY A, K. BRAT A," Geologi Lembar Tanjungbumi dan Pamekasan, Jawa, Skala 1 : ", Puslitbang Geologi, Bandung, R.L. SITUMORANG, D.A. AGUSTIANTO & M. SUP AR..\1AN, " Peta Geologi Lembar Waru - Sumenep, Jawa, Skala 1 : ", Puslitbang 1992 Geologi, Bandung, 7. SURONO," Summary of Geology, Earthquakes and Tsunami of the East - Java Province and Madura", Workshop on Site Selection and Seismotectonics, Jakarta, IAEA,"Site Survey for Nuclear Power Plant, A Safety Guide", Safety Series No.50 SG - S9, Vienna, Austria, VIALON P., RUHLAND M., GROLIER J "Elements de Tectonique Analitique", Masson, Paris, PUSA T PENGEMBANGAN GEOLOGI NUKLIR-BA T AN 331

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, Mei 2012: 1-14

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, Mei 2012: 1-14 Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 33 No. 1, Mei 2012: 1-14 PEMETAAN GEOLOGI DAN IDENTIFIKASI KEBERADAAN SESAR DI LOKASI CALON TAPAK PLTN KETAPANG DAN SEKITARNYA, MADURA Ngadenin, Lilik Subiantoro, Kurnia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 35 No. 1, Mei 2014: 29-42

Eksplorium ISSN Volume 35 No. 1, Mei 2014: 29-42 STUDI AWAL GEOLOGI DI WILAYAH KABUPATEN PAMEKASAN UNTUK MENDUKUNG PEMILIHAN CALON TAPAK INSTALASI DESALINASI NUKLIR PRELIMINARY GEOLOGICAL STUDY IN KABUPATEN PAMEKASAN AREA TO SUPPORT THE SELECTION OF

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Berdasarkan kesamaan morfologi dan tektonik, Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Timur dan Madura menjadi tujuh zona, antara lain: 1. Gunungapi Kuarter

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Pendahuluan Pulau Kalimantan berada di tenggara dari lempeng Eurasia besar. Di sebelah utara berbatasan dengan lempeng semudra Laut Cina Selatan, di timur dibatasi oleh sabuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan tahap

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH Nanda Prasetiyo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Wilayah Kabupaten Tolitoli yang terletak di Provinsi

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional Pulau Kalimantan berada di bagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci