Faktor Protektif untuk Mencapai Resiliensi pada Remaja Setelah Perceraian Orangtua

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Faktor Protektif untuk Mencapai Resiliensi pada Remaja Setelah Perceraian Orangtua"

Transkripsi

1 Faktor Protektif untuk Mencapai Resiliensi pada Remaja Setelah Perceraian Orangtua Nadia Refilia Dewi Wiwin Hendriani Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract. This study aimed to determine the protective factors to reach resilience in adolescents after parental divorce. The focus of research is how the image of protective factors can help adolescents to reach resilient condition after parental divorce. Protective factors is a factor that may increase the probability of child becoming resilient and positive transition in the adjustment and can reduce maladaptive behaviors and negative behaviors (Chen & George, 2005).Theoretical framework in this study using a protective factor belonging to McCarthy (2009) which refers to the resiliency model of Richardson (2002). Research of McCarthy (2009) result in 3 components of protective factors, namely the factors developmental, family, and community. This study used a qualitative research type intrinsic case study with thematic analysis theory driven.the study involved 4 participants consisting of 2 boys and 2 girls with a background of divorced parents and 4 significant others. Subjects I was a student (19 years), subject II is an art workers (23 years), subject III is an employee (22 years), and subject IV is an employee (21 years). These four subjects were classified as having a very high resilience measurement tool based norms CD- RISC 25 and have a different process to be resilient.the result of this study indicate that each subject in this study reached a resilient condition with protective factors that help the subject to reach resilient with different conditions. Components in protective factors interact to help the subject reach resilient condition. Based on the research results, subject II, III, and IV led to the three components of the protective factor in helping him/her become resilient, while on the subject I only bring up two of the three components of protective factors Keywords: Protective factors; Resilience; Adolescents; Parental divorce Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor protektif untuk mencapai resiliensi pada remaja setelah perceraian orangtua. Fokus penelitian adalah bagaimana gambaran faktor protektif yang dapat membantu remaja mencapai kondisi resilien setelah perceraian orangtua. Faktor protektif merupakan faktor yang dapat meningkatkan probabilitas anak mencapai resiliensi dan transisi positif dalam penyesuaian diri serta dapat menurunkan perilaku maladaptif dan perilaku negatif (Chen & George, 2005). Kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan faktor protektif milik McCarthy (2009) yang mengacu pada model resiliensi Richardson (2002). Penelitian McCarthy (2009) menghasilkan 3 komponen faktor protektif, yakni faktor perkembangan, keluarga, dan komunitas. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif studi kasus intrinsik dengan analisis tematik theory driven.penelitian ini melibatkan 4 orang partisipan yang terdiri dari 2 orang remaja laki-laki dan 2 orang remaja perempuan dengan latar belakang orangtua yang Korespondensi: Nadia Refilia Dewi nadia.refilia@gmail.com Wiwin Hendriani emal: wiwin.hendriani@psikologi.unair.ac.id Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl Airlangga 4-6 Surabaya Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 03 No. 03, Desember

2 Faktor Protektif untuk Mencapai Resiliensi pada Remaja Setelah Perceraian Orangtua bercerai dan 4 orang significant other. Subjek I merupakan seorang mahasiswa (19 tahun), subjek II merupakan pekerja seni (23 tahun), subjek III merupakan karyawati (22 tahun) dan subjek 4 merupakan karyawati (21 tahun). Keempat subjek digolongkan memiliki resiliensi sangat tinggi berdasarkan norma alat ukur CD-RISC 25 dan memiliki proses untuk menjadi resilien yang berbeda-beda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap subjek dalam penelitian ini berhasil mencapai kondisi resilien dengan faktor protektif yang membantu subjek mencapai kondisi resilien yang berbeda pula. Komponen dalam faktor protektif saling berinteraksi untuk membantu subjek mencapai kondisi resilien. Berdasarkan hasil penelitian, Subjek II, III, dan IV memunculkan ketiga komponen faktor protektif dalam membantunya menjadi resilien, sementara pada subjek I hanya memunculkan dua dari tiga komponen faktor protektif. Kata kunci: Faktor protektif; Resiliensi; Remaja; Perceraian orangtua PENDAHULUAN Membangun hubungan pernikahan yang baik tidaklah selalu berjalan mulus. Setiap keluarga tidak pernah luput dari persoalan, meskipun pada awalnya hanya berupa persoalan yang kecil, namun akhirnya berkembang menjadi persoalan besar yang dapat berakibat terganggunya keseimbangan dan membahayakan kehidupan keluarga (Gunarsa & Gunarsa, 2011). Perbedaan pendapat dan prinsip, permasalahan ekonomi, perselingkuhan, dan persoalan apapun dapat menjadi kerikil tajam yang menguji kesatuan pasangan dalam keluarga. Ada kalanya berbagai persoalan yang muncul di dalam keluarga dapat diselesaikan dengan cara berkomunikasi dengan pasangan, namun seringkali masalah-masalah yang kompleks sulit untuk diselesaikan sehingga dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. Tak jarang perselisihan-perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran di antara pasangan ini dapat berujung pada perceraian (Gunarsa & Gunarsa, 2011). Perceraian dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami istri dan kesepakatan diantara mereka untuk tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai suami-istri (Dariyo, 2013). Perceraian merupakan suatu keputusan akhir dari pernikahan yang menghantui setiap pasangan yang dilanda problematika rumah tangga. Holmes & Rahe (2005) mengatakan bahwa seringkali, perceraian juga diartikan sebagai kegagalan yang dialami suatu keluarga (Prihatinningsih, 2011). Fenomena perceraian ini juga terjadi di Indonesia. Indonesia telah tercatat sebagai negara dengan tingkat perceraian tertinggi di Asia (Unjianto, 2013). Kasus perceraian di Indonesia setiap tahunnya mencapai kasus, dimana secara konkritnya telah disebutkan oleh Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama di Mahkamah Agung, yang mencatat pada tahun 2011, angka perceraian di Indonesia mencapai kasus (Unjianto, 2013). Perceraian selalu memiliki dampak yang mendalam bagi setiap elemen dalam keluarga, termasuk anak-anak mereka. Ketika anak berusia remaja, maka dinamika psikologis yang dirasakan tentu berbeda dengan usia yang lain. Hal ini disebabkan karena pada usia remaja individu sudah mulai memahami seluk-beluk arti perceraian dan akibat-akibat yang ditimbulkannya, termasuk permasalahan ekonomi, sosial, dan faktor-faktor lainnya (Dagun, 1990). Pemahaman ini dapat membuat remaja semakin merasakan dampak perceraian pada kehidupan yang ia jalani. Fase remaja juga merupakan fase pertumbuhan yang cukup rentan, sebab ciri khas dari fase ini adalah pencarian identitas. Erikson (Santrock, 2003) mengkategorikan remaja masuk dalam tugas dan krisis perkembangan pada tahap identitas versus kekacauan identitas (identity versus identity confusion). Peran orangtua dibutuhkan dalam tahap perkembangan ini sebagai sandaran remaja selama ia masih mencari jati dirinya. Namun, orangtua yang bercerai menyebabkan remaja mengalami kebingungan dan merasa sendiri, sehingga remaja rentan mengalami kekacauan identitas (identity confusion). Teknik pengasuhan yang sesuai juga dapat mendukung remaja untuk melalui tahap ini dengan baik. Sayangnya, perceraian seringkali diakhiri dengan kepergian ayah untuk hidup secara terpisah dengan anak maupun istrinya (Gunarsa & Gunarsa, 2011). 38

3 Nadia Refilia Dewi, Wiwin Hendriani Akibatnya, remaja diasuh secara sepihak (single parents) sehingga hal ini dapat membuat ketimpangan dan kebingungan bagi remaja. Perceraian memang membawa banyak dampak yang mendalam bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk anak-anak mereka. Keterpurukan remaja akibat perceraian orangtua mereka memungkinkan remaja terjerumus dalam perilaku negatif seperti kenakalan remaja sebagai pelampiasan atau pelarian dari kemarahan mereka akan perceraian orangtua. Meski demikian, setiap orang, tidak terkecuali remaja, memiliki kemampuan untuk bangkit dari pengalaman negatif yang mereka alami, bahkan menjadi lebih kuat selama menjalani proses penanggulangannya (Henderson & Milstein, 2003, dalam Nasution, 2011). Kemampuan ini dinamakan resiliensi. Setiap anak yang pernah merasakan perceraian kedua orangtuanya, pasti akan merasakan kondisi yang sangat sulit. Upaya untuk bangkit dari keterpurukan dan mencapai kondisi resilien menjadi perjuangan setiap individu untuk masa depan yang lebih baik. Namun, resiliensi bukanlah suatu kondisi yang mudah dicapai. Karina (2014) mengatakan bahwa kemampuan resiliensi pada setiap remaja berbeda-beda, bahkan ketika remaja dihadapkan pada masalah yang sama, yakni perceraian orangtua mereka. Asumsi ini dapat menimbulkan pertanyaan seperti bagaimana seorang remaja dapat mencapai kondisi resiliennya dan apakah lingkungan terdekat remaja dapat membantu remaja mencapai titik resiliensinya. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan probabilitas anak mencapai resiliensi dan transisi positif dalam penyesuaian diri serta dapat menurunkan perilaku maladaptif dan perilaku negatif dalam menghadapi perceraian orangtua (Chen & George, 2005). Faktor ini disebut dengan faktor protektif. Faktor protektif berperan penting dalam memodifikasi efek negatif dari lingkungan yang merugikan hidup serta membantu menguatkan resiliensi (Nasution, 2011). Tekanan yang dirasakan oleh remaja setelah peristiwa perceraian orangtuanya dapat direduksi dengan faktor protektif, sehingga remaja dapat bangkit dan melihat masa depan mereka secara positif serta memaknai peristiwa perceraian orangtua mereka sebagai sebuah pengalaman berharga agar tidak terulang kembali di masa mendatang. Faktor protektif dapat juga menjadi referensi orang-orang yang berada di lingkungan remaja untuk berkontribusi membantu remaja untuk bangkit dan mencapai resiliensinya. Peran serta orang-orang terdekat remaja dapat memberikan kontribusi tertentu seperti dukungan moral pada remaja untuk dapat bangkit dan resilien. Resiliensi Resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit kembali pada adaptasi positif secara umum dari transisi perceraian orangtua dan menjadikan individu protektif serta memiliki kemampuan coping meningkat dari sebelumnya. Upaya untuk memahami resiliensi tidak pernah terlepas dari dua faktor, yaitu faktor protektif dan faktor resiko (Barankin & Khanlou, 2009, dalam Karina, 2014). Resiliensi selalu melibatkan adanya adversity (penderitaan) sebagai faktor resiko dan adanya positive adjustment yang mengacu pada faktor protektif sebagai reaksi dalam menghadapi resiko. Faktor Resiko Faktor resiko merupakan faktor-faktor yang secara langsung mampu memperbesar tingginya potensi resiko bagi individu, serta meningkatkan probabilitas individu berperilaku negatif (Karina, 2014). Faktor resiko menurut Grothberg (1999) disebutkan bahwa dapat berasal dari berbagai sumber, baik eksternal seperti dalam keluarga, maupun internal yang berasal dari diri sendiri (Nasution, 2011). Faktor Protektif Faktor yang kedua adalah adanya faktor protektif yang berasal dari adanya positive adjustment dimana faktor ini mengarahkan pada perbaikan atau perlindungan terhadap faktor resiko saat menghadapi adversity atau kemalangan (Nasution, 2011). Faktor protektif memiliki peran penting dalam memodifikasi efek negatif dari lingkungan yang merugikan hidup serta mampu menguatkan resiliensi seseorang (Nasution, 2011). Chen dan George (2005) mendefinisikan faktor protektif sebagai suatu faktor yang dapat meningkatkan resiliensi anak dan transisi positif dalam penyesuaian diri serta dapat menurunkan perilaku maladaptif dan perilaku negatif. Perceraian Orangtua Dariyo (2013) mendefinisikan perceraian 39

4 Faktor Protektif untuk Mencapai Resiliensi pada Remaja Setelah Perceraian Orangtua (divorce) sebagai suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami istri dan kesepakatan diantara mereka untuk tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai suami-istri. Ada banyak faktor yang dapat menimbulkan perceraian, seperti yang disebutkan oleh Dagun (1990) antara lain faktor persoalan ekonomi, perbedaan usia yang besar, keinginan memiliki anak putra dan putri, dan persoalan prinsip hidup yang berbeda. Faktor lainnya dapat berupa perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga pengaruh dukungan sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat, maupun situasi masyarakat yang terkondisi (Dagun, 1990). Komponen Faktor Protektif McCarthy (2009) Faktor protektif menurut McCarthy (2009) dibagi menjadi tiga komponen, yaitu faktor perkembangan, faktor keluarga, dan faktor komunitas. Faktor protektif perkembangan dibagi menjadi 5 indikator, yakni faktor personal, harga diri, kontrol lokus internal, berpikir optimis, dan ketrampilan sosial. Faktor protektif keluarga dibagi menjadi 2 indikator, yakni teknik pengasuhan dan hubungan dengan keluarga, serta hubungan dengan saudara kandung. Faktor protektif komunitas dibagi menjadi 3 indikator, yakni hubungan yang mendukung dengan orang dewasa, lingkungan sekolah yang positif, dan hubungan dengan teman sebaya. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Dalam studi kasus ini, penulis berusaha memahami faktor protektif untuk mencapai resiliensi pada remaja setelah perceraian orangtua. Oleh karena itu, penulis menggunakan tipe studi kasus intrinsik. Studi kasus interinsik merupakan penelitian yang dilakukan untuk memahami secara utuh mengenai suatu kasus tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep, teoriteori, atau tanpa ada upaya untuk menggeneralisasi (Poerwandari, 2007). Unit analisis dalam penelitian ini adalah faktor protektif untuk mencapai resiliensi pada remaja setelah perceraian orangtua berdasarkan tiga komponen faktor protektif menurut McCarthy (2009), yakni faktor perkembangan, faktor keluarga, dan faktor komunitas. Subjek dalam penelitian ini adalah lakilaki atau perempuan yang digolongkan memiliki resiliensi sangat tinggi atau dengan skor di atas 75,5 menggunakan alat ukur resiliensi Connor- Davidson Resilience Scale 25 (CD-RISC 25). CD- RISC 25 merupakan alat 65 ukur resiliensi yang dikonstruksikan oleh pembuat alat ukur, yakni Kathryn M. Connor, dkk. Alat ukur ini diberikan kepada subjek sebagai screening awal. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis di dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara dilakukan pada subjek utama dan significant others. Terkait analisis data, penelitian ini menggunakan analisis data tematik berupa theory driven karena dalam menganalisis data, penulis berpedoman pada teori faktor protektif agar dapat menyajikan data secara sistematis sehingga indikator, komponen, dan penemuan yang diperoleh dapat mendukung teori yang digunakan oleh penulis. HASIL DAN BAHASAN Setiap subjek dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mereka telah mencapai kondisi resilien sangat tinggi berdasarkan skor CD-RISC 25. Upaya semua subjek hingga mencapai kondisi resilien dibantu dengan komponenkomponen faktor protektif yang berbeda-beda. Pada subjek II, III, dan IV memunculkan ketiga komponen faktor protektif dalam membantunya menjadi resilien, sementara pada subjek I hanya memunculkan dua dari tiga komponen faktor protektif, yakni faktor protektif perkembangan dan faktor protektif komunitas. Temuan-temuan faktor protektif pada setiap subjek dapat saling berkaitan satu sama lain. Selain itu, faktor protektif yang ditemukan pada semua subjek selalu dipicu oleh suatu penyebab, dan faktor protektif ini juga memunculkan bentuk perilaku sebagai respon dalam menghadapi tekanan emosi. Ketidakmunculan faktor keluarga pada subjek 1 disebabkan karena banyaknya tuntutan dari orangtua dan kakak kandung subjek 1 terhadap subjek agar subjek sukses di masa depan. Orangtua dan kakak subjek 40

5 Nadia Refilia Dewi, Wiwin Hendriani 1 hanya memberi dorongan pada subjek dari segi akademis subjek, namun mengabaikan sisi psikologi subjek terutama setelah perceraian orangtuanya. Pengabaian secara psikologis subjek ini disebabkan karena minimnya rasa empati yang dimiliki ibu dan kakak kandung subjek. Gunarsa (2004) mengatakan bahwa empati merupakan kemampuan seseorang dalam menghayati pikiran, sikap dan perasaan orang lain, misalnya sensitivitas afektif pada orang lain, membagi pengalaman orang lain, dan emosi yang berkaitan dengan hal tersebut. Data temuan menunjukkan bahwa subjek 1 dan 2 yang berjenis kelamin laki-laki merasakan bahwa pengalihan pikiran terkait perceraian orangtua dengan melakukan aktivitas dengan teman sebayanya berkontribusi dalam membuat mereka menjadi resilien. Brannon (2002) mengatakan bahwa bentuk kedekatan dalam pertemanan antara laki-laki dengan perempuan berbeda. Pada perempuan, kedekatan dalam pertemanan sering diaplikasikan dalam berbagi emosi sedangkan pada laki-laki kedekatan dalam pertemanan ditunjukkan dengan melakukan aktivitas bersama teman. Handayani, dkk. (2008) mengatakan bahwa perbedaan tersebut disebabkan karena adanya peran seks feminin dan maskulin. Perempuan lebih berafiliasi, sehingga membutuhkan komunikasi lebih banyak dibandingkan laki-laki, sementara lakilaki lebih berkompetisi, sehingga mereka lebih cenderung hati-hati dalam berbicara (Handayani, dkk., 2008). Laki-laki tidak nyaman berbicara tentang perasaannya sebab perasaan dapat diartikan sebuah kelemahan, sehingga hal ini dapat menjelaskan perbedaan perilaku laki-laki dan perempuan ketika mereka sedang berkumpul dengan orang lain. Handayani, dkk. (2008) menjelaskan bahwa saat laki-laki berkumpul, mereka akan lebih banyak melakukan sesuatu, sementara apabila perempuan berkumpul, perempuan akan lebih banyak terlibat dalam komunikasi dan menceritakan diri pribadi. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa faktor protektif untuk mencapai resiliensi pada remaja setelah perceraian orangtua dalam penelitian ini meliputi faktor perkembangan (developmental factors), faktor keluarga (family factors) dan faktor komunitas (community factors). Faktor protektif membantu remaja untuk mereduksi tekanan yang muncul setelah perceraian orangtua mereka dan mengurangi probabilitias remaja berperilaku menyimpang. Secara spesifik, ketiga komponen faktor protektif pada tiap remaja berbeda-beda. Hal ini bergantung pada pengalaman masing-masing remaja dalam keluarganya yang satu sama lain saling berbeda. Terdapat keterkaitan pada beberapa temuan faktor protektif, meskipun berdasarkan hasil analisis keterkaitan tersebut tidak terjadi di semua faktor. Pada komponen faktor protektif perkembangan, hal-hal menonjol yang dapat membantu remaja menjadi resilien adalah melihat sisi positif dari perceraian orangtua dan fokus untuk masa depan. Pada komponen faktor protektif keluarga, hal-hal menonjol yang dapat membantu remaja menjadi resilien adalah peran keluarga sebagai tempat mencurahkan pikiran dan perasaan remaja dan menunjukkan perasaan sayang pada remaja. Pada komponen faktor protektif komunitas, hal-hal menonjol yang dapat membantu remaja menjadi resilien adalah peran keluarga besar, lingkungan sekolah, dan teman-teman dekat remaja dalam mengalihkan pikiran remaja akan perceraian orangtua, memberikan perhatian pada remaja, serta tempat mencurahkan pikiran dan perasaan remaja. Perbedaan gender dapat mempengaruhi faktor protektif pada remaja setelah perceraian orangtua. Perbedaan gender mempengaruhi faktor protektif pada indikator hubungan dengan teman sebaya. Perempuan memiliki kebutuhan untuk berafiliasi sehingga remaja perempuan cenderung mencurahkan pikiran dan perasaannya. Hal ini membantu mereka untuk bangkit. Sedangkan pada laki-laki, hal-hal yang membantu mereka bangkit adalah aktif menyalurkan dalam bentuk kegiatan. Saran yang dapat diberikan bagi subjek penelitian. Penelitian ini dapat membantu memberikan masukan untuk pihak yang bersangkutan (orangtua, lingkungan sekolah/ kampus dan lingkungan remaja) tentang pentingnya faktor protektif untuk mencapai resiliensi bagi perkembangan remaja dan khususnya jika remaja tersebut menghadapi peristiwa perceraian orangtuanya; sehingga tidak berakibat pada perkembangan remaja yang menyimpang. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi dasar-dasar orangtua yang bercerai untuk 41

6 Faktor Protektif untuk Mencapai Resiliensi pada Remaja Setelah Perceraian Orangtua menata kembali dan merancang pola asuh yang sesuai untuk perkembangan remaja, terutama dilihat dari segi psikologis remaja. Bagi masyarakat (remaja yang memiliki orangtua yang telah bercerai). Penelitian ini dapat menjadi sarana edukatif bagi masyarakat sebagai referensi tentang berbagai permasalahan yang muncul setelah perceraian orangtua. diharapkan, pembelajaran tentang fenomena ini menjadi upaya preventif pada orangtua agar lebih memperhatikan anak remajanya sehingga terhindar dari permasalahan maupun sebagai bahan pertimbangan untuk penyikapan yang sehat. Diharapkan, penelitian ini dapat memberikan informasi pada masyarakat luas tentang pengertian faktor protektif serta faktor protektif apa saja yang bermanfaat untuk mencapai resiliensi remaja setelah perceraian orangtua. Bagi penelitian selanjutnya. Peneliti yang memiliki minat kajian tentang faktor protektif untuk mencapai resiliensi pada remaja setelah perceraian orangtua dapat melakukan pendalaman maupun perluasan riset pada beberapa hal. 42

7 Nadia Refilia Dewi, Wiwin Hendriani PUSTAKA ACUAN Brannon, L. (2002). Gender : Psychological perspective. Boston : A Pearson EducationCompany. Chen, J. & George, R. A. (2005). Cultivating Resilience in Children From Divorced Families. The Family Journal 13: 452. Dagun, S. M. (1990). Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga). Jakarta: Rineka Cipta. Dariyo, A. (2013). Memahami Psikologi Perceraian dalam Kehidupan Keluarga. Artikel, tidak diterbitkan. Gunarsa, S. D. (2004). Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: Gunung Mulia. Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (edisi kedua). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Handayani, M, dkk. (2008). Psikologi Keluarga. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Karina, C. (2014). Resiliensi Remaja yang Memiliki Orangtua Bercerai. Jurnal Online Psikologi Vol. 02, No. 1. McCarthy, L. (2009). Resilience Factors in Children and the Adlerian Concept of Social Interest. A Research Paper Presented to The Faculty of the Adler Graduate School, tidak diterbitkan. Nasution, S. M. (2011). Resiliensi. Daya Pegas Menghadapi Trauma Kehidupan. Medan: USU Press. Prihatinningsih, S. (2011). Juvenile Deliquency (Kenakalan Remaja) pada Remaja Putra Korban Perceraian Orangtua. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia (cetakan kedua). Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja, (edisi keenam). Jakarta: Erlangga. Unjianto, B. (2013, 15 Desember). Suaramerdeka [online] diakses pada tanggal 25 April 2014 dari suaramerdeka.com/index.php/read/news/2013/12/15/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap

BAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga mencakup seorang ayah, ibu, dan anak, mereka saling berkaitan dekat sekali dan menyusun satu sub pembagian atau peran tertentu. Peran ayah di dalam

Lebih terperinci

Support Group Therapy Untuk Mengembangkan Potensi Resiliensi Remaja Dari Keluarga Single Parent di Kota Malang

Support Group Therapy Untuk Mengembangkan Potensi Resiliensi Remaja Dari Keluarga Single Parent di Kota Malang Psikobuana ISSN 2085-4242 2011, Vol. 3, No. 2, 135 140 Support Group Therapy Untuk Mengembangkan Potensi Resiliensi Remaja Dari Keluarga Single Parent di Kota Malang M. Salis Yuniardi dan Djudiyah Fakultas

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Diajukan oleh: ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA F.100090190 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas hidup yang baik tentu menjadi dambaan setiap orang. Namun, ketika dilahirkan di dunia, manusia tidak dapat menentukan ataupun memilih di tengah-tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian di Indonesia semakin meningkat di sepanjang tahun. Berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung RI tahun 2010, angka perceraian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan hidup manusia selalu di mulai dari berbagai tahapan, yang di mulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ann I. Alriksson-Schmidt, MA, MSPH, Jan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan memiliki keluarga yang bahagia. Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN Rahayu Rezki Anggraeni Dosen Pembimbing Ibu Ni Made Taganing, Spsi., MPsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

Resiliensi Remaja Putri terhadap Problematika Pasca Orang Tua Bercerai

Resiliensi Remaja Putri terhadap Problematika Pasca Orang Tua Bercerai Resiliensi Remaja Putri terhadap Problematika Pasca Orang Tua Bercerai 1 Ayu Dewanti P 2 Veronika Suprapti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. This research aims to look at the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam

Lebih terperinci

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL Oleh: HALDILA LINTANG PALUPI 802008039 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang pertama ditemui oleh setiap individu dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. Keluarga menjadi struktur

Lebih terperinci

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP BURNOUT PADA KARYAWAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: CITRA WAHYUNI 111301109 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan interpersonal secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, masyarakat mengganggap bahwa keluarga tersusun atas ayah, ibu dengan anak-anak. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan pada struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi untuk diperbincangkan. Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data 20 tahun lalu yang dinyatakan oleh Wakil Menteri Agama Prof.Dr. Nazaruddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran resiliensi pada ibu yang memiliki anak tunarungu usia prasekolah di SLB-B X Cimahi. Alat ukur yang digunakan merupakan kuesioner dengan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN SUBJEK DAN HASIL PENELITIAN

BAB III GAMBARAN SUBJEK DAN HASIL PENELITIAN BAB III GAMBARAN SUBJEK DAN HASIL PENELITIAN 1.1 Gambaran R, S, dan N dampak perceraian orang tua terhadap remaja Gaya hidup dalam kehidupan anak remaja masa kini mungkin sudah tidak karuan dibandingkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana

Lebih terperinci

Abstrak. vii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. vii Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran self-concept pada mahasiswa Fakultas Psikologi yang sedang mengontrak mata kuliah Usulan Penelitian Lanjutan di Universitas X Kota Bandung. Responden

Lebih terperinci

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran Social Adjustment pada remaja di kota Bandung yang orangtuanya bercerai. Social Adjustment merupakan kapasitas untuk bereaksi terhadap kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

Studi Komparatif Mengenai Resiliensi Remaja Korban Sodomi di Desa X dan di Desa Y Kabupaten Bandung

Studi Komparatif Mengenai Resiliensi Remaja Korban Sodomi di Desa X dan di Desa Y Kabupaten Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Komparatif Mengenai Resiliensi Remaja Korban Sodomi di Desa X dan di Desa Y Kabupaten Bandung 1 Intan Pratitasari, 2 Muhammad Ilmi Hatta 1,2 Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

Menumbuhkan Resiliensi Generasi Z: Tinjauan Reflektif Terhadap Pengasuhan

Menumbuhkan Resiliensi Generasi Z: Tinjauan Reflektif Terhadap Pengasuhan Menumbuhkan Resiliensi Generasi Z: Tinjauan Reflektif Terhadap Pengasuhan Seminar Nasional Pascasarjana To Build Smart and Happy Generation Fakultas Psikologi UGM, 23 Maret 2018 OUTLINE Mengingat Kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian

Lebih terperinci

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA 35 SERI BACAAN ORANG TUA Pengaruh Perceraian Pada Anak Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak, dalam keluarga terjadi proses pendidikan orang tua pada anak yang dapat membantu perkembangan anak.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH-MASALAH SISWA DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN KEUTUHAN KELUARGA DI MTs GUNUNG MULYA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

ANALISIS MASALAH-MASALAH SISWA DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN KEUTUHAN KELUARGA DI MTs GUNUNG MULYA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 ANALISIS MASALAH-MASALAH SISWA DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA DAN KEUTUHAN KELUARGA DI MTs GUNUNG MULYA TAHUN PELAJARAN 212/213 Aida Laila 1) Zulfan Saam 2) Elni Yakub 3) Abstract The purpose

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik

BAB II LANDASAN TEORI. arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja atau istilah lainnya adolescene berasal dari kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini mempunyai arti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan seorang anak baik secara fisik maupun psikologis merupakan hal yang penting bagi orang tua khususnya ibu. Perkembangan fisik dan psikologis anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan banyak sekali problematika yang dialami oleh individu, salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Eneng Nurlaili Wangi 1, Yunikeu Gusnendar 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung 1,2 Email

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak peristiwa kekerasan seksual hingga

Lebih terperinci

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS SKRIPSI

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS SKRIPSI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS SKRIPSI OLEH : Jessica Sutanto NRP: 7103010019 Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya 2017 DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP ANAK AUTIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS Juliana S.R. Marpaung*, Setiawan ** * Mahasiswa Fakultas Keperawatan ** Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk membantu anak-anak yang tidak memiliki orang tua. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaulah Marhamah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaulah Marhamah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya, setiap pasangan yang menikah menginginkan terciptanya sebuah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yakni keluarga yang penuh ketentraman, kebahagiaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebelum revolusi industri, yang bertanggung jawab mencari uang untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga adalah laki-laki, sedangkan seorang perempuan dewasa

Lebih terperinci

Resiliensi Keluarga Pada Pasangan Dewasa Madya yang Tidak Memiliki Anak

Resiliensi Keluarga Pada Pasangan Dewasa Madya yang Tidak Memiliki Anak Resiliensi Keluarga Pada Pasangan Dewasa Madya yang Tidak Memiliki Anak KandungIsvan Shona Pandanwati & Veronika Suprapti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Abstract. This study aims to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Yogyakarta, 11 Februari 2017 Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI Diskusi Jika kita mengalami situasi sulit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. : Sense of Purpose dan Dukungan Sosial

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian. : Sense of Purpose dan Dukungan Sosial BAB III METODE PENELITIAN Variabel Tergantung : Resiliensi A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Variabel Bebas : Sense of Purpose dan Dukungan Sosial B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah

PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA. Lia Nurjanah PENGARUH PEMENUHAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA REMAJA TERHADAP PENCAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA Lia Nurjanah DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci