BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas bahasa Angkola dengan menggunakan konsep
|
|
- Indra Oesman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini membahas bahasa Angkola dengan menggunakan konsep teoretis Tata Bahasa Fungsional. Bahasa Angkola adalah salah satu bahasa daerah yang digunakan penuturnya sebagai alat komunikasi di daerah Tapanuli bagian Selatan dan sekitarnya. Setelah pemekaran wilayah penutur bahasa Angkola secara geografis tersebar di wilayah Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, dan Kabupaten Mandailing Natal. Bahasa Angkola menjadi salah satu alat interaksi sosial di wilayah ini selain penggunaan bahasa nasional Bahasa Indonesia. Dalam interaksi sosial manusia tidak dapat melepaskan diri dari bahasa untuk mengomunikasikan pikiran, perasaan, dan kebutuhannya kepada orang lain. Bahasa menjadi alat yang sangat penting sehingga selalu menarik untuk menjadi pusat kajian, meskipun banyak orang cenderung tidak tertarik menganalisis dan memperhatikan penggunaan bahasa itu dalam konteks sosial. Pada kenyataannya, bila merujuk kepada fakta di lapangan bahasa sering kali membuat kita berpikir, bergembira, sedih. Hal ini terjadi karena terdapat unsur-unsur pembentuk bahasa sehingga apa yang ingin disampaikan dapat dimaknai sedemikian rupa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bahasa memiliki daya tarik yang luar biasa bagi orang-orang yang secara spesifik memerhatikan penggunaannya.
2 Secara filosofis kita dapat melihat bahwa sebenarnya kajian terhadap bahasa masih merupakan hamparan yang sangat luas untuk dieksplorsi. Plato dalam Kaelan (1998: 34-35) telah memberikan dasar pijakan yang sangat jelas dalam pengembangan ilmu bahasa, yang menyatakan bahwa di dalam ungkapan yang disampaikan seseorang selalu terkandung onomata dan rhemata. Onomata ( onoma dalam bentuk jamak) merupakan subjek dalam kaitan dengan subjek logis, sedangkan rhemata (jamaknya rhema ) merujuk kepada verba dalam tata bahasa dan predikat dalam hubungannya dengan makna logis. Ini berarti bahwa Plato telah memberikan dasar penganalisisan bahasa yang bermanfaat dalam perkembangan bahasa pada abad modern ini. Dengan demikian, kajian-kajian terhadap bahasa dari berbagai sudut pandang dan aliran dapat dilakukan secara komprehensif sehingga kajian tentang predikasi bahasa Angkola menempatkan dirinya pada salah satu ranah yang sangat strategis karena selain mencoba menerapkan teori-teori bahasa yang sudah ada, pada saat bersamaan, menjadi alat untuk mengangkat bahasa daerah ini ke permukaan dan mempertahankannya dalam gejolak persaingan pemakaian bahasa yang terjadi saat ini. Menurut sejarah linguistik, terdapat beragam aliran tentang bahasa yang secara komprehensif mendefinisikan, mendeskripsikan dan menjelaskan tentang bahasa sehingga berlaku bagi bahasa-bahasa di dunia. Aliran-aliran ini kemudian menghasilkan teori-teori dan aturan-aturan tentang bahasa. Sebut saja misalnya Traditional Grammar (Tata Bahasa Tradisional) yang mengkaji bahasa Latin dan kemudian mencoba menerapkan aturan-aturan itu ke bahasa-bahasa lainnya di dunia
3 dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya. Kemudian, muncul aliran Formal Grammar (Tata Bahasa Formal) yang menekankan pada bentuk-bentuk atau strukturstruktur bahasa. Tata bahasa ini lalu menjadi dasar pengembangan Generative Grammar (Tata Bahasa Generatif) oleh Chomsky. Konsekuensi dari perkembangan kajian tata bahasa ini adalah munculnya berbagai teori-teori lainnya sebagai pengembangan lebih lanjut. Pada sisi lain, perkembangan ilmu bahasa beserta tata bahasa yang menyertainya tidak lagi terpaku pada bentuk dengan label-label yang disematkan ke bentuk-bentuk bahasa itu semata. Muncul pemikiran bahwa bahasa tidak bisa dianggap hanya sekedar bentuk tetapi pada kenyataannya berfungsi dan fungsi ini dikaitkan dengan konteks sosial. Cukup menarik melihat pernyataan Givon (1995) yang menganggap bahwa fungsionalisme dalam ilmu bahasa tidak dapat hanya dicari dari hasil karya para ilmuwan bahasa namun juga dari hasil karya ahli-ahli antropologi, psikologi, dan biologi. Bahkan ia menyatakan titik awal fungsionalisme itu ditemukan pada ilmu biologi, yang berkaitan dengan pemikiran Aristoteles yang berhasil mematahkan dominasi aliran-aliran strukturalis. Melalui pendekatan biologi ini muncul prinsip fungsionalisme, yaitu hubungan antara bentuk dan fungsi. Dengan pemikirannya ini, dapat dipahami bahwa bentuk dan fungsi tidak dapat dipisahkan sehingga dalam pendeskripsian dan penjelasan tentang tata bahasa sebuah bahasa harus ditelaah lebih jauh bagaimana bentuk itu dapat berfungsi dalam konteksnya. Aliran fungsional membawa perubahan tentang teori-teori bahasa. Aliran ini memberikan alternatif penjelasan yang lebih kuat karena bahasa sangat berkaitan erat
4 dengan kehidupan manusia. Artinya, aspek-aspek kehidupan manusia seperti tertanam dalam ideologi, budaya, dan konteks situasi memegang peranan penting dalam menentukan fungsi apa yang dibawa oleh bentuk tertentu. Kerangka berpikir yang menyatakan bahasa merupakan seperangkat aturan digantikan dengan pendapat bahasa merupakan alat interaksi sosial. Dengan demikian, setiap komponenkomponen bahasa juga harus memiliki fungsi dalam konteksnya. Berbeda dengan tata bahasa transformasional generatif, tata bahasa fungsional tidak menganggap sintaksis sebagai sistem yang memiliki autonomi atau terpisah namun harus dihubungkan dengan semantik (Hoekstra 1983: 3). Jadi, fungsi-fungsi semantik memegang peranan penting dalam pendeskripsian struktur sintaksis yang pada akhirnya menentukan sebuah ekspresi. Predikasi merupakan wadah di mana seluruh komponen sintaksis bahasa disatukan. Artinya, predikasi ini mengandung unsur predikat dan argumen-argumen apa saja yang memungkinkan untuk muncul bagi predikat itu. Selain itu, terdapat pula unsur lain yang disebut sebagai satelit. (Dik: 1978). Dalam perkembangan selanjutnya, konsep-konsep ini diperluas lagi oleh Halliday (dalam Saragih: 2003) sehingga saat ini dikenal konsep-konsep seperti Proses, Partisipan, Sirkumstan. Selain itu, komponen-komponen bentuk dan fungsi meluas menjadi fungsi (arti), bentuk, dan ekspresi, yaitu, fungsi direalisasikan lewat bentuk (grammatika) dan selanjutnya bentuk ini direalisasikan lewat ekspresi (fonologi atau grafologi). Longacre (1983:77) mengatakan predikasi merupakan partikel-partikel atom. Sebagaimana yang dikatakan Dik (1978:25) dalam predikasi terdapat predikat yang
5 mengikat komponen-komponen lainnya sehingga ungkapan itu bermakna. Misalnya sebuah gedung yang terbuat dari batu bata, batu bata merupakan partikel-partikel yang membangun gedung itu. Ini dapat disamakan dengan predikasi. Givon (1984:102) secara gamblang menyamakan predikasi dengan jenis-jenis kata yang digunakan dalam bahasa, predikasi bukan hanya konsep semantis tetapi juga konsep sintaksis. Kebaharuan ide dan perlakuan terhadap bahasa secara lebih baik serta respon positif yang telah ditunjukkan oleh ahli-ahli bahasa di dunia menarik perhatian penulis untuk membuat kajian dengan berpijak pada aliran linguistik fungsional. Penulis meyakini bahwa kerangka predikat sebagai dasar dari tata bahasa fungsional adalah konsep utama bagi pendeskripsian dan penjelasan tentang aturan-aturan bahasa sehingga dapat ditemukan bagaimana bahasa itu tersusun dengan dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada disekitar penggunanya. Di dalam realita kehidupan sosial, kita akan selalu bertitik tolak pada predikat sebagai awal sebuah aktivitas bahasabahasa tertentu. Penyusunan rencana aktivitas akan dimulai dengan apa yang akan dikerjakan, dan kemudian baru memutuskan siapa yang terlibat dan di mana atau dengan cara apa dilakukan. Sebagai contoh, kita akan memulai dengan kegiatan membangun, baru kemudian berpikir tentang siapa saja yang terlibat dalam pembangunan itu atau di mana aktivitas itu akan berlangsung. Sehingga membangun menjadi ide awal dalam kalimat Kami akan membangun rumah di desa. Dalam konteks ini, verba membangun menempati posisi sebagai predikat sedangkan kami, rumah, dan di desa adalah terma-termanya.
6 Dengan demikian, analogi konteks sosial tersebut akan sangat relevan dengan kenyataan linguistik yang akan dikaji dalam disertasi ini. Sebuah pengayaan terhadap ilmu kebahasaan akan dapat diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini. Meskipun telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan pada predikasi, namun penulis berkeyakinan terdapat perbedaan nyata di dalam hasil penelitian ini nantinya. Pendapat Warouw (1997:15) predikasi sebelumnya dianggap sebagai sebuah konsep semantis saja namun, seiring perkembangan ilmu kebahasaan, konsep ini menjadi salah satu konsep sintaksis. Dengan demikian sebagai sebuah konsep sintaksis predikasi memiliki peran yang sangat signifikan dalam struktur sebuah bahasa. Pada kenyataannya fokus utama predikasi adalah pada predikat. Konsep ini sangat penting untuk dikaji karena setiap bahasa secara semantis dan sintaksis sangat mungkin memiliki pola predikasi yang berbeda-beda. Predikat dalam bahasa Angkola selalu terdapat di awal kalimat atau predikat mendahului subjek (VSO), yang juga merupakan sebuah fenomena untuk dikaji lebih mendalam. Penelitian bahasa daerah merupakan salah satu sumber kajian bahasa daerah yang sangat baik untuk kepentingan peningkatan keilmuan. Kajian ini akan dilakukan pada sebuah bahasa daerah yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara, yaitu bahasa Angkola. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara dengan kekayaan linguistik yang sangat luar biasa karena memiliki jumlah bahasa daerah yang sangat banyak. Menurut sebuah sumber, Indonesia memiliki setidaknya 726 bahasa daerah (Sugono: 2005), sebuah jumlah yang sangat fantastis. Kepemilikan kita terhadap bahasa-bahasa daerah sudah jelas dan tercatat
7 sebagai keberuntungan tersendiri dalam menjaga terpeliharanya kelangsungan kehidupan budaya daerah yang merupakan kekayaan nasional (Halim:1981). Budaya suatu masyarakat akan turut hilang bersamaan dengan hilangnya bahasa. Oleh karena itu, rakyat harus memelihara bahasanya sehingga bahasa itu akan dihormati dan dipelihara oleh Negara (Alwasilah, 1985: 157). Tentu saja, akan banyak sekali penelitian yang dapat dilakukan dengan bahasa-bahasa itu, penelitian yang secara umum akan memberikan sumbangsih besar bagi pengayaan teori bahasa di dunia. Kecil sekali kemungkinannya bahwa semua bahasa daerah itu telah diteliti karena literatur yang ada di Indonesia masih sangat terbatas. Sebagai akibat dari intervensi bahasa Indonesia di wilayah pemekaran akibat otonomi daerah, bahasa daerah semakin hari kian tersudut, dan tentu saja dari sudut pandang linguistik dan budaya hal ini sangat mengecewakan. Padahal, bahasa daerah adalah salah satu warisan sejati yang dapat diturunkan kepada generasi penerus sebuah suku bangsa. Tidak dipungkiri bahwa terjadinya perkawinan antar etnis juga secara perlahan membuat tersisihnya bahasa daerah di antara generasi yang ada saat ini. Akhir-akhir ini, balai-balai bahasa di Indonesia mulai mencoba menelaah dan menyadarkan khalayak umum akan gejala-gejala tertinggalkannya bahasa daerah. Dalam rangka memperingati Hari Bahasa Internasional yang jatuh pada tanggal 21 Februari, penulis mencatat sejumlah Kepala Balai Bahasa di Indonesia menuliskan tentang keberadaan dan posisi bahasa daerah saat ini. Saragih (2010) dalam menyebutkan bahwa bahasa Batak di Sumatera Utara saat ini berada pada skala tiga, yaitu (1) Mulai terancam. Bahasa Angkola berada dalam
8 satu rumpun dengan Bahasa Batak, (2) Mulai dilanda krisis ketahanan atau secara perlahan, (3) Mengalami degradasi frekuensi dan kualitas pemakaian. Di belahan Indonesia lainnya (sebagai fakta eksternal), Kadapi (2009) mengutip dari Ethnologue dalam menyatakan bahwa dari ratusan jumlah bahasa daerah di Indonesia, terdapat bahasa yang hampir mengalami kepunahan yang didasarkan pada jumlah penutur yang tersisa. Sebagai contoh, bahasa Amahai hanya menyisakan 50 orang penuturnya, bahasa Hoti 10 orang, bahasa Hukamina 1 orang, bahasa Ibu 35 orang, bahasa Kamarian 10 orang dan seterusnya. Tentu sangat miris melihat kondisi ini, namun bahasa daerah apapun dapat mengalami kecenderungan yang sama bila proses penurunan penggunaannya terus berlanjut. Fakta-fakta ini menjadi alasan lain mengapa penulis memutuskan untuk membuat kajian lebih mendalam tentang bahasa daerah. Sebagai salah seorang keturunan suku Angkola, penulis khawatir dengan mulai tergesernya bahasa Angkola bahkan di wilayah geografisnya sendiri. Menurut Nasution (1994 : 12) suatu bahasa hilang karena tidak dikembangkan oleh generasi penerusnya. Di daerah Angkola saat ini atas dasar kebangsaan dan kepentingan nasional bahasa Indonesia telah banyak dipergunakan dan mulai menggantikan bahasa Angkola. Baumi (1984), bahkan menyatakan bahwa pemakaian Bahasa Nasional Indonesia adalah sebuah kewajiban karena bahasa itu merupakan alat komunikasi nasional. Contohnya, dalam bidang pendidikan bahasa Angkola diganti kedudukannya oleh bahasa Indonesia yang berperan sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari
9 pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Dengan demikian pengaruh bahasa Indonesia terhadap pemakai bahasa Angkola di lingkungan pelajar sangat besar. Meskipun penulis berkeyakinan bahwa bahasa Angkola tidak akan hilang dan digantikan oleh bahasa lain, seiring berjalannya waktu dan semakin tingginya intensitas penggunaan bahasa Indonesia sudah tentu hal ini merupakan ancaman serius bagi kelangsungan bahasa Angkola. Bertahannya sebuah bahasa tidak akan dapat terwujud tanpa adanya upaya dari penuturnya sendiri. Boleh jadi ada pihak-pihak lain yang melakukan kajian terhadap keberadaan bahasa itu, tetapi tujuannya tentu akan berbeda yaitu hanya untuk keperluan dokumentasi. Dalam hal ini penulis berpikir bahwa akan jauh lebih baik orang yang memahami dengan baik budaya bahasa Angkolalah yang seharusnya mengambil sikap dan menjadi tokoh kunci untuk mempertahankan bahasa itu. Dengan demikian, penulis berharap dengan kajian ini, setidaknya sebagai upaya yang dilakukan untuk kembali mengangkat harkat dan martabat bahasa Angkola khususnya, dan bahasa daerah di Indonesia umumnya. Artinya, pemertahanan bahasa daerah di Indonesia dengan cara mengkaji lebih dalam tentang bahasa itu bukan sekedar sebuah slogan atau wacana saja, tetapi harus dengan suatu tindakan nyata. Ada beberapa penelitian dalam bentuk skripsi ditemukan membahas aspek mikro dan makro bahasa Angkola. Namun, penelitian-penelitian ini sangat terbatas dan bersifat umum. Oleh sebab itu, penelitian yang berfokus pada aspek yang lebih spesifik tentang bahasa Angkola sangat diperlukan. Misalnya penelitian ini menyoroti predikasi, sintaksis kategorial, fungsi partikel dan sebagainya. Di samping itu, bentuk
10 lain yang ada yaitu literatur bahasa Angkola yang membahas dan menginventarisasi sejarah, kegiatan-kegiatan budaya dan kehidupan masyarakat saja seperti sejarah penduduk dan marga-marga, upacara perkawinan, upacara kematian, seni-seni termasuk seni sastra, dan sebagainya. Literatur-literatur itu hanya merupakan upaya untuk mempertahankan adat istiadat dan hukum-hukum yang berlaku di tengah masyarakat, bukan unsur bahasa secara spesifik. Untuk memahami lebih jauh tentang suku, bahasa dan wilayah geografis Angkola, bab berikutnya akan memberikan gambaran singkat, namun cukup memadai tentang unsur-unsur penting mengenai bahasa Angkola yang berkaitan dengan disertasi ini. Bab ini juga memberikan gambaran tentang cakupan wilayah penelitian disertasi ini. Bahasa Angkola tidak terpisahkan dari bahasa Mandailing karena kedekatan kultural dan geografisnya, meskipun Angkola juga berdekatan dengan daerah masyarakat Batak Toba. Sering sekali orang membedakan kedua bahasa ini hanya karena bahasa Angkola memiliki aksen yang lebih cenderung mendekati aksen Batak Toba, sebagaimana yang dinyatakan Sibarani (1997: 2) bahwa bahasa Batak Toba lebih dekat dengan bahasa Angkola. Hal ini menyiratkan bahwa secara linguistik bahasa Angkola cenderung mendekati bahasa Batak Toba dan bahasa Mandailing karena bahasa ini diapit oleh kedua bahasa itu. 1 1 Periksa juga diakses 12 April 2008.
11 Lubis dalam (2008) dengan tegas mengatakan bahwa bahasa Angkola harus dipisahkan dari bahasa Mandailing dan istilah bahasa Mandailing Angkola tidak pernah ada. Namun, ia mengakui bahwa banyak orang Angkola dan Mandailing yang berpendapat bahwa bahasa yang digunakan kedua suku itu adalah bahasa yang sama. Keadaan tidak dapat disatukannya bahasa Mandailing dan bahasa Angkola juga didasarkan pada pengelompokkan suku Batak yang dibuat oleh Susan Rogers Siregar dalam Lubis (2008). 2 Ia mengklasifikasikan suku Batak ke dalam suku Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Angkola, dan Mandailing. Dalam penggunaannya, pola kalimat bahasa Angkola lebih bervariasi. Subjek boleh mendahului predikat boleh juga setelah predikat, bahkan bahasa Angkola lebih sering menempatkan predikat pada awal kalimat mendahului subjek (Lubis:2009). Hal ini tentu berbeda dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang cenderung menempatkan predikat setelah subjek dan sering disertai dengan partikel-partikel tertentu (PART), seperti pada contoh-contoh percakapan singkat berikut: 1. A : Kehe au ku poken da. pergi aku ke pasar PART Saya pergi ke pasar B : Olo, kehe ma. ya, pergi PART Ya, pergilah 2 diakses 12 April 2008.
12 2. A : Na jegesan bagasmu. PART cantik rumahmu. Rumahmu cantik B : Tarimo kasih da. terima kasih PART Terima kasih 3. A: Lehen-lehen ni koumta do on oleh-oleh family kita PART ini Ini oleh-oleh family kita B: Olo tarimo kasi da ya terima kasih PART Terima kasih 4. A: Di ginjang ni amak lampisan di atas tikar yang berlapis Di tikar yang berlapis Keempat contoh ini menunjukkan posisi predikat yang muncul mendahului subjek. Contoh pertama menempatkan kata kerja sebagai predikat (verbal predicate), contoh kedua merupakan predikat ajektiva (adjectival predicate), contoh ketiga merupakan predikat nominal (nominal predicate), dan contoh keempat merupakan predikat preposisi (adposisional predicate). Sedangkan menurut daya ikatnya, kalimat-kalimat pada A mengikat satu partisipan saja, yaitu aku pada contoh pertama, dan rumah pada kalimat kedua, lehen-lehen pada kalimat ketiga, dan di ginjang pada kalimat keempat. Pada contoh kelima dapat dilihat kemampuan daya ikat predikat
13 bahasa Angkola mengikat dua partisipan yaitu solomku dan ayamu, dan pada contoh keenam yaitu halai dan miak lilin. Pada contoh ketujuh dapat dilihat kemampuan predikat bahasa Angkola mengikat tiga partisipan yaitu alai, istri nia i dan tu dukunan. 5. Palalu jolo kirim solomku tu ayamu sampaikan dulu kirim salamku pada ayahmu Sampaikan salamku pada ayahmu 6. Dioban halai ma on miak lilin on dibawa mereka PART minyak lilin itu Mereka membawa minyak lilin itu 7. Kehema mulaki alai dohot istri nia i tu dukunan pergi PART kembali dia dan istrinya ke dukun itu Dia dan istrinya pergi ke dukun itu lagi Daya ikat ini mungkin saja mengikat lebih dari tiga partisipan dengan predikatnya dalam bahasa Angkola, dan fenomena inilah yang salah satunya akan dikaji dalam penelitian ini. Contoh-contoh tersebut hanya sebagai data awal dan akan dilanjutkan dalam langkah-langkah penelitian ini. 1.2 Rumusan Masalah Proposisi dalam bahasa secara universal mengandung unsur utama yang disebut predikasi. Menurut Tata Bahasa Fungsional ujaran bahasa pun berawal dari
14 konstruksi predikasi. Perbedaan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya sering disebabkan oleh variasi dalam predikasi yang di antaranya meliputi unsur-unsur predikat, daya ikat predikat terhadap unsur-unsurnya. Masalah utama penelitian ini adalah Bagaimanakah predikasi ini dalam bahasa Angkola menurut Tata Bahasa Fungsional? Secara khusus, beberapa pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan masalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah unsur predikat dalam bahasa Angkola digambarkan dengan menggunakan Tata Bahasa Fungsional? 2. Bagaimanakah kerangka predikat bahasa Angkola digambarkan dengan menggunakan Tata Bahasa Fungsional? 3. Bagaimanakah daya ikat predikat terhadap unsur-unsur lainnya dalam predikasi bahasa Angkola? 4. Bagaimanakah Tata Bahasa Fungsional memerikan predikasi bahasa Angkola? 5. Bagaimanakah Tata Bahasa Fungsional memerikan hubungan predikasi dengan Perikeadaan? 1.3. Tujuan Penelitian Bersesuaian dengan masalah seperti yang diuraikan pada pertanyaan penelitian di atas, dengan menggunakan kerangka teoretis Tata Bahasa Fungsional, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menemukan dan menganalisis unsur predikat dalam bahasa Angkola.
15 2. Menentukan dan menganalisis kerangka predikat bahasa Angkola. 3. Menentukan daya ikat predikat terhadap unsur-unsur predikasi lainnya dalam bahasa Angkola. 4. Menganalisis predikasi bahasa Angkola. 5. Menganalisis hubungan predikasi dan prikeadaan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang cukup besar dalam perkembangan dunia kebahasaan. Manfaat dibedakan menjadi manfaat teoritis dan praktis, yang masing-masing berhubungan dengan teori bahasa dan dengan penerapan hasil penelitian ini untuk kepentingan praktis. 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa aspek sebagai berikut: a. Perkembangan teori sintaksis bahasa, terutama dari pendekatan fungsional; hasil penelitian ini nantinya dapat memperkaya khazanah teori kebahasaan, khususnya yang berkaitan dengan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. b. Perkembangan minat pemerhati bahasa untuk melakukan kajian-kajian mendalam terhadap bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. c. Pemanfaatan bahasa daerah sebagai salah satu sumber kajian baik untuk kepentingan peningkatan keilmuan maupun upaya pelestarian. Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan manfaat kepada penyusunan
16 kerangka teoretis, langkah-langkah ataupun kebijakan pelestarian bahasa Angkola. 2. Manfaat Praktis Sementara itu, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa aspek sebagai berikut: a. Dari segi keberadaan bahasa Angkola sebagai salah satu kekayaan Linguistik Indonesia khususnya dan kebudayaan Indonesia pada umumnya, penelitian ini merupakan salah satu dokumentasi bahasa Angkola yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut lagi untuk kepentingan lain. b. Pendeskripsian bahasa Angkola dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang pola tata bahasa, khususnya predikasi bahasa Angkola sehingga dapat dijadikan acuan bagi penelitian lanjut tentang bahasa Angkola. c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengembangan bahan ajar bahasa Angkola. 1.5 Organisasi Disertasi Disertasi ini disusun secara sistematis ke dalam beberapa bagian. Setiap bagian membahas topik yang khusus berdasarkan sistematika yang biasanya digunakan dalam penelitian disertasi. Bagian-bagian yang menyusun disertasi ini dapat diuraikan sebagai berikut:
17 Bab I merupakan bagian pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian. Bab ini ditutup dengan bagian yang menguraikan organisasi disertasi. Bab II memberikan gambaran umum daerah penelitian yang mencakup daerah adminstratif di mana Bahasa Angkola digunakan dan wilayah pemakaian Bahasa Angkola. Bagian ini juga mendaftarkan informan yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III berkaitan dengan telaah kepustakaan yang membahas dan meninjau literatur yang berkaitan dengan paradigma dan teori Tata Bahasa Fungsional di tengah-tengah paradigma dan teori tata bahasa yang ada. Pada bagian ini juga dibahas secara singkat beberapa penelitian terdahulu yang sedikit banyaknya berkaitan dengan penelitian ini. Bab IV membahas metode penelitian yang digunakan dalam penelitian disertasi ini. Bagian ini mencakup sumber data dan model yang digunakan untuk analisis data. Bab V yang merupakan bab utama dalam penelitian ini membahas hasil penelitian. Hasil penelitian ini memaparkan temuan berdasarkan analisis data dan pembahasan terhadap semua temuan dalam hubungannya dengan pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya, termasuk pembahasan tentang pembentukan sebuah penanda perikeadaan. Bab VI adalah bab terakhir yang isinya menyimpulkan hasil penelitian ini dan memberikan berbagai saran terkait dengan hasil penelitian yang diperoleh.
BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan yang lainya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecamatan yang berbeda bisa ditemukan hal-hal yang menunjukkan bahasa itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu fonologi adalah suatu kajian bahasa dalam hal bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah bentukan fonem-fonem yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan masalah dan rumusan masalah. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki aneka budaya yang beranekaragam. Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu, Pulau Sumatera,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam kehidupan pasti tidak akan terlepas untuk melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Dalam berkomunikasi diperlukan adanya sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia adalah suku Batak yang terdiri atas lima etnik, yakni etnik Batak Toba, etnik Pakpak Dairi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) yang dikembangkan oleh Kress dan Van Leeuwen dalam buku Reading Images (2006). Kajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Batak Pakpak merupakan salah satu sub-etnis dari masyarakat Batak Toba, Simalungun, Karo, dan Mandailing. Salah satu yang menjadi cirri pembeda antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arsitektur sebagai produk dari kebudayaan, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya proses perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa dimanapun berada memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan buah pikiran dan perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Marauke yang terdiri dari lima pulau besar yaitu pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi
Lebih terperinciFenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2
Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Linguistik Pascasarjana UNS 2 Dosen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang menopang keberadaan masyarakat dalam berbagai upacara adat, seperti upacara keagamaan, perkawinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak berdomisili di daerah Sumatera Utara. Etnik Batak ini terdiri dari enam sub etnik yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. xix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Sumatera atau dengan nama lain Pulau Percha, Andalas, Suwarnadwipa (bahasa Sansekerta, Pulau Emas ) terletak di bagian barat kepulauan Indonesia. Pulau Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebab kalimat tanya tidak pernah lepas dari penggunaan bahasa sehari-hari
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimat tanya selalu mendapat perhatian di dalam buku tata bahasa Indonesia (lihat Alwi dkk., 2003: 357; Chaer, 2000: 350). Hal ini dapat dimengerti sebab kalimat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan ide-ide di dalam pikirannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Angkola sampai saat ini masih menjalankan upacara adat untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi masyarakat Angkola. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suku Batak Toba merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Suku Batak merupakan bagian dari enam ( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap suku-suku pasti memiliki berbagai jenis upacara adat sebagai perwujudan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung unsur-unsur irama, melodi, dan tempo. Disamping itu, musik juga merupakan hasil dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat suku Pakpak. Masyarakat suku Pakpak merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau, beragam suku bangsa, kaya akan nilai budaya maupun kearifan lokal. Negara mengakui perbedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Levinson (1987: 60) disebut dengan FTA (Face Threatening Act). Menurut Yule
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia dikenal adanya bahasa yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama kehidupan bermasyarakat yang menuntut manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sedangkan bahasa visual dipandang kurang penting, padahal banyak kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa verbal (lisan dan tulis) memegang peranan penting dalam interaksi dan menjadi sarana interaksi yang paling utama, sedangkan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok masyarakat tertentu. Dalam budaya, kita
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Sumatera Utara merupakan salah satu daerah pariwisata yang berpotensi di Indonesia. Potensi pariwisata yang ada di Sumatera Utara antara lain keindahan alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. [Type text]
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak dapat terlepas dari peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia memerlukan sarana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya, suku, agama, dan ras. Salah satu provinsi yang ada di Indonesia adalah provinsi
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.
BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya
Lebih terperinciPENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS
PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai Negara yang banyak memiliki beragam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang memiliki keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki suatu bangsa dapat dijadikan
Lebih terperinciARSITEKTUR DAN SOSIAL BUDAYA SUMATERA UTARA
ARSITEKTUR DAN SOSIAL BUDAYA SUMATERA UTARA Penulis: Julaihi Wahid Bhakti Alamsyah Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya
Lebih terperincib. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.
1.4.2 Manfaat Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba. b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan seni dan budayanya. Hal itu telihat dari keberagaman suku yang dimiliki Bangsa Indonesia, mulai dari cara hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat satu dan dua maka Negara Indonesia menjamin kebebasan berserikat dan berkeyakinan. Bahwa agama Katolik adalah salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sub etnik Batak disatu sisi dan di sisi lain secara tegas pula menolak dikaitkan
1 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN Hingga saat sekarang ini, isu tentang Mandailing bukan sebagai etnik Batak dan merupakan bagian dari etnik Batak masih sering diperdebatkan dan dipermasalahkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kegiatan interkasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih baik lisan maupun tulisan. Sebelum mengenal tulisan komunikasi yang sering
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan memiliki bahasa yang beragam pula. Walaupun telah ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik merupakan bunyi yang terorganisir dan tersusun menjadi karya yang dapat dinikmati oleh manusia. Musik memiliki bentuk dan struktur yang berbeda-beda dan bervariasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Istilah komunikasi bukanlah suatu istilah yang baru bagi kita. Bahkan komunikasi itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban umat manusia, dimana pesan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan adat istiadatnya inilah yang menjadi kekayaan Bangsa Indonesia, dan suku Karo
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri dari berbagai suku, tersebar di seluruh pelosok tanah air. Setiap suku memiliki kebudayaan, tradisi dan adat istiadat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya. Menurut Koenrtjaraningrat (1996:186), wujud kebudayaan dibedakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan tradisi, baik kebudayaan yang bersifat tradisional ataupun modern. Setiap daerah memiliki tradisi yang bermacam-macam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Umpasa merupakan salah satu ragam sastra lisan yang dimiliki masyarakat Batak Toba. Sebagai ragam sastra lisan, umpasa awalnya berkembang di masyarakat tradisional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Betapa
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah produk atau hasil yang dilakukan atau diciptakan oleh sekelompok masyarakat dalam berbagai aktifitas kegiatan yang mempunyai tujuan sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan unsur-unsur budi daya luhur yang indah, misalnya; kesenian, sopan santun, ilmu pengetahuan. Hampir setiap daerah yang ada di berbagai pelosok
Lebih terperinciSTRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN
STRUKTUR SEMANTIS VERBA UJARAN BAHASA SIMALUNGUN SKRIPSI OLEH ROHFINTA OKTORIA SINAGA NIM 100701024 DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 STRUKTUR SEMANTIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa memungkinkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa memungkinkan kita untuk bertukar informasi dengan orang lain, baik itu secara lisan maupun tertulis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam kelompok masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan kerjasama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berinteraksi, manusia dapat memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Moyang terdahulu. sebagai mana dikemukakannya bahwa: c. Seni musik yang disebut gondang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Angkola atau batak Angkola adalah salah satu suku yang terbesar di wilayah Angkola Tapanuli Selatan. Suku ini berdiam dan tersebar di seluruh wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dalam bahasa Batak disebut dengan istilah gorga. Kekayaan ragam hias
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang memiliki kekayaaan berbagai khasanah ragam hias atau ornamen yang tersebar di wilayah Nusantara, dari Sabang sampai Merauke, masing-masing daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat mengenali apa saja terdapat di daerah itu. Keberagaman kebudayaan tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang paling menonjol yang terdapatdalamsebuahbangsabahkannegara.denganmengenalikebudayaanitusendirikitadapatm engetahui atau mengenal
Lebih terperinciT. H GEOGRAFI DIALEK BAHASA SIMALUNGUN DALAM PENGEMBANGAN LEKSIKON BAHASA INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Simalungun atau Sahap Simalungun adalah bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Simalungun merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metafora berperan penting dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Untuk menarik perhatian pembaca, judul-judul berita pada surat kabar, tabloid, atau majalah sering dinyatakan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan
82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab IV telah dibahas mengenai jenis dan fungsi tindak tutur yang digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan dan pembahasan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Toba merupakan salah satu danau vulkanik air tawar terbesar di dunia, dan merupakan yang terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, memiliki luas perairan sepanjang
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008
31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh
Lebih terperinci