BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya kesetaraan merupakan penopang utama dalam
|
|
- Siska Sumadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kesetaraan merupakan penopang utama dalam membangun dan menegakkan proses demokrastisasi karena secara nyata dapat menjamin terbukanya akses dan peluang bagi seluruh elemen masyarakat. Dalam proses ini, tidak tercapainya cita-cita demokrasi dapat diakibatkan oleh perlakuan yang diskriminatif ataupun tindakan dari mereka yang dominan baik secara struktural maupun secara kultural. Jenis perlakuan diskriminatif ini merupakan konsekusensi logis dari suatu pandangan yang bias dan posisi asimetris dalam relasi sosial. Dengan adanya perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan tersebut akan dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihakpihak yang termarginalisasi. Hingga saat ini diskriminasi berbasis pada gender masih terasakan hampir di seluruh dunia, termasuk di berbagai negara di mana demokrasi telah dianggap sudah tercapai. Dalam konteks ini, kaum perempuanlah yang paling berpotensi mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, sekalipun tidak tertutup kemungkinan bahwa laki-laki juga dapat mengalaminya. Pembakuan peran dalam suatu masyarakat merupakan suatu hambatan yang paling utama dalam proses perubahan sosial. Hal ini terutama sejauh menyangkut persoalan gender di mana secara global kaum perempuan yang lebih berpotensi merasakan dampak negatif dari perubahan tersebut.
2 Dari berbagai kajian tentang perempuan, terlihat bahwa kaum perempuan sudah begitu lama mengalami diskriminasi dan kekerasan dalam segala bidang kehidupan. Berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan telah memperburuk kondisi kehidupan perempuan dan menghambat kemajuan perempuan. Segala usaha juga telah lama diperjuangkan untuk melindungi hak asasi perempuan dan kebebasan bagi perempuan, namun sampai dewasa ini hasilnya belum signifikan. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan berbagai instrumen nasional tentang perlidungan hukum terhadap hak asasi perempuan. Di level Perserikatan Bangsa- Bangsa masalah perlindungan hak asasi perempuan sudah sangat dipahami antara lain melalui Deklarasi Beijing Platform, pada tahun 1995 yang melahirkan program-program penting untuk mencapai keadilan gender. Sedangkan di Indonesia, upaya tersebut sesungguhnya sudah cukup banyak dilakukan khususnya perlindungan hukum terhadap hak asasi perempuan, baik dalam bentuk peraturan perundang undangan maupun dalam bentuk kebijakan-kebijakan negara. Namun hak asasi perempuan masih belum terlindungi secara optimal. Apabila dicermati dengan seksama, sesungguhnya banyak kondisi-kondisi rawan terhadap kemajuan perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia. Dengan struktur masyarakat patriarkhi, secara sosio-kultural kaum laki-laki lebih diutamakan dari kaum perempuan, bahkan meminggirkan perempuan. Perilaku budaya yang menetapkan perempuan pada peran ibu dan istri merupakan hambatan besar dalam pemajuan hak asasi perempuan. Di samping itu,
3 interpretasi keliru dari ajaran agama tentang gender telah mengurangi universalitas hak asasi perempuan di Indonesia. Dengan lambatnya pemajuan perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia, maka nampaknya diperlukan upaya-upaya disamping kegiatan sosialisasi yang optimal mengenai hak asasi perempuan, juga penambahan Peraturan Perundang-undangan tentang hak asasi perempuan. Di samping itu, dengan banyaknya masalah yang muncul tentang kehidupan perempuan, maka perangkat undang-undang masih sangat diperlukan untuk mengatasi persoalanpersoalan perempuan, seperti eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan, persoalan perempuan di wilayah konflik, prostitusi dan lain-lainnya. Demikian juga jika melihat begitu jauhnya prinsip keadilan yang seharusnya tertanam dala diri setiap manusia. Jadi tidak selayaknya hanya karena perbedaan gender maka berbeda perlakuan terhadap mereka yang dalam hal ini adalah kaum perempuan. Apabila dikaji lebih mendalam lagi, tentu dapat diartikan bahwa nilai-nilai kehidupan sosial tersebut mengalami pengkerdilan ataupu luntur termakan oleh berbagai kepentingan yang tidak memperdulikan hak perempuan. Dalam menelaah masalah berlanjutnya perlakuan yang diskriminatif, secara eksplisit hambatan dalam menciptakan kebijaksanaan yang setara ini adalah dengan masih bertahannya pemikiran sebagian besar warga masyarakat termasuk para pengambil keputusan, tentang konsep-konsep tradisional mengenai apakah yang seharusnya menjadi peranan perempuan, apakah peranan laki-laki
4 dan bagaimanakah seharusnya hubungan laki-laki dan perempuan, ataupun antara suami dan istri. Untuk dapat lebih jelas memahami hal ini, dalam studi perempuan dan dalam analisis tentang isu-isu hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam mengupayakan terwujudnya hasil-hasil pembangunan nasional, telah lahir kebutuhan untuk menggunakan suatu istilah yaitu gender. Oleh sebab itu, sudah seharusnya keberpihakan kepada orang yang hakhaknya terpinggirkan mutlak diperlukan. Ini merupakan suatu upaya agar dapat mewujudkan kembali nilai-nilai keadilan yang dimaksudkan sudah mulai luntur tersebut bahwa setiap orang harus kembali ke posisi aslinya, posisi dimana setiap orang dipandang sama dalam kedudukan alamiahnya. 1 Kesetaraan perempuan dan laki-laki dimulai dengan dikumandangkannya 'emansipasi' di tahun an. Setelah itu tahun 1963 muncul gerakan kaum perempuan yang mendeklarasikan suatu resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB. Kesetaraan perempuan dan laki-laki diperkuat dengan deklarasi yang dihasilkan dari konferensi PBB tahun 1975, dengan tema Women In Development (WID) yang memprioritaskan pembangunan bagi perempuan yang dikembangkan dengan mengintegrasi perempuan dalam pembangunan. Berbagai cara tengah dilakukan diupayakan untuk mengurangi ketidaksetaraan gender yang menyebabkan ketidakadilan sosial. Upaya tersebut dilakukan baik secara individu, kelompok bahkan oleh negara dan dalam lingkup lokal, nasioanal dan internasional. Upaya-upaya tersebut diarahkan untuk 1 Uzair Fauzan dan Heru Prasetio, Teori Keadilan, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2006, hal. 6.
5 menjamin kesetaraan hak-hak asasi, penyusun kebijakan yang pro aktif mengatasi kesenjangan gender, dan memberdayakan perempuan demi kemajuan bangsa. B. Permasalahan Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kedudukan perempuan berdasarkan Konvensi Internasional? 2. Bagaimanakah pengaturan pemberdayaan perempuan menurut hukum Indonesia? 3. Bagaimanakah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam perspektif Hukum Internasional? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan yang ingin diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kedudukan perempuan berdasarkan Konvensi Internasional. 2. Untuk mengetahui pengaturan pemberdayaan perempuan menurut hukum Indonesia. 3. Untuk mengetahui kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam perspektif Hukum Internasional. Adapun manfaat dari penulisan ini adalah : 1. Manfaat Teoritis.
6 Penulisan ini memiliki manfaat bagi penulis agar memenuhi syarat kelulusan Strata-1 di Fakultas Hukum. 2. Manfaat Praktis. Penulisan ini bertujuan untuk menerapkan prinsip kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sehingga diharapkan mampu menjawab permasalahan apakah hukum di Indonesia saat ini sesungguhnya dapat merangkul perempuan dalam memperoleh keadilan serta hubungannya dalam hukum Internasional. Selain itu dapat menambah wawasan dan wacana terhadap latar belakang pembentukan peraturan maupun perundang-undangan yang mampu mewadahi keadilan bagi kedudukan perempuan di Indonesia dan dalam ruang lingkup Internasional. D. Keaslian Penulisan. Skripsi ini berjudul Kesetaraan Gender Dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Perspektif Hukum Internasional. Penulisan skripsi mengenai kesetaraan gender maupun pemberdayaan perempuan sudah beberapa kali diangkat oleh mahasiswa Fakultas Hukum dengan judul yang berbeda-beda. Jika dalam penulisan yang sudah ada membahas tentang persamaan gender dan diskriminasi terhadap perempuan, namun melalui penulisan kali ini, penulis berupaya membahas dan mengupas permasalahan yang berbeda yaitu mengenai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Terlebih lagi jika ditinjau berdasarkan hukum Internasional sehingga pembahasan dari penulisan ini berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.
7 E. Tinjauan Pustaka. Perbedaan antara konsep seks dan gender tentu sangat diperlukan dalam melakukan berbagai analisa ataupun memberi pandangan serta pendapat mengenai persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini tentu tidak terlepas dari banyaknya perbincangan mengenai gender akhir-akhir ini semakin menarik bagi berbagai kalangan. Istilah gender sebenarnya mempunyai pengertian yang beragam dan relatif. Setiap feminis memiliki pandangan pribadi sendiri tentang gender. Kebanyakan kaum feminis memaknai gender sebagai hasil penjabaran sosial tentang jenis kelamin biologis. Mereka menolak pandangan bahwa gender dibangun berdasarkan jenis kelamin biologis, bahkan pandangan ini dianggap melebih-lebihkan perbedaan biologis dan membawa perbedaan tersebut ke dalam domain yang tidak relevan. Menurut kaum feminis, seharusnya tidak ada alasan biologis untuk mengharuskan perempuan menjadi lembut dan laki-laki harus tegas. Maka sebagai hasil konstruksi sosial, gender tidak bersifat alami dan karenanya bersifat lentur dan bisa berubah. 2 Dalam perkembangannya, istilah teknis gender yang telah didefinisikan sebagai konstruksi budaya, belakangan ini secara tajam berlawanan dengan jenis kelamin (sex) sebagai karakteristik biologis Konsep gender disosialisasikan kepada masyarakat melalui program Pengarusutamaan Gender (PUG). Pengarusutamaan gender merupakan bentuk pemaksaan konsep gender dan hal Penelope Eckert and Sally McConnell-Ginet, Gender Analysis in Development, 2003,
8 ideologi jenis kelamin yang masih bersifat kontroversial kedalam semua lini kehidupan. Sementara budaya lokal dan penafsiran keagamaan (untuk tidak mengatakan agama) sebagai dua faktor penghambat program PUG. Padahal gender sendiri adalah budaya yang sifatnya transnasional dan dipaksakan untuk dikonsumsi bangsa Indonesia. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak didasarkan atas perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipisahkan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. 3 Berdasarkan pendapat di atas maka secara sederhana dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan gender adalah pemilahan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan, bukan berdasarkan sifat-sifat kodrati yang melekat padanya, melainkan dalam perspektif fungsi dan peranan mereka dalam kehidupan yang sangat luas. 4 Wacana kesetaraan gender dan isu diskriminasi terhadap perempuan kerap dihembuskan seiring mempromosikan perempuan untuk berperan di ranah publik. Padahal semestinya berperan di mana pun, boleh jadi merupakan konstruksi sosial sebuah masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Menentukan peran adalah pilihan hidup yang tidak seharusnya dicampuri oleh pihak mana pun. Gender sebagai pemaknaan sosial yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan tidak seharusnya menghilangkan keberagaman kultur dalam masyarakat dengan 3 Trisakti Handayani, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Malang, 2002, hal Briyan A. Garner, Black s Law Dictionary, Seventh Edition, West Group, St. Paul, Minn, 1999, hal. 691.
9 membentuk satu sistem sosial baru yang harus diikuti oleh semua perempuan lintas bangsa. Kesetaraan gender (gender equity) adalah konsep yang menyatakan perempuan dan laki-laki memiliki hak dan dan kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam segala bidang pembangunan tanpa mempermasalahkan sifatsifat biologis. 5 Dengan demikian gender sebagai hasil konstruksi sosial yang berdasarkan pada relativisme seharusnya membiarkan berbeda setiap budaya yang dikonstruk oleh masyarakat, selama tidak menimbulkan kerugian mendasar dari salah satu jenis kelamin. Seperti diketahui bahwa pentingnya kesetaraan gender di setiap negara berkembang ataupun negara maju, yaitu untuk mendorong hak-hak kaum perempuan yang dimana setiap perempuan pada jaman sekarang banyak sekali yang ingin disetarakan kepentingannya dengan laki-laki. Banyak perempuanperempuan yang berfikir bahwa pentingnya peranan perempuan di setiap kalangan, kelompok, atau individu, yaitu untuk ikut serta dalam menjalankan suatu pemerintahan, namun tetap ada anggapan bahwa perempuan masih belum layak menjadi pemimpin. Jika dilihat dari sejarahnya di setiap negara berkembang contohnya di Indonesia, yang menjadi faktor utama penyebab kesetaraan gendernya sendiri adalah tingkat kependudukan yang relatif tinggi sehingga minimnya kesempatan bagi perempuan untuk bisa ikut serta dalam suatu pemerintahan. sehingga para Holzsner, Pendekatan-pendekatan Dasar Dalam Analisis Gender, Malang, 2004, hal.
10 kaum perempuan hanya bisa merasakan hidup sebagaimana mestinya. Sebagian besar hanya bisa menjadi ibu rumah tangga ataupun menjadi pembantu rumah tangga, sedangkan hanya sebagian kecil yang bekerja di lapangan. Isu mengenai gender sesungguhnya sudah cukup tua. Plato yang hidup kurang lebih 300 tahun SM, sudah berbicara tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Yang digunakan sebagai dasar pijakan perbincangan, dari dulu hingga saat ini masih sama, yaitu menuntut agar dibangun kesetaraan dan keadilan. Berbagai pihak memandang atau paling tidak merasakan bahwa selama ini masih terdapat ketidak-setaraan dan ketidak-adilan di berbagai lapisan. Bahkan di antara orang yang paling dekatpun, yaitu antara laki-laki dan perempuan masih terjadi. Perempuan dalam banyak kasus masih diposisikan pada wilayah yang kurang teruntungkan. Mereka (perempuan) banyak yang ditinggalkan, kurang diberi hak dan wewenang yang cukup dan bahkan (kadangkala) dilecehkan. Kondisi seperti itulah, kiranya yang ingin diperjuangkan selama ini. Keadilan dalam kehidupan bermasyarakat adalah hakiki, sentral, mutlak, dan harus selalu diperjuangkan. Tetapi pada kenyataannya, betapa susahnya memperoleh rasa keadilan itu, dan sebaliknya betapa mudahnya kita dapat menyaksikan dan merasakan yang bernama ketidakadilan itu. Ketidakadilan itu tidak saja bersumber dari adanya perbedaan status antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga terhadap berbagai kategori dalam berbagai komunitas lainnya. Kita dapat melihat misalnya bahwa ketidakadilan itu antara yang terdidik dengan yang tak terdidik, antara yang lemah dengan yang kuat, antara buruh dan majikan,
11 antara yang berpunya dengan yang tak berpunya, antara yang berkuasa dengan yang tak berkuasa, dan masih banyak lagi lainnya. Kategori-kategori seperti ini melahirkan pembagian yang dirasakan tak seimbang dan melahirkan rasa ketidakadilan itu. Perempuan sengaja diposisikan dalam peran yang subordinatif, maka peran laki-laki selalu lebih dominan dibandingkan peran yang diambil oleh kaum perempuan. Dalam hubungan inilah terjadi subordinasi dimana perempuan selalu berada di bawah penguasaan lakilaki. Berdasarkan pandangan ataupun uraian di atas, dijelaskan mengenai konsep kesetaraan gender yang menyatakan bahwa jika hak dan kesempatan perempuan dan laki-laki tidak berada dalam kedudukan atau posisi yang setara atau sama, maka perempuan akan dieksploitir secara terus menerus. Hal inilah yang hingga saat ini dianut dan mengkristal dalam sistem sosial budaya di masyarakat. Jika berbicara mengenai pemberdayaan perempuan, tentu hal ini terkait dengan bagaimana mereka bisa keluar dari anggapan yang menyebutkan bahwa mereka berada di bawah kedudukan laki-laki. Kaum perempuan tentu dapat menunjukkan bahwa mereka dapat menempati kededukan yang selama ini juga diduduki oleh kaum laki-laki. Pemberdayaan perempuan adalah suatu upaya sistematik dan terencana untuk melibatkan perempuan dalam berbagai program pembangunan dengan memberikan kesempatan dan peran yang sama dengan laki-laki untuk
12 meningkatkan produktivitas, harkat dan martabat serta integritasnya sebagai individu anggota masyarakat. 6 Melalui kesempatan yang diberikan kepada perempuan dalam keikutsertaannya menjalankan program pembangunan segala bidang ini, bukan tidak mungkin apabila wujud dari hasil kerjanya dapat melebihi hasil kerja yang selama ini dijalankan oleh laki-laki. Dapat dikatakan bahwa yang dibutuhkan oleh kaum perempuan adalah kesempatan, yang jika diberikan maka mereka akan mengusahakan dengan sebaik mungkin. Pemberdayaan perempuan ini dapat dipandang sebagai suatu tindakan mengintegrasikan program-program pembangunan ke dalam suatu tindakan ataupun kerja yang lebih nyata, termasuk itu ke dalam ranah hukum dan politik sekalipun, dimana perempuan dan laki-laki mendapatkan porsi dan kesempatan yang sama untu dapat memberikan aspirasi dan gagasan dengan aktif sebagai upaya untuk meningkatkan aksesibilitas sumber daya di semua sektor. Dalam hubungan tersebut, program-program pemberdayaan perempuan (women empowerment) dapat dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan hak-hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Dengan kemampuan dan dedikasi yang diemban, maka akan dapat terlihat jelas kontribusi yang mereka berikan untuk kemajuan bangsa. Beberapa gagasan yang muncul seiring dengan keterlibatan perempuan dalam konteks pemberdayaan di segala bidang, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa 6 Surya Darma, Implementasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif Dalam Penelitian Perspektif Gender, makalah Training of Trainers (TOT) Metode Penelitian Perspektif gender Bagi Perguruan Tinggi, Jakarta, Direktorat Pembinaan, Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, 2003, hal. 23.
13 dalam Millenium Development Goal s (MDGs) merumuskan hal hal yang berkaitan dengan pemberdayaan tersebut sebagai berikut: 1. Memerangi kemiskinan ekstrim dan kelaparan; 2. Meneguhkan pemerataan pendidikan dasar secara universal; 3. Memajukan kesetaraan Gender dan pemberdayaan perempuan; 4. Mengurangi angka kematian bayi; 5. Memperbaiki kesehatan ibu; 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya; 7. Menjamin keberlanjutan Lingkungan; 8. Membangun kemitraan Global untuk pembangunan. 7 Jika memperhatikan dari gagasan-gagasan tersebut di atas, maka upaya pemberdayaan perempuan dapat diarahkan kepada tujuan yang lebih jelas. Artinya, dalam proses pemberdayaan perempuan tersebut akan terkait langsung dengan berbagai strategi kebijakan dan keputusan-keputusan dalam memajukan pembangunan. Hal ini dalam rangka menciptakan kesempatan kerja yang seluasluasnya dengan memberikan peluang kepada kaum perempuan untuk dapat meningkatkan wawasan dan sumber daya pada dirinya. Dengan adanya kesempatan kerja yang diberikan, maka mereka akan mampu mengembangkan diri secara optimal dalam setiap aspek, baik itu di bidang publik maupun di bidang lainnya yang bertujuan untuk mendorong peningkatan dan pengupayaan akses sumber daya UN, Millennium Development Goals 2015, diadopsi 189 negara anggota-nya pada tahun
14 Seperti halnya menempatkan seseorang dalam suatu posisi yang dianggap dapat memberi dampak terhadap orang ataupun lingkungan, maka demikian pula yang diharapkan ketika perempuan yang menempati posisi tersebut dapat menunjukkan kredibilitasnya sebagai salah satu figur yang memiliki dedikasi demi kemajuan bersama. Hingga saat ini, pemberdayaan perempuan dalam pembangunan posisinya diletakkan pada fondasi efisiensi. Hai ini adalah gagasan yang sudah sekian lama dikembangkan oleh World Bank (Bank Dunia) dan orang-orang dengan HIV AIDS (ODA). Ungkapan Perempuan dalam Pembangunan atau Women in Development (WID) menitikberatkan simpul-simpul partisispasi perempuan dalam pengembangan teknologi tepat guna, penekanan isi produktif kerja perempuan untuk menghasilkan pendapatan dan akses sumber daya. 8 Pendekatan pembangunan dengan strategi WID ini meyakini bahwa pembangunan akan berhasil jika partisipasi penuh perempuan tidak diabaikan. Efesiensi dalam proyek pembangunan menurut keterlibatan perempuan karena mereka sering lebih efisien dan setia terhadap komitmen kerja dibanding lakilaki. 9 Selain itu terdapat strategi dalam pendekatan pembangunan lainnya yang dianggap dapat memperlihatkan pemberdayaan dan efektifitas perempuan dalam konteks perspektif gender yaitu Perempuan dan Pembangunan atau Women and Development (WAD). Dalam pendekatan ini yang dititikberatkan adalah pada kesejajaran dan hubungan yang terintegrasi antara laki-laki dan perempuan. 8 Monsur Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelopor, 2005, hal Julia Cleves Mosse, Gender Analysis in Development, 2005, hal. 206.
15 Adapun strategi pendekatan WID dan WAD memiliki kesamaan yaitu pendekatan dalam hal bertujuan untuk mewujudkan pembangunan bedasarkan kerangka ekonomi dan politik negara. Sedangkan pendekatan yang terakhir adalah yang lazim disebut dengan Gender dan Pembangunan atau Gender and Development dimana pendekatan ini lebih menekankan kepada orientasi hubungan sosial yaitu antara laki-laki dan perempuan, ataupun bahkan hubungan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pendekatan GAD ini, penempatan posisi perempuan diletakkan dalam konstruksi sosial gender serta pemberian peran tertentu pada perempuan ataupun laki-laki. Laki-laki berperan atau terlibat langsung dalam menentukan posisi perempuan. Dengan kata lain, laki-laki juga harus memikirkan nasib kaum perempuan, sehingga hal inilah yang dapat diartikan sebagai hubungan gender. Melalui kesempatan yang diberikan kepada kaum perempuan sebagai unsur penting pembangunan di setiap aspek, maka diharapkan implikasinya bagi peningkatan kemampuan yang sektoral dan memiliki keterampilan yang memadai. Dengan semakin majunya intelektual dan pembelajaran yang diperoleh oleh perempuan akan terlihat bahwa mereka dapat mewakili kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotorik yang menunjang sektor-sektor produktif dalam masyarakat. F. Metode Penelitian. 1. Bentuk Penelitian Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan metode penelitian hukum normatif atau yang
16 disebut juga dengan studi kepustakaan (library research). Penelitan hukum normatif merupakan suatu penelitian hukum yang akan mengolah dan menggunakan data-data sekunder yang berkaitan dengan prinsip kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. 2. Alat Pengumpulan Data Untuk meskripsi ini diperoleh dari data-data sekunder, yaitu : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarus Utamaan Gender, dan Undang-Undang lainnya yang Sbahan perkuliahan, artikel maupun bahan yang diperoleh dari media lainnya. b. Bahan Hukum Sekunder Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yakni buku-buku mengenai kesetaraan gender dan peraturan lainnya. c. Bahan Hukum Tertier Bahan hukum yang menjelaskan mengenai bahan hukum sekunder yang salah satunya adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia. G. Sistematika Penulisan.
17 Untuk lebih memepertegas uraian di atas dan memberi kemudahan bagi penulis dalam mengkaji dan menelaah isi dari skripsi ini, maka penulis perlu untuk menguraikan terlebih dahulu sistematika penulisan sebagai gambaran singkat skripsi, yaitu sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum atas keseluruhan skripsi ataupun konsepsi umum dari skripsi yang dimulai dari latar belakang penulisan skripsi, permasalahan yang akan dibahas, tujuan dan manfaat dari penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : KEDUDUKAN PEREMPUAN BERDASARKAN KONVENSI INTERNASIONAL Di dalam bab ini dibahas tentang hal yang berkaitan dengan kedudukan perempuan berdasarkan konsep mengenai gender, gender sebagai suatu bentuk yang harus diutamakan, prinsip tentang kesetaraan gender, diskriminasi terhadap perempuan sebagai pelanggaran asas persamaan hak dan kedudukan perempuan berdasarkan konvensi internasional. BAB III : PENGATURAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MENURUT HUKUM INDONESIA Dalam bab ini penulis akan membahas tentang hak dan kedudukan perempuan sebagai warga negara dalam melakukan suatu perbuatan hukum, perlindungan hukum terhadap perempuan dalam tatanan masyarakat, serta pemberdayaan perempuan menurut hukum nasional.
18 BAB IV : KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Pada bab ini yang akan dibahas adalah tentang sejarah dan perhatian masyarakat internasional terhadap kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, lahirnya Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW), beberapa prinsip dasar dari CEDAW, serta CEDAW dan hukum nasional Indonesia. BAB V : PENUTUP Pada bab ini dibahas menengenai kesimpulan berdasarkan pembahasan dari permasalahan serta saran-saran atas temuan-temuan yang diperoleh dalam proses pengerjaan skripsi ini.
BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinciGENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN
G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori
Lebih terperinciKebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0
Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga aspek yang penting diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...
DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...
Lebih terperinciPeningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender
XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,
Lebih terperinciKEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian yang akan dilakukan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan
Lebih terperinciGENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar
GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara
Lebih terperinciC KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER
C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan
Lebih terperinciPERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. Ir. Suyatno, MKes
PERANAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN Ir. Suyatno, MKes Office : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Jl. Prof Sudarto, SH, Tembalang Semarang Selatan Contact : Hp. 08122815730, pin 2A031535
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9
BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia
Lebih terperinciPENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2
PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan seperti masalah yang tanpa ujung pangkal. Barangkali, peribahasa yang tepat untuk menggambarkan masalah kemiskinan adalah mati satu tumbuh seribu. Kemiskinan
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA PELUNCURAN STRATEGI NASIONAL (STRANAS) PERCEPATAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) MELALUI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,
Lebih terperinciSTATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER
STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Jakarta, November 2015 Latar Belakang Forum internasional:
Lebih terperinciDra. Tati Hatimah, MA. Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dra. Tati Hatimah, MA Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 ISTILAH GENDER Pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusiayang
Lebih terperinciPerempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women
Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan
Lebih terperinciBAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN
BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi
Lebih terperinciSulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah
KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan
Lebih terperinciJENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI. Pile Patiung, SE
JENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI Pile Patiung, SE DASAR PEMIKIRAN CEDAW 1984 ICPD CAIRO 1994 KONFERENSI WANITA SEDUNIA DI BEIJING 1995 KONDISI KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA HAM DAN HAK-HAK REPRODUKSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok
Lebih terperinciMAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M
INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Oleh: Antarini
Lebih terperinciPELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si
PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender
Lebih terperinciPENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN
PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN Sri Emiyanti Pusat Studi Wanita-Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan ini menyajikan perkembangan wacana tentang jender sebagai
Lebih terperinciBAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN
BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against
Lebih terperinciDi akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan
PAKET 1 MEMBANGUN PERSPEKTIF INKLUSI GENDER DAN SOSIAL (120 ) 1 Kompetensi Dasar: Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu
Lebih terperinciLOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017
LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 A. Dasar Pemikiran Tanggal 10 Juli 2017, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan Peraturan Presiden
Lebih terperinciKONSEP DAN ANALISIS JENDER. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd
KONSEP DAN ANALISIS JENDER Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd Pengantar Dalam banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009
KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 Deputi Bidang Pemberdayaan Lembaga Masyarakat
Lebih terperinciTEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd
TEKNIK ANALISIS GENDER Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 MAKALAH TEKNIK ANALISIS GENDER Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id Pengertian Analisis
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
Lebih terperinciBAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK
BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis
Lebih terperinci1Konsep dan Teori Gender
1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
B A B I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Agar peran pemerintah bersama masyarakat semakin efektif dan efisien dalam upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,
Lebih terperinciPEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016
PEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 Pengakuan dan penghormatan terhadap perempuan sebagai makhluk manusia sejatinya diakui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan di setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi laki-laki. Sistem patriarki hidup dalam realita sehari-hari, baik kelas bawah, di rumah,
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber
Lebih terperinciKesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST
Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya partisipasi aktif segenap komponen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
Lebih terperinciKOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA
KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk
Lebih terperinciGender, Social Inclusion & Livelihood
Gender, Social Inclusion & Livelihood LATAR BELAKANG KOMITMEN AWAL PEMBANGUNAN UTK MELIBATKAN SELURUH KOMPONEN BANGSA BAIK L/P DALAM PEMBANGUNAN Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender ditujukan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadilan dan kesetaraan gender telah menjadi isu global. Perubahan terjadi sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security)
Lebih terperinci& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan
PENGENTASAN KEMISKINAN & KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan Pengantar oleh: Rajiv I.D. Mehta Director Pengembangan ICA Asia Pacific 1 Latar Belakang Perekonomian dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi
Lebih terperinciKESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN
Lebih terperinci- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
SALINAN - 1 - SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciLembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita
+ Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan
Lebih terperinciPENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka
5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi
Lebih terperinciSTRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA
STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA PENGANTAR Seiak PJPT II telah digariskan bahwa wanita (selanjutnya disebut perempuan) sebagai mitra seiaiar Pria dalam pembangunan harus dikembangkan dengan tetap memperhatikan
Lebih terperinciLatar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan
Latar Belakang KLA 1. Definisi dan Tujuan KLA Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha
Lebih terperinciSTRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN OLEH: DEPUTI BIDANG PUG BIDANG POLITIK SOSIAL DAN HUKUM Disampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Perempuan merupakan hak-hak dasar yang dijamin oleh Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga patut untuk diketahui, dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi oleh setiap
Lebih terperinciPERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D
PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D 305 141 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinci"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN
"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kemajuan dalam penegakan hukum mendapatkan
Lebih terperinciKETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani
KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani Abstrak Isu gender tidak hanya merupakan isu regional ataupun nasional, tetapi sudah merupakan isu global. Isu yang menonjol
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan
BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,
Lebih terperinciBUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,
Lebih terperinciANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014
ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciEksistensi Perempuan dalam Pembangunan yang Berwawasan Gender
ISSN 1907-9893 Populis, Volume 7 No. 2 Oktober 2013 Eksistensi Perempuan dalam Pembangunan yang Berwawasan Gender Oleh SITTI NURJANA BATJO Abstraksi UUD 1945, pasal 27 menyatakan tentang persamaan hak
Lebih terperinciPEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Dr. Wartanto (Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TUJUAN PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sesuai kemampuan
Lebih terperinci