PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran WIEKE OCKVIANASARI G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2 NASKAH PUBLIKASI PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL WIEKE OCKVIANASARI (G ) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

3 PENGESAHAN SKRIPSI Skipsi dengan judul : Perbandingan Perubahan Tekanan Darah pada Penggunaan Lidokain 5% Hiperbarik dan Bupivakain 0,5% Hiperbarik dalam Anestesi Spinal Wieke Ockvianasari, G , Tahun 2009 Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Kamis, Tanggal 23 April Pembimbing Utama R. Th Supraptomo, dr., Sp.An NIP Pembimbimg Pendamping MH. Sudjito, dr., SpAn., KNA NIP Penguji Utama Mudzakkir, dr., Sp.An NIP Anggota Penguji Setyo Sri Rahardjo, dr., MKes NIP Surakarta Ketua Tim Skripsi, Dekan FK UNS, Sri Wahjono, dr., MKes Dr. AA. Subijanto, dr., MS NIP NIP

4 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar acuan. Surakarta, 23 April 2009 Wieke Ockvianasari G

5 ABSTRAK Wieke Ockvianasari, G , PERBANDINGAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENGGUNAAN LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK DALAM ANESTESI SPINAL, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta Tujuan Penelitian. Tindakan pemantauan selama anestesi sangat vital dalam menjaga keselamatan pasien. Salah satu parameter vital yang perlu dipantau selama operasi adalah tekanan darah. Lidokain dan bupivakain memblokade saraf simpatis, motorik dan sensorik menyebabkan vasodilatasi arteriole sehingga venous return turun, terjadi penurunan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tekanan darah pada penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam anestesi spinal. Metodologi Penelitian. Penelitian ini termasuk studi observasi analitik dengan pendekatan kohort. Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani operasi di IBS ( Instalasi Bedah Sentral ) RSUD dr. Moewardi Surakarta. Data dianalisis dengan menggunakan uji t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna antara dua kelompok.. Hasil penelitian. Dari penelitian ini didapatkan jumlah sampel 30 yang terbagi menjadi 2 kelompok, 15 sampel pada kelompok lidokain 5% hiperbarik dan 15 sampel pada kelompok bupivakain 0,5% hiperbarik. Hasil analisis data menunjukan bupivakain 0,5% hiperbarik memiliki rata-rata tekanan darah lebih stabil dibandingkan dengan kelompok lidokain 5% hiperbarik. Kesimpulan penelitian. Terdapat perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam anestesi spinal. Kata kunci : Tekanan darah - Lidokain - Bupivakain 5

6 ABSTRACT Wieke Ockvianasari, G , COMPARISON OF BLOOD PRESSURE USING LIDOCAINE 5% HYPERBARIC AND BUPIVACAINE 0,5% HYPERBARIC DURING SPINAL ANAESTHESIA, Medical Faculty Sebelas Maret University, Surakarta Objective. Monitoring during anaesthesia was very vital to keep patient safety. One of the vital parameter which required to be controlled during surgery was blood pressure. Lidocaine and bupivacaine blocaded sympathic nerve, sensoryc and motoric nerve which can make arteriole dilataty and venous return decrease, blood pressure taking down. This research had a purpose to know blood pressure alteration using lidocaine 5% hyperbaric and bupivacaine 0,5% hyperbaric at spinal anaesthesia. Methodology. This study was an analytical observational with cohort approach. Population research was patient who experiencing surgery in IBS (Instalasi Bedah Sentral) RSUD dr. Moewardi Surakarta. Data was analyzed by using t-test to know the difference which have a meaning between two groups. Result. The subjects were 30 patients which divided into 2 groups, which were 15 samples at lidocaine 5% hyperbaric group and 15 samples at bupivacaine 0,5% hyprebaric group. Data analysis got that bupivacaine 0,5% hyperbaric group have mean arterial blood pressure more stable than lidocaine 5% hyperbaric group. Conclusion. There was a meaning difference blood pressure alteration using Lidocaine 5% hyperbaric and Bupivacaine 0,5% hyperbaric at spinal anaesthesia. Keywords : Blood Pressure Lidocaine - Bupivacaine 6

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta ridho-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Perbandingan Perubahan Tekanan Darah pada Penggunaan Lidokain 5% Hiperbarik dan Bupivakain 0,5% Hiperbarik dalam Anestesi Spinal. Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. AA. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Se belas Maret Surakarta, yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi. 2. Sri Wahyono, dr., MKes selaku ketua tim skripsi. 3. R. Th. Supraptomo, dr., Sp.An sebagai pembimbing utama yang memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan dan saran. 4. MH. Sudjito, dr., Sp.An. KNA sebagai pembimbing pendamping yang telah membimbing penulisan skripsi. 5. Mudzakkir, dr., Sp.An sebagai ketua penguji. 6. Setyo Sri Rahardjo, dr., MKes sebagai anggota penguji. 7. Iskandar Zulkarnaen, dr., SpA sebagai saksi ujian skripsi. 8. Kepala IBS RSUD dr. Moewardi Surakarta beserta staf yang telah bersedia membantu pengambilan data. 9. Staf Anestesi atas segala bantuannya. 10. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Surakarta, Februari 2009 Wieke Ockvianasari 7

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian... 2 BAB II. LANDASAN TEORI. 4 A. Tinjauan Pustaka. 4 B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis. 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian 17 B. Lokasi Penelitian. 17 C. Subyek Penelitian 17 D. Teknik Sampling. 18 E. Besar Sampel.. 19 F. Desain Penelitian. 20 G. Identifikasi Variabel 21 H. Definisi Operasional Variabel. 21 I. Bahan dan Cara Penelitian J. Sumber Data 24 K. Teknik Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN.. 26 A. Hasil Penelitian 26 B. Analisis Data BAB V. PEMBAHASAN 32 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan. 37 B. Saran DAFTAR PUSTAKA.. 38 LAMPIRAN 8

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Data Karakteristik Umum Subyek Penelitian Tabel 2.a. Perbandingan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok Tabel 2.b. Perbandingan tekanan darah diastolik pada kedua kelompok.. 28 Tabel 2.c. Perbandingan MAP pada kedua kelompok Tabel 3. Perbandingan selisih MAP antara kedua kelompok Tabel 4. Perbandingan prosentase penurunan tekanan darah Tabel 5. Perbandingan insidensi Hipotensi Tabel 6. Pemberian ephedrin pada kedua kelompok

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Grafik Perbandingan tekanan darah sistolik Gambar 2. Grafik Perbandingan tekanan darah diastolik Gambar 3. Grafik Perbandingan MAP

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Tekanan Darah Sistolik Lidokain 5% Hiperbarik Lampiran 2. Data Tekanan Darah Diastolik Lidokain 5% Hiperbarik Lampiran 3. Data Tekanan Arteri Rata-rata/ MAP Lidokain 5% Hiperbarik Lampiran 4. Data Tekanan Darah Sistolik Bupivakain 0,5% Hiperbarik Lampiran 5. Data Tekanan Darah Diastolik Bupivakain 0,5% Hiperbarik Lampiran 6. Data Tekanan Arteri Rata-rata/ MAP Bupivakain 5% Hiperbarik Lampiran 7. Data Selisih MAP Lidokain 5% Hiperbarik Lampiran 8. Selisih MAP Bupivakain 0,5% Hiperbarik Lampiran 9. Data Hasil Statistik Karateristik Umum Subyek Penelitian Lampiran 10. Data Hasil Statistik Perubahan MAP Lampiran 11. Formulir Penelitian Lampiran 12. Jadwal Penelitian 11

12 Prof. Prof. Prof. Prof. Prof. Prof. Prof. Prof. Prof. Prof. Prof. Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan Telah diuji dan sudah disahkan 12

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam anestesiologi, tindakan monitoring sangat vital dalam menjaga keselamatan pasien. Pemantauan fungsi vital atau monitoring merupakan proses pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari fungsi yang normal sedini mungkin agar dapat diambil tindakan yang cepat dan tepat. Selama anestesia, anestesia yang terlalu dalam, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi dan fungsi alat anestesia yang tidak sempurna dapat menyebabkan kematian dalam waktu pendek. Ada tiga fungsi vital tubuh yang harus diamati selama anestesia dan pasca bedah dini karena gangguan berat pada fungsi ini dengan cepat dapat menyebabkan kematian, yaitu pernapasan, sirkulasi darah, dan kesadaran. Pengamatan bersifat terus-menerus tanpa henti dan dilakukan secara berkala dengan selang waktu sesingkat mungkin (untuk sirkulasi dan pernapasan tiap 3-5 menit), akan dapat menghindari kematian dan kesakitan (Karjadi Wirjoatmodjo, 2000). Hipotensi adalah penyulit sirkulasi yang tersering (Karjadi Wirjoatmodjo, 2000). Menurut persamaan hidrolik, tekanan darah arterial (BP) adalah berbanding langsung dengan hasil perkalian antara aliran darah (curah jantung, CO) dan tahanan lewatnya darah melalui arterioli prekapiler (tahanan vaskularperifer, PVR) (Neal L. Benowitz, 1998). Pada anestesi spinal terjadi blokade sistem saraf simpatis, menyebabkan penurunan SVR (systemic vascularresistance) dan cardiac output (Critchley L.A.H., 1996). Dalam sistem kardiovaskular, anestesia spinal menyebabkan vasodilatasi arteriol didaerah tempat serabut eferen simpatis mengalami blokade. Blokade pada impuls tonus konstriktor pembuluh vena dapat menyebabkan penurunan tonus pembuluh darah vena, sehingga terjadi pengumpulan darah di daerah pasca-arteriol dan berakibat 13

14 alir balik vena ke jantung berkurang. Curah jantung dan curah sekuncup berkurang dan tekanan darah menurun (Sunaryo,2005). Pada penelitian Chandan Shastri dkk (2006), dilaporkan wanita usia 65 tahun tekanan darah preoperatif 140/90 mmhg. Setelah injeksi bupivakain 0,5% 10 menit kemudian tekanan darah 120/80 mmhg, 45 menit kemudian tekanan darah 80/50 mmhg. Setelah injeksi mefenteramin 6 mg intravena tekanan darah meningkat 90/60 mmhg. E. Cendra P.W (2004) dalam penelitianya dilaporkan bahwa kelompok pasien yang menggunakan bupivakain 0,5% hiperbarik memiliki rata-rata tekanan darah lebih stabil dibandingkan dengan kelompok lidokain 5% hiperbarik. Perubahan tekanan darah bervariasi dari 3 menit sampai 10 menit. Dalam hal ini kepentingan anestesi adalah untuk segera memberikan terapi setelah melihat kondisi klinis, sehingga tidak sampai menimbulkan akibat-akibat yang lebih merugikan (Pratomo, B.Y 2002). Dari uraian tersebut diatas perlu kiranya dilakukan pengamatan lebih lanjut mengenai karakteristik dan perbandingan penggunaan dalam klinik antara lidokain 5% dan bupivakain 0,5% terhadap perubahan tekanan darah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka timbul rumusan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan yang berarti pada penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik terhadap perubahan tekanan darah pada anestesi spinal? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan perubahan tekanan darah pada penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik pada anestesi spinal. 14

15 D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Diketahui secara statistik perubahan tekanan darah antara penggunaan lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam anestesi spinal pada pasien operasi di RSUD dr. Moewardi Surakarta. 2. Aspek Aplikatif Penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan obat pada anestesi spinal. 15

16 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anastesi spinal Anestesi spinal (subarachnoid nerve block) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal (Mansjoer et al, 2000). Obat lokal anestesi yang sering digunakan dibagi dalam 2 macam, yaitu golongan ester (misalnya prokain, klorprokain, amethokain) dan golongan amida (misalnya lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain). Ada perbedaan antara golongan tersebut di atas, yaitu pada kestabilan struktur kimianya. Golongan ester mudah dihirolisa dan tidak stabil dalam cairan. Sedangkan golongan amide lebih stabil. Golongan ester dihidrolisa dalam plasma oleh ensim kolinesterase dan golongan amide dimetabolisme di hati (Stoelting R.K., 1999). Pada orang dewasa, obat anestetik lokal disuntikan ke dalam ruang subarakhnoid antara L2 dan L5; dan biasanya antara L3 dan L4. Untuk mendapatkan blokade sensoris yang luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini tergantung pada banyak faktor, antara lain posisi pasien, dan berat jenis obat (Sunaryo,2005). Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37 C cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008. Berat jenis obat anestesi spinal (Tabel 1) (Mansjoer et al, 2000). 16

17 Tabel 1. Berat jenis beberapa obat anestetik lokal dan cairan serebrospinal Obat Berat jenis Prokain - 1,5% dalam akuades 1,0052-2,5% dalam D5W Lidokain - 2% 1,0066-5% dalam dekstrosa 7,5% 1,0333 Tetrakain 0,5% dalam D5W 1,0203 Bupivakain - 0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1,0278-0,5% dalam akuades 1,0058 Cairan serebrospinal 1,003-1,008 Sumber: Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi III. Mekanisme aksi obat lokal anestesi adalah dengan cara mencegah depolarisasi membran saraf dengan memblok aliran ion sodium. Obat lokal anestesi setelah masuk ke dalam cairan cerebrospinal juga akan berdifusi menyeberang ke selubung saraf dan membran, tetapi hanya yang bersifat basa yang bisa menembus membran lipid ini. Ketika mencapai axoplasma terjadi ionisasi dan yang terbentuk kation yang bermuatan bisa mencapai reseptor pada channel Sodium. Akibatnya dapat terjadi blokade channel Sodium, hambatan konduksi sodium, penurunan kecepatan dan derajat fase depolarisasi aksi potensial, dan terjadilah blokade syaraf. Serabut saraf yang terblok pada anestesi spinal adalah serabut saraf otonom, serabut saraf sensorik dan motorik. Namun demikian, obat lokal anestesi juga dapat bekeja langsung pada medulla spinalis (Covino B.G. et al, 1994). a. Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan 17

18 pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakterimia, hipovolemi berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obatobatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid sepertiaspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistans surgeon (Manjoer et al, 2000). b. Komplikasi Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan anestesi spinal, yang dibagi dalam komplikasi yang segera terjadi dan yang terjadi lebih lambat. Komplikasi yang bisa terjadi segera antara lain: hipotensi, dyspnoe, parestesia, hiccups, mual dan muntah, total spinal. Sedangkan komplikasi yang lebih lambat antara lain: retensio urine, infeksi, meningitis, kelumpuhan saraf cranial (Covino B.G et al, 1994). 2. Lidokain Lidokain disintesis pada tahun 1943 oleh Lofgren dan dinyatakan sebagai prototipe obat anestesi lokal (Ronald D. Miller dan Luc M. Hondeghem, 1998). Lidokain merupakan salah satu obat lokal anestesi yang paling sering digunakan. Obat ini termasuk golongan amide dimana mempunyai pka = 7,9, koefisien partisi = 304, ph 6,5. Protein binding lidokain adalah 70%, lipid solubility 2,9, dengan volume distribusi 91 ltr.. Bentuk sediaan dalam larutan 0,5% - 5% dengan atau tanpa epinefrin, bersifat isobarik maupun hiperbarik. Onset lidokain 4-6 menit, dengan lama aksi menit (hiperbarik), menit (isobarik) (Stoelting R.K., 1999). 18

19 Lidokain sering dipergunakan dalam berbagai jenis/cara pemberian anestesi lokal (Sweitzer B.J., 1993). Larutan lidokain 0,25%-0,5% dengan atau tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi sedangkan larutan 1-2% untuk anestesi blok dan topikal. Untuk anestesi permukaan tersedia lidokain gel 2% (Mansjoer et al, 2000). Umumnya lidokain hiperbarik digunakan untuk anestesi spinal pada konsentrasi 5% dicampur dengan 7,5% Dekstrose (Stoelting R.K., 1999). a. Farmakokinetik Didalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidases) membentuk monoetilglisin xilid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilid dan glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestesi lokal. Pada manusia, 75% dari xilidid akan diekskresi bersama urin dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin (Sunaryo, 2005). b. Farmakodinamik Efek obat lidokain akan lebih panjang, penyerapan dan toksisitasnya menurun bila disertai pemberian vasokonstriktor. Obat ini mempunyai efek pada susunan saraf pusat (SSP), sambungan saraf otot dan semua jenis serabut otot. SSP dirangsang oleh anestetik ini sehingga timbul kegelisahan, tremor bahkan sampai kejang klonik. Lidokain juga merangsang pernapasan yaitu dengan cara depresi selektif pada neuron penghambat, namun pada dosis berlebihan akan menyebabkan depresi pernapasan. Jantung akan mengalami penurunan eksitabilitas, kecepatan hantaran dan kekuatan kontraksi, sedangkan pada transmisi sambungan saraf otot akan terjadi gangguan dan pada arteriol akan menyebabkan vasodilatasi. Dermatitis alergik, asma bahkan reaksi anafilaksis yang fatal dapat timbul pada orang yang hipersensitif terhadapnya.lidokain. Efek terapi dicapai bila konsentrasi dalam plasma 1,25 mikrogram/ml (Priyadi Wijanarko, 1993). 19

20 Lidokain merupakan anestesi lokal dengan durasi sedang (Beilin Y. et al, 2003). Pada lidokain juga terdapat efek inotropik negatif, sehingga terjadi efek bradikardi pada anestesi spinal (Donald et al, 1993). c. Efek samping Efek samping Lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini (Sunaryo, 2005). d. Toksisitas Gejala intoksikasi susunan syaraf pusat nampak berupa penurunan kesadaran (somnolen), gangguan bicara sampai konvulsi. Gejala pada sirkulasi berupa depresi miokard, penurunan curah jantung dan tekanan darah (Karjadi Wirjoatmodjo, 2000). Penelitian pada kelinci ternyata injeksi lidokain secara bolus intra vena akan menyebabkan terjadinya aktifitas yang lambat pada korteks. Keracunan pada otak tidak dapat dideteksi melalui EEG tetapi hanya dengan observasi dari gejal klinik yang timbul (Norimosa et al, 1982). 3. Bupivakain Bupivakain adalah anestetik golongan amida dengan mula kerja lambat dan durasi panjang, dengan potensi tinggi. Blokade sensoriknya lebih dominan dibandingkan dengan blokade motoriknya (Beilin Y. et al, 2003). Untuk anestesi blok digunakan larutan 0,25%- 0,50% sedangkan untuk anestesi spinal dipakai larutan 0,5% (Mansjoer et al, 2000). PKa bupivakain 8,1; ph bupivakain 5,5. Protein binding bupivakainww adalah 95%, lipid solubility 28, dengan volume distribusi 73 ltr.. Tersedia dalam bentuk isobarik maupun hiperbarik, dengan lama 20

21 aksi (hiperbarik), (isobarik). Dosis total yang bisa digunakan adalah 7,5-22,5 mg untuk isobarik, mg untuk hiperbarik (Covino B.G. et al, 1994). a. farmakokinetik Metabolisme bupivakain dalam bentuk aromatik hydroxylation, N-dealkylation, amide hidrolysis dan mengalami konjugasi. Hasil metabolit N-dealkylation yaitu N-desbutylbupivakain dapat dilihat pada darah dan urin setelah dilakukan anestesi spinal (Covino B.G. et al, 1994). Bupivakain tidak boleh digunakan secara intra vena karena dapat menyebabkan hipotensi, disritmia jantung, dan blok jantung atrioventrikuler. Bupivakain dikontraidikasikan pada penderita dengan kelainan jantung karena dapat bersifat kardiotoksik (Hoerster et al, 1990). b. Farmakodinamik Rata-rata ekskresi total bupivakain mel l uri dan dealkilasi serta metabolit hidroksilasinya berjumlah lebih dari 40% dari dosis total anest si. Konsentrasi alpha 1-asam glikoprotein seb gai tempat ikat n protein plasma bupivakain meningkat pada berbagai keadaan klinik, seperti trauma post operasi (Stoelting R.K.,1999). c. Efek samping Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan bupivakain sebagaimana enestesi lokal pada umumnya berupa reaksi alergi, reaksi sensitivitas silang antara metabolit asam para-aminobenzoic, antar anestesi lokal golongan ester dan golongan amide; toksisitas sistemik yang terjadi karena peningkatan konsentrasi obat dalam plasma darah, yang biasanya terjadi secara tidak disengaja melalui injeksi intravaskular langsung waktu melakukan blok saraf pusat (SSP) berupa perubahan SSP meliputi restlessness, vertigo, tinnitus, kesulitan konsentrasi, bicara ngawur, dan kejang otot skeletal; neurotoksisitas, 21

22 iritasi transien radikuler, sidrom kauda equina, sindrom arteri spinalis anterior. Efek samping yang dapat terjadi pada sistem kardivaskuler dapat berupa efek toksik konsentrasi bupivakain plasma yang tinggi, sehingga menyebabkan efek pada jantung, berupa hipotensi karena relaksasi otot polos arteriolar, dan depresi langsung pada miokard, sehingga menurunkan resistensi vaskular sistemik dan cardiac output ( Barash et al, 1997). d. Toksisitas Bupivakain lebih kardiotoksik daripada anestesi lokal lainnya. Beberapa kasus menunjukan bahwa kelalaian suntikan bupivakain intravena tidak saja menyebabkan kejang tetapi juga kolaps kardivaskular, dimana tindakan resusitasi sangat sulit dilakukan dan tidak akan berhasil. Beberapa penelitian pada binatang sepakat tentang ide bahwa bupivakain memang lebih toksik bila diberikan secara intravena dibandingkan anestesi lokal lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa penghambatan saluran natrium bupivakain sangat diperkuat oleh masa kerja yang kuat dan sangat lama pada sel jantung (dibanding terhadap serabut saraf), dan tidak seperti lidokain, bupivakain menumpuk jelas pada denyut jantung normal. Penelitian berikutnya menunjukan bahwa gambaran EKG yang sangat umum pada pasien yang diberi bupivakain ternyata irama kardiovaskular melambat dengan kompleks QRS yang melebar dan disosiasi elektromekanik (Ronald D. Miller dan Luc M. Hondeghem, 1998). 4. Tekanan darah Pengaturan tekanan darah arteri rata-rata dilakukan dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer total, dan volume darah. Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena 2 alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya 22

23 dorong yang cukup; tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi, sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. Mekanismemekanisme yang melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekan arteri rata-rata ini. Tekanan arteri rata-rata= curah jantung X resistensi perifer total Pada giliranya, sejumlah faktor menentukan curah jantung dan resistensi perifer total. Dengan demikian, kita dapat memahami komplexitas pengaturan tekanan darah. Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali apabila terjadi perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan. Aliran darah ke suatu jaringan bergantung pada gaya pendorong berupa tekanan darah arteri rata-rata dan derajat vasokonstriksi arteriol-arteriol jaringan tersebut karena tekanan arteri rata-rata bergantung pada curah jantung dan derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriol di salah satu jaringan berdilatasi, arteri di jaringan lain akan mengalami konstriksi untuk mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat, sehingga darah mengalir tidak saja ke jaringan yang mengalami vasodilatasi, tetapi juga ke otak, yang harus mendapat pasokan darah yang konstan. Dengan demikian, variabel kardiovaskular harus terus-menerus diubah untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan walaupun kebutuhan jaringan dapat diubah-ubah (Sherwood, 2001). 23

24 Stimulasi Simpatis Vena Arteriol Vasokonstriksi Vasokonstriksi aliran balik vena Resistensi perifer total volume sekuncup Tekanan darah curah jantung tekanan darah Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting bagi sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan takanan darah akan mempengaruhi homeostasis tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi, maka terjadi gangguan pada sistem transpor oksigen, karbondioksida serta hasil metabolisme lainnya (Muljadi Hartono, 1997) Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Tabel 2). 24

25 Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 Klasifikasi tekanan TDS TDD darah (mmhg) (mmhg) Normal < 120 Dan < 80 Prahipertensi Atau Hipertensi derajat Atau Hipertensi derajat Atau 100 TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik Hipotensi merupakan salah satu komplikasi yang paling sering dan segera terjadi pada anestesi spinal (Beilin Y. et al, 2003). Anestesi spinal sampai dengan level blok T-5 akan menurunkan tekanan arteri rata-rata sampai dengan 21,3%, sedangkan tahanan pembuluh darah sistemik hanya akan turun 5% (Atkinson RS et al, 1987). Pada orang normal, tekanan sistolik turun sampai dengan 6,8% pada blok sensorik setinggi T-10 (Mc Crae et al,1993). Sedangkan blokade sensorik sampai dengan T-6 akan menurunkan tekanan sistolik sampai dengan 18,8%. Hal ini tejadi karena penumpukan darah di usus, menurunkan aliran darah balik dan terjadi penurunan kadar katekolamin darah sehingga akibatnya denyut jantung dan curah jantung akan turun (Atkinson RS et al,1987). Tinggi blokade anestesi spinal sangat dipengaruhi oleh kecepatan penyuntikan. Penyuntikan yang cepat dapat menghasilkan blokade sampai ke level dermatom T-4 sedangkan level dermatom T-10 kecepatan penyuntikan obat anestesi lokal hiperbarik/isobarik 1 cc/5 detik (Kumar et al, 1992). Saraf simpatis terblok 2 sampai dengan 6 dermatom di atas blok sensorik. Blok saraf simpatis sampai tinggi T-4 akan menyebabkan bradikardi dan blok simpatis mulai T-10 menyebabkan hipotensi. Tinggi blok maksimal pada lidokain 5% hiperbarik tertinggi VT-4. Rata-rata tinggi blok analgesi setinggi VT-7 (Humisar Sibarani, 1999). 25

26 Fanelli dkk (2000),dalam penelitianya dilaporkan bahwa insiden hipotensi dengan bupivakain hiperbarik 0,5% pada level dermatom T-7 adalah 17%. Dalam penelitiannya pada operasi sesar, Vercauteren dkk (1998) didapatkan hasil insiden hipotensi pada bupivakain hiperbarik 6,6 mg dengan kombinasi sufentanil 3,3 mikrogaram pada level dermatom T-4 adalah 10% dengan sebelumnya diberikan cairan prabeban Kristaloid 1000ml. Hipotensi dipermudah oleh perubahan posisi pasien yang dapat menurunkan aliran darah balik vena, juga bila sebelumnya telah ada hipertensi atau hipovolemi, adanya kehamilan, pasien usia lanjut, dan penggunaan obat-obat yang dapat menekan keaktifan simpatis (Sunaryo, 2005). Hipotensi yang terjadi selama anestesi juga dapat disebabkan oleh khasiat obat anestesi, teknik anestesi, atau perdarahan (Karjadi Wirjoatmodjo, 2000). 26

27 B. Kerangka Pemikiran Untuk menggambarkan hubungan berbagai variable penelitian, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut. 27

28 C. Hipotesis Ada perbedaan yang bermakna antara efek pemberian lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik dalam menimbulkan perubahan tekanan darah pada anestesi spinal. 28

29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk studi observasi analitik dengan pendekatan kohort. Sedangkan randomisasi dilakukan dengan cara completely randomized design, dimana semua subyek dari populasi studi langsung dialokasikan secara random kedalam kelompok perlakuan atau kelompok kontrol. B. Lokasi Penelitian Penelitian dan observasi dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) di RSUD dr. Moewardi, Surakarta. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi perut bagian bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah terencana di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi, Surakarta dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi: 1. Pasien laki-laki dan perempuan yang menjalani operasi terencana pada daerah perut bawah, perineum dan anggota gerak bagian bawah, dengan anestesi spinal. 2. Status fisik ASA I-II 3. Umur tahun 4. Berat badan kg, Tinggi Badan cm 5. Bersedia menjadi peserta penelitian dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi: 1. Penderita kontraindikasi spinal anestesi/blok subarakhnoid. 29

30 2. Penderita menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian. 3. Pasien menderita penyakit jantung. 4. Pasien dengan riwayat hipertensi atau hipotensi. 5. Penderita hamil. 6. Pasien memakai obat anti hipertensi, anti aritmia, dan stimulan jantung. 7. Kontraindikasi terhadap pemakaian lidokain atau bupivakain, misalnya pasien alergi terhadap obat-obat anestesi lokal diatas. Kriteria drop out: 1. Tinggi blok kurang atau lebih dari dermatom yang diinginkan, yaitu T Terjadi efek samping segera atau selama anestesi yang tidak dapat diatasi atau perlu penanganan yang lebih intensif misalnya disritmia, cardiac arrest. 3. Blok subarakhnioid yang dilakukan gagal atau memerlukan obat tambahan misalnya: sedasi. 4. Terjadi komplikasi operasi yang mempengaruhi hemodinamik secara nyata, misalnya perdarahan yang cukup besar atau melebihi 20% dari Estimated Blood Volume. 5. Pasien kesakitan. D. Teknik Sampling Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi kriteria inklusi diatas, dalam hal ini sampel yang dipilih dengan cara non probability sampling yaitu purposive sampling (berdasarkan ciri atau sifatsifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya). Mengadakan studi pendahuluan dengan mempelajari barbagai hal yang berhubungan dengan populasi kemudian diambil sampel atas pertimbangan peneliti sendiri (Soekidjo Notoatmodjo, 2005). 30

31 E. Besar Sampel na : jumlah sample untuk kelompok lidokain. nb : jumlah sample untuk kelompok bupivakain. S : simpang baku standart populasi Xa-Xb : perbedaan tekanan darah kedua kelompok populasi α : tingkat kemaknaan Zα : kuasa penelitian (Zα+Zβ) x s 2 na = nb = 2 (Xb-Xa) Diketahui: α : 0,05 β : 0,20 Zα : 1,96 Zβ : 0,84 Sa : 20 Sb : 35 Xa- Xb : 30 2S 2 = Sa 2 +Sb 2 = = (1,96+0,84) na = nb = x 1625 = 14,15556 (30) jadi besar sample = 15 kelompok lidokain 5% hiperbarik. 15 kelompok bupivakain 0,5% hiperbarik. 31

32 F. Desain Penelitian 32

33 G. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas Lidokain 5% hiperbarik dan bupivakain 0,5% hiperbarik. 2. Variabel terikat Perubahan tekanan darah. 3. Variabel luar a. Terkendali 1). Umur 2). Berat badan 3). Tinggi badan 4). Penggunaan obat-obat yang dapat menekan keaktifan simpatis 5). Posisi pasien 6). Adanya kehamilan 7). Adanya perdarahan (hipovolemi) 8). Faktor penyakit b. Tidak terkendali 1). Emosi 2). Kecemasan 4). Kelainan metabolisme tubuh 3). Sensitivitas individu terhadap obat (farmakodinamik dan farmakokinetik). H. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel bebas Pada penelitian digunakan lidokain 5% hiperbarik dengan dosis 2 cc dan bupivakain 0,5% hiperbarik dengan dosis 3cc. Pemberian obat menggunakan skala nominal. Injeksi obat anestesi dilakukan dengan jarum ukuran G 25 pada daerah antara L3-L4. 2. Variabel terikat Perubahan tekanan darah adalah tekanan pada dinding arteri yang sebanding dengan tekanan aliran darah intra arterial yang berasal dari 33

34 tekanan darah ventrikel kiri. Perubahan tekanan darah menggunakan skala interval. Pengukuran dilakukan tiap 3 menit sampai dengan menit ke Variabel luar terkendali Variabel luar terkendali adalah variabel selain variabel bebas yang dapat mempengaruhi hasil perhitungan variabel terikat namun dapat dikendalikan. 4. Variabel luar tak terkendali Variabel luar tak terkendali adalah variabel selain variabel bebas yang dapat mempengaruhi hasil perhitungan variabel terikat namun tidak dapat dikendalikan. I. Bahan dan Cara Penelitian 1. Alat dan Bahan: a. Lidokain 5% hiperbarik b. Bupivakain 0,5% hiperbarik. c. Monitor tekanan darah d. Larutan Kristaloid 15 cc/kgbb e. Jarum spinal G Cara Kerja: a. Pencatatan identitas dan data pasien yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. b. Pasien diberi informasi (informed concent) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi serta meminta persetujuan bahwa data medik akan digunakan sebagai bahan penelitian. c. Tindakan preoperative meliputi pengukuran tekanan darah awal dan pemberian kristaloid 15 cc/kgbb, 20 menit sebelum dilakukan anestesi blok subarakhnoid. 34

35 d. Dilakukan anestesi spinal, posisi duduk (sitting position) pada kelompok I dengan preparat lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II dengan preparat bupivakain 0,5% hiperbarik. e. Baringkan pasien segera setelah dilakukan anestesi spinal (supine position), ukur segera tekanan darah pertama setelah pemberian obat dan sekaligus ukur tinggi blokade metode pinprick.. f. Dilakukan pengukuran darah tiap 3 menit sampai dengan menit ke 30 (Pemberian ephedrin 5-10 mg intravena dilakukan jika tekanan darah di bawah 100 mmhg atau terjadi penurunan tekanan darah lebih dari 20 mmhg). g. Analisis data. Pengukuran yang dilakukan: a. Level analgesi Level analgesi diukur dengan metode pinprick yaitu dengan menggunakan jarum G22 yang dilakukan pada garis tengah midclavikula kanan dan kiri pada menit pertama tepat setelah pemberian obat anestesi lokal; menit ke 2,5 dan seterusnya sampai obat mencapai level dermatom 10. Jika blok positif, pembedahan dimulai. Jika blok negatif pada menit ke 10, maka blok subarakhnoid dianggap gagal, dan dilanjutkan dengan anestesi umum dan subyek dicabut sebagai drop out. Blok sensorik dinilai sempurna apabila penderita tidak memberikan reaksi terhadap pinprick. Apabila terjadi ketinggian sensorik kanan dan kiri berbeda, maka dalam perhitungan diambil tingkat blok yang lebih tinggi. b. Level motorik Penilaian terhadap blok motorik dilakukan pada saat yang sama dengan penilaian regresi blok sensorik dengan menggunakan kriteria Bromage, dinilai onset dan regresi komplit motorik. Kriteria Bromage: Nilai 0 : dapat mengangkat tungkai bawah Nilai 1 : tidak dapat mengangkat tungkai bawah 35

36 Nilai 2 : tidak dapat menekuk sendi lutut Nilai 3 : tidak dapat menekuk paha dan sendi kaki/ paralisa. c. Hemodinamik dan Pernapasan Penilaian tekanan darah, laju nadi, dan laju nafas dikerjakan dengan interval waktu 5 menit, selama 60 menit pertama, selanjutnya setiap 15 menit sampai hilangnya blok motorik. Penilaian menggunakan monitor tekanan darah Non Invasif Bloob Presure (NIBP) pada lengan kiri atas dan EKG monitor. Penanganan efek samping enestesi spinal: a. Hipotensi jika terjadi hipotensi, sistolik turun lebih dari 20% base line atau sistolik < 90 mmhg, diberikan cairan beban 200 cc dalam 10 menit. Jika parlakuan ini tidak menolong diberikan ephedrin 5-10 mg intravena. b. Bradikardi Kejadian penyulit lain yang diduga harus dicatat ialah bradikardi, yaitu jika laju nadi turun dibawah 45 x/menit, untuk mengatasi ini diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg atau 0,5 mg intravena. J. Sumber Data Data yang diambil adalah data primer dari pengamatan langsung di Instalansi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta. K. Teknik Analisis Data 1. Pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung dari hasil penelitian. Data dicatat pada formulir yang telah disiapkan, disimpan dan dipergunakan untuk perhitungan statistik. 2. Analisa data Analisis data dilakukan dengan komputer menggunakan perangkat lunak SPSS 16,0. 3. Perhitungan statistik 36

37 Untuk menguji kemaknaan perbedaan antara 2 harga rata-rata suatu distribusi normal dengan t-test. t-test dilakukan dengan taraf kepercayaan 95%, α = 0,05 dan P<0,05. t hitung = X 1 - X 2 SD 1 2 SD 2 2 n-1 t hitung DF (Degree of Freedom) = n 1 Ditentukan α = 0,05 Keputusan: jika t hitung > t tabel maka menolak Ho Ho: Tidak ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal. H1: Ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal. Pengambilan data tekanan darah diambil dengan cara menghitung MAP (Mean Arterial Pressure) agar mempermudah pengolahan data, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: MAP = Tekanan Diastole + 1/3 (Tekanan Sistole-Tekanan Diastole). 37

38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Moewardi Surakarta selama bulan Juli Agustus 2008, didapatkan data sebanyak 30 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I dengan preparat lidokain 5% hiperbarik dan kelompok II dengan preparat bupivakain 0,5% hiperbarik. Adapun hasilnya sebagai berikut : Tabel 1. Data Karakteristik Umum Subyek Penelitian Variabel Lidokain 5% Hiperbarik Bupivakain 0,5% Hiperbarik t P Umur 38,20±8,30 39,87±7,75-0,552 0,590 Jenis Kelamin L/P 15/0 15/0 1,000 BB 56,60±4,26 58,60±10,14-0,732 0,476 TB 164,60±4,22 162,93±6,04 0,783 0,447 Sistolik awal 138,20±9,67 139,33±13,11-0,247 0,809 Diastolik awal 80,73±5,77 82,20±7,70-0,698 0,497 MAP awal 99,60±5,89 100,93±8,84-0,478 0,640 ASA I/II 3/12 5/15 1,000 Keterangan: P<0,005 = Bermakna Dari data karakteristik umum subjek penelitian di atas yang meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tekanan darah sistolik awal, tekanan darah diastolik awal, MAP awal dan status fisik didapatkan berbeda tidak bermakna antara dua kelompok perlakuan (p > 0,05). Keadaan ini menunjukkan bahwa data karakteristik kedua perlakuan adalah homogen sehingga layak untuk dibandingkan. 38

39 Tabel 2.a. Perbandingan tekanan darah sistolik pada kedua kelompok Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P Hiperbarik Hiperbarik Sistolik mnt 0 134,33±7,92 137,00±9,14-0,731 0,477 Sistolik mnt 3 131,67±8,14 132,20±10,18-0,079 0,938 Sistolik mnt 6 124,27±11,70 127,33±13,47-0,534 0,602 Sistolik mnt 9 121,53±11,58 122,67±11,84-0,214 0,834 Sistolik mnt ,60±11,48 118,47±13,30-0,163 0,873 Sistolik mnt ,07±13,34 120,03±14,23-1,148 0,270 Sistolik mnt ,60±13,39 122,67±14,33-2,435 0,029* Sistolik mnt ,07±11,59 122,40±16,22-2,294 0,038* Sistolik mnt ,13±8,42 119,73±16,05-1,659 0,119 Sistolik mnt ,27±10,28 121,13±15,85-2,393 0,031* Sistolik mnt ,13±9,51 121,80±14,81-2,433 0,029* Uji statistik menggunakan uji t P<0,05 = bermakna (*) Gambar 1. Grafik Perbandingan tekanan darah sistolik 39

40 Tabel 2.b. Perbandingan tekanan darah diastolik pada kedua kelompok Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P Hiperbarik Hiperbarik Diastolik mnt 0 79,53±4,69 79,93±6,57-0,227 0,823 Diastolik mnt 3 77,80±7,18 80,07±7,64-0,874 0,397 Diastolik mnt 6 76,20±6,05 77,87±6,12-0,823 0,424 Diastolik mnt 9 74,47±6,56 74,20±6,69 0,125 0,902 Diastolik mnt 12 73,33±7,71 73,87±7,31-0,220 0,829 Diastolik mnt 15 69,67±8,25 76,47±7,09-2,553 0,023* Diastolik mnt 18 67,93±9,28 72,87±8,23-1,729 0,106 Diastolik mnt 21 68,53±9,10 72,53±8,67-1,514 0,152 Diastolik mnt 24 66,87±6,82 71,73±7,93-2,437 0,029* Diastolik mnt 27 66,47±8,37 69,73±8,13-1,701 0,111 Diastolik mnt 30 66,93±7,44 71,67±8,38-1,692 0,113 Uji statistik menggunakan uji t Keterangan: P<0,005 = Bermakna (*) Gambar 2. Grafik Perbandingan tekanan darah diastolik 40

41 Hasil analisis menggunakan Paired-samples T Test dengan SPSS for Windows mengenai perbandingan tekanan darah antara kelompok Lidokain 5% hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada tabel 2.a terlihat bahwa pada menit ke 18, 21, 27 dan 30 ada perbedaan yang bermakna dari penurunan tekanan darah sistolik. Pada tabel 2.b menit ke 15 dan 24 menunjukan perbedaan bermakna dari penurunan tekanan darah diastolik (p< 0,05). Sedangkan untuk selisih penurunan tekanan darah dari MAP antara kelompok Lidokain 5% hiperbarik dengan Bupivakain 0,5% hiperbarik pada tabel 3 ada perbedaan yang bermakna mulai dari menit ke 15 pengamatan sampai dengan menit ke 30 pengamatan (p< 0,05). Tabel 2.c. Perbandingan MAP pada kedua kelompok Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P Hiperbarik Hiperbarik MAP mnt 0 97,47±5,25 98,60±6,03-0,576 0,573 MAP mnt 3 95,47±6,96 96,87±6,70-0,505 0,621 MAP mnt 6 91,87±7,09 94,00±6,60-0,762 0,459 MAP mnt 9 89,93±6,94 90,00±6,38-0,025 0,980 MAP mnt 12 87,80±7,98 88,40±6,49-0,223 0,827 MAP mnt 15 84,13±8,90 90,73±7,15-2,301 0,037* MAP mnt 18 81,20±9,42 89,13±7,88-2,438 0,029* MAP mnt ±8,67 88,87±9,14-2,188 0,046* MAP mnt 24 81,60±6,33 87,40±8,62-2,340 0,035* MAP mnt 27 80,73±8,00 86,53±7,71-2,644 0,019* MAP mnt 30 81,27±7,04 88,00±8,50-2,404 0,031* Uji statistik menggunakan uji t 41

42 Tabel 3. Perbandingan selisih MAP antara kedua kelompok Variabel Lidokain 5% Bupivakain 0,5% T P Hiperbarik Hiperbarik Delta MAP 0-3 1,87±4,03 1,47±2,23 0,314 0,758 Delta MAP 0-6 5,20±3,90 4,33±5,12 0,480 0,638 Delta MAP 0-9 7,40±4,29 8,27±4,17-0,500 0,625 Delta MAP ,33±5,11 9,87±5,19-0,271 0,790 Delta MAP ,00±6,54 7,47±6,01 2,323 0,036* Delta MAP ,00±6,60 9,07±5,22 2,843 0,013* Delta MAP ,80±6,08 9,53±9,53 2,257 0,041* Delta MAP ,53±5,46 10,93±5,52 2,295 0,038* Delta MAP ,40±5,68 11,73±5,26 2,618 0,020* Delta MAP ,73±4,93 10,26±7,55 2,147 0,050* Uji statistik menggunakan uji t Keterangan: P<0,005 = Bermakna (*) Gambar 3. Grafik Perbandingan MAP 42

43 B. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji t dengan taraf signifikansi = 0,05, dimana : Ho: Tidak ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal. H1: Ada perbedaan perubahan tekanan darah yang bermakna antara pemberian lidokain 5% dan bupivakain 0,5% pada anestesi spinal. Dari hasil perhitungan uji t didapatkan p < 0,05 mulai menit ke 15 sampai dengan menit ke 30, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa antara kedua kelompok perlakuan berbeda bermakna, maka Ho ditolak. 43

44 BAB V PEMBAHASAN Secara metodologis, data karakteristik umum subjek penelitian telah dikendalikan melalui pengambilan sampel secara random pada saat pengelompokan sampel. Setelah dilakukan analisis statistik menggunakan Pairedsamples T Test dengan SPSS for Windows untuk umur, berat badan, tinggi badan, tekanan darah sistolik awal, diastolik awal dan MAP awal. Sedangkan untuk jenis kelamin dan status fisik menggunakan uji Chi-Square ternyata menunjukkan berbeda tidak bermakna ( p > 0,05 ). Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang diambil homogen sehingga layak untuk dibandingkan ( tabel 1 ). Pengamatan tekanan darah setelah injeksi obat anestesi pada penelitian ini dilakukan tiap 3 menit dan dibatasi hanya sampai menit ke-30. Menurut hasilhasil penelitian diatas, dapat diketahui dengan jelas adanya perbedaan nilai ratarata tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP masing-masing kelompok pasien, dimana pada kelompok pasien yang menggunakan Bupivakain 0,5% Hiperbarik memiliki rata-rata tekanan darah lebih stabil dibandingkan dengan kelompok Lidokain 5% Hiperbarik ( grafik 1,2 dan 3 ). Penurunan tekanan darah telah terjadi pada masing-masing kelompok setelah injeksi obat anestesi, tetapi pada kelompok Lidokain tekanan darah sistolik terus menurun hingga menit ke 21 bahkan tekanan arteri rata-rata untuk Lidokain terus menurun hingga menit ke 27. Sedangkan Kelompok Bupivakain tekanan darah sistolik sudah mulai stabil mulai menit ke 15 ( tabel 2.a. ). Tabel 4. Perbandingan prosentase penurunan tekanan darah Variabel Lidokain Bupivakain Sistolik mnt 18 19,1% 10,4% Sistolik mnt 21 19,5% 10,6% Sistolik mnt 27 18,0% 11,6% Sistolik mnt 30 17,3% 11,1% 44

45 Pada kelompok Lidokain efek penurunan tekanan darah sistolik pada menit ke 18 dan 21 sebanyak 19%, ini berbeda sekali dengan kelompok Bupivakain yang hanya mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 10% dari tekanan darah sistolik semula. Pada menit ke 27, kelompok Lidokain mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 18,0%, sedangkan kelompok Bupivakain mengalami penurunan sebanyak 11,6% dari tekanan darah sistolik semula. Sedangkan pada menit ke 30, kelompok Lidokain mengalami penurunan tekanan darah sistolik 17,3%, kelompok Bupivakain mengalami penurunan sebanyak 11,1% dari tekanan darah semula ( tabel 4). Tekanan darah sistolik kedua kelompok memang sama-sama menurun, tetapi degradasi penurunan tekanan darah jauh lebih besar pada kelompok Lidokain dibandingkan dengan kelompok Bupivakain dengan perbedaan hampir mencapai dua kali lipat. Secara statistik ada perbedaan yang bermakna efek penurunan tekanan darah bila dibandingkan dengan tekanan darah awal, baik pada kelompok Lidokain maupun Bupivakain ( tabel 3). Efek penurunan tekanan darah tersebut secara statistik berbeda bemakna terbukti dengan nilai p<0,05 mulai dari menit ke 15 sampai menit ke 30, bila dibandingkan dengan tekanan darah awal. Hal ini sejalan dengan penelitian dari E. Cendra P.W (2004) dimana penurunan tekanan darah telah terjadi pada masing-masing kelompok mulai dari menit ke 10, tetapi Lidokain lebih cepat menurun dibanding Bupivakain. Pada lidokain terdapat efek inotropik negatif sehingga terjadi efek bradikardi pada anestesi spinal (Donald et al, 1993), dan onset lidokain yang cepat yakni 4-6 menit (Stoelting R.K., 1999) mempercepat volume darah yang hilang akibatnya cardiac output lebih cepat menurun. Hal ini yang menyebabkan tekanan darah pada penggunaan Lidokain 5% hiperbarik lebih cepat turun dibanding bupivakain 0,5% hiperbarik. Spinal anestesi sering menyebabkan episode hipotensi karena blok simpatik, yang akan mengakibatkan pooling darah vena dan penurunan sistemik vaskuler resistensi, yang umumnya dapat diterapi dengan pemberian loading kristaloid, dan apabila belum memberikan respon yang optimal ditambahkan pemberian vasopresor injeksi ephedrin (Hwee LH. et al, 1990). Dalam penelitian 45

46 ini diberikan ephedrin 5-10 mg intravena jika terjadi hipotensi (sistolik turun lebih dari 20% base line atau sistolik < 90 mmhg). Pada kelompok Lidokain diberikan ephedrin intravena pada 10 dari 15 sample (66,7%). Sedangkan pada kelompok Bupivakain hanya 7 dari 15 sample (46%) yang diberi efedrin intravena. Tetapi keduanya diberikan pada menit yang berbeda-beda ( tabel 5 dan 6 ) Tabel 5. Perbandingan insidensi Hipotensi Kelompok Tekanan darah Total P Hipotensi Normal Lidokain 5% hiperbarik 10 (66,7%) 5 (33,3%) 15 (100%) 0,019* Bupivakain 0,5% hiperbarik 7 (46%) 8 (54%) 15 (100%) Uji statistik menggunakan uji t Keterangan: P<0,005 = Bermakna (*) Tabel 6. Pemberian ephedrin pada kedua kelompok Variabel Mnt ke Mnt ke Mnt ke Mnt ke Mnt ke Mnt ke Mnt ke Mnt ke Total sampel Lidokain Bupivakain Pada kelompok Lidokain ada 4 sampel yang diberi ephedrin 5-10 mg pada menit ke 18, 2 sampel pada menit ke 21, dan masing-masing 1 sampel pada menit ke 15, 21, 24 dan 30. Sedangkan pada kelompok Bupivakain pemberian ephedrin 5-10 mg dilakukan pada menit ke 18 dan 27 masing-masing 3 sampel dan 1 sampel pada menit ke 21 ( tabel 6 ). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini teutama pada pemakaian Lidokain 5% hiperbarik sebagai obat anestesi spinal, didapatkan hasil yang hampir sama dengan penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian sebelumnya Wahyudi (1992) hipotensi terjadi pada 60% pasien, Mc Rae (1993) 70%, Sunantara (2000) 55%, Rout et al (1993) 55%, Himawan (2000) 50%. 46

47 Pada anestesi spinal kelompok Bupivakain, insidens hipotensi jauh lebih minimal bila dibandingkan dengan kelompok Lidokain ( tabel 5 ). Bupivakain dan Lidokain menyebabkan blokade simpatis, blokade sensorik dan motorik. blokade sensorik pada Bupivakain lebih dominan dibandingkan dengan blokade motoriknya ( Sweitzer BJ., 1993). Mekanisme blok simpatis preganglioner yang dapat menyebabkan penurunan darah masih diperdebatkan oleh 2 pendapat. Pertama dilatasi arteri dan arteriole yang terjadi menyebabkan penurunan systemic vascular resistence (SVR) yang cukup besar untuk menurunkan tekanan arteri. Kedua menyatakan penurunan tekanan darah disebabkan oleh penurunan cardiac out put yang disebabkan oleh penurunan aliran darah di perifer dan penurunan venous return ( Pratomo BY., 2002). Data yang tersaji dalam tabel belum menunjukan hasil yang maksimal karena adanya variabel luar dan variabel pengganggu yang tidak dapat dikendalikan seperti emosi, kecemasan, kelainan metabolisme tubuh, dan sensitivitas individu terhadap obat anestesi. Selain itu dalam penelitian ini tidak dilakukan pengamatan pada frekuensi denyut nadi dan kejadian dampak samping seperti mual, muntah, menggigil, dan bradikardi. Lidokain mempunyai efek inotropik negatif. Efek inotropik negatif (bradikardi) dari pemakaian Lidokain hiperbarik pernah diteliti oleh Lim (2002) bradikardi terjadi 76%, dengan pemberian atropin dosis 10 mikrogram/kgbb hipotensi berkurang menjadi 40%. 47

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500 PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN DARAH ANTARA LIDOKAIN 5% HIPERBARIK DENGAN BUPIVAKAIN 0,5% HIPERBARIK PADA ANESTESI SPINAL UNTUK OPERASI EKSTREMITAS INFERIOR DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN PERBANDINGAN ANTARA PEMASANGAN TOURNIQUET UNILATERAL DAN BILATERAL PADA EXTREMITAS INFERIOR UNTUK MENGURANGI PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ANESTESI SPINAL DI RSO. Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Anestesi Spinal a. Definisi Anestesi spinal adalah suatu cara memasukan obat anestesi lokal ke ruang intratekal untuk menghasilkan atau menimbulkan hilangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan yang pesat di bidang pembedahan dan anestesi menuntut penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat perioperatif mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi regional saat ini semakin berkembang dan makin luas pemakaiannya dibidang anestesi. Mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, di antaranya relatif murah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 1. LIDOKAIN Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sederhana dan paling efektif. Anestesi spinal dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal ke dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

PERBEDAAN NILAI TEKANAN DARAH ANTARA ANESTESI SPINAL BUPIVAKAIN 0,5% DAN LIDOKAIN 5% PADA PASIEN TRANSURETHRAL

PERBEDAAN NILAI TEKANAN DARAH ANTARA ANESTESI SPINAL BUPIVAKAIN 0,5% DAN LIDOKAIN 5% PADA PASIEN TRANSURETHRAL PERBEDAAN NILAI TEKANAN DARAH ANTARA ANESTESI SPINAL BUPIVAKAIN 0,5% DAN LIDOKAIN 5% PADA PASIEN TRANSURETHRAL RESECTION OF PROSTAT (TUR-P) DI RSUD DR.MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid.

Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal Anestesi spinal adalah pemberian obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid. Teknik anestesi spinal sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan. Indikasi anestesi spinal yaitu untuk

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Melissa Donda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah proses pembedahan yang memberikan tantangan luar biasa terhadap mekanisme hemostasis tubuh karena jaringan di dalam mulut memiliki vaskularisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat digunakan untuk prosedur pembedahan daerah abdomen bagian bawah, perineum dan ekstremitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat sangat sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global, banyak stresor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ditandai oleh penduduk dunia yang mengalami pergeseran pola pekerjaan dan aktivitas. Dari yang sebelumnya memiliki pola kehidupan agraris berubah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anestesi Lokal Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya

BAB I PENDAHULUAN. bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka bagian tubuh untuk perbaikan. Beberapa jenis pembedahan menurut lokasinya yaitu bedah kardiovaskuler,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi. Waktu pengumpulan data dilakukan setelah proposal disetujui sampai

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi. Waktu pengumpulan data dilakukan setelah proposal disetujui sampai BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pengumpulan data dilakukan setelah proposal disetujui sampai

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN PENELITIAN PRELOADING DAN COLOADING CAIRAN RINGER LAKTAT DALAM MENCEGAH HIPOTENSI PADA ANESTESI SPINAL Ansyori*, Tori Rihiantoro** Banyaknya kasus operasi dengan anestesi spinal dan tingginya frekuensi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

Perbandingan perubahan tekanan arteri rerata antara lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal SKRIPSI

Perbandingan perubahan tekanan arteri rerata antara lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal SKRIPSI Perbandingan perubahan tekanan arteri rerata antara lidokain dan bupivakain pada anestesi spinal SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: Astri Arri Febrianti G.0005066

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini melingkupi bidang Anestesiologi. Penelitian ini dimulai sejak tanggal 28 Mei 2014 hingga 28 Juni 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini melingkupi bidang Anestesiologi. Penelitian ini dimulai sejak tanggal 28 Mei 2014 hingga 28 Juni 2014. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini melingkupi bidang Anestesiologi. 4.2 Waktu dan tempat penelitian Tempat melaksanakan: Bagian rekam medis RSUP Dr.Kariadi Semarang.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Farmakologi. Ruang lingkup penelitian mencakup bidang Anestesiologi dan 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Bapak/Ibu/Saudara/i Yth, Saya, dr Ariati Isabella Siahaan, saat ini menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Lebih terperinci

ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI I Made Sukarja I Ketut Purnawan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar Email : Md_sukarja@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASCA ANESTESI SPINAL DENGAN PEMBERIAN PRELOAD DAN TANPA PEMBERIAN PRELOAD 20CC/KGBB RINGER ASETAT MALAT

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASCA ANESTESI SPINAL DENGAN PEMBERIAN PRELOAD DAN TANPA PEMBERIAN PRELOAD 20CC/KGBB RINGER ASETAT MALAT PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASCA ANESTESI SPINAL DENGAN PEMBERIAN PRELOAD DAN TANPA PEMBERIAN PRELOAD 20CC/KGBB RINGER ASETAT MALAT THE DIFFERENCES IN BLOOD PRESSURE AFTER SPINAL ANESTHESIA WITH PRELOAD AND

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Proses menua dapat diartikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama.

BAB I PENDAHULUAN. dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah tekanan yang diberikan oleh sirkulasi darah pada dinding pembuluh darah dan merupakan salah satu tanda-tanda vital yang utama. Peningkatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keperawatan Perioperatif 2.1.1 Definisi. Keperawatan perioperatif adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seksio sesaria adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. milimeter air raksa (mmhg) (Guyton, 2014). Berdasarkan Seventh Joint National BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tekanan Darah 1. Definisi Tekanan Darah Menurut Guyton, tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh yang dinyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio cesarea semakin

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang keilmuan Obstetri dan Ginekologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini bertempat di Instalasi Rekam Medik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang ilmu saraf dan rehabilitasi medik 2. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini berlokasi di RSUP

Lebih terperinci

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado PERBANDINGAN LAJU NADI PADA AKHIR INTUBASI YANG MENGGUNAKAN PREMEDIKASI FENTANIL ANTARA 1µg/kgBB DENGAN 2µg/kgBB PADA ANESTESIA UMUM 1 Kasman Ibrahim 2 Iddo Posangi 2 Harold F Tambajong 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post test design sehingga dapat diketahui perubahan yang terjadi akibat perlakuan. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

Lebih terperinci

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang

RESUSITASI CAIRAN. Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang RESUSITASI CAIRAN Ery Leksana SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Dr Kariadi / FK UNDIP Semarang SYOK Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perkembangan ilmu kesehatan. Hipotensi pada parturien (kondisi

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN TERHADAP PEMBERIAN BUPIVACAINE DAN BUPIVACAINE-FENTANYL PADA ANESTESI SPINAL PASIEN SECTIO CAESARIA SKRIPSI

PERBANDINGAN PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN TERHADAP PEMBERIAN BUPIVACAINE DAN BUPIVACAINE-FENTANYL PADA ANESTESI SPINAL PASIEN SECTIO CAESARIA SKRIPSI PERBANDINGAN PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN TERHADAP PEMBERIAN BUPIVACAINE DAN BUPIVACAINE-FENTANYL PADA ANESTESI SPINAL PASIEN SECTIO CAESARIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode studi pre dan post, single blind dan randomized control trial (RCT). Pengambilan

Lebih terperinci

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi Nama : Herda Septa D NPM : 0926010138 Keperawatan IV D Curah jantung Definisi Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA PRAKTIKUM 2 PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI PADA ORANG

LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA PRAKTIKUM 2 PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI PADA ORANG LAPORAN FISIOLOGI MANUSIA PRAKTIKUM 2 PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI PADA ORANG MARIA ANGELINA SITORUS NPM.153112620120027 FAKULTAS BIOLOGI PROGRAM STUDI BIOMEDIK UNIVERSITAS NASIONAL

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK

MONITORING HEMODINAMIK MONITORING HEMODINAMIK DEFINISI Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru). Monitoring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK INFUSA KULIT PISANG RAJA (Musa paradisisaca L.) TERHADAP TEKANAN DARAH PEREMPUAN DEWASA

ABSTRAK. EFEK INFUSA KULIT PISANG RAJA (Musa paradisisaca L.) TERHADAP TEKANAN DARAH PEREMPUAN DEWASA ABSTRAK EFEK INFUSA KULIT PISANG RAJA (Musa paradisisaca L.) TERHADAP TEKANAN DARAH PEREMPUAN DEWASA Imelda Alfani Sutanto, 2011 Pembimbing Utama : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Saat ini hipertensi

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Dian Puspita

Lebih terperinci

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80 PERUBAHAN TEKANAN DARAH PASIEN SEBELUM DAN SESUDAH ODONTEKTOMI DENGAN PENGGUNAAN ANASTESI KOMBINASI LIDOKAIN 2% DAN ADRENALIN1:80.000 PADA DEPARTEMEN GIGI MULUT RSUP H. ADAM MALIK MEDANPADA TAHUN 2016

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain crossectional ( potong lintang) yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Fisiologi dan Farmakologi-Toksikologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam waktu yang bersamaan (Sastroasmoro, 2008). Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr.

BAB III METODE PENELITIAN. dalam waktu yang bersamaan (Sastroasmoro, 2008). Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Dr. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan potong lintang, yaitu observasi dan pengukuran pada variabel bebas (faktor risiko)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses persalinan yang disertai dengan anestesi mempunyai angka kematian maternal yang rendah (sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH JUS BUAH SIRSAK

ABSTRAK PENGARUH JUS BUAH SIRSAK ABSTRAK PENGARUH JUS BUAH SIRSAK (Annona Muricata Linn.) TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL PADA LAKI-LAKI DEWASA Chandra Wijaya, 2010. Pembimbing I : Jo Suherman, dr., MS, AIF Pembimbing II : Endang Evacuasiany,

Lebih terperinci