BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mata Kering (MK) Mata Kering (MK) merupakan penyakit multifaktorial air mata dan permukaan okular yang ditandai dengan penglihatan tidak nyaman, penglihatan kabur dan instabilitas lapisan air mata, yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada permukaan okular (American Academy of Ophthalmology, ). MK juga ditandai dengan peningkatan osmolaritas lapisan air mata dan peradangan pada permukaan mata yang mengakibatkan kerusakan permukaan kornea (Smith, dkk., 2007). Mata Kering (MK) juga dikenal dengan gangguan Lacrimal Functional Unit (LFU), yaitu sistem terintegrasi yang meliputi kelenjar lakrimal, permukaan okular, kelopak mata, saraf sensoris dan motoris. LFU berperan mengatur regulasi air mata dan berespon terhadap berbagai faktor antara lain, lingkungan, endokrin dan saraf (American Academy of Ophthalmology, ). Stabilitas LFU terganggu apabila terjadi ketidakseimbangan antara sekresi, pembersihan dan perubahan komposisi air mata sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi pada permukaan okular. Inflamasi pada permukaan okular dapat menyebabkan disfungsi sekretoris kronis, penurunan sensasi kornea, dan penurunan respon refleks. Gangguan LFU diketahui memegang peranan penting dari perkembangan berbagai bentuk MK (American Academy of Ophthalmology, ). 6

2 Memahami komposisi molekular lapisan air mata dan kontribusi kelenjar meibom terhadap lapisan air mata merupakan hal yang penting untuk bisa memahami MK. Menjaga lapisan air mata sangat vital untuk fungsi kornea normal. Lapisan air mata terdiri dari tiga lapis, yaitu: Lapisan lipid yang dihasilkan oleh kelenjar meibom, lapisan akuos yang dihasilkan kelenjar lakrimal, dan lapisan musin yang dihasilkan sel goblet konjungtiva (gambar 2.1). Gambar 2.1 Tiga komponen lapisan air mata (Morgan, 2008) Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur sekresi lapisan akuos air mata adalah dengan tes Schirmer. Tes Schirmer dapat dilakukan dengan atau tanpa anestesi topikal. Tes Schirmer I dilakukan tanpa didahului pemberian tetes mata anestesi. Tes ini menggunakan strip kertas filter 35 mm x 5 mm yang berisikan ukuran yang distandardisasi. Kertas diletakkan pada palpebra bawah sampai ke cul-de-sac, biasanya pada sepertiga temporal palpebra lateral. Pasien dianjurkan menutup mata selama 5 menit. Panjang dari kertas yang basah karena air mata diukur. Nilai panjang kertas yang basah lebih dari 10 mm berarti tes Schirmer negatif yaitu produksi air mata normal. Nilai dibawah 5,5 mm

3 merupakan diagnostik dari aqueous tear deficiency (ATD) (American Academy of Ophthalmology, ; Lemp, dkk., 2007; Javadi dan Feizi, 2011). Tes Schirmer II dilakukan sama dengan tes Schirmer I, namun setelah dipasang kertas filter kemudian dilakukan rangsangan pada mukosa nasal dengan kapas. Nilai normalnya adalah di atas 15 mm selama 5 menit (American Academy of Ophthalmology, ). Tear Breakup merupakan pengukuran fungsi stabilitas air mata dan pada MGD stabilitas air mata terganggu, menyebabkan Tear Break-up Time (TBUT) yang cepat. Setelah konjungtiva diberikan tetes fluorescein, lapisan air mata kemudian dievaluasi menggunakan slit lamp dengan filter biru. Perhitungan waktu diukur antara kedipan terakhir dan pertama kali munculnya dry spot pada kornea. Munculnya dry spot kurang dari 10 detik dikatakan abnormal (American Academy of Ophthalmology, ; Javadi dan Feizi, 2011). Penampakan klinis pada Meibom Gland Disfunction (MGD) meliputi busa pada meniskus air mata sepanjang kelopak mata bawah, injeksi konjungtiva bulbi dan tarsus, reaksi papil pada inferior tarsus, pewarnaan berbentuk garis sepanjang konjungtiva dan kornea inferior, episkleritis, epitel marginal dan infiltrat subepitel, neovaskularisasi kornea atau pannus dan sikatrik atau penipisan kornea (American Academy of Ophthalmology, ) Epidemiologi mata kering (MK) Mata Kering (MK) meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Angka kejadian MK rata-rata 10% pada usia 30 sampai 60 tahun. Sedangkan usia di atas 65 tahun angka kejadian MK meningkat menjadi 15% (Smith, dkk., 2007). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian MK cenderung lebih

4 tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan tidak berbeda bermakna baik dari faktor ras dan etnik (American Academy of Ophthalmology, ). Penelitian di Thailand tahun 2006 memperoleh angka kejadian MK sebesar 14,2% dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada usia lebih dari 45 tahun (Kasetsuwan, dkk., 2012). Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Lee dan kawan-kawan tahun 2007 memperoleh angka kejadian MK tertinggi antara usia 40 sampai 49 tahun dan lebih tinggi ditemukan pada laki-laki. Berdasarkan data Women s health Study (WHS) dan Physician s Health Study (PHS) tahun 2009 diperoleh sebesar 3,23 juta perempuan dan 1,68 juta laki-laki di Amerika Serikat usia di atas 50 tahun menderita MK (Smith, dkk., 2007). Sekitar sepuluh dari satu juta orang di dunia memiliki gejala yang berat dan cenderung bermanifestasi secara episodik pada MK. Setelah dilakukan analisis lanjutan untuk mencari penyebab, diperoleh adanya faktor kelembaban yang kurang dan penggunaan lensa kontak sebagai dua faktor risiko tertinggi (Smith, dkk., 2007). Angka kejadian MK cenderung mengalami peningkatan sepanjang tahun, penelitian Ellwein memperoleh angka kejadian MK tahun 1991 sebesar 1,33% kasus kemudian tahun 1998 meningkat menjadi 1,92% (Smith, dkk., 2007) Faktor risiko dan klasifikasi mata kering (MK) Berbagai faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya Mata Kering (MK) telah teridentifikasi pada berbagai studi, antara lain: usia, jenis kelamin, terapi estrogen, nutrisi, penggunaan obat antihistamin, riwayat pembedahan kornea, dan penggunaan lensa kontak yang lama (Lemp, dkk., 2007; Gayton, 2009).

5 Secara umum terdapat dua penyebab MK yaitu penurunan cairan aqueus dan peningkatan evaporasi air mata (American Academy of Ophthalmology, ; Gayton, 2009). Penurunan produksi cairan aqueus dapat disebabkan oleh Sindroma Sjogren dan bukan Sindroma Sjogren. Pada penyebab bukan Sindroma Sjogren, terjadinya penurunan cairan akuos disebabkan oleh karena gangguan produksi lakrimalis, obstruksi saluran lakrimalis, hambatan reflek kelenjar, dan penggunaan obat-obatan sistemik. Peningkatan evaporasi disebabkan oleh dua faktor yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi penurunan produksi kelenjar minyak meibom, kelainan bentuk kelopak mata, penurunan reflek berkedip, dan obat-obatan. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi penurunan vitamin A, pemakaian lensak kontak, penyakit permukaan mata (gambar 2.2) (American Academy of Ophthalmology, ). Gambar 2.2 Klasifikasi Mata Kering (MK) (American Academy of Ophthalmology, )

6 2.1.3 Patogenesis mata kering (MK) Mata Kering (MK) terjadi akibat adanya berbagai faktor risiko MK yang mengakibatkan hiperosmolaritas dan atau ketidakstabilan lapisan air mata. Adanya hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan permukaan epitel konjungtiva melalui aktivasi inflamasi dan pelepasan mediator inflamasi ke dalam air mata. Kerusakan epitel yang terjadi berupa apoptosis sel, kehilangan sel goblet dan gangguan ekspresi musin. Adanya kerusakan epitel tersebut mengakibatkan ketidakstabilan lapisan air mata. Kerusakan epitel yang terjadi dapat merangsang ujung-ujung saraf kornea sehingga menimbulkan keluhan tidak nyaman pada mata dan sering mengedipkan kelopak mata. Kehilangan musin pada permukaan okular akan meningkatkan gesekan antara konjungtiva bulbaris dengan bola mata. Adanya gesekan tersebut menyebabkan inflamasi neurogenik pada kelenjar lakrimalis. Inflamasi neurugenik tersebut mengakibatkan penurunan dan hiperosmolaritas sekresi kelenjar lakrimalis (American Academy of Ophthalmology, ). Kelembaban yang rendah dan aliran udara yang tinggi mengakibatkan peningkatkan evaporasi lapisan air mata. Peningkatan evaporasi ini berdampak pada ketidakstabilan komponen lemak air mata sehingga mengakibatkan hiperosmolaritas air mata. Selain itu, berkurangnya aliran air mata oleh karena adanya gangguan aliran cairan lakrimal ke dalam sakus lakrimalis mengakibatkan penurunan produksi dan sekresi air mata. Gangguan aliran air mata tersebut sering disebabkan oleh karena sikatrik pada konjungtiva dan gangguan reflek kelenjar lakrimal (gambar 2.3) (American Academy of Ophthalmology, ).

7 Gambar 2.3 Patogenesis Mata Kering (MK) (American Academy of Ophthalmology, ) Derajat mata kering (MK) Berdasarkan The definition and classification of dry eye disease: report of the definition and Clasification subcommittrr of the international dry eye workshop (2007), MK diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit menjadi derajat 0,1,2,3, dan 4. Hal-hal yang dinilai antara lain tingkat kenyamanan, berat dan frekuensi, gejala yang mempengaruhi penglihatan, injeksi konjungtiva, pewarnaan pada konjungtiva dan kornea, tanda pada kornea, kondisi kelenjar meibom, TBUT, dan nilai tes schirmer. Ditunjukkan dalam tabel 2.1. Dikatakan sebagai MK marginal atau derajat 0 jika tingkat kenyamanan, berat dan frekuensi ringan; gejala yang mempengaruhi penglihatan tidak ada; injeksi konjungtiva tidak ada, pewarnaan pada konjungtiva dan kornea normal, tanda

8 pada kornea tidak ada, kondisi kelenjar meibom baik, TBUT 10 detik; dan nilai tes schirmer 10 mm/5 menit (Henderson dan Madden, 2013). ketidaknyamanan, berat, dan frekuensi Tabel 2.1 Skema derajat beratnya Mata Kering (MK) Derajat Kriteria ringan episodik frekuensi dan/atau sedang atau berat atau episodik; kronis, tetap tanpa terjadi stress atau stress dalam tanpa stress stress lingkungan berat dan/atau tidak aktif dan tetap Gejala penglihatan Injeksi konjungtiva tidak ada atau episodik ringan tidak ada atau ringan episodik mengganggu dan/atau membatasi aktifitas tidak ada atau ringan mengganggu, kronik dan/atau konstan, membatasi aktifitas +/- +/++ konstan dan/atau tidak aktif pewarnaan konjungtiva tidak ada atau ringan bervariasi sedang hingga jelas jelas Pewarnaan kornea tidak ada atau ringan bervariasi jelas di sentral erosi pungtata berat Tanda pada kornea/ air mata Kelenjar meibom tidak ada atau ringan MGD bervariasi debris ringan, meniskus menurun MGD bervariasi keratitis filamentosa, penggumpalan mucus, peningkatan debris air mata sering keratitis filamentosa, penggumpalan mucus, peningkatan debris air mata, ulkus trikiasis, keratinisasi, simblefaron TBUT (detik) bervariasi 10 5 Segera Nilai tes schirmer (mm/5 menit) bervariasi (American Academy of Ophthalmology, )

9 2.2 Superoxide Dismutase (SOD) Superoxide Dismutase (SOD) merupakan enzim pengkatalis radikal bebas superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Dalam aktivitasnya, SOD memerlukan berbagai mineral sebagai katalisator enzimatisnya, antara lain Mangan (Mn), Seng (Zn) dan Tembaga (Cu) (Kovacic and Jacintho, 2001; Cemelli, dkk., 2009). Jenis SOD ditentukan berdasarkan atas mineral pengkatalisnya, seperti Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) terdapat di dalam sitosol lisosom dan nukleus, Manganese-SOD (Mn-SOD) terdapat di dalam mitokondria, Iron-SOD (Fe-SOD) dan Nikel SOD (Ni-SOD) yang terdapat di dalam sitosol lisosom (Chakraborty dkk., 2007; Cemelli dkk., 2009). Superoxide Dismutase [Cu-Zn] yang juga dikenal dengan Superoxide Dismutase 1 (SOD1) merupakan enzim pada manusia yang berlokasi di kromosom 21. Peran dari stress oksidatif ditemukan pada patogenesis terjadinya MK, yaitu mempengaruhi fungsi air mata, permukaan okular dan kelenjar lakrimal baik secara kuantitatif dan kualitatif (Wakamatsu, dkk., 2008) Struktur superoxide dismutase (SOD) Superoxide Dismutase (SOD) merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul dan bentuk bervariasi tergantung dari mana enzim tersebut berasal. Pada manusia SOD memiliki bentuk tetramerik glikopeptida dengan berat molekul sebesar Kilo Dalton (KDa). Struktur SOD memiliki gugus Cu dan Zn sebagai katalisatornya berperan penting dalam menstabilkan radikal bebas. Gugus

10 Cu dan Zn masing-masing berada pada ikatan 6-histidine dan 1-aspartat. Selain itu, struktur SOD juga memiliki ikatan disulfida, N-asetilsistein dan ikatan N- asetilalanin pada ujung terminalnya yang berperan mengikat target radikal bebas (gambar 2.4) (Kovacic and Jacintho, 2001). Gambar 2.4 Struktur Superoxide Dismutase (SOD) (Nicholls and Budd, 2000) Peran superoxide dismutase (SOD) Superoxide Dismutase (SOD) berperan melindungi sel terhadap paparan radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu elektron tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Elektron yang tidak berpasangan mengakibatkan molekul menjadi tidak stabil dan bereaksi dengan zat kimia organik dan atau anorganik lainnya. Adanya reaksi tersebut mengakibatkan kerusakan sel terutama asam nukleat dan membran sel (Mitchel dan Contran, 2008). Sel yang normal memiliki sistem pertahanan terhadap radikal bebas, salah satunya adalah antioksidan SOD. SOD melindungi sel terhadap metabolisme oksigen dan akan mengubah radikal bebas yang berbahaya menjadi molekul yang

11 stabil yaitu H 2 O. Peran SOD sebagai enzim antioksidan intraseluler dalam menstabilkan radikal bebas superokside (O - 2 ) melalui mekanisme reduksi dan oksidasi sebagai berikut: Secara umum semua SOD, ion metal (M) mengkatalisa dismutasi O - 2 melalui mekanisme oksidasi reduksi seperti dibawah: M 3+ + O 2 - M 2+ + O 2 M 2+ + O H + M 3+ + H 2 O 2 SOD menetralisir O 2 - menjadi oksigen (O 2 ) dan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ). Selanjutnya H 2 O 2 diubah menjadi molekul air (H 2 O) oleh enzim katalase dan peroksidase. Salah satu enzim peroksidase yang penting adalah glutation peroksidase. Sehingga secara lengkap mekanisme enzimatis tersebut adalah sebagai berikut (Kovacic dan Jacintho, 2001): 2O H + O 2 + H 2 O 2 (oleh SOD) 2H 2 O 2 2H 2 O + O 2 (oleh Katalase) 2GSH + H 2 O 2 GSSG + 2H 2 O (oleh Glutation Peroksidase) Mekanisme SOD dalam mempertahankan integritas sel dapat dilihat pada gambar 2.5. Radikal bebas berasal dari reaksi oksigen yang terjadi di dalam sel, seperti metabolisme quionon dan xenobiotik yang melibatkan enzim peroksisomal β-oksidasi dan sitokrom P450. Radikal bebas superoksida (O - 2 ) yang terbentuk selanjutnya akan dimetabolisme oleh SOD menjadi molekul hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan oksigen (O 2 ). Hidrogen peroksida kemudian dimetabolisme oleh enzim katalase dan atau glutation peroksidase menjadi molekul air (H 2 O). Namun apabila terjadi gangguan metabolisme SOD akan terjadi akumulasi radikal bebas - O 2 yang mengakibatkan kerusakan membran lipid, protein esensial dan DNA sel (Kohen dan Nyska, 2002).

12 Gambar 2.5 Mekanisme Kerja Superoxide Dismutase (SOD) dalam Melindungi Kerusakan Sel (Nicholls and Budd, 2000) Pemeriksaan superoxide dismutase (SOD) Pemeriksaan enzim Superoxide Dismutase (SOD) dikerjakan dengan menggunakan teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pemeriksaan ELISA menggunakan prinsip ikatan antigen-antibodi yang spesifik. Adanya ikatan antara antigen dan antibodi yang spesifik akan menimbulkan perubahan warna yang dinilai secara kuantitatif atau kualitatif (Winarsi, 2007; Rajkumar dkk., 2008). Penilaian ELISA secara kualitatif akan memberikan hasil positif atau negatif, dimana cut off point antara positif dan negatif ditentukan oleh analis dan atau statistik. Pada penilaian ELISA secara kuantitatif, kadar SOD akan dinilai berdasarkan jumlah ikatan antara antigen dengan antibodi dengan alat kolorimeter

13 atau immunoabsorbant. Secara umum prosedur pemeriksaan ELISA secara kuantitatif adalah sebagai berikut (Rajkumar dkk., 2008): 1. Antigen yang akan diuji dimasukkan ke cawan lempeng mikro. 2. Solusi non-protein seperti bovine serum albumin atau kasein ditambahkan untuk menghambat setiap permukaan cawan yang masih dilapisi oleh antigen. 3. Antibodi primer ditambahkan akan mengikat secara khusus terhadap antigen. 4. Setelah itu ditambahkan antibodi sekunder yang akan mengikat antibodi primer. 5. Sebuah substrat untuk enzim ini kemudian ditambahkan. Adanya perubahan warna menunjukkan bahwa antibodi sekunder telah terikat dengan antibodi primer. 6. Semakin tinggi konsentrasi antibodi primer dalam serum, semakin kuat perubahan warnanya. Secara kuantitatif perubahan warna tersebut dinilai dengan alat kolorimeter. 2.3 Hubungan antara Superoxide Dismutase (SOD) dengan Mata Kering (MK) Mata Kering (MK) merupakan penyakit multifaktorial yang etiopatogenesisnya belum diketahui secara pasti. Salah satu teori tentang etiopatogenesis MK yang banyak berkembang adalah stres oksidatif. Stres oksidatif merupakan suatu keadaan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan. Stres oksidatif dapat timbul apabila pembentukan radikal bebas terjadi berlebihan disertai berkurang atau menetapnya sistem pertahanan antioksidan (Nicholls dan Budd, 2000).

14 Pemukaan bola mata merupakan daerah yang tidak terlindungi dan sering terpapar oleh berbagai faktor eksternal seperti radiasi, oksigen dan bahan kimia. Paparan berbagai faktor tersebut akan mengakibatkan terbentuknya berbagai bahan radikal bebas, melalui reaksi oksigen yang terjadi di dalam sel, seperti metabolisme quionon dan xenobiotik yang melibatkan enzim peroksisomal β- oksidasi dan sitokrom P450. Salah satu radikal bebas yang banyak ditemukan pada kerusakan bola mata adalah radikal bebas superoksida (O2-) yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bola mata (Kohen dan Nyska, 2002). Pada MK terdapat dua penanda yang sering ditemukan yaitu adanya penurunan cairan aqueus dan peningkatan evaporasi air mata (American Academy of Ophthalmology, ). Radikal bebas yang terbentuk pada bola mata menyebabkan kerusakan permukaan epitel konjungtiva melalui aktivasi inflamasi dan pelepasan mediator inflamasi ke dalam air mata. Kerusakan epitel yang terjadi berupa apoptosis sel, kehilangan sel goblet dan gangguan ekspresi musin (Kohen dan Nyska, 2002). Adanya kerusakan epitel tersebut mengakibatkan ketidakstabilan lapisan air mata. Ketidakstabilan lapisan air mata akan memicu terjadinya hiperosmolaritas permukaan mata. Kerusakan epitel yang terjadi dapat merangsang ujung-ujung saraf kornea sehingga menimbulkan keluhan tidak nyaman pada mata dan sering mengedipkan mata. Kehilangan musin pada permukaan okular akan meningkatkan gesekan antara konjungtiva bulbaris dengan bola mata. Adanya gesekan tersebut menyebabkan inflamasi neurogenik pada kelenjar lakrimalis. Inflamasi neurugenik tersebut mengakibatkan penurunan dan hiperosmolaritas sekresi kelenjar lakrimalis sehingga terjadilah MK (Mitchel dan Contran, 2008).

15 Superoxide Dismutase (SOD) berperan melindungi sel terhadap paparan radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu elektron tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Sel yang normal memiliki sistem pertahanan terhadap radikal bebas, salah satunya adalah antioksidan SOD. SOD melindungi sel terhadap metabolisme oksigen dan akan mengubah radikal bebas yang berbahaya menjadi molekul yang stabil yaitu H 2 O. Radikal bebas superoksida (O - 2 ) yang terbentuk selanjutnya akan dimetabolisme oleh SOD menjadi molekul hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) dan oksigen (O 2 ). Hidrogen peroksida kemudian dimetabolisme oleh enzim katalase dan atau glutation peroksidase menjadi molekul air (H 2 O) (Mitchel dan Contran, 2008). Adanya SOD yang menetralisir radikal bebas O2- mengakibatkan tidak terjadi kerusakan pada permukaan epitel konjungtiva. Sehingga stabilitas lapisan air mata tetap terjaga dengan baik. Stabilitas lapisan air mata yang normal akan menjaga osmolaritas permukaan mata. Pada akhirnya tidak akan mengakibatkan terjadinya MK (Rajkumar dkk., 2008). Penurunan kadar SOD akan mengakibatkan terjadi MK melalui dua mekanisme, yaitu aktivasi sitokin pro inflamasi dan apoptosis. Mekanisme pertama, penurunan SOD dapat mengaktivasi berbagai sitokin pro inflamasi, seperti Interleukin-1β (IL-1β), Interleukin-2 (IL-2), Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-8 (IL-8), Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Transforming Growth factor-β (TGF-β). Berbagai sitokin pro inflamasi neurogenik tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan dan hiperosmolaritas sekresi kelenjar lakrimalis sehingga terjadilah MK (Dogru, dkk., 2007).

16 Apoptosis merupakan program bunuh diri intra seluler yang dilakukan dengan cara mengaktifkan protein kaspase, yang merupakan suatu sistein protease (Kumar dkk., 2010). Secara umum, terdapat dua jalur utama dalam proses apoptosis, yaitu: jalur intrinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik meliputi pemberian kode yang memicu proses mitokondria-dependent melalui pelepasan sitokrom c dan pengaktifan kaspase-9. Jalur ekstrinsik bekerja dengan cara mengaktifkan reseptor kematian atau Death Reseptor (DR), seperti Fas (reseptor 1 Tumor Necrotic Factor (TNF)), DR4 dan DR5 (Bai dan Zhu, 2006). Adanya interaksi dengan ligan yang sesuai akan mengarah kepada proses transduksi sinyal yang diawali dengan peliputan molekul yang berhubungan dengan DR seperti Fas- Associative Death Domain (FADD), yang selanjutnya akan mengaktifkan kaspase-8. Pada MK penurunan SOD akan mengakibatkan aktivasi jalur ekstrinsik dari apoptosis, dimana kaspase tersebut kemudian mengkatalis sederet proses proteolitik yang mengakibatkan terjadinya penurunan sekresi kelenjar lakrimalis sehingga terjadilah MK. Berbagai penelitian yang menghubungkan antara SOD dengan MK. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Holowacz, dkk (2009) memperlihatkan bahwa pemberian obat tambahan dengan antioksidan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas air mata dan berkontribusi untuk meningkatkan fungsi lakrimal. Hal tersebut juga mengurangi ketidaknyamanan okular karena rasa panas, gatal, sensasi benda asing pada mata dan kemerahan. Namun pada penelitian tersebut belum dapat ditentukan apakah perbaikan kondisi MK yang terjadi akibat koreksi terhadap penurunan kadar SOD atau oleh karena peningkatan

17 sekresi cairan aqueos atau peningkatkan defisiensi musin, defisiensi lipid, dan epitel. Kesimpulan sementara yang diambil dari penelitian tersebut bahwa secara empiris pemanfaatan suplemen antioksidan oral dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas air mata sehingga memberikan kenyamanan penglihatan pada pasien MK. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Cejkova, dkk. (2008) memperoleh hasil bahwa penurunan enzim antioksidan SOD berhubungan dengan trauma oksidatif pada MK. Enzim antioksidan mungkin kewalahan dengan jumlah ROS yang besar pada permukaan okular. Namun pada penelitian ini belum dijelaskan kadar penurunan berapa yang dapat mengakibatkan terjadinya stress oksidatif pada mata yang dapat mengakibatkan terjadinya MK. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Blades, dkk., tahun 2001 mendemonstrasikan suplemen antioksidan oral meningkatkan stabilitas air mata dan kesehatan permukaan konjungtiva pada penderita MK marginal. Korelasi yang signifikan pada pada peningkatan stabilitas air mata dan peningkatan kesehatan konjungtiva. Sementara peneliti tidak bisa menentukan jika stabilitas air mata meningkat sebagai akibat langsung peningkatan kesehatan konjungtiva dan jumlah sel goblet. Penelitian ini juga mengajukan peningkatan pada kesehatan permukaan okular MK marginal pada penelitian ini dimediasi oleh peningkatan stabilitas air mata diberikan oleh suplemen antioksidan, yang menyebarkan komponen air mata seperti protein dari lingkungan yang memediasi oksidatif stress.

18

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Pencemaran merupakan dampak yang tidak diharapkan dari pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

PERUBAHAN TEAR FILM SETELAH PEMBERIAN SERUM AUTOLOGUS TETES MATA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TESIS

PERUBAHAN TEAR FILM SETELAH PEMBERIAN SERUM AUTOLOGUS TETES MATA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TESIS PERUBAHAN TEAR FILM SETELAH PEMBERIAN SERUM AUTOLOGUS TETES MATA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Dokter Spesialis Mata Oleh : LINDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO)

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latanoprost merupakan salah satu obat anti glaukoma terkait prostaglandin yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO) dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain mulai meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Katarak adalah keadaan dimana lensa menjadi keruh atau kehilangan transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan penglihatan, yang bisa menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluhan rasa tidak nyaman pada mata merupakan keluhan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Keluhan rasa tidak nyaman pada mata merupakan keluhan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluhan rasa tidak nyaman pada mata merupakan keluhan yang paling sering dirasakan karena keluhan tersebut sering mengganggu aktivitas sehari-hari. Disfungsi Kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan

BAB I PENDAHULUAN. pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata berair merupakan salah satu gejala yang banyak dikeluhkan dan membuat pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan stabilitas lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan observasional analitik numerik (kategoriknumerik) tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik numerik (kategorik-numerik) tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional yang pengamatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah digunakan per tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan setelah katarak di dunia. Penyakit ini mengenai hampir 90 juta populasi dunia dan merupakan penyebab utama kebutaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan yang biasanya didiagnosis awal pada masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada interaksi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latihan fisik secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes (Senturk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang bersih adalah kebutuhan dasar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Namun, polusi udara masih menjadi ancaman nyata bagi kesehatan di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir, pasien dengan transplantasi ginjal mempunyai harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulcerative Colitis (UC) termasuk dalam golongan penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD). Keadaan ini sering berlangsung kronis sehingga dapat mengarah pada keganasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring dengan bertambahnya jumlah populasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2002 menyebutkan angka kebutaan diseluruh dunia sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum usia 20 minggu kehamilan atau berat janin kurang dari 500 gram (Cunningham et al., 2005). Abortus adalah komplikasi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan,

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan, ketahanan dan koordinasi (de

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata. atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata.

BAB I PENDAHULUAN. Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata. atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata. Agar mata terasa nyaman dan penglihatan baik, sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker merupakan suatu jenis penyakit berupa pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal. Penyakit ini dapat menyerang semua bagian organ tubuh dan dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di Indonesia. Jumlah perokok di seluruh dunia saat ini mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati berupa hambatan aliran udara yang progresif, ditandai dengan inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulkus lambung merupakan masalah pencernaan yang sering ditemukan di masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi penduduk dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi ringan atau akut adalah respons awal dan cepat terhadap kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi ringan atau akut adalah respons awal dan cepat terhadap kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi ringan atau akut adalah respons awal dan cepat terhadap kerusakan sel yang bertujuan untuk mengeradikasi bahan atau mikroorganisme. Pada umumnya proses ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari

BAB I PENDAHULUAN. hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit yang didapat, ditandai dengan adanya makula hipopigmentasi berwarna putih susu berbatas tegas. Vitiligo mengenai sekitar 0,5-1%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan teknik operasi katarak yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Insisi di

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengukuran aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan pada keadaan hipoksia hipobarik akut berulang ini dilakukan berdasarkan metode Mates et al. (1999) yang dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa disadari, setiap hari semua orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup karena makanan merupakan sumber utama penghasil energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok telah menjadi kebiasaan masyarakat dunia sejak ratusan tahun lalu. Sekitar satu milyar penduduk dunia merupakan perokok aktif dan hampir 80% dari total tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam

BAB I PENDAHULUAN. memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk kanker. Kandungan terbesar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan alkohol sebagai minuman yang sudah tentu bertentangan dengan ajaran islam saat ini ada kecenderungan meningkat di masyarakat. Penggunaan alkohol terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Katarak Katarak berasal dari bahasa Yunani, Katarrhakies yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SWT seperti yang tercantum pada QS. An-Nahl (16:78) yang berbunyi :

BAB I PENDAHULUAN. SWT seperti yang tercantum pada QS. An-Nahl (16:78) yang berbunyi : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata merupakan salah satu indera yang penting yang di ciptakan Allah SWT seperti yang tercantum pada QS. An-Nahl (16:78) yang berbunyi : Artinya : Dan Allah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakarin adalah zat pemanis buatan yang dibuat dari garam natrium, natrium sakarin dengan rumus kimia (C 7 H 5 NO 3 S) dari asam sakarin berbentuk bubuk kristal putih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat latihan fisik dipahami sebagai olahraga. Olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta berdampak pada kinerja fisik. Olahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan dalam jumlah kecil karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan dalam jumlah kecil karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakarin merupakan pemanis buatan yang memberikan rasa manis. Sakarin digunakan dalam jumlah kecil karena memiliki tingkat kemanisan yang tinggi, yaitu 200-700 kali

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. respon terhadap stres adalah hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari 14 BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tantangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat mengakibatkan stres pada manusia(garciá et al., 2008). Organ yang berperan penting dalam respon terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh BAB 1 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat defisiensi sekresi hormon insulin, kurangnya respon tubuh terhadap

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan paling banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non essential trace element

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik secara teratur mempunyai efek yang baik terutama mencegah obesitas, penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung koroner, dan osteoporosis (Thirumalai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, populasi lanjut usia terus mengalami peningkatan, dan diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Pertambahan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal adalah kanker ketiga tersering di dunia dan merupakan penyebab kematian akibat kanker kedua di Amerika Serikat, setelah kanker paru-paru. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun dan saat ini Indonesia merupakan negara nomor 3 (tiga) dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun dan saat ini Indonesia merupakan negara nomor 3 (tiga) dengan jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok merupakan epidemi yang mengancam kelangsungan generasi di Indonesia. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun dan saat ini Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanpa disadari, fungsi kognitif memiliki peranan besar dalam kehidupan manusia dan menentukan setiap tindakan yang akan dilakukan oleh manusia. Fungsi kognitif sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum terjadinya persalinan. KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat berkurangnya sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masyarakat tertarik pada usaha untuk mengobati diri sendiri ketika merasa mengalami keluhan kesehatan yang bersifat ringan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel-sel pulpa hasil subkultur dari kultur primer sel pulpa gigi sehat. Gambaran mikroskopis kultur sel primer dan subkultur sel-sel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enzim katalase bersifat antioksidan ditemukan pada hampir sebagian besar sel. 1 Enzim ini terutama terletak di dalam organel peroksisom. Katalase ditemukan di semua

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung.

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung. BAB V PEMBAHASAN STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung. Mekanisme diabetogenik STZ adalah alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitroourea yang mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dapat mencegah penyakit kronis seperti kanker, hipertensi, obesitas, depresi, diabetes dan osteoporosis (Daniel et al, 2010).

Lebih terperinci