PENDAHULUAN. kedaulatan yang meliputi teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan negara, teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. kedaulatan yang meliputi teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan negara, teori"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan suatu negara tidak terlepas dari persoalan kekuasaan. Ada beberapa teori berkaitan dengan kekuasaan dalam suatu negara yaitu teori kedaulatan yang meliputi teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan negara, teori kedaulatan hukum dan teori kedaulatan rakyat. Berdasarkan UUD Negara RI 1945, Indonesia menganut teori kedaulatan hukum maupun teori kedaulatan rakyat. Menurut teori kedaulatan hukum, negara pada prinsipnya tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, tetapi berdasarkan atas hukum. Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI 1945 menyebutkan bahwa, Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebelum UUD 1945 diamandemen, penyebutan Indonesia adalah negara hukum hanya terdapat dalam Penjelasan UUD Negara Indonesia. Dalam Penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa, Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan atas hukum yang baik dan adil. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis yang didasarkan atas kehendak rakyat sesuai dengan kesadaran hukum rakyat. Untuk itulah suatu negara hukum akan berjalan dengan baik jika digabungkan dengan teori

2 2 kedaulatan rakyat. 1 Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI 1945 yang menyatakan Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, menunjukkan bahwa negara Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat. Dalam suatu negara yang menganut teori kedaulatan hukum dan teori kedaulatan rakyat, maka kehendak rakyat adalah hukum yang tertinggi. Berkaitan dengan negara hukum, Julius Stahl 2 mengatakan sebagai berikut: Negara harus menjadi negara hukum, itulah semboyan hukum dan sebenarnya juga menjadi daya pendorong perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batasbatas kegiatannya sebagaimana lingkungan (suasana) kebebasan warga negara menurut hukum itu dan harus menjamin suasana kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga secara langsung tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum. Menurut pendapat Julius Stahl tersebut, suatu negara menjadi negara hukum adalah suatu keharusan. Negara harus membatasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan hukum, dan dengan batas-batas yang diwadahi dengan hukum harus menjamin kebebasan warga negara. Konsep dari Julius Stahl ini dilandasi oleh faham individualisme. Implementasi dari konsep ini harus disesuaikan dengan faham yang dianut negara Indonesia yaitu Pancasila. Negara hukum Indonesia harus menjamin keseimbangan kebebasan individu dan kepentingan bersama dalam masyarakat. 1 S.F. Marbun, 2011, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta, hlm Dikutip dari O. Notohamidjoyo, 1967, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen, Jakarta, hlm. 24.

3 3 Menurut Julius Stahl 3, eksistensi suatu negara yang disebut sebagai negara hukum antara lain tercermin dari beberapa hal, yang biasanya disebut-sebut sebagai ciri negara hukum (rechtsstaat) di mana pada umumnya juga terdapat dalam UUD 1945, yaitu: 1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (dan warga negara); 2. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara (teori Trias Politica); 3. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus mendasarkan atas hukum baik tertulis maupun tidak tertulis; 4. Adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka, termasuk di dalamnya ada Peradilan Tata Usaha Negara. Sebagai negara hukum, Negara RI mempunyai ciri-ciri hukum seperti yang disebutkan di atas di antaranya adanya pemisahan kekuasaan dan adanya Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disingkat dengan PTUN). Berkaitan dengan pemisahan kekuasaan, gagasan yang paling sering dijadikan acuan dikenal dengan nama Trias Politica yang digagas oleh Montesqiueu. Inti dari gagasan Trias Politica ini adalah adanya pemisahan kekuasaan berdasarkan fungsi-fungsi utama negara yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Mengenai pemisahan kekuasaan, Aalt Willem Heringa dan Philipp Kiiver 4 mengatakan : Essentially, separation of powers holds that public authority can be dissected into three different functions : a legislative power, which makes 3 Dikutip dari Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur- Unsurnya, UI-Press, Jakarta, hlm Aalt Willem Heringa dan Philipp Kiiver, 2007, Contitutions Compared-An Introduction to Comparative Constitutional Law, Intersentia Antwerpen, Oxford, hlm. 7-8.

4 4 law; an executive power, which enforces them; and a judicial power, which applies them in cases of conflict. Coupled to this functional separation of powers is the institutional separation of powers, meaning that these three functions should be allocated with different organs, and a personal separation of powers, meaning that these organs should be actually staffed by different people. The degree to which separation of powers is implemented, the form that it is given, and the consequences that are attached to it, even the degree to which adherence to the principle is actually acknowledged, varies from one system to another. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, kekuasaan dibagi tiga fungsi yang meliputi kekuasan membuat hukum (kekuasaan legislatif), kekuasaan melaksanakan hukum (kekuasaan eksekutif), dan kekuasaan menerapkan dalam kasus konkrit (kekuasaan kehakiman). Masing-masing kekuasaan tersebut dipegang oleh lembaga yang berbeda-beda. Implementasi dari asas pemisahan kekuasaan tersebut berbeda-beda antara sistem hukum negara satu dengan yang lain. Sistem hukum Indonesia mengimplementasikan pemisahan kekuasaan berbeda dengan prinsip aslinya. Antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif mempunyai hubungan yang tidak terpisah sama sekali, sehingga tidak dapat disebut sebagai implementasi asas pemisahan kekuasaan tetapi pembagian kekuasaan. Kekuasaan kehakiman dengan kekuasaan lainnya terpisah secara tegas, sehingga dapat dikatakan terpisahnya kekuasaan kehakiman sebagai implementasi asas pemisahan kekuasaan. Terpisahnya kekuasaan kehakiman dimaksudkan agar kekuasaan kehakiman melalui lembaga-lembaga peradilan di bawahnya melaksanakan fungsinya secara obyektif tanpa dipengaruhi dan mendapat tekanan

5 5 dari kekuasaan atau pihak mana pun, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum yang baik kepada pencari keadilan. Keberadaan PTUN tidak terlepas dari adanya gagasan tentang perlunya pemilahan fungsi-fungsi negara, di mana berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan, fungsi kekuasaan dibagi menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan kehakiman termasuk di dalamnya terdapat PTUN. Di dalam tiga kekuasaan tersebut para pejabat yang mempunyai wewenang menjalankan tiga kekuasaan tersebut yang disebut dengan aparat negara. Aparat negara ini merupakan sarana negara guna mewujudkan tujuannya. PTUN merupakan lembaga dalam lingkungan kekuasaan yudikatif. PTUN melalui pejabat PTUN merupakan aparat negara dan sarana bagi negara guna mewujudkan tujuan negara. Tujuan negara Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Pejabat PTUN melalui putusan-putusannya diharapkan dapat menghilangkan perselisihan antara pejabat TUN dengan masyarakat, karena adanya perselisihan akan menghambat terwujudnya kesejahteraan di dalam masyarakat. Falsafah Negara RI adalah Pancasila, oleh karena itu negara Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila. Dalam pelaksanaan pemberian perlindungan terhadap hak-hak perseorangan itu, harus disesuaikan dengan pandangan hidup serta kepribadian negara dan bangsa berdasarkan Pancasila. Falsafah negara Pancasila meletakkan hak dan kewajiban asasi warga masyarakat dalam keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perseorangan

6 6 dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Secara filosofis tujuan pembentukan PTUN adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat, sehingga tercapai keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. 5 Sjachran Basah 6 mengatakan, tujuan PTUN adalah untuk memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun administrasi negara dalam arti terjaganya keseimbangan kepentingan masyarakat dengan kepentingan individu. Kepentingan administrasi negara berupa terjaganya ketertiban, ketentraman dan keamanan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, demi terwujudnya pemerintahan bersih dan berwibawa dalam kaitan negara hukum berdasarkan Pancasila. Menurut Darwan Prinst 7, PTUN bertujuan untuk memelihara hubungan yang serasi, seimbang, dan selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan masyarakat. Untuk menciptakan aparatur negara yang efisien, bersih dan berwibawa serta dalam setiap tindakannya senantiasa berdasarkan hukum (asas legalitas), PTUN berfungsi sebagai wadah untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara Pejabat/Badan TUN dengan masyarakat. Dengan perkataan lain 5 S.F. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm Sjachran Basah, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni, Bandung, hlm Darwan Prinst, 1995, Strategi Menangani Perkara Tata Usaha Negara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm

7 7 PTUN berfungsi sebagai wadah membersihkan pegawai dan pengayoman represif. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan PTUN adalah : (1) memberikan perlindungan hukum bagi rakyat, dalam arti keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu; (2) untuk menciptakan aparatur negara yang efisien, bersih, dan berwibawa. Apabila dua hal tersebut terwujud, maka akan tercipta keselarasan dan kepastian hukum hubungan antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan masyarakat. Kedudukan PTUN mempunyai landasan yang kuat dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dirubah lebih lanjut beberapa pasalnya dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN dan UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5 Tahun Pengaturan kedudukan PTUN dipengaruhi gagasan mengenai perlunya peningkatan pengawasan terhadap pemerintah, sejalan dengan semakin meningkatnya tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah yang dipengaruhi oleh paham negara kesejahteraan (walfare state). Dalam menyelenggarakan pemerintahan, administrasi negara mempunyai keleluasaan demi terselenggaranya kesejahteraan masyarakat tanpa meninggalkan asas legalitas. Hal ini berarti bahwa sikap tindak administrasi negara tersebut harus

8 8 dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun secara hukum. Lord Acton 8 mengatakan bahwa, Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu, dengan adanya keleluasaan bertindak dari administrasi negara yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Maka wajarlah bila diadakan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang merupakan jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjurus ke arah diktator tanpa batas, yang berarti bertentangan dengan ciri negara hukum. Pada sisi lain, berarti pula ada suatu sistem perlindungan bagi yang diperintah oleh karena adanya tindak diskresi (freies ermessen). Di sisi lain diperlukan pula perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri agar sikap tindaknya baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berarti memberikan perlindungan kepada administrasi negara dari perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad). Meningkatnya kualitas dan kuantitas tugas-tugas yang harus diselenggarakan oleh pemerintah, berkonsekuensi terhadap diperlukannya sistem pengawasan untuk mengoreksi terjadinya praktek-praktek maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. PTUN merupakan salah satu subsistem dari sistem pengawasan yang dilakukan terhadap pejabat tata usaha negara. Semakin meningkatnya kuantitas urusan pemerintahan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah, berpotensi menimbulkan terjadinya perbuatan maladministrasi yang merugikan rakyat, apabila pemerintah melakukan perbuatan administrasi yang melanggar kaidah-kaidah maupun prinsip-prinsip penyelenggaraan fungsi pemerintah. Terjadinya perbuatan maladministrasi tersebut dapat berakibat terjadinya kerugian bagi warga masyarakat. Warga masyarakat yang dirugikan 8 Dikutip dari Diana Halim Koentjoro, 2004, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, hlm. 70.

9 9 sebagai akibat dari perbuatan maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat tata usaha negara berhak mengajukan gugatan ke PTUN. 9 Dengan adanya gugatan yang diajukan ke PTUN, selanjutnya PTUN mempunyai tugas untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan memberikan sebuah putusan yang mengikat para pihak. Berkaitan dengan tugas PTUN Fransiskus Xaverius Sukemi 10 mengatakan sebagai berikut : Dengan adanya kasus sengketa tata usaha negara yang oleh yustisiabel dirasa kurang adil, di sini diperlukan adanya sebuah lembaga kontrol yang mempunyai bobot dan obyektif dalam penilaiannya. Lembaga tersebut secara khusus mempunyai hak untuk menentukan sah tidaknya menurut hukum keputusan-keputusan yang diambil oleh aparatur pemerintah. Dengan kata lain, bahwa lembaga tersebut mempunyai tugas dalam segi pengawasan yang dititikberatkan pada tujuan yang bersifat korektif dan memulihkan suatu tindakan yang keliru menurut hukum bila memang terjadi kekeliruan. Menurut pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tugas PTUN dalam menyelesaikan sengketa tata usaha negara, terkandung unsur pengawasan. Dalam penyelesaian sengketa ini, PTUN mengkontrol KTUN yang dirasa tidak adil dan merugikan warga masyarakat serta menguji sah tidaknya KTUN tersebut. Berkaitan dengan tugas dan wewenang PTUN, UU No. 5 Tahun 1986 menyatakan bahwa PTUN merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara. Sengketa tersebut haruslah 9 W. Riawan Tjandra, 2009, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mendorong Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Berwibawa, Universitas Atmajaya Yogyakarta, hlm Fransiskus Xaverius Sukemi, 1990, Perlindungan Hukum Dalam Rangka Pelaksanaan Hukum kepegawaian Menyongsong Terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Ringkasan Disertasi, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 204.

10 10 merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara yang dianggap melanggar hak orang atau badan hukum perdata. Dengan demikian, PTUN itu diadakan dalam rangka memberikan perlindungan bagi rakyat pencari keadilan, yang merasa dirinya dirugikan akibat suatu keputusan tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara timbul karena berlakunya keputusan tata usaha negara. Ini berarti bahwa keputusan tata usaha negara merupakan causa prima bagi timbulnya sengketa tata usaha negara. 11 Keputusan tata usaha negara (selanjutnya disingkat dengan (KTUN) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Salah satu bentuk KTUN yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah izin pemanfaatan hutan. Berdasarkan Pasal 23 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Dalam Penjelasan Pasal 23 UU No. 41 Tahun 1999 dijelaskan bahwa, dalam memanfaatkan hutan tidak boleh terpusat pada seseorang, kelompok atau golongan tertentu. Pemanfaatan hutan harus 11 Muchsan, 1997, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, hlm. 59.

11 11 didistribusikan secara berkeadilan melalui peningkatan peran serta masyarakat. Dengan demikian pemberian ijin pemanfaatan hutan mempunyai tujuan yang sama seperti yang diatur dalam Pasal 23 tersebut di atas beserta penjelasannya, yaitu untuk memberikan kesejahteraan seluruh masyarakat. Izin merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk mengarahkan perilaku warganya agar melakukan perbuatan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah. Izin pemanfaatan hutan merupakan sarana bagi pemerintah untuk mengarahkan warganya agar dalam melaksanakan kegiatan di bidang kehutanan tidak menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan tidak menimbulkan benturan kepentingan di dalam masyarakat dalam pemanfaatan hutan, sehingga kesejahteraan rakyat dapat terwujud dan kelestarian hutan tetap terjaga seperti yang diamanahkan oleh UU No. 41 Tahun Dalam praktiknya, izin pemanfaatan belum mampu untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan dalam pemanfaatan hutan yang disertai dengan upaya menjaga kelestariannya. Kerusakan hutan terus terjadi dari waktu-waktu ke waktu meskipun telah dilengkapi dengan sarana perijinan. Izin pemanfaatan hutan juga belum mampu mengarahkan agar kegiatan-kegiatan dalam pemanfaatan hutan mampu memberikan manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan, tetapi dengan adanya izin pemanfaatan hutan justru menimbulkan benturan kepentingan-kepentingan di dalam masyarakat. Terjadinya berbagai persoalan berkaitan dengan izin pemanfaatan hutan, pihak-pihak yang merasa dirugikan berusaha untuk mendapatkan perlindungan hukum melalui berbagai

12 12 saluran, salah satunya adalah dimintakan penyelesaian dengan cara mengajukan gugatan ke PTUN. Pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan ke PTUN berkaitan dengan izin pemanfaatan hutan adalah : 1. Perorangan Perorangan di sini bisa meliputi : pemohon izin pemanfaatan hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan lama yang ditolak perpanjangan izin pemanfaatan hutannya, atau pihak ketiga yang dirugikan oleh izin pemanfaatan tersebut. 2. Masyarakat sekitar hutan Penyelenggaran izin usaha bidang kehutanan oleh perusahaan sering menimbulkan benturan dengan pemenuhan hak-hak masyarakat sekitar kawasan hutan. Masyarakat sejak awal secara turun temurun telah memanfaatkan hutan sebagai sumber penghidupannya, tetapi dengan dikeluarkannya izin pemanfaatan hutan yang ditujukan pada subyek hukum tertentu menyebabkan tertutupnya akses masyarakat untuk memanfaatkan hutan. Hal ini memicu konflik pemanfaatan areal kawasan hutan antara pemegang izin dengan masyarakat di sekitranya. Dalam hal ini masyarakat dapat menggugat ke PTUN agar KTUN berupa izin pemanfaatan hutan tersebut dinyatakan batal. 3. LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Pemberian ijin pemanfaatan hutan seringpula menimbulkan kekhawatiran akan menyebabkan terjadinya kerusakan hutan akibat dilaksanakannya kegiatan yang diberikan ijin tersebut. Dalam hal yang demikian, LSM yang bergerak di bidang

13 13 lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan ke PTUN mewakili kepentingan kelestarian hutan, agar ijin pemanfaatan yang diberikan kepada perseorangan atau badan hukum perdata dinyatakan batal. Hal ini diatur dalam Pasal 92 UU No. 32 Tahun 2009 dan Pasal 73 UU No. 41 Tahun Hak gugat organisasi lingkungan hidup ini perkembangan hukum yang menyangkut hajad hidup orang banyak (public interest law), di mana organisasi dapat bertindak sebagai penggugat walaupun tidak memiliki kepentingan hukum secara langsung, tetapi dengan didasari oleh suatu kebutuhan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat luas termasuk untuk kepentingan kelestarian hutan. Dengan adanya gugatan ke PTUN berkaitan dengan pemanfaatan hutan, maka pihak yang mengajukan merasa dirinya dirugikan berharap melalui pemeriksaan dan putusan PTUN mendapat perlindungan hukum agar hak-haknya terpenuhi. Perlindungan hukum adalah jaminan yang diberikan oleh hukum bagi subyek hukum yang terlanggar haknya oleh subyek hukum lain untuk memperoleh haknya kembali secara legal. 12 Yang dimaksud perlindungan hukum dalam tulisan ini adalah pemenuhan hak-hak untuk memperoleh keadilan bagi pihak yang dirugikan akibat dikeluarkannya izin pemanfaatan hutan. Dalam hal ini yang diberikan perlindungan hukum adalah pencari keadilan. Pasal 4 UU No. 9 Tahun 2004 menyebutkan bahwa PTUN adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Dalam Penjelasan Pasal 4 tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan rakyat 12 Ridwan, 2009, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 119.

14 14 pencari keadilan adalah setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing, dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada PTUN. Pencari keadilan akan memperoleh perlindungan hukum apabila PTUN melaksanakan fungsinya secara maksimal. Utrecht mengartikan tugas sebagai functie atau kekuasaan, dan bahwa pembagian tugas (functie) adalah pembagian kekuasaan (functie verdeling, machtenverdeling). Jadi, pengertian fungsi juga mengandung pengertian tugas dan jabatan. Dalam disertasi ini yang dimaksudkan fungsi adalah tugas dan wewenang PTUN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tugas mempunyai arti yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan; pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang; pekerjaan yang dibebankan. 13 Wewenang mempunyai arti : (1) hak dan kekuasaan untuk bertindak; (2) kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. 14 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas dan wewenang adalah hak dan kewajiban dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawab PTUN. PTUN adalah suatu proses penyelesaian Sengketa TUN mulai dari pemeriksaan di tingkat pertama sampai diperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap serta dilaksanannya putusan tersebut, di mana proses penyelesaian sengketa ini dilakukan secara berjenjang oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Agung. 13 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm Ibid, hlm

15 15 Penjelasan Umum UUNo. 5 Tahun 1986 menyebutkan PTUN merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha. Berdasarkan ketentuan tersebut, menunjukkan ada tiga hal yang menjadi tugas dan wewenang PTUN yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan. Memeriksa mempunyai arti : (1) melihat dengan teliti untuk mengetahui keadaan (baik tidak, salah benarnya, dan sebagainya); (2) menyelidiki untuk mengetahui sesuatu (untuk mempelajari, mencari pengetahuan, dan sebagainya); menelaah suatu hal atau peristiwa. 15 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, pengertian memeriksa adalah melihat, menyelidiki, dan menelaah peristiwa atau hal dan untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya dari peristiwa atau hal tersebut. Tugas dan wewenang memeriksa ini terimplementasi dalam proses pemeriksaan di PTUN mulai masuknya gugatan hingga putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Memutus dalam Bahasa Inggris decide mempunyai arti mengambil keputusan. 16 Keputusan mempunyai arti : (1) perihal yang berkaitan dengan putusan; segala putusan yang telah ditetapkan (sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dan sebagainya); (2) ketetapan; sikap terakhir (langkah yang harus dijalankan); (3) kesimpulan; (4) hasil pemeriksaan. 17 Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, memutus mempunyai arti membuat ketetapan akhir berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Tugas dan 15 Ibid, hlm Echols, John M. Dan Shadily, Hassan, tanpa tahun, Kamus Inggris Indonesia-An Engslish- Indonesian Dictionary, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit, hlm. 914.

16 16 wewenang PTUN memutus ini tertuang dalam Putusan Hakim yang dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Menyelesaikan mempunyai arti menguraikan suatu hal yang kusut; memecahkan (soal, masalah dan sebagainya); memperdamaikan (perselisihan, pertengkaran, dan sebagainya). 18 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa menyelesaikan mempunyai arti memecahkan masalah dan dapat medamaikan antara para pihak yang berselisih, sehingga perselisihan yang terjadi antara para pihak tidak ada lagi. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pertama, PTUN melakukan pemeriksaan sengketa yang dimulai dari tahap dismisal proses, dilanjutkan dengan pemeriksaan persiapan, pemeriksaan di persidangan, pembuktian, penyampaian kesimpulan sidang, pembacaan putusan, upaya hukum banding dan kasasi, dan peninjauan kembali. Dalam tahapan pemeriksaan ini harus dipenuhi proses atau tahapan yang adil. Kedua, PTUN harus memutus sengketa yang telah diperiksa dalam suatu putusan yang memenuhi keadilan substantif. Dari hasil proses pemeriksaan perkara dan putusan yang dihasilkan, diharapkan dapat memecahkan masalah dan menghilangkan perselisihan yang ada. Dengan adanya putusan PTUN beserta upaya hukum yang dilakukan, ternyata belum mampu menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan. Konflik antara pengusaha selaku pemegang izin dengan masyarakat dalam pemanfaatan hutan masih terus berlangsung. Pasca lahirnya 18 Ibid, hlm

17 17 Putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap, masyarakat masih terus memperjuangkan kawasan hutan yang dikuasai perusahaan berdasarkan izin melalui cara maupun media yang lain, seperti melakukan perlawanan fisik, melakukan pengaduan ke DPR, melakukan protes ke Kementerian Kehutanan dan sebagainya. Konflik antara pengusaha dan masyarakat tetap saja terjadi, meskipun Pengadilan TUN Jakarta telah menjatuhkan Putusan Nomor 38/G/2010/PTUN- JKT. Kerusakan hutan juga sulit untuk dikendalikan dan cenderung terus terjadi. Perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan, penebangan dilakukan tanpa kendali dan ditanami kembali dengan tanaman yang tidak sesuai dengan prinsip pelestarian hutan, yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan hilangnya atau berkurangnya sumber daya alam hayati yang ada di hutan. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 148K/TUN/2004, Nomor 442K/TUN/2004, Nomor 134K/TUN/2007 tidak membawa perubahan untuk perbaikan dalam pengelolaan hutan, tetapi kebakaran hutan dan illegal logging terus saja terjadi. Dalam upaya pelestarian hutan, organisasi lingkungan hidup seperti WALHI dapat menggugat Pejabat atau Badan TUN yang mengeluarkan izin pemanfaatan hutan yang berpotensial merusak hutan ke PTUN, agar izin pemanfaatan hutan tersebut dinyatakan batal atau tidak sah. Gugatan WALHI untuk menyelamatkan lingkungan hidup pada umumnya dan hutan pada khususnya sering mengalami kegagalan, demikian juga dengan gugatan WALHI yang diputus dengan Putusan

18 18 Nomor 151/K/TUN/2014 yang menemui kegagalan dalam upaya mencegah terjadinya kegiatan yang mengancam kelestarian hutan bakau. Dalam Penjelasan Umum UU No. 5 Tahun 1986, disebutkan bahwa dalam penyelesaian sengketa melalui PTUN, mempunyai tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan tanpa mengabaikan hak-hak masyarakat. Dengan perkataan lain, PTUN berfungsi untuk memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan dengan tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat. Dalam Perkara TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan, terkait erat dengan kepentingankepentingan masyarakat yang lebih luas yaitu kepentingan masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan kepentingan pelestarian hutan. Tidak jarang penyelesaian Sengketa TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan kurang berpihak pada kepentingan masyarakat maupun kelestarian hutan, tetapi lebih berpihak kepada kepentingan individu tertentu seperti pemilik modal besar. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan pengkajian secara mendalam mengenai pelaksanaan Fungsi PTUN dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari yang obyeknya izin pemanfaatan. Dalam pengkajian tersebut, akan dianalisis mengenai proses penyelesaian sengketa izin pemanfaatan hutan maupun putusan-putusan PTUN dalam bidang pemanfaatan hutan. Dari pengkajian pelaksanaan fungsi PTUN dalam menyelesaikan sengketa izin pemanfaatan, akan akan diperoleh gambaran perlindungan hukum bagi hukum bagi pencari keadilan

19 19 baik melalui proses penyelesaian maupun dalam isi putusan telah terpenuhi atau belum. Berbagai persoalan yang terus terjadi setelah dikeluarkannya Putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap, menunjukkan adanya sejumlah kendala dalam pelaksanaan fungsi PTUN dalam memberikan perlindungan hukum kepada pencari keadilan dalam Sengketa TUN yang obyeknya izin pemanfaatan hutan, sehingga PTUN belum mampu memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi pencari keadilan maupun perlindungan bagi kelestarian hutan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dianalisis melalui penelitian disertasi ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan fungsi PTUN dalam penyelesaian sengketa yang obyeknya izin pemanfaatan hutan? 2. Apa kendala substansi hukum dan kelembagaan hukum PTUN dalam penyelesaian sengketa yang obyeknya izin pemanfaatan hutan? 3. Apa langkah-langkah hukum agar PTUN mampu memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan dalam sengketa izin pemanfaatan hutan?

20 20 C. Tujuan Penelitian Penelitian disertasi ini dilaksanakan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan yang bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk mendeskripsikan secara analitis fungsi peradilan tata usaha negara dengan perlindungan hukum terhadap pencari keadilan yang obyek sengketanya izin pemanfaatan hutan, mulai dari tahap pendahuluan, tahap pemeriksaan di persidangan, putusan, upaya hukum terhadap putusan PTUN dan pelaksanaan putusan PTUN, serta mendeskripsikan isi atau substansi dari putusan hakim. Berdasarkan deskripsi tersebut akan diketahui pelaksanaan fungsi PTUN telah mampu memberikan perlindungan bagi pencari keadilan, masyarakat dan kelestarian hutan secara optimal atau belum. 2. Tujuan yang bersifat kreatif, yaitu menganalisis kendala substansi hukum dan kelembagaan hukum PTUN yang menyebabkan PTUN belum mampu memberikan perlindungan kepada pencari keadilan, masyarakat, dan kelestarian hutan. 3. Tujuan yang bersifat inovatif, yaitu untuk menyusun konsep pembaharuan fungsi PTUN, sehingga PTUN mampu memberikan perlindungan kepada pencari keadilan dan mempunyai kontribusi dalam memberikan perlindungan terhadap kelestarian hutan.

21 21 D. Keaslian Penelitian Penelitian Tesis yang meneliti di bidang Peradilan Tata Usaha Negara, antara lain tesis yang ditulis oleh Lintong Oloan Siahaan yang berjudul Wewenang PTUN Menunda Berlakunya Keputusan Pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan PTUN untuk menghentikan berlakunya atau beroperasinya keputusan Tata Usaha Negara yang sedang disengketakan memberikan kekuasaan yang besar sekali kepada hakim dalam halhal yang bagaimana Keputusan Tata usaha Negara itu akan ditunda atau dipertahankan. Perlu rincian lebih lanjut akan arti dari kepentingan pribadi yang mendesak dan kepentingan umum dalam rangka pembangunan, yang menjadi dasar pengambilan keputusan penundaan itu. Dalam penelitian ini telah disimpulkan bahwa : "Perbuatan-perbuatan pemerintah dalam bidang-bidang hukum pembangunan; Hukum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR); Hukum Lingkungan; dan Pelaksanaan Proyek-proyek Pemerintah yang sudah direncanakan secara matang", merupakan bagian dari Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan yang perlu dipertimbangkan. Penolakan terhadap suatu permohonan penundaan atas dasar hal-hal yang disebutkan diatas, jangan sampai mengakibatkan kepentingan pribadi yang mendesak dari penggugat menjadi terlantar. Penelitian disertasi ini mengkaji PTUN dalam memberikan perlindungan hukum kepada pencari keadilan dalam sengketa kehutanan, kewenangan hakim untuk menunda atau mempertahankan KTUN akan diteliti berkaitan dengan pemberian perlindungan hukum kepada pencari keadilan, dan ini

22 22 belum diteliti oleh peneliti sebelumnya. Peneliti sebelumnya mengkaji kewenangan hakim PTUN dalam penundaan pelaksanaan KTUN yang menjadi obyek sengketa yang merupakan putusan sela serta alasan hakim yang dijadikan untuk memutuskan untuk menunda pelaksanaan KTUN atau tidak, belum mengkaitkan penundaan KTUN dengan perlindungan hukum kepada pencari keadilan. Penelitian Disertasi yang meneliti di bidang Peradilan Tata Usaha Negara antara lain Disertasi Irfan Fachruddin di Universitas Padjajaran Bandung berjudul Konsekuensi Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah yang dipertahankan pada sidang terbuka Senat Guru Besar antara lain menghasilkan temuan bahwa pengawasan badan peradilan administrasi belum sepenuhnya efektif. Hanya 32% (tiga puluh dua persen) dari putusan-putusan yang diteliti oleh peneliti tersebut yang dilaksanakan, sisanya sebanyak 68% (enam puluh delapan persen) putusan tidak dapat dilaksanakan, sehingga dinilai tidak memberikan konsekuensi positif dalam mengendalikan tindakan pemerintah dalam menyelesaikan sengketa administrasi. Dalam penelitian disertasi ini dimungkinkan pula membahas mengenai pelaksanaan putusan PTUN, apabila pelaksanaan putusan PTUN berkaitan dengan perlindungan hukum kepada pencari keadilan, karena dengan tidak dilaksanakannya putusan PTUN pencari tidak akan mendapatkan perlindungan hukum dalam kasus tersebut. Pelaksanaan putusan PTUN yang diteliti oleh peneliti terdahulu belum dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi pencari keadilan tetapi hanya dikaitkan dengan tindakan aparatur

23 23 pemerintah, dalam disertasi ini akan dikaji pelaksanaan putusan PTUN dengan perlindungan hukum bagi pencari keadilan. Disertasi yang ditulis oleh W. Riawan Tjandra berjudul Fungsi Peradilan Tata usaha dalam Mendorong Terwujudnya Pemerintah Yang bersih dan Berwibawa. Penelitian disertasi ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan metode penelitian hukum normatif. Permasalahan yang diteliti dalam disertasi W. Riawan Tjandra adalah: (1) Bagaimana putusan PTUN dapat mendorong terwujudnya pemerintah yang bersih dan berwibawa?; (2) Kendalakendala apa yang dihadapi oleh PTUN dan pemerintah daerah dalam melaksanakan putusan PTUN untuk mendorong terwujudnya pemerintah yang bersih dan berwibawa?; (3) Langkah-langkah apa yang dilakukan supaya PTUN mampu melaksanakan fungsinya untuk mendorong terwujudnya pemerintah yang bersih dan berwibawa? Disertasi tersebut menghasilkan temuan yaitu bahwa secara umum fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa telah dapat dilaksanakan, hanya saja pelaksanaan fungsi tersebut belum sepenuhnya optimal. Dalam disertasi W. Riawan Tjandra tersebut, permasalahan pertama dan kedua lebih memfokuskan pada kajian pelaksanaan putusan PTUN dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Dalam penelitian disertasi ini hendak meneliti fungsi PTUN dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan mulai dari tahap pendahuluan, tahap pemeriksaan di persidangan, putusan, upaya hukum terhadap putusan PTUN, dan pelaksanaan putusan. Dalam

24 24 hal peneliti hendak meneliti terhadap pelaksanaan putusan PTUN yang sama dengan permasalahan pertama dan kedua pada disertasi W. Riawan Tjandra, namun penelitian ini hendak meneliti pelaksanaan putusan dikaitkan dengan upaya pemberian perlindungan hukum bagi pencari keadilan yang belum diteliti oleh peneliti sebelumnya. Supandi menulis disertasi dengan judul Kepatuhan Pejabat Dalam Mentaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.Penelitian yang diteliti dalam disertasi ini adalah : (1) Mengapa pejabat tata usaha negara tidak patuh dalam penegakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara?; (2) Bagaimana akibat ketidakpatuhan pejabat tata usaha negara terhadap praktek penegakan hukum tata usaha negara?; (3) Penyelesaian apa yang dapat ditempuh guna menghilangkan sikap ketidakpatuhan pejabat tata usaha negara? Penelitian ini berbeda dengan penelitian disertasi sebelumnya yang mengkaji pada pelaksanaan putusan PTUN dan ketidaktaatan pejabat TUN terhadap putusan PTUN. Penelitian disertasi ini dimaksudkan untuk meneliti lebih jauh fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap pencari keadilan yang belum diteliti oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang telah dilakukan berikutnya adalah disertasi yang ditulis oleh Arifin Marpaung dengan judul Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Melalui Upaya Paksa. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Putusan PTUN yang dapat diikuti dengan penerapan upaya paksa hanya Putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap dan bersifat kondemnator; (2) Mekanisme pelaksanaan

25 25 eksekusi Putusan PTUN telah mengalami tiga fase perubahan; (3) Kesulitan penerapan uang paksa dalam praktek PTUN diakibatkan ketidakjelasan mengenai kewenangan pengadilan untuk menetapkan beban uang paksa dan sanksi administratif serta ketidakjelasan pihak yang menanggung beban uang paksa maupun ketidakjelasan jenis sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada tergugat yang tidak melaksanakan Putusan PTUN. Temuan dalam disertasi ini adalah : (1) Perintah pengenaan uang paksa kepada tergugat bukan merupakan tindakan administrasi melainkan tindakan yudisial; (2) Perilaku tergugat selaku Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan PTUN merupakan perbuatan maladministrasi, sehingga apabila timbul kerugian akibat perbuatan ini pejabat bertanggung secara pribadi, dan pengenaan uang paksa dibebankan kepada pejabat secara pribadi; (3) Pengadilan (hakim) juga berwenang untuk memerintahkan atasan Pejabat TUN atau pejabat lain yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan. Penerapan uang paksa terkait dengan upaya perlindungan hukum bagi pencari keadilan, sehingga terkait dengan upaya paksa akan dibahas juga dalam penelitian disertasi. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa, hingga saat ini belum ada alat untuk memaksa bagi pejabat yang tidak melaksanakan Putusan PTUN. Dalam penelitian disertasi akan dikaji mengenai langkah hukum untuk menemukan solusi agar Putusan PTUN dapat dilaksanakan, dan tidak diserahkan semata-mata pada kesukarelaan pejabat untuk melaksanakan putusan.

26 26 Penelitian disertasi berikutnya adalah penelitian disertasi dengan judul Penyelesaian Sengketa Kepegawaian Dalam Sistem Peradilan Tata Usaha Negara yang ditulis oleh Enny Agustina. Permasalahan dalam disertasi tersebut adalah : 1. Dalam perspektif Hukum Administrasi Negara Apakah sengketa kepegawaian termasuk dalam sengketa tata usaha negara? 2. Bagaimana proses penyelesaian sengketa kepegawaian berdasarkan hukum positif Indonesia? 3. Kendala yuridis apa yang dihadapi oleh Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa kepegawaian? 4. Langkah hukum apa yang harus dilakukan oleh Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa kepegawaian? Hasil penelitian disertasi tersebut menunjukkan bahwa : 1. Sengketa TUN terjadi karena dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya suatu KTUN oleh pejabat TUN yang menimbulkan kerugian bagi orang atau badan hukum perdata. Apabila KTUN yang dibuat pejabat TUN tersebut adalah keputusan di bidang kepgawaian dan memberikan akibat hukum berupa kerugian bagi PNS, maka keputusan TUN tersebut dapat dijadikan obyek sengketa pada sengketa kepegawaian. Namun apabila kerugian yang diterima PNS justru dengan tidak dibuatnya atau tidak dikeluarkannya KTUN oleh pejabat TUN yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan juga termasuk sengketa kepegawaian.

27 27 2. Proses penyelesaian sengketa kepegawaian berdasarkan hukum positif di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Penyelesaian melalui Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). Terhadap keputusan BAPEK dapat dilakukan upaya hukum yaitu dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan TUN. Setelah berlakunya UU Aparatur Sipil Negara (UU ASN), sengketa kepegawaian hanya melalui upaya administratif yaitu keberatan administratif dan banding admnistratif. Banding administratif tidak lagi melalui BAPEK tetapi diajukan kepada Badan Pertimbangan ASN. b. Penyelesaian melalui jalur peradilan (PTUN). Proses penyelesaian sengketa kepegawaian melalui jalur peradilan dapat dilakukan di tingkat PTUN, PT TUN, dan Mahkamah Agung. Putusan peradilan dalam hal ini hanya dapat menyatakan batal atau tetap berlaku atas KTUN yang menjadi obyek gugatan. 3. Kendala yuridis yang dihadapi oleh PTUN dalam penyelesaian sengketa kepegawaian adalah sistem pelaksanaan putusan yang masih berbasis kepatuhan moral, sehingga penerapan sanksi yang diberikan bagi pejabat TUN yang tidak melaksanakan putusan PTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap belum optimal. 4. Langkah hukum yang harus dilakukan oleh PTUN dalam penyelesaian sengketa kepegawaian agar putusan yang dikeluarkan oleh PTUN dapat mengikat adalah penerapan sanksi yang ketat sesuai peraturan perundang-

28 28 undangan bagi pejabat TUN yang tidak melaporkan mengenai pelaksanaan putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Persamaan penelitian disertasi tersebut dengan yang dilakukan peneliti adalah sama-sama mengkaji mengenai PTUN, sedangkan perbedaannya adalah obyek sengketa yang ditangani PTUN. Penelitian disertasi yang dilakukan oleh Enny Agustina adalan difokuskan pada obyek sengketa yaitu sengketa kepegawaian, sedangkan obyek sengketa dalam tulisan ini adalan mengenai izin pemanfaatan hutan. Perbedaan dan orisinalitas penelitian disertasi ini adalah bahwa penelitian ini hendak meneliti : (1) Bagaimana pelaksanaan fungsi PTUN dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan yang obyek sengketanya adalah ijin pemanfaatan hutan?; (2) Bagaimana kendala substansi hukum dan kelembagaan hukum PTUN dalam memberikan perlindungan kepada pencari keadilan?; (3) Apa langkah-langkah hukum agar PTUN mampu memberikan perlindungan kepada pencari keadilan yang obyek sengketanya ijin pemanfaatan hutan? Perlindungan hukum bagi pencari keadilan akan diteliti mulai dari tahap pendahuluan, tahap pemeriksaan di persidangan, putusan PTUN, upaya hukum terhadap putusan PTUN, dan pelaksanaan putusan PTUN. Dalam hal penelitian ini meneliti hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan putusan PTUN, dan ketidakpatuhan pejabat seperti yang telah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka penelitian ini mengaitkan hal tersebut dengan perlindungan hukum bagi pencari keadilan, di mana peneliti-peneliti sebelumnya belum meneliti

29 29 wewenang hakim dalam menunda KTUN, pelaksanaan putusan PTUN, dan ketidakpatuhan pejabat terhadap penegakan putusan PTUN dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi pencari keadilan dan dikhususkan pada obyek sengketa ijin pemanfaatan hutan E. Manfaat Penelitian Penelitian disertasi ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat berupa : 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan teoritis bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dan hukum administrasi pada umumnya. Penelitian ini mengkaji fungsi PTUN dalam memberikan perlindungan hukum bagi pencari keadilan, khusus dalam bidang izin pemanfaatan hutan. Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan hukum administrasi khususnya hukum pengawasan. Penelitian ini dirancang untuk menghasilkan suatu pemikiran mengenai penguatan fungsi PTUN sebagai lembaga pengawasan yuridis dalam menguji KTUN izin pemanfaatan hutan, sehingga PTUN mampu menghasilkan suatu putusan yang memberikan perlindungan hukum yang adil bagi pencari keadilan tanpa mengabaikan kepentingan kelestarian hutan. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis berupa sumbangan pemikiran untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan

30 30 bidang PTUN, yang mencakup pernyempurnaan mengenai hukum acaranya, kewenangan hakim dalam menyelesaikan Sengketa TUN, maupun pelaksanaan Putusan PTUN.

KESIMPULAN. Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan. 1.1 Pelaksanaan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan

KESIMPULAN. Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan. 1.1 Pelaksanaan fungsi Peradilan Tata Usaha Negara dalam memberikan 171 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dapatlah dikemukakan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan melalui penelitian disertasi ini dapat ditarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 158 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 1. Berdasarkan hukum positif di Indonesia, penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan warga negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai konsekuensi dari ajaran kedaulatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA A. Putusan PTUN Tujuan diadakannya suatu proses di pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim. 62 Putusan hakim

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Urgensi mengadakan suatu badan peradilan administrasi tidak hanya dimaksudkan sebagai pengawasan ekstern terhadap pelaksanaan Hukum Administrasi Negara sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka RINGKASAN Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka Pengawasan Pajak. Tema ini dilatarbelakangi oleh terungkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

MAKALAH KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

MAKALAH KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA MAKALAH KAPITA SELEKTA HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PENYELESAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN ANTARA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN WALIKOTA YOGYAKARTA (KASUS PUTUSAN NO.01/G/2011/PTUN.YK) Disusun Oleh : Fajar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan negara dengan perantaraan pemerintah harus berdasarkan hukum. 1 Penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 24 ayat (1) dan (2), dalam rangka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), maka

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

FUNGSI LEMBAGA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENCARI KEADILAN

FUNGSI LEMBAGA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENCARI KEADILAN FUNGSI LEMBAGA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENCARI KEADILAN Oleh : Hanggoro Prabowo Abstrak Dengan dibentuknya PTUN berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57b510afc8b68/bahasa-hukum--diskresi-pejabatpemerintahan

Lebih terperinci

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara

BAB III. Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan. Hakim Peradilan Tata Usaha Negara BAB III Anotasi Dan Analisis Problematika Hukum Terhadap Eksekusi Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara A. Hasil Penelitian 1. Anotasi Problematika Hukum Dalam Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

Pdengan Persetujuan Bersama

Pdengan Persetujuan Bersama info kebijakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI PEMERINTAHAN A. LATAR BELAKANG ada tanggal 17 Oktober 2014 Pdengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diundangkan pada tanggal 29 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam penyelenggaraan negara, pemerintah membutuhkan sarana negara atau sarana tindak pemerintahan. Sarana negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat reformasi mengharapkan suatu penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di seluruh wilayah

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh : 209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain selain Mahkamah Agung (MA), yaitu Mahkmah Konstitusi (MK). Pengaturan tentang MK termaktub

Lebih terperinci

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh : 41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E Pelaksanaan peradilan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota TNI ( studi kasus di pengadilan militer II 11 Yogyakarta ) Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E.0004107 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Setiap negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya.saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terbentuk Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berdiri sendiri yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan I. PEMOHON Raja Bonaran Situmeang Kuasa Hukum Dr. Teguh Samudera, SH., MH.,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Arfa i, S.H., M.H. [ ABSTRAK Undang-undang yang dibuat oleh Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENERAPAN ASAS PERADILAN CEPAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Ambrosius Gara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SIFAT KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : SOLECHAN 1. A. PENDAHULUAN Sejak dahulu sampai sekarang

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1

Lebih terperinci

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Aju Putrijanti Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl Prof Soedarto, S.H.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas sebagai hasil penelitian dan pembahasan dalam disertasi ini, maka dapat diajukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penjabaran

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa beban target penerimaan pajak yang terlalu berat telah melahirkan kebijakan pemeriksaan yang menghambat

Lebih terperinci

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL HUKUM KEPEGAWAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara Rombel 05 Semester Genap 2016-2017 Dosen Pengampu : Dr.

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN HAKIM PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP DI KOTA SEMARANG Margaretha Rosa Anjani*, Lapon Tukan Leonard, Ayu Putriyanti Program Studi S1 Ilmu Hukum,

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18

R. Soegijatno Tjakranegara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, 95. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 18 KAPABILITAS PERADILAN TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA EKO HIDAYAT Dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Raden Intan Lampung Jl. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung Email: eko_hidayat@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

KEWENANGAN BEBAS (FREIES ERMESSEN) DALAM KEBIJAKAN KARTU INDONESIA SEHAT DITINJAU DARI SISTEM ADMINISTRASI DI INDONESIA

KEWENANGAN BEBAS (FREIES ERMESSEN) DALAM KEBIJAKAN KARTU INDONESIA SEHAT DITINJAU DARI SISTEM ADMINISTRASI DI INDONESIA KEWENANGAN BEBAS (FREIES ERMESSEN) DALAM KEBIJAKAN KARTU INDONESIA SEHAT DITINJAU DARI SISTEM ADMINISTRASI DI INDONESIA Oleh : I Made Surya Dharma Ni Nyoman Sukerti Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa Republik Indonesia ialah negara hukum yang demokratis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2

TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 TANGGUNG JAWAB BPN TERHADAP SERTIPIKAT YANG DIBATALKAN PTUN 1 Oleh : Martinus Hadi 2 ABSTRAK Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi, air, ruang angkasa serta

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) Kuasa Hukum Zenuri Makhrodji, SH, DR. (can) Saiful Anam,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN)

PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN) PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA (PTUN) By. Fauzul Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim 7 Desember 2015 12/13/2015 1 POKOK BAHASAN Asas-asas Peradilan Administrasi Negara Karakteristik Peradilan Administrasi

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P

B A B V P E N U T U P B A B V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam mengadili sengketa pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara Pada mulanya dasar konstitusional pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara ini adalah

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 5 disebutkan

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA 216/K/TUN/2010 KASUS POSISI 1. Bahwa Penggugat adalah pemangku Jabatan Fungsional

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut: 1. Tidak komprehensifnya ketentuan-ketentuan pengakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan unsur tersebut

Lebih terperinci