Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun 2002

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun 2002"

Transkripsi

1 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun 2002 Rakorbang Pusat Tahun 2002 Jakarta, September 2002

2 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kata Pengantar Untuk lebih meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan nasional, pada tahun ini Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS menyelenggarakan suatu forum Rapat Koordinasi Pembangunan di tingkat Pusat (RAKORBANGPUS) yang ditujukan untuk mengkoordinasikan berbagai program kunci (key programs) lintassektoral yang terkait dengan upaya perwujudan sasaran prioritas Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA) Tahun 2003 yang akan dituangkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2003 yang akan datang. Sebagai salah satu mata rantai proses koordinasi perencanaan pembangunan yang dimulai sejak dari tingkat desa hingga tingkat nasional, keberadaan RAKORBANGPUS ini sangat menentukan dalam rangka mempertajam berbagai program dan proyek pembangunan yang akan dilaksanakan pada tahun 2003 yang akan datang, dan sekaligus sebagai masukan bagi pembahasan lanjutan yang akan dilakukan pada forum RAKORBANG tingkat Nasional (RAKORBANGNAS) yang dijadualkan akan diselenggarakan pada minggu ketiga bulan Oktober mendatang. Dengan mempertimbangkan bahwa penyelenggaraan RAKORBANGPUS baru pertama kali dilaksanakan pada tahun ini, maka kami menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan yang ditemui, baik dari sisi materi maupun teknis penyelenggaraannya, maka kami mohonkan masukan dari para peserta RAKORBANGPUS ini untuk penyempurnaan penyelenggaraan pada tahun-tahun berikutnya. Untuk itu, kami mohonkan kesediaan para peserta RAKORBANGPUS untuk dapat mengisi kuesioner yang kami lampirkan pada buku panduan ini, dan menyampaikannya pada saat penutupan kepada Sekretariat RAKORBANGPUS. Buku Panduan diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada seluruh peserta RAKORBANGPUS Tahun 2002 ini, guna dapat lebih memperlancar jalannya acara persidangan yang dilakukan, yang kesemuanya dimaksudkan untuk dapat tercapainya sasaran dan keluaran dari penyelenggaraan forum ini secara lebih berdayaguna dan berhasilguna. Demikian disampaikan dan terima kasih atas partisipasinya dalam forum RAKORBANGPUS Tahun 2002 ini. A/n Ketua Tim Teknis Pelaksana RAKORBANGPUS 2002 Kepala Biro Humas, Persidangan dan Administrasi Pimpinan Kementerian Negara PPN/BAPPENAS Drs. Dwi Wahyu Atmaji, MPA Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

3 Daftar Isi Kata Pengantar 1 Press Release Penyelenggaraan RAKORBANGPUS Tahun Kerangka Acuan RAKORBANGPUS Tahun Agenda RAKORBANGPUS Tahun Kerangka Acuan Paparan Program Kunci 19 Kerangka Acuan Sidang Kelompok Program Kunci 23 Surat Keputusan Menneg PPN/Kepala BAPPENAS tentang Penyelenggaraan RAKORBANGNAS Tahun Sekilas Informasi bagi Peserta RAKORBANGPUS Tahun Daftar Peserta RAKORBANGPUS Tahun Kuesioner Penyelenggaraan RAKORBANGPUS Tahun Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

4 REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Press Release MENYONGSONG TAHUN ANGGARAN 2003, BAPPENAS MENYELENGGARAKAN RAPAT KOORDINASI PEMBANGUNAN TINGKAT PUSAT Latar Belakang: 1. Koordinasi perencanaan pembangunan tingkat pusat yang melibatkan seluruh instansi pemerintah pusat, baik departemen, kementerian maupun lembaga pemerintah non departemen (LPND) adalah tugas pokok Bappenas, yang selama ini telah dilaksanakan secara rutin oleh unit-unit kerja di Bappenas dengan mitra-mitra kerja masing-masing. 2. Pada tahun 2002 ini koordinasi perencanaan pembangunan tingkat pusat akan juga dilaksanakan secara khusus disamping yang telah dilaksanakan secara rutin, karena ada beberapa progam kunci nasional yang lintas sektoral, yang perlu didukung oleh banyak instansi di tingkat pusat secara bersama-sama. 3. Program-program kunci tersebut merupakan upaya mewujudkan prioritas pembangunan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Repeta 2003 yang telah ditetapkan oleh DPR-RI serta akan dituangkan dalam UU APBN Pogram-program tersebut adalah: penanggulangan kemiskinan, percepatan pembangunan KTI dan kawasan tertinggal lainnya, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 5. Koordinasi perlu juga dilakukan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama mengenai usulan program dan proyek dari daerah yang dapat dibiayai melalui pendanaan APBN. Tujuan yang Hendak Dicapai: 1. Tercapainya kesamaan persepsi, terbentuknya komitmen dan tersepakatinya langkah-langkah konkrit oleh seluruh instansi terkait di tingkat pusat terhadap program-program kunci. 2. Terkoordinasikannya perencanaan program-program kunci (key programs) nasional lintas sektoral yang bersifat cross cutting issues dalam rangka mewujudkan prioritas Repeta 2003 guna dituangkan dalam agenda kegiatan pembangunan departemen/lpnd khususnya yang terkait pada tahun Disepakatinya kebijakan, sistem, prosedur maupun ketantuan-ketentuan pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan ke empat program kunci tersebut. 4. Terbentuknya kesepahaman mengenai pelaksanaan otonomi daerah yang luas, dengan mengevaluasi programprogram pusat terhadap kesesuaiannya dengan UU Pemerintahan Daerah dan UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta peraturan-peraturan pelaksanaannya, khususnya yang berkaitan dengan program dan dana dekonsentrasi dan pembantuan. 5. Dapat disampaikannya hal-hal yang strategis dan mendesak kepada DPR-RI untuk dituangkan dalam keputusan akhir menyangkut penetapan APBN Penyelenggaraan: 1. Dilaksanakan di Kantor Bappenas, Jl. Taman Suropati 2 Jakarta, pada tanggal 16 dan 17 September 2002 dengan jadwal sebagaimana terlampir. 2. Diikuti oleh seluruh departemen, kementerian dan LPND; yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal, Sekretaris Menteri dan Sekretaris Utamanya. 3. Dihadiri oleh Pimpinan Panitia Anggaran DPR-RI pada Sidang Pembukaan 4. Seluruh Menteri/Kepala Badan diundang untuk mendengarkan kesimpulan Rakorbangpus pada Sidang Penutupan. 5. Pada Sidang Penutupan akan diaksanakan dialog antara peserta Rapat dengan para Menteri dan Kepala Badan yang hadir. Peliputan Pers: Kami mengundang mass media untuk meliput acara Sidang Pembukaan pada hari Senin (16/9) pukul WIB dan Penutupan pada hari Selasa (17/9) pukul WIB. Menurut rencana, dalam acara penutupan Rakorbangpus akan hadir seluruh jajaran menteri dalam Kabinet Gotong Royong. Jakarta, 12 September * Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Suprayoga Hadi (Yoga), Telp , HP , suprayoga@bappenas.go.id Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

5 KERANGKA ACUAN RAPAT KOORDINASI PEMBANGUNAN PUSAT TAHUN 2002 I. UMUM a. Pendahuluan Koordinasi perencanaan pembangunan adalah upaya yang perlu dilakukan secara terus menerus. Koordinasi pembangunan juga perlu dilakukan secara vertikal dan horizontal, tergantung pada permasalahan atau keperluannya. Selama ini upaya koordinasi perencanaan pembangunan juga sudah berlangsung, baik yang dilakukan secara kelompok (beberapa instansi) maupun secara bersama berupa rapat-rapat koordinasi pembangunan. Pada tingkat daerah, koordinasi perencanaan pembangunan secara horizontal dan vertikal telah dilakukan secara rutin, yaitu dalam forum Rakorbang kabupaten/kota, Rakorbang propinsi, Konregbang wilayah, dsb. Pada tingkat nasional, Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Tingkat Nasional (Rakorbangnas) merupakan forum koordinasi perencanaan pembangunan secara vertikal, yang ditujukan untuk mempertemukan aspirasi pusat dan daerah sehingga program-program pembangunan yang dibiayai dengan APBN dan yang akan dilaksanakan oleh instansi-instansi pusat akan sesuai dengan kepentingan daerah. Namun koordinasi perencanaan pembangunan secara horizontal pada tingkat pusat yang dilakukan untuk menyamakan persepsi dan langkah-langkah kegiatan dalam mewujudkan tujuan-tujuan nasional selama ini belum pernah dilakukan secara khusus. Oleh sebab itu, upaya koordinasi perencanaan pembangunan pada tingkat pusat itu akan mulai dilembagakan dengan menyelenggarakan Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Tingkat Pusat (RAKORBANGPUS). Agar penyelenggaraan Rakorbangpus menghasilkan keluaran yang berguna dan berarti (meaningful and significant) dan tidak menghilangkan sama sekali proses koordinasi secara sendiri-sendiri seperti yang telah berlangsung selama ini maka materi pembahasan Rakorbangpus adalah mengenai hal-hal yang benar-benar memerlukan koordinasi banyak pihak dan menyangkut masalah-masalah utama nasional yang lintas sektoral. Lebih khusus lagi, Rakorbangpus merupakan forum untuk merumuskan RAPBN guna mewujudkan prioritas dan sasaran-sasaran pembangunan dalam kurun waktu setahun yang akan datang sebagaimana dituangkan dalam REPETA. Sasaran Rakorbangpus 2002 adalah lebih pada mengupayakan keterpaduan dalam langkah-langkah pelaksanaan program-program kunci dan tidak pada merumuskan program-program pembangunan seluruh instansi pusat secara terpadu untuk dituangkan dalam RAPBN. b. Penyelenggaraan Tujuan: Tujuan penyelenggaraan Rakorbangpus 2002 adalah untuk mengkoordinasikan perencanaan program-program kunci (key programs) nasional lintas sektoral yang bersifat cross cutting issues dalam rangka mewujudkan prioritas Repeta 2003 guna dituangkan dalam agenda kegiatan pembangunan departemen/lpnd khususnya yang terkait pada tahun Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

6 Sasaran: Program-program kunci nasional nasional akan terencana secara sinergis, guna mencapai sasaran-sasaran pembangunan nasional yang dituangkan dalam Repeta 2003 dan guna memecahkan masalah-masalah pembangunan nasional saat ini. Dengan demikian program-progran kunci itu akan terlaksana secara koordinatif oleh instansi-instansi yang terkait, didukung pembiayaan yang tepat dalam APBN 2003, dengan mencegah duplikasi kegiatan dan inefisensi dalam pendanaan. Keluaran dan tindak lanjut: Rakorbangpus 2002 diharapkan akan menghasilkan kesepakatan bersama dan kesepahaman seluruh departemen/lpnd dalam pelaksanaan programprogram kunci nasional lintas sektoral. Hasil ini selanjutnya akan disampaikan kepada Presiden dan Pimpinan Departemen/Kementerian/LPND untuk menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan tahun 2003 dan kepada Panitia Anggaran DPR-RI untuk dipertimbangkan dalam perumusan akhir RAPBN Hasil Rakorbangpus akan disampaikan kepada pemerintah daerah seluruh Indonesia dalam forum Rakorbangnas tahun Peserta: Rakorbangpus akan diikuti oleh seluruh Departemen/Kementerian/LPND yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Menteri/Sekretaris Utama. Tempat dan Waktu: Tanggal 16 dan 17 September Diselenggarakan di Kantor Meneg PPN/Bappenas, Jalan Taman Suropati 2 Jakarta. Mekanisme penyelenggaraan: Rakorbangpus terdiri dari sidang pleno dan sidang kelompok. Pada hari pertama ada dua kelompok persidangan: Kelompok Penanggulangan Kemiskinan dan Kelompok Percepatan KTI dan Kawasan Tertinggal Lainnya. Pada hari kedua juga ada dua kelompok: Kelompok Perluasan Kesempatan Kerja dan Kelompok Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Sidang-sidang kelompok ini dihadiri oleh semua instansi pusat (Departemen/Kementerian/LPND). Sidang Pembukaan (Pleno) Pada Sidang ini disampaikan kebijakan pembangunan nasional tahun 2003 yang perlu diperhatikan untuk dilaksanakan oleh setiap instansi pemerintah pusat. Acara utama pada Sidang Pembukaan ini adalah: Penjelasan mengenai Rakorbangpus oleh Menneg PPN/Kepala Bappenas Penjelasan tentang Repeta dan APBN 2003 oleh Ketua Panitia Anggaran DPR-RI Penjelasan tentang program dan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari Ditjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri dan Dirjen perimabnagn Keuangan Pusat Daerah Departemen Keuangan Setelah pemaparan kedua materi tersebut dilaksanakan tanya jawab singkat, kecuali jika tidak dikehendaki oleh para pembicara atau jika waktu tidak memungkinkan. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

7 Sidang Kelompok Sidang ini dimaksudkan untuk mendiskusikan program-program kunci yang akan dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan kebijakan prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam Repeta Pada sidang kelompok ini akan dibahas langkah-langkah sinkronisasi kegiatan yang akan dilaksanakan khususnya oleh instansi-instansi terkait. Acara utama pada sidang kelompok ini adalah: Pemaparan program-program kunci oleh instansi terkait Pembahasan oleh peserta sidang Program-program kunci yang akan dibahas pada Rakorbangpus 2002 merupakan program-program lintas sektor untuk mewujudkan prioritas pembangunan yang ditetapkan dalam Repeta 2003, yaitu: 1. Penanggulangan kemiskinan 2. Percepatan KTI dan kawasan tertinggal lainnya 3. Perluasan kesempatan kerja 4. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Setelah sesi pemaparan, dilaksanakan tanya jawab. Kesempatan mengajukan pertanyaan atau tanggapan diberikan merata kepada setiap instansi, namun diutamakan kepada instansi yang merumuskan kebijakan dan melaksanakan kegiatan berkaitan dengan program yang dibahas. Hasil sidang yang diharapkan: komitmen setiap instansi untuk melaksanakan program-program kunci secara terkoordinasi dan adanya umpan balik terhadap kebijakan dan pelaksanaan program tersebut bagi instansi yang bertugas melaksanakan program-program tersebut, serta dukungan dari instansi lain berupa kebijakan yang melengkapi dan mendukung tercapainya sasaran programprogram kunci. Sidang Penutupan (Pleno) Pada Sidang ini dipaparkan hasil-hasil Sidang Kelompok oleh para pemimpin sidang kelompok, yang dilanjutkan dengan diskusi singkat, yang diharapkan dapat merumuskan kesepakatan dan kesepahaman semua instansi pusat, baik yang terkait langsung maupun yang tidak langsung, mengenai pelaksanaan programprogram kunci nasional lintas sektoral. Dalam Penutupan Rakorbangpus juga akan diundang para Menteri/Kepala LPND. Acara utama pada Sidang Penutupan ini adalah: 1. Pemaparan kesimpulan sidang kelompok 2. Pembahasan kesimpulan kelompok 3. Dialog dengan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas dan para Menteri/Kepala LPND yang hadir c. Agenda Agenda selengkapnya Rakorbangpus adalah sebagaimana terlampir. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

8 II. SUBSTANSI PEMBAHASAN Materi pembahasan pada masing-masing Sidang Kelompok adalah sebagai berikut. A. Penanggulangan Kemiskinan B. Percepatan Pembangunan KTI dan Kawasan Tertinggal Lainnya C. Perluasan Kesempatan Kerja D. Peningkatan Kualitas SDM A. PENANGGULANGAN KEMISKINAN Penanggulangan kemiskinan dapat diupayakan dari dua sisi, yaitu dengan (i) Peningkatan pendapatan melalui peningkatan produktivitas, dimana masyarakat miskin memiliki kemampuan pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya, maupun politik, dan (ii) Pengurangan pengeluaran melalui pengurangan beban kebutuhan dasar seperti akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Dalam upaya menanggulangi kemiskinan tersebut, perlu dilakukan sinkronisasi kebijakan makro mikro dan strategis operasional. Sinkronisasi Kebijakan Makro Strategis dan Makro Opersional, Mikro Strategis dan Mikro Operasional Hingga sekarang sudah banyak sekali program yang mengatasnamakan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh berbagai stakeholders (pemerintah, swasta, dan masyarakat). Namun belum ada keserasian program, baik dari sisi pemerintah (Departemen/LPND, Pusat dan daerah) maupun antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Selain itu juga belum ada keserasian pembagian peran antar stakeholders, serta belum ada kesamaan pandang tentang penanggulangan kemiskinan antara mereka. Dengan demikian, meskipun sudah banyak program yang tentunya dengan total biaya yang cukup besar, namun dampaknya dalam menanggulangi kemiskinan belum menggembirakan. Karena itu perlu dilakukan mainstremaing (pengarusutamaan) penanggulangan kemiskinan selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 (akhir periode Propenas). Mainstreaming adalah aliran mayoritas dari suatu kegiatan. Dalam penanggulangan kemiskinan, mainstreaming diartikan sebagai meletakan perspektif yang benar tentang sinergi peran, budgeting, dan delivery system antara masing-masing stakeholders (pemerintah, masyarakat, dan swasta) dalam penanggulangan kemiskinan. Kongkritisasi dari mainstreaming adalah menjalin hubungan yang konsisten antara kebijakan makro (makro strategis), makro operasional (program utama), mikro strategis (program strategis), dan mikro operasional (proyek) sehingga ada benang merah yang menghubungkan keempat instrumen secara konsisten. Secara diagramatis hubungan tersebut bisa dilihat pada gambar berikut. Selama ini banyak kebijakan makro yang tidak sesuai dan berdampak pada sosial ekonomi masyarakat miskin seperti kebijakan perpajakan, kebijakan impor beras, kebijakan perdagangan, dan kebijakan perindustrian yang ternyata masih menjadi kendala bagi pengembangan usaha masyarakat miskin atau tidak memberikan iklim yang kondusif. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

9 STRATEGII KEBIJAKAN MAKRO (Makro Strategis) DETAIL PROGRAMS (Program Mikro Strategis) 1 3 MAKRO 2 4 MIKRO PROGRAM UTAMA (Makro Operasional) PROYEK (Kegiatan Mikro Operasional) OPERASIONAL Keterkaitan Makro, Mikro dan Strategi Operasional Disisi lain kita selalu menitikberatkan pada proyek penanggulangan kemiskinan yang ternyata dampaknya tidak jelas terhadap upaya penanggulangan kemiskinan. Keanekaragaman proyek-proyek sering tidak berhubungan dengan ketiga instrumen di atasnya. Karena itu, semua ini perlu dirasionalisasikan melalui upaya mainstreaming untuk menata secara taat azas dalam hubungan yang jelas agar terjadi sinkronisasi antara kebijakan makro (makro strategis), makro operasional (program utama), mikro strategis (program strategis), dan mikro operasional (proyek). Yang harus dilakukan dalam mainstreaming adalah melakukan identifikasi masalah yang meliputi (i) kebijakan makro, 2 (ii) program utama, 3 (iii) detail program, 4 (iv) proyek, (v) desentralisasi, dan (vi) peran masing-masing stakeholders. Kemudian ditindaklanjuti dengan (i) review kebijakan makro ekonomi, (ii) review keterkaitan Propenas, Repeta, dan RAPBN; Repetada dan RAPBD, 5 (iii) konsolidasi peran pelaku penanggulangan kemiskinan, (iv) konsolidasi dan sinergi proyekproyek penanggulangan kemiskinan, dan (v) desentralisasi penanggulangan kemiskinan. Kebijakan Makro a. Makro Strategis Penurunan derajat kemiskinan yang telah dilakukan selama tiga dekade, ternyata sangat rentan terhadap perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik, 2 Masih banyak kebijakan makro yang ketika diimplementasikan tidak mendukung bagi upaya penanggulangan kemiskinan. 3 Banyak program utama seperti sektor-sektor yang tidak menterjemahkan kebijakan makro, permasalahan kemiskinan harus diselesaikan sesuai dengan permasalahan yang menyebabkan kemiskinan misalnya ketidakterjangkauan akses pendidikan, kesehatan, sumber pendanaan, dan regulasi-regulasi yang menghambat. 4 Detail program juga banyak yang belum menterjemahkan. 5 Selanjutnya perlu ada keselarasan antara Propenas, Renstra, Repeta, dan APBN; antara Propeda, Repetada, dan APBD. Antara Perencanaan Sektor, sub sector, program, dan proyek. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

10 budaya, konflik sosial, dan bencana alam yang terjadi diberbagai daerah. Karena itu, maka kebijakan makro strategis diarahkan pada dua arah. Pertama, dari sisi eksternal, yakni menciptakan iklim ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan, yang kondusif bagi penanggulangan kemiskinan. Iklim kondusif tersebut ditempuh dengan (i) penciptaan kesempatan dan (ii) perlindungan sosial. Kedua, dari sisi internal, perlu meningkatkan kapasitas masyarakat miskin agar mampu menangkap peluang-peluang yang ada antara lain melalui (i) pemberdayaan dan (ii) peningkatan kemampuan. b. Makro Operasional Kemudian kebijakan makro strategis di atas dioperasionalisasikan dengan kebijakan makro operasional yang meliputi antara lain: Bidang Ekonomi 1. Kebijakan fiskal, meliputi (i) peningkatan alokasi fiskal untuk penanggulangan kemiskinan, (ii) penerapan pajak langsung yang progresif dan subsidi yang berpihak pada penduduk miskin, (iii) peningkatan pengeluaran transfer regional untuk penanggulangan kemiskinan, (iv) dan lain-lain. 2. Kebijakan moneter, meliputi: (i) menjaga inflasi yang rendah, (ii) peningkatan akses kredit dengan bunga terjangkau, (iii) mendorong perbankan/ lembaga keuangan untuk pembiayaan usaha mikro, (iv) dan lain-lain. 3. Kebijakan investasi, meliputi pemberian insentif bagi investor untuk daerahdaerah miskin. 4. Kebijakan industri dan perdagangan, diarahkan untuk: (i) menjamin aliran barang, jasa, dan manusia antar daerah, dan antar pulau, (ii) pemberian proteksi bagi perdagangan hasil pertanian, (iii) dan lain-lain. 5. Kebijakan tenaga kerja, meliputi : (i) penetapan upah minimum propinsi yang realistis, (ii) jaminan perlindungan bagi tenaga kerja informal, (iii) dan lainlain. 6. Kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang diarahkan untuk menjamin peningkatan nilai tambah bagi masyarakat dan daerah miskin, meliputi: (i) percepatan sertifikasi lahan, (ii) reformasi agraria, (iii) konversi lahan kritis, (iv) PBB yang progresif, (v) penegakkan hukum RUTR, dan lain-lain. 7. Kebijakan pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin. Bidang sosial dan budaya 1. Kebijakan perlindungan sosial diarahkan untuk: (i) peningkatan pelayanan publik formal melalui pemberian subsidi langsung, asuransi sosial dan bantuan sosial, dan (ii) pengembangan sistem proteksi sosial bagi masyarakat miskin yang berbasis pada masyarakat. 2. Kebijakan pengembangan sumberdaya manusia meliputi: (i) peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan kesehatan, (ii) pemantapan organisasi dan kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya dan lain-lain. 3. Peningkatan kinerja pelayanan publik. 4. Kebijakan pemberdayaan perempuan. Bidang politik dan keamanan 1. Peningkatan tanggungjawab pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

11 2. Peningkatan praktek pemerintahan yang baik dalam penanggulangan kemiskinan. 3. Peningkatan kapasitas lembaga dan organisasi masyarakat lokal dalam pengembangan demokrasi, partisipasi, dan resolusi konflik dalam rangka pemantapan ketahanan sosial masyarakat. 4. Kebijakan penegakan hukum. Kebijakan Mikro a. Mikro Strategis Dari kebijakan makro operasional kemudian ditindaklanjuti dengan kebijakan mikro strategis sebagai penjabarannya. Kebijakan mikro strategis merupakan detail program yang mengacu pada kebijakan makro operasional. b. Mikro Operasional Untuk menghantarkan kebijakan mikro strategis pada sasaran penanggulangan kemiskinan, disusun kebijakan mikro operasional yang terdiri dari proyek-proyek. Karena itu, proyek-proyek harus merupakan penjabaran dari kebijakan mikro strategis. Memadukan Peran antar Stakeholders dalam Penanggulangan Kemiskinan Sebagai salah satu agenda utama pembangunan, penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan melibatkan para stakeholders, antara lain sektor pemerintah, sektor swasta/dunia usaha, dan sektor masyarakat. Pemerintah hendaknya secara langsung maupun tidak langsung melalui peran: (1) kebijakan dan regulasi, (2) pelayanan/servis, (3) fasilitasi dan mediasi, mendorong stakeholders lainnya untuk menjadi pelaku dalam menanggulangi kemiskinan. Sektor pemerintah meliputi pemerintah pusat dan daerah selaku eksekutif dan DPR/DPRD selaku legislatif. Sektor swasta hendaknya memberikan akses pada masyarakat miskin baik secara langsung maupun tidak langsung dan juga harus menjaga keseimbangan lingkungan hidup dalam proses produksi mereka. Sektor swasta/dunia usaha adalah pelaku bisnis yang terdiri dari individu, perusahaan maupun organisasiorganisasi bisnis, baik di pusat maupun daerah. Masyarakat dengan lembaga-lembaga yang didirikannya dapat membuar mekanisme perlindungan social bagi masyarakat miskin, menyampaikan aspirasi mereka, mendampingi dan mengadvokasi mereka untuk memperoleh hak-haknya. Sektor masyarakat terdiri dari individu maupun kelompok masyarakat, baik yang terorganisir maupun tidak. Ketiga sektor berinteraksi dalam memecahkan persoalan kemiskinan sesuai dengan peran utamanya. Sektor Pemerintah Peran regulasi: Mengkaji kembali regulasi-regulasi yang menghambat upaya PK, menetapkan regulasi-regulasi yang dapat mendukung upaya PK, penegakan terhadap pelaksanaan produk hukum (undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah), dan lain-lain. Peran services/pelayanan: Peran ini diwujudkan melalui berbagai sektor terkait, terutama pada peran pelayanan yang tidak mampu dilakukan oleh sektor swasta ataupun yang tidak mampu disediakan oleh masyarakat sendiri. Peran fasilitasi: Beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai fasilitator antara lain pemetaan kembali kondisi kemiskinan baik secara nasional maupun regional, Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

12 harapannya hasil tersebut dapat diakses oleh berbagai pihak yang peduli pada upaya penanggulangan kemiskinan. Selain itu juga mendorong berbagai pihak untuk turut serta mengatasinya permasalahan pembangunan utamanya kemiskinan. Pemerintah dapat pula menjadi jembatan/fasilitasi terhadap apa yang diinginkan masyarakat miskin dengan pihak lainnya terutama sektor swasta. Sektor Swasta/Dunia Usaha Peran Langsung (Direct): Sektor swasta atau dunia usaha dapat berperan langsung dalam mengatasi kemiskinan melalui kemitraan usaha. Kemitraan yang dilakukan berbasis pada keterkaitan usaha, sehingga terjadi proses pembelajaran. Selain itu bagi sektor swasta yang bersifat padat karya dapat menggunakan tenaga kerja setempat maupun input-input pendukung usaha yang mendorong keberdayaan masyarakat. Khusus bagi dunia perbankan, peran yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penguatan usaha mikro, kecil dan menengah melalui bantuan permodalan. Peran Tidak Langsung (Indirect): Sektor swasta berperan secara tidak langsung dalam menanggulangi kemiskinan melalui produksi yang ramah lingkungan. Aktifitas dunia usaha yang menyebabkan terjadinya polusi/pencemaran air, udara maupun tanah akan berdampak pada kualitas lingkungan masyarakat, terutama masyarakat yang berdekatan dengan lokasi usaha. Sektor Masyarakat Peran advokasi: Masyarakat dengan lembaganya dapat menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah mengenai kondisi kemiskinannya. Pihak LSM dan Ormas dapat menjadi pendamping dan menyuarakan kehendak masyarakat melalui jalur advokasinya. Peran Asistensi dan pendampingan: Secara individu maupun kolektif, masyarakat dapat melakukan penanggulangan kemiskinan melalui mekanisme perlindungan sosial yang telah banyak berkembang di masyarakat. Peran Kontrol Sosial: Secara individu maupun kolektif, masyarakat dapat melakukan kontrol dalam program penanggulangan kemiskinan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanannya melalui mekanisme partisipatori. Membangun Jaringan (Networking) Dalam menanggulangi kemiskinan, ketiga sektor tersebut memiliki peran yang berbeda. Akan tetapi, masing-masing peran akan saling menguatkan dalam mengatasi kemiskinan. Agar peran tidak saling bertabrakan diperlukan koordinasi yang terus menerus melalui suatu jaringan kerja. Jaringan kerja dapat diinisiasi dan dibentuk oleh sektor pemerintah, swasta maupun masyarakat. Jaringan kerja dapat dibentuk di pusat maupun daerah. Fungsi utama jaringan kerja adalah: Media koordinasi: Ketiga sektor melakukan koordinasi tentang apa dan bagaimana melakukan kegiatan sehingga tercapai tujuan yang optimal dan saling memberi manfaat. Media komunikasi: Jaringan kerja merupakan sarana pertukaran informasi antar stakeholder. Media pembelajaran: Jaringan kerja sebagai sarana pembelajaran yang secara terus menerus memperkaya pengalaman dan menambah pengalaman untuk meningkatkan kapasitas dalam penanggulangan kemiskinan. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

13 B. PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA Pembangunan daerah di wilayah bagian timur Indonesia atau lebih dikenal dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) masih belum dilaksanakan secara optimal dan hasilnya belum sesuai dengan harapan masyarakat di kawasan tersebut. Berbagai kendala dan masalah yang ada telah menyebabkan proses pembangunan berjalan cukup lambat dibanding dengan kawasan lainnya di bagian barat. Salah satu faktor penyebab tertinggalnya kawasan ini yaitu adanya kekeliruan dalam kebijakan dan pendekatan pembangunan selama ini dan masalah-masalah lain. Masalah dan kendala lainnya dapat disebutkan antara lain adalah bahwa secara geografis kawasan ini tersebar di beberapa pulau besar dan kecil; sebagai akibat dari kondisi geografis tersebut biaya transportasi yang menjadi sangat mahal; prasarana dan sarana fisik perhubungan darat, laut dan udara masih belum dapat melayani kebutuhan kawasan; sumberdaya manusia yang masing kurang, baik dalam jumlah maupun mutunya; perhatian pihak investor swasta masih kurang; dan permasalahan lain yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah daerah di kawasan ini. Di dalam kawasan Timur Indonesia ini juga banyak terdapat kawasankawasan tertinggal di dalamnya, baik yang berupa pedalaman (di Kalimantan dan Papua) maupun yang berupa kepulauan kecil (di Maluku dan Nusa Tenggara). Di lain pihak, KTI dan kawasan tertinggal di dalamnya (termasuk di kawasan barat Indonesia) ini memiliki potensi yang sangat besar, terutama potensi di bidang sumberdaya alam berupa hasil hutan, perkebunan, pangan, hasil migas, mineral, dan tambang lainnya, dan perikanan dan kelautan. Potensi lainnya yang ada saat ini adalah pasar pada tingkat nasional, regional maupun internasional bagi komoditi yang ada di kawasan ini dengan akan diberlakukannya perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara (AFTA) serta adanya kerjasama-kerjasama ekonomi sub-regional. Berbagai upaya percepatan pembangunan di KTI telah dilakukan oleh Pemerintah sejak tahun 1993 sampai saat ini melalui pembentukan dewan pengembangan KTI dan pembentukan Kementrian di bidang KTI. Usaha-usaha pemihakan terhadap KTI juga telah dilakukan antara lain melalui pengalokasian anggaran pembangunan yang lebih besar prosentasenya ke KTI, koordinasikoordinasi antar sektoral untuk KTI, kebijakan-kebijakan kemudahan perijinan dan upaya-upaya lainnya yang memihak kepada KTI. Saat ini Keppres dan Inpres tentang kebijakan dan strategi nasional bagi percepatan pembangunan KTI sedang diproses. Demikian pula terhadap kawasan tertinggal lainnya, Pemerintah tetap memberikan perhatian yang cukup besar dengan dimasukkannya penanganan kawasan tertinggal dan perbatasan sebagai program prioritas pada Propenas dan Repeta Dalam rangka percepatan pembangunan KTI dan kawasan tertinggal lainnya tersebut perlu dilakukan sinkronisasi, koordinasi dan keterpaduan dalam penyusunan perencanaan, sehingga keberpihakan terhadap KTI dan kawasan tertinggal dapat lebih berhasilguna dan berdayaguna. Untuk itu dalam Rakorbangpus tahun 2002 ini diupayakan pembahasan rencana percepatan pembangunan KTI dan kawasan tertinggal dengan harapan agar seluruh sektor dapat merumuskan perencanaan pembangunan di KTI dan kawasan tertinggal lainnya secara terpadu, baik dalam hal konsep maupun bantuan program fisik di daerah sesuai tugas dan fungsi masing-masing instansi terkait. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

14 C. PERLUASAN KESEMPATAN KERJA Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 berakibat pada meningkatnya angka pengangguran terbuka. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan 5,7 % realisasinya hanya 3,32 % persen pada tahun 2001, sehingga belum mampu mengurangi jumlah pengangguran terbuka. Pada tahun 2001 jumlah pengangguran terbuka adalah 8 juta orang atau 8,1 % dari seluruh angkatan kerja yang berjumlah 98,8 juta. Kesempatan kerja baru hanya mampu memberi peluang kerja bagi 0,97 juta orang. Sektor industri yang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja hanya dapat menampung sekitar 0,4 juta tenaga kerja. Disamping itu, jumlah setengah penganggur, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu pada tahun 2001 berjumlah 27,7 juta orang atau sekitar 30,5 % dari jumlah orang yang bekerja. Pada tahun 2002, jumlah pengangguran terbuka diperkirakan akan terus meningkat, dan mencapai puncaknya pada tahun 2004 dengan jumlah 9,54 juta orang atau 9,08 % dari seluruh angkatan kerja. Tujuan Pembahasan Pembahasan program kunci perluasan kesempatan kerja dalam Rakorbangpus ini bertujuan menyamakan persepsi, menyatukan komitmen dan langkah-langkah konkrit oleh instansi terkait baik pemerintah Pusat dan Daerah melalui perumusan kebijakan dan program pembangunan yang diarahkan pada terciptanya lapangan kerja dan perluasan kesempatan kerja. Berbagai rencana tindak yang dinilai efektif untuk menciptakan dan memperluas kesempatan kerja selanjutnya akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan panduan program-program perluasan kesempatan kerja. Pokok Pembahasan Pokok pembahasan yang diharapkan akan disampaikan oleh instansiinstansi terkait adalah mengenai dua hal berikut. Pertama, adalah berbagai kebijakan yang berkaitan dengan penciptaan dan perluasan kesempatan kerja yang ditempuh oleh masing-masing sektor. Kebijakan perluasan kesempatan kerja tidak selamanya memerlukan anggaran dalam jumlah yang besar, tetapi sangat efektif dalam mencapai tujuan. Penciptaan dan perluasan kesempatan kerja erat kaitannya dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Dengan demikian berbagai kebijakan yang dapat mendorong kegiatan ekonomi diharapkan untuk dapat dipaparkan pula. Contoh klasik adalah kebijakan yang dapat mendorong terciptanya iklim yang kondusif untuk menumbuhkembangkan usaha dan kegiatan-kegiatan yang dapat memperluas kesempatan kerja Kebijakan yang dapat mempermudah prosedur/pengurusan ijin usaha, misalnya dengan kebijakan pelayanan satu atap, maka diharapkan dampak dari kebijakan tersebut akan mendorong kegiatan ekonomi yang pada akhirnya akan menciptakan kesempatan kerja. Kedua, adalah berbagai program pembangunan yang terkait dengan penciptaan dan perluasan kesempatan kerja yang ditempuh oleh masing-masing sektor. Program-program pembangunan tersebut biasanya dijabarkan baik dalam kegiatan yang langsung maupun yang tidak langsung menciptakan dan memperluas kesempatan kerja. Kegiatan yang langsung menciptakan kesempatan kerja misalnya adalah kegiatan pembangunan sarana perdesaan. Sedangkan kegiatan tidak langsung yang dapat memperluas kesempatan kerja misalnya adalah kegiatan pelatihan dan ketrampilan tenaga kerja, pemberian bantuan modal bagi UKMK, memfasilitasi pemasaran berbagai produk pertanian dan lain-lain. Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

15 D. PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA Pembangunan nasional pada dasarnya merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Tidak ada yang meragukan bahwa sumber daya manusialah yang paling berperan dalam menentukan kemajuan bangsa. Modal fisik dan sumber daya alam hanya merupakan faktor pasif produksi, sementara manusia merupakan pelaku aktif yang dapat mengakumulasi modal, memanfaatkan sumber daya alam, membangun kehidupan sosial, ekonomi dan politik, dan memperlancar pembangunan nasional. Sangat jelas bahwa suatu negara yang tidak dapat membangun ketrampilan dan pengetahuan masyarakatnya dan menggunakan mereka secara efektif dalam ekonomi nasional, tidak akan mampu membangun bidang-bidang lainnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya mencakup pembangunan manusia baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pembangunan manusia sebagai insan menekankan harkat, martabat, hak dan kewajiban manusia, yang tercermin dalam nilai-nilai yang terkandung dalam diri manusia, baik etika, estetika maupun logika, yang meliputi nilai-nilai rohaniah, kepribadian dan kejuangan. Selain itu, pembangunan manusia sebagai insan meliputi juga aspek jasmaniah, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, dan gizinya. Pembangunan manusia sebagai sumber daya pembangunan menekankan manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja produktif, trampil, kreatif, disiplin, profesional, serta memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu indikator yang dapat mengukur tinggi rendahnya kualitas pembangunan manusia secara umum adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). IPM mengukur tingkat pencapaian keseluruhan kualitas pembangunan manusia yang diukur dalam tiga indikator, yaitu umur harapan hidup pada saat lahir, melek huruf dewasa dan tingkat partisipasi sekolah, dan pengeluaran per kapita. Pada tahun 1999 peringkat IPM Indonesia masih sangat rendah, yaitu 102 dari 162 negara dan terendah di ASEAN. Indikator lain yang digunakan untuk menilai pencapaian kualitas pembangunan manusia adalah Indikator Kemiskinan Manusia (IKM) atau Human Poverty Index (HPI) yang mengukur tingkat kemiskinan masyarakat. Pada tahun 1999 peringkat IKM Indonesia berada pada urutan ke-38 diantara 90 negara berkembang, dan masih sangat rendah dibanding negara-negara ASEAN. Rendahnya peringkat IKM tersebut antara lain disebabkan oleh indikator pengukur IKM, yaitu kemungkinan tidak bisa bertahan hidup hingga usia 40 tahun (28 persen), buta huruf dewasa (13,7 persen), persentase populasi tanpa akses terhadap air bersih (24 persen), persentase populasi tanpa akses ke fasilitas kesehatan (21,6 persen) dan persentase kurang gizi pada balita (34 persen). Pembangunan sumberdaya manusia tidak terlepas dari karakteristik penduduk, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun mobilitas. Jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai sekitar 206 juta (Sensus 2000) menempatkan Indonesia pada posisi ke-4 negara terbesar jumlah penduduknya dan cenderung terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan 0,95% per tahun dalam kurun waktu sehingga diperkirakan akan mencapai 270-an juta orang pada tahun Upaya mengatasi masalah ketidak-seimbangan persebaran dan mobilitas penduduk perlu diintegrasikan dengan sektor pembangunan daerah Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

16 terutama yang berkaitan dengan perpindahan penduduk dimana perkembangan ekonomi daerah menjadi pull dan push faktor bagi mobilitas penduduk. Di bidang pendidikan, masalah utama yang masih dihadapi adalah belum meratanya kesempatan pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia dinilai masih lebih memihak pada masyarakat yang kaya, pada masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan dan pada penduduk laki-laki. Pendidikan di Indonesia juga dinilai baru dapat memberikan pengetahuan dan belum memberikan keterampilan bagi peserta didik baik keterampilan kolaboratif yang dibutuhkan siswa dalam menjalani kehidupan dalam masyarakat dan keterampilan vokasional yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Permasalahan inefisiensi pendidikan juga masih sangat besar yang antara lain diditunjukkan oleh masih tingginya angka mengulang kelas dan angka putus sekolah yang harus segera diselesaikan karena karena sangat menentukan keberhasilan upaya penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada tahun Permasalahan manajemen pendidikan dalam kaitannya dengan desentralisasi pembangunan pendidikan juga perlu segera diselesaikan. Di bidang pembangunan kesehatan, masalah utama yang dihadapi antara lain adalah keterbatasan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi penduduk miskin; belum mantapnya kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan dalam kaitanniya dengan desentralisasi; dan terbatasnya sumberdaya kesehatan. Sementara itu dalam Human Development Report 2001, diperkenalkan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) atau Technology Achievement Index (TAI) sebagai ukuran pencapaian pengembangan dan pemanfaatan teknologi sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia. Peringkat IPT Indonesia pada tahun 2000 masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara yang dapat dihitung IPT-nya. Dipakai empat aspek untuk menjelaskan kemajuan teknologi dalam IPT, yaitu (i) kemampuan penciptaan teknologi, (ii) daya serap terhadap produk inovasi baru, (iii) persebaran produk inovasi lama, serta (iv) kemampuan sumberdaya manusia. Merujuk kepada aspek-aspek tersebut, berturut-turut kesempatan perbaikan yang dapat dilakukan akan berdampak tertinggi (highest leveraging factor) adalah pada aspek penciptaan teknologi yang disebabkan ketidaktersediaan data paten per sejuta penduduk, serta biaya royalti dan lisensi teknologi. Kesempatan perbaikan kedua dapat diharapkan dari peningkatan daya serap terhadap produk inovasi baru, yang meliputi jumlah jaringan internet per seribu penduduk, serta ekspor teknologi tinggi. Kedua kelemahan tersebut menunjukkan kurangnya keterpaduan pengelolaan kegiatan penelitian dan pengembangan dalam mendorong munculnya invensi dan inovasi baru secara produktif. Sementara itu, sebagai bagian dari pembangunan sumberdaya manusia pembangunan bidang agama selama ini belum dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Rendahnya moralitas dan perilaku yang menyimpang dapat dilihat dari tingginya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Tantangan pembangunan bidang agama lainnya adalah masih adanya potensi konflik sosial di beberapa wilayah tanah air. Untuk mendukung peningkatan kualitas pembangunan sumberdaya manusia, pembangunan kebudayaan nasional diarahkan pada upaya peningkatan internalisasi nilai-nilai budaya sejak usia dini dan di sistem pendidikan baik di sistem persekolahan maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat untuk membentuk suatu masyarakat yang belajar (learning society) yang pada akhirnya akan meningkatkan wawasan dan kompetensi sebagai modal dasar untuk menghadapi persaingan global. Selain itu pemahaman terhadap kemajemukan dan Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

17 keberagaman perlu ditingkatkan melalui baerbagai upaya agar dapat terbentuk manusia yang toleran dan masyarakat yang harmonis. Dengan mempertimbangkan berbagai tingkat pencapaian kualitas pembangunan manusia berdasarkan IPM, IKM dan IPT seperti tersebut di atas, diharapkan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan secara lebih terintegrasi antara peningkatan pendapatan, peningkatan pengetahuan, peningkatan derajat kesehatan dan moral. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk memantapkan langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) Tahun Melalui RAKORBANGPUS ini diharapkan dapat dirumuskan dan dipadukan langkah-langkah kebijakan dan strategi peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam melaksanakan Rencana Pembangunan Tahun Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

18 AGENDA RAKORBANG PUSAT TAHUN 2002 Hari I: Senin, 16 September 2002 Waktu Acara Pembicara Pimpinan Sidang Keterangan Pendaftaran Pembukaan Sesmenneg PPN/ Sestama Bappenas Sambutan Pembukaan Menneg PPN/Kepala Sesmenneg PPN/ Bappenas Sestama Bappenas Prioritas Repeta dan APBN 2003 Ketua Panitia Sesmenneg PPN/ Anggaran DPR-RI Sestama Bappenas Pleno Pleno Pleno Penjelasan Program dan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Menuju ruang sidang kelompok Dirjen PKPD Depkeu dan Dirjen Otda Depdagri Deputi III Menneg PPN/Bappenas Pleno Pembahasan program-program kunci: 1. Penanggulangan kemiskinan (PK) 2. Percepatan KTI dan kawasan lainnya (KTI) Istirahat makan siang Sekjen Departemen terkait Deputi III Menneg PPN/Bappenas (Kelompok PK) Sahli I Menneg PPN/Bappenas (Kelompok KTI) Ruang Rapat SG.1-4 (Kelompok PK) Ruang Rapat SS. 1-3 (Kelompok KTI) Pembahasan program-program kunci PK & KTI (lanjutan) Sekjen Departemen terkait Idem Idem Istirahat minum teh Pembahasan program-program kunci PK & KTI (lanjutan) Sekjen Departemen terkait Idem Idem Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

19 Hari II: Selasa,17 September 2002 Waktu Acara Pembicara Pimpinan Sidang Keterangan Pendaftaran Pembahasan program kunci: 1. Perluasan kesempatan kerja (KK) 2. Peningkatan kualitas SDM (SDM) Istirahat makan siang Sekjen Departemen terkait Deputi IV Menneg PPN/Bappenas (Kelompok KK) Deputi I Menneg PPN/Bappenas (Kelompok SDM) Ruang Rapat SG.1-4 (Kelompok KK) Ruang Rapat SS. 1-3 (Kelompok SDM) Pembahasan program-program kunci KK & SDM (lanjutan) Sekjen Departemen terkait Idem Idem Istirahat minum teh Pembacaan kesimpulan Diskusi singkat Dialog Penutupan Menyanyikan lagu nasional Para Pimpinan Sidang Kelompok Menneg PPN/Kepala Bappenas Konduktor Sesmenneg PPN/ Sestama Bappenas Pleno Daftar instansi yang akan memaparkan materi bahasan pada kelompok program kunci Kelompok No. Penaggulangan kemiskinan Percepatan Pembangunan KTI Perluasan Kesempatan Kerja Peningkatan Kualitas SDM Depkimpraswil Depdiknas Depkes Dep. Kelautan & Perik. Depsos BULOG Meneg PP-KTI BKPM Depdagri (DJ Bangda) Dephub Dep.Kelautan & Perk. Deperindag Depnakertrans Deptan Meneg Koperasi Meneg BUMN Depdiknas Depkes Depag Meneg Budpar Meneg Ristek BKKBN Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

20 Kerangka Acuan Pemaparan Instansi Pusat dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) Tahun 2002 I. Umum Sesuai dengan kerangka acuan Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat Tahun 2002 yang telah disampaikan kepada seluruh Sekjen/Sesmen/Sestama dari departemen/kementerian/lpnd di tingkat Pusat sebagai lampiran Surat Undangan Rakorbangopus 2002 dari Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 4105/M.PPN/09/2002 dan No. 4106/M.PPN/09/2002 perihal permintaan pemaparan kepada instansi terkait dalam lignkup keempat program kunci yang akan dibahas dalam Rakorbangpus, setiap instansi di tingkat pusat diharapkan dapat menyiapkan bahan paparan yang terkait dengan masing-masing program kunci yang telah ditetapkan, yaitu: a. penanggulangan kemiskinan, b. perluasan kesempatan kerja, c. peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan d. percepatan pembangunan KTI dan kawasan tertinggal lainnya. Pembahasan keempat program kunci yang bersifat lintas-sektoral dalam Rakorbangpus ini bertujuan untuk menyamakan persepsi, menyatukan komitmen dan langkah-langkah konkrit oleh instansi pusat terkait melalui perumusan kebijakan dan program pembangunan yang diarahkan pada pencapaian sasaran program prioritas yang telah ditetapkan dalam Repeta 2003 pada umumnya, dan pencapaian sasaran program kunci lintas-sektoral yang telah ditetapkan. II. Bahan Pemaparan Instansi Pusat Sesuai dengan kerangka acuan penyelenggaraan Rakorbangpus Tahun 2002, yang telah memuat konsepsi kerangka umum fokus pembahasan yang akan dilakukan terhadap masing-masing proram kunci, pemaparan yang diharapkan dapat disampaikan oleh masing-masing instansi pusat dapat berupa tanggapan dan umpan balik (feedback) dalam rangka penyempurnaan konsepsi kerangka umum yang telah disusun oleh Bappenas. Selanjutnya berdasarkan diskusi dan pembahasan yang dilakukan pada Rakorbangpus ini, konsepsi kerangka umum untuk masing-masing program kunci tersebut diharapkan dapat disempurnakan substansi dan kerangka kebijakannya dalam akhir Rakorbangpus, untuk selanjutnya akan dijadikan bahan acuan bagi penajaman dan pengarusutamaan program kegiatan masing-masing instansi sektoral untuk mendukung pencapaian sasaran program kunci yang bersangkutan pada tahun 2003 yang akan datang. Pokok pemaparan dari masing-masing instansi pusat, tidak hanya dari instansi yang diminta untuk memaparkan kebijakan dan program pembangunannya dalam pembahasan kelompok program kunci tertentu dalam Rakorbangpus, terkait dengan dua hal sebagai berikut: a. Berbagai kebijakan pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan oleh masing-masing instansi pada tahun 2003 yang berkaitan dengan upaya perwujudan pencapaian sasaran dari masing-masing program kunci lintassektoral yang telah ditetapkan; Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

21 b. Berbagai program pembangunan sektoral yang akan ditempuh oleh masingmasing instansi pada tahun 2003 yang berkaitan dengan upaya perwujudan pencapaian sasaran dari masing-masing program kunci lintas-sektoral yang telah ditetapkan, yang diperinci ke dalam proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan pada tahun III. Kerangka Pemaparan Instansi Pusat Sebagai acuan dalam penyusunan paparan instansi pusat untuk masing-masing program kunci, berikut ini adalah kerangka umum (outline) paparan yang dapat digunakan. a. Pendahuluan, yang memuat gambaran umum mengenai peran dan kontribusi dari kebijakan dan program pembangunan sektoral dari masing-masing instansi yang terkait dengan upaya perwujudan pencapaian sasaran program kunci yang bersangkutan; b. Perencanaan Kegiatan Tahun 2003, yang memuat informasi rencana kebijakan dan program pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan pada tahun 2003 dalam mendukung pencapaian sasaran program kunci, dan dituangkan secara sistemik (dalam alur sistem Inputs-Process-Outputs-Outcomes-Impacts) ke dalam kerangka penjelasan sebagai berikut: i. Inputs, yang memuat informasi antara lain tentang besaran dana yang akan dialokasikan melalui APBN 2003 untuk pelaksanaan program/proyek yang diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program kunci; selain itu, inputs juga dapat berupa kebijakan terkait yang mendukung dalam pencapaian sasaran program kunci; ii. Process, yang memuat informasi antara lain mengenai rencana dan strategi pelaksanaan program/proyek yang terkait dalam rangka pencapaian sasaran program kunci; dalam hal ini, aspek how to perlu dikemukakan dengan jelas, dalam memanfaatkan inputs untuk menghasilkan keluaran (outputs) yang telah ditetapkan; iii. Outputs, yang memuat informasi antara lain mengenai keluaran dan sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan program/proyek sektoral yang diarahkan untuk sekaligus mendukung pencapaian sasaran program kunci; diharapkan keluaran dan sasaran yang dikemukakan dapat terukur secara jelas (measurable), baik secara kualitatif maupun kuantitatif; iv. Outcomes, yang memuat informasi antara lain mengenai hasil dan manfaat dari keluaran pelaksanaan program/proyek yang dapat diperkirakan terhadap upaya pencapaian sasaran program kunci; penetapan outcomes sedapat mungkin menggunakan indikator yang dapat diukur dan diperkirakan keberhasilan pencapaiannya; v. Impacts, yang memuat dampak dan implikasi yang diperkirakan akan ditimbulkan dari pelaksanaan program/proyek yang diarahkan untuk pencapaian sasaran program kunci; perkiraan dampak dan implikasi dapat bersifat positif atau negatif, tergantung dari pencapaian outcomes yang dapat terukur. Selain dari penjelasan yang sifatnya deskriptif dan kualitatif terhadap rencana pelaksanaan tahun 2003 tersebut di atas, secara terinci berbagai program dan proyek terkait yang akan dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran Buku Panduan Peserta Rakorbang Pusat Tahun

REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

pada (RAKORBANGPUS) Tahun 2002 Jakarta, 16 September 2002

pada (RAKORBANGPUS) Tahun 2002 Jakarta, 16 September 2002 REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Sambutan Pembukaan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA REPUBLIK INDONESIA MATERI PEMAPARAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PADA RAKORBANGPUS 16 SEPTEMBER 2002 KEMENTERIAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN I. PENDAHULUAN Keppres No. 124 tahun 2001 juncto No. 8 tahun 2002 tentang Pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Pedoman Koordinasi Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2003

Pedoman Koordinasi Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2003 REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Pedoman Koordinasi Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2003 I. Pendahuluan Kebijakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEDOMAN SERIAL MULTILATERAL MEETING II

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEDOMAN SERIAL MULTILATERAL MEETING II KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEDOMAN SERIAL MULTILATERAL MEETING II Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas JADWAL PENYUSUNAN RKP 2017

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2004 2009,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR : 21 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa percepatan penurunan angka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1

BAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengingat bahwa hakekat Pembangunan Nasional meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka fungsi pembangunan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 182 TH 2003

KEPMEN NO. 182 TH 2003 KEPMEN NO 182 TH 2003 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-182/MEN/2003 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA, PROGRAM DAN ANGGARAN PEMBANGUNAN TAHUNAN BIDANG KETRANSMIGRASIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS PADA RAPAT PERSIAPAN PENYUSUNAN RKP TAHUN 2005 DAN PEMBAHASAN REPENAS TRANSISI 15 Maret 2004 Para Sekretaris Jendral Departemen

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROVINSI SULAWESI SELATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BARRU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2016-2021 BUPATI BARRU, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA KABUPATEN LAHAT 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BAPPEDA KABUPATEN LAHAT Sumber daya Bappeda Kabupaten Lahat

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dan sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, DAN FUNGSI ESELON I KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DIALOG NASIONAL: UPAYA PENCAPAIAN MDG DI INDONESIA Jakarta, 5 Agustus 2004

DIALOG NASIONAL: UPAYA PENCAPAIAN MDG DI INDONESIA Jakarta, 5 Agustus 2004 SAMBUTAN MENTERI NEGARA PPN/KEPALA BAPPENAS PADA DIALOG NASIONAL: UPAYA PENCAPAIAN MDG DI INDONESIA Jakarta, 5 Agustus 2004 Yang saya hormati, Bapak Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 9,5 persen berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Kerja merupakan fitrah manusia yang asasi.

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 1 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO. selamat siang dan salam sejahtera bagi kita sekalian,

BUPATI WONOSOBO. selamat siang dan salam sejahtera bagi kita sekalian, BUPATI WONOSOBO SAMBUTAN BUPATI WONOSOBO DALAM RAPAT PARIPURNA DPRD KABUPATEN WONOSOBO PENYAMPAIAN LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN BUPATI WONOSOBO TAHUN ANGGARAN 2013 Yang terhormat, Saudara Ketua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2015 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Nota Kesepakatan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Latar Belakang

Pendahuluan. Latar Belakang Pendahuluan Latar Belakang Pembangunan daerah Kabupaten Bangkalan yang dilaksanakan dalam kurun waktu Tahun 2008 2013 telah memberikan hasil yang positif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C) Formulir C LAPORAN KONSOLIDASI PROGRAM DIRINCI MENURUT KEGIATAN TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2015 Kementerian Koordinator

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI KEMENTERIAN NEGARA SERTA SUSUNAN ORGANISASI,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci