BAB I. korban tewas. Kegiatan para teroris yang meresahkan masyarakat memaksa. masyarakat untuk lebih waspada bila berada di suatu tempat yang dirasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. korban tewas. Kegiatan para teroris yang meresahkan masyarakat memaksa. masyarakat untuk lebih waspada bila berada di suatu tempat yang dirasa"

Transkripsi

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perkembangan terorisme di Negara Indonesia pada akhir-akhir inidapat dikatakan sebagai hal yang memprihatinkan, karena hampir setiap tahun pasti ada saja aksi-aksi terror yang selalu memakan korban baik korban luka-luka maupun korban tewas. Kegiatan para teroris yang meresahkan masyarakat memaksa masyarakat untuk lebih waspada bila berada di suatu tempat yang dirasa mencurigakan.keresahan dan kewaspadaan tersebut sedikit banyak mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.hal tersebut menimbulkan banyak akibat bagi kehidupan bangsa, dari hal tersebut rasa nasionalisme dari para generasi mudapun mulai dipertanyakan karena seringkali pada kenyataannya para teroris selalu merekrut anak-anak muda yang masih labil untuk dijadikan sebagai kurir maupun pelaku aksi terror yang meresahkan masyarakat. Menurut Buku Definition of Terrorism under U.S. Law, United States Law Code dan The Anti Terrorism Act,Departement of Justice, Canada, 2008 disebutkan sebagai berikut: Kelompok teroris didefinisikan sebagai suatu kelompok atau sub kelompok yang memiliki tujuan atau aktifitas untuk memfasilitasi atau melaksanakan tindakan pidana terorisme.(departement of Justice, Canada, 2008) Bila membahas kelompok teroris, makatidakterlepasdaripembahasan dari empat istilah penting yang saling berkaitan yaitu terorisme,teror,kelompok teroris 1

2 2 dan aksi terorisme. Selama ini banyak definisi yang disampaikan oleh para penstudi tentang terorisme, sehingga dengan keberagaman definisi tersebut maka belum ada definisi yang universal tentang terorisme. Seorang ahli bidang politik dan terorisme yang bernama A.Schmid (1983), dalam bukunya yang berjudul Political Terrorism: A Research Guide to Concepts, Theories, Data Bases and Literature, menyampaikan definisi terorisme sebagai berikut: A method of combat in which random or symbolic victims become targets of violence. Through the previous use of violence, other members of a group are put in a state of chronic fear (terror) (A.Schmid, 1983) Definisi ini mengartikan bahwa sebuah metode pertempuran yang dapat menimbulkan korban acak atau simbolis menjadi sasaran kekerasan, yangmelalui penggunaan kekerasan tersebut agar anggota kelompok sasarandimasukkan ke dalam keadaan takut kronis. Definisi lain disampaikan oleh Pemerintah Amerika Serikat (1984) dalam bukuus Army Operational Concept for Terrorism Counteraction,bahwa terorisme sebagai: The calculated use of violence or threat of violence to attain goals that are political, religious or ideological in nature through intimidation, coercion or instilling fear.(us Army, 1984) Keterangan di atas mengartikan bahwa kelompok teroris merupakan kelompok pengguna kekerasan dengan tujuan menimbulkan ketakutan dalam usahamencapai tujuan politis. Lalu, yang dimaksud dengan teror, menurut Schmid, Alex Peter, Albert J.Jongman (1974) dalam bukunya Political terrorism: a new guide to actors, authors, concepst, data bases,danjenkins, Brian (1985) dalam buku Terrorism and Beyond, menyampaikan bahwa teror sebagai berikut:

3 3 Teror adalah suatu usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Maka kelompok teroris menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut kepada non kombatan dengan cara-cara yang tidak sah dan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan politik. (Jenkins, Brian, 1985). Di Indonesia sendiri definisi terorisme terdapat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang selanjutnya ditetapkan sebagai Undang-Undang No 15. Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang. Pada Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan bahwa Tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.kemudian definisi terorisme tersebut diperjelas dalam pasal 6 dan pasal 7 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tersebut. Penjelasan Pasal 6 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut : Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. (Setneg, 2002) Selanjutnya, pada pasal 7 Perpu Nomor 1 Tahun 2002, orang yang dapat dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme adalah:

4 4 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.(sekretariat Negara, 2002) Pada kenyataannya aksi terorismemerupakan bentuk kejahatan baru dan berkembang pesat sejak peristiwa 11 september 2001 di kota New York, Amerika Serikat. Sejak kejadian itulah aksi terorisme telah menimbulkan ketakutan global karena menimbulkan korban jiwa dan material yang cukup parah. Di Indonesia sejak terjadinya Bom Bali I tanggal 12 Oktober 2002 yang menyebabkan korban cukup besar, dengan adanya Bom Bali tersebut ternyata terbukti bahwa jaringan terror di Indonesia berkaitan langsung dengan jaringan terorisme Internasional. Pemerintah Indonesia menyatakan perang terhadap aksi terorisme dan segera mengambil langkah nyata dengan mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme bom di Bali, dan dengan tegas menyatakan terorisme sebagai ancaman nyata yang merupakan kejahatan kriminal luar biasa (extraordinary crime), kejahatan terhadap kemanusiaan, juga ancaman terhadap keamanan nasional. Kejadian-kejadian aksi terorisme selanjutnya, seperti disampaikan dalam Wikipedia Indonesia. Disebutkan bahwa kejadian aksi terorisme pada Tahun 2001, antara lain: Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli di Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas.bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September Bom meledak di kawasan

5 5 Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten. ( Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Berita ini mengartikan bahwa suatu kejadian berturut-turut dimulai dari Ibukota RI Jakarta pada minggu keempat bulan Juli, dilanjutkan tetap di JakartapadamingguyangsamabulanSeptember,dampakkejadianyangmembawakorb antotal 11 jiwa di Jakarta berakibat pada ketakutan masyarakat di tingkat nasional. Disebutkan pula bahwa kejadian aksi terorisme pada Tahun 2002, antara lain: Bom Tahun Baru, 1 Januari Granat nanas meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa.bom Bali, 12 Oktober Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka. ( Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Hal inimemberitahukan bahwa suatu kejadian aksi terorisme yang diawali pada awal tahun di Ibukota RI Jakarta tepatnya pada tanggal 1 bulan Januari, sudah cukup membawa dampak ketakutan masyarakat di tingkat nasional. Bahkan hal itu merupakan kejadian yang direncanakan dengan sasaran Bali sebagai pusat perhatian dunia. Kejadian pada Tahun 2003, disebutkan sebagai berikut :

6 6 Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April Bom meledak di area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.bom JW Marriott, 5 Agustus Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka. ( Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Berita ini menjelaskan bahwa suatu kejadian berturut-turut dimulai dari pusat markas Polri di Ibukota Jakarta sampai dengan sasaran pokok Bali telah mengindikasikan bahwa teroris sangat berani, dan telah mencoba kesiapan aparat keamanan sebelum melaksanakan terror bom di JW Marriott, dampak kejadian tersebut membawa korban total 11 jiwa dan 152 luka berat dampaknya bagi masyarakat ibukota. Selanjutnya demikian juga pada kejadian pada Tahun 2004, disebutkan sebagai berikut : Bom Palopo, 10 Januari Menewaskan 4 orang. (BBC). Bom Kedubes Australia, 9 September 2004.Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004).Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.( Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, berita ini menggambarkan bahwa ternyata tidak hanya di Ibukota saja kejadian terror, biasanya juga akan segera diikuti terjadi ditempat lain dampak kejadian pada tahun ini membawa korban total 9 jiwa di Jakarta berakibat pada ketakutan bagi masyarakat daerah dan Ibukota. Kejadian pada Tahun 2005, disebutkan sebagai berikut :

7 7 Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005.Bom Tentena, 28 Mei orang tewas.bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat, tidak ada korban jiwa.bom Bali, 1 Oktober Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.Bom Pasar Palu, 31 Desember Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.( Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Demikian juga pada tahun 2005 ini seperti kejadian-kejadian sebelumnya, beritaini menjelaskan bahwa kejadian dimulai dari daerah luar Jawa,juga termasuk terror di Bali kembali terjadi, dampak kejadian pada tahun tersebut membawa korban total 44 jiwa dan 102 luka-luka yang berakibat pada ketakutan bagi masyarakat di daerah-daerah. Selanjutnya Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2008tidak ada kejadian aksi terorisme. Lalu, kejadian pada Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2010, disebutkan sebagai berikut: Bom Jakarta, 17 Juli Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul WIB.Tahun 2010:Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010.Perampokan bank CIMB Niaga September 2010.( Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Demikian juga pada tahun 2009 dan tahun 2010, seperti kejadian-kejadian sebelumnya, yangmengartikan bahwa kejadian dimulai dari daerah pusat Ibukota Jakarta, total korban 9 orang tewas, dampak kejadian masyarakat ibukota menjadi was-was sekaligus ketakutan. Lalu, kejadian pada Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2012, disebutkan sebagai berikut:

8 8 Tahun 2011: Bom Cirebon, 15 April Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon saat Salat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya.bom Gading Serpong, 22 April Rencana bom yang menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas, namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian RI.Bom Solo, 25 September Ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo, Jawa Tengah usai kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom bunuh diri tewas dan 28 lainnya terluka. Tahun 2012:Bom Solo, 19 Agustus Granat meledak di Pospam Gladak, Solo, Jawa Tengah. Ledakan ini mengakibatkan kerusakan kursi di Pospam Gladak. Tidak ada korban jiwa. ( Indonesia.com, dikutip tanggal 10 Mei 2013) Kejadian demi kejadian yang dapat ditampilkan oleh Wikipedia Indonesia tersebut masih ditambah dengan penyampaian kejadian belakangan ini Tahun 2013 yang disampaikan oleh, sebagai berikut: Bom bunuh diri di Mapolres Poso, Sulawesi Tengah, pada Senin tanggal3 Juni sekitar pukul Wita terjadi dalam dua kali ledakan, yang pertama ledakan kecil dan yang kedua ledakan besar yang menghancurkan tubuh korban dan sepeda motor yang digunakannya.( dikutip tanggal 10 Mei 2013) Bila melihat kejadian kejadian tersebut di atas, maka bagi bangsa Indonesia sudah selayaknya masalah aksi terorisme menjadi masalah nasional yang perlu dicermatidan ditangani serius, dengan adanya konsekwensi dari hal tersebut maka menjadi wajar bila seluruh komponen bangsa dan negara dengan memanfaatkan seluruh potensi kekuatan nasional, yaitu intelejen, politik, diplomasi, ekonomi, penegakan hukum, dan informasi, serta Polri dan TNIsesuai fungsi masing-masing secara optimal dapat dikerahkan untuk mencegah aksi terorisme tersebut. Salah satu bagian dari TNI, TNI AD merupakan instrument negara di bidang pertahanan, yang dalam pelaksanaan tugas pokoknya melalui Operasi

9 9 Militer Untuk Perang(OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Pada tugas OMSP meliputi 14 tugas, salah satu tugasnya adalah mengatasi aksiterorisme secara bersama sama dengan seluruh komponen bangsa. Lalu, landasan hukum bagi TNI AD dalam melaksanakan perannya sesuai UU No. 34 Tahun2004 yang merupakan landasan pembentukan Doktrin TNI serta dijabarkan ke dalam Doktrin TNI AD yaitu Kartika Eka Paksi, menjelaskan bahwa peran TNI AD sebagai alat negara di bidang pertahanan di darat dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara, yaitu sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, keselamatan bangsa, serta pemulih terhadap kondisi keamanan negara di darat yang terganggu akibat kekacauan keamanan. Sementara itu, bila dilihat padabukupedomantniaddalam Penanganan Terorisme,Mabesad (2009), dalam pembahasannya menyampaikan bahwa: Dalam merealisasikan tugas pokok tersebut TNI AD melaksanakan tugas-tugas TNI matra darat di bidang pertahanan yaitu dengan melakukan Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).Di dalam pelaksanaan Operasi Militer Selain Perangyang salah satunyaadalah mengatasi aksiteror yang diuraikan di dalam strategi pertahanan negara bahwa aksiteror bukan semata-mata kejahatan biasa dan tidak dapat ditangani dengan cara-cara kriminal biasa serta dilakukan tanpa memandang tempat dan waktu. Sehingga dalam perspektif TNI AD aksiterorisme disamping sebagai ancaman nonmiliter juga merupakan ancaman militer yang akan bersinggungan dengan keutuhan, kedaulatan dan keselamatan bangsa. (Mabesad, 2009) Pedoman ini mengartikan bahwa TNI AD dapat digunakan untuk mengatasi aksi terorisme dengan mengerahkan semua kemampuan (Intelijen, Tempur, Teritorial dan Dukungan) yang dimiliki TNI AD.Dalam konteks ini

10 10 perlu aktualisasi dan optimalisasi peran TNI AD dalampenanggulangan terorisme dengan membuat regulasi yang mengaturpenanggulangan terorisme dan keterpaduan aksi sesuai tugas dan tanggungjawab seluruh instansi terkait serta didukung peran aktif masyarakat (pelibatansecara aktif seluruh sektor pemerintahan dan swasta dalam strata pemerintahpusat dan daerah). Seiring dengan berkembangnya spektrum ancamanterorisme secara luas, baik dari aspek aktor, aspek sumber (origin), aspekbentuk, metode/modus operandi, dan sasaran maupun tujuan aksinya,ancaman serius terorisme menuntut respons aktif dalam skala nasional melaluiadanya suatu kerjasama dan keterpaduan berbagai pihak yang memilikikemampuan dan kewenangan dalam penanggulangan terorisme. Upayapenanganan aksiterorisme tidak hanya dilakukan setelah terjadinya suatu aksi,namun harus dilaksanakan semaksimal mungkin secara preventif/sebelum aksiteror tersebut dilakukan. Oleh karena itu, negara membutuhkan sebuahkebijakan dan strategi penanganan terhadap aksi terorisme nasional yang didasari oleh suatuproduk hukum di bidang Keamanan Nasional dan produk hukum yang spesifik ditujukan untuk menangkal seluruh spektrum terorisme sebagai upaya strategismengatasi masalah teror di Indonesia secara integratif dan berkelanjutan. Pada bagian lain pada buku Pedoman Penanganan Terorisme tersebut juga disebutkan sebagai berikut: Penanganan terorisme di Indonesia harus dilakukan dengan tiga prinsip kunciyaitu sentralisasi, koordinasi, dan spesialisasi. Sehingga tujuan akhir darikebijakan, strategi, dan operasionalisasi penanganan terorisme nasional padahakikatnya adalah untuk memberikan jaminan keamanan dan melindungikepentingan masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia. (Mabesad, 2009)

11 11 Hal tersebut diatas mengartikan bahwa tiga prinsip kunci merupakan bagian implementasi dari kebijakan, strategi dan operasionalisasi penanganan aksi terorisme nasional. Berangkat dengan pertimbangan bahwa aksi terorisme tidak memandang wilayah sasaran,dengan kondisi masyarakat sekarang ini bila mengetahui ada hal-hal asing yang masuk lingkungannya seharusnya segera mengambil tindakan dengan melaporkan kepada aparat terdekat namun pada kenyataannya kesadaran untuk segera melaporkan keaparat terdekat masih sangat rendah.dengan demikian, maka dalam konteks inilah maka pentingnya peran Babinsa dalam proses terciptanya masyarakat yang sadar akan keamanan dan peka terhadap lingkungannya menjadi sangat pentingmelalui deteksi dini dan mencegah hal-hal negatif yang mungkin muncul. Dalam pelaksanaan tugas sehari-harinya, parababinsaantara lain berusaha untuk membentuk jaringan mitra Babinsa di kelurahan-kelurahan. Mitra Babinsa itulah yang diharapkan menjadi ujung tombak deteksi dini dan upaya pencegahan, Babinsa dan para mitranya itu bisa setiap saat melaporkan setiap informasi yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan, kondisi ini tentunya perlu didukung sejauh mana tingkat pemahaman, tingkat kepedulian dan tingkat kemampuan Babinsa dalam kegiatan deteksi dini, agar dapat membantu mencegah terorisme, maka akan tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan keberhasilan maupun kendalanya mulai dari tingkat keamanan diwilayahnya, komitmen dan kesadaran masyarakatnya untuk berpartisipasi, kapasitas kelembagaannya serta bentuk kerjasamanya dalam upaya mencegah terjadinya terorisme.

12 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat di rumuskan masalahperan Babinsadi wilayah Kodim 0618/BS Kota Bandungdengan pembatasan meliputi : Kondisi obyektif dari peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini, tentang pemahaman, kepedulian dan kemampuan Babinsa serta mampu mengidentifikasifaktor yang dapat mendukung kegiatan deteksi dini yang menentukan keberhasilan dan kendala dalam membantu pencegahan dan penanggulangan terorisme,meliputi tingkat keamanan, komitmen dan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasidalam membantu pencegahan terorisme dan kapasitas kelembagaan maupunkerjasama penanganan antar pihak terkait, serta menemukan strategi mengoptimalkan peran Babinsa dalam deteksi dini, agar dapat membantu pencegahan terorisme melalui, pembinaan rutin aparat terkait, peningkatan kapabilitas lembaga dan keterpaduan penanganan Perumusan masalah akan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: Bagaimana peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini guna pencegahanaksi terorisme? Apa kendala peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini guna pencegahan aksi terorisme? Bagaimana upaya optimalisasi untuk meningkatkankan peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini gunapencegahan aksi terorisme di wilayah Kodim 0618/BS Kota Bandung? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Tujuan penelitian adalah sebagai berikut : Pertama, Mengetahui peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini guna pencegahan aksi terorisme. Kedua,

13 13 Mengatasi kendala peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini gunapencegahanaksi terorisme.ketiga, Merumuskanupaya optimalisasi peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dinigunapencegahanaksi terorisme Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini; Pertama, secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan pembinaan peran Babinsa; Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menemukan model atau format strategi yang mampu mengelola peran Babinsa pada kegiatandeteksi dini guna pencegahanaksi terorisme di Kota Bandung. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian ini adalah suatu kegiatan untuk menentukan format atau model tentang peningkatan peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini gunapencegahan aksi terorisme. Selanjutnya penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari hasil penelitian sebelumnya oleh lembaga TNI AD, sehingga ke depan di harapkan akan dapat suatu formatpeningkatan peran Babinsadalam kegiatan deteksi dini gunapencegahanaksi terorisme di wilayah Kota Bandung. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini menggunakan sistematika melalui pendekatan empirisberdasarkan pengamatan dan penelitian dilapangan serta penyertaan studi kepustakaan dari aturan hukum dan data data penunjang yang dibutuhkan dengan pembatasan di wilayah Kodim0618/BSKota Bandung, dengan tata urut:penulisan dibagi dalam 7 (tujuh) bab yaitu sebagai berikut:

14 14 Bab I,Pengantar, yang disusun dengan pembahasan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II menjelaskan tentang Tinjauan Pustaka dan Landasan teori, dengan tinjauan terorisme menurut Sekarwani Djelantik, Silvester Ule, Hendropriyono, Ali Masyhar, Wawan H Purwanto, Sarlito Wirawan. Teori meliputi teori peran, teori deteksi dini, teori aksi terorisme. Bab III menjelaskan tentang metode penelitian, dibahas dibahas meliputi tipepenelitian, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data,tempat lokasi penelitian,pengecekan kesahihan data, dan teknik analisis data. Bab IV,memberikan penjelasan Kondisi umum wilayah Kodim 0618/BSKota Bandung, ditinjau dari faktor Geografi, Demografi, Kondisi Sosial dan BudayaMasyarakat, serta bagaimana kondisi Pertahanan dan Keamanannya. Selanjutnya padabab V,menjelaskan tentang bagaimana perandalam kegiatan deteksi dini guna mencegah aksi terorisme, yang ditinjau dari pemahaman Babinsa pada aksi terorisme, faktor kepedulian Babinsa dan faktor kemampuan Babinsa Bab VI, menjelaskan tentang bagaimana kendala Babinsa dalam kegiatan deteksi dini ditinjau dari Babinsa meliputi: faktor keamanan lingkungan, faktorkomitmen dan kesadaran masyarakat, faktor tingkat kapasitas kelembagaan, faktor tingkat kerjasama penanganan, serta dari masyarakat melalui mitra karibmeliputi: faktor tingkat pemahaman masyarakat, faktor tingkat peran aktif masyarakat, faktor tingkat keterpaduan penanganan

15 15 Pada Bab VII,evaluasi bagaimana menentukan peningkatan peran berupa kibijakan, strategi dan upaya peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini gunapencegahan aksi terorisme, dihubungkan dengan lingkungan masyarakat yang meliputi tingkat keamanan dilingkungan wilayahnya, komitmen dan kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi, selanjutnya kapasitas kelembagaan Babinsa dan kerjasama penanganan antar pihak terkait. Selanjutnya Bab VIIIadalah penutup yang menjelaskan tentang kesimpulan yang berisi tentang penjelasan dari bab-bab yang telah diuraikan, dan rekomendasi yang diperlukan gunameningkatkan peran Babinsa dalam kegiatan deteksi dini,yang berupapembinaan terprogram di lingkungan masyarakat, serta aktualisasi kerjasama antar aparat terkait dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembahasan mengenai terorisme tidak terlepas dari peristiwa pada tanggal 11 September 2001, masyarakat dunia dibuat gempar oleh berita mengenai ditabraknya gedung WTC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada tanggal 12 oktober 2002 hingga bom yang meledak di JW Marriott dan Ritz- Carlton Jumat pagi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menelan banyak korban sipil tersebut. Media massa dan negara barat cenderung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menelan banyak korban sipil tersebut. Media massa dan negara barat cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme menjadi tema utama dalam wacana global selain demokrasi dan perekonomian dunia. Sehingga menimbulkan berbagai pernyataan variatif dari berbagai elemen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against

I. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity), serta merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian dunia dewasa ini. Bukan sekedar aksi teror semata, namun pada kenyataannya tindak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak. hubungan Indonesia dengan dunia Internasional.

I. PENDAHULUAN. serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak. hubungan Indonesia dengan dunia Internasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa pengeboman yang terjadi di Wilayah Negara Republik Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat secara luas. Mengakibatkan hilangnya nyawa serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terkenal dengan jumlah penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen Perdagangan AS, melalui sensus

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

Kebijakan Anti-Terorisme Indonesia: Dilema Demokrasi dan Represi

Kebijakan Anti-Terorisme Indonesia: Dilema Demokrasi dan Represi Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 14, Nomor 2, November 2010 (229-246) ISSN 1410-4946 Endi Haryono, Kebijakan Anti-Terorisme Indonesia: Dilema Demokrasi dan Represi Kebijakan Anti-Terorisme Indonesia:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat dari aksi-aksi teror yang terjadi dewasa ini seolah-olah memberi gambaran bahwa kejahatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seluruh masyarakat yang ada di dunia ini sebenarnya mendambakan dan membutuhkan kedamaian, kecukupan dan kemakmuran. Namun, seringkali yang diperoleh adalah sebaliknya,

Lebih terperinci

PENTINGNYA KOMANDO OPERASI KHUSUS TNI DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

PENTINGNYA KOMANDO OPERASI KHUSUS TNI DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME PENTINGNYA KOMANDO OPERASI KHUSUS TNI DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME Ari Setyo Nugroho 1 Abstrak: Terorisme adalah ancaman nyata dan aktif yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, oleh karenanya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2003 PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME, MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya. Salah satunya adalah dengan cara memberikan perlindungan atas rasa aman bagi tiap-tiap individu

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II ORGANISASI PENCEGAHAN TERORISME (BNPT DAN TPB UNODC) 2.1 Peraturan Perundang-Undangan tentang Terorisme di Indonesia

BAB II ORGANISASI PENCEGAHAN TERORISME (BNPT DAN TPB UNODC) 2.1 Peraturan Perundang-Undangan tentang Terorisme di Indonesia BAB II ORGANISASI PENCEGAHAN TERORISME (BNPT DAN TPB UNODC) Sebelum lebih jauh membahas interaksi kerjasama serta hasil yang didapat dari sebuah kerjasama antara dua unit pencegahan terorisme, dalam hal

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme I. PARA PEMOHON 1. Umar Abduh; 2. Haris Rusly; 3. John Helmi Mempi; 4. Hartsa Mashirul

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta

BAB III PENUTUP. kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta 49 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahanya itu dilihat dari fakta penerapan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kajian mengenai rasa takut menjadi korban kejahatan (fear of crime) telah

I. PENDAHULUAN. Kajian mengenai rasa takut menjadi korban kejahatan (fear of crime) telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian mengenai rasa takut menjadi korban kejahatan (fear of crime) telah banyak dilakukan dengan fokus pada beragam jenis kejahatan. Mengenai hal ini Hale dalam (Gadd

Lebih terperinci

PANITIA SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER DIES NATALIS FAKULTAS HUKUM UNNES KE-10

PANITIA SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER DIES NATALIS FAKULTAS HUKUM UNNES KE-10 PANITIA SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER DIES NATALIS FAKULTAS HUKUM UNNES KE-10 TERM OF REFERENCE PENGAWASAN KEIMIGRASIAN DALAM PENGENDALIAN RADIKALISME DAN TERORISME LATAR BELAKANG Radikalisme dan

Lebih terperinci

menjadi pemberitaan yang sering kali dikaitkan dengan isu agama. Budi Gunawan dalam bukunya Terorisme : Mitos dan Konspirasi (2005, 57) menekankan : K

menjadi pemberitaan yang sering kali dikaitkan dengan isu agama. Budi Gunawan dalam bukunya Terorisme : Mitos dan Konspirasi (2005, 57) menekankan : K BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Belakangan ini Indonesia sedang digemparkan dengan berita ledakan bom yang terjadi di Solo pada 18 Agustus lalu. Bom meledak di depan Pos Polisi Tugu Gladak, Solo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Kasus teroris tidak pernah habis untuk dibahas dan media merupakan sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 22 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

RGS Mitra 1 of 22 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME RGS Mitra 1 of 22 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 PEMBERLAKUAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan zaman yang semakin pesat membuat orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan zaman yang semakin pesat membuat orang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan zaman yang semakin pesat membuat orang dapat berpindah dengan cepat dari satu tempat ketempat lain dan dari kemajuan zaman tersebut dapat mempengaruhi proses

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA TERORISME DARI SUDUT HUKUM PIDANA MATERIIL (PENGATURAN NYA DALAM UNDANG - UNDANG NO. 15 TAHUN 2002)

TINDAK PIDANA TERORISME DARI SUDUT HUKUM PIDANA MATERIIL (PENGATURAN NYA DALAM UNDANG - UNDANG NO. 15 TAHUN 2002) TINDAK PIDANA TERORISME DARI SUDUT HUKUM PIDANA MATERIIL (PENGATURAN NYA DALAM UNDANG - UNDANG NO. 15 TAHUN 2002) Mety Rahmawati *) Pendahuluan Abstrak Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kategori kejahatan kemanusiaan (crime of humanity),apalagi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kategori kejahatan kemanusiaan (crime of humanity),apalagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme merupakan suatu tindak pidana yang sangat serius ditangani oleh pemerintah,bahkan oleh dunia internasional. Aksi terorisme yang terjadi selalu menimbulkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : NOMOR 2 TAHUN 2002 PEMBERLAKUAN NOMOR 1 TAHUN 2002 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME, PADA PERISTIWA PELEDAKAN BOM DI BALI TANGGAL 12 OKTOBER 2002 Menimbang : Mengingat : Menetapkan : PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terorisme adalah kata dengan beragam interpretasi yang paling banyak diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam. Gambar 1.1 menggambarkan kondisi geologi Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam. Gambar 1.1 menggambarkan kondisi geologi Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dapat terjadi di belahan bumi manapun, termasuk di Indonesia sendiri yang notabennya kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan tiga lempeng dunia

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini sesungguhnya telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus (Abdullah,

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh No. : Hal : Lampiran : 4 lembar Jakarta, 7 Januari 2013 Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh Dengan ini saya yang bertandatangan di bawah ini menjelaskan tentang alasan yang membuat kami yakin

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME Aksi teror yang melanda belahan bumi Indonesia telah terjadi sejak era orde lama, orde baru, dan bahkan semakin meningkat pada era reformasi. Melihat pola,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si

ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si ISU STRATEGIS BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM RPJMN 2015-2019 PENINGKATAN KAPASITAS DAN STABILITAS

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENGAMANAN OBJEK VITAL DAN FASILITAS PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

SELAIN DETEKSI TERORIS BADAN PEMBINAAN KEAMANAN AWASI DANA DESA

SELAIN DETEKSI TERORIS BADAN PEMBINAAN KEAMANAN AWASI DANA DESA SELAIN DETEKSI TERORIS BADAN PEMBINAAN KEAMANAN AWASI DANA DESA Bengkuluekspress.com Menko Polhukam Luhut B. Pandjaitan bertemu dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Mabes Polri. Dalam pertemuan tersebut,

Lebih terperinci

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5406 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Beberapa Perundang-undangan yang terkait dengan Tugas TNI Angkatan Laut KUMDANG 1. Oleh : DISKUM TNI AL

PUSANEV_BPHN. Beberapa Perundang-undangan yang terkait dengan Tugas TNI Angkatan Laut KUMDANG 1. Oleh : DISKUM TNI AL Beberapa Perundang-undangan yang terkait dengan Tugas TNI Angkatan Laut Oleh : DISKUM TNI AL KUMDANG 1 TUGAS DAN KEWENANGAN SERTA ANCAMAN YG HRS DIHADAPI TNI BDSK UU NO 34 THN 2004 TTG TNI TNI PSL.9.A

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara

BAB I PENGANTAR. strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Peran Koramil dalam proses pemberdayaan wilayah pertahanan sangat strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME A. Persamaan Hukuman Pelaku Tindak Pidana Terorisme Menurut Hukum Positif dan Pidana Islam Mengenai

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) 1. Pengembangan Integratif Terwujudnya postur TNI yang siap melaksanakan tugas pokok dan dengan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini ilmu dan teknologi telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan ini diiringi pula dengan berkembangnya dunia industri yang semakin maju. Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu negara tanpa memiliki aparat yang melaksanakan fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat, maka negara tersebut tidak akan mampu bertahan lama, karena pelanggaran

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat mencemaskan. Berdasarkan data BPS 1, dalam satu dekade terakhir jumlah kecelakaan lalu lintas dengan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON

PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 15 TAHUN 2015 SERI E.11 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 mempunyai tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara dengan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap

Lebih terperinci

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2]

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2] BERADA DI TENGAH-TENGAH AKSI TERORISME i [Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2] Bukanlah hal yang diduga bila suatu waktu anda tiba-tiba berada di tengah-tengah

Lebih terperinci

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar kita ataupun yang sedang

Lebih terperinci

BAB II BALI SEBELUM DAN SETELAH BOM 2002 DAN 2005

BAB II BALI SEBELUM DAN SETELAH BOM 2002 DAN 2005 BAB II BALI SEBELUM DAN SETELAH BOM 2002 DAN 2005 Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai salah satu destinasi pariwisata paling diminati di dunia. Perekonomian Bali didukung

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peledakan yang terjadi di Legian. Korban tewas lebih banyak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. peledakan yang terjadi di Legian. Korban tewas lebih banyak merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tanggal 12 Oktober 2002, Bali diguncang serangan bom di kawasan Legian, Badung dan Renon, Denpasar. Peristiwa ledakan pertama kali terjadi di kawasan padat wisata,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA A. Abstrak Negara Indonesia kian terancam karena efek pemikiran ideologi orang luar yang ditelan mentah-mentah tanpa adanya suatu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 2012, No.362 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 1. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 pun tidak lepas dan luput dari persoalan yang berkaitan dengan ketahanan wilayah karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada bukan hanya kepentingan domestic tetapi juga kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. kepada bukan hanya kepentingan domestic tetapi juga kepentingan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rangkaian tindak pidana terorisme di Indonesia telah memakan korban jiwa dan ratusan orang luka-luka, termasuk kasus bom Bali tahun 2002 yang lalu. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan masyarakat seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena selalu didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB), Sambutan Y. M. Muhammad Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Umum Interpol Ke-85 Dengan Tema Setting The Goals Strengthening The Foundations: A Global Roadmap for International Policing

Lebih terperinci

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja... Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecepatan perubahan skala dan perkembangan

Lebih terperinci