MODUL 4: MANAJEMEN BENCANA BAHAYA GERAKAN TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODUL 4: MANAJEMEN BENCANA BAHAYA GERAKAN TANAH"

Transkripsi

1 MODUL 4: MANAJEMEN BENCANA BAHAYA GERAKAN TANAH University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung

2 MANAJEMEN BENCANA DI INDONESIA : BAHAYA GERAKAN TANAH Djoko Santoso Abi Suroso, Ph. D. Kepala Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung Disampaikan dalam Pelatihan Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim Juli-Agustus 2016 Project funded by USAID/OFDA Pusat Perubahan Iklim

3 MATERI 1 PENGENALAN BENCANA GERAKAN TANAH DEFINISI GERAKAN TANAH MATERI 2 PENDEKATAN ANALISIS GERAKAN TANAH PENYEBAB GERAKAN TANAH KLASIFIKASI GERAKAN TANAH FENOMENA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

4 DEFINISI GERAKAN TANAH Gerakan Tanah adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan pergerakan tanah, batuan, dan bahan organik menuruni lereng akibat pengaruh gravitasi, serta tanah bentukan yang dihasilkan oleh pergerakan tersebut. Gerakan Tanah adalah pergerakan massa bebatuan, puing-puing atau tanah menuruni lereng (Cruden, 1991). Gerakan Tanah merupakan kejadian pergerakan lereng sebagai konsekuensi dari gaya-gaya bidang kompleks (tegangan (stress) adalah gaya per satuan luas) yang aktif pada massa batuan atau tanah di lereng. Pergerakan terjadi ketika tegangan melebihi kekuatan materi. Perbedaan dengan erosi tanah. Konsekuensi dari gaya-gaya ini berhubungan dengan morfologi kemiriningan dan parameter-parameter dari materi yang menentukan jenis spesifik gerakan tanah yang dapat terjadi. Gerakan Tanah didefinisikan sebagai pergerakan massa bebatuan, puing-puing atau tanah menuruni lereng ketika tegangan melebihi kekuatan materi. Materi 1: Pengenalan Bencana Gerakan Tanah

5 PENYEBAB GERAKAN TANAH Penyebab Geologis Penyebab Morfologis Penyebab Manusia Bahan rapuh) atau sensitif Bahan lapuk Diskontinuitas berorientasi negatif (bedding, schiostosity, sesar, ketidakselarasan, kontak/ bersinggungan, dan sebagainya) Kontras dalam permeabilitas dan / atau kekakuan bahan Sumber : US Geological Survey (GS), 2004 Uplift tektonik atau vulkanis Glacial rebound Gelombang Fluvial / glacial erosion of slope toe / lateral margins Subterranean erosion (solution, piping) Deposition loading slope or its crest Penghapusan (karena kekeringan) Thawing Freeze-and-thaw weathering Shrink-and-swell weathering vegetasi kebakaran, Penggalian lereng atau kakinya Pembebanan lereng atau crest Drawdown (dari wadukwaduk) Deforestasi Irigasi Pertambangan Vibrasi buatan Kebocoran air dari prasarana Materi 1: Pengenalan Bencana Gerakan Tanah

6 KLASIFIKASI GERAKAN TANAH SLIDES TIPE PERGERAKAN BEDROCK TIPE MATERIAL ENGINEERING SOILS Predominantly coarse Predominantly fine FALLS Rockfall Debris fall Earth fall TOPPLES Rock topple Debris topple Earth topple ROTATIONAL TRANSLATIONAL Rock slide Debris slide Earth slide LATERAL SPREADS Rock spread Debris spread Earth spread FLOWS Rock flow Debris flow Earth flow (deep creep) (soil creep) COMPLEX (Combination of two or more principal types of movement) Sumber: Varnes (1978); Cruden. Varnes (1996) Materi 1: Pengenalan Bencana Gerakan Tanah

7 FENOMENA GERAKAN TANAH DI INDONESIA GERAKAN TANAH menjadi salah satu bahaya yang mendominasi kejadian bencana di Indonesia. Sumber: BNPB, 2016 Materi 1: Pengenalan Bencana Gerakan Tanah

8 FENOMENA GERAKAN TANAH DI INDONESIA 274 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari gerakan tanah di Indonesia Jumlah penduduk terpapar dari bahaya sedang-tinggi gerakan tanah 40,9 Juta jiwa. Sumber: BNPB, 2016 Materi 1: Pengenalan Bencana Gerakan Tanah

9 FENOMENA GERAKAN TANAH DI INDONESIA Gerakan Tanah di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah Selain akibat curah hujan yang tinggi, kondisi tanah di wilayah tersebut juga masuk dalam zona kuning atau merah (bahaya gerakan tanah). Tanah di lereng berbukitan tersebut tersusun atas timbunan tanah gembur yang menumpang di atas batuan keras atau yang disebut tanah aluvial. Wilayah tersebut seharusnya tidak untuk budi daya seperti permukiman. BNPB mencatat, 47 orang korban tewas dan 15 orang dinyatakan hilang akibat gerakan tanah tersebut Sumber :

10 FENOMENA GERAKAN TANAH DI INDONESIA Gerakan Tanah di Jalur Soreang-Ciwidey, Jawa Barat (2012) Hujan yang mengguyur Bandung Raya sejak Sabtu (17/11/2012) hingga Minggu (18/11/2012) menyebabkan gerakan tanah di Kelurahan Sadu, Soreang. Akibatnya, badan jalan raya Soreang- Ciwidey tertimbun longsoran sepanjang 100 meter sehingga akses transporasi terputus. Setelah 30 jam, badan jalan ini bisa dilalui kendaraan. Sumber:

11 MATERI 2 PENDEKATAN ANALISIS GERAKAN TANAH EVALUASI BAHAYA DAN RISIKO GERAKAN TANAH ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH

12 EVALUASI BAHAYA DAN RISIKO GERAKAN TANAH SKEMA PENDEKATAN EVALUASI BAHAYA DAN RISIKO GERAKAN TANAH Sumber : UN The international Strategy for Disaster Reduction (ISDR 2009)

13 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH DALAM KONDISI BASELINE Sumber : Abella dan Westen (2007)

14 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH DALAM KONDISI BASELINE Pengumpulan Data Historis 1 Pelingkupan Analisis 2 Analisis Indikator Baseline 3 Pengumpulan terhadap 2 jenis data yaitu: Data masukan: untuk analisis baseline harus melingkupi wilayah kajian dengan spasi data tergantung pada ketersediaan data dan skala kajian. Pada analisis bersifat spasial dalam lingkup yang relatif luas, data yang perlu dikumpulkan meliputi data kondisi geologi, topografi, dan guna lahan. Data verifikasi: untuk verifikasi hasil kajian bahaya longsor dapat menggunakan beberapa alternatif data historis, antara lain catatan historis mengenai kejadian gerakan tanah di wilayah kajian dan juga peta kerentanan gerakan tanah yang diterbitkan oleh instansi terkait. Lingkup spasial analisis disesuaikan dengan lingkup kajian dan tidak dibatasi oleh baik wilayah administratif maupun wilayah hidrogeologis. Lingkup spasial tersebut disajikan dalam peta yang memiliki skala sesuai dengan tingkatan tata ruang yang dikaji. Sehingga data spasial yang diperlukan memiliki resolusi yang sesuai dengan skala peta tersebut. Data yang digunakan dalam menghasilkan indeks bahaya gerakan tanah, yaitu: 1. Kondisi fisik, dihitung menggunakan tingkat sudut kemiringan, pengaturan geologi, dan indikator penggunaan lahan. Kombinasi faktor-faktor tersebut disebut indeks kerentanan. 2. Faktor pemicu, dihitung menggunakan indikator gempa bumi dan indikator curah hujan. Setiap indikator dikalikan dengan faktor bobot untuk menjelaskan sejauh mana kontrol indikator ini terhadap bahaya gerakan tanah yang disebabkan. Sumber : Abella dan Westen (2007)

15 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH DALAM KONDISI BASELINE Penghitungan indeks kerentanan akibat faktor kondisi 4 Penghitungan indeks curah hujan akibat faktor pemicu kondisi baseline 5 Penghitungan untuk indeks kerentanan menggunakan faktor-faktor kondisi fisik, antara lain: 1. Tingkat sudut kemiringan lereng : dihitung dari peta topografi digital dengan resolusi spasial 25m. 2. Kondisi Geologi : dasar untuk menentukan bobot dalam faktor geologi adalah estimasi uniaxial compressive strength yang memiliki hubungan yang kuat dengan kekuatan kohesif dalam mekanika batuan (Hoek, et al 1998). 3. Guna Lahan : bobot untuk indikator penggunaan lahan dan kelas disesuaikan menurut kerentanan masing-masing guna lahan terhadap gerakan tanah. Perhitungan indeks menggunakan data curah hujan yang diolah dengan cara downscaled dari data dasar dari tahun 1981 ke Frekuensi curah hujan yang berada di atas ambang batas dihitung berdasarkan data dasar. Metode linear maksimum digunakan untuk standarisasi nilai input dengan membagi mereka dengan frekuensi maksimum Sumber : Abella dan Westen (2007)

16 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH DALAM KONDISI BASELINE Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 Penghitungan indeks bahaya dilakukan dengan cara analisis tumpang tindih berbasis GIS antara faktor kondisi dan juga faktor pemicu yang sudah dibobotkan sebelumnya. Bahaya gerakan tanah realistis pada 0 o lereng datar - 10 o dihilangkan dengan mengusulkan fungsi filter. Metode standardisasi dan faktor bobot dirangkum dalam tabel dengan rincian dijelaskan secara terpisah di bawah ini: INDIKATOR (MIRING) DAN FAKTOR PEMBOBOTAN SERTA METODA PEMBAKUAN Faktor Pembobotan Kondisi Metoda Pembakuan 0.5 Lerengan Cekung (concave) 0.2 Pemanfaatan Lahan Pemeringkatan 0.3 Tataan Geologi Pemeringkatan Faktor pembobotan Faktor Pemicu Metoda Pembakuan 1 : di peta dasar 0.5 : di peta proyeksi Frekuensi munculnya ambang curah hujan di periode baseline Maksimum 0.0 : di peta dasar 0.5 : di peta proyeksi Sumber : Abella dan Westen (2007) Persentase peningkatan ambang curah hujan yang dihasilkan oleh pemodelan proyeksi Maksimum Sumber : Abella dan Westen (2007)

17 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH DALAM KONDISI BASELINE Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 Luaran peta bahaya gerakan tanah pada periode baseline 7 Penghitungan indeks bahaya dilakukan dengan cara analisis tumpang tindih berbasis GIS antara faktor kondisi dan juga faktor pemicu yang sudah dibobotkan sebelumnya. Bahaya gerakan tanah realistis pada 0 o lereng datar - 10 o dihilangkan dengan mengusulkan fungsi filter. Metode standardisasi dan faktor bobot dirangkum dalam tabel dengan rincian dijelaskan secara terpisah di bawah ini: Hasil perhitungan tumpang tindih berbasis GIS yang didapatkan dalam proses penghitungan indeks bahaya gerakan tanah kemudian distandarisasi dari nilai awal ke kisaran nilai 0-1 kemudian nilai masing-masing indikator yang telah distandarisasi akan dikategorikan dalam 5 kelas (sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi) Sumber : Abella dan Westen (2007)

18 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH DALAM KONDISI PROYEKSI 1. Pengumpulan Data Historis 3. Analisis Indikator 2. Pelingkupan Analisis (Spasial, Skala, Proyeksi) 4. Faktor Kondisi 5. Faktor Pemicu Indeks Kelerengan Indeks Geologi Indeks Guna Lahan Data Curah Hujan Baseline Iterasi setiap komponen modelskenario 30x Penjumlahan Bobot Indeks Curah Hujan Baseline Peningkatan Curah Hujan Indeks Kerentanan Longsor 50% 50% Indeks Curah Hujan Proyeksi Indeks Bahaya Longsor Proyeksi 7. Peta Bahaya Longsor Proyeksi Sumber : Abella dan Westen (2007)

19 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Studi Integrasi Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Kebijakan Perencanaan Tata Ruang (Fase 1) Komponen 1 Kajian Risiko Iklim ditinjau dari sisi Perencanaan Tata Ruang di Daerah Studi Terpilih Kajian Bahaya Tanah Longsor Wilayah 1 (Daerah Studi DAS Bengawan Solo) Pengumpulan Data Historis 1 Peta geologi dari Badan Geologi - Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. Skala peta 1: Digital Elevation Model (DEM), sebagai data topografi dari Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia. Resolusi awal DEM adalah 10 meter dan diubah menjadi 25 meter. Rekaman sejarah tanah longsor yang dapat diunduh dari dan data pengamatan di Kabupaten Wonogiri untuk tahun dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG-ESDM). Peta pemanfaatan lahan DAS Bengawan Solo dari BIG Indonesia. Skala peta 1: Data dari satelit penelitian Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dengan resolusi 0.25 o, yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman mengenai sebaran dan keberubahan curah hujan. Data satelit ini merupakan hasil kerjasama antara National Aeronautics and Space Administrasion (NASA) di Amerika Serikat dengan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). Data dapat diunduh dari Data curah hujan dengan skala yang telah diperkecil diperoleh dari pemodelan proyeksi perubahan iklim. Data ini merupakan keluaran Climate Team dengan skala yang sesuai dengan TRMM. Peta kerentanan tanah longsor wilayah Jawa Timur yang diperoleh dari PVMBG (2013). Skala peta 1: Sumber: LAPI ITB, 2014

20 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Pelingkupan Analisis 2 Lingkup spasial analisis : DAS Bengawan Solo mencakup 16 daerah administrasi. Kabupaten Wonogiri, Ponorogo, Karanganyar, Boyolali, Sragen, dan Klaten terletak di hulu, di bagian selatan DAS. Kabupaten Sukoharjo, Surakarta, Ngawi, Madiun, Magetan, dan Blora berada di tengah DAS, sementara Bojonogero, Tuban, Lamongan, dan Gresik terletak di wilayah hilir di bagian selatan PETA LOKASI WILAYAH DAS BENGAWAN SOLO Sumber: LAPI ITB, 2014

21 Standardized Valude ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Analisis Indikator Baseline 3 KONDISI FISIK: TINGKAT SUDUT KEMIRINGAN LERENG Derajat lerengan hasil perhitungan dari peta topografi DEM Penghitungan indeks kerentanan akibat faktor kondisi 4 1 Nilai baku sudut lerengan Sumber: LAPI ITB, Materi 60 2: Pendekatan Slope Angel (degree)

22 Analisis Indikator Baseline 3 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 KONDISI FISIK: TINGKAT SUDUT KEMIRINGAN LERENG Penghitungan indeks kerentanan akibat faktor kondisi 4 Sumber: LAPI ITB, 2014

23 Analisis Indikator Baseline 3 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 KONDISI FISIK: TATANAN GEOLOGI Penghitungan indeks kerentanan akibat faktor kondisi 4 Sumber: LAPI ITB, 2014

24 Analisis Indikator Baseline 3 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 KONDISI FISIK: PEMANFAATAN LAHAN Penghitungan indeks kerentanan akibat faktor kondisi 4 Sumber: LAPI ITB, 2014

25 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Analisis Indikator Baseline 3 Penghitungan indeks kerentanan akibat faktor kondisi 4 KONDISI FISIK: PEMANFAATAN LAHAN NILAI BAKU PEMANFAATAN LAHAN Pemanfaatan Lahan Nilai Baku Rawa Badan air Hutan Ladang semak tak tergarap Padang rumput Tanah pertanian Ladang Sawah Tanaman kecil/huma Daerah perkotaan Sumber: LAPI ITB, 2014

26 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Analisis Indikator Baseline 3 Ambang Curah Hujan FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN Penghitungan indeks curah hujan akibat faktor pemicu kondisi baseline 5 Curah hujan puncak dan jeda basah dalam sejarah kasus gerakan tanah Sumber: LAPI ITB, 2014

27 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Analisis Indikator Baseline 3 Analisis Data Baseline FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN Penghitungan indeks curah hujan akibat faktor pemicu kondisi baseline 5 Frekuensi curah hujan TRMM di atas ambang untuk periode baseline Sumber: LAPI ITB, 2014

28 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Analisis Indikator Baseline 3 Penghitungan indeks curah hujan akibat faktor pemicu kondisi baseline 5 Analisis Data Baseline FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN Indikator Curah Hujan yang Dibakukan untuk Periode Baseline Sumber: LAPI ITB, 2014

29 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO) Analisis Indikator Baseline 3 Analisis Data Proyeksi FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN Penghitungan indeks curah hujan akibat faktor pemicu kondisi baseline 5 Persentase anggota yang menunjukkan kenaikan frekuensi ambang curah hujan yang memicu tanah longsor untuk a) , b) dan c) Sumber: LAPI ITB, 2014

30 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Analisis Indikator Baseline 3 Analisis Data Proyeksi FAKTOR PEMICU: CURAH HUJAN Penghitungan indeks curah hujan akibat faktor pemicu kondisi baseline 5 Indikator curah hujan yang telah dibakukan untuk periode proyeksi a) , b) dan c) Sumber: LAPI ITB, 2014

31 Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 INDEKS KERENTANAN Sumber: LAPI ITB, 2014

32 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 Luaran peta bahaya gerakan tanah pada periode baseline 7 INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE Sumber: LAPI ITB, 2014

33 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 Luaran peta bahaya gerakan tanah pada periode baseline 7 INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE Peta Bahaya untuk Kabupaten Ponorogo, Magetan, dan Madiun Sumber: LAPI ITB, 2014

34 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 Luaran peta bahaya gerakan tanah pada periode baseline 7 INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE Sumber: LAPI ITB, 2014

35 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 Luaran peta bahaya gerakan tanah pada periode baseline 7 INDEKS BAHAYA PADA PERIODE BASELINE Peta Tindih antara Indeks Bahaya dan Data Peristiwa Gerakan Tanah di Kab. Wonogiri Sumber: LAPI ITB, 2014

36 Penghitungan INDEKS BAHAYA gerakan tanah 6 Luaran peta bahaya gerakan tanah pada periode PROYEKSI 7 ANALISIS TINGKAT BAHAYA GERAKAN TANAH STUDI LAPI ITB (KAJIAN GERAKAN TANAH : DAS BENGAWAN SOLO), 2014 INDEKS BAHAYA PADA PERIODE PROYEKSI Indeks bahaya tanah longsor pada periode proyeksi a) , b) , and c) Sumber: LAPI ITB, 2014

37 TERIMA KASIH

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH Usaha Pemahaman terhadap Stabilitas Lereng dan Longsoran sebagai Langkah Awal dalam Mitigasi Bencana Longsoran Imam A. Sadisun* * Departmen Teknik Geologi - Institut Teknologi Bandung * Pusat Mitigasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Oleh : Baba Barus Ketua PS Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Diskusi Pakar "Bencana Berulang di Jabodetabek:

Lebih terperinci

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah. DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah. Disusun Oleh : 1. Luh Juita Amare Putri 22020112120009 2. Meiriza Ida W.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan Standar Nasional Indonesia Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan ICS 13.200 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat memiliki potensi tinggi dalam bahaya-bahaya alam atau geologis, terutama tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Direktorat Geologi Tata Lingkungan

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lereng dan Kategorinya Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi (Das 1985). Lereng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering melanda daerah perbukitan di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Kerusakan yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsor atau landslide merupakan suatu proses pergerakan massa tanah, batuan, atau keduanya menuruni lereng di bawah pengaruh gaya gravitasi dan juga bentuklahan yang

Lebih terperinci

BAB IV STUDI LONGSORAN

BAB IV STUDI LONGSORAN BAB IV STUDI LONGSORAN A. Teori Dasar Fell drr. (2008) mendefinisikan longsoran sebagai pergerakan massa batuan, debris, atau tanah ke bawah lereng. Pergerakan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

Bab IV STABILITAS LERENG

Bab IV STABILITAS LERENG Bab IV STABILITAS LERENG PENDAHULUAN Permukaan tanah tidak horisontal gravitasi enderung menggerakkan tanah kebawah >>> perlawanan geseran tidak mampu menahan longsor. Analisis stabilitas pada permukaan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1452 K/10/MEM/2000 TANGGAL : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH I. PENDAHULUAN Keperluan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode 2011-2015 telah terjadi 850 kejadian bencana tanah longsor di Indonesia (BNPB, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geomorfologi adalah salah satu hal yang menjadi dasar dalam ilmu geologi, karena geomorfologi dapat dijadikan panduan dalam pemetaan geologi, selain itu pengamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah PENDAHULUAN 1.1 Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI 13-7124-2005 Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsorlahan (landslide) mewakili bencana yang luas pada wilayah pegunungan dan perbukitan yang telah menyebabkan hilangnya nyawa dan kerusakan material. DAS kodil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Hal ini mendorong masyarakat disekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Longsorlahan Gerakan tanah atau yang lebih umum dikenal dengan istilah Longsorlahan (landslide) adalah proses perpindahan matrial pembentuk lereng berupa suatu massa tanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Palopo merupakan kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan sebagai kota otonom berdasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Mamasa

Lebih terperinci

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO Peristilahan & Pengertian Longsor = digunakan untuk ketiga istilah berikut : Landslide = tanah longsor Mass movement = gerakan massa Mass wasting = susut massa Pengertian

Lebih terperinci

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung. DEFINISI Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung. Rangers, 1975 : Proses yang terjadi dibawah pengaruh gravitasi tanpa adanya media transportasi / merupakan bagian dari turunnya

Lebih terperinci

GEOTEKNIK dan GEOMEKANIK

GEOTEKNIK dan GEOMEKANIK 1 GEOTEKNIK dan GEOMEKANIK oleh: Prof. Dr. H. R.Febri Hirnawan, Ir., Zufialdi Zakaria, Ir., MT 1. PENDAHULUAN Geoteknik merupakan perangkat lunak (ilmu) untuk kepentingan manusia dalam mencapai keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Gerakan tanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula dikarenakan pengaruh gravitasi, arus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan secara global belakangan ini. Meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer adalah pertanda iklim

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bencana kebumian yang selalu terjadi di Indonesia, khususnya pada musim hujan. Longsorlahan sering terjadi pada daerah perbukitan

Lebih terperinci

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA Disampaikan pada Workshop Mitigasi dan Penanganan Gerakan Tanah di Indonesia 24 Januari 2008 oleh: Gatot M Soedradjat PUSAT VULKANOLOGI DAN MITIGASI BENCANA GEOLOGI Jln.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses yang terjadi alami atau diawali oleh tindakan manusia dan menimbulkan risiko atau bahaya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana longsor lahan (landslide) merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Longsor lahan mengakibatkan berubahnya bentuk lahan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Pada tahun 2016 di Bulan Juni bencana tanah longsor menimpa Kabupaten Purworejo,

Lebih terperinci

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai) Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten ) Risma, Paharuddin, Sakka Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unhas risma.fahrizal@gmail.com Sari Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI 1) Ika Meviana; 2) Ulfi Andrian Sari 1)2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) imeviana@gmail.com;

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan pertumbuhan penduduk di kota Semarang, maka diperlukan sarana jalan raya yang aman dan nyaman. Dengan semakin bertambahnya volume lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tabel 2. 1 Faktor-Faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Tabel 2. 1 Faktor-Faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Faktor-Faktor Penyebab dan Pemicu Tanah Longsor Highland dan Bobrowsky (2008) menjelaskan faktor-faktor penyebab dan pemicu tanah longsor. Faktor-faktor penyebab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Longsor dalam kajian Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang

Lebih terperinci

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *)

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *) STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO Oleh : Rhenny Ratnawati *) Abstrak Sumber air pada DAS Bengawan Solo ini berpotensi bagi usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan sumber

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Pemetaan Daerah Rawan PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Moch. Fauzan Dwi Harto, Adhitama Rachman, Putri Rida L, Maulidah Aisyah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang dan Penataan Ruang Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Banyumas menyatakan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang

Lebih terperinci

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah Kuliah ke 5 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah Bencana longsor adalah bencana

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA Oleh: Subagyo Pramumijoyo dan Dwikorita Karnawati Jurusan Teknik Geologi, Fakulta Teknik, Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Bencana alam seperti gerakan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsorlahan Menurut Suripin (2002) dalam (Anjas. A, 2012) Longsor lahan merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan & Sasaran... 3 1.3.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Hidrologi sebagai cabang ilmu yang basisnya adalah pengukuran Fenomena Alam, dihadapkan pada tantangan bagaimana memodelkan atau memprediksi proses hidrologi pada

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI BIDANG BINA PENGEMBANGAN GEOLOGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Latar Belakang Secara

Lebih terperinci

ANALISIS KERENTANAN GERAKAN TANAH (LONGSOR) DENGAN MENGGUNAKAN SIG

ANALISIS KERENTANAN GERAKAN TANAH (LONGSOR) DENGAN MENGGUNAKAN SIG ANALISIS KERENTANAN GERAKAN TANAH (LONGSOR) DENGAN MENGGUNAKAN SIG Pengertian Umum Gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Bengawan Solo adalah sungai terpanjang di Pulau Jawa, Indonesia dengan panjang sekitar 548,53 km. Wilayah Sungai Bengawan Solo terletak di Propinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan kehidupan

Lebih terperinci

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL Oleh: Wahyu Widiyatmoko 1, Suhadi Purwantara 2 1 Mahasiswa S2 Geo-Information for Spatial Planning

Lebih terperinci

POTENSI LONGSOR DAERAH MANINJAU BERDASARKAN PENGINDERAAN JAUH

POTENSI LONGSOR DAERAH MANINJAU BERDASARKAN PENGINDERAAN JAUH Potensi Longsor Daerah Maninjau Berdasarkan...(M. Natsir) POTENSI LONGSOR DAERAH MANINJAU BERDASARKAN PENGINDERAAN JAUH M. Natsir Peneliti PUSTEKDATA, LAPAN e-mail: mohnatsir@yahoo.com RINGKASAN Telah

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CAT Karanganyar-Boyolali merupakan cekungan airtanah terbesar di Jawa Tengah, dengan luasan cekungan sebesar 3.899 km 2, dengan potensi airtanah yang sangat melimpah.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR FOTO... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 Apakah Erosi Tanah? Erosi tanah adalah proses geologis dimana partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci