: JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI"

Transkripsi

1

2 VOL 1 ISSN : : JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI TAHUN Analisa Perbandingan Perhitungan Kapasitas Metode MKJI 1997 Dengan Perhitungan Kapasitas menggunakan Metode Greenshields, Greenberg dan Underwood (Donny DJ Leihitu, ST, MT) 2. Perilaku Kolom Baja Profil Siku Tersusun Empat Menggunakan Software ANSYS 11 ( Lilis Indriani, ST, MT) 3. Analis Tarif Angkutan Kapal Layar Motor di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan (Studi Kasus Kapal Layar Motor 36 GT) (Bagus Subaganata, ST, MT) 4. Penggunaan Abu Sekam Padi Sebagai Filler Pada Campuran Hot Roller Sheet (HRS) ( Siti Nurraj ah Wati, ST) FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS DARWAN ALI VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012

3

4 DEWAN REDAKSI UNIVERSITAS DARWAN ALI 1. KETUA : DONNY DJ LEIHITU, ST,MT 2. SEKRETARIS : LILIS INDRIANI, ST, MT 3. ANGGOTA : 1. BAGUS SUBAGANATA, ST, MT 2. SITI NURRAJ AH WATI, ST 3. BUDI TJAHJONO, SSi, ST 4. MUHAMMAD NUR KAMALI, ST

5 KATA PENGANTAR Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rahmat dan karunia Nya sehingga Jurnal dengan judul Jurnal Penelitian Dosen Fakultas Teknik Universitas Darwan Ali Volume 1. dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan Jurnal ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari, meskipun dalam penyusunan Jurnal ini sudah berusaha semakimal mungkin tetapi tetap tidak luput dari kekurangan, kelemahan dan bahkan kekeliruan. Oleh karenanya segala kritik dan saran yang bersifat membangun bagi kesempurnaannya sangat diharapkan dan akan diterima dengan tangan terbuka. Akhir kata, semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua. Kuala Pembuang, Januari 2012 DEWAN REDAKSI

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DEWAN REDAKSI DAFTAR ISI 1. Analisa Perbandingan Perhitungan Kapasitas Metode MKJI 1997 Dengan Perhitungan Kapasitas Menggunakan Metode Greenshields, Greenberg dan Underwood (Donny DJ Leihitu, ST, MT) 2. Permodelan Kolom Baja Profil Siku Tersusun Dengan Variasi Pelat Kopel Menggunakan Software ANSYS 11 (Lilis Indriani, ST, MT) 3. Analis Tarif Angkutan Kapal Layar Motor di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan (Studi Kasus Kapal Layar Motor 34 GT) (Bagus Subaganata, ST, MT) 4. Penggunaan Abu Sekam Padi Sebagai Filler Pada Campuran Hot Roller Sheet (HRS) (Siti Nurraj ah Wati, ST) i ii iii

7 ANALISA PERBANDINGAN PERHITUNGAN KAPASITAS METODE MKJI 1997 DENGAN PERHITUNGAN KAPASITAS MENGGUNAKAN METODE GREENSHIELDS, GREENBERG DAN UNDERWOOD Oleh : Donny Dwy Judianto Leihitu, ST, MT Staf Pengajar di Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Unversitas Darwan Ali Jl. Ahmad Yani No 1 Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan e- mail : donny_djleihitu@yahoo.com Abstrak Perhitungan Kapasitas suatu jalan diperlukan untuk mendapatkan hasil berupa kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam), atau dengan mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan digunakan satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan kapasitas maka kapasitas menggunakan satuan mobil penumpang per jam atau (smp)/jam. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 dan model pendekatan lalu lintas melalui model Linier Greenshields, Greenberg dan Underwood memberikan pedoman pedoman untuk mendapatkan Kapasitas dari suatu ruas jalan. Dari hasil penelitian di Jalan Ahmad Yani Kuala Pembang Kabupaten Seruyan model Linier Greenshields dengan R 2 = mendapatkan kapasitas/volume maksimum = smp/jam, model Greenberg dengan nilai R 2 = mendapatkan kapasitas/volume maksimum = smp/jam, dan model Underwood dengan Nilai R 2 = , mendapatkan kapasitas/volume maksimum = smp/jam, sedangkan dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI 1997 mendapatkan nilai Kapasitas sebesar = smp / jam. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesi (MKJI 1997) dengan Pemodelan Linier Greenshields, Model Greenberg dan Model Underwood. Ini disebabkan latar belakang pemodel yang digunakan banyak yang berasal dari penelitian jalan jalan di luar negeri sedangkan untuk Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) menggunakan penelitiannya menggunakan karateristik jalan yang ada di Indonesia. I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pergerakan kendaraan, manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya memerlukan penyediaan sarana dan prasarana Transportasi yang memadai dan maksimal, yang diharapkan dapat menunjang kemajuan pembangunan di suatu daerah baik perkotaan maupun pedesaan. Bidang transportasi dengan berbagai macam permasalahannya perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak baik masyarakat sebagai pengguna maupun pemerintah sebagai penyelenggara. Kuala Pembuang sebagai ibu kota kabupaten Seruyan merupakan salah satu daerah yang berkembang dengan adanya percepatan pembangunan disegala bidang, diantaranya pembangunan pasar Saik, pembangunan pelabuhan Segintung dan pengembangan bandar udara Kuala Pembuang. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan transportasi khususnya peningkatan volume lalu lintas, apalagi dengan terbukanya akses jalan dan jembatan Sei Seruyan menuju ke Kuala Pembuang. Sebagai kota yang belum banyak mengalami permasalahan serius mengenai arus lalu lintas, Kuala Pembuang perlu mendapatkan management lalu lintas mulai dari sekarang dengan memperhitungkan kondisi volume, kecepatan dan kepadatan lalu lintas yang ada sehingga kapasitas jalan yang tidak seimbang dengan arus lalu lintas yang menjadi permasalahan dalam bidang transportasi bisa diantisipasi sejak dini. Jalan Ahmad Yani dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan jalan ini adalah jalan utama di Kota Kuala Pembuang yang merupakan urat nadi pergerakan transportasi dan ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam management lalu lintas. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut : Seberapa besar perbandingan Perhitungan kapasitas jalan dengan menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood dan perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 di ruas jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan I.3 Pembatasan Masalah Ruang lingkup permasalah pada penelitian ini perlu diadakan pembatasan dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tenaga serta biaya, adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian hanya dilakukan pada ruas jalan AhmadYani Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 1

8 2. Perhitungan Kapasitas Jalan dilakukan dengan menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood serta Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI 1997). I.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan dengan menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood dan dibandingkan dengan kapasitas jalan yang dihitung dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI 1997) I.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi Kapasitas jalan Ahmad Yani kepada Pemerintah Kabupaten Seruyan yang nantinya dapat dipergunakan dalam managemen lalu lintas yang efektif dan efisien. 2. Mengetahui perbandingan perhitungan kapasitas yang menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood dengan perhitungan kapasitas yang dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI 1997). 3. Dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian penelitian selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Volume Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada segmen jalan dalam interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam kendaraan per satuan waktu. Satuannya adalah kendaraan/jam atau kendaraan/hari. II.2. Kecepatan Kecepatan menggambarkan tingkat pergerakan kendaraan yang dinyatakan dalam jarak tempuh persatuan waktu atau nilai perubahan jarak terhadap waktu. Satuannya adalah kilometer/jam, meter/detik. II.3. Kepadatan Kepadatan diartikan sebagai jumlah kendaraan yang ada pada satu ruas jalan raya atau lajur biasanya dinyatakan dalam rata rata jumlah kendaraan persatuan panjang jalan. Kepadatan sukar diukur secara langsung tetapi dapat dihitung dari kecepatan dan volume dengan : Volume/ Kecepatan II.4. Kapasitas Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang melewati suatu titik jalan yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya) Kapasitas suatu jalan biasanya dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang/jam (smp/jam). II.5. Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan adalah rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan dalam smp/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk untuk analisa perilaku lalu lintas berupa kecepatan. II.6. Kendaraan Bermotor (Satuan Mobil Penumpang) Satuan mobil penumpang adalah satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP) (MKJI 1997). Penggunaan ini dimaksudkan agar analisis lalu lintas mudah dilakukan. Faktor satuan mobil penumpang (smp) masing-masing kendaraan bermotor menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), untuk jalan perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Kendaraan Berat (HV) = 1,30 2. Kendaraan Ringan (LV) = 1,00 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk menghitung kapasitas suatu ruas jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) untuk daerah perkotaan adalah sebagai berikut: Dimana: C = Kapasitas (smp/jam) C 0 = Kapasitas Dasar (smp/jam) FC W = Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu- Lintas FC SP = Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (hanya untuk jalan tak terbagi) FC SF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota FC CS C = C 0 x FC w x FC SP x FC SF x FC CS II.8. Hubungan Matematis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas Karakteristik arus lalu lintas sangat perlu dipelajari dalam menganalisis arus lalu lintas. Untuk dapat mempresentasikan karakteristik arus lalu lintas dengan baik, dikenal tiga parameter utama yang saling berhubungan secara matemastis satu dengan yang lainnya Hubungan matematis antara kecepatan, arus, dan kepadatan dapat dinyatakan dengan persamaan (2.1) berikut:.(2.1) V = D. S Dimana: V = Arus (smp/jam) D = Kepadatan (kend/km) S = Kecepatan (Km/Jam) Hubungan matematis antar parameter tersebut dapat juga dijelaskan dengan menggunakan Gambar 2.1 yang memperlihatkan bentuk umum hubungan matematis antara Kecepatan Kepadatan (S D), Arus Kepadatan (V D), dan Arus Kecepatan (V S). UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 2

9 Gambar 2.1 Hubungan matematis antar arus/volume, kecepatan dan kepadatan. Dimana: Vmaks = Kapasitas atau volume maksimum Sm = Kecepatan pada kondisi volume lalu lintas maksimum Dm = Kepadatan pada kondisi volume lalu lintas maksimum Sff = Kecepatan pada kondisi volume lalu lintas sangat rendah Dj = Kepadatan kondisi volume lalu lintas macet total. Hubungan matematis antara kecepatan kepadatan monoton ke bawah yang menyatakan bahwa apabila kepadatan lalu lintas meningkat, maka kecepatan akan menurun. Volume lalu lintas akan menjadi nol apabila kepadatan sangat tinggi sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan kendaraan untuk bergerak lagi. Kondisi seperti ini dikenal dengan kondisi macet total. Apabila kepadatan meningkat dari nol, maka kecepatan akan menurun sedangkan volume lalu lintas akan meningkat. Apabila kepadatan terus meningkat, maka akan dicapai suatu kondisi dimana peningkatan kepadatan tidak akan meningkatkan volume lalu lintas, malah sebaliknya akan menurunkan volume lalu lintas (lihat gambar 2.1). titik maksimum volume lalu lintas tersebut dinyatakan dengan kapasitas arus. Ada tiga jenis model yang dapat digunakan untuk mempresentasikan hubungan matematis antara ke tiga parameter tersebut, yaitu: II.9. Model Greenshields Greenshields merumuskan bahwa hubungan matematis antara Kecepatan Kepadatan diasumsikan linear (Ofyar Tamin, 2000), seperti yang dinyatakan dalam persamaan (2.2). S = Sff Dimana:. D....(2.2) S = Kecepatan (km/jam) Sff = Kecepatan pada saat kondisi lalu lintas sangat rendah atau pada kondisi kepadatan mendekati nol atau kecepatan mendekati nol atau kecepatan arus bebas (km/jam) Dj = Kepadatan pada kondisi arus lalu lintas macet total (kend/km) Hubungan matematis antara Arus Kepadatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan selanjutnya dengan memasukan persamaan (2.2) ke persamaan (2.1), maka bisa diturunkan persamaan (2.3) (2.4). S =.. (2.3) = Sff. D. (2.4) V = D. Sff. D². (2.5) Persamaan (2.5) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus- Kepadatan. Kondisi arus maksimum (V M ) bisa didapat pada saat arus D = D M. Nilai D = D M bisa di dapat melalui persamaan. Hubungan matematis antara Arus- Kecepatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan dengan memasukan ke dalam persamaan (2.6) ke persamaan (2.6), maka bisa diturunkan melalui persamaan (2.7) (2.9). D =. (2.6) S = Sff..... (2.7) = Sff S (2.8). V = Dj. S. S².... (2.9) Persamaan (2.9) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus Kecepatan. Kondisi arus maksimum/ Kapasitas (V M ) didapat dengan persamaan: V =....(2.10) Kondisi kepadatan maksimum (D M ) didapat dengan persamaan: D =.....(2.11) Kondisi kecepatan pada saat arus maksimum (S M ) didapat dengan persamaan: S = (2.12) II.10. Model Greenberg Greenberg mengasumsikan bahwa hubungan matematis antara Kecepatan Kepadatan bukan merupakan fungsi linear melainkan fungsi logaritmik (Ofyar Tamin, 2000). D = C. e. (2.13) Dimana C dan b bukan merupakan konstanta. Jika persamaan (2.13) dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan (2.13) dapat dinyatakan kembali sebagai persamaan (2.14), sehingga hubungan matematis antara Kecepatan Kepadatan selanjutnya dinyatakan dalam persamaan (2.16). Ln D = Ln C + bs.. (2.14) bs = Ln D Ln C0...(2.15) S =.. (2.16) Hubungan matematis antara Arus Kepadatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan dengan memasukan persamaan (2.16) ke persamaan (2.20), maka bisa diturunkan persamaan (2.17) (2.18). =. (2.17) V =. Ln C b....(2.18) Persamaan (2.18) adalah persamanan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus Kepadatan. Hubungan matematis antara Arus Kecepatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan selanjutnya dengan memasukkan persamaan (2.6) ke persamaan (2.16), maka bisa diturunkan persamaan (2.19) - (2.20). = C. e (2.19) V = S. C. e.....(2.20) Persamaan (2.20) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus Kecepatan (Kapasitas). UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 3

10 Model Greenberg tidak valid untuk kepadatan yang kecil, untuk D = (mendetaki nol), S =. Kondisi kepadatan maksimum (D M ) didapat dengan persamaan: D = e (2.21) Kondisi kecepatan pada saat arus maksimum (S M ) didapat dengan persamaan: S = (2.23) II.10. Model Underwood Underwood mengasumsikan bahwa hubungan matematis antara Kecepatan Kepadatan bukan merupakan fungsi linear melainkan fungsi eksponensial (Ofyar Tamin,2000). Persamaan dasar model Underwood dapat dinyatakan melalui persamaan (2.24). S = S. e. (2.24) Dimana: S ff = Kecepatan arus bebas D M = Kepadatan pada kondisi arus maksimum Jika persamaan (2.24) dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan (2.24) dapat dinyatakan kembali sebagai persamaan (2.25) sehingga hubungan matematis antara Kecepatan Kepadatan, selanjutnya dapat juga dinyatakan dalam persamaan (2.25). Ln S = Ln Sff... (2.25) Hubungan matematis antara Arus Kepadatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1) dan dengan memasukkan persamaan (2.3) ke persamaan (2.4), bisa diturunkan persamaan (2.26) (2.27). = S. e. (2.26) V = D. S. e... (2.27) Persamaan (2.27) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus Kepadatan. Hubungan matematis antara Arus Kecepatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan selanjutnya dengan memasukan persamaan (2.6) ke persamaan (2.16), bisa diturunkan persamaan (2.280) (2.31). S = S. e...(2.28) Ln S = Ln Sff.... (2.29). = Ln S Ln S.. (2.30) V = S. D (Ln S Ln S)... (.2.31) Persamaan (2.31) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus Kecepatan (Kapasitas). Model Underwood tidak valid untuk kepadatan yang tinggi, karena kecepatan tidak pernah mencapai nol pada saat kepadatan yang tinggi. Kondisi kecepatan pada saat arus maksimum (S M ) didapat dengan persamaan: S = e..(2.32) III. METODOLOGI PENELITIAN III.1. Metode Penelitian Untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini maka metode yang digunakan penulis adalah : 1. Studi literatur 2. Survey lapangan di Jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang Kab Seruyan untuk mendapatkan data primer berupa : volume lalulintas, kecepatan kendaraan ringan, dan data geometrik jalan. 3. Mencari data sekunder mengenai jumlah penduduk kota Kuala Pembuang di Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Seruyan. III.2. Pekerjaan Persiapan Lapangan Sebelum pengambilan data dilapangan maka dilakukan persiapan terlebih dahulu berupa pembuatan batas awal dan akhir pada jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang, diusahkan tanda pembatas yang baik untuk 100 m dapat dilihat oleh pengamat dimana tanda tersebut dibuat dengan menggunakan cat warna merah yang dioleskan pada tempat tempat yang terlihat oleh pengamat. III.3. Waktu Pengambilan Data Pengambilan data primer berupa volume lalu lintas, kecepatan kendaraan ringan, dilakukan secara bersamaan di lokasi penelitian di jalan Ahmad Yani selama 5 hari dari jam Wib sampai dengan Wib, mulai dari tanggal 19 Desember sampai dengan 23 Desember Sedangkan pengambilan data geometrik jalan berupa lebar jalur lalulintas (m), lebar jalan masuk ke jalan utama m), kereb, jarak kereb penghalang (m) dilakukan pada malam sehingga tidak menggangu aktifitas lalulintas pada saat penelitian. III.4. Teknik Pengambilan Data 1. Data Lalulintas kendaraan didapatkan dengan melakukan survey secara manual dijalan Ahmad Yani pada dua jalur jalan mempunyai panjang 100 m. Jalan Ahmad Yani merupakan jalan dengan 4 lajur dan 2 arah, jadi untuk setiap jalur jalan ditempatkan 2 orang pengamat dengan arah yang berbeda dimana mereka bertugas mengamati dan mencatat jenis jenis kendaraan yang lewat beserta jumlahnya pada formulir yang telah disiapkan. 2. Data kecepatan didapatkan dengan metode kendaraan contoh berdasarkan Panduan Survey dan Perhitungan Waktu Perjalanan lalu lintas yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota yaitu dengan menetapkan titik awal dan titik akhir dari rute yang disurvey untuk memperkirakan kondisi lalulintas yang ada, kemudian pegamat yang berada dalam dikendaraan contoh menjalankan stopwacth ketika kendaraan melewati titik awal survey, selanjutnya kendaraan contoh bergerak berjalan pada segmen jalan yang ditentukan yaitu sepanjang 100 m setelah kendaraan melewati titik akhir survey maka stop watch dihentikan dan catat waktu total perjalanan. Karena lokasi survey yang diambil berdekatan maka perhitungan kecepatan dilakukan secara bersamaan dengan masing masing segmen jalan 000 m. 3. Data Geometrik Jalan didapat melalui pengukuran langsung dilapangan, pengukuran meliputi : lebar jalur lalulintas, jumlah dan lebar lajur, jarak antar persimpangan, kondisi kereb, trotoar dan rambu atau marka jalan. UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 4

11 4. Data Populasi jumlah penduduk Kuala Pembuang didapatkan melalui Kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Seruyan Perkiraan untuk model ini, yang persamaannya adalah : Y = ab x.. (3.7) III.5 Metode Analisa Data 1. Analisa Regresi Linier Analisis regresi Linier adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis regresi linier dapat memodelkan hubungan antara dua peubah atau lebih. Pada model ini terdapat peubah tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan fungsional dengan satu atau lebih peubah bebas (x i ). Dalam kasus yang paling sederhana, hubungan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan berikut berikut: Y = A + BX..... (3.1) Dimana: Y = Peubah tidak b X = Peubah bebas A = Konstanta regresi B = Koefisien Regresi Konstanta A dan koefisien regresi B dapat dihitung dari persamaan normal sederhana: Dimana: IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN y = n. A + B. x (3.2) IV. 1. Data Volume Lalu Lintas.. (3.2) xy = A. x + B. x..(3.3)...(3.3) Pengambilan data volume lalu lintas dibagi n = banyaknya sampel Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang meminimumkan total kuadratis residual antara hasil model dengan hasil pengamatan. Nilai Parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan (3.4) dan (3.5) berikut (Tamin, 2000). B = ( ) ( ). ( ) A = ( )( ( )) (. ).(3.4)...(3.5) Cara di atas disebut metode kwadrat terkecil (least square method). 2. Analisa Korelasi Derajat atau tingkat hubungan antara dua variabel diukur dengan Indeks Korelasi, yang disebut sebagai koefisien korelasi dan ditulis dengan symbol R. apabila nilai koefisien korelasi tersebut dikuadratkan (R 2 ), maka disebut sebagai koefisien determinasi yang berfungsi untuk melihat sejauh mana ketepatan fungsi regresi. Nilai koefisien korelasi dapat dihitung dengan memakai rumus : R n n Xi Xi n Yi Yi..(3.6) Dimana : R = koefisien korelasi R 2 = koefisien determinasi XiYi Xi Yi 3. Analisa Regresi Non Linier/Kurva Estimasi Di samping peramalan dengan analisa regresi linier juga dalam penelitian ini dipakai metode regresi non linier atau disebut juga kurva estimasi. Regresi non linier merupakan suatu cara membuktikan suatu hipotesis jika regresi liniernya tidak didapat yaitu dilihat letak titik-titik liniernya dalam diagram sangat menyimpang dari letak titiktitik yang sebenarnya. Oleh karena itu perlu memperbaikinya dengan regresi non linier. Berikut ini adalah beberapa bentuk metode regresi non linier: a. Metode Exponensial 2 Ternyata dapat dikembalikan kepada model linier apabila diambil logaritmanya. Sehingga dalam logaritma persamaannya menjadi : Log Y = Log a + (log b)x.....(3.8) Dan apabila diambil Y = Log Y ; a = Log a ; dan b = Log b, maka diperoleh model liniernya : Y = a + bx..(3.9) b. Metode Logaritmic Taksiran untuk model ini dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : Y = a + b Ln X... (3.10) dalam 4 kelompok lalu lintas yang memberikan pengaruh yang berbeda yaitu : kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV), sepeda motor (MC) dan kendaraan tak bermotor. Data pengamatan dicatat dan dikelompokkan pada setiap arah pergerakan di lembar pengisian data jumlah kendaraan yang sudah disiapkan. Data volume lalu lintas dalam satuan kend / jam dan kemudian dikalikan dengan faktor ekivalen mobil penumpang (emp) sebagai berikut : 1. Kendaraan ringan = 1,0 2. Kendaraan berat = Sepeda motor = 0,4 4. Kendaraan tak bermotor = 1,0 Dari hasil perkalian tersebut didapatkan data volume lalu lintas di jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang. IV.2. Data Waktu Tempuh Kendaraan Data waktu tempuh kendaraan didapatkan dengan cara manual. Perhitungan kecepatan kendaraan didapat dengan menggunakan rumus : d S t... (4.1) Dimana : S = Kecepatan (Km/jam) d = Jarak Tempuh (m) t = Waktu tempuh kendaraan (det) IV.3. Kepadatan Kepadatan kendaraan dihitung dengan membagi volume lalu lintas dengan variabel kecepatan rata-rata dengan menggunakan persamaan di bawah ini: V D S...(4.2) Dimana: D = Kepadatan lalu lintas (kendaraan/km) V = Volume lalu lintas (kendaraan/jam) S = Kecepatan kendaraan (km/jam) UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 5

12 IV.4. Perhitungan Kapasitas ( C ) MKJI 1997 Persamaan yang digunakan C = C 0 x FC w x FC SP x FC SF x FC CS Dimana : C = Kapasitas (smp/jam) Co = Kapasitas Dasar (smp/jam). Digunakan jalan empat-lajur duaarah terbagi dengan kapasitas dasar menurut tabel kapasitas dasar maka didapat, Co = 1650/lajur. FC W = Faktor Penyesuaian Lebar Jalan. Menurut tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalan Lalu-Lintas Perkotaan. Untuk jalan empat-lajur terbagi dengan masing-masing lajur 3 meter, FCw = 0,92 FC SP = Faktor Penyesuaian Pemisah Arah, untuk jalan dengan pembatas median faktor penyesuaian kapasitas pemisahan arah digunakan FC SP = 1,00 FC SF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Bahu Jalan/Kerb. Untuk faktor penyesuaian hambatan samping digunakan faktor penyesuaian hambatan samping untuk jalan dengan kerb, dengan kelas hambatan samping sangat rendah dan dengan jarak antara kerb dan penghalang (pohon) 0,3 meter maka diperoleh FC SF = 0,95 FC CS = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota. Menurut tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota (FC CS ) dengan jumlah penduduk Kuala Pembuang pada tahun 2010 yang berjumlah jiwa, maka digunakan faktor penyesuaian ukuran kota FC CS = 0,86 C = (1650 x 2) x 0.92 x 1 x 0.95 x 0.86 = smp/jam IV.5 Hubungan Matematis Volume, Kecepatan dan Kepadatan dengan Model Linier Greenshields a. Hubungan Kecepatan (S) Kepadatan (D) S = Sff. D Dengan melakukan transformasi linier, persamaan tersebut dapat disederhanakan dan ditulis kembali dengan persamaan linier Y = A + BX dengan mengasumsikan S = Y dan D = X. Dengan mengetahui beberapa set data S dan D yang bisa di dapat dari hasil perhitungan kecepatan dan kerapatan lalu lintas, maka dengan menggunakan bantuan program komputer program SPSS v.17.0, parameter A dan B dapat dihitung menggunakan model linier Greenshields. A. Untuk Hari Senin, 19 Desember 2011 (arah Bundaran I Bundaran II) Perhitungan hubungan Volume, Kecepatan dan Kepadatan lalu lintas dapat dilihat selengkapnya di bawah ini : Dari perhitungan analisa regresi didapat nilai : Nilai A = Nilai B = Sehingga dihasilkan nilai A = S ff = 36,05779 nilai Dj = =. = smp/jam (.) Dengan menggunakan nilai S ff dan nilai Dj, maka dapat ditentukan hubungan matematis antar parameter sebagai berikut : b. Hubungan Kecepatan (S) Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.2) dibawah ini didapat hubungan kecepatan kepadatan : S = S ff,. D = 36,05779 D. Hubungan Volume (V) Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.5) didapat hubungan volume kepadatan : V = D. S ff. D2 V = D. 36,05779,. D2 c. Hubungan Volume (V) Kecepatan (S) Dengan menggunakan persamaan (2.9) didapat hubungan volume kecepatan : V = Dj. S. S 2 V = S.. Kepadatan Maksimum. (D M ) = = = smp/km Kecepatan saat volume maksimum (S M ) = Volume Maksimum (V M ) =. = S = 36, , D =... S2 V = S S 2 = 17,4388 km/jam = smp/jam Kapasitas (C) = Volume Maksimum = smp/jam IV.6. Hubungan Matematis Volume, Kecepatan dan Kepadatan dengan Model Greenberg Greenberg mengasumsikan bahwa hubungan matematis antara Kepadatan dan Kecepatan merupakan fungsi eksponensial. Persamaan dasar model Greenberg dapat dinyatakan melalui persamaan (2.18): D = C. e Dimana: D = Kepadatan Lalu lintas e = Eksponensial S = Kecepatan lalu lintas C dan b = Konstanta A = dan B = sehingga akhirnya didapat nilai b = dan nilai C = e - A/B Dengan transformasi linier, persamaan ini dapat disederhanakan dan ditulis kembali dengan persamaan linier Y = A + BX dengan mengasumsikan S = Y dan LnD = X. Dengan mengetahui beberapa set data S dan D yang bisa didapat dari hasil perhitungan kecepatan dan kerapatan lalu lintas, maka dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS v.17.0, parameter UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 6 V

13 A dan B dapat dihitung menggunakan model Greenberg. B. Untuk Hari Senin, 19 Desember 2011 (arah Bundaran I Bundaran II) Perhitungan hubungan Volume, Kecepatan dan Kepadatan lalu lintas dapat dilihat selengkapnya di bawah ini : Dari hasil perhitungan analisa regresi didapat nilai : Nilai A = Nilai B = Sehingga dihasilkan nilai b = = - 0, nilai C = e ( / ) = 26,91559 dengan menggunakan nilai b dan C, maka dapat ditentukan hubungan matematis antar parameter sebagai berikut : Hubungan Kecepatan (S) Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.16) didapat hubungan kecepatan kepadatan : S = = -10, S = Ln D Hubungan Volume (V) Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.18) didapat hubungan volume kepadatan : V = = - 10, D + 34, D 2 V = 34, D 10, D Ln D Hubungan Volume (V) Kecepatan (S) Dengan menggunakan persamaan (2.20) didapat hubungan volume kecepatan : V = S. C. e bs = S e S Kepadatan maksimum (D M ) = e Ln C 1 = e Ln 26, = 25,91559 smp/km Kecepatan saat volume Maximum (S M ) = -1 / b= - (1/-0,095253) = 10, km/jam Volume Maximum -(0,095253x 10, (V M ) = 26, x e ) = 103, smp/jam Kapasitas (V M ) = smp/jam IV.7. Hubungan Matematis Volume, Kecepatan dan Kepadatan dengan Model Underwood Underwood mengasumsikan bahwa hubungan matematis antara kecepatan dan kepadatan bukan merupakan fungsi linier melainkan fungsi eksponensial. Persamaan dasar model Underwood dapat dinyatakan melalui persamaan (2.27): S = S. e Dimana: D M = Kerapatan pada kondisi arus maksimum S ff = Kecepatan arus bebas Jika persamaan di atas dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan tersebut dapat dinyatakan kembali dengan persamaan di bawah ini sehingga hubungan matematis antara kecepatan kerapatan dinyatakan pada persamaan (2.29) di bawah ini. LnS = LnS Dengan melakukan transformasi linier, persamaan di atas dapat disederhanakan dan ditulis kembali sebagai persamaan linier Yi = A + BXi dengan mengetahui beberapa set data Si dan Di yang bisa didapat dari hasil perhitungan kecepatan dan kerapatan lalu lintas, maka dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS v.17.0, parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai berikut: 1 A = Ln S ff dan B sehingga didapat nilai D M 1 D M dan nilau S ff = e A B A. Untuk hari Senin, 19 Desember 2011 (Bundaran I ke Bundaran II) Perhitungan hubungan volume, kecepatan dan kepadatan lalu lintas dapat dilihat selengkapnya di bawah ini : Dari hasil analisa regresi didapat nilai-nilai parameter A dan B sebagai berikut : Nilai A = 3,73439 Nilai B = Sehingga dihasilkan nilai D M = = smp/km, nilai S ff = e (3,73439) = 41,86253 (5.7) Dengan menggunakan nilai S ff dan D M, maka dapat ditentukan hubungan matematis antarparameter sebagai berikut : Hubungan Kecepatan (C) Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.28) didapat hubungan kecepatan kepadatan : Ln S = Ln S ff = 3, , (5.8) (-0,17969 D) S = 41,86253 e Ln S = 3, ,17969 D Hubungan Volume (V) Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.27) didapat hubungan volume kepadatan : V = D. S ff. e (-0, D) = 41,86253 D e (-0, D) V = 41,86253 D e Hubungan Volume (V) Kecepatan (S) Dengan menggunakan persamaan (2.31) didapat hubungan volume kecepatan : V = S. D M (Ln S ff Ln S) = (S. D M (Ln S ff )) (S. D M (Ln S) V = 20, S 5, S Ln S Kepadatan Maksimum (D M ) = smp / km Ln Sff 1 Kecepatan saat volume maksimum (S M ) = e = e Ln (40,05179)-1 = 14,7339 km/jam Volume Maksimum didapat persamaan = 41, e = smp/jam Kapasitas (V M ) = smp/jam V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan di jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang, maka diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997) mendapatkan nilai UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 7

14 Kapasitas Jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang = smp / jam 2. Untuk Perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan model Linier Greenshileds, Greenberg dan Underwood yang mempunyai nilai koefisien determinasi tertinggi adalah terjadi pada hari Senin tanggal 19 Desember 2011 dengan persamaan : a. Model Linier Greenshields Nilai R 2 = Hubungan Kecepatan (S) Kepadatan (D) S = 36, , D Hubungan Volume (V) Kepadatan (D) V = D D 2 Hubungan Volume (V) Kecepatan (S) V = S S 2 Kapasitas / Volume Maksimum = smp/jam, Kepadatan Maksimum (D M ) = smp / km dan Kecepatan saat volume maksimum (S M )= km/jam. b. Model Greenberg Nilai R 2 = Hubungan Kecepatan (S) Kepadatan (D) S = Ln D Hubungan Volume (V) Kepadatan (D) V = 34, D 10, D Ln D Hubungan Volume (V) Kecepatan (S) V = 26, S e -0, S Kapasitas / Volume Maksimum = smp/jam, Kepadatan Maksimum (D M ) = smp / km dan Kecepatan saat volume maksimum (S M )= km/jam. c. Model Underwood Nilai R 2 = Hubungan Kecepatan (S) Kepadatan (D) (-0,17969 D) S = 41,86253 e Hubungan Volume (V) Kepadatan (D) (-0, D) V = 41,86253 D e Hubungan Volume (V) Kecepatan (S) V = 20, S 5, S Ln S Kapasitas / Volume Maksimum = smp/jam, Kepadatan Maksimum (D M ) = smp / km dan Kecepatan saat volume maksimum (S M )= km/jam. 3. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) dengan Pemodelan Linier Greenshields, Model Greenberg dan Model Underwood. Ini disebabkan latar belakang pemodel yang digunakan banyak yang berasal dari penelitian jalan jalan di luar negeri sedangkan untuk Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) penelitiannya menggunakan karateristik jalan yang ada di Indonesia. 3. Menanbahkan pembanding model lalu lintas yang lebih lagi untuk perhitungan kapasitas jalan seperti Model Nortwestern. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Panduan Survei dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu Lintas, Januari 1990, Dirjen Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Jakarta Anonim, Tata Cara Pelaksanaan Survei Perhitungan Lalu Lintas Cara Manual, Januari 1990, Dirjen Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Jakarta Anonim, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, February 1997, Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Anonim, Rekayasa Lalu Lintas, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Cetakan Pertama, Jakarta Hobbs, F.D Perencanaan Teknik Lalu Lintas, Gadjah Mada University Press, Edisi Kedua, Yogyakarta Khysty, J.C Transportation Engineering An Introduction, Prentice Hall, New Jersey May, A.D Trafic Flow Fundamentals, Prentice-Hall, New Jersey Tamin, O.Z Hubungan Volume, Kecepatan dan Kepadatan Lalu Lintas, Jurnal Teknik Sipil ITB No.3 Wells, G.R Traffic Engineering Griffin London. Leihitu Donny DJ, Skripsi, Studi Hubungan Volume, Kecepatan dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Model Linier Greenshileds Lehitu Donny DJ, Thesis, Analisis Pengaruh Hambatan Samping Terhadap Kinerja Jalan Di Kota Manado (Studi Kasus Jalan Sam Ratulangi) V.2. Saran 1. Analisa perbandingan perhitungan kapasitas dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) dan Pemodelan Linier Greenshields, Model Greenberg dan Model Underwood perlu di teliti lagi dengan kondisi lalu lintas yang padat dan hambatan samping yang tinggi 2. Belum diperlukan pembenahan manajemen lalu lintas di Jalan Ahmad Yani Kota Kuala Pembuang Kab Seruyan karena volume lalu lintas masih sangat rendah. UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 8

15 PERILAKU KOLOM BAJA PROFIL SIKU TERSUSUN EMPAT DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS Lilis Indriani, ST, MT, Abstract At the design standard longitudinal section don t demand rules as pressure axial, so some longitudinal section can bunch become one by connection plate until shape built up column. It give large area, built up column can restrain load and stiffness more great than column singular. Purpose research is know influence configuration profile built up to capacity column built up, know behavior built up column to force pressure axial ultimate, know influence increment variation space couple plate to stiffness column, know pattern stress strain built up column to force pressure axial, pound coefficient factor length buckling (K ) result influence increment variation space couple plate to capacity built up column. Analysis built up column, use model built up column long 1000 mm (L) with couple plate result experimental (Basuki,2007) and variation with Finite Element Analysis (FEA) used ANSYS Ed.9.0 by element SOLID45 for spacing couple plate 1000 mm, spacing variation couple plate 500 mm, 500 mm; spacing variation couple plate 333,33 mm, 333,33 mm, 333,333 mm; spacing variation couple plate 200 mm, 300 mm, 500 mm; spacing variation couple plate 308 mm, 308 mm, 384 mm and variation cross section column. Steel stress yield f y = 322,02 MPa and Modulus Elastisitas E = ,9 MPa. Find result from Finite Element Analysis: column model A shape box four profile angel with inersia moment ,33 mm 4 to column model B shape box four profile angel up side down with inersia moment ,6 mm 4, ratio inersia moment 1,143 will increase load critical 0,865%, load yield 0,219%, load ultimate 0,701% and stiffness 1,962% model A than model B. Column with used four couple plate distance uniform will load critical increase 13,636%, load yield increase 0,291%, load ultimate down 0,319% and stiffness increase 5,686% from column with used four couple plate distance not uniform. Stress softening column used two couple plate to strain more 0,200 and stress softening column used more two couple plate distance not uniform to strain less 0,200. Coefficient factor length buckling for load yield 0,629. L model A and 0,630. L model B, coefficient factor length buckling for load ultimite 0,521. L model A and 0,522. L model B. Keyword: Steel Column, Built Up Column Profile Angel, Couple Plate PENDAHULUAN Fenomena tekuk berkaitan dengan kekakuan elemen struktur. Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen yang mempunyai kekakuan besar. Untuk menghindari kegagalan akibat tekuk pada kolom, maka luas tampang tekan dan bentuk dari tampang harus dipilih secara benar. Momen inersia menjadi salah satu pertimbangan yang penting dalam pemilihan tampang, maka nilai momen inersia dapat ditingkatkan dengan menyebarkan luas tampang dalam batas-batas praktis sejauh mungkin dari sumbunya. Salah satu alternatif untuk meningkatkan momen inersia adalah dengan membuat penampang bentukkan yang dikenal dengan kolom batang tersusun. Selain memberikan luasan yang lebih besar, kolom tersusun juga dapat menahan beban dan kekakuan lebih besar dibandingkan dengan kolom tunggal. PERUMUSAN MASALAH Bentuk dan ukuran profil standar (rolled section) adalah terbatas, dikarenakan adanya pertimbangan ekonomis dan faktor kesulitan dalam proses manufakturnya. Saat tampang standar sudah tidak mencukupi persyaratan sebagai batang tekan yang diinginkan, maka beberapa tampang dapat dirangkai menjadi satu agar didapat suatu bentuk tampang yang diinginkan dengan dihubungkan oleh pelat sehingga membentuk kolom batang tersusun. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dibuat sebuah permodelan untuk dapat mengetahui perilaku dan kekuatan dari kolom batang tersusun dengan menggunakan analisis UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 9

16 metode elemen hingga dengan bantuan software ANSYS ED Version 9.0. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Mengetahui pengaruh konfigurasi profil tersusun terhadap kapasitas kolom baja profil siku tersusun. b. Mengetahui perilaku kolom baja profil siku tersusun terhadap gaya aksial tekan ultimit. c. Mengetahui pengaruh penambahan variasi jarak pelat kopel terhadap kekakuan kolom baja profil siku tersusun. d. Mengetahui pola stress-strain kolom baja profil siku tersusun terhadap gaya aksial tekan. e. Mendapatkan koefisien faktor panjang tekuk akibat pengaruh variasi jarak antara pelat kopel terhadap kapasitas kolom baja profil siku tersusun. BATASAN MASALAH Pada penelitian ini dilakukan pembatasan yaitu: a. Kolom batang tersusun yang dibahas terdiri dari empat profil siku L 20 x 20 x 2 mm dan pelat kopel 30 x 3 mm b. Variasi jarak pengaku adalah 1000 mm, 500 mm, 333,3 mm, variasi jarak 200 mm, 300 mm, 500 mm dan variasi jarak 308 mm, 308 mm, 385 mm. c. Kolom dibuat dengan ukuran yang sama, yaitu kolom batang tersusun persegi dengan ukuran b = 100 mm, h = 100 mm dan L = 1000 mm d. Peraturan konstruksi mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI ). e. Mutu baja yang digunakan f y = 322,02 MPa dan E = ,9 MPa. f. Beban yang bekerja adalah beban aksial tekan sentris. g. Tumpuan ujung kolom dianggap sebagai sendi sendi. Kekuatan kolom mengasumsikan ujung sendi di mana tidak ada kekangan rotasional momen.(charles G. Salmon, 1992). h. Kekuatan las pada sambungan pelat pengaku dianggap mampu menahan beban yang bekerja. i. Momen pada kolom tidak dibahas, karena kekangan momen pada ujung ujung batang benar benar ada sehingga menyebabkan titik momen nol dan bergerak menjauhi ujung ujung yang ditahan. ANALISIS KOMPONEN STRUKTUR TERSUSUN YANG TIDAK MEMPUNYAI SUMBU BAHAN Berdasarkan SNI , analisis komponen struktur tersusun yang tidak mempunyai sumbu bahan adalah sebagai berikut: a. Komponen struktur tersusun dari beberapa elemen yang disatukan pada seluruh panjangnya boleh dihitung sebagai komponen struktur tunggal. b. Suatu komponen yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor, N u, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: N u N u (1) Dimana: = Faktor reduksi kekuatan (Tabel SNI ) N n = Kuat tekan nominal komponen struktur (N) Daya dukung nominal komponen struktur : N n = A g. f cr = f y f cr = f y A g. (2) Dimana: A = Luas penampang tersusun (mm²) g f y = Tegangan leleh baja (MPa) = Koefisien tekuk (3) c. Kelangsingan ideal dari komponen struktur tersusun yang tidak mempunyai sumbu bahan terhadap sumbu x dan sumbu y dihitung sebagai berikut: ix = iy = l = x = m (4) 2 x 2 2 l 2 m 2 y l 2 (5) L l (6) r min L r kx x (7) UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 10

17 y = L r ky y (8) Dimana : L l = spasi antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan, mm L = panjang tekuk komponen struktur ky tersusun pada arah tegak lurus sumbu y-y, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada dari kondisi jepitan ujung-ujung komponen struktur, mm L kx = panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus sumbu x-x, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada, dari kondisi jepitan ujung-ujung komponen struktur, mm r x = jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu x-x, mm r = jari-jari girasi komponen struktur y tersusun terhadap sumbu y-y, mm r min = jari-jari girasi elemen komponen struktur terhadap sumbu yang memberikan nilai yang terkecil (sumbu l l ), mm m = konstanta d. Kekuatan Nominal batang tekan tersusun selanjutnya dapat dihitung dengan Persamaan (2) dan (3), dengan nilai parameter kelangsingan ( ), koefisien tekuk ( ) c dihitung berdasarkan persamaan-persamaan berikut : f y 1 c iy E (9) Dimana: = Angka kelangsingan iy c = Faktor angka kelangsingan E = Modulus elastisitas baja (MPa) f = Tegangan leleh baja (MPa) y Untuk 0,25 maka 1 c Untuk 0,25 < <1,2 maka c Untuk c 1,2 maka 1,43 1,6 0,67 2 1,25c ANALISIS BEBAN KRITIS KOLOM TERSUSUN Besarnya beban kritis yang dapat dipikul oleh kolom tersusun adalah sebagai berikut: 2. EI. 2 Pe ( LK) P.(10) kritis P 2 2 e 1. EI. L1. a 1,56. L1 L1 P 1 2 d ( LK) 3 2. Etb.. Ebat EI. y Dimana: P kritis = Beban kritis pada batang (N) E = Modulus Elastisitas Baja (N/mm²) I = Inersia gabungan penampang batang (mm 4 ) L = Panjang batang (mm) K = Faktor tekuk batang L 1 = Jarak antar kopel terpanjang (mm) a = Jarak antara sumbu penampang batang (mm) t = Lebar pelat kopel (mm) b = Tebal pelat kopel (mm) I = Inersia gabungan pelat kopel (mm 4 ) y ANALISIS DEFLEKSI LELEH Besarnya nilai defleksi pada kolom akibat beban leleh ditentukan berdasarkan perbandingan antara beban leleh dengan modolus elastisitas bahan dan luas penampang serta faktor panjang tekuk kolom. Nilai defleksi dapat ditentukan dengan Persamaan: Py x K x Ln Y A x E (11) total profil Dimana : P = Beban leleh (N) y K = Panjang faktor tekuk ditentukan berdasarkan perletakan kolom. L n = Jarak bersih antara pelat kopel (mm) A = Luas total profil (mm²) total profil c UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 11

18 E = Modolus Elastisitas (N/mm²) Finite Element Analysis Menggunakan ANSYS Pada penelitian ini model kolom baja profil siku tersusun menggunakan analisis model elemen hingga dengan bantuan program komputasi ANSYS Ed.9.0. Dalam program ANSYS, model elemen hingga dibuat menggunakan graphical user interface (GUI). 1. Model Baja Model baja pada model kolom baja profil siku tersusun menggunakan elemen model elemen bricknode8 SOLID45 dari struktur yang padat. 2. Model Tumpuan Model tumpuan kolom baja profil siku dalam penelitian ini sifat regangan dan tegangan sama dengan model baja. METODE PENELITIAN 1. Perancangan Model Analisis model kolom baja profil siku tersusun menggunakan analisis elemen hingga dengan bantuan komputasi ANSYS. Model baja menggunakan material bricknode8 SOLID45. Langkah pertama yang dilakukan adalah memodelkan Kolom baja profil siku tersusun empat dengan data input yang sesuai dengan hasil uji eksperimental terdahulu. Gambar 2. Konfigurasi Model Profil Siku Tersusun (mm) a. Kurva tegangan regangan baja untuk baja paduan rendah berkekuatan tinggi yang memiliki tegangan leleh antara 275 MPa sampai dengan 480 MPa dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 1. Profil Siku L Gambar 3. Kurva Tegangan Regangan Mutu Baja f =322,02 Mpa b. Nilai beban pada FEM diperoleh dari hasil konversi beban terpusat eksperimental menjadi beban merata dengan luas pelat tumpuan sebagai pembagi. Sebagai contoh untuk model LA2 beban terpusat eksperimental adalah N, dengan ukuran pelat 100 mm x 100 mm, maka beban merata menjadi 5,5 N/mm 2 demikian untuk model selanjutnya. y UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 12

19 2. Jumlah Model Jumlah model ditentukan berdasarkan variasi bentuk penampang dan jarak antara kopel, adapun jumlah model analisis elemen hingga menggunakan ANSYS adalah: a. Model A Bentuk penampang A dapat dilihat seperti gambar 3 5) LA5 jarak 308 mm ; 308 mm dan 384 mm b. Model B Bentuk penampang B dapat dilihat seperti gambar 4 Gambar 3. Bentuk Penampang A Variasi jarak dari bentuk penampang A adalah: 1) LA1 jarak 1000 mm 2) LA2 jarak 500mm ;500mm 3) LA3 jarak 333,33 mm ; 333,33 mm dan 333,33 mm 4) LA4 jarak 200 mm ; 300 mm dan 500 mm Gambar 4. Bentuk Penampang B Variasi jarak dari bentuk penampang B adalah: 1) LB1 jarak 1000 mm 2) LB2 jarak 500mm ;500mm 3) LB3 jarak 333,33 mm ; 333,33 mm dan 333,33 mm 4) LB4 jarak 200 mm ; 300 mm dan 500 mm 5) LB5 jarak 308 mm ; 308 mm dan 384 mm Pembagian jarak pelat kopel dapat dilihat pada Gambar 5. LA1;LB1 LA2;LB2 LA3;LB3 LA4;LB4 LA5;LB5 Gambar 5. Pembagian Jarak Pelat Kopel UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 13

20 3. Bagan Alir Penelitian Mulai Element type: SOLID45 Real constant: SOLID45 Material model: SOLID45 B A Time at end of loadstep Automatic time stepping Number of substep Max no. Of substep Min no. Of substep Define loads: apply ModelingcreateKeypoint (sesuai dengan model eksperimental) Pressure: On area Displacement: On Area ModelingcreateAreas ArbitraryThrough KPs Solving: current LS ModelingoperateExtrude AreasBy XYZ Offset Modelingoperatebooleansglue Tidak Validasi Beban Kritis dengan eksperimental Volume: Pick all Mesh attribute: SOLID45 Ya Plotting grafik Mesh: SOLID45 Loads: SOLID45 Tidak Validasi Beban Leleh dan Beban Ultimit dengan Hasil Perhitungan Manual Analysis type: solution and control Rumus Koefisien Panjang Tekuk Kolom Ya A Kesimpulan B Selesai UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 14

21 Hasil analisis model elemen hingga yang sudah diolah akan dilakukan validasi model. Validasi model dengan membandingkan hasil analisis model menggunakan ANSYS dengan hasil eksperimental dengan tingkat kesalahan validasi maksimal 10% dari analisis tersebut. Jika tingkat kesalahan validasi lebih dari 10%, maka perlu dilakukan pengecekan kembali terhadap input data ke program komputasi ANSYS. Sedangkan validasi antara hasil analisis model menggunakan ANSYS dengan perhitungan manual adalah kurang dari 20%. Jika hasil tersebut telah tervalidasi semua, maka dapat digunakan mengambil kesimpulan dari model tersebut dan dilanjutkan dengan pembuatan model dengan variasi yang telah ditetapkan dalam batasan penelitian. Tetapi apabila hasil tersebut tidak tervalidasi, maka dibuatlah sebuah persamaan koefisien panjang faktor tekuk (K ), sehingga hasil perhitungan manual tervalidasi terhadap hasil FEM. Adapun langkah pembuatan persamaan (curve fitting) adalah sebagai berikut: 1. Mendifinisikan persamaan L 1 dengan menggunakan Persamaan Membuat persamaan kelangsingan arah sumbu y-y dengan menggunakan Persamaan Membuat persamaan kelangsingan ideal dengan menggunakan Persamaan Membuat persamaan faktor angka kelangsingan kolom c dengan menggunakan Persamaan Menentukan nilai koefisien tekuk () berdasarkan nilai beban hasil FEM 6. Diperoleh matrik dari tiga persamaan untuk model LA3, model LA4 dan model LA5. 7. Didapat nilai koefisien panjang faktor tekuk (K ) 8. Validasi nilai beban hasil FEM dan hasil perhitungan manual, jika tervalidasi maka nilai koefisien panjang faktor tekuk. HASIL DAN KESIMPULAN 1. Validasi Validasi terhadap hasil eksperimental hanya untuk tiga model kolom baja profil siku tersusun yaitu model LA2, LA3 dan LA4. Sedangkan validasi hasil FEM dengan hasil perhitungan manual dibandingkan untuk semua model. Tabel 1.Validasi Nilai Beban Kritis dan Defleksi Kritis pada Model Hasil FEM Terhadap Hasil Eksperimental dan Perhitungan Manual No Model P cr FEM cr Validasi Beban Kritis dan Defleksi Kritis Perhitungan Manual P cr cr Eksperimental P cr (KN) cr (mm) (KN) (mm) (KN) (mm) 1 LA1 28,000 0,157 28,825 0,158 N/A N/A 2 LA2 65,000 0,364 53,903 0,366 55,000 3,400 3 LA3 77,000 0,463 75,594 0,464 75,000 1,340 4 LA4 61,000 0,367 53,903 0,366 45,000 1,750 5 LA5 72,000 0,433 67,368 0,430 N/A N/A 6 LB1 28,000 0,155 28,336 0,157 N/A N/A 7 LB2 65,000 0,352 52,668 0,351 N/A N/A 8 LB3 76,000 0,410 73,349 0,410 N/A N/A 9 LB4 60,000 0,322 52,668 0,351 N/A N/A 10 LB5 71,000 0,383 65,545 0,382 N/A N/A UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 15

22 Gambar 6. Validasi Nilai Beban Kritis dan Defleksi Kritis pada Model Hasil FEM Terhadap Hasil Eksperimental dan Perhitungan Manual 2. Perilaku Model A mempunyai luas penampang 308 mm² dengan nilai momen inersia ,333 mm 4 sedangkan model B mempunyai luas penampang 308 mm² dengan nilai momen inersia ,6 mm 4. Jadi rasio perbandingan nilai momen inersia model A sebesar 1,143 terhadap nilai momen inersia model B. Rekapitulasi perilaku batang kolom profil siku pada semua model adalah: b. Model LA2 Kolom baja profil siku dengan tiga pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 12,874 mm dan arah y 12,875 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 387,300 KN dan deformasi ultimit sebesar 168,743 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,214. a. Model LA1 Kolom baja profil siku dengan dua pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 46,470 mm dan arah y 47,290 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 393,940 KN dan deformasi ultimit sebesar 190,802 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,231. Gambar 8. Hasil ANSYS model LA2 c. Model LA3 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang seragam akan tertekuk lateral ke arah x 9,129 mm dan arah y 9,492 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 384,550 KN dan defleksi ultimit sebesar 163,272 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,208. Gambar 7. Hasil ANSYS model LA1 UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 16

23 Gambar 9. Hasil ANSYS model LA3 d. Model LA4 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang variasi akan tertekuk lateral ke arah x 11,812 mm dan arah y 11,812 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 379,780 KN dan defleksi ultimit sebesar 156,486 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,191. Gambar 11. Hasil ANSYS model LA5 f. Model LB1 Kolom baja profil siku dengan dua pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 24,270 mm dan arah y 43,235 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 392,540 KN dan deformasi ultimit sebesar 187,380 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,224. Gambar 10. Hasil ANSYS model LA4 e. Model LA5 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang hampir seragam akan tertekuk lateral ke arah x 9,725 mm dan arah y 9,725 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 385,780 KN dan defleksi ultimit sebesar 165,052 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,208. Gambar 12. Hasil ANSYS model LB1 g. Model LB2 Kolom baja profil siku dengan tiga pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 7,097 mm dan arah y 13,746 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 385,100 KN dan defleksi ultimit sebesar 166,496 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,214. UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 17

24 Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,176. Gambar 13. Hasil ANSYS model LB2 h. Model LB3 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang seragam akan tertekuk lateral ke arah x 4,631 mm dan arah y 4,631 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 382,550 KN dan defleksi ultimit sebesar 159,109 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,199. Gambar 15. Hasil ANSYS model LB4 j. Model LB5 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang hampir seragam akan tertekuk lateral ke arah x 5,354 mm dan arah y 9,762 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 381,650 KN dan defleksi ultimit sebesar 157,679 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,185. Gambar 14. Hasil ANSYS model LB3 i. Model LB4 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang variasi akan tertekuk lateral ke arah x 6,450 mm dan arah y 11,973 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 376,020 KN dan defleksi ultimit sebesar 150,016 mm. Gambar 16. Hasil ANSYS model LB5 UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 18

25 3. Kesimpulan Berdasarkan analisis model menggunakan perhitungan manual dan analisis model FEM menggunakan ANSYS pada kolom baja profil siku tersusun dengan pelat kopel, maka dapat disimpulkan hasil analisis berdasarkan tujuan pada penelitian ini sebagai berikut: a. Perbandingan kolom model A yang berbentuk kotak empat profil siku dengan momen inersia ,33 mm 4 terhadap kolom model B yang berbentuk kotak empat profil siku terbalik dengan momen inersia ,6 mm 4 dimana rasio momen inersia 1,143 akan meningkatkan beban kritis 0,865%, beban leleh 0,219%, beban ultimit 0,701% dan kekakuan 1,962% model A terhadap model B. b. Kolom model A dengan empat pelat kopel dan jarak yang seragam akan mengalami kenaikan beban kritis sebesar 13,636%, kenaikan beban leleh sebesar 0,291%, penurunan beban ultimit sebesar 0,319% (terhadap model LA5) dan kenaikan kekakuan sebesar 5,686% dibandingkan dengan jarak yang tidak seragam. c. Kolom dengan empat pelat kopel dan jarak yang seragam akan mengalami kenaikan kekakuan sebesar 5,686% dibandingkan dengan jarak yang tidak seragam. d. Kurva tegangan regangan untuk kolom dengan dua pelat kopel akan mengalami perlemahan tegangan pada regangan lebih dari 0,200. Sedangkan kurva tegangan regangan untuk kolom dengan pelat kopel lebih dari dua dan jarak antara pelat kopel yang tidak seragam cendrung mengalami perlemahan tegangan pada regangan kurang dari 0,200. Hal ini disebabkan deformasi ultimit yang terjadi lebih kecil pada kolom yang menggunakan pelat kopel lebih dari dua. e. Kolom baja profil siku tersusun yang menggunakan pelat kopel lebih dari tiga dengan jarak yang bervariasi dalam perhitungan analisis tidak hanya batang terpanjang yang memberikan pengaruh terhadap kapasitas beban leleh maupun beban ultimit. Untuk perhitungan analitis beban leleh maka besarnya nilai L1 (0,63923Lc 0,59964Lb 0,64599Lc ) pada model penampang kolom A dan L1 (0,63003La 0,62212Lb 0,63584Lc ) pada model penampang kolom B, sedangkan untuk perhitungan analitis beban ultimit maka besarnyanilai L1 (0,46384La 0,58895Lb 0,50927Lc ) pada model penampang kolom A dan L1 (0,48963La 0,54340Lb 0,52852Lc ) pada model penampang kolom B. Besarnya nilai K terhadap panjang kolom untuk perhitungan beban leleh adalah 0,629. L untuk model A dan 0,630. L untuk model B. Sedangkan nilai K terhadap panjang kolom untuk perhitungan beban ultimit adalah 0,521. L untuk model A dan 0,522. L untuk model B. SARAN Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, beberapa saran yang dapat diusulkan, sebagai berkut: 1. Penggunaan pelat kopel sebaiknya hanya untuk kondisi elastis atau kapasitas beban leleh, karena kolom dengan pelat kopel tidak mampu meregang secara maksimal sampai tegangan ultimit. 2. Dalam penggunaan pelat kopel pada kolom harus diperhatiakan sambungan antara pelat kopel dengan profil terutama pada kopel bagian tengah kolom, karena tegangan pada daerah ini akan sama dengan tegangan pada profil kolom. 3. Untuk menghindari terjadinya tekuk lateral yang tidak seragam pada kolom, sebaiknya jarak pelat kopel diseragamkan. 4. Penggunaan sambungan las pada pelat kopel harus diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kapasitas dari kolom baja tersusun DAFTAR REFERENSI 1. Achmad Basuki, (2007). Kekakuan Kolom Baja Tersusun Empat Profil Siku Dengan Variasi Pelat Kopel. Media Teknik Sipil/Januari Agus Setiawan, (2008). Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD. Erlangga. Jakarta 3. Badan Standarisasi Nasional, (2000), Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI ), Bandung. 4. Atin Sudarsono, (2005) Studi Parametik Daktilitas Balok Kolom Baja Berpenampang I, www/digilib.itb.ac.id/gdl.phd UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 19

26 5. Duggal, S.K (1993), Design of Steel Structure, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi. 6. Salmon,C.G, John E. Johnson, (1992). Struktur Baja Desain dan Perilaku. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 7. Sanci Barus, Ir, (2008), Analisa Perbandingan Tekuk Kolom Dengan Menggunakan Profil Baja Tersusun Dan Komposit, USU Repository Sindur P.Mangkoesubroto (2007), Bahan Kuliah Struktur Baja, 9. S.R Satish Kumar, Prof, Design of Steel Structure, Indian Institute of Tecnology Madras. 10. Rene Amon, Bruce Knobloch, Atanu Mazumder, (2000). Perencanaan Konstruksi Baja Untuk Insinyur dan Arsitek Jilid 1. Pradnya Paramita. Jakarta 11. Rudy Gunawan,Ir (1987), Tabel Profil Kontruksi Baja, Kanisius, Yogyakarta 12. University of Alberta, (2002), ANSYS Tutorial Buckling, Tutorials/ansys/cl/clt/buckling/print.html 14. Y.Nakasone, S.Yoshimoto, (2006), Engineering Analysis With ANSYS Software, Departement of Mechanical Engineering Tokyo University of Science, Tokyo, Japan.an Institute UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 20

27 ANALISIS TARIF ANGKUTAN KAPAL LAYAR MOTOR DI PELABUHAN LAUT KUALA PEMBUANG KABUPATEN SERUYAN (Studi Kasus Kapal 34 GT) Bagus Subaganata, S.T., M.T. (Staf Pengajar Universitas Darwan Ali) Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Yayasan Wijaya Kusuma Universitas Darwan Ali (UNDA) - Kuala Pembuang (Kab. Seruyan). Muatthor@yahoo.com Abstrak Pelabuhan Kuala Pembuang merupakan salah satu pelabuhan laut yang mana konstruksi bangunan pelabuhan tersebut terbuat dari kayu besi. Diharapkan dengan adanya pelabuhan laut ini, dapat digunakan sebagai sarana dan prasarana perdagangan dalam negeri di wilayah Kalimantan Tengah yang mempunyai peran strategis dalam peningkatan perekonomian di Kabupaten Seruyan khususnya. Sungai Seruyan berada di Kabupaten Seruyan memiliki panjang 400 km, lebar 250 m, dan kedalaman 5 m yang bisa dilayari ± 300 km. Pelabuhan Laut Kuala Pembuang terletak di Sungai Seruyan, tepatnya di Kuala Pembuang yang jaraknya ± 3,5 mil dari ambang luar Sungai Seruyan dengan posisi 03º LS / 112 º BT. Untuk menentukan besaran tarif angkutan barang KLM (Kapal Layar Motor) 34 GT yang beroperasi di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang. Pendapatan Bersih kapal 34 GT yang diperoleh, untuk KLM Semangat Baru Rp ,28/Tahun, KLM Putra Nelayan Rp ,38/Tahun, dan KLM Berkat Rahmat Rp ,28/Tahun. Sedangkan Total Cost yang diperolah dari KLM Semangat Baru Rp ,90 (Ton/Mil), KLM Putra Nelayan Rp ,31(Ton/Mil), dan KLM Berkat Rahmat Rp. 975,51(Ton/Mil). Tarif angkutan barang KLM (Kapal Layar Motor) 34 GT yang seragam diperoleh adalah Sebesar Rp ,41(Ton/Mil). Kata Kunci : Tarif Kapal Layar Motor, Pelabuhan Laut Kuala Pembuang PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara maritim yang terdiri atas pulau merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Beranjak dari kondisi geografis Indonesia tersebut, maka peranan transportasi laut dan penyeberangan sangat dominan dalam memperlancar arus barang dan manusia. Transportasi laut sangat berperan di negara kepulauan seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan jangkauan transportasi darat dan transportasi udara. Keterbatasan jangkauan transportasi darat sebagai akibat dari tidak tersedianya prasarana jalan yang menghubungkan beberapa pulau. Sementara untuk transportasi udara keterbatasan jangkauannya sebagai akibat dari tarif yang relatif mahal terutama terhadap barang barang yang bersifat bulky. Pelayaran rakyat dalam kegiatan operasionalnya merupakan salah satu sub-sistem dari sistem angkutan laut nasional, umumnya dikelola oleh golongan ekonomi menengah ke bawah, diusahakan oleh pengusaha pribumi yang berasal dari Bugis, Banjar, Jawa, Makasar, dan Madura melalui pemupukan modal perorangan atau kekeluargaan dalam jumlah yang relatif kecil dibanding dengan usaha pelayaran lainnya. Salah satu wujud transportasi laut adalah pelayaran rakyat. Pelayaran rakyat dicirikan dengan kapal kapal yang terbuat dari bahan kayu yang menggunakan alat penggerak berupa layar, motor atau perpaduan antara layar dan motor (kapal layar motor/klm). Kapal kapal yang digunakan oleh pelayaran rakyat pada umumnya berkapasitas kecil. Dengan kondisi belum adanya penerapan tarif standar angkutan barang yang diberlakukan pada kapal layar motor di daerah Kuala Pembuang oleh Pemerintah Daerah Kabupaten UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 21

28 Seruyan, mengakibatkan pemilik kapal (operator) kesulitan dalam menentukan besaran tarif angkut yang harus dibayarkan oleh pemakai jasa (user). Sehingga besaran tarif yang ditawarkan oleh operator kepada pemakai jasa, sering terjadi ketidaksepakatan dalam transaksi pembayaran tarif jasa angkut. PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana menentukan tarif angkutan barang, berdasarkan kapasitas angkut kapal layar motor? 2. Apakah penetapan tarif angkutan barang yang berlaku saat ini tidak jelas? TUJUAN PENELITIAN Tujuan Dengan melihat rumusan masalah diatas, maka tujuan Penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan tarif angkutan barang kapal layar motor yang digunakan dalam pengopersiannya di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang BATASAN MASALAH Agar penelitian ini dapat terarah sesuai dengan tujuan, maka diambil batasan-batasan sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilakukan pada kapal kayu, jenis Kapal Layar Motor (KLM) di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan. 2. Penelitian ini membahas tarif angkutan barang pada kapal layar motor di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang, ditinjau dari beberapa faktor yaitu : biaya solar, pelumas, reparasi dan suku cadang, administrasi, gaji ABK termasuk biaya konsumsi dan pengobatan. 3. Perjalanan kapal layar motor yang ditinjau dengan tujuan dari Kuala Pembuang ke Surabaya atau sebalik Surabaya ke Kuala Pembuang, yang berjarak 254 Mil. 4. Tipe barang yang diangkut dikelompokan menjadi bahan pokok, bahan bangunan, dan bahan-bahan lain. 5. Standar gaji ABK berdasarkan Lapangan sebesar Rp ,- dan berdasarkan UMR (Upah Minimum Regional) Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp ,- (Sumber : hrcento.com). UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 22

29 METODE PENELITIAN Adapun tahapan yang digunakan dalam melakukan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut : Mulai Persiapan : Survey Pendahuluan Studi Pustaka Permasalahan Tujuan Penelitian Pengumpulan Data A UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 23

30 A Data Primer : BOK Pengeluaran Pendapatan Data Sekunder : Studi Literatur Jumlah Kapal layar motor Kapasitas Angkut Pengolahan Data : BOK Besaran Pendapatan Besaran Pengeluran - Biaya Penyusutan(Depresiasi) - Biaya Anak Buah Kapal (ABK) - Biaya Perbekalan (Konsumsi) - Biaya Repair Maintenance dan Supplay (RMS) - Biaya BBM - Biaya Minyak Pelumas - Biaya Manajemen - Biaya Air Tawar - Biaya Labuh - Biaya Tambat Total Cost - Operating Movement Cost - Detention/Idling Cost Tarif - Berdasarkan Jarak tempuh Hasil : Tarif Angkutan Barang KLM Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Diagram Bagan Alir UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 24

31 Gambar 3.2 Peta Lokasi Peneltian UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 25

32 1.1 Landasan Teori Pengertian Transportasi Transportasi merupakan proses pemindahan barang dan manusia dari tempat asal (dari mana kegiatan pengangkutan dimulai) ke tempat tujuan (kemana kegiatan pengangkutan diakhiri), sehingga transportasi bukanlah sebuah tujuan melainkan sarana pencapaian tujuan untuk menanggulangi kesenjangan jarak dan waktu (Nasution, 1996). Angkutan didefinisikan sebagai suatu kegiatan pemindahan orang atau barang dari suatu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (PP No.41, 1993) Angkutan sebagai sarana untuk membantu orang/kelompok menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki atau mengirim barang dari tempat asal ke tujuannya, dengan batasan angkutan penumpang meliputi bis kota, minibus, kereta api, kapal, dan pesawat (Warpani, 2002) Pemilihan Moda Transportasi Dalam memilih moda transportasi untuk suatu jenis produk tertentu lazimnya pengirim mempertimbangkan tujuh kriteria (Nasution, M. Nur : 44-45), yaitu : 1. Kecepatan waktu pengantaran dari rumah ke rumah atau dari gedung ke gedung (travel time); 2. Frekuensi pengiriman terjadwal; 3. Keandalan dalam memenuhi jadwal pada waktunya; 4. Kemampuan menangani angkutan dari berbagai barang; 5. Banyaknya tempat singgah atau bongkar muat; 6. Biaya per ton kilometer; 7. Jaminan atas kerusakan atau kehilangan barang Kapal Barang 5 Kapal barang terdiri atas ruang palka yang dapat memuat berbagai jenis barang dan dilengkapi dengan peralatan bongkar muat barang. Kemajuan teknologi kapal barang terjadi sekitar tahun 1960 dengan kapasitas kapal sampai 200 DWT yang digerakkan dengan mesin berkekuatan besar, ruang palka yang besar, dan peralatan bongkar muat yang sempurna (Nasution, M. Nur : 206). 1. Jenis Kapal Barang Berbagai jenis kapal barang, (Nasution, M. Nur : 206) dapat dibedakan sebagai berikut : a. Kapal general cargo, yang terdiri atas : 1) Kapal container; 2) Kapal Ro-Ro (Roll on and Roll of); 3) Kapal Lash (Linghter abroad the ship) atau kapal tongkang; 4) Kapal dry bulk cargo( kapal barang kering curah); b. Kapal tanker. c. Kapal bulk cargo (barang-barang curah). d. Kapal multi purpose vessel (serba guna) 2. Tonase Kapal Tonase kapal, (Nasution, M. Nur : 209) dapat dibedakan sebagai berikut : a. Gross Registered Tonnage (GRT) adalah ukuran kapasitas kapal yang dinyatakan dalam 100 cubic feet yang terletak di bawah dek kapal yang merupakan ruang yang selalu tertutup. b. Net Registered Tonnage (NRT) yang merupakan ukuran dari the real learning capacity dari kapal sebagai bagian dari GRT yang tersedia untuk muatan. c. Displacement Tonnage (DT) adalah berat kapal yang sama dengan banyaknya air yang dipindahkan oleh kapal jika berada di laut. Jika kapal dalam keadaan kosong disebut light displacement dan bila kapal dalam keadaan penuh muatan disebut load displacement. d. Deat Weight Tonnage (DWT) yaitu jumlah ton yang dapat diangkut kapal termasuk BBM, air, awak kapal dan peralatan lainnya sampai mencapai batas maksimum permitted draught. Sering juga ukuran ini disebut total dead weight capacity yang sama dengan selisih antara loaded displacement tonnage dan merupakan ukuran dalam pencateran kapal. 3. Struktur Organisasi Pelayaran Rakyat Struktur organisasi pelayaran rakyat terkesan sangat sederhana, tidak ada pembagian tugas dan wewenang secara formal dan tertulis. Namun dalam praktiknya, masing-masing telah mengetahui tugas dan wewenangnya, baik yang menyangkut hak maupun kewajiban. Struktur organisasi usaha Pelayaran Rakyat khususnya yang menggunakan kapal layar motor dan perahu layar tipe pinisi adalah terdiri dari punggawa darat, punggawa laut, dan sawi. (Jinca, M. Y., 2001 dalam Eksistensi Transportasi Laut Pelayaran Rakyat). Tugas dan wewenang dalam pelayaran rakyat terdiri dari : a. Punggawa 1) Punggawa Darat sebagai pemilik modal dan bertindak sebagai manajer dalam menentukan kebijakan-kebijakan kerja UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 26

33 dan berkewajiban untuk menyiapkan segala jenis atau bahan yang berkaitan dengan produksi jasa transportasi laut, baik dalam bentuk finansial ataupun material (barang) keperluan sehari-hari para ABK dan punggawa laut selama dalam pelayaran. 2) Punggawa Laut adalah pelaksana yang memimpin aktivitas pelayaran dan bertindak sebagai nakoda untuk menentukan kebijakan-kebijakan teknis ketika sedang berlayar. Punggawa laut bertanggungjawab penuh atas keselamatan sawinya selama dalam pelayaran. Demikian pula keselamatan armada dan peralatan yang digunakan, punggawa laut diisyaratkan mengerti pengetahuan navigasi, cuaca dan ilmu perbintangan dan penguasaan tentang gejala-gejala alam disekitarnya serta pengetahuan tradisional dalam dirinya dalam bentuk penglihatan, pendengaran, penciuman, firasat dan keyakinan. b. Sawi Sawi merupakan komponen yang paling rendah kedudukannya dalam struktur kerja usaha pelayaran rakyat. Hubungan antara sawi dengan punggawa hanya diatur dengan kebiasaan-kebiasaan dan etika kerja yang telah diwariskan secara turun temurun. Tugas dari seorang sawi adalah membantu punggawa laut (nakoda) dalam pelayaran. Jumlah sawi dalam setiap kapal berkisar 8 sampai dengan 12 orang, disesuaikan dengan besaran armada pelayaran rakyat. Keahlian sawi diperoleh dari pengalaman berlayar, umumnya sawi memiliki pendidikan SLTA kebawah dan mayoritas belum pernah mendapat pendidikan khusus kepelautan/navigasi/ahli mesin diesel. Wujud tatakelakuan para pengelola usaha pelayaran rakyat adalah pranata-pranata yang berorentasi kepada fungsi dan hubungan kerja antara manajer, nakoda, dan sawi yang mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya. Keharmonisan pola hubungan kerja tersebut dilatarbelakangi oleh faktor kekerabatan dan faktor saling membantu serta saling percaya dalam kegiatan operasional pelayaran rakyat terkait dengan berbagai pihak sebagai berikut : 1) Pihak pengguna kapal atau pemilik muatan; 2) Pihak pemilik kapal atau punggawa darat; 3) Pihak keagenan yang dipercayakan mengageni kapal; 4) Pihak punggawa laut meliputi sawi, nakoda dan ABK. 2.1 Konsep Biaya Angkutan Umum Pengertian Umum Tarif Tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk biaya pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur dan dihitung menurut kemampuan angkutan (Salim, 1994). Dalam PP RI No. 6 Tahun 2009 Tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku pada departemen perhubungan pada (pasal 1 dan pasal 2) disebutkan : Pasal 1 1) Jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Perhubungan meliputi penerimaan dari : a) Jasa Transportasi Darat; b) Jasa Transportasi Laut; c) Jasa Transportasi Udara; dan d) Jasa Pendidikan dan Pelatihan. 2) Jenis dan tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan. Pasal 2 Jenis penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 mempunyai tarif dalam bentuk satuan Rupiah, Dollar Amerika, Gold Franc, dan persentase. Menurut teori ekonomi biaya suatu barang (jasa) adalah nilai jasa yang dikorbankan untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut The Committee on Cost and Standart of The American Association merumuskan biaya sebagai pengorbanan yang diukur dengan uang yang sudah menjadi atau mungkin terjadi untuk mendapatkan sesuatu (Jinca, 1985 dalam Syahril, 2003). Dasar suatu biaya transportasi antara lain adalah biaya tetap sebagai biaya yang tak terhindari dan biaya tidak tetap adalah biaya yang dapat dihindari atau ditekan, karena biaya ini bisa menjadi nol bila kendaraan tidak beroperasi (Morlock, 1985 dalam Erwin, 2005). Sistem pelayanan angkutan umum didasarkan pada pengertian kendaraan umum menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 yaitu kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Dari pengertian ini keberadaan dan keberlangsungan sistem pelayanan angkutan umum ditentukan oleh 3 (tiga) unsur yaitu: operator sebagai penyedia jasa, masyarakat sebagai pengguna jasa, dan pemerintah sebagai regulator atau UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 27

34 pengambil kebijakan. Dengan demikian pengertian tarif angkutan umum menjadi berbeda-beda sesuai sudut pandang dan/atau kepentingan masing-masing pihak (Erwin, 2005) yaitu: a. Dari pihak penyedia jasa angkutan, tarif adalah harga dari jasa yang diberikan. b. Dari pihak pengguna jasa angkutan, tarif adalah harga yang harus dibayar untuk menggunakan jasa yang disediakan. c. Dari pihak regulator (pemerintah) sebagai pengambil kebijakan dalam penentuan besaran tarif, tarif yang ditetapkan akan sangat mempengaruhi besarnya pendapatan dan pengeluaran daerah pada sektor transportasi. Kebijakan tarif dilihat melalui tiga pendekatan yaitu dari penyedia jasa, pengguna jasa, dan pemerintah (Supriyadi, 1991 dalam Erwin, 2005) Klasifikasi Tarif Dalam kebijakan menentukan dan menetapkan tarif, tujuan apapun yang ingin dicapai pada akhirnya akan mempertimbangkan dua hal yaitu: a. Tingkatan Tarif Adalah besaran tarif yang dikenakan dan mempunyai rentang dari tarif bebas atau gratis sama sekali sampai pada tingkatan tarif yang akan menghasilkan keuntungan pada pihak penyedia jasa. b. Struktur Tarif Yang dimaksud dengan struktur tarif adalah bagaimana cara tarif tersebut dibayarkan. Menurut Giannopoulos (1989) dalam Erwin (2005), beberapa pilihan umum untuk penetapan tarif adalah tarif seragam dan tarif berdasarkan jarak Tarif Angkutan Laut Tarif angkutan laut yang berlaku untuk pengiriman barang di Indonesia (Salim, Abbas : 81), meliputi tarif yang terdiri dari : a. Tarif Uang Tambang yang dibayarkan oleh pemilik barang kepada perusahaan pelayaran atas jasa yang diberikan untuk melakukan pengangkutan barang melalui laut. Tarif ini dikenal dengan nama tarif uang tambang nusantara. b. Tarif OPP/OPT (Ongkos Pelabuhan Pemuatan/Ongkos Pelabuhan Tujuan) yang merupakan balas jasa untuk pekerjaan membongkar muatan dari dek/palka (board stevedoring), pekerjaan mengeluarkan muatan dari jaringan (cargodoring), pekerjaan mengambil muatan dari gudang lini 1/tempat penumpukan (receiving/delivery) di pelabuhan pemuatan dan di pelabuhan tujuan. c. Tarif pemakaian fasilitas pelabuhan, terdiri dari sewa gudang dan sewa tempat penumpukan dan fasilitas pelabuhan. d. Tarif Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), meliputi balas jasa atas pekerjaan inklaring dan uitklaring (biaya yang dipungut sebagai imbalan atas diterimanya jasa). Tarif EMKL ini dihitung berdasarkan berat/ton barang, dimana pengurusan dokumen dilakukan oleh perusahaan EMKL. 3.1 Struktur Biaya Operasional Kapal Struktur biaya suatu perusahaan jasa angkutan tergantung pada kapasitas angkutan dan kecepatan alat angkutan yang digunakan, serta penyesuaian terhadap besarnya arus angkutan yang dilayani, termasuk manajemen perusahaan untuk mengatur jalannya penggunaan kapasitas kapal (Nasution, M. Nur : ). Jumlah biaya jasa angkutan tergantung pada : a. Jarak dalam ukuran ton kilometer; b. Tingkat penggunaan kapasitas angkutan dalam ukuran waktu; c. Sifat khusus muatan; Operasional kapal memiliki tiga fase yang khas, masing-masing dengan biaya yang khusus yaitu : a. Waktu kapal berada di pelabuhan untuk melakukan bongkar atau muat; b. Waktu maneuver untuk bersandar pada atau melepas dari dermaga di pelabuhan; c. Waktu berlayar antar pelabuhan; Ketiga fungsi tersebut akan menentukan besarnya harga jasa angkutan yang didasarkan atas biaya perjalanan kapal, biaya di pelabuhan, dan biaya khusus. Biaya khusus adalah biaya yang dikeluarkan karena barang yang diangkut memerlukan pelayanan khusus selama dalam pelayaran. Bahwa masyarakat masih menempatkan faktor biaya lebih dominan sebagai bahan pertimbangan pemilihan moda, lalu disusul oleh waktu perjalanan. Selain itu masyarakat memilih faktor dengan urutan keamanan, tepat waktu, kenyamanan (Magribi, 1998 dalam Giyanto, 2004). Komponen biaya operasi kapal diantaranya biaya modal (depresiasi), biaya ABK, biaya reparasi, pemeliharaan dan supplay (RMS), biaya asuransi, biaya minyak lumas, UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 28

35 biaya bahan bakar dan biaya pelabuhan (Jinca, M.Y, 2002). Adapun komponen biaya atau pengeluaran dari sebuah kapal, (Syahrir, I., 2003 dalam Penentuan Kapasitas Kapal (GT) Armada Pelayaran Rakyat Trayek Parepare Tanjung Redeb) adalah : Biaya Tetap (Fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang terjadi pada awal dioperasikannya suatu sistem angkutan umum. Dalam hal ini biaya tetap adalah capital cost yang tidak tergantung pada bagaimana sistem angkutan ini dioperasikan. Biaya tetap tergantung dari waktu dan tidak terpengaruh dengan penggunaan kendaraan. Beberapa dari biaya tetap mempunyai hubungan yang tetap dengan keberadaan kendaraan Biaya Tidak Tetap atau Biaya dengan kata lain, bahwa pemilik hanya dapat Variabel (Variable cost) menghilangkan biaya ini dengan menjual kendaraannya; ada bagian lain dari biaya ini Biaya tidak tetap merupakan biaya yang yang dapat dihindari dengan tidak dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. mengoperasikan kendaraan dalam suatu jangka waktu tertentu. Komponen biaya dari biaya tetap adalah sebagai berikut : a. Biaya penyusutan (Depresiasi) Biaya penyusutan kapal atau yang dikenal sebagai depresiasi ini berhubungan dengan penurunan dalam nilai aktiva tahun lama, aktiva mana memberikan sumbangan bagi produksi yang meliputi beberapa unit atau siklus produksi. Biaya ini tidak ada hubungannya dengan biaya untuk memiliki kendaraan atau biaya yang digunakan untuk mengurus ijin usaha angkutan. Biaya tidak tetap bisa juga disebut sebagai biaya variabel (variabel cost), karena biaya ini sangat bervariasi tergantung hasil yang diproduksi, seperti jarak tempuh atau jumlah penumpang atau barang yang diangkut. Di lain pihak, besar biaya tidak tetap sangat tergantung pada seberapa intens pemakaian atau pengoperasian sistem angkutan umum yang bersangkutan. Besarnya nilai ini menerut John J. Cark (Syahril, 2003) dapat dihitung : B. Dep = 1/A n x Biaya Investasi a. Biaya anak buah kapal (ABK) (2.1) 1/A n = () () (3.1) Dimana : i = Tingkat suku bunga (10%) n = Umur KLM (20 tahun) b. Biaya repair maintenance dan supply (RMS) Biaya repair dan maintenance adalah biaya yang dikeluarkan kepada pihak luar yang melaksanakan pekerjaan repair dan maintenance kapal. Biaya yang termasuk supply dan perlengkapan meliputi perlengkapan geladak, suku cadang, inventaris kerja yang digunakan dikapal selain bahan bakar, air tawar, minyak pelumas atau gemuk dan konsumsi ABK atau sawi. Besarnya nilai RMS dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut : RMS = Docking + Suku Cadang (3.2) Dimana : Docking = Biaya perawatan kapal per tahun (Rp) Suku Cadang = Biaya pembelian suku cadang per tahun (Rp) c. Biaya Manajemen (BM) Biaya manajemen merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan administrasi dan manajemen yang tidak langsung berhubungan dengan kapal, tetapi secara tidak langsung menunjang pengelolaan operasi kapal. Besarnya biaya adalah : BM = Administrasi Kapal + Biaya Telkom...(3.3) Dimana : Admin Kapal = Biaya Administrasi per tahun (Rp) Biaya Telkom = Biaya komunikasi dengan pihak lain per tahun (Rp) Biaya ini adalah merupakan komposisi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak buah kapal. Besarnya upah tiap ABK tergantung dari jabatannya di kapal, adalah : BG ABK = (gaji ABK) x Trip (3.4) b. Biaya perbekalan (B.Perb) Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan perbekalan ABK (konsumsi) selama di kapal (baik berlayar maupun tidak). Besarnya biaya ini adalah : B. Perb = Jumlah ABK x Uang makan /hr/org x 365 hari (3.5) c. Biaya pemakaian bahan bakar (BBM) Besarnya penggunaan bahan bakar tergantung kepada besaranya daya mesin penggerak (propulasi) kapal (HP) yaitu daya yang diperlukan untuk menggerakkan kapal dengan kecepatan tertentu pada kondisi pemindahan (displacement) perencanaan kapal. Komposisi pemakaian bahan bakar dikapal terdiri dari pemakian bahan bakar mesin penggerak kapal dan mesin bantu UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 29

36 kapal untuk pemakaian tenaga seperti penerangan, pompa-pompa dan lain-lain. Besarnya biaya ini adalah ; BBM laut = Jumlah BBM x Harga BBM x F...(3.6) Dimana : Fr : Frekuensi kapal/tahun d. Biaya minyak pelumas (BMP) Biaya yang dikeluarkan untuk membeli minyak pelumas yang digunakan oleh kapal, baik saat dipelabuhan maupun saat berlayar. Besarnya biaya pelumas yang dikeluarkan setiap tahun adalah ; BMP = Jumlah Minyak Pelumas x Harga Minyak Pelumas x Fr.(3.7) e. Biaya Air Tawar Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli air tawar yang digunakan di kapal baik saat di pelabuhan maupun saat berlayar. Besarnya biaya air tawar yang dikeluarkan setiap tahun adalah : BAT = Jumlah Air Tawar x Harga Air Tawar x Fr (3.8) f. Biaya Labuh (BL) Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan adanya kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut dan kunjungan ke pelabuhan. Besarnya biaya ini adalah : BL Dimana : Masa : = Tarif Labuh/GT/Kunjungan x GT x Masa x 100%...(3.9) tanggal 01 s/d 10 dihitung 1 masa, dan seterusnya (setiap kelipatan 10 hari dianggap 1 masa) g. Biaya Tambat (BT) Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan kapal yang dilakukan kegiatan penambatan di pelabuhan. Besarnya biaya ini tergantung pada GRT kapal dan tarif serta lamanya kapal di dermaga. Besarnya biaya ini pertahun : BT = Tarif Tambat / GT / etmal x Jumlah Etmal x GT x 100%...(3.10) Dimana : Etmal : jam s/d dihitung 0,25 etmal, dan seterusnya (setiap kelipatan 6 jam dianggap 0,25 etmal) 4.1 Menentukan Besarnya Biaya Perusahaan Pelayaran Pada umumnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan pelayaran (Nasution, M. Nur : 214) dibedakan sebagai berikut : 1. Operating Movement Cost Biaya-biaya yang dikeluarkan selama kapal dalam pelayaran. 2. Detention/Idling Cost Biaya yang dikeluarkan selama kapal di pelabuhan. Untuk menghitung total cost per unit (ton km) digunakan rumus sebagai berikut : TC = T (3.11) Dimana : TC = Total cost per unit (ton km) UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 30 T 2 D I = Operating movement cost = Jarak (km) = Detention cost (Rp) Untuk menghitung T 2 (operating movement) adalah : T 2 = Dimana :..(3.12) mc = total cost selama dalam pelayaran (Rp) mt = waktu / lamanya berlayar (hari) C D = jumlah muatan yang diangkut (ton) = jarak yang ditempuh (km) Untuk menghitung idling cost / detention cost (I) adalah : I = Dimana :. (3.13) ic = total biaya selama dipelabuhan (Rp) it C = lama berlabuh (hari) = jumlah muatan yang diangkut (ton) 5.1 Menentukan Besarnya Tarif Angkut Analisa Tarif Berdasar Jarak Tempuh Faktor utama yang menentukan struktur biaya atau harga usaha pelayaran (shipping), dapat dijelaskan oleh model dibawah ini. Berlaku bagi harga jasa angkutan sebanyak 1 ton muatan antara dua pelabuhan (2-port system) yang jarak J mil sama diumpamakan bahwa kapal beroperasi antara dua pelabuhan (Abbas 1993 : 181). J = Jarak antara kedua pelabuhan (mil)

37 F = Biaya tetap (fixed cost) per tahun V = Kecepatan berlayar (knot-mil/jam) C = Kapasitas angkut kapal (ton) q = Persentase muat rata-rata (overage load factor) B = Kecepatan bongkar / muat (ton/jam) U = Waktu deviasi dan waktu manuver (jam per perjalanan) T = Waktu kerja efektif keseluruhan (jam per tahun) r s t = Biaya berlayar (distance cost) dari kapal per mil (Rp) = Biaya bongkar / muat per jam = Biaya pelabuhan tiap kali singgah (per call) (Rp) Selain variable-variabel tersebut diatas, terdapat pula biaya variabel lain yang berhubungan dengan variable-variabel diatas, yang perlu diperhitungkan yaitu : N = Jumlah perjalanan (voyages) per tahun M = Jumlah muatan yang diangkut (ton per tahun) K = Harga jasa angkutan per muatan Dengan menggunakan symbol-simbol diatas, dapat dihitung biaya angkutan per ton kapal antar pelabuhan yang berjarak J mil sebagai berikut :.. K = F + J.r.N +... (3.14) Jumlah perjalanan per tahun dapat dinyatakan dengan rumus : N =. (3.15) Jumlah muatan (dalam ton) yang diangkut per tahun menjadi : M = C.q.N atau M =.. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2.1 Biaya Penyusutan Per Tahun No. Nama Kapal. (3.16) Kapasitas Umur Biaya Penyusutan Angkut Kapal Kapal Tahun (GT) (Tahun) (Rp.) 1 SEMANGAT BARU ,920, PUTRA NELAYAN ,936, BERKAT RAHMAT ,618, Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa biaya penyusutan terbesar terjadi pada kapal Berkat Rahmat sebesar Rp ,72 per tahun, kondisi hal ini dipengaruhi oleh biaya investasi kapal yang tinggi sebesar Rp ,00. Sedangkan biaya penyusutan terkecil terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp ,62 per tahun, kondisi hal ini juga dipengaruhi oleh biaya investasi kapal terkecil sebesar Rp ,00. Tabel 2.2 Biaya RMS Per Tahun No. Nama Kapal Kapasitas Umur Biaya RMS Angkut Kapal Kapal Tahun (GT) (Tahun) (Rp.) 1 SEMANGAT BARU ,000, PUTRA NELAYAN ,800, BERKAT RAHMAT ,000, Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa biaya repair maintenance dan supply (RMS) terbesar terjadi pada kapal Berkat Rahmat sebesar Rp ,00 per tahun, kondisi hal ini dipengaruhi oleh tingkatan perawatan kapal yang dilakukan dan biaya pembelian suka cadang untuk perawatan mesin kapal. Sedangkan biaya RMS terkecil terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp ,00 per tahun. Tabel 2.3 Biaya Manajemen Per Tahun Kapasitas Umur Biaya Manajemen No. Nama Kapal Angkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY (GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) 1 SEMANGAT BARU , ,00 2 PUTRA NELAYAN , ,00 3 BERKAT RAHMAT , ,00 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa biaya manajemen yang dibayarkan oleh kapal besaranya bervariasi tergantung dari biaya yang dibayarkan, seperti pembayaran surat ijin berlayar (SIB), regestrasi laporan pengoperasian kapal tramper, sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) dan biaya komunikasi dengan pihak lain. Tabel 2.4 Biaya Anak Buah Kapal Per Tahun Kapasitas Umur Biaya Anak Buah Kapal No. Nama Kapal Angkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY (GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) 1 SEMANGAT BARU ,00 0,00 2 PUTRA NELAYAN ,00 0,00 3 BERKAT RAHMAT ,00 0,00 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 31

38 Pada Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa biaya anak buah kapal adalah besaran upah atau gaji yang dibayarkan setiap perjalanan pulang pergi (PP). Dari tabel yang ada besaran biaya ini bervariasi, tergantung dari jumlah anak buah kapal (ABK) atau pekerja yang ada dikapal tersebut. Tabel 2.5 Biaya Perbekalan Per Tahun Kapasitas Umur Biaya Perbekalan No. Nama Kapal Angkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY (GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) 1 SEMANGAT BARU , ,00 2 PUTRA NELAYAN , ,00 3 BERKAT RAHMAT , ,00 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.5 dapat dilihat bahwa biaya perbekalan adalah besaran biaya konsumsi selama kapal melakukan kegiatan berlayar, maupun tidak berlayar. Dari tabel yang ada besaran biaya ini bervariasi, tergantung dari jumlah anak buah kapal (ABK) atau pekerja yang ada dikapal tersebut dan besaran uang makan yang disediakan pemilik kapal. Tabel 2.6 Biaya Bahan Bakar Per Tahun Kapasitas Umur Biaya Bahan Bakar (BBM) No. Nama Kapal Angkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY (GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) 1 SEMANGAT BARU , ,00 2 PUTRA NELAYAN , ,00 3 BERKAT RAHMAT , ,00 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa biaya bahan bakar adalah besaran biaya yang dikeluarkan untuk keperluan bahan bakar mesin penggerak kapal dan mesin bantu lainnya. Biaya bahan bakar untuk tujuan SBY KP lebih besar dibandingkan tujuan KP SBY. Hal ini di pengaruhi oleh kapal dengan tujuan SBY KP, kondisi kapal terisi oleh angkutan barang yang dibawa. Sedangkan kapal dengan tujuan KP SBY, kondisi kapal tidak terisi oleh muatan atau kapal tidak terisi penuh muatan. Tabel 2.7 Biaya Minyak Pelumas Per Tahun No. Nama Kapal Kapasitas Umur Biaya Minyak Pelumas Angkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY (GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) 1 SEMANGAT BARU ,00 0,00 2 PUTRA NELAYAN ,00 0,00 3 BERKAT RAHMAT ,00 0,00 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa biaya minyak pelumas adalah besaran biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelumasan mesin penggerak kapal dan mesin bantu lainnya. Dari tabel yang ada biaya yang diperlukan bervariasi, tergantung tingkat kapasitas minyak pelumas yang diperlukan. Tabel 2.8 Biaya Operasional No. Nama Kapal Kapasitas Umur Biaya Operasional Angkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY (GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun) 1 SEMANGAT BARU , ,72 2 PUTRA NELAYAN , ,62 3 BERKAT RAHMAT , ,72 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.8 dapat dilihat bahwa biaya operasional adalah besaran biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian kapal, baik itu biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Dari kondisi tabel yang ada biaya operasional tujuan SBY KP berbeda dengan tujuan KP SBY. Tabel 2.9 Perbedaan Pendapatan Bersih Kapasitas Umur Pendapatan No. Nama Kapal Angkut Kapal Kapal Bersih (GT) (Tahun) (Rp/Tahun) 1 SEMANGAT BARU ,28 2 PUTRA NELAYAN ,38 3 BERKAT RAHMAT ,28 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.9 dapat dilihat bahwa pendapatan bersih terbesar terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp ,38. Tabel 2.10 Total Cost (SBY - KP) Kapasitas Umur Total Cost No. Nama Kapal Angkut Kapal Kapal (TC) (GT) (Tahun) (Ton/Mil) 1 SEMANGAT BARU ,90 2 PUTRA NELAYAN ,31 3 BERKAT RAHMAT ,51 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.10 dapat dilihat bahwa Total Cost terbesar terjadi pada kapal Semangat Baru sebesar Rp ,90 (Ton/Mil) UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 32

39 Tabel 2.11 Perbedaan Total Cost (KP-SBY) No. Nama Kapal Kapasitas Umur Total Cost Angkut Kapal Kapal (TC) (GT) (Tahun) (Ton/Mil) 1 SEMANGAT BARU ,16 2 PUTRA NELAYAN ,65 3 BERKAT RAHMAT ,31 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.11 dapat dilihat bahwa Total Cost terbesar terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp ,65 (Ton/Mil) Tabel 2.12 Analisis Tarif berdasarkan Jarak Kapasitas Umur Analisis Rata-rata No. Nama Kapal Angkut Kapal Kapal Tarif Tarif (GT) (Tahun) (Ton/Mil) (Ton/Mil) 1 SEMANGAT BARU ,44 2 PUTRA NELAYAN , ,41 3 BERKAT RAHMAT ,83 Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan Pada Tabel 2.12 dapat dilihat bahwa Tarif Angkutan Barang Kapal Layar Motor 34 GT, setelah dirata-ratakan dari ketiga KLM yang adalah sebesar Rp ,41 (Ton/Mil) KESIMPULAN Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hubungan yang terjadi antara kapasitas angkut kapal dengan biaya operasional berdasarkan realisasi lapangan. Dengan analisis tarif berdasarkan jarak antar pelabuhan (ton mil). Didapat tarif angkutan barang tertinggi terjadi pada KLM Semangat Baru sebesar Rp ,44,- (Ton/Mil), Sedangkan tarif terendah terjadi pada KLM Putra Nelayan sebesar Rp ,95,- (Ton/Mil). 2. Ditinjau dari ketiga KLM Semangat Baru, KLM Putra Nelayan, dan KLM Berkat Rahmat. Tarif KLM dari hasil analisis yang diperoleh dapat dirata-ratakan untuk mendapatkan Tarif seragam KLM (Kapal Layar Motor). Berdasarkan kondisi tersebut Tarif Kapal Layar Motor 34 GT sebesar Rp ,41 (Ton/Mil) SARAN 1. Perlu pengkajian yang lebih dalam untuk penelitian selanjutnya, karena ada variable yang tidak berpengaruh secara tetap. Seperti variabel biaya BBM dan biaya gaji ABK. 2. Kondisi gambaran besaran tarif yang ada, bisa dijadikan pembanding sebagai acuan penetapan tarif angkutan pada kapal layar motor yang ada di Kuala Pembuang nantinya DAFTAR PUSTAKA 1. Ditjen Perhubungan Laut Dep.Hub. (2003), Himpunan Data Peraturan di Lingkungan Dirjen Perhubungan Laut, Penerbit Bagian Hukum dan Humas Dirjen Perhubungan Laut, Jakarta. 2. Ditjen Perhubungan Laut Dep.Hub. ADPEL Kab. Seruyan. (2006), Selayang Pandang Pelabuhan Laut Kuala Pembuang. 3. Ditjen Perhubungan Laut Dep.Hub. ADPEL Kab. Seruyan. (2010), Laporan Tahunan. 4. Erwin. (2005), Analisis Angkutan Umum Kota Buntok (Studi Kasus Trayek Terminal Uria Mapas/Buntok Kota), Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. 5. Giyanto, Endro. dkk. (2004), Analisa Tarif Jalan Tol Semarang (Studi Kasus Ruas Tol Seksi B) Jurnal, FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. 6. Goli, Antong. ST. dkk. (2005), Struktur Biaya Operasi Kapal (Studi Kasus KLM Pinisi 360 GRT) Jurnal, FSTPT, Universitas Sriwijaya, Palembang. 7. Goli, Antong. ST. dkk. (2005), Analisa Tarif Angkutan Laut (Studi Kasus KLM Pinisi 360 GRT) Jurnal, FSTPT, Universitas Sriwijaya, Palembang. 8. Jinca, M. Y. Dr. Ing., MSTr. (2001), Eksistensi Transportasi Laut Pelayaran Rakyat, Jurnal, FSTPT, Universitas Udayana, Bali. 9. Nasution, M. Nur. (2003), Manajemen Transportasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. 10. Nawari. (2010), Analisis Regresi, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. 11. Perda Kab. Seruyan. No. 3 Tahun 2005 tentang Retribusi Perizinan Dokumen Kapal dan Fasilitas dibidang Angkutan Sungai dan Danau 12. Perda Kab. Seruyan. No. 4 Tahun 2005 tentang Retribusi Jasa Dermaga Bongkar Muat Tambat Labuh dan Terminal Penumpang di Kabupaten Seruyan 13. Ramli, M. I., ST., MT. (2004), Studi Kelayakan Finansial Pengoperasian Kapal Fery Trayek Parepare-Balikpapan, Jurnal, FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung 14. Salim, Abbas. (1993), Manajemen Transportasi, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. 15. Syahril, Ilham. dkk. (2003), Penentuan Kapasitas Kapal (Gt) Armada Pelayaran UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 33

40 Rakyat Trayek Parepare Tanjung Redeb, Jurnal, FSTPT, Universitas Hasanudin, Makasar. 16. Santosa, Purbayu Budi. Dr., MS. dkk. (2005), Analisis Statistik, Penerbit ANDI, Yogyakarta. 17. Santosa, Singgih. (2010), Statistik Nonparametrik, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. 18. Universitas Lambung Mangkurat Program Pascasarjana, (2009), Pedoman Penulisan Karya Ilmiah 19. P.P No. 7 Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. 20. Perda Prov. Kalimantan Tengah. No. 9 Tahun 2005 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air. 21. P.P No. 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan. 22. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM. 02 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penanganan Bahan/Barang Bebahaya Dalam Kegiatan Pelayaran Di Indonesia. 23. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM. 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance). UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 APRIL 2012 Page 34

41 PENGGUNAAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET (HRS) Siti Nurraj ah Wati, ST sitinurraj Abstrak Salah satu unsure yang harus ada dalam campuran aspal panas jenis HRS adalah Filler. Adapun Filler yang biasa digunakan yaitu abu batu, kapur dan semen. Berdasarkan tersebut, penelitian ini mencoba mengemukakan bahan lain sebagai alternative pengganti bahan yang biasa digunakan filler yaitu abu sekam. Abu sekam diperoleh dari sisa proses pembakaran gabah padi, yang diharapkan mempunyai sifat sifat yang sesuai jika digunakan sebagai filler pada campuran aspal panas. Tujuan dari penelitian ini, untuk melihat sampai seberapa jauh abu sekam dapat digunakan sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas. Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pemikiran bagi Pembina jalan, Dinas Pekerjaan Umum, dapat upaya menggunakan abu sekam sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas. Material penyusun untuk campuran aspal panas terdiri dari batu pecah dan abu batu yang berasal dari Kecamatan Bukit Batu Km 36 Tangkiling, sedangkan pasir berasal dari Km 28 Tangkiling dan abu sekam dari desa Lempuyang Km 65 Sampit Samuda, dengan penetrasi aspal 80/100. Penelitian ini besifat pengujian di Laboratorium. Adapun untuk perancangan campuran menggunakan Metode Aspalt Institute. Hasil penelitian pada campuran aspal panas dengan berbagai variasi kadar filler menunjukkan bahwa terdapat satu komposisi yang optimal yaitu pada komposisi batu pecah 37.5%, abu batu 15%, pasir 35% dan abu sekam 12,5 % dengan aspal 8,5%. Kata Kunci: Filler, Abu Sekam, Metode Aspalt Institute. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pelaksanaan pembangunan jalan, baik yang sifatnya pembukaan jalan baru, peningkatan dan pemeliharaan cenderung menggunakan aspal panas sebagai lapis perkerasan. Salah satu unsur dari bahan yang harus ada dalam camouran aspal panas adalah filler. Biasanya dalam agregat kasar dan agregat halus sudah terdapat kandungan filler, namun demikian kadarnya sering tidak mencukupi persyaratan, sehingga perlu penambahan filler untuk menanggulangi kekurangan kadar filler dalam campuran tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ini mencoba mengemukakan bahan pengganti alternatif yaitu dengan menggunakan abu sekam sebagai filler. Abu sekam padi yang diperoleh dari sisa sisa proses pembakaran gabah padi pada pabrik pabrik penggilingan padi, diharapkan mempunyai sift sifat yang sesuai jika digunakan sebagai filler adalah salah satu upaya mencari alternatif lain bahan filler sebagai abu batu, kapur dan semen yang sudah biasa digunakan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Melihat pengaruh penggunaan abu sekam padi sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas jenis (Hot Rolled Sheet). b. Mengetahui kualitas penyerapan abu sekam pada HRS. c. Mengetahui nilai stabilitas campuran HRS dengan menggunakan abu sekamp padi. d. Mengetahui variasi optimal penggunaan abu sekam padi pada HRS. 1.4 Batasan Masalah Pada penelitian ini dilakukan pembatasan yaitu: UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 35

42 a. Jenis aspal yang digunakan untuk campuran HRS adalah aspal keras dengan penetrasi 80/100. b. Bahan tambahan yang bersifat sebagai pengisi (filler) adalah abu sekam padi berasal dari limbah tanaman padi yang diperoleh dari lokasi pabrik penggilingan padi Desa lampuyang Km.65 Sampit Samuda. c. Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dari daerah Kecamatan Bukit Batu Tangkiling dan agregat halus digunakan pasir alam Km.28 Jalan Tjilik Riwut Tangkiling. d. Untuk perancangan campuran digunakan metode Asphalt Institute. e. Evaluasi karakteristik campuran meliputi: stabilitas, rongga udara dan quotient Marshall, rongga terisi aspal dan flow yang seluruhnya menggunakan Standart Bina Marga. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hot Rolled Sheet (HRS) Hot Rolled Sheet adalah campuran dengan bahan pembentuk yang terdiri dari bitumen (aspal), agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) yang merupakan lapisan penutup dengan gradasi senjang dan dipadatkan dalam keadaan panas. HRS mempunyai fungsi sebagai lapis penutup untuk mencegah masuknya air dari permukaan di dalam konstruksi perkerasan. Tabel 1 Sfesifikasi Gradasi HRS Persen Berat Komposisi Agregat dari Total Campuran Aspal ¾ ½ / No No No No No Tabel 2 Fraksi Rancangan Campuran HRS Komposisi Agregat Persen Berat dari Total Campuran Aspal Fraksi Agregat Kasar Fraksi Agregat Halus Fraksi Bahan 5 9 Pengisi Fraksi Bitumen > 6,8 % Efektif Fraksi Aspal Total > 7,3% Tabel 3 Sifat Campuran Yang Dipersyaratkan untuk HRS Komposisi Agregat Persen Berat dari Total Campuran Aspal Rongga Udara 4 6 % Hasil Bagi Marshall 1 4 KN/mm Stabilitas Marshall Kg Rongga Terisi % Aspal Kelelehan (flow) 2,0 4,5 mm 2.2 Filler Filler kadang kadang digolongkan sebagai agregat, tetapi sesungguhnya filler adalah pengisi pori atau celah dan untuk mengeraskan selaput aspal yang menyelimuti partikel partikel agregat, sehingga dapat diperoleh campuran yang stabil. Tabel 4 Sfesifikasi Gradasi Filler Uraian Saringan % Berat lolos No No No No Menurut swamy (1986), sekam padi apabila dibakar dengan kondisi yang terkontrol akan menghasilkan abu sekam padi yang UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 36

43 mempunyai sifat pozollan yang tinggi dan apabila dibakar dengan cara yang tidak dikontrol, maka abu yang dihasilkan berbentuk kristal dan tidak kreatif. Jika pembakaran abu sekam melebihi suhu 800C maka akan menghasilkan kristal silika. Mehta (dalam Swamy, 1986) menunjukkan bahwa beton yang dibuat dengan semen Portland dan abu sekam padi memiliki ketahanan yang unggul terhadap lingkungan asam dibandingkan dengan semen portland dan pozzolan lainya. Selinder beton yang dibuat dengan 35% abu sekam padi dan 65% semen Portland tipe II setelah direndam dalam larutan asam (5% asam sulfat) untuk periode 1500 jam, menunjukkan bahwa beton kontrol mengalami penyusutan berat sebesar 27% sedang beton dengan abu sekam padi hanya mengalami penyusutan 13%. 3. METODOLOGI PENELITIAN a. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode uji laboratorium. Material yang akan digunakan dalam penelitian ini diperiksa lebih dahulu di laboratorium untuk memperoleh karakteristik dari material tersebut. Data yang dihasilkan di laboratorium akan digunakan untuk perancangan campuran, selanjutnya dibuat briket (benda uji) untuk dilakukan tes Marshall sehingga dapat diketahui karakteristik fisik campuran. Penelitian ini terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Persiapan bahan dan alat Bahan terdiri dari batu pecah, abu batu, pasir, abu sekam dan aspal penetrasi 80/100. Alat terdiri dari saringan, penguji abrasi (keausan), penguji berat jenis, pengering agregat, pengukur suhu, pencampur, pemisah agregat dan penguji sampel (benda uji). 2. Penentuan sifat-sifat agregat meliputi penguji gradasi, keausan, kadar lempung, berat jenis dan penyerapan. 3. Penentuan proposi terhadap total agregat menggunakan metode diagonal, meliputi proporsi batu pecah, abu batu, pasir dan abu sekam. 4. Penentuan proporsi terhadap total campuran dan variasi kadar aspal. b. Perencanaan Campuran Untuk Metode Marshall Perancangan campuran dengan Metode Marshaal bertitik tolak pada stabilitas yang dihasilkan. Kada aspal optimum ditentukan dengan melakukan pemeriksaan Marshall di laboratorium dari beberapa contoh dengan membuat beberapa variasi kadar aspal, sedangkan gradasi tetpa. Langkah pertama perencanaan campuran adalah proporsi penakaran sehingga diperoleh gradasi agregat campuran yang memenuhi spesifikasi. c. Tujuan Perencanaan Campuran Pekerjaan mix design dimaksudkan untuk mengetahui komposisi dan besarnya persentase agregat yang dibutuhkan dalam merencanakan aspal beton. Tujuan dari mendesain campuran lapis jalan aspal beton adalah untuk menentukan suatu adonan yang ekonomis. d. Uraian Mengenai Metode dan Persyaratan Rencana Campuran Metode yang dipergunakan adalah metode Marshall, sebelum mempersiapkan bahan percobaan, terlebih dahulu harus ditetapkan sebagai berikut : a. Material yang akan digunakan harus sudah memenuhi spesifikasi campuran b. Kombinasi campuran agregat harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Pada proses ini yang paling utama adalah merencanakan komposisi campuran batuannya dan sebagaimana dijelaskan diatas, namun demikian metode yang digunakan untuk penelitian adalah metode Diagonal. Syarat-syarat tersebut diatas yang perlu diperhatikan di laboratorium untuk keperluan schedule dalam mempersiapkan dan menganalisa agregat agregatnya. Dari pembacaan langsung pada alat Marshall dapat diketahui ketahanan (stabilitas) terhadap kelelhan (flow) dari aspal. a. Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kg atau pound. b. Kelelehan plastis (flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 37

44 yang terjadi suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm. e. Pengujian Campuran dengan Marshall Test Pengujian campuran ini dengan 6 (enam) tingkatan kadar aspal yakni : 7,0 %;7,3%; 7,6%; 7,9%; 8,2%; 8,5% dari berat campuran total (berat satu sampel 1000 gram). Untuk setiap persen sepal gradasi dibuat 2 (dua) benda uji. Dari hasil percobaan ini menghasilkan : 1. Stabilitas Besarnya stabilitas marshall didapat dari pembicaraan pada arloji (dial) alat Marshall. Hasil pembacaan terlebih dahulu dikalibrasi dengan kalibrasi alat dan dengan angka korelasi tinggi benda uji. 2. Density (kepadatan) Besarnya density didapatkan dari berat sampel dibagi isi atau dengan rumus : J=E/H (1) Keterangan : J = density (gr/cm 3 ) E = berat kering benda uji (gram) H = isi (cm 3 ) 3. Kelelehan plastis (flow) Kelelehan palastis didapatkan dari pembacaan dial pada alat Marshall dalam satuan mm 0,01. Pembacaan ini bersamaan dengan pembacaan dial stabilitas pada saat mencapai maksimum. 4. Rongga udara dalam campuran (VIM) Besarnya rongga udara dalam campuran didapat persamaan berikut : K=100(DJ)/D (2) Keterangan : K = rongga udara dalam campuran D = berat jenis maksimum campuran 5. Marshall Quotient (MQ) Besarnya angka Marshall Quotient ditentukan oleh : P=M/102N.(3) Keterangan : P = Marshall Quotient (kg/mm) M = stabilitas yang telah disesuaikan (kg) N = nilai Flow (mm) 6. Rongga terisi aspal adalah : Besarnya rongga terisi aspal adalah :. (4) Keterangan : R = rongga terisi aspal (%) K = rongga udara Q = rongga antar butir 4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Rencana Campuran Prosedur untuk menentukan proporsi terhadap total agregat pada masing masing agregat, baik batu pecah, abu batu, pasir dan filler dengan menggunakan metode Diagonal. Dari data analisa masing masing agregat, selanjutnya direncanakan bagaimana komposisi campuran agar memenuhi persyaratan gradasi. Prosedur penentuan proporsi terhadap total agregat adalah sebagai berikut : 1. Plotkan hasil analisa saringan rata rata batu pecah, abu pecah, abu batau, pasir dan abu sekam (filler) 2. Tarik garis diagonal 3. Tentukan proporsi batu pecah dengan melihat ploting untuk batu pecah dan abu batu, kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah = garis batas atas abu batu, lalu tarik garis vertical masing masing hingga sama sma menyentuh garis diagonal, kemudian baca skalanya dari atas. Skala baca tersebut sama dengan skala baca proporsi batu pecah dengan satuan persen. 4. Tentukan proporsi abu batu dengan melihat ploting untuk batu pecah, abu batu dan pasir kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah + garis batas bawah abu batu = garis batas atas pasir, lalu tarik garis vertikal masing masing hingga sama sama menyentuh garis diagonal. Kemudian baca skalanya dari atas selanjutnya dikurangi hasil skala baca. Proporsi batu pecah sama dengan skala batu proporsi abu batu dengan satuan persen. UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 38

45 5. Tentukan proporsi pasir dengan melihat ploting untuk batu pecah, abu batu, pasir dan filler kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah + garis batas bawah abu batu + garis batas bawah pasir = garis batas atas filler, lalu tarik garis vertikal masing masing hingga sama sama menyentuh garis diagonal, kemudian baca skalanya dari atas selanjutnya dikurangi hasil skala baca proporsi batu pecah dikurangi hasil baca skala proporsi abu batu sama dengan skala baca proporsi pasir dengan satuan persen. 6. Tentukan proporsi filler dengan cara 100 skala baca proporsi batu pecah hasil skala baca abu batu hasil skala baca pasir, dengan satuan persen. 7. Dari hasil langkah langkah diatas diperoleh proporsi terhadap total agregat yang terdiri dari batu pecah (%), abu batu (%) dan filler (%). variasi kadar aspal) yaitu : 7 %; 7,3 %; 7,6 %; 7,9 %; 8,2 %; 8,5 %; dari total berat total campuran, dengan berat contoh dibuat 1000 gram. b. Hasil Test Marshall Pada pengujian Marshall diperoleh besaran besaran seperti stabilitas dan flow. Sebelum pengujian Marshall terlebih dahulu dibuat benda uji (briket) sebanyak 2 (dua) buah untuk tiap kadar aspal mulai 7 % - 8,5 % dengan variasi penambahan 0,3 % aspal dan dipadatkan sebanyak 2 x 27 tumbukan, sehingga diperlukan 48 benda uji (setiap satu komposisi masing masing 12 buah). Benda uji yang telah dipadatkan didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian ditimbang beratnya dalam suhu ruang dan beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda uji tersebut direndam dalam water bath selama 24 jam. Kemudian benda uji ditimbanag dalam air dan beratnya ditetapkan. Benda uji diangkat dan dikeringkan sampai mencapai kering permukaan jenuh (SSD), kemudian ditimbang dala kondisi SSD dan dicatat beratnya. Selanjutnya benda uji direndam dalam bak berisi air panas dengan temperature 60 0 C. Perendaman dilakukan selama waktu 30 menit, baru kemudian dilakukan pengujian dengan alat Marshall. Hasil pengujian tercantum dihalaman berikut. Tabel 5 Pengujian Marshall untuk Presentase Abu Sekam 12,5% Gambar 1 Penentuan Proporsi Terhadap Total Agregat Berdasarkan hasil perhitungan dengan cara diagonal diperoleh proporsi terhadap total agregat yang selanjutnya digunakan sebagai dasar acuan untuk mencari variasi proporsi terhadap total agregat dengan cara coba coba dengan tahap memperhatikan spesifikasi total komposisi gradasi sebagai syarat mutlak. Campuran panas direncanakan berdasarkan proporsi terhadap total agregat dengan penggunaan aspal yang berfariasi (dibuat 6 Hasil pengujian Marshall untuk masing masing persentase abu sekam 12,5 %, 10%, 7,5% dan 5%, sebagai data pembanding digunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Palangkaraya dengan proporsi campuran yang terdiri dari coarse aggregate 18%, medium aggregate 64%, fine aggregate 36% dan sand 32%. UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 39

46 Tabel 6 Data Sekunder Pengujian Marshall Tanpa Abu Sekam Analisis Hasil Test Marshall 1. Kepadatan (Densitas) Dari hasil tes Marshall (lihat lampiran 22) dapat dilihat bahwa kecenderungan dari nilai kepadatan adalah meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar aspal. 3. Rongga Udara Nilai rongga udara yang terlalu kecil akan mengakibatkan lapisan aspalmeleleh keluar (bleeding) pada saat beban lalu lintas diatasnya. Namun jika nilai rongga terlalu besar maka sangat berpengaruh pada durabilitas (daya tahan) lapisan permukaan dimana lapisan menjadi tidak kedap air dan udara, sehingga akan masuklah air dan udara kedalam campuran yang mengakibatkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh/getas. Dari grafik terlihat nilai rongga udara akan semakin kecil, seiring dengan penambahan kadar aspal. Ini berarti semakin besar kadar aspalnya, maka semakin besar kemungkinan terjadi bleeding. 2. Stabilitas Stabilitas adalah suatu kemampuan campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis. Dari grafik (lihat lampiran 22) terlihat awalnya nilai stabilitas meningkat aspal maksimum maka nilai stabilitas akan terus menurun. Ini berarti stabilitas tertinggi hanya terjadi pada saat kadar aspal maksimum. Jika telah tercapai kadar aspal maksimum maka jika terus dilakukan penambahan kadar aspal stabilitas campuran aspal akan semakin rendah. 4. Kelelehan Plastis Kelelehan plastis adalah suatu keadaan bentuk yang terjadi akibat penambahan beban sampai terjadinya keruntuhan yang UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 40

47 merupakan indikator terhadap fleksibilitas (kelenturan). Dari grafik terlihat bahwa pada awalnya nilai flow menurun seiring penambahan kadar aspal, setelah mencapai titik balik maka nilai flow menjdi meningkat seiring penambahan kadar aspal. Dimana nilai flow masih berada dalam spedifikasi yang telah ditentukan. Ini berarti campuran cukup mampu mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas menimbulkan retak dan perubahan volume. 5. Hasil Bagi Marshall Hasil bagi Marshall adalah perbandingan dari stabilitas dengan flow yang merupakan indicator dari sifat fleksibilitas (kelenturan) yang potensial terhadap keretakan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan peningkatan kadar aspal, nilai hasil bagi Marshall terjadi peningkatan. Namun jika telah sampai pada kadar aspal maksimim maka nilai hasil bagi Marshall akan terus menurun. 6. Rongga Terisi Aspal Rongga terisi aspal adalah persentase dari rongga antar butir yang terisi aspal efektif. Nilai rongga terisi aspal yang terlalu kecil maka daya lekat antar agregar menjadi kurang sehingga mudah lepas yang sangat mempengaruhi durabilitasnya. Tetapi nilai rongga terisi aspal yang terlalu besar, kemungkinan terjadinya bleeding juga besar. Dari grafik nilai rongga udara terisi aspal semakin meningkat seiring penambahan kadar aspal. Ini berarti pada mulanya campuran (aspal), sifat durabilitas semakin baik, akan tetapi kemungkinan terjadi bleeding menjadi besar. UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 APRIL 2012 Page 41

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.7 Juli 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.7 Juli 2015 ( ) ISSN: ANALISA PERBANDINGAN PERHITUNGAN KAPASITAS MENGGUNAKAN METODE GREENSHIELDS, GREENBERG, DAN UNDERWOOD TERHADAP PERHITUNGAN KAPASITAS MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 Ririn Gamran, Freddy Jansen, M. J. Paransa

Lebih terperinci

EVALUASI FAKTOR PENYESUAIAN HAMBATAN SAMPING MENURUT MKJI 1997 UNTUK JALAN SATU ARAH

EVALUASI FAKTOR PENYESUAIAN HAMBATAN SAMPING MENURUT MKJI 1997 UNTUK JALAN SATU ARAH EVALUASI FAKTOR PENYESUAIAN HAMBATAN SAMPING MENURUT MKJI 1997 UNTUK JALAN SATU ARAH Chamelia Badi Semuel Y. R. Rompis, Freddy Jansen Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi Manado Email:

Lebih terperinci

Model Hubungan Parameter Lalu Lintas Menggunakan Model Greenshields dan Greenberg

Model Hubungan Parameter Lalu Lintas Menggunakan Model Greenshields dan Greenberg Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Model Hubungan Parameter Lalu Lintas Menggunakan Model Greenshields dan Greenberg YUDI SUPRIADI 1, DWI

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS

STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS Dikdik Sunardi 1, Ida Farida 2, Agus Ismail 2 Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

ANALISA GELOMBANG KEJUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI JALAN SARAPUNG MANADO

ANALISA GELOMBANG KEJUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI JALAN SARAPUNG MANADO ANALISA GELOMBANG KEJUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI JALAN SARAPUNG MANADO Natalia Diane Kasenda Alumni Pascasarjana S2 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi James A. Timboeleng, Freddy

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.3 Maret 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.3 Maret 2016 ( ) ISSN: EVALUASI PERHITUNGAN KAPASITAS MENURUT METODE MKJI 1997 DAN METODE PERHITUNGAN KAPASITAS DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA PERILAKU KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS PADA RUAS JALAN ANTAR KOTA (STUDI KASUS MANADO

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN VOLUME, KECEPATAN DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA JALAN ASIA AFRIKA BANDUNG

ANALISIS HUBUNGAN VOLUME, KECEPATAN DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA JALAN ASIA AFRIKA BANDUNG ANALISIS HUBUNGAN VOLUME, KECEPATAN DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA JALAN ASIA AFRIKA BANDUNG Alexander Vincent NRP:0121007 Pembimbing: V.Hartanto,Ir.,M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.9, Agustus 2013 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.9, Agustus 2013 ( ) ISSN: ANALISA DERAJAT KEJENUHAN AKIBAT PENGARUH KECEPATAN KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN DI KAWASAN KOMERSIL (STUDI KASUS: DI SEGMEN JALAN DEPAN MANADO TOWN SQUARE BOULEVARD MANADO) Rifan Ficry Kayori T. K.

Lebih terperinci

PEMILIHAN MODEL HUBUNGAN ANTARA VOLUME, KECEPATAN, DAN KERAPATAN JALAN DALAM KOTA (Studi kasus: Jalan Ahmad Yani, Denpasar)

PEMILIHAN MODEL HUBUNGAN ANTARA VOLUME, KECEPATAN, DAN KERAPATAN JALAN DALAM KOTA (Studi kasus: Jalan Ahmad Yani, Denpasar) PEMILIHAN MODEL HUBUNGAN ANTARA VOLUME, KECEPATAN, DAN KERAPATAN JALAN DALAM KOTA (Studi kasus: Jalan Ahmad Yani, Denpasar) I Kadek Edy Wira Suryawan¹, I. N. Widana Negara ², A.A.N.A. Jaya Wikrama ² ¹Alumni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Arus Lalu Lintas 2.1.1 Volume Arus Lalu Lintas Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang melewati suatu segmen/ruas jalan selama waktu tertentu. Volume

Lebih terperinci

EVALUASI PENGARUH PASAR MRANGGEN TERHADAP LALU-LINTAS RUAS JALAN RAYA MRANGGEN

EVALUASI PENGARUH PASAR MRANGGEN TERHADAP LALU-LINTAS RUAS JALAN RAYA MRANGGEN EVALUASI PENGARUH PASAR MRANGGEN TERHADAP LALU-LINTAS RUAS JALAN RAYA MRANGGEN Supoyo Universitas Semarang,Jl. Soekarno Hatta Semarang Email: spy_supoyo@yahoo.com 1. Abstrak Pasar adalah tempat sarana

Lebih terperinci

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014 ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014 Rusdianto Horman Lalenoh Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email:

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN TUGAS AKHIR Oleh : IDA BAGUS DEDY SANJAYA 0519151030 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

KEKAKUAN KOLOM BAJA TERSUSUN EMPAT PROFIL SIKU DENGAN VARIASI PELAT KOPEL

KEKAKUAN KOLOM BAJA TERSUSUN EMPAT PROFIL SIKU DENGAN VARIASI PELAT KOPEL KEKAKUAN KOLOM BAJA TERSUSUN EMPAT PROFIL SIKU DENGAN VARIASI PELAT KOPEL Achmad Basuki Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNS Surakarta. E-mail: achmadbasuki@yahoo.com Abstract Steel has advantages

Lebih terperinci

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG

STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG STUDI KINERJA JALAN SATU ARAH DI JALAN KEBON KAWUNG, BANDUNG Hendra Saputera NRP : 9921020 Pembimbing : Prof. Ir. Bambang I. S., M.Sc., Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 Julius Harpariadi NRP : 9821059 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS TINGKAT PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PERSAMAAN DAVIDSON (STUDI KASUS : JALAN KAIRAGI-AIRMADIDI)

ANALISIS INDEKS TINGKAT PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PERSAMAAN DAVIDSON (STUDI KASUS : JALAN KAIRAGI-AIRMADIDI) ANALISIS INDEKS TINGKAT PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PERSAMAAN DAVIDSON (STUDI KASUS : JALAN KAIRAGI-AIRMADIDI) Preisy Gabriela Kaeng Semuel Y.R Rompis, Lintong Elisabeth Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA LALU LINTAS JAM SIBUK PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI

ANALISIS KINERJA LALU LINTAS JAM SIBUK PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.11 November (759-766) ISSN: 2337-6732 ANALISIS KINERJA LALU LINTAS JAM SIBUK PADA RUAS JALAN WOLTER MONGINSIDI Rafael Masarrang Lintong E., Joice E. Waani Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AKTIVITAS PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KAPASITAS JALAN (Studi Kasus : Jl. Sam Ratulangi Manado Segmen Rs. Siloam - Golden Swalayan)

ANALISA PENGARUH AKTIVITAS PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KAPASITAS JALAN (Studi Kasus : Jl. Sam Ratulangi Manado Segmen Rs. Siloam - Golden Swalayan) Jurnal Sipil Statik Vol4 No1 Oktober 216 (631-64) ISSN: 2337-6732 ANALISA PENGARUH AKTIVITAS PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KAPASITAS JALAN (Studi Kasus : Jl Sam Ratulangi Manado Segmen Rs Siloam - Golden Swalayan)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN ABDULRACHMAN SALEH, BANDUNG

STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN ABDULRACHMAN SALEH, BANDUNG STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN ABDULRACHMAN SALEH, BANDUNG Edianto NRP : 0021118 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST, MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

MODEL HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN LALU LINTAS BERDASARKAN METODE GREENSHIELD PADA RUAS JALAN PROF. DR. JHON ARIO KATILI KOTA GORONTALO

MODEL HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN LALU LINTAS BERDASARKAN METODE GREENSHIELD PADA RUAS JALAN PROF. DR. JHON ARIO KATILI KOTA GORONTALO 1 MODEL HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN LALU LINTAS BERDASARKAN METODE GREENSHIELD PADA RUAS JALAN PROF. DR. JHON ARIO KATILI KOTA GORONTALO Siti Khairunnisa AR. Nusi 1), Yuliyanti Kadir 2), Anton

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu pasal 3 yang berisi: Transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN DR. JUNJUNAN, BANDUNG

STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN DR. JUNJUNAN, BANDUNG STUDI VOLUME, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN DR. JUNJUNAN, BANDUNG Ronald Simatupang NRP : 9821024 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman Ko Pembimbing : Tan Lie Ing, ST, MT. FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU IRPAN ADIGUNA NRP : 9721041 NIRM : 41077011970277 Pembimbing : Ir. V. HARTANTO, M.SC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan atau kebutuhan akan jasa transportasi makin bertambah meningkat dan meluas mengikuti perkembangan zaman dan peradaban manusia. Hal tersebut didasari dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Jalan merupakan akses yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam hal ini perlu diperhatikan fungsinya dengan tepat. Penelitian mengenai pengaruh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 17 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Lalu Lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rerata tahunan (LHRT) dengan faktor yang sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) PRO S ID IN G 20 11 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

STUDI VOLUME, KECEPATAN, KERAPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIRKOJA, BANDUNG

STUDI VOLUME, KECEPATAN, KERAPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIRKOJA, BANDUNG STUDI VOLUME, KECEPATAN, KERAPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIRKOJA, BANDUNG Deri Virsandi NRP : 0121106 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

KINERJA RUAS JALAN MANADO - BITUNG

KINERJA RUAS JALAN MANADO - BITUNG KINERJA RUAS JALAN MANADO - BITUNG Dhewanty Rahayu Puteri Theo K. Sendow, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email:dhewantyputeri@yahoo.co.id ABSTRAK Kota Bitung

Lebih terperinci

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. INTISARI Kapasitas daya dukung jalan sangat penting dalam mendesain suatu ruas jalan,

Lebih terperinci

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM: JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI 1997 Oleh RAHIMA AHMAD NIM:5114 10 094 Jurnal ini telah disetujui dan telah diterima oleh dosen pembimbing sebagai salah

Lebih terperinci

ANALISA GELOMBANG KEJUT PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL (STUDI KASUS: JL. 17 AGUSTUS JL. BABE PALAR)

ANALISA GELOMBANG KEJUT PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL (STUDI KASUS: JL. 17 AGUSTUS JL. BABE PALAR) ANALISA GELOMBANG KEJUT PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL (STUDI KASUS: JL. 17 AGUSTUS JL. BABE PALAR) Marlien Helti Lidya Astri Bella James A Timboeleng, Semuel Y. R. Rompis Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Untuk menganalisa lalulintas pada ruas jalan Jatiwaringin diperlukan data lalulintas pada lajur jalan tersebut. Dalam bab ini dibahas hasil dari penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur BAB 3 METODOLOGI 3.1. Pendekatan Penelitian Pada tahap awal dilakukan pengamatan terhadap lokasi jalan yang akan diteliti untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN (Studi kasus Jalan Karapitan) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh program Sarjana (S-1) Oleh RIZKY ARIEF RAMADHAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, KERAPATAN LALU LINTAS DENGAN METODE GREENSHIELDS PADA RUAS JALAN DR. DJUNDJUNAN BANDUNG

HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, KERAPATAN LALU LINTAS DENGAN METODE GREENSHIELDS PADA RUAS JALAN DR. DJUNDJUNAN BANDUNG HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, KERAPATAN LALU LINTAS DENGAN METODE GREENSHIELDS PADA RUAS JALAN DR. DJUNDJUNAN BANDUNG Dionisius Julianus Sinaga NRP : 0521054 Pembimbing : Tan Lie Ing,ST.,MT. FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG Rio Reymond Manurung NRP: 0721029 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T.,M.T. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

Irvan Banuya NRP : Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Irvan Banuya NRP : Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK STUDI PERBANDINGAN TINGKAT KINERJA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 SEBELUM DAN SETELAH REKAYASA LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN JALAN BRAGA JALAN SUNIARAJA Irvan Banuya NRP : 9421035 Pembimbing

Lebih terperinci

STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI WAKTU TEMPUH PENGOLAHAN DATA. Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA

STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI WAKTU TEMPUH PENGOLAHAN DATA. Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA SURVEI VOLUME DAN JENIS KENDARAAN SURVEI WAKTU TEMPUH SURVEI DATA GEOMETRIK PENGOLAHAN DATA Melakukan klasifikasi dalam bentuk tabel dan grafik ANALISIS DATA Analisis perhitungan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK Analisis Kapasitas, Tingkat Pelayanan, Kinerja dan 43 Pengaruh Pembuatan Median Jalan ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN Adhi Muhtadi ABSTRAK Pada saat ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas.

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalu lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang yang dimaksud dengan ruang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan III-1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan Waturenggong dengan panjang ±1212m yang merupakan masuk dalam kategori tipe jalan perkotaan

Lebih terperinci

TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK STUDI BANDING HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME DAN KERAPATAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL NORTHWESTERN DAN MODEL GREENBERG PADA RUAS JALAN KAUTAMAAN ISTRI BANDUNG DAN JALAN SOEKARNO HATTA BANDUNG Bhakti Firiawan

Lebih terperinci

PENGARUH PENUTUPAN CELAH MEDIAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS DI JALAN IR.H.JUANDA BANDUNG

PENGARUH PENUTUPAN CELAH MEDIAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS DI JALAN IR.H.JUANDA BANDUNG PENGARUH PENUTUPAN CELAH MEDIAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS DI JALAN IR.H.JUANDA BANDUNG Perry M Sihotang NRP : 9521089 NIRM : 41077011950350 Pembimbing : Wimpy Santosa, Ph.D FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

STUDI MODEL HUBUNGAN VOLUME KECEPATAN KEPADATAN PADA JALAN PERKOTAAN TIPE 2 LAJUR DAN 4 LAJUR TAK TERBAGI (2UD DAN 4UD)

STUDI MODEL HUBUNGAN VOLUME KECEPATAN KEPADATAN PADA JALAN PERKOTAAN TIPE 2 LAJUR DAN 4 LAJUR TAK TERBAGI (2UD DAN 4UD) STUDI MODEL HUBUNGAN VOLUME KECEPATAN KEPADATAN PADA JALAN PERKOTAAN TIPE 2 LAJUR DAN 4 LAJUR TAK TERBAGI (2UD DAN 4UD) Nur Ali Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Univ. Hasanuddin Jln.

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIR KOJA BANDUNG

ANALISIS HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIR KOJA BANDUNG ANALISIS HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME, DAN KERAPATAN LALU LINTAS PADA RUAS JALAN TERUSAN PASIR KOJA BANDUNG Samuel Christmas NRP : 0421062 Pembimbing : Tan Lie Ing,ST.,MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Djoko Sulistiono 1, Hera widyastuti 2, Catur Arief Prastyanto 2 1 Mahasiswa S 2 Manajemen dan Rekayasa Transportasi Teknik Sipil FTSP ITS

Djoko Sulistiono 1, Hera widyastuti 2, Catur Arief Prastyanto 2 1 Mahasiswa S 2 Manajemen dan Rekayasa Transportasi Teknik Sipil FTSP ITS USULAN METODE PERENCANAAN PANJANG LAJUR ANTRIAN PUTARAN U PELAYANAN TUNGGAL KONDISI TAK TERLINDUNG PADA RUAS JALAN DENGAN MEDIAN ( Kasus Jalan Ruas Dharmahusada Indah Timur dan Jalan HR Muhammad Surabaya)

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE)

HUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE) HUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE) Mukhlis Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh Email:

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan. 14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Jalan Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika jalan tersebut dibebani arus lalu lintas. Karakteristik jalan tersebut

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah ABSTRAK Sistem satu arah merupakan suatu pola lalu lintas dimana dilakukan perubahan pada jalan dua arah menjadi jalan satu arah. Perubahan pola lalu lintas ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas jalan

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Ruas Jalan Kaliurang KM 12 KM 14,5 Sleman Yogyakarta

Analisis Kinerja Ruas Jalan Kaliurang KM 12 KM 14,5 Sleman Yogyakarta Analisis Kinerja Ruas Jalan Kaliurang KM 12 KM 14,5 Sleman Yogyakarta Gilang Budi Warnantyo 1, Bachnas, Prima Juanita Romadhona 3 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil FTSP UII email: gilangbudi943@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI K DALAM PENENTUAN VOLUME JAM PERENCANAAN DI KOTA BITUNG

ESTIMASI NILAI K DALAM PENENTUAN VOLUME JAM PERENCANAAN DI KOTA BITUNG ESTIMASI NILAI K DALAM PENENTUAN VOLUME JAM PERENCANAAN DI KOTA BITUNG Theo Kurniawan Sendow Abstrak Dalam perencanaan Geometrik Jalan dikenal itilah nilai k. Adapun estimasi nilai k dalam menentukan volume

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PENELITIAN. Kebon Jeruk - Simprug dan arah Simprug - Kebon Jeruk. Total. rabu dan jum at. Pengambilan waktu dari pukul

BAB IV ANALISA PENELITIAN. Kebon Jeruk - Simprug dan arah Simprug - Kebon Jeruk. Total. rabu dan jum at. Pengambilan waktu dari pukul BAB IV ANALISA PENELITIAN 4.1. Data Lalu lintas 4.1.1 Volume Lalu Lintas Pengumpulan data volume lalu lintas di lakukan dalam interval waktu pengamatan 15 menit, dibedakan menurut arah Kebon Jeruk - Simprug

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA JALAN R.E. MARTADINATA BANDUNG

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA JALAN R.E. MARTADINATA BANDUNG PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA JALAN R.E. MARTADINATA BANDUNG Windi Ria Sari NRP: 0121115 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Hambatan samping merupakan faktor penyebab kemacetan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabel Analisis Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja Ruas Jalan Otto Iskandardiata Kota Bandung akibat pertumbuhan lalu lintas selama 10 tahun mendatang

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI Ridwansyah Nuhun Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Jl. HEA.Mokodompit

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JALAN JENDRAL AHMAD YANI DEPAN PASAR KOSAMBI BANDUNG

EVALUASI KINERJA JALAN JENDRAL AHMAD YANI DEPAN PASAR KOSAMBI BANDUNG EVALUASI KINERJA JALAN JENDRAL AHMAD YANI DEPAN PASAR KOSAMBI BANDUNG Indra Rachman Efendi NRP : 0421076 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp

Jurnal Teknik Sipil ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp ISSN 2302-0253 9 Pages pp. 123-131 ANALISIS PERBANDINGAN KECEPATAN KENDARAAN AKTUAL TERHADAP KAJIAN MKJI PADA RUAS JALAN BERLAJUR BANYAK DALAM KOTA (Studi kasus pada jalan T. Nyak Arief Banda Aceh) Muyasir

Lebih terperinci

PENGARUH PENYEMPITAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS JALAN (STUDI KASUS: JL. P. KEMERDEKAAN DEKAT MTOS JEMBATAN TELLO)

PENGARUH PENYEMPITAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS JALAN (STUDI KASUS: JL. P. KEMERDEKAAN DEKAT MTOS JEMBATAN TELLO) PENGARUH PENYEMPITAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS JALAN (STUDI KASUS: JL. P. KEMERDEKAAN DEKAT MTOS JEMBATAN TELLO) S. A. Adisasmita 1, I. Renta 1, A. Fitriani 2 ABSTRAK : Pada beberapa ruas

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG Sopian Toni NRP : 9821018 Pembimbing : Silvia Sukirman, Ir FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.5, April 2013 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.5, April 2013 ( ) ISSN: EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL MENGGUNAKAN PROGRAM aasidra (Studi Kasus : Persimpangan Jalan 14 Februari Teling Jalan Diponegoro Jalan Lumimuut Jalan Toar, Kota Manado) 2011 Julia Astuti Djumati M.

Lebih terperinci

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KINERJA JALAN BRIGADIR JENDERAL KATAMSO BANDUNG

STUDI TINGKAT KINERJA JALAN BRIGADIR JENDERAL KATAMSO BANDUNG STUDI TINGKAT KINERJA JALAN BRIGADIR JENDERAL KATAMSO BANDUNG SUDY ANTON NRP : 9721075 NIRM : 41077011970310 Pembimbing : Silvia Sukirman, Ir. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tentang Kemacetan Lalu lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS

PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PLAT KOPEL A. DATA BAHAN [C]2011 : M. Noer Ilham Tegangan leleh baja (yield stress ), f y = 240 MPa Modulus elastik baja (modulus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN MENGGUNAKAN METODE BELL (STUDI KASUS JALAN PAJAJARAN, SUKASARI-BARANANG SIANG)

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN MENGGUNAKAN METODE BELL (STUDI KASUS JALAN PAJAJARAN, SUKASARI-BARANANG SIANG) Ujang Sulaeman, Rulhendri, Syaiful, Kajian Tentang Hubungan Kecepatan, Volume dan Kepadatan Menggunakan Metode Bell (Studi Kasus Jalan Pajajaran, Sukasari-Barangsiang) KAJIAN TENTANG HUBUNGAN KECEPATAN,

Lebih terperinci

FUNGSI PELAT KOPEL BAJA PADA BATANG TEKAN ALBOIN FERDINAND ARIADY TAMBUN

FUNGSI PELAT KOPEL BAJA PADA BATANG TEKAN ALBOIN FERDINAND ARIADY TAMBUN FUNGSI PELAT KOPEL BAJA PADA BATANG TEKAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil OLEH : ALBOIN FERDINAND ARIADY TAMBUN 06 0404 044

Lebih terperinci

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG KAJIAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEKITAR KAWASAN PASAR DAN RUKO LAWANG KABUPATEN MALANG Arbillah Saleh, Moh. Prima Sudarmo, Harnen Sulistio, M. Zainul Arifin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN

ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN ANALISIS KINERJA JALAN KOTA METRO BERDASARKAN NILAI DERAJAT KEJENUHAN JALAN Oleh: Agus Surandono Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro e-mail : agussurandono@yahoo.co.id ABSTRAK Suatu perencanaan

Lebih terperinci

Analisis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Metode Greenshields dan Greenberg

Analisis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Metode Greenshields dan Greenberg 178 JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 15, No. 2, 178-184, November 212 Analisis Volume, Kecepatan, dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Metode Greenshields dan Greenberg (Analysis of The Volume, Speed and

Lebih terperinci

KAJIAN LAJUR KHUSUS SEPEDA MOTOR PADA JALAN JEND. AHMAD YANI PONTIANAK

KAJIAN LAJUR KHUSUS SEPEDA MOTOR PADA JALAN JEND. AHMAD YANI PONTIANAK KAJIAN LAJUR KHUSUS SEPEDA MOTOR PADA JALAN JEND. AHMAD YANI PONTIANAK Erick Putra Pratama 1), Teddy Ariyadi 2), Siti Mayuni 2) Abstrak Sepeda Motor adalah jenis Kendaraan yang dikenal memiliki mobilitas

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA RUAS JALAN HASANUDDIN KOTA MANADO

ANALISA KINERJA RUAS JALAN HASANUDDIN KOTA MANADO ANALISA KINERJA RUAS JALAN HASANUDDIN KOTA MANADO Angelina Indri Titirlolobi Lintong Elisabeth, James A. Timboeleng Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Email : angelina.titirlolobi@gmail.com

Lebih terperinci

STUDY EFFECT OF THE PROPORTION OF MOTORCYCLES ON THE ROAD WITH A MEDIAN PERFORMANCE

STUDY EFFECT OF THE PROPORTION OF MOTORCYCLES ON THE ROAD WITH A MEDIAN PERFORMANCE STUDY EFFECT OF THE PROPORTION OF MOTORCYCLES ON THE ROAD WITH A MEDIAN PERFORMANCE Name : Saut Tua NRP: 0621006 Counselor : Silvia Sukirman, Ir. ABSTRACT One of moda transportation which is a lot of used

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM.

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM. 1 ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI Analisa Kondisi Ruas Jalan. Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas

Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI Analisa Kondisi Ruas Jalan. Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas Materi Kuliah Teknik Lalu Lintas Langkah Perhitungan PERHITUNGAN KINERJA RUAS JALAN PERKOTAAN BERDASARKAN MKJI 1997 Dr.Eng. M. Zudhy Irawan, S.T., M.T. 1. Masukkan data ruas jalan a. Kondisi ruas jalan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR Riyadi Suhandi, Budi Arief, Andi Rahmah 3 ABSTAK Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA pada ruas jalan yang melingkari Istana Kepresidenan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Data Volume dan Kecepatan Pejalan Kaki

Tabel 1.1 Data Volume dan Kecepatan Pejalan Kaki 1 Case : Dalam suatu koridor pejalan kaki tertentu (perlajur permeter) terdapat data kecepatan dan speed yang diperoleh dari survey volume dari pejalan kaki. Data tersebut terlampir sebagai berikut: Tabel

Lebih terperinci

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA

MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA MANAJEMEN LALU LINTAS AKIBAT BEROPERASINYA TERMINAL PESAPEN SURABAYA Bimagisteradi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK : Surabaya merupakan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS KONTRIBUSI KEGIATAN DI KOMPLEKS TERPADU UKRIDA-PENABUR TERHADAP KAPASITAS RUAS JALAN TANJUNG DUREN RAYA DAN JALAN LETJEN S.

STUDI ANALISIS KONTRIBUSI KEGIATAN DI KOMPLEKS TERPADU UKRIDA-PENABUR TERHADAP KAPASITAS RUAS JALAN TANJUNG DUREN RAYA DAN JALAN LETJEN S. Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer STUDI ANALISIS KONTRIBUSI KEGIATAN DI KOMPLEKS TERPADU UKRIDA-PENABUR TERHADAP KAPASITAS RUAS JALAN TANJUNG DUREN RAYA DAN JALAN LETJEN S. PARMAN STUDY OF ANALYSIS OF CONTRIBUTION

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina Abstrak Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi berdampak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Ruas jalan harus memiliki hambatan berupa penyempitan jalan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Ruas jalan harus memiliki hambatan berupa penyempitan jalan. BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Pengumpulan Data III.1.1 Pemilihan Lokasi Pemilihan lokasi yang tepat akan memberikan hasil penelitian yang baik. Untuk menentukan lokasi perlu diperhatikan beberapa

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03-1729-2002) MENGGUNAKAN MATLAB R. Dhinny Nuraeni NRP : 0321072 Pembimbing : Ir. Ginardy

Lebih terperinci

EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN JALAN SAM RATULANGI JALAN BABE PALAR MANADO

EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN JALAN SAM RATULANGI JALAN BABE PALAR MANADO EKIVALENSI MOBIL PENUMPANG PADA PERSIMPANGAN BERSIGNAL TIGA LENGAN JALAN SAM RATULANGI JALAN BABE PALAR MANADO Ady Suhendra Edmonssoen Monoarfa Longdong J., J. A. Timboeleng, M. R. E. Manoppo Fakultas

Lebih terperinci

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK Dian Idyanata 1) Abstrak Kemacetan merupakan suatu konflik pada ruas jalan yang menyebabkan antrian pada ruas jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran

Lebih terperinci

RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS

RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS RENCANA JALAN TOL TENGAH DI JL. AHMAD YANI SURABAYA BUKAN MERUPAKAN SOLUSI UNTUK PENGURANGAN KEMACETAN LALU-LINTAS DUNAT INDRATMO Teknik Sipil FTSP - ITS Telp. : (031) 8290332 ; Fax. : (031) 8292953 ;

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Analisa jaringan jalan dibagi atas beberapa komponen: Segmen jalan Simpang bersinyal Simpang tidak bersinyal

Lebih terperinci

PENGARUH PASAR TRADISIONAL KAROMBASAN TERHADAP KINERJA JALAN ARNOLD MONONUTU DI KOTA MANADO

PENGARUH PASAR TRADISIONAL KAROMBASAN TERHADAP KINERJA JALAN ARNOLD MONONUTU DI KOTA MANADO Sabua Vol.5, No.2: 87-95 Agustus 2013 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN PENGARUH PASAR TRADISIONAL KAROMBASAN TERHADAP KINERJA JALAN ARNOLD MONONUTU DI KOTA MANADO Wahyuni Eka Putri 1, James Timboeleng 2,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS ABSTRAK Kawasan pendidikan merupakan suatu kawasan yang rentan terjadi kecelakaan lalu lintas dan yang menjadi korban adalah para siswa. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dibuatkanlah Zona Selamat

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERLINTASAN SEBIDANG JALAN DENGAN REL KERETA API TERHADAP KARAKTERISTIK LALULINTAS

STUDI PENGARUH PERLINTASAN SEBIDANG JALAN DENGAN REL KERETA API TERHADAP KARAKTERISTIK LALULINTAS STUDI PENGARUH PERLINTASAN SEBIDANG JALAN DENGAN REL KERETA API TERHADAP KARAKTERISTIK LALULINTAS (Studi Kasus : Perlintasan Sebidang Jalan Sekip dengan Rel Kereta Api) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL STUDI PERBANDINGAN ARUS LALU LINTAS SATU ARAH DAN DUA ARAH PADA RUAS JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG Ochy Octavianus Nrp : 0121086 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 18, No. 1, Januari 2014

Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 18, No. 1, Januari 2014 Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 18, No. 1, Januari 2014 PERBANDINGAN KAPASITAS JALAN ANTARA MODEL PENDEKATAN LALU LINTAS DENGAN MKJI PADA JALAN PERKOTAAN BERLAJUR BANYAK (STUDI KASUS: JALAN RAYA PUPUTAN

Lebih terperinci

EVALUASI DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN DR. DJUNJUNAN, BANDUNG, AKIBAT PENGARUH LIMPASAN AIR HUJAN

EVALUASI DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN DR. DJUNJUNAN, BANDUNG, AKIBAT PENGARUH LIMPASAN AIR HUJAN EVALUASI DERAJAT KEJENUHAN PADA RUAS JALAN DR. DJUNJUNAN, BANDUNG, AKIBAT PENGARUH LIMPASAN AIR HUJAN Chrisnur Chandra NRP : 9721072 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci