BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 340 kda dan terutama dibentuk di hati. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 340 kda dan terutama dibentuk di hati. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang"

Transkripsi

1 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. FIBRINOGEN Struktur Fibrinogen Fibrinogen adalah glikoprotein yang larut dalam plasma dengan BM 340 kda dan terutama dibentuk di hati. Fibrinogen terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida, yaitu Aα, Bβ dan γγ. Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh ikatan disulfida untuk membentuk molekul yang simetris dan terbagi dua. Daerah tengah sepanjang fibrinopeptida A (Fp A) dan fibrinopeptida B (Fp B) disebut E-domain sedangkan dua daerah identik yang terletak pada ujung karboksi terminal menuju ke arah luar disebut D-domain. Daerah D-domain dan E-domain dihubungkan oleh suatu ruangan kumparan antara rantai α, β dan γγ. 1,2 Fibrinogen manusia mengandung 610 asam amino pada rantai Aα, 461 asam amino pada rantai Bβ dan 411 pada rantai γγ yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Selama pembekuan darah, trombin bereaksi pada rantai N terminal dari 16 asam amino rantai α dan 14 asam amino rantai β yang juga dikenal sebagai fibrinopeptida A dan B. Pemisahan 2 rantai polipeptida tersebut melepaskan fibrinopeptida A dan B untuk membentuk fibrin monomer. Fibrinopeptida A disebut fibrin monomer, sedangkan fibrinopeptida B disebut fibrin monomer II. Fibrin monomer ini akan berpolimerasi dimana ujung-ujung molekul tersebut berikatan satu

2 8 sama lain membentuk non-cross linked fibrin. Faktor XIII yang sudah diaktifkan trombin dan kalsium adalah enzim transglutaminase yang bekerja mengikat gugus γγ glutamil dan εε lisin yang terletak pada sisi-sisi dari fibrin monomer. Ikatan akan terjadi antara 2 rantai γγ membentuk γγ dimer dan beberapa rantai α membentuk α polimer. Fibrin yang terikat demikian ini disebut cross linked fibrin (fibrin polimer). 1,2,3, Produksi dan Metabolisme Fibrinogen Fibrinogen terutama dibentuk oleh sel hati, dalam jumlah kecil oleh megakariosit dan dikumpulkan di dalam granul alfa trombosit. Kecepatan produksinya sekitar 1,7 5,0 gram perhari (30-60 mg/kg BB) dan memiliki cadangan sintesis apabila diperlukan sebanyak 20 kali. Waktu paruh fibrinogen adalah sekitar 3-5 hari. Produksi di hati distimulasi oleh sitokin (IL-6) yang disekresi oleh makrofag yang aktif atau sel endotel yang rusak dan mekanisme umpan balik yang berhubungan dengan terbentuknya FDP. Selain sitokin, sintesis fibrinogen juga dapat dipacu oleh asam lemak bebas, prostaglandin E1 dan E2. 1,2,3 Sekitar 20% dari fibrinogen plasma mengalami penghancuran yang berlangsung terus menerus. Perubahan fibrinogen menjadi derivat yang larut dengan berat molekul rendah oleh karena adanya aktifitas trombin dan plasmin. Sebagian mekanisme dan metabolisme fibrinogen belum jelas, diduga terjadi di hati. Fibrinogen yang berada di dalam granul α trombosit diabsorbsi ke permukaan trombosit pada reseptor fibrinogen yaitu kompleks glikoprotein IIb dan IIIa (GPIIb, GPIIIa). 2,4,24,25

3 Fungsi Fibrinogen Fungsi fibrinogen yang paling penting adalah membentuk bekuan darah pada proses koagulasi. Selain itu fibrinogen juga berfungsi meningkatkan viskositas darah, agregasi trombosit dan eritrosit, adhesi leukosit dan sebagai reaktan fase akut pada reaksi inflamasi. 1.2 Jumlahnya dalam plasma dapat mempengaruhi thrombogenesis, mempengaruhi aliran darah, viskositas darah dan agregasi thrombosit, dan kadarnya yang meningkat telah terbukti dalam menyebabkan faktor resiko penyakit kardiovaskular. 4,5 Gambar 2.1 Plasma fibrinogen, thrombogenesis and atherogenesis. 4 Walaupun hubungan diantara fibrinogen dan komponen dari SM lebih lemah dari faktor hemostasis seperti PAI-1 dan FVII, penelitian epidemiologi secara konsisten telah menemukan hubungan yang signifikan diantara kadar fibrinogen, kadar insulin yang hanya pada wanita glucose toleran, index massa tubuh dan pengurangan HDL, meskipun

4 10 bukti-bukti hubungan antara fibrinogen dan kadar trigliserida telah konsisten. Kadar fibrinogen meningkat relatif dalam tahap awal kesehatan pada pasien-pasien dengan DM type 2 dan meramalkan perkembangan dari DM type 2 pada individu yang sehat, walaupun hubungan ini dilemahkan secara signifikan dengan dimasukkannya index massa tubuh dan sensitifitas insulin dalam analisis multivarian. 26,27,28,55 Proses koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik pada akhirnya akan membentuk trombin dari protrombin. Trombin yang terbentuk akan memecah fibrinogen menjadi fibrin dan bersama dengan agregasi trombosit akan membentuk bekuan darah. Selanjutnya agar tak terjadi trombus maka fibrin dipecah oleh plasmin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Aktivasi plasmin dan plasminogen dapat dirangsang oleh berbagai aktifator fibrinolisis, diantaranya adalah tissue plasminogen activator. FDP akan menghambat polimerasi fibrin dan kerja trombin melalui mekanisme umpan balik. 29,30 Fibrinogen disamping memegang peranan penting pada proses trombosis baik primer (agregasi trombosit) maupun sekunder (koagulasi darah), juga berperan dalam meningkatkan viskositas darah sehingga memicu terjadinya proses pembentukan plak atheromatous dan selanjutnya trombosis. Terbentuknya plak ini bersamaan dengan adanya pengendapan kolesterol LDL. Halle juga mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL (small dense). 24,31

5 11 Pada reaksi inflamasi, fibrinogen berfungsi sebagai jembatan molekul dalam interaksi sel-sel. Fibrinogen dan fibrin dapat memodulasi respon seluler melalui suatu jenis sel yang berbeda, meliputi sel endotel, sel epitel, leukosit, trombosit dan fibroblast. Kadar fibrinogen yang berkisar pada mg/dl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Akibat adanya peningkatan kadar fibrinogen di dalam plasma ini maka viskositas plasma juga akan meningkat, sehingga meningkatkan agregasi trombosit dan eritrosit. Hal ini tentu saja akan memperburuk keadaan penderita penyakit kardiovaskular. 1,7,32,33 Gambar 2.2.Hubungan komponen SM dengan PKV. 34

6 Kadar Fibrinogen Plasma Pada penderita dislipidemia dimana terjadi hiperkolesterolemia, hipertrigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL, terjadi juga perubahan pada kadar fibrinogen. Halle mengatakan bahwa kadar fibrinogen meningkat pada pasien dengan peninggian kadar trigliserida dan kolesterol LDL. Demikian juga halnya pada penderita dengan kadar kolesterol HDL yang menurun. Kecepatan sintesa fibrinogen di hati ditingkatkan oleh glukosa dan FFA, terutama oleh palmitat. Hipotesa lain mengatakan bahwa partikel LDL kolesterol disintesa dan disekresi secara langsung oleh hati. Pada hiperfibrinogenemia dimana dijumpai peningkatan FFA dan trigliserida mungkin menyebabkan stimulasi baik fibrinogen dan apolipoprotein secara bersamaan. 24,31,35 Ada beberapa cara untuk memeriksa kadar fibrinogen, seperti yang tertulis pada tabel : Tabel 2.1. Metode pemeriksaan kadar fibrinogen. 36 Method Gravimetry Turbidimetry Total clottable fibrinogen Clotting time Radial imunodiffusion Viscometry Nephelometry Principle Fibrin clot weight Fibrinogen fibrin conversion Nitrogen content of the clot Fibrinogen fibrin conversion Ag Ab raction Plasma vs serum viscosity measurement Heat precipitation Imunoprecipitation

7 Sindroma Metabolik Defenisi Sindroma metabolik adalah kumpulan kelainan metabolik lipid dan karbohidrat yang ditandai oleh adanya penurunan HDL-kolesterol, peningkatan trigliserida, gula darah yang tinggi, resistensi insulin, obesitas, dan hipertensi. 19,22,37,38 Pada tahun 1998, Dr Gerald Reaven mengemukakan tentang the role of insulin resistance in human disease yang meliputi topik utama yaitu adanya sejumlah tanda-tanda dan gejala sehingga muncul sindroma yang disebut Sindrom X, dan menghubungkan sindrom ini dengan resistensi insulin (RI) dia juga membuat hipotesa bahwa resistensi insulin dapat menjadi penyebab awal faktor resiko SM. 10,39,40 Konsep dari SM telah ada sejak ±80 tahun yang lalu, pada tahun 1923, Kylin, seorang dokter Swedia, merupakan orang pertama yang menggambarkan sekumpulan dari gangguan metabolik, yang dapat menyebabkan resiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis yaitu hipertensi, hiperglikemi dan gout. 41 Tahun 1991, Zimmet mengemukakan obesitas sentral, masuk dalam sindrom dan mengubah nama sindrom X menjadi sindrom resistensi insulin atau sindroma metabolik. Pada tahun 1998 oleh World Health Organization memakai istilah Sindroma Metabolik yang banyak dipakai sampai sekarang ini. 11 Terdapat beberapa kriteria SM yang digunakan yaitu:

8 14 1. Kriteria The world Health Organization (WHO) 2. National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP:ATP III). 3. International Diabetes Federation Criteria (IDF). 4. American Heart Association / National Heart, LUNG and Blood Institute Criteria (AHA/NHLBI). 5. The European Group for the Study of Insulin Resistance Definition (EGIR). 6. American College of Endocrinology Criteria (ACE) Kriteria WHO 1999 menekankan adanya toleransi glukosa terganggu atau DM, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor resiko lain yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminuria. 42 Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa SM menurut IDF Komponen SM Batasan Obesitas LP 94cm (pria Eropa) LP>90cm (Pria Asia Selatan,Cina dan Jepang) LP>80cm (wanita) Trigliserida meningkat 150 mg/dl (1,7 mmol/l) atau dalam pengobatan untuk trigliserida Kolesterol HDL rendah Pria < 40 mg/dl ; wanita < 50 mg/dl atau Dalam pengobatan untuk kolesterol HDL Tekanan darah meningkat TDS 130 mmhg atau TDD 85 mmhg atau dalam pengobatan hipertensi Kadar gula darah puasa > 100 mg/dl atau dalam pengobatan meningkat untuk kadar gula darah Diagnosa Obesitas ditambah 2 komponen lain Keterangan: LP: Lingkar Pinggang, HDL: High Density Lipoprotein, TDS: Tekanan Darah Sistole, TDD: Tekanan Darah Diastole Tabel 2.3. Kriteria Diagnosa SM. 42,43,44,45

9 15 Komponen sindrom metabolik WHO NCEP:ATPIII EGIR ACE AHA/NHL BI Hipertensi Dislipidemia TD 140/90 mmhg TG 150mg/dL HDL<35mg/dL (pria) HDL<39mg/dL (wanita) Obesitas IMT>30kg/m 2 Gangguan metabolisme glukosa Lain-lain Kriteria Diagnosa atau WHR>0,90 (pria) WHR>0,85 (wanita) DMT2 atau IGT Mikroalbuminu ri atau Laju ekskresi albumin urin 20μg/min atau ACR 30mg/dL DMT2 atau IGT ditambah 2 dari kriteria lain TD 130/85 mmhg atau sedang terapi antihipertensi TG 150mg/dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/dL (pria) HDL<50mg/dL (wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL LP > 102cm(pria) LP>88cm (wanita) KGDP 110mg/dL atau sedang terapi hiperglikemia TD 140/90 mmhg atau sedang terapi antihipertensi TG>190 mg/dl atau HDL<40 mg/dl LP 94cm (pria) LP 80cm (wanita) KGDP 110mg /dl - Resisten Insulin atau hiperinsulinem ia Dijumpai 3 dari komponen SM Resisten insulin diikuti dengan 2 atau lebih komponen SM TD 130/85 mmhg atau sedang terapi antihipertensi TG 150mg/dL atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/dL(p ria) HDL<50mg/dL( wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL KGDP mg/dL KGD2jamPP mg/dL TD 130/85 mmhg atau sedang terapi antihipertens i TG 150mg/ dl atau sedang terapi menurunkan TG HDL<40mg/ dl(pria) HDL<50mg/ dl(wanita) atau sedang terapi menaikkan HDL LP 102cm ( 40in)pada pria LP 88 cm( 35 in) pada wanita KGDP 100 mg/dl atau dinyatakan DM sebelumnya Dijumpai minimal 3 dari komponen Keterangan: TD: Tekanan Darah, HDL: High Density Lipoprotein, TG: Trigliserida, LP: Lingkar Pinggang, DMT2: Diabetes Melitus Tipe 2, KGDP: Kadar Gula Darah Puasa, ACR: Albumin Creatinin Ratio. Sedangkan hal terpenting pada SM menurut kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) adalah obesitas sentral. Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui hambatan terhadap reseptor insulin dan transport glukosa

10 16 kedalam sel, selain itu meningkatnya asam lemak bebas akan meningkatkan terbentuknya small dense LDL dan menurunnya HDL. Secara keseluruhan, berbagai kelainan akibat obesitas dan resistensi insulin mempermudah terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis mempunyai keterkaitan yang erat dengan penyakit kardiovaskular Epidemiologi Tercatat prevalensi tertinggi di dunia adalah penduduk asli Amerika, sekitar 60% pada wanita berusia tahun dan 45% pada laki-laki berusia tahun dengan memakai kriteria NCEP:ATP III. Di Prancis, SM pada usia tahun <10% pada pria dan wanita, sedangkan pada umur tahun sekitar 17,5%. 41 Prevalensi SM sangat bervariasi dikarenakan banyak hal yang antara lain adalah ketidak seragaman kriteria yang digunakan, perbedaan ras atau etnis, jenis kelamin, dan umur. Peningkatan prevalensi obesitas secara langsung juga meningkatkan prevalensi SM. 46,47 Penelitian Hooven dkk pada family Medicine Centre di Canada tahun 2004 yang menggunakan Kriteria NCEP ATP III dengan subjek penelitian berusia tahun, menemukan prevalensi pria sebanyak 35% dan wanita sebanyak 32%, dan prevalensi yang lebih tinggi pada kelompok usia tahun daripada kelompok usia tahun.( Hooven et al.,2006) Berdasar data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III, prevalensi SM di Amerika Serikat adalah 34% pada pria dan 35% pada wanita. 21,41

11 17 Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13%. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Depok (2001) didapat prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita, Soewondo dkk (2006) meneliti prevalensi SM dengan menggunakan NCEP:ATP III yang dimodifikasi dengan kriteria Asian sebagai kriteria SM di Jakarta. Didapati prevalensi 30,4% SM pada pria dan 25,4% pada wanita, prevalensi cenderung meningkat sesuai dengan kenaikan umur. 20,37 Ervin R.B (2009) dari division of Health and Nutrition Examination Surveys,prevalensi SM pada pria sebanyak 20% dan wanita 16% dengan usia dibawah 40 tahun, kemudian 41% pada pria dan 37% pada wanita dengan usia tahun, 52% pada pria dan 54% pada wanita dengan usia 60 tahun. 48 Prevalensi sindroma metabolik bervariasi di dunia, secara umum prevalensi sindroma metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Faktor resiko terjadinya sindroma metabolik meliputi ; 35,49 1. Obesitas. 2. Kurangnya aktivitas 3. Usia 4. Diabetes Melitus 5. Penyakit Jantung Koroner 6. Lipodystrophi

12 Etiologi Sindroma Metabolik Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa primer dari SM adalah resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak visceral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin dijumpai pada sebagian besar pasien dengan SM. 8,12, Obesitas Obesitas adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas umumnya diakibatkan oleh ketidak seimbangan antara asupan dan penggunaan energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan energi. Obesitas disebabkan oleh banyak hal tetapi terutama oleh faktor genetik dan lingkungan. 16,22 Obesitas dapat diketahui dengan berbagai cara tetapi yang umum digunakan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT menurut WHO dapat

13 19 dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter pangkat dua (kg/m 2 ), dinyatakan obesitas jika IMT=30,0-39,9. Untuk Kelompok Asia Pasifik WHO menentukan IMT menjadi 25kg/m 2. Selain dengan menentukan IMT, obesitas dapat juga diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obesitas sentral atau perifer. Ada beberapa cara untuk menentukan obesitas sentral misalnya pemeriksaan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul dan pemeriksaan lingkar pinggang. Pemeriksaan lingkar pinggang adalah yang paling sederhana dan praktis. Diantara kedua pemeriksaan ini, IDF dan NCEP ATP III lebih merekomendasikan untuk menggunakan pemeriksaan lingkar pinggang sebagai pemeriksaan obesitas sentral..obesitas sentral atau abdominal atau visceral didapatkan lebih banyak sel lemak besar yang mempunyai ciri lebih resisten terhadap insulin dan lebih banyak mengandung reseptor adrenergik. Sebaliknya pada obesitas perifer, lebih banyak didapatkan sel lemak yang lebih kecil, dengan ciri yang lebih sensitif terhadap insulin dan mengandung lebih sedikit reseptor adrenergik. 50,51

14 20 Tabel 2.4. Klasifikasi BMI untuk dewasa Asia. 51 Klasifikasi IMT (kg/m 2 ) Resiko Comorbidities Underweight < 18,5 Rendah (Resiko tinggi masalah klinik lain) Normal range 18,5-22,9 Sedang Overwight At risk Obese I Obese II > , ,9 30 Rendah Sedang Berat Tabel 2.5. Klasifikasi IMT. 37,50 Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas Eropa Pria >94 Wanita >80 Asia Selatan Populasi China, Pria >90 Wanita >80 Melayu, dan Asia-India China Pria >90 Wanita >80 Jepang Pria >85 Wanita >90 Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga tersedia data spesifik Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Dislipidemia Kadar HDL, LDL dan trigliserida adalah kriteria yang dipakai untuk diagnosis metabolik sindrom. Dimana terjadi peningkatan asam lemak ke hati yang juga menyebabkan peningkatan produksi very low density lipoprotein (VLDL). Pada resistensi insulin terjadi peningkatan sintesa

15 21 trigliserida hepatik, namun pada kondisi fisiologis insulin lebih menghambat daripada meningkatkan sekresi VLDL ke sirkulasi sistemik. 52,53 Pada Hipertrigliseridemia dapat terjadi penurunan isi ester kolesterol dari inti lipoprotein yang juga menyebabkan penurunan isi kolesterol HDL dengan peningkatan trigliserida (TG), menjadikannya partikel kecil dan padat, sebagian dari fungsi cholesterol ester transfer protein (CETP), menyebabkan peningkatan bersihan di sirkulasi. Peningkatan kadar kolesterol LDL dan trigliserida yang tinggi diikuti dengan penurunan kolesterol HDL mengakibatkan terjadinya peningkatan juga pada fibrinogen yang akhirnya dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, hal ini telah cukup lama diketahui, tetapi mekanismenya masih belum jelas sampai sekarang. 20, Patofisiologi Sindroma Metabolik Pada obesitas sentral didapatkan lebih banyak asam lemak bebas dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang akan mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa jalur antara lain pembentukan protein kinase C (PK-C) yang selanjutnya berpengaruh terhadap reseptor insulin dan juga melalui hambatan terhadap transport glukosa ke dalam sel. Semua pengaruh asam lemak bebas tersebut pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi insulin yang normal namun

16 22 telah terjadi penurunan sensitifitas jaringan terhadap kerja insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi. Dan resistensi insulin juga merupakan salah satu faktor yang berperan pada sebagian besar pasien dengan sindroma metabolic. 7,8,55 Obesitas sentral juga berhubungan dengan profil lipid yang atherogenik, yaitu peningkatan kolesterol LDL, kolesterol total, VLDL dan trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Hal tersebut disebabkan karena adanya resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas lipolisis dan menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak bebas disirkulasi. Asam lemak bebas yang meningkat akan menyebabkan peningkatan trigliserida sehingga pembentukan VLDL juga meningkat. VLDL akan dipecah menjadi LDL yang kaya trigliserida dan sangat atherogenik. LDL ini juga akan mudah ditangkap oleh makrofag yang ada pada dinding pembuluh darah akibat disfungsi endotel dan adanya Monocyte Chemotractant Protein-1 (MCP-1) dan membentuk sel busa yang memudahkan terjadinya atherogenesis. Selain itu VLDL dengan bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) akan memberikan trigliserida pada HDL sehingga HDL akan mengandung banyak trigliserida dan akan mengalami lipolisis oleh enzim hepatik lipase menjadi bentuk yang lebih kecil. Selanjutnya HDL yang telah mengalami

17 23 lipolisis akan masuk ke sirkulasi dan menjadi lebih mudah dikeluarkan oleh ginjal, akibatnya akan terjadi penurunan HDL. 10,41,56 Obesitas juga menyebabkan resistensi insulin yang disebabkan oleh peningkatan TNF-α,leptin, IL-6, PAI-1 dan penurunan adiponektin. Selain PAI-1, jaringan adipose yang berlebihan juga meningkatkan pelepasan fibrinogen serum, faktor Von Willebrand, faktor VII dan thrombin sehingga mencetuskan keadaan protrombik yang dapat merangsang terjadinya atherogenesis dan menimbulkan kerentanan untuk mengalami kejadian kardiovaskular seperti sindroma koroner akut. 14,17,57 Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi pada resistensi insulin. Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya resistensi vaskular sistemik. 58

18 24 Gambar 2.3. Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada sindroma metabolik. 59

19 Fibrinogen Sebagai Faktor Resiko pada Penyakit Kardiovaskular Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor pembekuan darah juga berpengaruh terhadap perkembangan aterosklerosis sedang peningkatan viskositas darah akan meningkatkan resiko thrombosis. Fibrinogen merupakan salah satu faktor pembekuan darah yang penting dan peningkatan kadar fibrinogen akan meningkatkan viskositas darah dan mengakibatkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Selain dari peningkatan viskositas, fibrinogen juga mengikat trombosit yang telah teraktivasi melalui glikoprotein IIb / IIIa sehingga terjadi agregasi trombosit. Kadar fibrinogen yang tinggi juga membuat formasi dari fibrin dan sebagai protein fase akut fibrinogen juga mempunyai peran dalam keadaan inflamasi. 4,60 Halcox et al (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kadar fibrinogen yang berkisar mg/dl dianggap meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Demikian pula Framingham Heart Study menyatakan bahwa hiperfibrinogenemia sebagai faktor resiko independen untuk terjadinya PJK, dimana pada perokok dengan kadar fibrinogen sebesar 312 mg/dl maka resiko infark miokard menjadi 6 kali lipat.(kamath,2003; Kannel et al,1987). Penelitian PROCAM (Prospective Cardiovascular Munster) mengatakan bahwa dengan adanya peningkatan kadar fibrinogen disertai peningkatan kadar LDL kolesterol maka resiko PJK menjadi 6 kali lipat (Lee,1993). 4,61,62

20 26 Penelitian Ernst menyatakan bahwa peningkatan plasma fibrinogen juga mempertinggi resiko untuk terjadinya PJK, demikian juga dengan Tarallo yang juga menyatakan fibrinogen sebagai faktor independen pada PJK. 63, Kerangka Konsep OBESITAS RESISTENSI INSULIN SINDROMA METABOLIK DISFUNGSI ENDOTEL Aktifasi platelet Thrombus FIBRINOGEN PKV

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein yang sangat penting, disintesa dihati dan dikumpulkan didalam alfa granul trombosit.

BAB I PENDAHULUAN. Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein yang sangat penting, disintesa dihati dan dikumpulkan didalam alfa granul trombosit. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein yang sangat penting, disintesa dihati dan dikumpulkan didalam alfa granul trombosit. Kadar fibrinogen dalam plasma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apolipoprotein atau apoprotein dikenal sebagai gugus protein pada lipoprotein. 1 Fungsi apolipoprotein ini adalah mentransport lemak ke dalam darah. Karena lemak tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan pola kesakitan dan kematian dari penyakit infeksi dan malnutrisi ke penyakit tidak menular menunjukan telah terjadinya transisi epidemiologi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan volume aliran darah ke jantung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dislipidemia adalah suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total (hiperkolesterolemia), peningkatan kadar trigliserida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat Sindrom metabolik, juga dikenal sebagai sindrom resistensi insulin atau sindrom X, merupakan istilah yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid atau lemak adalah suatu kumpulan zat yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut seperti alkohol atau kloroform (Oxford Dictionary, 2003). Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Penelitian Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan sejumlah ketidaknormalan pada profil lipid, yaitu: peningkatan asam lemak bebas, peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh (Siagian, 2004). Obesitas

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM). DM dikenali sekitar 1500 tahun sebelum Masehi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan dan obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh obesitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan di bidang perekonomian sebagai dampak dari pembangunan menyebabkan perubahan gaya hidup seluruh etnis masyarakat dunia. Perubahan gaya hidup menyebabkan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus kini telah menjadi ancaman dalam kesehatan dunia. Jumlah penderita diabetes melitus tidak semakin menurun setiap tahunnya, namun justru mengalami

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jantung merupakan organ yang sangat vital bagi tubuh. Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang dialirkan oleh jantung. Jantung memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai saat ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia seperti Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung [ ARTIKEL REVIEW ] SINDROM METABOLIK Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstract Metabolic syndrome is a complex metabolic disorder caused by an increasing incidence of obesity. Metabolic

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ATEROSKLEROSIS Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti lemak, oma berarti masa dan skleros berarti keras. Pada aterosklerosis terjadi pengerasan dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi lemak secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor risiko dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, sindrom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lemak adalah substansi yang tidak larut dalam air dan secara kimia mengandung satu atau lebih asam lemak. Tubuh manusia menggunakan lemak sebagai sumber energi, pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab. kematian terbanyak di dunia, dengan 7,4 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab. kematian terbanyak di dunia, dengan 7,4 juta kematian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia, dengan 7,4 juta kematian pada tahun 2012. Angka mortalitas ini mengalami peningkatan apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Dislipidemia 1. Definisi Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya prevalensi obesitas merupakan masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kelainan sindrom metabolik dengan karakteristik dimana seseorang mengalami hiperglikemik kronis akibat kelainan sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama kematian di dunia. Menurut organisasi kesehatan dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan jenis penyakit yang melibatkan jantung atau pembuluh darah. Penyakit ini masih merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA. Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA. Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember SINDROMA METABOLIK PADA LANSIA Hendra Kurniawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember Email: hendrakurniawan@unmuhjember.ac.id ABSTRAK Sindroma Metabolik merupakan kelainan metabolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes merupakan kondisi kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit metabolik dan obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius. Pada penyakit metabolik dapat ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi

Lebih terperinci

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan bangsa yang sehat, di tahun 2011 dicanangkan peningkatan derajat kesehatan sebagai salah satu fokus

Lebih terperinci

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) PENDAHULUAN Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug oriented)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

ABSTRAK... 1 ABSTRACT DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah

Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah Dr. Nur Indrawaty Lipoeto, MSc, PhD; Dra Eti Yerizel, MS; dr Zulkarnain Edward,MS, PhD dan Intan Widuri, Sked Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena adanya suatu kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

SINDROM METABOLIK [ ARTIKEL REVIEW ] Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung [ ARTIKEL REVIEW ] SINDROM METABOLIK Sandra Rini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstract Metabolic syndrome is a complex metabolic disorder caused by an increasing incidence of obesity. Metabolic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan World Health Organization (WHO) tahun 1995 menyatakan bahwa batasan Berat Badan (BB) normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah kesehatan besar di seluruh dunia sebab tingginya prevalensi dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan uji potong lintang yang mendeskripsikan secara analitik profile lipid dengan rasio proinsulin-insulin. 3.2. Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS )

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS ) Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS ) Asman Manaf Subbagian Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr M Jamil Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plasma trigliserida merupakan salah satu bentuk lemak yang bersirkulasi dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan kalori dari makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sedentary lifestyle adalah sebuah pola hidup dimana manusia tidak terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang dianggap hidup sehat. Orang dengan sedentary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan sekumpulan penyakit jantung dan pembuluh darah arteri pada jantung, otak, dan jaringan perifer. Penyakit ini terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu, lingkungan sosial,

Lebih terperinci