perempuan. Kondisi ini ditunjang oleh budaya masyarakat Indonesia yang banyak menyimpan pola-pola diskriminasi terhadap perempuan dimana perempuan seb
|
|
- Ivan Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga Negara Indonesia mempunyai hak asasi yang harus di hormati dalam menjalani kehidupannya, hal tersebut tertuang dengan tegas dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang Undang Dasar 1945, meliputi: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat di kurangi dalam keadaan apapun. Penghormatan hak tersebut terimplikasi juga dalam segala lini kehidupan masyarakat Indonesia termasuk dalam kehidupan rumah tangga artinya, laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam menjalani kehidupan. Mengenai hak yang sama antara laki-laki dan perempuan ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 31 ayat (1) : hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi tidaklah seindah dengan apa yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang. Realita yang terjadi bahwa masih banyak kita jumpai ketidak seimbangan hak antara laki-laki dan perempuan di masyarakat, laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan mempunyai fisik yang lebih kuat dari perempuan seringkali melakukan diskriminasi dan/atau penindasan terhadap 12
2 perempuan. Kondisi ini ditunjang oleh budaya masyarakat Indonesia yang banyak menyimpan pola-pola diskriminasi terhadap perempuan dimana perempuan sebagi seorang istri haruslah patuh dan tunduk atas segala perintah suami, dalam arti perempuan telah menjadi istri maka hidup istri hak seutuhnya suami. Salah satu bentuk diskriminasi yang terjadi adalah pelarangan terhadap istri untuk bekerja. Banyak hal yang memicu suami tidak memperbolehkan istri bekerja antara lain disebabkan oleh suami takut bersaing dengan istri ketika seorang istri tersebut bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri, dimana ketika istri berpengahasilan sendiri suami beranggapan istri tidak akan patuh lagi terhadap suami. Anggapan yang sering tercipta dalam masyarakat bahwa harga diri seorang laki-laki akan tercoreng bahkan dianggap tidak bertanggung jawab bila seorang istri ikut bekerja guna membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Yang mana guna memenuhi kebutuhan rumah tangga merupakan tanggung jawab suami sepenuhnya sebagai kepala rumah tangga, sedangkan tugas istri adalah mengurus rumah tangga. Pembatasan ruang lingkup istri dalam mengaktualisasikan diri terutama dalam bekerja merupakan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia apalagi hal tersebut dilakuan hanya berdasarkan egoisme kaum suami yang beranggapan bahwa seoarang istri harus patuh dan tunduk terhadap semua perintah suami, namun kadangkala suami lupa bahwa penghasilan suami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau lebih parahnya bahwa suami tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, namun jika seorang istri nekad untuk bekerja maka egoisme seorang suami akan keluar dimana suami menganggap istri telah membangkang. Hal ini akan 13
3 menimbulkan percekcokan demi percekcokan biasanya terjadi mulai dari hal-hal kecil hingga permasalahan krusial tak dapat dihindari dan diskriminasi terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga akan terjadi. Mengenai hak suami dan istri dalam menjalankan rumah tangga juga telah diatur dengan tegas dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pada Pasal 34 di jelaskan : 1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. 3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. jelas tergambar pada pasal diatas mengenai hak dan kewajiban suami dan istri, dimana suami sebagai kepala rumah tangga berkewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, namun hal tersebut tidak dapat kita telaah begitu saja dimana istri mempunyai hak untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hak seorang istri dalam ikut serta membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pada Pasal 9 ayat (1,2) : Ayat (1) : setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. 14
4 Ayat (2) : penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban dibawah kendali orang tersebut. Ketika kita kaji lebih dalam jika seorang istri dibatasi ruang geraknya atau dilarang bekerja maka hal tersebut merupakan suatu bentuk diskriminasi dan hal tersebut dapat dikategorikan pada tindakan melanggar hukum sebagaimana tersebut dalam Pasal 9 ayat (1,2) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, berisi pembagian peran antara suami dan istri dimana pembagian peran tersebut menghendaki peran dan tanggung jawab yang sama antara suami dan istri. Dengan demikian, peran suami sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah bisa dibantu oleh istri ataupun bersama-sama memikul tanggung jawab tersebut. Demikian pula sebaliknya, peran istri sebagai pengatur rumah tangga dapat juga dibantu oleh suami. Atas dasar ini, istri tidak boleh dilarang bekerja agar dapat mengaktualisasikan dirinya dan menghindari terjadinya penelantaran dalam rumah tangga, karena istri memiliki sumber penghasilan, jika suami melarang istri bekerja, akan dikenai saksi pidana. Namun penerapan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, khususnya penelantaran rumah tangga belum dapat berlaku efektif 15
5 Diam menerima perlakuan suami merupakan solusi yang paling tepat menurut beberapa istri ketika terdapat ketidak cocokan dalam rumah tangga, ataupun ketika istri dilarang untuk mengktulisasikan dirinya dalam bekerja guna memenuhi kebutuhan rumah tangga. Namun ketika diam merupakan pilihan permasalahan bukan berhenti sampai di sana, karena ketika istri tidak menentang kehendak suami maka hak-hak istri semakin diabaikan oleh pihak suami sehingga penelantaran kembali terjadi. Dari apa yang dijelaskan diatas, masih banyak hak-hak istri yang belum dapat terakomodir dalam kehidupan berumah tangga. Terutama mengenai pengaktualisasian diri dalam bekerja hal inilah yang menarik bagi penulis untuk mengangkat topik Perlindungan Hukum Terhadap Istri Bekerja Dalam Prespektif Hukum Islam sebagai judul dalam penulisan hukum. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Apakah ketentuan Pasal 5 jo Pasal 9 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 sudah sesuai dengan nilai-nilai hukum Islam? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu : 16
6 Untuk mengetahui bagaimana penerapan Undang-Undang no. 23 tahun 2004, khususnya Pasal 5 jo Pasal 9 pada proses perceraian dalam prespektif hukum Islam. D. Tinjauan Pustaka Istri merupakan korban dalam penelantaran rumah tangga, definisi korban menurut Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2004, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 95 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, Pasal 1 Ayat (3): orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Arif Gosita mendefinisan korban sebagai berikut korban adalah : orangorang yang secara individual atau kolektif, telah mengalami penderitaan, meliputi penderitaan fisik atau mental, penderitaan emosi, kerugian ekonomis atau pengurangan substansial hak-hak asasi, melalui perbuatan-perbuatan atau pembiaran (omissions) yang melanggar hukum pidana yang berlaku di negara-negara anggota, yang meliputi juga peraturan hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan 1 Undang-Undang No.23 Tahun 2004, tentang penghapusan kekerasan dalam rumah, Pasal 1 Ayat (1): setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, pisikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan 1 http//www. Harian Kompas, R Valentina Sagala, Sekali Lagi, Memperjuangkan Perempuan sebagai Subyek, 18/08/ :40,AM 17
7 perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Rumah tangga house hole adalah kelompok sosial yang biasanya berpusat pada suatu keluarga batin, ditambah dengan beberapa keluarga lainnya, yang tinggal dan hidup bersama dalam satu rumah sehingga merupakan kesatuan kedalam dan keluar 2 Suatu rumah tangga terdiri dari suami, istri dan anak dimana kedudukan suami, istri sebagi berikut menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974, Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1 tentang perkawinan, Pasal 31 Ayat (1,2 dan 3) : 1) hak dan kedududukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. 2) masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum. 3) suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Tugas mencari nafkah untuk keluarga beban terbesar berada di pundak suami sebagai kepala rumah tangga namun istri sebagai ibu rumah tangga juga dapat mencari nafkah bagi keluarganya hal ini dipertegas dalam Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 38 ayat (1,2): 1) Setiap warga Negara, sesuai dengan bakat kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak; 2 Hasan Sadili, Eksiklopedi Umum, Yayasan Kanisius Yogyakarta, 1979, hlm
8 2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil; Sesuai dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2004, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 95 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, ada empat bentuk kekerasan dalam rumah tanga antara salah satunya penelantaran rumah tangga Pasal 9 : 1. setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. 2. penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut. Contoh dari perbuatan ini adalah, tidak terpenuhinya sandang dan pangan pada keluarga terutama anak-anak namun hal ini harus dilihat dari kemampuan suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Sangsi hukuman ketika melakukan perbuatan ini berupa pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp ,-(lima belas juta rupiah) Penelantaran rumah tangga dalam bentuk menciptakan ketergantungan ekonomi istri terhadap suami dengan tidak memperbolehkan istri bekerja tersebut dapat mengakibatkan pertengkaran yang tidak berujung, salah satu contoh yang 19
9 melatarbelakangi keberanian para istri sekarang menggugat cerai. Di antaranya yang paling sering adalah 5 alasan berikut ini: 3 1. Suami berselingkuh inilah penyebab terbanyak cerai gugat. Perselingkuhan yang dilakukan suami membuat istri kehilangan kepercayaannya, dan upaya untuk kembali mempercayai suami menjadi masalah yang paling menyita waktu sepanjang hidup. Kepercayaan yang hilang tampaknya sulit dikembalikan lagi, ditambah perasaan sakit hati karena telah dikhianati, akhirnya membuat si istri memilih bercerai; 2. Adanya kekerasan dalam rumah tangga. Yang dimaksud kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk penganiayaan, baik yang berupa penyiksaan fisik, psikis/emosi, seksual maupun ekonomi. Pada kasus KDRT, para wanita ditempatkan sebagai korban, namun sebenarnya tanpa sadar si wanita juga memilih untuk tetap jadi korban karena berbagai alasan. Keberanian untuk tidak menjadi korban suami terus-meneruslah yang membuat istri berani mengambil tindakan drastis, yaitu meninggalkan suaminya dan menggugat cerai; 3. Kurangnya tanggung jawab suami dalam hal ekonomi. Perkembangan zaman membawa serangkaian konsekuensi. Salah satunya, makna kemandirian dan kesetaraan yang mendorong perempuan juga bekerja di luar rumah. Tak jarang, tuntutan tanggung jawab finansial di rumah tangga juga dibebankan sama rata, baik pada istri maupun suami. Namun tak jarang, ada pula suami
10 yang karena istrinya juga bekerja, lantas jadi terlenakan. Umpama, karena istrinya bergaji lebih dan mampu menutupi seluruh pengeluaran rumah tangga, suami lalu menggunakan gaji dirinya sendiri untuk urusan pribadi dan foya-foya. Atau, suami malah ongkang-ongkang kaki di rumah. Padahal secara prinsip, suami yang tidak bekerja adalah suami yang kehilangan identitas diri. Bagaimanapun, pekerjaan melekat erat dengan identitas serta fungsi laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Istri dan anak akan kebingungan jika tak ada pembagian identitas yang jelas di rumah. Rentetan akibat selanjutnya, seluruh anggota keluarga akan kehilangan rasa hormat, bingung soal konsep diri, malu dan ujung-ujungnya frustasi memiliki kepala keluarga seperti ini. Pada prinsipnya, masalah menafkahi keluarga bukanlah soal jumlah. Melainkan lebih pada aspek kemauan, kesungguhan, dan bukti nyata. Taruhlah penghasilan suami memang jauh dari cukup, tapi bila setiap hari ia sudah berusaha keras sebisanya, agaknya masuk akal bila kondisinya dikategorikan sebagai "pintu rezeki istri dibuka lebih lebar". Yang memprihatinkan sebetulnya adalah suami yang sama sekali tidak menunjukkan kesungguhannya untuk berusaha. Atau, dia hanya sesekali pernah berusaha dan gagal tapi tidak serius ingin bangkit lagi. Bila kondisi ekonomi keluarga semakin memburuk dan istri kehilangan kebanggaannya pada suami, para istri yang percaya akan kemampuan dirinya dan bisa memiliki sumber daya ekonomi sendiri umumnya lebih berani menyongsong 21
11 dan menjalani hidup seberat apa pun. Ia kemudian akan memilih hidup sendiri dengan bercerai. 4. Beda keyakinan dan prinsip. Pada pasangan yang sejak awal memiliki perbedaan keyakinan, kemungkinan bercerai karena perbedaan ini tergolong kecil. Ditengarai karena mereka sejak awal sudah memiliki komitmen khusus dan memandang perbedaan keyakinan itu tak perlu menjadi batu sandungan dalam perkawinan. Tidak demikian dengan pasangan yang sejak awal memiliki keyakinan sama, tapi kemudian salah satu berpindah keyakinan. Tata cara beribadah yang berbeda ini, pada akhirnya sering menimbulkan konflik. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesadaran untuk menggugat cerai. Sedangkan dalam soal prinsip, umumnya menyangkut pengasuhan dan pendidikan anak. Contoh, istri tidak setuju dengan disiplin keras memberikan hukuman fisik kepada anak yang dilakukan suami. Hati kecilnya yang selalu berontak dan berempati pada "penderitaan" anak-anak, akhirnya menuntun si istri untuk memutuskan bercerai dari sang suami karena tak ingin anakanaknya menjadi korban. 5. Adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi. Kebutuhan ini umumnya meliputi kebutuhan afeksi dan seksual. Suami dinilai tak pernah bersikap romantis atau tak bisa memuaskan secara seksual. Meskipun alasan ini belum menjadi penyebab utama perceraian di Indonesia, namun gangguan ini tetap harus diwaspadai mengingat seks juga berperan penting dalam perkawinan, terutama bagi pasangan usia produktif yang masih memiliki vitalitas tinggi. 22
12 Apalagi dalam hubungan perkawinan, seks menempati dimensi relasi, yaitu berfungsi sebagai pengikat yang mempererat hubungan batin suami-istri. Frekuensi hubungan seksual yang baik akan berpengaruh terhadap keintiman pasangan dan keharmonisan rumah tangga. Sayangnya, tidak semua pasangan dapat menjalankan tugas mulia itu secara sempurna, terutama bagi pasangan yang tinggal di perkotaan. Pekerjaan atau aneka kegiatan lain telah banyak menyita waktu, energi, dan konsentrasi mereka. Akibatnya semakin jarang pasangan punya waktu yang tepat untuk sekadar berduaan. Belum lagi ritme hidup di kota besar yang ikut menyita energi secara psikis. Seks yang bermasalah memang bisa mempengaruhi perkawinan. Begitu juga sebaliknya, perkawinan yang bermasalah bisa mempengaruhi kehidupan seksual. Maka, harus disadari bahwa setiap permasalahan pemenuhan kebutuhan seks mesti ditanggapi oleh suami maupun istri karena menyangkut kebutuhan dua belah pihak. Dari beberapa alasan tersebut diatas permasalahan ekonomi mendominasi alasan istri untuk bercerai. Adapun penyebab terbanyak terjadinya cerai gugat adalah tidak adanya tanggung jawab suami (sekitar 40%). Selain karena suami tidak memberikan nafkah padahal ia mampu, suami juga tidak menjalankan perannya sebagai seorang pemimpin yang mengayomi dan melindungi anak istri. "Para istri ini merasa tidak nyaman karena tidak punya perlindung lagi sehingga akhirnya digugatlah si suami," 4. 4 Ibid 23
13 Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antar manusia, baik antara laki-laki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digaris bawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 5 Wahai seluruh manusia, sesunguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa (QS 49:13). Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran islam tidak sebagaimana diduga atau diperaktikan sebagian masyarakat. Ajaran islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Muhammad Al-Gazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer kebangsaan Mesir menulis : kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan barat dewasa 5 M.Quraish Sihab membumikan Al-Quran fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, PT. Mizan Pustaka, 2007, hlm
14 ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan. 6 Banyak faktor yang telah mengaburkan keistimewaan serta memerosotkan kedudukan perempuan salah satu diantaranya adalah kedangkalan pengetahuan keagamaan, sehingga tidak jarang agama (Islam) diatas namakan untuk pandangan dan tujuan yang salah atau tidak dibenarkan. Keistimewaan perempuan dalam pandangan Islam termasuk dalam hal perempuan atau istri dapat bekerja membantu suami mencari nafkah untuk kebutuhan rumah tangga, namun Islam sendiri memberikan ketentuan-ketentuan tersendiri akan hak untuk bekerja tersebut. E. Metode Penelitian 1. Fokus Penelitian Penerapan ketentuan Pasal 5 jo Pasal 9 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai hukum Islam. 2. Bahan Hukum Penelitian ini mengunakan metode penelitian normatif, sehingga penelitian ini memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer 6 Ibid, hlm
15 Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari hukum positif Indonesia yang berupa peraturan perundang- undangan yang berlaku serta bahan hukum yang berhubungan dengan obyek penelitian yang sifatnya mengikat. b. Data Sekunder Terdiri dari data yang diperoleh dari buku-buku dan makalah, antara lain, buku-buku tentang hukum pidana, tentang Perlindungan wanita dalam bekerja serta Hak Asasi Manusia. 1. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Dalam pengumpulan data penelitian ini di fokuskan dengan metode studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari, membaca, memahami Perundangundangan, buku-buku literatur, dan artikel-artikel yang terkait. 2. Metode Analisis Bahan Hukum Dari bahan hukum primer, selanjutnya dilakukan diskripsi yang disusun secara sistematis, Bahan hukum sekunder yang berupa bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti artikelartikel, karya ilmiah, buku-buku, pendapat para ahli bidang hukum, media masa dan lain sebagainya yang berhubungan dengan penelitian didiskripsikan, sehingga diperoleh suatu abstraksi tentang perlindungan terhadap perempuan dari tindak kekerasan menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2004 dan ajaran Islam 26
- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan
Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinci2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan
Lebih terperinciBAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)
BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) A. Landasan Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2004 Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang R.I.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpendidikan menengah ke atas dengan penghasilan tinggi sekalipun sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan bukan merupakan hal yang baru lagi, pemikiran masyarakat kebanyakan selama ini adalah kekerasan hanya terjadi pada golongangolongan berpendidikan rendah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma yang berfungsi mengatur mengenai segala sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM
TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka
Lebih terperinciPERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih
PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dan segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Pandangan tersebut didasarkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciKEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak
1 KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Khoirul Ihwanudin 1 Abstrak Keharmonisan dalam rumah tangga menjadi hilang saat tindakan kekerasan mulai dilakukan suami terhadap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang didalamnya terdapat berbagai hubungan dari sebuah masyarakat tertentu yang berlangsung
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA A. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian Pekawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan perdata biasa, akan tetapi mempunyai nilai ibadah. Oleh karena itu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan pada saat ini banyak terjadi di lingkungan sekitar kita yang tentunya harus ada perhatian dari segala komponen masyarakat untuk peduli mencegah kekerasan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan
1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kekerasan terhadap sesama manusia, sumber maupun alasannya bermacam-macam, seperti politik, rasisme bahkan keyakinan keagamaan/apa saja.dalam bentuk ekstrim,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan
Lebih terperinciKEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN
KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN Oleh : Sumaidi ABSTRAK Negara Indonesia mengatur secara khusus segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi, pelecehan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis dengan rasa cinta dan kasih sayang antar keluarga, namun tidak setiap keluarga dapat menjalani
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan,
Lebih terperinciPEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari
PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinciAbstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT
JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara.
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sudah memberikan perlindungan yang dimasukkan dalam peraturan-peraturan yang telah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan di jaman sekarang ini bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk kita temukan, namun sudah menjadi hal yang sering kita dapati belakangan ini. Entah itu kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP
PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN
Lebih terperinciMuchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG
LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciWajib Lapor Tindak KDRT 1
Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya
Lebih terperinci2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus kekerasan di dalam rumah tangga merupakan hal yang bersifat pribadi dan cenderung dirahasiakan dari dunia luar. Kasus ini dapat merugikan sebagian orang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Indonesia
Lebih terperinciBAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan
BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap perempuan dalam tahun 2008 meningkat lebih dari 200% (persen) dari tahun sebelumnya. Kasus kekerasan yang dialami perempuan, sebagian besar
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk
Lebih terperinciSecara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling
A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk dapat mempunyai pasangan dan akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang mempersatukan sepasang manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan.
Lebih terperinciPernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia
Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berdasarkan
Lebih terperinci1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan yang diciptakan berpasang-pasangan. Maka dengan berpasangan itulah manusia mengembangbiakan banyak laki-laki dan
Lebih terperinciBAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bentuk kekerasan yang ada justru dekat dan berada di
Lebih terperinciKajian Tentang Penelantaran Ekonomi sebagai Kekerasan dalam Rumah Tangga
1q1 ` Kajian Tentang Penelantaran Ekonomi sebagai Kekerasan dalam Rumah Tangga Dince Kodai Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gorontalo Email: dincehermawan@gmail.com Abtract Economic neglect is one
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan
Lebih terperinciPERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA
PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI
AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri
BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Nikah sirri zaman sekarang seolah menjadi trend dan gaya hidup. Saat ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri atau nikah di bawah tangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinciBUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN
SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum gambaran dari manusia yang sehat adalah mereka yang mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, teratur, dan tepat pada masing-masing tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh adanya hubungan perkawinan (suami isteri) serta hubungan darah (anak kandung)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.
Lebih terperinciMajalah Hukum Forum Akademika
Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga Oleh : Nys. Arfa 1 ABSTRAK Keluarga yang bahagia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah dari Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, maka anak merupakan tunas, potensi dan generasi penerus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam
1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI. A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI A.Kajian Hukum Mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Masalah kekerasan dalam rumah tangga pertama kali dibahas dalam
Lebih terperinciBUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN
BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang
Lebih terperinciHAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN
HAK ASASI MANUSIA by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI : - BENAR - MILIK /KEPUNYAAN - KEWENANGAN - KEKUASAAN UNTUK BERBUAT SESUATU : -
Lebih terperinci