UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus subtilis DALAM PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus subtilis DALAM PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR RE UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus subtilis DALAM PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM TESYA PARAMITA PUTRI Dosen Pembimbing Ipung Fitri Purwanti, ST., MT., PhD JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

2 TUGAS AKHIR RE UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus subtilis DALAM PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM TESYA PARAMITA PUTRI Dosen Pembimbing Ipung Fitri Purwanti, ST., MT., PhD JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

3 FINAL PROJECT RE THE ABILITY TEST OF Bacillus subtilis TO REMOVE CHROMIUM IN CHROMIUM CONTAMINATED SOIL TESYA PARAMITA PUTRI SUPERVISOR Ipung Fitri Purwanti, ST., MT., PhD DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL ENGINEERING Faculty of Civil Engineering and Planning Institut of Technology Sepuluh Nopember Surabaya 2017

4

5 UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus subtilis DALAM PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM Nama Mahasiswa : Tesya Paramita Putri NRP : Jurusan : Teknik Lingkungan FTSP ITS Dosen Pembimbing : Ipung Fitri Purwanti, ST., MT., PhD. ABSTRAK Kegiatan industri elektroplating, penyamakan kulit dan industri logam menghasilkan limbah cair mengandung logam berat kromium. Kromium merupakan salah satu logam berat yang memiliki sifat toksik sehingga membahayakan bagi kesehatan dan lingkungan. Kromium yang terlepas sebagai limbah seringkali dalam bentuk Cr(III) dan Cr(VI). Pencemaran kromium di tanah terjadi akibat air limbah atau sludge industri yang sengaja dibuang dengan konsentrasi yang melebihi baku mutu. Bioremediasi merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan pada upaya meremediasi lahan yang tercemar oleh logam berat. Bacillus subtilis merupakan bakteri yang telah banyak diteliti sebagai bakteri penyisihan kromium pada tanah tercemar kromium. Bakteri Bacillus subtilis resisten pada limbah yang mengandung konsentrasi kromium cukup tinggi. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah konsentrasi kromium dan variasi persentase penambahan volume bakteri. Variasi konsentrasi kromium yang digunakan adalah 100,75,50 mg/l (38, 29, 19 mg/kg). Reaktor yang digunakan sebanyak 8 reaktor yaitu 6 reaktor utama dan 2 reaktor kontrol dengan sistem duplo. Penentuan variasi penambahan volume bakteri diuji terlebih dahulu pada persentase 0%,5%,10% dan 15% satuan volume per volume bulk density. Penelitian ini menggunakan tanah artifisial dari tanah pasir sungai sebesar 425 gram ditambah dengan larutan CrCl 3 sampai 100% bulk density tanah pasir. Waktu penelitian dilakukan selama 14 hari. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah ph tanah, suhu tanah, kelembaban tanah, jumlah koloni bakteri dengan metode i

6 CFU (Colony Forming Unit) dan total kromium dengan uji AAS (Atomic Absorbantion Spectroscopy) Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan volume bakteri yang ditambahkan pada reaktor, melalui metode CFU (Colony Forming Unit) didapatkan persentase penambahan jumlah bakteri dalam reaktor yang tercemar kromium adalah penambahan 15% volume bakteri per volume bulk density tanah. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut, selanjutnya dilakukan uji penyisihan kromium dengan 2 macam perlakuan yaitu tanpa penambahan bakteri dan penambahan 15% jumlah bakteri. Persentase penyisihan kromium pada reaktor tanpa penambahan bakteri Bacillus subtilis tertinggi yaitu sebesar 31% ditunjukkan reaktor dengan kosentrasi penambahan kromium 50 mg/l (19 mg/kg). Persentase penyisihan kromium pada reaktor dengan penambahan 15% bakteri Bacillus subtilis yaitu sebesar 11% ditunjukkan reaktor dengan konsentrasi kromium 75mg/L (29 mg/kg). Kata Kunci : Bacillus subtilis, bioremediasi, kromium, logam berat, tanah tercemar ii

7 THE ABILITY TEST OF Bacillus subtilis TO REMOVE CHROMIUM IN CHROMIUM CONTAMINATED SOIL Name of Student : Tesya Paramita Putri NRP : Study Programme : Teknik Lingkungan FTSP ITS Supervisor : Ipung Fitri Purwanti, ST., MT., PhD. ABSTRACT Industrial electroplating activity, leather tanning and metal industries produce wastewater containing chromium heavy metals. Chromium is one of heavy metals which have toxic properties so its hazardous to health and the environment. Chromium that released as waste are often in the form of Cr (III) and Cr (VI). Chromium contamination in the soil are caused by wastewater or industrial sludge that intentionally dumped at a concentration that exceeds quality standards. Bioremediation is one of the technology that can be used to remediate heavy metal contaminated soil. Bacillus subtilis is a bacteria that has been widely studied in elimination for chromium in the contaminated soil. Bacillus subtilis are resistant to wastes that have high concentrated chromium. The variables in this study were the concentration of chromium and the addition of varying concentrations of bacterias. Varying concentrations of chromium were 100, 75, and 50 mg/l (38, 29, and 19 mg/kg). The reactors in this study were 8 reactors with 6 main reactors and 2 control reactors. The latter variable was the addition of varying concentration of bacterias, i.e 0%, 5%, 10% and 15% unit volume per volume of bulk density. This study used 425 grams artificial contaminated sandy soil with addition of CrCl 3. Chromium allowance test was conducted over 15 days. The parameters tested in this study were ph, temperature, moisture, the number of bacterial colonies by the method of CFU (Colony Forming Unit) and total chromium tested with AAS (Atomic Spectroscopy Absorbantion). iii

8 The preliminary study resulted in the percentage of total volume of bacteria added to the reactor, with the methods of CFU (Colony Forming Unit) was 15% additional in volume per volume of bacterial and soils bulk density. Based on preliminary research results, the primary test was conducted chromium without addition of bacteria and 15% addition volume of bacteria. The highest percentage of chromium reduction in the reactor with 0% addition of Bacillus subtilis was 31% indicated the reactor with chromium concentration of 50 mg/l (19 mg/kg). The highest percentage of chromium reduction in the reactor with 15% addition of Bacillus subtilis was 11% indicated the reactor with chromium concentration of 75mg/L (29 mg/kg). Kata Kunci : Bacillus subtilis, contaminated soil, heavy metal bioremediation, chromium, iv

9 KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan pada Alloh SWT karena atas Rahmat dan karunia-nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul Uji Kemampuan Bakteri Bacillus Subtilis dalam Penyisihan Logam Kromium pada Tanah Tercemar Kromium. Saya mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar saya yang telah mendukung dan mendoakan segala usaha saya. Selain itu saya juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ipung Fitri Purwanti, ST., MT., PhD selaku dosen pembimbing tugas akhir, terima kasih atas kesediaan, kesabaran, bimbingan dan ilmu yang diberikan 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc., Ibu Harmin Sulistyaning Titah, ST., MT., PhD dan Bapak Ir. R. Irwan Bagyo Santoso., MT. selaku dosen penguji tugas akhir, terima kasih atas saran serta bimbingannya 3. Laboran Jurusan Teknik Lingkungan yang telah membantu dan memfasilitasi ketika di Laboratorium 4. Bapak Welly Herumurti, ST., M.Sc yang selalu bersedia membantu dan menjadi motivator saya Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu saya menerima saran agar penulisan laporan tugas akhir ini menjadi lebih baik. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca. Surabaya, Januari 2017 Penulis v

10 vi Halaman ini sengaja dikosongkan

11 ABSTRAK DAFTAR ISI... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Ruang Lingkup Manfaat... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keberadaan Kromium di Tanah Pencemaran Kromium Bioremediasi Kromium oleh Bakteri di Tanah Bioaugmentasi Karakteristik Bacillus sp Mekanisme Penyisihan Kromium oleh Bakteri Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme Laju Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis Penelitian Terdahulu vii

12 BAB 3 METODE PENELITIAN Ide Tugas Akhir Kerangka Penelitian Studi Literatur Persiapan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Jumlah Penambahan Bakteri Penyisihan Logam Kromium dalam Sampel Nilai ph Suhu Kelembaban Jumlah Koloni Bakteri Total Kromium BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS viii

13 DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Batas Kritis Logam Berat dalam Tanah, Air, dan Tumbuhan... 7 Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu Tabel 3. 1 Perlakuan antara Variasi Konsentrasi dan Persentase Volume Biakan Bakteri Tabel 4. 1 Persentase Penyisihan Kromium Tabel 4. 2 Hasil Uji Colony Forming Unit Hari ke Tabel L. 1 Hasil perhitungan CFU penelitian pendahuluan Tabel L. 2 Foto hasil uji CFU pada penelitian pendahuluan Tabel L. 3 Foto reaktor pada uji penelitian utama Tabel L. 4 Foto hasil uji CFU pada penelitian utama Tabel L. 5 Hasil uji parameter ph Tabel L. 6 Hasil uji parameter suhu Tabel L. 7 Hasil perhitungan jumlah koloni pada penelitian utama Tabel L. 8 Data hasil uji AAS Tabel L. 9 Hasil perhitungan persentase penyisihan kromium ix

14 x Halaman ini sengaja dikosongkan

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Siklus Perubahan Kromium di Alam...6 Gambar 2. 2 Posisi Bioaugmentasi diantara Beberapa Bioremediasi Proses...9 Gambar 2. 3 Sel Bacillus subtilis Gambar 2. 4 Skema Transport Cr(VI) ke dalam Sel Bakteri Gambar 2. 5 Mekanisme penyisihan kromium pada kondisi aerobik dan anaerobik Gambar 2. 6 Laju Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis Gambar 3. 1 Kerangka Penelitian Gambar 3. 2 Reaktor Uji Gambar 4. 1 Reaktor Uji Pendahuluan Gambar 4. 2 Uji Persentase Penambahan Jumlah Bakteri Gambar 4. 3 ph pada Reaktor Tanpa Penambahan Bakteri Gambar 4. 4 ph pada Reaktor dengan Penambahan 15% Bakteri Gambar 4. 5 Suhu pada Reaktor Tanpa Penambahan Bakteri Gambar 4. 6 Suhu pada Reaktor dengan Penambahan 15% Bakteri Gambar 4. 7 Bentuk koloni bakteri (a) Bakteri Pasir atau indegenous (b) Bacillus subtilis Gambar 4. 8 Jumlah Koloni Bakteri Selama 14 hari Gambar 4. 9 Konsentrasi Kromium Gambar Persentase Penyisihan Kromium xi

16 xii Halaman ini sengaja dikosongkan

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Tahap Peremajaan Isolate Bakteri Lampiran 2 Tahap persiapan reaktor uji dan pelaksanaan penelitian Lampiran 3 Ekstraksi Pencemar Inorganik dalam Media Tanah. 57 Lampiran 4 Tahap uji Colony Forming Unit Lampiran 5 Data hasil penelitian Lampiran 6 Hasil Analisis CFU Penelitian Pendahuluan Lampiran 8 Hasil Analisis CFU Penelitian Utama Lampiran 9 Data hasil perhitungan penelitian utama Lampiran 10 Hasil Uji AAS xiii

18 xiv Halaman ini sengaja dikosongkan

19 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan utama yang harus dijaga kualitasnya oleh negara agraris seperti Indonesia. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan pesatnya pertumbuhan industri yang ada di Indonesia. Pertumbuhan industri seperti Industri elektroplating, penyamakan kulit, dan industri logam berpotensi dalam menghasilkan limbah logam berat kromium dalam kegiatan produksinya (Oves et al., 2009). Pencemaran kromium di alam banyak tersebar dalam bentuk Cr 3+ dan Cr 6, kromium dalam bentuk Cr 3+ lebih stabil dibandingkan dengan Cr 6+. Tingkat toksisitas dan kemampuan terlarut Cr 6+ lebih besar jika dibandingkan dengan Cr 3+, meskipun keduanya dapat menimbulkan keracunan kronis (Avudainayagam et al., 2003). Cr 6+ dapat terbentuk akibat oksidasi Cr 3+ ketika masuk ke dalam tanah selama musim hujan dan menimbulkan pencemaran pada air tanah (Chandra, 2004). Menurut Dhal (2010) keberadaan kromium yang cukup mendominasi di tanah adalah Cr 3+. Cr 3+ lebih cenderung teradsorb di permukaan tanah atau terendapkan dalam bentuk kromium hidroksida dalam suasana asam ataupun basa. (Dhal et al, 2013). Keberadaan Cr 3+ berpotensi untuk teroksidasi menjadi Cr 6+ pada keadaan aerobik, lembab dan basa sehingga meningkatkan toksisitas dari kromium pada tanah. Pencemaran yang terjadi di sebuah area di Ranipet Tamilnadu India, sebesar ton dari limbah padat (sludge) mengandung kromium dan dibuang tanpa penanganan. Porositas tanah yang besar mengakibatkan kontaminasi pada tanah dan air tanah di area tersebut (Jeyasingh et al, 2010). Indonesia juga memiliki beberapa industri yang berpotensi menimbulkan pencemaran kromium baik pencemaran pada air maupun pada tanah. Perkiraan nilai ambang batas bahaya konsentrasi kromium pada tanah atau limbah padat berdasarkan AMEG (Ambient Multimedia Environmental Goals) USA adalah sebesar 10 mg/kg (Notodarmojo, 2005). Konsentrasi 1

20 2 maksimum kromium dalam tanah berdasarkan Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhousie University Canada (1992) sebesar 2,5 ppm. Nilainilai ambang batas maksimum konsentrasi kromium yang terlampaui akibat pencemaran akan membahayakan lingkungan dan kesehatan. Dibutuhkan pengolahan pada lahan tercemar untuk mengembalikan lahan sesuai peruntukannya. Bioremediasi merupakan alternatif teknologi untuk remediasi sebuah area dan dapat memperbaiki sebuah lahan tercemar secara menyeluruh (Evelyne dan Ravisankar, 2014). Bioremediasi memanfaatkan reaksi metabolisme dari mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan yang terlepas pada lingkungan (Mahimariaja, 2011). Menurut Evelyne dan Ravisankar (2014) bioremediasi dipengaruhi dari kegiatan mikroorganisme yang dapat membantu mereduksi Cr 6+ menjadi Cr 3+ agar lebih stabil. Jenis bakteri yang digunakan dalam bioremediasi harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing bakteri. Pada proses bioremediasi, bakteri memiliki kadar maksimum logam berat yang mampu diolah oleh bakteri (Mythili dan Karthikeyan, 2011). Penelitian bioremediasi sebelumnya mendapatkan hasil bahwa Bacilus subtilis menunjukan resistensi terhadap logam berat seperti Cr, Pb, Cd, Mn, Ni,Zn, dan Cu (Cheng et al., 2009). Bacilus subtilis dapat menyisihkan konsentrasi kromium (Deepali, 2011). Penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa Bacilus sp mampu menyisihkan lebih dari 98% Cr (VI) pada tanah selama 10 jam pada ph 7 dengan konsentrasi awal sebesar 500 mg/kg Cr (VI (Dhal et al., 2013). Pencemaran kromium pada tanah mengakibatkan gangguan pada lingkungan dan kesehatan makhluk hidup. Salah satu metode remediasi yang dapat diterapkan pada penanggulangan tanah tercemar adalah bioremediasi. Bakteri Bacillus subtilis mampu menurunkan kandungan kromium. Penelitian ini menguji pengaruh bioaugmentasi atau penambahaan bakteri Bacillus subtilis pada penyisihan kromium dalam tanah tercemar kromium.

21 1.2 Rumusan Masalah Pencemaran kromium pada tanah mengakibatkan gangguan pada lingkungan dan kesehatan makhluk hidup. Salah satu metode remediasi yang dapat diterapkan pada tanah tercemar adalah bioremediasi(bioaugmentasi). Bakteri Bacillus subtilis mampu menurunkan kandungan kromium. Penelitian ini menguji pengaruh penambahan bakteri Bacillus subtilis pada penyisihan kromium dalam tanah tercemar. 1.3 Tujuan 1. Menentukan penyisihan kromium pada tanah tercemar kromium oleh bakteri 2. Menentukan pengaruh penambahan bakteri Bacillus subtilis pada tanah tercemar dalam penyisihan kromium 1.4 Ruang Lingkup 1. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacilus subtilis yang diperoleh dari Laboratorium Remediasi Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS 2. Tanah yang digunakan adalah tanah pasir sungai. 3. Limbah Cr 3+ yang digunakan adalah limbah buatan dalam bentuk CrCl 3 4. Variasi penambahan bakteri diuji dengan penelitian pendahulu pada penambahan bakteri sebesar 0%, 5%,10% dan 15% satuan volume bakteri per volume tanah (ml/ml) 5. Variasi konsentrasi Cr 3+ yang digunakan adalah sebesar 100 mg/l 75 mg/l dan 50 mg/l (19,29,dan 28 mg/kg). 6. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah konsentrasi total kromium, ph, suhu, kelembaban tanah dan jumlah koloni bakteri 7. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium yang akan dilakukan di Laboratorium Remediasi Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS dan Workshop Teknik Lingkungan FTSP ITS 3

22 8. Analisis total kromium dilakukan dengan metode AAS (Atomic Absorption Spectrometri) di Laboratorium Tim Afiliasi dan Konsultasi Industri Teknik Kimia FTI ITS 9. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan dari Bulan September sampai November 2016 dan waktu pelaksanaan penelitian utama (running reaktor) selama 14 hari 1.5 Manfaat 1. Sebagai salah satu alternatif pengolahan yang dapat digunakan untuk menyisihkan kandungan kromium pada tanah tercemar kromium 2. Sebagai dasar dari penelitian lanjutan yang berkaitan dengan bioremediasi tanah tercemar kromium menggunakan Bacilus subtilis 3. Sebagai dasar teori upaya pemanfaatan kembali hasil pengolahan tanah tercemar kromium 4

23 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keberadaan Kromium di Tanah Kromium merupakan logam yang keras, berkilauan, berwarna perak keabu-abuan dan merupakan salah satu golongan VI B pada tabel periodik. Kromium diberi lambang Cr, memiliki nomor atom 24, massa atom 51,99 dan memiliki 6 valensi mulai dari -2 sampai +6 (Arinda, 2013). Kromium ditemukan pada semua fase di lingkungan yaitu di udara, air dan tanah. Cr (VI) lebih toksik dan lebih mudah terlarut jika dibandingkan dengan Cr(III), tetapi keduanya sangat berbahaya dan menyebabkan keracunan kronis (Avudainayagam et al., 2003). Keberadaan kromium yang cukup mendominasi di tanah adalah Cr(III). Cr (III) lebih cenderung teradsorb di permukaan tanah atau terendapkan dalam bentuk kromium hidroksida dalam suasana asam ataupun basa. Cr (III) dan Cr (IV) ditanah memiliki sifat fisika dan kimia yang berlawanan. Cr (VI) lebih solubel karena memiliki afinitas yang kuat dari ion negatif dan koloid tanah, dan membentuk senyawa yang larut yaitu Cr(OH) 3. Keberadaan bentuk kromium di tanah bergantung pada potensial redoks dan ph, dalam pembentuk Cr (III) di dominasi pada asam. Reduksi Cr (VI) menjadi Cr (III) meningkat seiring dengan menurunnya ph. (Dhal et al, 2010). Cr (III). Sehingga pada ph basa kromium cenderung berbentuk Cr(VI). Kromium dalam tanah secara natural dapat mengalami oksidasi atau reduksi, tergantung pada kondisi oksigen diatmosfer. Oksidasi Cr(III) menjadi Cr(VI) dilakukan oleh mangan dioksida menurut Apte et al. (2005) dan menurut James (2002) reduksi Cr(VI) menjadi Cr(VI) dapat dilakukan oleh unsur karbon pada tanah, kedua reaksi berlangsung secara spontan. Kedua reaksi dapat berlangsung pada waktu yang sama. Cr(III) yang ditambahkan pada tanah aerobik akan teroksidasi dan Cr(VI) yang ditambahkan ke tanah aerobik akan tereduksi. Proses reduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) lebih 5

24 mudah terjadi dibandingkan dengan oksidasi Cr(III) menjadi Cr(VI) pada tanah menurut Cervantes et al. (2001). Siklus oksidasi dan reduksi kromium pada keadaan aerobik dan anaerobik dapat dilihat pada Gambar Gambar 2. 1 Siklus Perubahan Kromium di Alam Sumber : Dhal et al (2013) Reaksi kimiawi oksidasi Cr(III) menjadi Cr(VI) oleh mangan dioksida pada kadaan ph netral : Cr MnO 2 + H 2 O HCrO Mn 2+ + H +...(2.1) Reaksi kimiawi reduksi Cr(VI) menjadia Cr(III) oleh bahan organik pada tanah (seperti hydroquinone dengan bentuk quinine) C 6 H 6 O CrO 4 + 2H 2 O 0.5Cr 2 O C 6 H 4 O H 2 O + 2OH -.(2.2) Cr (III) yang terlarut didalam air akan membentuk kromium hidroksida sesuai persamaan 2.3: Cr 3+ + H 2 O Cr(OH) 3 + 3H +.(2.3)

25 Kromium hidroksida bersifat amfoter. Menurut Cheng dan Li (2009) larutan kromium memiliki ph yang cenderung basa. Tumpahan larutan kromium pada tanah berpotensi meningkatkan ph tanah dan meningkatkan potensi oksidasi kromium. Sifat kromium dalam bentuk Cr(VI) lebih soluble dan bio-available dibandingkan Cr(III). Cr (VI) adalah bentuk anion kromium dalam kondisi ruang, pada ph > 6,4 kromium berada dalam bentuk kromat (CrO 4 2- ) dan jika dalam keadaan ph < 6,4 kromium berada dalam bentuk bikromat (HCrO 4 - ) (James, 2002). 2.2 Pencemaran Kromium Industri electroplating, penyamakan kulit, dan industri logam berpotensi dalam menghasilkan limbah logam berat kromium dalam kegiatan produksinya (Oves et al., 2013). Kromium dalam bentuk Cr 6+ terbentuk akibat oksidasi Cr 3+ ketika masuk ke dalam tanah selama musim hujan dan menimbulkan pencemaran pada air tanah (Chandra, 2004). Telah terjadi pencemaran di beberapa wilayah di Indonesia diantaranya pencemaran di area persawahan di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah dari sebuah industri elektroplating yang mengandung kromium sebesar 6,0-27,7 mg/kg pada tanahnya. Pencemaran juga terjadi di area persawahan di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat telah tercemar industri tekstil mengandung kromium sebesar 13 mg/kg pada tanahnya (Kurnia, 2003). Tabel 2. 1 Batas Kritis Logam Berat dalam Tanah, Air, dan Tumbuhan Logam Berat Tanah (ppm) Air (ppm) Tumbuhan (ppm) Pb 100 0,03 50 Cd 0,5 0,05-0, Co 10 0,4-0, Cr 2,5 0,5-1, Ni 50 0,2-0, Cu Mn Zn Sumber: Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhousie,University Canada (1992) 7

26 Perkiraan nilai ambang batas bahaya konsentrasi kromium pada tanah atau limbah padat berdasarkan AMEG (Ambient Multimedia Environmental Goals) USA sebesar 10 mg/kg (Notodarmojo,2005). Konsentrasi maksimum kromium dalam tanah berdasarkan Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia and Dalhousie University Canada (1992) sebesar 2.5 ppm, yang dapat dilihat pada Tabel Bioremediasi Kromium oleh Bakteri di Tanah Proses ini sering disebut sebagai mekanisme detoksifikasi. Bakteri yang resisten memiliki kemampuan untuk tetap bertahan hidup di lahan yang tercemar oleh logam dengan proses detoksifikasi secara langsung pada jenis logam tertentu (Evelyne dan Ravisankar, 2014). Beberapa bakteri mampu melakukan bioremediasi pada tanah tercemar kromium. Achinetobacter calcoacetic memiliki kemampuan removal sebesar 67,14% dengan konsentrasi awal 500 ppm pada suhu 30 o selama 24 jam pada ph 7 (Mishra, V et al., 2010). ). Penelitian menganai penyisihan kromium juga dilakukan oleh Ahirwar,N.K et al., (2013) Bacillus sp. dan Pseudomonas flourecens mampu menyisihkan 48% dan 60% kromium dari konsentrasi 50. Dhal, B et al, (2013) Bacilus sp mampu menyisihkan lebih dari 98% Cr (VI) pada tanah selama 10 jam pada ph 7 dengan konsentrasi awal sebesar 550 mg/kg Cr (VI). 2.5 Bioaugmentasi Bioremediasi merupakan alternatif teknologi untuk remediasi sebuah area dan dapat memperbaiki sebuah lahan tercemar secara menyeluruh (Evelyne dan Ravisankar, 2014). Bioremediasi memanfaatkan reaksi metabolisme dari mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan yang terlepas pada lingkungan (Mahimariaja, 2011). Salah satu startegi bioremdiasi adalah bioaugmentasi yaitu upaya meningkatkan kemampuan biodegradasi polutan pada lahan tercemar dengan menambahkan single strain bakteri atau consortia bakteri yang memungkinkan (Mrozik dan Pitrowska-Seget, 2010) 8

27 Gambar 2. 2 Posisi Bioaugmentasi diantara Beberapa Bioremediasi Proses Sumber: Mrozik dan Pitrowska-Seget (2010) Faktor abiotik dan biotik sangat mempengaruhi efektifitas bioaugmentasi. Temperatur, kelembaban, ph, kandungan organik, aerasi, nutrient merupakan faktor abiotik yang sangat penting dalam menentukan efektifitas bioaugmentasi. Keberhasilan bioaugmentasi juga dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme yang digunakan. Mikroorganisme yang digunakan bakteri yang mampu bertahan hidup dilingkungan tercemar. Mikroorganisme yang paling baik digunakan adalah mikroorganisme yang terseleksi dari hasil isolasi lokasi tercemar yang telah dibiakkan dilaboratorium. Salah satu hal paling sulit pada bioaugmentasi adalah menjaga bakteri yang telah diinokulasi pada lahan tercemar untuk tetap hidup. Penurunan jumlah exogenous bakteri sering terjadi setelah diinokulasikan (Mrozik dan Pitrowska-Seget, 2010). 2.6 Karakteristik Bacillus sp. Berdasarkan ketebalan dinding sel (Peptidoglikan) Bacillus subtilis merupakan salah satu jenis bakteri gram positif dan berbentuk basil (batang). Bacillus dapat hidup dikondisi dengan adanya oksigen atau tidak ada oksigen sehingga disebut sebagai mikroorganisme anaerobik fakultatif (Zheng et al., 2015). Bacillus merupakan bakteri yang bersifak mesofilik. Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri yang 9

28 berasal dari tanah, sehingga Bacillus subtilis akan hidup dengan baik pada media tanah. Secara umum Bacillus diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Bacteria Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacilliales Famili : Bacilliaceae Genus : Bacillus Gambar 2.3 menunjukkan sel Bacillus subtilis 10 Gambar 2. 3 Sel Bacillus subtilis (Sumber : Morikawa, M. et al., 2006) Bacillus memiliki sifat yang menguntungkan karena dapat hidup dalam waktu lama pada kondisi lingkungan yang kurang mendukung pertumbuhannya. Bacillus mampu bertahan hidup di lokasi yang tercemar oleh logam berat. Logam berat yang terdapat di lokasi tersebut akan diabsorp oleh Bacillus karena kemampuannya dalam bioabsorpsi (Oves et al., 2013). Proses biosorpsi ini akan menyebabkan terserapnya logam berat ke dalam sel bakteri. Bacillus akan menghasilkan enzim katalase (Nath dan Ray, 2015). Enzim ini berfungsi untuk memecah zat berbahaya yang masuk ke dalam sel bakteri. Bacillus juga mampu menghasilkan enzim reduktase. Enzim reduktase berfungsi untuk menurunkan (rekduksi) kadar tokisitas logam

29 berat yang menjadi pencemar utamanya. Logam berat akan diubah struktur kimianya menjadi bentuk yang tidak toksik. 2.7 Mekanisme Penyisihan Kromium oleh Bakteri Bioremediasi adalah proses pemulihan lingkungan dengan memanfaatkan proses metabolisme pada mikroorganisme untuk menghilangkan pencemar. Bioremediasi tanah terkontaminasi Cr(VI) dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung pada proses reduksi biologisnya. Reduksi secara langsung oleh bakteri terjadi pada permukaan tanah (kondisi aerobik). Pada lapisan tanah di bawahnya akan terjadi reduksi secara tidak langsung oleh bakteri (kondisi anaerobik) (Losi et al., 1994). Gambar 2. 4 Skema Transport Cr(VI) ke dalam Sel Bakteri Sumber: Kanmani et al. ( 2011) Biotransformasi dan biosorpsi adalah teknologi yang sering digunakan untuk penyisihan logam berat. Biotransformasi adalah alternatif yang paling baik untuk diaplikasikan.biotransformasi merubah kromium Cr(VI) yang sangat toksik dan memiliki mobilitas tinggi menjadi Cr (III) yang kurang toksik dan bermobilitas rendah. Biosorption 11

30 12 menyerap kromium ke dalam tubuh bakteri dan dapat dikeluarkan kembali setelah ditransformasi menjadi bentuk yang tidak berbahaya (Kanmani et al., 2012). Penyisihan kromium pada umumnya terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik dapat dilihat pada Gambar 2.4. Proses biosorpsi logam berat adalah proses pengambilan ion logam yang terjadi di dalam maupun di luar sel (Triatmojo dkk., 2001). Organ yang terlibat pada proses biosorpsi adalah dinding sel yang mengandung polisakarida dan protein (Ahemad, 2012). Proses ini terjadi secara pasif yaitu tidak melibatkan metabolism mikroorganisme, dan hanya terjadi proses osmosi atau difusi pada dinding sel. Bakteri Bacillus sp. juga mampu menghasilkan enzim untuk perlindungan diri dari konsentrasi kromium yang terlalu tnggi, bakteri mampu menghasilkan enzim katalase atau superperoksida dismutase (SOD), untuk konsentrasi kromium yang ditinggi akan diikat oleh enzim katalase sebelum masuk pada dinding sel (Dhal et al., 2013). Sifat Cr(III) yang kurang toksik menyebabkan kurangnya impermeabelitas pada membrane sel, sehingga Cr(III) kurang soluble dan tidak dapat terpresipitasi atau tersisihkan (Dhal et al, 2013). Bakteri Bacillus sp. melakukan biotransformasi secara langsung. Pada keadaan aerobik terjadi biotransformasi oleh bakteri dengan menghasilkan enzim reduktase yang merubah bentuk kromium menjadi Cr (V), Cr(IV) hingga mendapatkan produk akhir berupa Cr (III). Kromium yang telah masuk pada sel takan bereaksi secara spontan dengan reduktan intraseluler seperti askorbat dan glutation untuk merubah kromium yang bersifat toksik menjadi kromium intermediete, radikal bebas dan kromium yang memiliki kadar toksik lebih rendah. Pada kondisi anaerobik, kromat digunakan sebagai terminal elektron akseptor untuk mengurangi kromat dalam ruang periplasmatic oleh enzim hidrogenase atau pada sitokrom c3 (Dhal et al, 2013). Pada beberapa penelitian diketahui bahwa hasil akhir dari reduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) pada ph netral atau ph basa bukanlah Cr(OH) 3 melaikan berupa organik-cr(iii) kompleks yang merupakan bagian dari biogeochemical cycle dari kromium.

31 Gambar 2. 5 Mekanisme penyisihan kromium pada kondisi aerobik dan anaerobik Sumber: Dhal et al. (2013) Pada penelitian yang dilakukan oleh (Dhal et al, 2013) diketahui bahwa reduksi kromat yang dilakukan oleh Bacillus sp. pada ph 7, Cr(III) yang dihasilkan dalam bentuk chromium hydrogen phospat (CrH 2 P 3 O 10.2H 2 O) dari pengujian menggunakan PXRD pada fase kering. 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai agar dapat tumbuh dan berkembang biak. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah: suhu, kondisi atmosferik, ph, dan tekanan osmosis. Suhu yang dibutuhkan oleh setiap spesies mikroorganisme berbeda-beda, sehingga dikelompokkan menjadi 3 golongan atas dasar suhu yang sesuai untuk menunjang kehidupannya, yaitu : 13

32 14 1. Psikofil,dapat tumbuh pada kisaran suhu sekitar 0 o C atau lebih rendah lagi 2. Mesofil, dapat tumbuh dengan baik pada suhu o C 3. Termofil, dapat tumbuh dengan baik pada suhu o C Kondisi atmosferik pada mikroorganisme dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan akan kebutuhan oksigennya, yaitu : 1. Mikroorganismee aerobik, yaitu mikroorganisme yang memerlukan O 2 untuk melangsungkan respirasi seluler. 2. Mikroorganisme anaerobik obligat, yaitu kelompok mikroorganisme yang tidak dapat hidup dan berkembang biak dalam lingkungan yang mengandung O 2 3. Mikroorganisme anaerobik fakultatif, yaitu kelompok mikroorganisme yang dapat hidup dengan atau tanpa kehadiran O 2 4. Mikroorganisme mikroaerofilik, yaitu mikroorganisme aerobik yang hanya memerlukan tekanan O 2 rendah Nilai ph yang ekstrim rendah dapat mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan mikroorganisme, karena dapat mempengaruhi aktifitas enzim. Kisaran ph optimum untuk kebanyakan mikroorganisme adalah 6,5 sampai 7,5 dengan batas minimum dan maksimum 4 sampai 9. Tekanan osmosis terjadi pada dinding sel mikroorganisme. Mikroorganisme pada umumnya tumbuh pada lingkungan yang sedikit lebih hipotonik dari sitoplasmanya. Kondisi hipotonik memiliki konsentrasi zat terlarut dalam tubuh mikroorganisme yang lebih tinggi daripada kondisi di luar sel, sehingga terjadi plasmoptisis. Plasmoptisis yaitu mengalirnya air dari luar ke dalam sel. Kondisi yang sebaliknya jika konsentrasi zat terlarut dalam sitoplasma lebih rendah maka akan menyebabkan keluarnya air dari dalam tubuh mikroorganisme yang disebut plasmolisis. (Trihadiningrum, 2012). 2.9 Laju Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis Pertumbuhan mikroorganisme dapat ditentukan berdasarkan pola reproduksinya. Penelitian yang dilakukan

33 oleh Kurniawan, 2016 pada pengujian laju pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis selama 24 Jam menggunakan nilai Optical Density dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2. 6 Laju Pertumbuhan Bakteri Bacillus subtilis Sumber : Kurniawan, 2016 Berdasarkan Gambar 2.2, fase aklimatisasi bakteri Bacillus subtilis terjadi dari jam ke-0 hingga jam ke-2, dilanjutkan dengan fase pertumbuhan eksponensial pada jam ke-2 hingga jam ke-6. Fase eksponensian bakteri Bacillus subtilis diikuti oleh fase stasioner dari jam ke-6 hingga jam ke-24. Belum terlihat fase kematian bakteri hingga akhir waktu uji, sehingga fase kematian bakteri belum terlihat hingga lebih dari 24 jam. Tidak terlihatnya fase kematian bakteridikarenakan pengujian jumlah bakteri menggunakan metode Optical Density, yaitu pengujian jumlah bakteri tidak langsung yang tidak bisa membedakan bakteri yang mati atau hidup. Jumlah bakteri yang terukur cenderung naik seiring dengan naikknya nilai Optical Density.(Kurniawan, 2016) 2.9 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang penyisihan kromium pada pencemaran yang terjadi pada tanah telah banyak dilakukan penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut digunakan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya, yaitu mempermudah penelitian 15

34 selanjutnya dalam menentukan metode penelitihan yang paling efektif untuk menunjang proses penyisihan kromium. Beberapa penelitian mengenai penyisihan kromium pada media tanah menggunakan bakteri Bacillus sp. yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu No Bakteri Media Konsentrasi Efisiensi Teradsorb Rujukan Aw al 1 Bacilllus sp. Tanah 550 mg/kg >98% - Dhal et al, (2013) 2 Bacillus Tanah 50 mg/kg 48% - Ahirwar et sp. al. (2013) 3 Bacillus Tanah 50 mg/l - 34,5 Sinarth et cirulans mg/g al. (2002) berat kering 4 Bacillus Tanah 50 mg/l - 32 mg/g Sinarth et megatrium berat al. (2002) kering 5 Bacillus Tanah 50 mg/l - 39,9 Sinarth et coagulans mg/g berat kering al. (2002) 6 Bacillus sp. Agar 80 mg/l 50% - Elangovan et al. (2006) 7 Bacillus sp. Agar 600 mg/l Resisten - Kathiravan et al. (2011) 16

35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ide Tugas Akhir Metode penelitian merupakan acuan dalam melakukan penelitian. Penyusunan metode penelitian ini berupa tahapan dalam melakukan penelitian sehingga memudahkan dalam memahami proses yang dilakukan selama penelitian dijalankan. Metode penelitian ini disusun sebagai pedoman dalam melakukan peneltian sehingga kesalahan dapat diminimisasi. Penelitian ini didasari pada potensi pencemaran tanah oleh limbah mengandung kromium. Industri seperti elektroplating, penyamakan kulit dan industri logam menghasilkan limbah yang masih mengadung kromium dalam konsentrasi tinggi. Dalam penelitian ini dilakukan uji penyisihan konsentrasi kromium buatan (spiked soil) dalam tanah pasir. Tanah yang digunakan merupakan tanah pasir Tanah pasir memiliki porositas yang tinggi, sehingga meningkatkan mobilitas larutan dalam mencampurkan larutan kromium pada pasir (Shangguan et.al., 2016). Uji penyisihan kromium ini dilakukan menggunakan penambahan bakteri dengan memanfaatkan kemampuan bakteri Bacillus subtilis yang resisten terhadap logam berat kromium. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dhal, B et al, (2013) menyatakan bahwa bakteri Bacillus sp. mampu menurunkan konsentrasi kromium di dalam tanah tercemar kromium dengan konsentrasi 550 mg/kg tanah sebesar lebih dari 98%. Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri tanah sehingga mampu tumbuh dalam media tanah dengan baik. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah analisis terhadap konsentrasi total kromium menggunakan AAS ( Atomic Absorption Spectroscopy), suhu, kelembaban, ph, dan jumlah koloni bakteri. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi kromium dan variasi persentase penambahan volume bakteri. Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah koleksi bakteri dari Laboratorium Remediasi Lingkungan Jurusan Teknik 17

36 Mengacu pada Lingkungan FTSP ITS. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium di Laboratorium Remediasi Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS serta Workshop Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. 3.2 Kerangka Penelitian Ide Tugas Akhir UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus subtilis DALAM PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM 1. Keberadaan Kromium di Alam 2. Pencemaran Kromium 3. Bioremediasi Kromium oleh Bakteri 4. Bioaugmentasi 5. Karakteristik Bacillus sp. Studi Literatur 6. Mekanisme Penyisihan Kromium oleh Bakteri 7. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme 8. Pertumbuhan Mikroorganisme 9. Penelitian Terdahulu Persiapan Penelitian 1. Pembuatan Media 2. Pembuatan Air Salin 3. Sterilisasi Alat Uji dan Substrat untuk Penelitian 4. Peremajaan Isolat Bakteri 5. Uji Bulk Density Tanah 6. Pembuatan Larutan Stok Kromium dan Spike Soil 7. Uji Penentuan Persentase Penambahan Bakteri Pelaksanaan Penelitian 1. Uji Penyisihan Logam Kromium 2. Uji Parameter Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Gambar 3. 2 Kerangka Penelitian 18

37 Kerangka penelitian ini merupakan bagan alir untuk memberikan gambaran umum mengenai tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Kerangka penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar Studi Literatur Studi literatur pada penelitian ini bersumber pada jurnal ilmiah, laporan tugas akhir, buku teks, serta tesis mengenai penelitian terdahulu tentang teknik bioremediasi tanah. Studi literatur ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan pemahaman terhadap ide penelitian yang telah dibuat. Literatur yang dibaca nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam perlakukan yang dilakukan selama penelitian berlangsung. Studi literatur yang dipelajari diantaranya mengenai: - Karakteristik kromium dalam pencemaran kromium - Bioremediasi kromium oleh bakteri - Karakteristik Bacillus sp. - Mekanisme penyisihan kromium oleh bakteri -Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme - Penelitian terdahulu Studi literatur dilakukan dari awal sampai akhir untuk memastikan bahwa selama penelitian berlangsung dapat meminimisasi kesalahan baik dalam perlakuan maupun analisis hasil penelitian. 3.4 Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian merupakan tahap yang bertujuan untuk melakukan persiapan sebelum dilakukan penelitian. Persiapan yang dilakukan diantaranya adalah menyiapkan alat dan bahan, peremajaan isolat bakteri, uji bulk density tanah dan pembuatan larutan stok kromium. Persiapan penelitian terdiri dari : 1. Pembuatan Media Nutrient Broth (NB) Pembuatan Nutrient Broth (NB) (Merck, Jerman) dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pada pembuatan 1 L media NB, dibutuhkan 8 gram NB bubuk. NB bubuk ditimbang terlebih dahulu sesuai kebutuhan. NB yang telah ditimbang 19

38 20 kemudian dilarutkan menggunakan aquades (OneMed, Indonesia) sambil diaduk dengan spatula kaca (Pyrex, Jerman) sampai homogen. Setelah larut, dilakukan penuangan pada tabung reaksi (Pyrex, Jerman) atau tabung Erlenmeyer (Pyrex, Jerman). Media NB dibutuhkan sebagai media tumbuhnya bakteri pada tahap tumbuhnya bakteri dan uji penyisihan logam kromium. Setelah selesai maka dilakukan proses sterilisasi menggunakan autoclave (ASC, Jerman) pada suhu 121 o C selama 1 jam. 2. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) Dalam pembuatan 1 L media nutrient agar (NA) (Merck, Jerman) dibutuhkan 20 gram NA bubuk. Bubuk NA ditimbang terlebih dahulu kemudian dilarutkan menggunakan aquades. Pelarutan dengan aquades (OneMed, Indonesia) dilakukan dengan pengadukan menggunakan spatula kaca (Pyrex, Jerman) sampai homogen dengan dipanaskan di atas kompor listrik (Maspion S-301, Indonesia). Setelah larut, dilakukan penuangan pada tabung reaksi (Pyrex, Jerman) ataupun tabung erlenmeyer (Pyrex, Jerman). Setelah selesai maka dilakukan proses sterilisasi menggunakan autoclave (ASC, Jerman) pada suhu 121 o C selama 1 jam. Dalam penelitian ini media NA yang dibuat digunakan untuk pembuatan media agar miring NA pada tabung reaksi dan pembuatan media agar NA pada cawan petri (Cover, USA). Tabung reaksi masing-masing akan diisi dengan 10 ml media agar dan cawan petri masing-masing akan diisi dengan 15 ml media agar. 3. Pembuatan Media Agar Miring NA pada Tabung Reaksi Media agar miring NA merupakan media yang disiapkan sebagai media pertumbuhan bakteri dan peremajaan isolat bakteri. Media agar miring berguna untuk memberikan nutrisi bagi bakteri agar tetap hidup dengan rentang waktu yang lebih lama. Proses pembuatan agar miring dilakukan setelah proses sterilisasi media agar NA pada tabung reaksi (Pyrex, Jerman). Tabung reaksi berisi media agar yang masih cair kemudian dimiringkan dengan memberi landasan didekat mulut tabung reaksi kemudian didiamkan 15 menit sampai media agar

39 mengeras. Bakteri kemudian akan diinokulasikan pada agar miring pada kondisi aseptik dan disimpan di ruang inkubator (Mermert+, Jerman) dengan suhu 37 o C. 4. Pembuatan Media Agar NA pada Cawan Petri Pembuatan media agar pada cawan petri (Cover, USA) dimulai dengan menuangkan 15 ml media NA yang telah disterilisasi ke dalam masing-masing cawan petri steril. Pengisian media agar pada cawan petri dilakukan pada kondisi aseptik yaitu dengan mengapi-apikan mulut cawan ketika akan membuka dan menutup cawan dan melakukan kegiatan pemindahan didekat api dengan jarak 20 cm. Api yang digunakan berasal dari Bunsen (Pyrex, Jerman). Media agar yang diisikan diusahakan dalam keadaan rata. Setelah media agar mengeras kemudian dilakukan inokulasi bakteri pada keadaan aseptik juga lalu disimpan pada incubator (Mermert+, Jerman) dengan suhu 37 o C. 5. Pembuatan Air Salin Air salin merupakan larutan fisiologis yang digunakan sebagai pencuci mikroorganisme dan pengencer pada saat trial and error absorbansi. Air salin dibuat dengan cara melarutkan 8.5 gram NaCl (Merck, Jerman) alam 1 L aquades (OneMed, Indonesia). Kandungan NaCl pada air salin membentuk suasana hipotonik, sehingga mencegah lisisnya protoplasma pada sel bakteri ketika dilakukannya pengenceran jumlah bakteri. Campuran air salin diaduk sampai homogen kemudian dilakukan proses sterilisasi menggunakan autoclave (ASC, Jerman) pada suhu 121 o C selama 1 jam. 6. Sterilisasi Alat Uji dan Substrat untuk Penelitian Setiap alat dan substrat yang digunakan pada penelitian ini harus disteriliasi agar menjaga dari terjadinya kontaminasi. Metode yang digunakan pada sterilisasi alat uji dan bahan mengacu pada Kubyshkina et al. (2011).Setiap alat khususnya yang berhubungan dengan mikroorganisme terlebih dahulu harus dicuci kemudian dikeringkan menggunakan tisu. Setelah kering, dilakukan pembungkusan menggunakan kertas coklat 21

40 22 dan karet sebagai pelekat. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah masuknya uap air pada alat yang disterilisasi pada autoclave (ASC, Jerman). Kemudian semua alat dimasukkan pada autoclave. Media atau substrat yang digunakan sebagai bahan penelitian juga harus dilakukan sterilisasi. Bahan seperti media NB, media NA, Aquades harus disterilisasi agar mencegah terjadinya kontaminasi. Autoclave yang digunakan disetting dengan suhu 121 o C selama 1 jam. Semua alat yang dikontakkan dengan kromium harus direndam dalam cairan HNO 3 selama 24 jam kemudian disterilisasi. 7. Peremajaan Isolat Bakteri Peremajaan isolat bakteri ini bertujuan agar mencegah indukan bakteri terhindar dari kontaminasi serta menjaga ketersediaan cadangan bakteri apabila terjadi kesalahan pada penelitian. Metode yang digunakan pada peremajaan isolat bakteri ini mengacu pada Machmud (2001). Peremajaan isolat bakteri ini dilakukan dengan melakukan inokulasi bakteri dari media agar miring induk ke media agar miring yang baru. Setelah dilakukan inokulasi kemudian inokulan diletakkan pada inkubator selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan bakteri sebelum digunakan dalam uji laju pertumbuhan bakteri dan uji penyisihan kromium oleh bakteri. Tahap-tahap peremajaan isolate bakteri secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Uji Bulk Density Tanah Pasir Penentuan besar bulk density bertujuan untuk mengetahui besar kemampuan pori tanah pasir untuk menampung kandungan air. Tahap yang diakukan dalam pengujian bulk density adalah dengan mengambil 50 gram tanah pasir diletakkan pada corong yang telah diberi penyangga gelas beker dibawahnya. Kemudian disiapkan air aquades sebanyak 100 ml pada gelas ukur. Kemudian diuji dengan meneteskan air pada tanah sampai rata menggunakan pipet dan tertumpah tetesan pertama air dari corong. Lalu dicatatan berapa air yang dibutuhkan sampai

41 tetesan pertama yang menunjukkan nilai bulk density. Nilai bulk density digunakan sebagai acuan banyaknya penambahan limbah kromium buatan (CrCl 3 ) pada tanah pasir. Larutan kromium yang ditambahkan sama dengan nilai bulk density dari tanah pasir sesuai massa yang digunakan pada reaktor. 9. Pembuatan Larutan Stok Kromium (CrCl 3 ) dan Spiked Soil Pembuatan larutan kromium dilakukan dengan cara melarutkan CrCl 3 bubuk ke dalam 1 liter aquades sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Bubuk CrCl 3 yang akan digunakan untuk membuat larutan stok kromium ditimbang menggunakan neraca analitik. Selanjutnya, bubuk CrCl 3 dilarutkan ke dalam aquades dengan cara diaduk menggunakan spatula. Aquades yang digunakan untuk melarutkan bubuk CrCl 3 merupakan aquades yang telah disterilisasi dengan autoclave. Larutan stok kromium digunakan pada penelitian utama sebagai substrat yang harus disisihkan Pembuatan spiked soil dilakukan dengan mengayak tanah pasir dengan ukurn 20 mess. Kemudian dilakukan penimbangan tanah pasir sebesar 425 gram untuk setiap reaktor. Larutan stok kromium yang telah dibuat kemudian diencerkan sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan lalu ditambahkan pada tanah pasir didalam masing-masing reaktor. Pada penelitian ini tanah yang digunakan merupakan tanah pasir Tanah pasir memiliki porositas yang tinggi, sehingga meningkatkan mobilitas larutan dalam mencampurkan larutan kromium pada pasir (Shangguan et.al., 2016). 10. Uji Penentuan Jumlah Penambahan Bakteri Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menentukan persentase jumlah bakteri yang ditambahkan pada reaktor. Berdasarkan Hardiani, dkk (2011), persentase yang di uji sebesar 0% (kontrol), 5%, 10% dan 15 Pengujian ini dilakukan pada konsentrasi kromium 50 mg/l yang sebanding dengan konsentrasi teoritis 19 mg/kg kromium dalam tanah. Konsentrasi 19 mg/kg kromium digunakan dengan acuan lebih 23

42 24 tinggi dari ambang batas konsentrasi kromium di tanah oleh AMEG sebesar 10 mg/kg. Massa tanah yang digunakan sebanyak 100 gram kemudian ditambahkan larutan kromium sesuai bulk density dan dishaker selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm Akan diamati jumlah bakteri pada awal dan akhir menggunakan metode CFU dengan sistem duplo, untuk menentukan persentase yang memiliki jumlah pertumbuhan bakteri terbanyak pada proses penyisihan. 3.5 Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian merupakan tahap pengujian setelah semua persiapan dilakukan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu uji penyisihan logam kromium dan uji parameter. 1. Uji Penyisihan Logam Berat Kromium dalam Sampel Uji penyisihan merupakan penelitian utama pada penelitian ini. Uji ini dilakukan untuk menentukan pengaruh variasi konsentrasi kromium dan variasi persentase penambahan volume bakteri terhadap % penyisihan logam berat kromium. Metode yang digunakan pada tahap uji penyisihan logam berat kromium mengacu pada Hardiani, dkk (2011) yang telah disesuaikan. Parameter yang diuji pada tahap ini adalah ph, suhu, kelembaban, total kromium dan jumlah koloni bakteri. Pada penyisihan kromium dilakukan pengujian parameter total kromium yaitu semua bentuk kimia kromium, karena sifat kimia kromium yang mudah berubah valensi akibat perubahan ph (Dhal et al., 2013). Tahap penyiapan reaktor uji dan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi kromium dan variasi persentase penambahan persentase volume bakteri pada sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1. Variasi konsentrasi limbah cair buatan CrCl 3 adalah 100, 75 dan 50 mg/l dan jika dimasukkan pada tanah maka konsentrasi kromium dalam tanah sebesar 38, 29 dan 19 mg/kg. Bakteri yang digunakan adalah Bacillus subtilis dengan nilai Optical Density lebih besar dari 0.5 (Kurniawan, 2016). Besarnya variasi volume bakteri yang ditambahkan

43 sebesar (X%) sesuai hasil penentuan persentase penambahan terbaik pada persiapan penelitian dalam satuan volume per volume (V/V) dengan total volume tanah pasir, larutan kromium dan volume bakteri sebesar 400 ml. Massa tanah pasir yang dibutuhkan adalah 425 gram. Setiap hari dilakukan pengadukan pada reaktor untuk menjaga supply oksigen pada tanah. Perlakuan masing-masing reaktor berdasarkan variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3. 1 Perlakuan antara Variasi Konsentrasi dan Persentase Volume Biakan Bakteri Konsentrasi Limbah (mg/l) Konsentrasi Limbah (mg/kg) Persentase Jumlah Bakteri %(ml/ml) 0% (K) X% (B) K100 B K75 B K50 B50 Keterangan : B0 = Kontrol 0 mg/l kromium + 15% Bakteri K0 = Kontrol 0 mg/l kromium + 0% Bakteri Berdasarkan Tabel 3.1 diketahui jumlah reaktor uji yang dibutuhkan adalah 6 buah reaktor utama dan 2 reaktor kontrol. Pada penelitian ini dilakukan sistem duplo sehingga reaktor yang digunakan adalah 16 buah (Gambar 3.2). Proses bioremediasi dilakukan selama 14 hari sesuai dengan Jeyasing, J. dan Philip, L. (2005) yang telah disesuaikan. 25

44 Gambar 3. 3 Reaktor Uji 2. Uji Parameter 26 Prameter yang diukur pada penelitian ini adalah total kromium, jumlah koloni bakteri, ph, Suhu dan kelembaban. a. Uji total kromium Parameter total kromium diuji sebanyak 2 kali, yaitu di awal dan di akhir proses bioremediasi. Parameter total kromium dianalisis di Laboratorium Tim Afiliasi dan Konsultasi Industri, Teknik Kimia ITS dengan metode AAS dengan perlakuan destruksi tanah menggunakan asam kuat (aqua regia) yang diambil dari setiap reaktor. Uji kandungan total kromium ini digunakan sebagai dasar penentuan besarnya tingkat penyisihan kromium dengan bioremediasi. Pengujian total kromium dilakukan karena sifat kromium yang cenderung tidak stabil pada kondisi lingkungan tertentu. Tahap-tahap ekstraksi pencemar inorganik dalam media tanah dijelaskan pada Lampiran 3. b. Uji jumlah koloni bakteri Analisis jumlah koloni bakteri dilakukan sebanyak 3 kali di awal tengah dan akhir. Analisis dilakukan dengan

45 metode CFU (Colony Forming Unit) dengan pengenceran suspensi secara bertingkat. Pada analisis ini jumlah koloni yang terhitung dapat dianggap sebagai jumlah bakteri yang hidup. Tahap analisis CFU secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. c. Uji nilai ph Parameter nilai ph dianalisis pada awal perlakuan dan setiap 2 hari sekali. Analisis nilai ph masing-masing sampel dilakukan dengan moister tester dan ph ukur tanah dari Laboratorium Remediasi Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Pada pengukuran ph, suhu dan kelembaban dilakukan dengan memasukkan alat ukur pada reaktor dengan sterilisasi alkohol dan aquades. d. Uji suhu Analisis suhu pada masing-masing sampel dilakukan pada awal perlakuan dan setiap 2 hari sekali. Pengukuran suhu sampel dilakukan dengan menggunakan termometer dari Laboratorium Remediasi Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan ITS. e. Uji Kelembaban tanah Parameter kelembaban pada masing-masing sampel diukur pada awal perlakuan dan setiap 2 hari sekali. Pengukuran kelembaban sampel dilakukan dengan moister tester dan ph ukur tanah dari Laboratorium Remediasi Lingkungan Jurusan Teknik Lingkungan ITS. 3.6 Hasil dan Pembahasan Hasil dari penelitian ini ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel untuk memudahkan dalam melakukan pembahasan. Grafik dan tabel yang dimaksud digunakan untuk menggambarkan analisis hasil pelaksanaan penelitian yaitu uji penyisihan kromium dan uji parameter. Setiap grafik dan tabel yang disajikan, memberikan penjelasan deskriptif yang telah disesuaikan dengan dasar teori yang ada. Analisis data dan pembahasan yang dituliskan meliputi beberapa hal berikut : 27

46 1. Analisis pengaruh penambahan bakteri Bacillus subtilis pada penyisihan kromium dalam tanah tercemar kromium 2. Analisis persentase penyisihan kromium pada tanah tercemar kromium oleh Bacilus subtilis 3. Analisis pengaruh parameter uji ph, suhu, kelembaban dan jumlah bakteri yang hidup dengan metode CFU. 3.7 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan disusun berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian. Kesimpulan menjawab rumusan masalah dan merupakan point-point yang dibuat secara ringkas dari hasil pembahasan. Kesimpulan yang dituliskan berisi tentang pengaruh variasi konsentrasi kromium dan variasi persentase penambahan volume bakteri pada penyisihan kromium pada tanah tercemar kromium. Saran disusun berdasarkan hasil analisis pada penelitian. Saran berisi masukan terhadap peneliti terkait perbaikan pada kekurangan yang terdapat pada penelitian ini. 28

47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Jumlah Penambahan Bakteri Uji penentuan jumlah penambahan bakteri merupakan uji pendahuluan yang digunakan untuk menentukan besar persentase jumlah volume bakteri yang ditambahkan pada reaktor uji berupa spiked tanah tercemar kromium. Larutan kromium yang ditambahkan adalah CrCl 3. Berdasarkan Hardiani dkk. (2011), persentase volume bakteri per volume bulk density tanah (V/V) yang di uji sebesar 0% (kontrol), 5%, 10% dan 15%. Persentase penambahan bakteri menggunakan %volume larutan kromium per volume bulk density tanah (V/V). Reaktor yang diuji pada penelitian pendahuluan sebanyak 5 reaktor yang terdiri 2 reaktor kontrol dan 3 reaktor uji. Massa tanah yang digunakan pada setiap reaktor adalah 100 gram dan larutan kromium yang digunakan sebanyak 38 ml (Gambar 4.1). Pengujian ini dilakukan pada konsentrasi kromium 50 mg/l yang sebanding dengan konsentrasi teoritis 19 mg/kg kromium dalam tanah. Konsentrasi 19 mg/kg kromium digunakan dengan acuan lebih tinggi dari ambang batas konsentrasi kromium di tanah oleh AMEG sebesar 10 mg/kg. Masingmasing reaktor kemudian dishaker selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm. Gambar 4. 1 Reaktor Uji Pendahuluan 29

48 Pengamatan jumlah bakteri pada awal dan akhir menggunakan metode CFU dengan sistem duplo, untuk menentukan persentase yang memiliki jumlah pertumbuhan bakteri terbanyak pada proses penyisihan. Hasil penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4. 2 Uji Persentase Penambahan Jumlah Bakteri Keterangan: KP = Reaktor kontrol pasir tanpa penambahan B0 = Reaktor kontrol tanpa penambahan bakteri B5 = Reaktor dengan penambahan bakteri 5% B10 = Reaktor dengan penambahan bakteri 10% B15 = Reaktor dengan penambahan bakteri 15% Penentuan jumlah persentase volume bakteri dilakukan dengan pengujian sampel pada awal (0 Jam) dan akhir (24 Jam) setelah bakteri dimasukkan pada reaktor. Selama 24 Jam bakteri dishaker untuk memberikan aerasi pada bakteri karena bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri anaerobik fakultatif (Zheng et al., 2015) dan kegiatan penyisihan kromium oleh bakteri berjalan dengan baik pada keadaan aerobik (Jeyasing, et al., 2010) 30

49 Gambar 4.2 menunjukkan hasil pertumbuhan bakteri pada Jam ke 0 dan Jam ke 24 pengujian. Jumlah bakteri yang terdapat pada reaktor kontrol (KP) menunjukkan bahwa pada tanah pasir terdapat bakteri indigenous yang meningkat karena tanpa penambahan kromium. Hasil yang diperoleh pada Jam ke 0 menunjukkan bahwa jumlah bakteri pada masing-masing reaktor uji mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan persentase penambahan bakteri dan lebih tinggi dibandingkan jumlah bakteri kontrol (B0). Hasil yang didapatkan pada jam ke 24 juga memiliki tren yang sama yaitu semakin meningkat seiring peningkatan persentase penambahan bakteri dan lebih tinggi dari jumlah bakteri kontrol (B0). Perbandingan peningkatan jumlah bakteri akibat penambahan bakteri Bacillus subtilis dengan reaktor kontrol tanpa penambahan bakteri (B0) yang paling tinggi dan signifikan adalah pada reaktor B15 yaitu sebesar 21,9% pada jam ke 0 dan 11,46% pada jam ke 24. Jumlah bakteri yang terdapat pada reaktor cenderung menurun dari jam ke 0 sampai ke jam ke 24, kecuali pada reaktor B15 yang mengalami kenaikan cukup kecil yaitu sebesar 1,1%. Hasil pada penelitian pendahuluan dengan membandingkan 5%, 10%, 15% penambahan bakteri menunjukkan bahwa persentase penambahan bakteri yang paling baik adalah pada penambahan 15%. Hasil perhitungan dan foto koloni bakteri pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran Penyisihan Logam Kromium dalam Sampel Uji penyisihan logam kromium ini merupakan penelitian utama. Penyisihan logam kromium ini dipengaruhi oleh variabel variasi konsentrasi kromium dan variasi persentase penambahan volume bakteri terhadap % penyisihan logam kromium. Variasi konsentrasi kromium yang digunakan adalah 50, 75, 100, dan 0 mg/l setara dengan 19, 29, 38, dan 0 mg/kg kromium teoritis sebagai kontrol. Berdasarkan uji pendahuluan di dapatkan persentase jumlah penambahan volume bakteri yaitu sebesar 15%, sehingga 31

50 pada variable variasi persentase penambahan volume bakteri yang digunakan adalah tanpa penambahan bakteri dan penambahan 15% bakteri Bacillus subtilis dari volume bulk density tanah. Metode yang digunakan pada tahap uji penyisihan logam berat kromium mengacu pada Hardiani, dkk (2011) yang telah disesuaikan. Parameter yang diuji pada tahap ini adalah ph, suhu, kelembaban, total kromium dan jumlah koloni bakteri. Uji semua parameter dilakukan pada hari 0, 7 dan 14. Uji parameter yang lain dilakukan setiap 2 hari sekali Nilai ph ph merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Uji nilai ph dilakukan dengan alat ukur ph dan moister tester yang dimasukkan pada reaktor secara langsung. Proses penyisihan kromium dapat berjalan maksimal pada ph optimum bakteri (Leroi, et al., 2012). Menurut Cheng (2009) ph optimum bakeri Bacillus subtilis berkisar pada 5 9. Cheng dan Li (2009) menyatakan bahwa ph larutan kromium cenderung basa. Pada data pengujian ph dapat dilihat bahwa ph pada reaktor kontrol yaitu reaktor tanpa ditambah dengan kromium menunjukkan angka yang lebih rendah pada range 4,9 6,9. Reaktor dengan ditambah kromium menunjukkan ph yg lebih tinggi yaitu dengan range 6,1 6,9. Penambahan kromium pada menyebabkan meningkatnya ph (Kurniawan, 2016). Peningkatan ph juga disebabkan oleh adanya aktifitas mikroorganisme serta penumpukan sel mati dari bakteri (Kurniawan, 2016). Hasil uji ph dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar

51 ph ph Waktu Pengujian (Hari) K0 K50 K75 K100 Gambar 4. 3 ph pada Reaktor Tanpa Penambahan Bakteri Waktu Pengujian (Hari) B0 B50 B75 B100 Gambar 4. 4 ph pada Reaktor dengan Penambahan 15% Bakteri Keterangan : B0 = Kontrol 0 mg/l kromium + 15% bakteri K0 = Kontrol 0 mg/l kromium + tanpa bakteri Kedua grafik menunjukkan bahwa ph pada reaktor tanpa penambahan bakteri dan reaktor dengan penambahan 15% bakteri selama waktu 14 hari berada pada range ph optimum pertumbuhan bakteri, sehingga metabolisme bakteri dapat berjalan dengan baik. Pada reaktor dengan 33

52 penambahan kromium, ph rata-rata berada dalam range 6,1-6,9. Hal ini menunjukkan nilai ph yg kurang stabil yaitu naikturun, tetapi tetap berkisar pada angka mendekati netral atau ph 7. Naik turunnya ph diakibatkkan oleh aktifitas bakteri Bacillus subtilis serta adanya sel-sel bakteri yang mati dalam reaktor Suhu Pada proses penyisihan kromium oleh bakteri juga dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimum bakteri menyebabkan penyisihan berjalan dengan maksimal karena metabolisme bakteri berjalan dengan baik (Leroi, et al., 2012). Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri mesofilik yang memiliki suhu optimum o C Hasil pengukuran suhu pada semua reaktor menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda pada masingmasing reaktornya. Suhu yang terukur selama 14 hari menunjukkan nilai pada range o C, yang merupakan optimum bakteri untuk pertumbuhan. Suhu pada reaktor kontrol tanpa penambahan kromium menunjukkan suhu yang cukup stabil yaitu pada range o C. Pada reaktor dengan penambahan kromium memiliki range suhu yang tidak jauh berbeda yaitu o C. Perubahan suhu yang terjadi pada reaktor juga dipengaruhi oleh faktor suhu ruangan, karena reaktor dibiarkan terbuka. 34

53 Suhu ( o C) Suhu ( o C) Waktu Pengujian (Hari) K0 K50 K75 K100 Gambar 4. 5 Suhu pada Reaktor Tanpa Penambahan Bakteri Waktu Pengujian (Hari) B0 B50 B75 B100 Gambar 4. 6 Suhu pada Reaktor dengan Penambahan 15% Bakteri Keterangan : B0 = Kontrol 0 mg/l kromium + 15% bakteri K0 = Kontrol 0 mg/l kromium + tanpa bakteri 35

54 4.2.3 Kelembaban 36 Kelembaban merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada proses penyisihan kromium oleh bakteri. Kelembaban tanah dari setiap reaktor sejak awal disetting dengan kelembaban 100%. Penelitian yang dilakukan oleh Jeyasingh et al., (2010) menunjukkan penyisihan kromium terbaik adalah pada kelembaban minimum 40% seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah bakteri. Kelembaban minimum sangat penting untuk menjaga bioavailability kromium dan memudahkan penyerapan kromium pada sel bakteri(mrozik dan Pitrowska-Seget, 2010). Tanah tercemar buatan pada reaktor disetting dengan kelembaban 100% dengan menyesuaikan nilai bulk density tanah pasir. Penambahan kromium sesuai bulk density dilakukan agar kromium pada fase cair tercampur secara rata pada tanah pasir. Sejak awal hingga akhir pengujian, nilai kelembaban masih berada pada nilai 100% pada semua reaktor Jumlah Koloni Bakteri Parameter jumlah koloni bakteri digunakan untuk mengetahui jumlah bakteri yang masih hidup dalam reaktor. Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah koloni bakteri adalah metode CFU (Colony Forming Unit). Uji jumlah koloni bakteri dilakukan sebanyak 3 kali pada hari ke 0, 7 dan 14. Pengenceran yang digunakan pada CFU pada hari ke-0 dan ke 7 adalah 10 8 untuk reaktor tanpa penambahan bakteri dan pengenceran sampai 10 6 untuk reaktor dengan penambahan 15% bakteri. Berdasarkan hasil uji pendahuluan yang menunjukkan reaktor dengan penambahan bakteri 15% dapat dihitung pada pengenceran Pada hari ke-14 pengenceran untuk reaktor tanpa penambahan bakteri diturunkan menjadi Hal tersebut disesuaikan dengan keadaan pengujian sebelumnya yang menunjukkan penurunan pada jumlah bakteri Bacillus subtilis maupun bakteri tanah. Penentuan angka pengenceran didasarkan pada rentang jumlah koloni yang dapat dihitung yaitu

55 koloni. Bentuk koloni bakteri pasir dan bentuk koloni bakteri Bacillus subtilis dapat dilihat pada Gambar 4.7 Hasi pengamatan jumlah koloni bakteri selama 14 hari dapat dilihat pada Gambar 4.8 ( a ) (b) Gambar 4. 7 Bentuk koloni bakteri (a) Bakteri Pasir atau indegenous (b) Bacillus subtilis Gambar 4. 8 Jumlah Koloni Bakteri Selama 14 hari Keterangan : B0 = Kontrol 0 mg/l kromium + 15% bakteri K0 = Kontrol 0 mg/l kromium + tanpa bakteri 37

56 Pada hari ke 0 Bakteri indigenous pada tanah pasir mampu bertahan cukup baik dengan penambahan kromium. Pada reaktor 15% penambahan bakteri Bacillus subtilis menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan dengan reaktor tanpa penambahan bakteri. Hal tersebut dikarenakan adanya penambahan bakteri Bacillus subtilis pada reaktor menyebabkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi dengan bakteri indigenous pada tanah pasir (Dhal et al., 2013). Selain itu kemungkinan sedikitnya pertumbuhan Bacillus subilis, terjadi karena bakteri membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (Mrozik dan Pitrowska-Seget 2010). Pada hari ke 7 jumlah bakteri pada kedua jenis reaktor yaitu reaktor tanpa penambahan bakteri dan penambahan 15% bakteri mangalami peningkatan jumlah bakteri. Peningkatan lebih besar terjadi pada reaktor tanpa penambahan bakteri. Pada hari ke 14 Jumlah bakteri pada reaktor tanpa penambahan bakteri mengalami penurunan akan tetapi jumlah koloninya tidak lebih sedikit dari reaktor dengan penambahan 15% bakteri. Penurunan jumlah koloni dimungkinkan diakibatkan oleh menurunnya jumlah nutrisi pada tanah (Mrozik dan Pitrowska-Seget 2010). Jumlah bakteri Bacillus subtilis pada reaktor dengan penambahan 15% bakteri mengalami kenaikan jumlah koloni pada hari ke 14, hal tersebut terjadi karena bakteri Bacillus subtilis telah beradaptasi dan mampu hidup dengan cukup baik. Peningkatan jumlah koloni bakteri Bacillus subtilis paling besar terjadi pada reaktor B50 yaitu pada konsentrasi penambahan kromium paling rendah Total Kromium Parameter total kromium diuji sebanyak 2 kali, yaitu di awal dan di akhir waktu penelitian selama 14 hari untuk mengetahui persentase penyisihan total kromium. Metode yang digunakan untuk perhitungan total kromium adalah dengan melakukan destruksi tanah menggunakan asam kuat (aqua regia) kemudian diukur konsentrasi total kromiumnya 38

57 mengguanakan AAS. Hasil analisis total kromium dapat dilihat pada Tabel 4.1, Gambar 4.9 dan Gambar Tabel 4. 1 Persentase Penyisihan Kromium Reaktor Konsentrasi Awal Konsentrasi Akhir %Penyisihan (mg/kg) (mg/kg) K % K % K % K % B % B % B % B % Gambar 4. 9 Konsentrasi Kromium 39

58 Gambar Persentase Penyisihan Kromium Keterangan : B0 = Kontrol 0 mg/l kromium + 15% bakteri K0 = Kontrol 0 mg/l kromium + tanpa bakteri Hasil pengukuran konsentrasi total kromium pada Gambar 4.9 menunjukkan hasil pengukuran awal dan akhir total kromium, dimana pada reaktor kontrol juga terukur konsentrasi kromium dengan nilai yang paling rendah yaitu pada reaktor K0 21,5 mg/kg dan pada reaktor B0 25,6 mg/kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanah pasir yang digunakan pada penelitian ini mengandung kromium. Hal ini juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Said dkk. (2009) bahwa sedimen pasir sungai yang diteliti di Sulawesi mengandung kromium sebesar 10,4-62 mg/kg sehingga memungkinkan bahwa pasir yang digunakan sebagai spiked soil mengandung kromium. Konsentrasi kromium pada reaktor yang ditambahkan kromium memiliki nilai total kromium yang tidak jauh berbeda dari reaktor kontrol. Besarnya nilai konsentrasi logam yang terukur pada tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailability logam pada tanah seperti ph, organik material dan aktifitas enzim pada tanah (Xian, et al., 2015). Pada reaktor kontrol terjadi penyisihan kromium yang berbeda yaitu 28% untuk reaktor 40

59 kontrol tanpa penambahan bakteri dan 14% untuk reaktor kontrol dengan penambahan 15% bakteri. Persentase penyisihan logam kromium dapat dilihat pada Gambar Penyisihan kromium tertinggi pada reaktor tanpa penambahan bakteri terjadi pada reaktor K50 yaitu reaktor dengan persentase penyisihan kromium sebesar 31% dari konsentrasi kromium 35,5 mg/kg menjadi 24,5 mg/kg. Penyisihan kromium tertinggi pada reaktor dengan penambahan 15% bakteri terjadi pada reaktor B75 yaitu reaktor dengan persentase penyisihan kromium sebesar 11% dari konsentrasi 36,6 mg/kg menjadi 32,5 mg/kg. Ditemukan hubungan antara besarnya penyisihan kromium dengan jumlah koloni bakteri pada reaktor pada hari ke 0 dan hari ke 14. Kemampuan penyisihan kromium yang terjadi pada masing-masing reaktor dipengaruhi dengan keberadaan bakteri tanah. Penyisihan kromium yang terjadi pada reaktor tanpa penambahan bakteri dilakukan oleh bakteri tanah. Penyisihan kromium yang terjadi pada reaktor dengan penambahan 15% terbaik terjadi pada B75. Namun pada reaktor B50 terjadi penyisihan kromium yang paling kecil. Hal tersebut jika dihubungkan dengan jumlah koloni bakteri pada hari ke 14 akan berhubungan dengan jumlah koloni bakteri Bacillus subtilis dan jumlah bakteri tanah yang ada pada reaktor, sehingga dapat diketahui penyisihan kromium lebih besar dilakukan oleh bakteri tanah. Pada perhitungan jumlah bakteri untuk reaktor dengan penambahan 15% bakteri dilakukan hanya pada perhitungan koloni yang mirip dengan Bacillus subtilis, akan tetapi jika diamati pada hasil CFU, pada reaktor terdapat banyak bakteri tanah. Jika dibandingkan keberadaan bakteri tanah dengan bakteri Bacillus subtilis, maka didapatkan bahwa pada reaktor B75 memiliki jumlah bakteri Bacillus subtilis dan bakteri yang tanah cukup besar. Jumlah koloni bakteri pada hari ke 14 uji CFU dapat dilihat pada Tabel

60 Tabel 4. 2 Hasil Uji Colony Forming Unit Hari ke 14 K0 K50 K75 K100 B0 B50 B75 B Jumlah bakteri Bacillus subtilis pada reaktor B75 terlihat cukup banyak bakteri tanah. Pada perbandingan besar penyisihan bakteri dapat dilihat bahwa peran bakteri tanah dalam penyisihan kromium lebih besar. Besarnya peran bakteri tanah sesuai dengan hasil penyisihan kromium pada reaktor tanpa penambahan bakteri yang menunjukkan bahwa bakteri indigenous memiliki kemampuan untuk penyisihan lebih baik. Efektfitas bioaugmentasi dipengaruhi beberapa faktor salah satunya bakteri yang ditambahkan telah mampu bertahan hidup ketika diperkenalkan dengan lingkungan tercemar (Mrozik dan Pitrowska-Seget, 2010). Bakteri yang ditambah pada penyisihan ini merupakan bakteri Bacillus subtilis dari laboratorium, bukan hasil isolasi dari daerah tercemar. Sehingga kemampuan bakteri indogenous memiliki kemampuan penyisihan lebih baik, dimana pasir yang digunakan juga memiliki kandungan kromium (Mrozik dan Pitrowska-Seget, 2010). Persentase penyisihan masing-masing reaktor memiliki tren yang berbeda. Jika dibandingkan dari dua jenis reaktor persentase penyisihan lebih baik terjadi pada reaktor tanpa

61 penambahan bakteri. Penambahan 15% bakteri pada reaktor tidak memberikan peningkatan efisiensi penyisihan kromium. Tidak didapatkannya peningkatan efisiensi penyisihan kromium pada reaktor dengan penambahan 15% bakteri Bacillus subtilis dapat disebabkan beberapa hal yaitu, 1. Sifat Cr(III) yang kurang toksik menyebabkan kurangnya impermeabelitas pada membrane sel, sehingga Cr(III) kurang soluble dan tidak dapat terpresipitasi atau tersisihkan (Dhal et al, 2013). 2. Bakteri Bacillus subtilis mampu melakukan penyisihan dengan biosorpsi kromium dalam bentuk Cr 6+ sehingga hanya kromium yang teroksidasi dalam tanah yang mampu diserap oleh bakteri Bacillus subtilis (Kanmani, et al. 2011) 3. Terjadinya kompetisi antara bakteri Bacillus subtilis dengan bakteri tanah (bacteria community) dalam mencukupi kebutuhan nutrisi, sehingga jumlah bakteri Bacillus subtilis lebih sedikit dibandingkan bakteri tanah dalam waktu 14 hari (Mrozik dan Pitrowska-Seget 2010). 43

62 44 Halaman ini sengaja dikosongkan

63 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Persentase penyisihan kromium selama 14 hari pada reaktor tanpa penambahan bakteri Bacillus subtilis terbesar adalah 31% pada reaktor dengan konsentrasi kromium 50 mg/l (19 mg/kg). Penyisihan kromium terbesar pada reaktor dengan penambahan 15% bakteri Bacillus subtilis adalah 11% pada reaktor dengan konsentrasi kromium 75 mg/l (29 mg/kg). 2. Penambahan bakteri Bacillus subtilis pada tanah tercemar kromium selama 14 hari tidak berpotensi meningkatkan efisiensi penyisihan kromium dibuktikan dengan penyisihan kromium yang lebih kecil yaitu 11%. 5.2 Saran Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan hasil penelitian terkait uji penyisihan logam kromium pada tanah menggunakan bakteri Bacillus subtilis, adalah sebagai berikut 1. Diperlukannya penambahan nutrisi pada reaktor untuk meminimalisasi persaingan bakteri pada pemenuhan nutrisi bakteri untuk bertahan hidup 2. Diperlukannya aklimatisasi bakteri Bacillus subtilis pada media tercemar kromium sebelum digunakan pada uji penyisihan kromium. Hal tersebut dilakukan agar bakteri Bacillus subtilis dapat menyesuaikan diri dengan cepat saat uji penyisihan kromium. 3. Diperlukannya reaktor kontrol menggunakan tanah yang telah disterilisasi untuk mengetahui kemampuan bakteri Bacillus subtilis pada penyisihan kromium tanpa dipengaruhi oleh bakteri indogeneus yang ada pada tanah 45

64 46 Halaman ini sengaja dikosongkan

65 DAFTAR PUSTAKA Ahemad, M.2012.Impactions of Bacterial Resistance Against Heavy Metals in Bioremediation:A Review.IIOAB Journal.3(3):39-46 Ahirwar, N.K., Gupta, G., Singh, V.2013.Biodegradation of Chromium Contaminated Soil by Some Bacteria Species.International Journal of Science and Research (IJSR).ISSN (Online): America Type Culture Collection.2009.Bacillus subtilis subsp. Spizizenii.ISO:34 Apte, A.D., Verma, S., Tare, V., and Bose, P.2005.Oxidation of Cr(III) in Tannery Sludge to Cr(VI):Field Observation and Theoretical Assessment. Journal Hazard Matter 121 (1-3) : Arinda, T.2013.Tingkat Resistensi Merkuri dan Variasi Fragmen Genom Bak teri Bacillus dari Kali Mas Surabaya.Tugas Akhir- Jurusan Biologi, FMIPA,ITS Avudainayagam, S., Megharaj, M., Owens, G., Kookana, R.S., Chittleborough, D., Naidu, R.2003.Chemistry of chromium in soils with emphasis on tannery waste sites, Rev. Environ. Contam. T. 178: Chandra, P., Chromium Accumulation and Toxicity in Aquatic Vascular Plants Bot. Rev. 70(3): Cheng, G., dan Li, X Bioreduction of Chromium (VI) by Bacillus sp. Isolated from Soils of Iron Mineral Area. Journal of Soil Biology. 45(5): Deepali Bioremediation of Chromium (VI) from Textile Industry s Effluent and Contaminated Soil Using Pseudomonas putida.journal of Energy & Environment. 2(1):

66 Dhal, B., Thatoi, H.N., Ds, N.N., and Pandey, B.D Chemical and Microbial Remediation of Hexavalent Chromium Contaminated Soil and Mining/Metalurgical Solid Waste:A Review.Journal of Hazardous Material : Elangovan, R., Abhipsa, S., Rohit, B.Cr (VI) Reduction by Bacillus sp. Isolated from Chromium Landfill. Process.Biochem.4(9): Evelyne, J. R., Ravisankar, V Bioremediation of Chromium Contamination A Review. Journal of Research in Earth & Environmental Science. 1(6) : Hardiani, H., Kardiansyah, T., dan Sugesty, S.2011.Bioremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking.Jurnal Selulosa. 1(1):31-41 James, B.R.2001.Remediation by Reduction Strategies for Chromate Contaminated Soils.Environ.Geochem.Health. 23: James, B.R.2002.Chemical Transformation of Chromium in Soils: Relevance to Mobility, Bio-availability and Remediation. In: The Chromium File. Inter. Chromium Dev.Assoc.Paris.PP 1-8 Jeyasingh, J., Sosmasundaram, V., Philip, L., Bhallamudi, S.M Bioremediation of Cr(VI) Contaminated Soil/Sludge:Experiment Development of a Management Model. Journal of Chemical Engineering. 160(1) Jeyasingh, J. dan Philip, L Bioremediation of Chomium Contaminated Soil: Optimation of Operating Parameters Under Laboratory Conditions. Journal of Hazardous Materials, 118 (1-3), hal Kanmani, P.,Aravind, J., Preston, D A Review Remediation of Chromium Contaminants Using Bacteria.International Journal Science Technologi. 9 :

67 Kathiravan, M.N.m Kathick, R., and Muthukumar, K.2011.Ex situ Bioremediation of Cr (VI) Contaminated Soil by Bacillus sp.:batch and Continous Studies.Chemical Engineering Journal. 160: Kubyshkina, G., Zupancic, B., Stukelj, M., Grosel, D., Marion, L., and Emri, I The Insfluence of Different Steriliztion Technique on the Time Dependent Behavior of Polymides. Journal of Biomaterial and Nanotechnology 2(1) : Kurniawan, S.B Uji Kemampuan Bakteri Baciullus subtilis dan Pseudomonas putida pada Penyisihan Trivalent Chromium pada Limbah Cair. Tugas Akhir-Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Surabaya Leroi, F., Fall, P.A., Pilet, M.F., Chevalier, F., Baron, R.2012.Influence of Temperature, ph and NaCl Concentration on the Maximal Growth Rate of Brochonthrix Thermosphacta and a Bioprotective Bacteria Lactococcus Piscium CNCM I-4031 Food Microbiology. 31(2): Machmud, M Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Buletin Agrobio 4(1) : Mahimairaja, Santiago, Shenbagavali, S., dan Naidu, R.2011.Remediation of Chromium-Contaminated Soil due to Tannery Waste Disposal : Potential for Phyto and Bioremediation. Japanese society of Pedology. 54 (3): Ministry of State for Population and Environmental of Indonesia dan Dalhousie, University Canada Environmental Management in Indonesia. Report of Soil Quality Standars for Indonesia. Mishra, V., Smantaray, D.P., Dash., S.K., Mishra, B.B., dan Swain., R.K Study on Hexavalent Chromium Reduction by Chromium Resistant Bacterial Isolates of Sukinda Mining Area.Our Nature * :

68 Morikawa, M., Kagihiro, S., Haniki, M.,Takano, K., Branda, S., Kolter, R. and Kanaya, S Biofilm Formation by a Bacillus subtilis Strain that Produce g Polyglutamate. Journal Mickrobiology. 152 : Mrozika, A., Piotowska_Segetsb, Z Bioaugmentasi as a Strategy for Cleaning up of Soils Contaminated woth Aromatic Compounds. Microbiological Research 165 : Mythili, K. dan Karthikeyan, B Bioremediation of Cr (VI) from Tannery Effluent Using Bacillus sp and Staphylococcus sp. International Multidisciplinary Research Journal. 1(6): 38-4 Nath, J., Ray, L.2015.Biosorption of Malachite Green from Aqueous Solution by Dry Cells of Bacillus cereus M1 16 (MTCC 5521).Journal of Environmental Chemical Engineering. 3(1): Notodarmojo, S Pencemaran Tanah dan Air Tanah.Bandung : Penerbit ITB Oves, M., Khan, M.S., dan Zaidi, A.2013.Chromium Reducing and Plant Growth Promoting Novel Strain Pseudomonas aeruginosa OSG41 Enhance Chickpea Growth in Chromium Amended Soils. European Journal of Soil Biology. 56(1):72-83 Purwanti, I. F., Rozimah, S., Abdullah, S., Hamzah, A., Idris, M., Basri, H., Mukhlisin, M. and Latif, M.T Biodegradation of Diesel by Bacteria Isolated from Sci us mucronatus Rhizosphere in Diesel-Contaminated Sand. Journal of Advance Science 1 (2); Said, I., Jalaluddi, M.N., Upe, A., Wahab, A.W Penetapan Konsentrasi Logam Berat Krom dan Timbal dalam Sedimen Estuaria Sungai Matangpondo Palu.Jurnal Chemica.(10) Shangguan, Y., Zhao, L., Qin, Y., Hou, H., dan Zhang, N Antimony Release from Contaminated Mine Soils and Its 50

69 Migration in Four Typical Soils Using Lysimeter Experiments. Ecotoxicology and Environmental Safety. (133):1-9 Singh, Y. dan Lal, N. Investigation on The Heavy Metal Resistant Bacterial Isolates in Vitro from Industrial Effluent. Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science.4(2): Srinath, Verma, T., Ramteke, P.W. and Garg, S.K.2002.Chromium (VI) Biosorpyion and Bioaccumulation by Chromate Resistant Bacteria.Tannery Technology, 48(4): Tukura, B. W., Usman, N. L., dan Mohammed, H. B Aqua Regia and Ethylediaminetetracetic Acid (EDTA) Trace Metal Levels in Agricultural Soil. Journal of Environmental Chemistry and Ecotoxicology, 5 (11), hal Triatmojo, S., Sihombing, D.T.H., Djojowidagdo, S., dan Wiradarya, T.R Biosorpsi dan Reduksi Krom Limbah Penyamakan Kulit dengan Biomassa Fusarium sp dan Aspergillus niger.manusia dan Lingkungan.8(2):70-81 Trihadiningrum, Y.2012.Mikrobiologi Lingkungan.Surabaya: ITS Press Xian, Y., Wang, M., dan Chen, W.2015.Quantitative Assesment on Soil Enzyme Activities of Heavy Metal Contaminated Soils with Various Soil Properties. Chemosphere 139 : Zheng, Z., Li, Y., Zhang, X. Liu, P., Ren, J., Wu, G., Zhang, Y., Chen, Y., dan Li, X A Bacillus subtilis Strain Can Reduce Hexavalent Chromium to Trivalent and Nfra Gene is Involved. 51

70 52 Halaman ini sengaja dikosongkan

71 Lampiran 1 Tahap Peremajaan Isolate Bakteri 1. Bakteri induk, media NA agar miring dan semua perlatan inokulasi disapkan sebelum dilakukan proses peremajaan. 2. Jarum ose yang akan digunakan dipanaskan hingga membara kemudian didinginkan dengan cara diangin-anginkan. 3. Penutup tabung dibuka kemudia dilewatkan pada api sebanyak 2 kali. 4. Diambil satu ose bakteri induk dengan cara menggores ose pada bakteri induk. 5. Setelah selesai, mulut tabung dilewatkan pada api 2 kali dan ditutup kembali dengan kapas lemak. 6. Penutup tabung NA agar miring dibuka, kemudian mulut tabung dilewatkan api sebanyak 2 kali. 7. Jarum ose yang sudah mengandung bakteri dioleskan secara zig-zag pada media NA agar miring dimulai dari dasar tabung. 8. Setelah selesai, mulut tabung dilewatkan pada api 2 kali dan ditutup kembali dengan kapas lemak. 9. Semua perlakuan 1-8 harus dilakukan pada kondisi aseptik agar tidak terjadi kontaminasi yaitu dekat dengan api (maksimum 20 cm dari api) 10. Jarum ose dipanaskan hingga membara untuk membunuh semua bakteri yang menempel. 11. Tabung NA agar miring yang telah diinokulasikan bakteri disimpan pada inkubator dengan suhu 37 o C selama 24 jam. 12. Setelah 24 jam, bakteri siap digunakan untuk penelitian 53

72 54 Halaman ini sengaja dikosongkan

73 Lampiran 2 Tahap persiapan reaktor uji dan pelaksanaan penelitian 1. Penyiapan bakteri untuk uji penyisihan kromium a. Bakteri berumur 24 jam pada media agar miring NA diambil sebanyak 2 ose. b. Bakteri pada ose dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer volume 250 ml yang berisi media NB sebanyak 100 ml (Deepali, 2011). c. Jika bakteri masih terlihat menggumpal, dilakukan pengadukan secara manual dengan cara menggoyangkan labu Erlenmeyer. d. Labu Erlenmeyer yang berisi bakteri dishaker selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm. e. Setelah dishaker 24 jam, media NB berisi bakteri diambil sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi f. Dilakukan proses sentrifugasi selama 10 menit dengan putaran sebanyak 4000 rpm (Purwanti et al., 2015) g. Supernatan yang tidak mengandung bakteri dibuang dari tabung sentrifugasi h. Lalu palet bakteri yang ada didasar tabung sentrifugasi dicuci menggunakan air salin (8.5% NaCl steril) sebanyak 2 kali. Setelah itu palet bakteri ditambah dengan air salin sesuai kebutuhan. i. Pengukuran trial and error nilai OD dilakukan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Apabila nilai OD bakteri telah lebih dari 0,5 (Purwanti et al., 2015) maka bakteri siap ditambahkan pada reaktor uji. j. Perlakuan poin a dan b harus dilakukan secara aseptik agar tidak terjadi kontaminasi. 2. Reaktor disetting dengan volume total 400 ml telah terisi dengan tanah pasir sekitar 300 gram (sesuai perhitungan bulk density dan penambahan volume kromium), X% volume bakteri dan volume larutan kromium (100-X)%. 3. Larutan stok kromium diencerkan sesuai dengan variasi konsentrasi pada Tabel

74 4. Larutan kromium dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dimasukkan ke dalam reaktor uji sesuai dengan nilai bulk density tanah pasir agar mencapai 400 ml. 5. Bakteri yang telah berumur 24 jam di media NB dan memiliki nilai OD lebih dari 0,5 ditambahkan ke dalam reaktor uji sesuai dengan Tabel Uji penyisihan kromium dilakukan selama 14 hari dengan proses pengadukan tanah setiap hari. Pengujian total kromium dilakukan 2 kali di awal dan akhir. 7. Parameter ph, suhu, dan kelembaban tanah diuji setiap 2 hari sekali. 8. Parameter jumlah koloni bakteri akan diuji sebanyak 3 kali, yaitu di awal, tengah, dan akhir proses bioremediasi dengan metode CFU. 56

75 Lampiran 3 Ekstraksi Pencemar Inorganik dalam Media Tanah Menurut Tukura et al. (2013), beberapa tahapan yang dilakukan pada ekstraksi zat pencemar inkubator dalam media tanah, antara lain: 1. Penyiapan larutan aqua regia a. Disiapkan larutan HCl 37% atau 11,96 M sebanyak 1000 ml b. Disiapkan larutan HNO 3 70% atau 16,52 M sebanyak 1000 ml c. Larutan HCl 37% dan HNO 3 70% dicampur dengan perbandingan dalam v/v sebesar 3:1. Dalam 1000 ml larutan aqua regia terdapat 750 ml larutan HCl dan 250 ml larutan HNO 3. d. Larutan aqua regia siap digunakan untuk ekstraksi zat 57ncubator. 2. Tanah tercemar kromium diambil sebanyak 1 gram dengan spatula dan dimasukkan labu Erlenmeyer. 3. Ditambahkan larutan aqua regia ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 28 ml. 4. Campuran sampel tanah tercemar dan larutan aqua regia didiamkan selama 24 jam. 5. Campuran sampel tanah tercemar dan larutan aqua regia dipanaskan dengan kompor listrik bersuhu 140 C sampai 57ncuba kering. 6. Ditambahkan aquades sampai volume larutan 20 ml, kemudian sampel disaring dengan kertas saring. 7. Larutan hasil proses penyaringan diencerkan dengan aquades sampai volume 50 ml menggunakan labu ukur. 8. Larutan hasil proses ekstraksi siap untuk dianalisis konsentrasi total kromiumnya dengan menggunakan metode AAS. 57

76 58 Halaman ini sengaja dikosongkan

77 Lampiran 4 Tahap uji Colony Forming Unit 1. Tanah tercemar berisi bakteri, media NB, media NA, air salin, dan peralatan yang dibutuhkan disiapkan sebelum uji jumlah koloni bakteri. 2. Tanah tercemar dari reaktor uji diambil sebanyak 10 gram dengan spatula. 3. Tanah tercemar dari reaktor uji dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi media NB 100 ml. 4. Labu Erlenmeyer berisi media NB dan tanah tercemar dishaker selama 1 jam dengan kecepatan 150 rpm. 5. Media NB berisi bakteri di labu Erlenmeyer diambil sebanyak 1 ml dengan pipet ukur steril. 6. Media NB berisi bakteri sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi air salin. 7. Tabung reaksi berisi air salin dan bakteri dikocok hingga 59ncubato. 8. Dilakukan pengenceran berulang pada air salin berisi bakteri seperti pada tahap 5-7 sebanyak 6 kali. 9. Cawan petri disterilkan dengan melewatkan bagian tepi cawan pada api sebanyak 2 kali. 10. Air salin berisi bakteri pada pengenceran terakhir dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 0,1 ml dengan pipet ukur steril. 11. Agar cair NA dimasukkan ke dalam cawan petri berisi bakteri, kemudian diratakan dan ditunggu sampai agar NA memadat. 12. Setelah agar NA memadat, bagian tepi cawan dilewatkan api 59ncuba sebanyak 2 kali. 13. Perlakuan 3-12 harus dilakukan secara aseptik, yaitu berada di dekat api (maksimum berjarak 20 cm dari api) agar tidak terjadi kontaminasi. 14. Cawan petri dibungkus kertas cokelat dan direkatkan dengan karet gelang. 15. Cawan petri berisi bakteri diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu sekitar 37 C. 16. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan jumlah koloni bakteri yang muncul pada media agar NA. 59

78 60 Halaman ini sengaja dikosongkan

79 Lampiran 5 Data hasil penelitian 1. Uji Pendahuluan (Nilai CFU) Tabel L. 1 Hasil perhitungan CFU penelitian pendahuluan Hari ke- Reaktor KP B0 B5 B10 B ,10 9,30 10,29 11,00 11, ,53 8,59 9,49 9,57 11,46 Keterangan: KP = Reaktor kontrol pasir tanpa penambahan B0 = Reaktor kontrol tanpa penambahan bakteri B5 = Reaktor dengan penambahan bakteri 5% B10 = Reaktor dengan penambahan bakteri 10% B15 = Reaktor dengan penambahan bakteri 15% Contoh perhitungan: - Jumlah koloni B0 jam ke 24 = 39 - Pengenceran Volume = 0,1 ml - Jumlah koloni bakteri (n) n = = = 39 x 10 4 CFU/mL N = jumlah koloni bakteri per ml x = 39 x 10 4 koloni/ml x x 100 gram = 8,59 CFU/gram 61

80 62 Halaman ini sengaja dikosongkan

81 Lampiran 6 Hasil Analisis CFU Penelitian Pendahuluan Tabel L. 2 Foto hasil uji CFU pada penelitian pendahuluan Reaktor Jam ke-0 Jam ke-24 KP B0 B5 B10 B15 63

82 64 Halaman ini sengaja dikosongkan

83 Lampiran 7 Reaktor Uji Penelitian Utama Tabel L. 3 Foto reaktor pada uji penelitian utama Reaktor K0 Reaktor B0 Reaktor K50 Reaktor B50 Reaktor K75 Reaktor B75 Reaktor K100 Reaktor B100 65

84 66 Halaman ini sengaja dikosongkan

85 Lampiran 8 Hasil Analisis CFU Penelitian Utama Tabel L. 4 Foto hasil uji CFU pada penelitian utama Reaktor Awal Tengah Akhir K0 Pengenceran 10-7 Pengenceran 10-7 Pengenceran 10-5 K50 Pengenceran 10-7 Pengenceran 10-7 Pengenceran 10-6 K75 Pengenceran 10-6 Pengenceran 10-7 Pengenceran 10-5 K100 Pengenceran 10-6 Pengenceran 10-7 Pengenceran

86 Reaktor Awal Tengah Akhir B0 Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-5 Pengenceran 10-5) B50 Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-5 Pengenceran 10-5 B75 Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-6 B100 Pengenceran 10-4 Pengenceran 10-4 Pengenceran

87 Lampiran 9 Data hasil perhitungan penelitian utama 1. Uji Parameter ph Tabel L. 5 Hasil uji parameter ph Hari ke- 0% Penambahan Bakteri 15% Penambahan Bakteri K0 K50 K75 K100 B0 B50 B75 B ,0 6,2 6,7 6,7 5,6 6,2 6,7 6,5 2 6,4 6,6 6,8 6,7 5,0 6,1 6,7 6,8 4 5,8 6,4 6,8 6,7 5,0 6,2 6,8 6,8 6 5,9 6,6 6,7 6,7 5,0 6,6 6,9 6,8 7 5,9 6,7 6,6 6,8 5,5 6,6 6,7 6,8 8 6,4 6,6 6,6 6,8 6,4 6,7 6,6 6,7 10 6,4 6,7 6,8 6,8 6,6 6,5 6,8 6,7 12 6,7 6,9 6,6 6,6 6,7 6,8 6,6 6,6 14 5,0 6,6 6,8 6,7 5,0 6,6 6,6 6,6 2. Uji Parameter Suhu Tabel L. 6 Hasil uji parameter suhu Hari ke- 0% Penambahan Bakteri 15% Penambahan Bakteri K0 K50 K75 K100 B0 B50 B75 B

88 3. Uji Jumlah Koloni Bakteri (Nilai CFU) Tabel L. 7 Hasil perhitungan jumlah koloni pada penelitian utama Hari ke- 0% Penambahan Bakteri 15% Penambahan Bakteri K0 K50 K75 K100 B0 B50 B75 B ,90 12,34 11,08 10,47 9,68 9,83 8,56 8, ,01 13,05 12,33 11,61 10,28 10,13 9,60 9, ,99 11,13 10,04 9,28 10,66 10,40 10,09 10,41 - Jumlah koloni B0 jam ke 0 = Pengenceran Volume = 0,1 ml - Jumlah koloni bakteri (n) n = = = 112 x 10 4 CFU/mL N = jumlah koloni bakteri per ml x = 112 x 10 4 koloni/ml x x 425 gram = 9,68 CFU/gram 70

89 4. Uji Total Kromium 1) Hasil analisis kromium dengan AAS Tabel L. 8 Data hasil uji AAS Reaktor Konsentrasi Awal (mg/l) Konsentrasi Akhir (mg/l) K0 0,43 0,31 K50 0,71 0,49 K75 0,74 0,64 K100 0,9 0,84 B0 0,51 0,44 B50 0,56 0,53 B75 0,74 0,65 B100 0,77 0,70 2) Hasil perhitungan konsentrasi kromium Tabel L. 9 Hasil perhitungan persentase penyisihan kromium Reaktor Konsentrasi Awal (mg/kg) Konsentrasi Akhir (mg/kg) %Penyisihan K0 21,5 15,4 14% K50 35,5 24,5 31% K75 36,8 31,9 13% K100 45,0 42,0 7% B0 25,6 22,0 14% B50 27,9 26,5 5% B75 36,6 32,5 11% B100 38,5 35,0 9% 71

90 Contoh Perhitungan Beban Pencemar Kromium - Massa tanah terekstraksi = 1 gram - Volume sampel hasil ekstraksi = 50 ml - Konsentrasi kromium B0 = 0,51 mg/l - Beban pencemar kromium B0 = = = 25,6 mg/kg 72

91 Lampiran 10 Hasil Uji AAS 1. Hasil Analisis Total Kromium Awal Nomor Sampel Reaktor K0 1 K0 2 K50 1 K50 2 B0 1 B0 2 B50 1 B50 2 Nomor Sampel Rektor K75 1 K75 2 K100 1 K100 2 B75 1 B75 2 B100 1 B

92 2. Hasil Analisis Total Kromium Akhir Nomor Sampel Reaktor K0 1 K0 2 K50 1 K50 2 B0 1 B0 2 B50 1 B50 2 Nomor Sampel Rektor K75 1 K75 2 K100 1 K100 2 B75 1 B75 2 B100 1 B

93 3. Hasil Analisis Total Kromium Pengulangan Nomor Sampel Sampel Aw al K0 K50 K75 K100 B0 B50 B75 B100 Sampel Akhir Rektor K0 K50 K75 K100 B0 B50 B75 B100 75

94 76 Halaman ini sengaja dikosong

95 BIOGRAFI PENULIS Penulis memiliki nama lengkap Tesya Paramita Putri. Penulis lahir di Kota Mojokerto pada 19 Juni Penulis mengenyam pendidikan dasar pada tahun di SDN Wadeng 3 Sidayu Gresik. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pendidikan di SMP Negeri 1 Sidayu Gresik pada tahun Pendidikan selanjutnya dijalani di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto pada tahun Penulis kemudian melanjutkan studi di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan terdaftar sebagai mahasiswa dengan NRP pada tahun Selama masa perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan sebagai sekretaris II pada kepengurusan HMTL FTSP ITS dan sebagai sekretaris I pada kepengurusan HMTL FTSP ITS Penulis juga aktif menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Teknik Lingkungan Indonesia sebagai staf Departemen Dalam Negeri pada kepengurusan dan menjadi sekretaris Departemen Dalam Negeri pada kepengurusan Selama masa perkuliahan, penulis merupakan penerima beasiswa Bidik Misi. Penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dalam bidang keilmiahan, ditunjukkan dengan berhasilnya mendapatkan 2 pendanaan judul PKM oleh DIKTI yaitu PKM-K dan PKM-M. Penulis juga merupakan asisten laboratorium untuk mata kuliah Kimia Lingkungan II dan Teknik 77

UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus megaterium DAN Bacillus subtilis UNTUK MEREMOVAL LOGAM BERAT KROMIUM (III)

UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus megaterium DAN Bacillus subtilis UNTUK MEREMOVAL LOGAM BERAT KROMIUM (III) UJI KEMAMPUAN BAKTERI Bacillus megaterium DAN Bacillus subtilis UNTUK MEREMOVAL LOGAM BERAT KROMIUM (III) Oleh : JAYANTI RUSYDA 3310 100 024 Dosen Pembimbing : IPUNG FITRI PURWANTI, ST., MT., Ph.D. 1 LATAR

Lebih terperinci

UJI KEMAMPUAN BAKTERI Azotobacter DALAM PROSES PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM

UJI KEMAMPUAN BAKTERI Azotobacter DALAM PROSES PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM TUGAS AKHIR RE 141581 UJI KEMAMPUAN BAKTERI Azotobacter DALAM PROSES PENYISIHAN LOGAM KROMIUM PADA TANAH TERCEMAR KROMIUM NALURIKA MUJI RAHAYU 3313100048 Dosen Pembimbing Ipung Fitri Purwanti, S.T., M.T.,

Lebih terperinci

Bioremediasi Limbah Cair Tercemar Kromium (Cr) Menggunakan Mixed Culture Bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium.

Bioremediasi Limbah Cair Tercemar Kromium (Cr) Menggunakan Mixed Culture Bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium. Bioremediasi Limbah Cair Tercemar Kromium (Cr) Menggunakan Mixed Culture Bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium. Anindita Meitamasari *) dan Ipung Fitri Purwanti Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

2016 BIOREMEDIASI LOGAM KROMIUM (VI) PADA LIMBAH MODEL PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA

2016 BIOREMEDIASI LOGAM KROMIUM (VI) PADA LIMBAH MODEL PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN BAKTERI PSEUDOMONAS AERUGINOSA 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perkembangan industrialisasi tidak dapat terlepas dari efek negatif yang ditimbulkannya. Adanya bahan sisa industri baik dalam bentuk padatan, cairan, maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

Anindita Meitamasari Dosen Pembimbing : Ipung Fitri Purwanti ST., MT. Ph.D.

Anindita Meitamasari Dosen Pembimbing : Ipung Fitri Purwanti ST., MT. Ph.D. Anindita Meitamasari 3310100008 Dosen Pembimbing : Ipung Fitri Purwanti ST., MT. Ph.D. Limbah industri yang dibuang langsung ke sungai Kemampuan biosorpsi bakteri Memperbaiki keadaan lingkungan menggunakan

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia, termasuk di Yogyakarta, selain membawa dampak positif juga menimbulkan dampak negatif, seperti terjadinya peningkatan jumlah limbah

Lebih terperinci

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR Hg MENGGUNAKAN BAHAN CAMPURAN LINDI DAN KOMPOS

BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR Hg MENGGUNAKAN BAHAN CAMPURAN LINDI DAN KOMPOS BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR Hg MENGGUNAKAN BAHAN CAMPURAN LINDI DAN KOMPOS OLEH: REDITYO PRABOWO 3305 100 067 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

Lebih terperinci

Studi Efektifitas pada Penurunan Kadmium (Cd) terhadap Seng (Zn) dan Tembaga (Cu) dengan Metode Elektrolisis

Studi Efektifitas pada Penurunan Kadmium (Cd) terhadap Seng (Zn) dan Tembaga (Cu) dengan Metode Elektrolisis Studi Efektifitas pada Penurunan Kadmium (Cd) terhadap Seng (Zn) dan Tembaga (Cu) dengan Metode Elektrolisis Cegara Arung D. 1, Erwin Akkas 2, dan Rahmat Gunawan 2,* 1 Laboratorium Riset Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bioremediasi logam berat timbal (Pb) dalam lumpur Lapindo menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas pseudomallei)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, biodegradasi logam berat dilakukan dengan beberapa uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL ADSORBEN DARI LIMBAH PADAT LUMPUR AKTIF. INDUSTRI CRUMB RUBBER PADA PENYERAPAN LOGAM Cr

KAJIAN AWAL ADSORBEN DARI LIMBAH PADAT LUMPUR AKTIF. INDUSTRI CRUMB RUBBER PADA PENYERAPAN LOGAM Cr KAJIAN AWAL ADSORBEN DARI LIMBAH PADAT LUMPUR AKTIF INDUSTRI CRUMB RUBBER PADA PENYERAPAN LOGAM Cr Nenny Febrina 1, Eka Refnawati 1, Pasymi 1, Salmariza 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Modul 5 Bioremediasi Polutan Organik

Modul 5 Bioremediasi Polutan Organik Modul 5 Bioremediasi Polutan Organik MODUL 5 Bioremediasi Polutan Organik POKOK BAHASAN : Bioremediasi limbah cair organik dengan tanaman air dan bakteri TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Memahami dan mampu merancang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum yakni tentang analisis penyebaran logam berat tembaga pada air tanah dan aliran sungai di sekitar industri kerajinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian jenis penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang menjelaskan/menggambarkan suatu keadaan berdasarkan fakta dilapangan dan tidak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur yang menyusun

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur yang menyusun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Lingkungan dapat dikatakan baik jika unsur yang menyusun lingkungan tetap terpelihara.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan januari hingga maret 2008 percobaan skala 500 mililiter di laboratorium kimia analitik Institut Teknologi Bandung. III.2

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor

Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreaktor Disusun oleh: Eko Yudie Setyawan 2308 100 512 Rizki Dwi Nanto 2308 100 543 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka berkembang pula dengan pesat bidang industri yang berdampak positif guna untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah. Diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air. Bahan pencemar air yang seringkali menjadi masalah

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM

MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 MANUAL PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH LABORATORIUM JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2013 i ANALISIS KADAR LOGAM BERAT KROMIUM (Cr) DENGAN EKSTRAKSI PELARUT ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) MENGGUNAKAN ATOMIC ABSORPTION SPECTROFOTOMETRY (AAS) DI SUNGAI DONAN (CILACAP) PADA JARAK 2 KM SESUDAH PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Keberadaan amonium di alam dapat berasal dari dekomposisi senyawa-senyawa protein. Senyawa ini perlu didegradasi menjadi gas nitrogen (N2) karena amonium menyebabkan

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA

Modul 3 Ujian Praktikum. KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA Modul 3 Ujian Praktikum KI2121 Dasar Dasar Kimia Analitik PENENTUAN KADAR TEMBAGA DALAM KAWAT TEMBAGA Disusun oleh: Sandya Yustitia 10515050 Fritz Ferdinand 10515059 Maulinda Kusumawardani 10515061 Muhammad

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi Satriananda *) ABSTRAK Air yang mengandung Besi (Fe) dapat mengganggu kesehatan, sehingga ion-ion Fe berlebihan dalam air harus disisihkan.

Lebih terperinci

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari atau aktifitasnya akan selalu menghasilkan suatu bahan yang tidak diperlukan yang disebut sebagai buangan atau limbah.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c. BAB 3 METODE PERCOBAAN Pada analisis yang dilakukan terhadap penentuan kadar dari beberapa parameter pada limbah cair pengolahan kelapa sawit menggunakan beberapa perbedaan alat dan metode, adapun beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) NAMA : KARMILA (H311 09 289) FEBRIANTI R LANGAN (H311 10 279) KELOMPOK : VI (ENAM) HARI / TANGGAL : JUMAT / 22 MARET

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pengembangan Agrobisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen Biologi,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem perairan sering dijadikan tempat bermuaranya buangan limbah, baik limbah domestik maupun non domestik seperti limbah industri maupun pertambangan. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini : Latar belakang penelitian Rumusan masalah penelitian Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pencemaran lingkungan banyak menjadi perhatian dan topik

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pencemaran lingkungan banyak menjadi perhatian dan topik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan banyak menjadi perhatian dan topik pembicaraan global, karena berhubungan dengan kehidupan baik manusia, tumbuhan, hewan, maupun organisme lainnya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental, 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAL), yang dilakukan dengan 9 perlakuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. WaktudanTempat Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di LaboratoriumBiokimiaFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas Lampung. B. AlatdanBahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Tahapan dalam penelitian ini di mulai dari studi literatur hingga penyusunan Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kerangka Penelitian :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang industri saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

Minimalisir Logam Berat Ni Pada Limbah Cair Industri Elektroplating dengan Pseudomonas fluorescens

Minimalisir Logam Berat Ni Pada Limbah Cair Industri Elektroplating dengan Pseudomonas fluorescens Minimalisir Logam Berat Ni Pada Limbah Cair Industri Elektroplating dengan Pseudomonas fluorescens Mardiyono 1, Ratno Agung Samsumaharto 2 1 Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi 2 Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013. Ikan teri (Stolephorus sp) asin kering yang dijadikan sampel berasal dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancanngan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Pada penelitian ini digunakan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Rancanngan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Pada penelitian ini digunakan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitia ini adalah Rancanngan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial. Pada penelitian ini digunakan 2 faktor dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental. B. Tempat dan Waktu Pengerjaan sampel dilakukan di laboratorium Teknik Kimia

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci