BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktikkan 3 abad yang lalu. Pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktikkan 3 abad yang lalu. Pada"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pestisida Nabati Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktikkan 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancis telah menggunakan perasan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada tanaman buah persik. Tahun 1800, bubuk tanaman Pyrethrum digunakan untuk mengendalikan kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Subiyakto Sudarmo, 2005: 11). Menurut Agus Kardinan (2002), karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali. Pestisida nabati besifat pukul dan lari yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman aman untuk dikonsumsi. Subiyakto Sudarmo (2005: 11-12) menyatakan bahwa pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara 10

2 tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik (Subiyakto Sudarmo, 2005: 12) yaitu: a. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa b. Menghambat pergantian kulit c. Mengganggu komunikasi serangga d. Menyebabkan serangga menolak makan e. Menghambat reproduksi serangga betina f. Mengurangi nafsu makan g. Memblokir kemampuan makan serangga h. Mengusir serangga (repellent) i. Menghambat perkembangan patogen penyakit Tumbuhan pada dasarnya mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan OPT. Lebih dari jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida. Oleh karena itu, jika dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida maka akan membantu masyarakat petani untuk menggunakan pengendalian yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya setempat yang ada di sekitarnya (Agus Kardinan, 2002). Dalam fisiologi tanaman, ada beberapa jenis tanaman yang berpotensi menjadi bahan pestisida: 11

3 1. Kelompok tumbuhan insektisida nabati Merupakan kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta. Bengkoang, serai, sirsak, dan srikaya, diyakini bisa menanggulangi serangan serangga (M Syakir, 2011: 10). 2. Kelompok tumbuhan antraktan atau pemikat Di dalam tumbuhan ini ada suatu bahan kimia yang menyerupai sex pheromone pada serangga betina dan bertugas menarik serangga jantan, khususnya hama lalat buah dari jenis Bactrocera dorsalis. Tumbuhan yang bisa diambil manfaatnya yaitu daun wangi (kemangi) dan selasih (M Syakir, 2011: 10). 3. Kelompok tumbuhan rodentisida nabati Kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama rodentia. Tumbuhan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran dan penekan populasi, yaitu meracuninya. Tumbuhan yang termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid. Sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid. Jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah gadung racun (M Syakir, 2011: 11). 4. Kelompok tumbuhan moluskisida Kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama moluska. Beberapa tanaman menimbulkan pengaruh 12

4 moluskisida. Diantaranya daun sembung dan akar tuba (M Syakir, 2011: 11). 5. Kelompok tanaman fungisida nabati Merupakan kelompok tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan jamur patogenik antara lain cengkeh, daun sirih, sereh, pinang, dan tembakau (M Syakir, 2011: 11). 6. Kelompok tumbuhan pestisida serbaguna Kelebihan kelompok ini tidak hanya berfungsi untuk satu jenis. Misalnya insektisida saja, tapi juga berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, moluskisida, dan nematisida. Tumbuhan yang bisa dimanfaatkan dari kelompok ini yaitu jambu mete, sirih, tembakau, dan nimba (M Syakir, 2011: 11). M Syakir (2011: 11-12) menjelaskan bahwa pestisida nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1. Repellant, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat. 2. Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang sudah disemprot. 3. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa. 4. Menghambat reproduksi serangga betina. 5. Racun syaraf. 6. Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga. 13

5 7. Antraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga. 8. Mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri Menurut cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga sasaran dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida sebagai berikut. 1. Racun Lambung (Racun Perut, Stomach Poison) Racun Lambung (Racun Perut, Stomach Poison) adalah insektisida-insektisida yang membunuh serangga sasaran bila insektisida tersebut masuk ke dalam organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding saluran pencernaan. Selanjutnya, insektisida tersebut dibawa oleh cairan tubuh serangga ke tempat sasaran yang mematikan (misalnya susunan syaraf serangga). Oleh karena itu serangga harus terlebih dahulu memakan tanaman yang sudah disemprot dengan insektisida dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya (Panut Djojosumanto, 2000: 42). Insektisida yang benar-benar murni racun perut tidak terlalu banyak. Kebanyakan insektisida mempunyai efek ganda, yakni sebagai racun perut dan racun kontak, hanya ada perbedaan kekuatan antara keduanya. Ada insektisida yang kontaknya lebih kuat daripada racun perutnya, demikian sebaliknya (Panut Djojosumanto, 2000: 42). 14

6 2. Racun Kontak Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila bersinggungan (kontak langsung) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut (Panut Djojosumanto, 2000: 43). 3. Racun Pernapasan Racun pernapasan adalah insektisida yang bekerja lewat saluran pernapasan. Serangga hama akan mati bila menghirup insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun napas berupa gas, atau bila wujud asalnya padat atau cair, yang segera berubah atau menghasilkan gas dan diaplikasikan sebagai fumigansia, misalnya bromida, alumunium fosfida, dan sebagainya (Panut Djojosumanto, 2000: 43). Pemanfaatan pestisida nabati mempunyai beberapa kelebihan, Haryono (2011: 2-3) menjelaskan kelebihan pestisida nabati, yaitu: a. Pestisida nabati relatif lebih mudah dibuat b. Lebih mudah terurai di alam c. lebih aman bagi manusia dan lingkungan d. Pemanfaatan pestisida nabati dalam pengendalian OPT, selain sebagai pengendali alamiah yang efektif dan berkelanjutan, juga dapat 15

7 berperan dalam meningkatkan daya saing produk melalui peningkatan efisiensi usaha dan image produk perkebunan ramah lingkungan. e. Pemanfaatan pestisida nabati secara luas akan langsung berpengaruh terhadap berkurangnya volume penggunaan pestisida dan berdampak positif terhadap kualitas produk tanaman terutama dengan semakin terhindarnya produk dari kemungkinan pencemaran residu pestisida kimiawi. Pemanfaatan pestisida nabati selain memiliki kelebihan juga memiliki beberapa kelemahan. Berbagai kelemahan pemanfaatan pestisida nabati seperti: 1. Bahan aktif yang mudah terurai. 2. Sebaran tanaman yang seringkali spesifik lokasi. 3. Kandungan bahan aktif pada tanaman yang sangat bergantung pada varietas dan lokasi penanaman. 4. Pemanfaatan berupa formulasi sederhana yang mudah ditiru, dan banyak kelemahan lainnya yang sebenarnya sekaligus juga merupakan kelebihan pestisida nabati, maka seharusnya kelemahan tersebut tidak dijadikan sebagai kendala dalam pengembangannya (Haryono, 2011: 4). 16

8 2. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) a. Pengertian Saat ini dikenal ada dua istilah Bahasa Inggris yang sering digunakan secara bergantian untuk pengendalian hama terpadu yaitu Integrated Pest Control (IPC) yang kita terjemahkan sebagai Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Integrated Pest Management (IPM) yang kita terjemahkan sebagai Pengelolaan Hama Terpadu dengan singkatan yang sama PHT (Kasumbogo Untung, 1996: 7). Konsep PHT muncul akibat kesadaran umat manusia akan bahaya pestisida sebagai bahan yang beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan kehidupan manusia secara global, sedangkan kenyataan yang terjadi bahwa menggunakan pestisida oleh petani di dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Diperlukan adanya cara pendekatan pengendalian hama yang baru yang dapat menekan penggunaan pestisida (Kasumbogo Untung, 1996: 7-8). PHT tidak hanya mencakup pengertian tentang perpaduan beberapa teknik pengendalian hama, tetapi dalam penerapannya PHT harus memperhitungkan dampaknya baik yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis sehingga secara keseluruhan kita memperoleh hasil yang terbaik. Oleh karena itu PHT dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasinya harus mengikuti suatu sistem 17

9 pengelolaan yang terkoordinasi dengan baik (Kasumbogo Untung, 1996: 8). Keputusan pemerintah untuk menerapkan PHT secara nasional baru dilaksanakan secara formal setelah dikeluarkan Intruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 untuk pengendalian hama padi (Kasumbogo Untung, 1993: 1). b. Penerapan PHT pada Komoditi Sayuran Sayur-sayuran merupakan komoditi pertanian yang sangat penting baik bagi konsumen maupun produsen. Sayuran merupakan sumber gizi yang utama sebagai penghasil vitamin dan mineral. Bagi produsen, yaitu petani budidaya sayuran dapat memberikan penghasilan yang cukup dan rata-rata lebih baik daripada komoditi pangan lainnya (Kasumbogo Untung, 1993: 55). Ciri-ciri khas petani sayuran di Indonesia menurut Kasumbogo Untung (1993: 56) adalah: 1. Tingkat produktivitas masih rendah 2. Kualitas produksi rendah 3. Luas lahan per petani sempit 4. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan rendah 5. Ketergantungan pada pestisida tinggi 18

10 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai konsep dan kebijakan pemerintah dalam setiap program perlindungan tanaman pangan merupakan konsep yang tepat untuk memperbaiki keadaan dan kehidupan petani sayuran sehingga sumber daya yang dimiliki dapat mereka manfaatkan secara optimal (Kasumbogo Untung, 1993: 56). c. Faktor yang Mendorong Penerapan PHT 1. Kegagalan pengendalian hama secara konvensional Praktek penggunaan pestisida yang lazim dilakukan oleh petani sayuran didorong oleh konsep pengendalian hama yang tidak didasarkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi. Petani sayuran umumnya menerapkan asas preventif atau pencegahan. Penyemprotan dengan pestisida dianggap sebagai asuransi kesehatan tanaman. Karena dorongan konsumen, petani menjadi takut serangga atau entomofobi. Mereka berpendapat setiap jenis serangga pada tanaman tentu merugikan sehingga harus diberantas dengan pestisida (Kasumbogo Untung, 1993: 58). Sebagai akibat dampak samping pestisida, seperti timbulnya resistensi, resurjensi, dan letusan hama kedua, serta didorong oleh permintaan pasar akan produk sayuran bebas dari gigitan serangga, petani sayuran semakin menggebu-gebu di dalam meningkatkan penggunaan pestisida dengan menambah dosis, 19

11 campuran pestisida, dan frekuensi penyemprotan. Pada keadaan yang demikian petani sayuran sudah mencapai fase krisis. Dalam kondisi demikian tidak ada pilihan lain kecuali segera melaksanakan dan mengikuti konsep PHT (Kasumbogo Untung, 1993: 58). 2. Kesadaran akan kualitas lingkungan hidup Pestisida sebagai bahan beracun termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan maka residu yang ditinggalkan di lingkungan yang menjadi masalah. Apabila tidak dikendalikan semakin lama akan terjadi akumulasi kandungan pestisida di lingkungan yang dapat mencapai kadar yang membahayakan (Kasumbogo Untung, 1996: 14). Kesadaran akan pentingnya kualitas lingkungan hidup yang tinggi dari masyarakat, pemerintah, dan masyarakat dunia yang mendorong dan mengharuskan kita untuk segera menerapkan PHT karena dengan PHT penggunaan pestisida dapat ditekan sekecilkecilnya (Kasumbogo Untung, 1996: 14). 3. Kecenderungan terjadinya perubahan permintaan konsumen pada masa mendatang. 20

12 Faktor yang mendorong dan mengaharuskan petani sayuran menerapkan PHT adalah kecenderungan terjadinya perubahan permintaan konsumen pada masa mendatang, terutama permintaan akan produk holtikultura yang bebas residu pestisida (Kasumbogo Untung, 1993: 58). 4. Kebijakan pemerintah Sejak pelita III telah dinyatakan bahwa PHT merupakan kebijakan pemerintah dalam setiap program perlindungan. Kebijakan tentang PHT kemudian diperkuat oleh Inpres No. 3/1986 dan UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. UU No. 12/1992 telah menetapkan berbagai bentuk sanksi yang sangat berat bagi barang siapa yang menyalahgunakan penggunaan pestisida baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dasar hukum bagi pelaksanaan PHT di Indonesia sangat kuat sehingga PHT untuk tanaman sayuran sudah merupakan keharusan (Kasumbogo Untung, 1993: 59). 21

13 3. Sirih Hijau (Piper betle L.) a. Klasifikasi Klasifikasi tanaman sirih dalam Wiwin Setiawati, dkk (2008: 172) adalah sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Piperales : Piperaceae : Piper Spesies : Piper betle L. a. Nama daerah Suruh, sedah (Jawa); seureuh (Sunda); ranub (Aceh); belo (Batak Karo); cambai (Lampung); uwit (Dayak); base (Bali); nahi (Bima); gapura (Bugis); mota (Flores); afo (Sentani) (Wiwin Setiawati, dkk, 2008: 172). 22

14 b. Morfologi Gambar 1. Sirih (Piper betle L.) Sumber: Dokumentasi pribadi Sirih merupakan tanaman merambat yang tingginya bisa mencapai 15 m. Batang bulat dan beruas, berwarna coklat kehijauan. Akar keluar dari batang ini. Berdaun tunggal bentuk jantung, panjang 5-8 cm dan lebar 2-5 cm, berujung runcing dan bertangkai, posisi daun berselang-seling. Bunga berbentuk bulir, merupakan bunga majemuk, memiliki daun pelindung bulat panjang ± 1 mm. Buahnya bulat, hijau keabu-abuan, termasuk buah buni. Berakar tunggang, coklat kekuningan, dan berbentuk bulat (Dini N Nuraini, 2014: 190). c. Habitat Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang 23

15 mencukupi. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati atau hutan hujan sampai ketinggian 300 mdpl (Wiwin Setiawati, dkk, 2008: 173). d. Kandungan kimia Senyawa yang terkandung dalam sirih antara lain minyak atsiri (eugenol, methyl eugenol, karvakrol, kavikol, alil katekol, kavibetol, sineol, estragol), alkaloid, karoten, tiamin, ribovlafin, asam nikotinat, vitamin C, tanin, gula, pati, dan asam amino (Wiwin Setiawati, dkk, 2008: 173). Daun sirih hijau juga mengandung flavonoid, steroid/terpenoid, dan kuinon (Agus Aulung, dkk, 2010: 9). 1) Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang sering disebut minyak terbang (Inggris: volatile oil). Minyak atsiri dinamakan demikian karena minyak tersebut mudah menguap. Selain itu, minyak atsiri juga disebut essential oil (dari kata essence) karena minyak tersebut memberikan bau pada tanaman (Koensoemardiyah, 2010: 1). Minyak atsiri dari daun sirih segar sepertiga bagian terdiri dari fenol dan alkaloid yang memiliki daya pembunuh bakteri, antioksidan, fungisida serta anti jamur. Dilaporkan oleh Amhed, 1988 (Anang Mulyantana, 2013: 2) minyak atsiri dari daun sirih mempunyai efek insektisida terhadap lebih dari 30 jenis serangga 24

16 dibandingkan dengan piperazine phosphate dan hexyl resorchinol pada konsentrasi yang sama. Aroma dan rasa daun sirih yang khas, sedap, sengak, tajam, dan merangsang disebabkan oleh kavikol dan betlephenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Kedua zat tersebut merupakan kandungan terbesar minyak atsiri yang ada dalam daun sirih (Rini D Moeljanto dan Mulyono, 2003: 9). Heyne, 1987 (Anang Mulyantana, 2013: 4), mengungkapkan bahwa kavikol yang merupakan salah satu senyawa turunan fenol dari minyak atsiri daun sirih memiliki daya insektisida 5 kali lebih kuat dibandingkan piperazinephosphate dan dapat menjadi toksik jika konsentrasinya pekat atau tinggi. Minyak atsiri dalam daun sirih dapat menghambat respirasi mitokondria serangga. Zat ini juga dapat bersifat racun yang kerjanya menghambat aktivitas respirasi sehingga menyebabkan kematian secara lambat apabila masuk melalui saluran pernapasan (Prijono, dkk, 1997; Anang Mulyantana, 2013: 4). 2) Alkaloid Banyak tumbuhan mengandung senyawa nitrogen aromatik yang dinamakan alkaloid. Tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid tertentu dijauhi oleh hewan gembalaan dan serangga pemakan daun (Salisbury, 1995; Lapida Yunianti, 2016: 41). 25

17 Alkaloid yang terkandung dalam daun sirih (Piper batle L.) adalah arecoline. Arecoline bersifat nitrogenous pada makanan sehingga menetralisir asam lambung dan bekerja sebagai astringent. Sebagai astringen, zat ini mengeraskan membran mukosa pada lambung (Rooney, 1993; Handayani, dkk, 2013: 4-5). Alkaloid berupa garam sehingga dapat mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan juga dapat menggangu sistem kerja syaraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase (Eka Cania dan Endah Setyaningrum, 2013: 58). 3) Tanin Tanin diproduksi oleh tanaman berfungsi sebagai substansi perlindungan dalam jaringan maupun luar jaringan. Tanin umumnya tahan terhadap perombakan atau fermentasi, selain itu menurunkan kemampuan binatang untuk mengkonsumsi tanaman atau juga mencegah pembusukan daun pada pohon. Tanin juga bekerja sebagai zat astringent yang dapat menyusutkan jaringan dan menutup struktur protein pada kulit dan mukosa (Elvie Yenie, dkk, 2013: 53). Tanin juga dapat mengganggu serangga dalam mencerna makanan. Tanin akan mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan dan penyerapan protein dalam sistem pencernaan terganggu (Yunita et al., 2009; Lapida Yunianti, 2016: 39). 26

18 4) Flavonoid Flavonoid merupakan golongan senyawa yang berperan penting dalam penyerbukan oleh serangga. Sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit hingga bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Agus Aulung, dkk, 2010: 12). Flavonoid bekerja sebagai inhibitor kuat pernafasan atau racun pernapasan. Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu dengan masuk ke dalam tubuh larva melalui sistem pernapasan yang kemudian akan menimbulkan kelayuan pada syaraf serta kerusakan pada sistem pernapasan dan mengakibatkan larva tidak bisa bernapas dan akhirnya mati (Eka Cania dan Endah Setyaningrum, 2013: 58). 5) Terpenoid Terpenoid dan turunannya dapat bekerja sebagai insektisida akan tetapi banyak peneliti berpendapat bahwa fungsi terpenoid lebih bersifat ekologis daripada fisiologis. Terpenoid dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan pesaingnya dan terpenoid dapat bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya (Agus Aulung, dkk, 2010: 12). Menurut Anggriani dkk, 2013 dan Mayanti dkk, 2006 (Fika Afifah, dkk, 2015: 29) terpenoid memiliki rasa yang pahit dan bersifat antifeedant yang dapat menghambat aktivitas makan 27

19 serangga. Triterpenoid juga bersifat sebagai penolak serangga (repellant) karena ada bau menyengat yang tidak disukai oleh serangga sehingga serangga tidak mau makan. Senyawa ini berperan sebagai racun perut yang dapat mematikan serangga. Senyawa ini akan masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan yang mereka makan, kemudian diserap oleh saluran pencernaan tengah. Saluran ini berfungsi sebagai tempat perombakan makanan secara enzimatis (Junar, 2000; Fika Afifah, dkk, 2010: 29). Senyawa tersebut dapat mempengaruhi fungsi saraf yaitu menghambat enzim kolinesterase, sehingga terjadi gangguan transmisi rangsang yang mengakibatkan munurunnya koordinasi kerja otot, konvuli, dan kematian serangga (Endah dan Heri, 2000; Fika Afifah, dkk, 2015: 29). Senyawa aktif Precocene I dan Precocene II dikenal sebagai senyawa anti hormone juvenile. Anti juvenile hormone mengganggu tahapan proses perkembangan larva. Jadi, racun ini tidak secara langsung membunuh tetapi sebagai growth inhibitor. pemberian senyawa precocene menyebabkan turunnya titer hormone juvenile sehingga menyebabkan terjadinya metamorfosis dini, dewasa yang steril, diapause, dan terganggunya produksi feromon. Dalam hal ini ia juga mengganggu proses pergantian kulit serangga yang mengakibatkan larva cacat atau mati. 28

20 Gangguan tidak hanya terjadi pada stadia larva tetapi berlanjut pada pembentukan pupa dan serangga dewasa. Mekanisme penghambatan diduga terganggu melalui perintah ke otak oleh suatu zat (Prijono, 1999; Mutiah Sari, dkk, 2013: ). a. Hama Plutella xylostella Pengertian hama secara luas yaitu organisme yang mengurangi ketersediaan, mutu, dan jumlah sumber daya tanaman bagi manusia. Pengertian lain yaitu semua binatang atau serangga yang dalam aktivitas hidupnya memakan tanaman yang dibudidayakan sehingga merugikan kepentingan hidup manusia dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan. Dalam pengertian tersebut istilah hama dilihat dari segi kepentingan manusia, bukan merupakan istilah ekologi. Kebanyakan binatang hama adalah serangga. Jenis binatang lainnya yang juga merupakan hama bagi ekosistem pertanian yaitu burung, tikus, babi hutan, kera, siput, dan binatang-binatang lainnya yang merugikan karena memakan tanaman budidaya (Agus Suyanto, 1994: 14-15). 29

21 a. Klasifikasi Klasifikasi ulat sawi (Plutella xylostella) dalam Pracaya (2008: 87) adalah sebagai berikut. Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella : Plutella xylostella b. Biologi Hama Ulat Plutella merupakan hama yang kosmopolit, yang terdapat di seluruh dunia dimana ada tanaman kobis (kol). Di Indonesia hama ini tidak berada di dataran rendah. Plutella memiliki kemampuan hanya untuk merusak daun kobis (kol), petsay, kol bunga, lobak, dan lain-lain jenis kol. Yang paling disukai adalah tanaman kobis (kol) (Rismunandar, 1981: 103). Plutella xylostella merupakan hama utama tanaman kubis putih dan jenis kubis lainnya sepeti kubis merah, petsai, kubis bunga, kailan, selada air, sawi, jagung, radis, turnip, dan lain-lain. Selain itu, gulma kubis-kubisan yang juga dapat menjadi inang Plutella xylostella 30

22 adalah Capsella bursapastoris (rumput dompet gembala), Cardamine hirsuta (rumput selada pahit berbulu), Brasisca pachypoda, Nasturtium officinale, dan Lepidium sp. (Sastrosiswojo, 1987; Loso Winarto & Lukas Sebayang, 2015: 12-13). 1) Telur Kupu-kupu Plutella meletakkan telurnya di bawah daun kol yang terbuka, tidak pandang umurnya tanaman yang dikunjungi (Rismunandar, 1981: 103). Telurnya berukuran 0,6 x 0,3 mm, berbentuk oval, dan berwarna kuning muda. Pada saat menetas telur tersebut warnanya berubah menjadi cokelat keabu-abuan. Produksi telur tiap imago betina dapat mencapai 300 butir yang diletakkan secara tunggal atau dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-4 butir. Stadium telur berlangsung 2-4 hari (Agus Suyanto, 1994: 55). 2) Larva Gambar 2. Larva Plutella xylostella Sumber: Dokumentasi pribadi 31

23 Larva (ulat) yang baru keluar dari telur berwarna hijau muda, berukuran panjang 2 mm, dan akhirnya tumbuh menjadi 10 mm. Kepala larva berwarna kuning dan berbintik gelap. Pada tubuhnya yang berwarna hijau terdapat rambut-rambut hitam. Larva terdiri dari empat instar. Stadium larva berlangsung selama 12 hari (Agus Suyanto, 1994: 55). Instar I berupa larva yang panjangnya 1 mm, lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuning-kuningan yang berlangsung selama 4 hari. Instar II berupa larva berukuran panjang 2 mm, lebar 0,5 mm, berwarna hijau kekuning-kuningan, dan berlangsung selama 2 hari. Instar III larva yang berukuran 4-6 mm, lebar 0,75 mm, berwarna hijau, dan berlangsung selama 3 hari. Instar IV larva berukuran panjang 8-10 mm, lebar 1-1,5 mm, berwarna hijau, dan berlangsung selama 3 hari (Rukmana R, 1994: 41). Ciri khas lain adalah apabila tersentuh akan menggeliat jatuh dengan cepat dan menggantungkan diri dengan benang. Larva tersebut akan naik kembali pada daun melalui benangnya apabila keadaan bahaya sudah berlalu. Umumnya pada instar larva sangat rakus dalam hal makanan sebab dibutuhkan energi yang cukup banyak untuk pertumbuhan, bergerak, dan cadangan makanan sewaktu pembentukan pupa (Mau dan Kessing, 1992; Liliek Mulyaningsih, 2010: 96). 32

24 3) Pupa Gambar 3. Pupa Plutella xylostella Sumber: Pupanya (kepompong) berukuran panjang 6,3-7 mm. Mula-mula berwarna hijau, kemudian setelah 24 jam berubah menjadi cokelat atau hitam. Pupa ini diselubungi oleh jala yang terbuat dari benang berwarna putih, berbentuk lonjong yang disebut kokon. Stadium pupa berlangsung selama 6-7 hari (Agus Suyanto, 1994: 55). 4) Ngengat Gambar 4. Ngengat Plutella xylostella Sumber: 33

25 Menurut Harcourt, 1957 (Loso Winarto & Lukas Sebayang, 2015: 9-10) serangga dewasa berupa ngengat kecil, kira-kira 6 mm panjangnya, berwarna coklat kelabu dan aktif pada malam hari. Pada sayap depan terdapat tiga buah lekukan (undulasi) yang berwarna putih menyerupai berlian (bahasa inggris diamod). Oleh sebab itu serangga dalam bahasa inggris disebut diamodback moth. Ngengat Plutella xylostella tidak kuat terbang jauh dan mudah terbawa oleh angin. Pada saat tidak ada angin, ngengat jarang terbang lebih tinggi dari 1,5 m di atas permukaan tanah. Jarak terbang horizontal adalah 3-4 m. Lama hidup ngengat betina berkisar antara 7-47 hari, rata-rata 16,2 hari dan ngengat jantan antara 3-58 hari, dengan rata-rata 12,1 hari. Jumlah telur yang diletakkan tiap ngengat betina antara butir, rata-rata 159 butir. Jumlah telur yang diproduksi setiap ngengat betina dipengaruhi oleh perbedaan temperatur, foto periode, umur, dan kondisi makan larva (Mau dan Kessing, 1992; Liliek Mulyaningsih, 2010: 97). Ngengat Plutella pada siang hari biasa bersembunyi, dan karena warnanya, tidak mudah dilihat orang. Pada malam hari ngengat ini aktif (Rismunandar, 1981: 104). 34

26 Siklus dari telur hingga menjadi ngengat rata-rata hari di tempat dengan ketinggian 250 m dan rata-rata 3 minggu di dataran tinggi (Rismunandar, 1981: 104). 5) Siklus hidup Siklus hidup hama Plutella xylostella dipengaruhi diantaranya oleh suhu lingkungan. Pada suhu 16 o C- 25 o C siklus hidupnya mencapai 15 hari (Permadi, 1993; Liliek Mulyaningsih, 2010: 97). Selain itu ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap siklus hidup Plutella xylostella. Pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut siklus hidup hama tersebut hari, sedangkan pada ketinggian 1100 mdpl siklus hidupnya hari (Liliek Mulyaningsih, 2010: 97). Gambar 5. Siklus Hidup Plutella xylostella Sumber: Tonny K. Moekasan; Sistrosiswojo, dkk (2005: 9) 35

27 6) Aktifitas makan Serangga akan menghadapi dua ha1 untuk memulai aktivitas makannya yaitu yang pertama adanya rangsanganrangsangan untuk inisiasi aktivitas makan (feeding stimulant) dalam tanaman yang memberikan masukan isyarat untuk pengenalan jenis makanan dan menjaga aktivitas makan, dan yang kedua adalah pendeteksian kehadiran senyawa-senyawa asing (foreign compound) yang dapat bersifat sebagai penghambat makan sehingga dapat memperpendek aktivitas makan atau bahkan menghentikan aktivitas makan sama sekali. Serangga dapat mengenali senyawa-senyawa asing dalam makanannya walaupun dalam konsentrasi rendah dan akan merespon atas kehadiran senyawa tersebut dalam makanannya (Dadang dan Kanju Ohsawa, 2000: 30). Pengamatan secara visual, larva mengonsumsi daun dengan perlakuan lebih sedikit dibandingkan dengan daun tanpa perlakuan yang mencerminkan adanya sifat penghambat aktivitas makan. Penghambatan aktivitas makan ini dapat memberikan sumbangan pada terjadinya kematian larva (Khaidir dan Hendrival, 2013: 41). 36

28 7) Kerusakan yang diakibatkan Gejala serangan oleh hama ini khas dan tergantung pada instar larva yang menyerang. Larva instar pertama (yang baru menetas) memakan daun dengan jalan membuat lubang galian pada permukaan bawah daun, selanjutnya larva membuat lorong (gerekan ke dalam) jaringan parenkim sambilmemakan daun. Larva instar dua, keluar dari liang gerekan yang transparan dan makan jaringan daun pada permukaan bawah daun. Demikian juga larva instar ketiga dan keempat. Larva instar ketiga dan keempat memakan seluruh bagian daun sehingga meninggalkan ciri yang khas, yaitu tinggal epidermis bagian atas daun atau bahkan tinggal tulang daunnya saja (Mau dan Kessing, 1992; Liliek Mulyaningsih, 2010: 98). Serangan hama ulat ini sangat cepat, sehingga dalam waktu beberapa hari saja tanaman yang diserang akan menjadi rusak (Enceng Surachman dan Widada Agus S., 2007: 55-56). 37

29 Gambar 6. Serangan Larva Plutella xylostella Sumber:Dokumentasi pribadi Serangan P. xylostella yang berat pada tanaman dapat menggagalkan panen (Sastrosiswojo, 1987; Loso Winarto & Lukas Sebayang, 2015: 13). b. Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Di Indonesia nama sawi sudah tergolong familiar. Orang Jawa atau Madura menggunakan sebutan yang sama, yakni sawi, untuk sayuran ini. Orang Sunda menyebutnya sasawi. Nama asing untuk sawi ialah mustard. Perdagangan internasional menggunakan sebutan green mustard, chinese mustard, indian mustard, atau sarepta mustard (Eko Haryanto, dkk, 2003: 3). a. Jenis-jenis Sawi Petani Indonesia di masa lalu hanya mengenal tiga macam jenis sawi yang biasanya dibudidayakan yaitu sawi putih, sawi hijau, dan sawi huma. Saat ini, konsumen lebih mengenal sawi caisim alias 38

30 sawi bakso. Selain jenis-jenis sawi tersebut dikenal pula jenis sawi keriting dan sawi monumen (Eko Haryanto, dkk, 2003: 9). 1) Sawi putih atau sawi jabung Sawi putih atau sawi jabung merupakan jenis sawi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki rasa yang paling enak di antara sawi jenis lainnya. Tanaman ini dapat dibudidayakan di tempat yang kering. Bila sudah dewasa jenis sawi ini memiliki daun yang lebar dan berwarna hijau tua. Tangkainya panjang, tetapi lemas dan halus. Batangnya pendek, tetapi tegap dan bersayap (Eko Haryanto, dkk, 2003: 10). 2) Sawi hijau Sawi hijau atau sawi asin kurang banyak dikonsumsi sebagai bahan sayur segar karena rasanya agak pahit. Rasa pahit pada daun sawi hijau dapat dihilangkan dengan cara pengasinan (Eko Haryanto, dkk, 2003: 10). Sawi hijau berukuran lebih kecil dibandingkan sawi jabung atau sawi putih. Daun sawi jenis ini lebar seperti daun sawi putih, tetapi warnanya lebih hijau tua. Batangnya sangat pendek, tetapi tegap. Tangkai daunnya agak pipih, sedikit berliku, tetapi kuat. Varietas sawi hijau banyak dibudidayakan di lahan yang kering, tetapi cukup pengairannya (Eko Haryanto, dkk, 2003: 10). 39

31 3) Sawi huma Jenis sawi ini baik jika ditanam di tempat-tempat yang kering, seperti tegalan dan huma. Tanaman ini biasanya ditanam setelah usai musim penghujan karena sifatnya yang tidak tahan terhadap genangan air (Eko Haryanto, dkk, 2003: 10). Sawi huma daunnya sempit, panjang, dan berwarna hijau keputih-putihan. Tidak seperti sawi putih dan sawi hijau, sawi huma berbatang kecil, tetapi panjang. Tangkainya berukuran sedang seperti bersayap (Eko Haryanto, dkk, 2003: 11). 4) Caisim alias sawi bakso Caisim alias sawi bakso (ada juga yang menamakannya sawi cina) merupakan jenis sawi yang paling banyak dipasarkan di kalangan konsumen (Eko Haryanto, dkk, 2003: 11). Tangkai daunnya panjang, langsing, dan berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang, tipis, dan berwarna hijau. Rasanya yang renyah dan segar dengan sedikit sekali rasa pahit, membuat sawi ini banyak diminati. Selain enak ditumis atau dioseng, caisim banyak dibutuhkan oleh pedagang mie bakso, mie ayam, atau restoran masakan cina. Tidak mengherankan jika permintaannya setiap hari sangat tinggi (Eko Haryanto, dkk, 2003: 11-12). 40

32 5) Sawi keriting Ciri khas sawi ini adalah daunnya yang keriting. Bagian daun yang hijau sudah mulai tumbuh dari pangkal tangkai daun. Tangkai daunnya berwarna putih. Selain daunnya yang keriting, jenis sawi ini amat mirip dengan sawi hijau biasa (Eko Haryanto, dkk, 2003: 12). 6) Sawi monumen Sawi monumen tumbuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tergolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya (Eko Haryanto, dkk, 2003: 12). 41

33 b. Klasifikasi Klasifikasi tumbuhan sawi dalam Rukmana (2002: 15) : Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone : Papaverales : Cruciferae atau Brassicaceae : Brassica Spesies : Brassica juncea L. c. Morfologi Gambar 7. Sawi Caisim (Brassica juncea L.) Sumber: Dokumentasi pribadi Sawi (Brassica juncea L.) termasuk ke dalam famili Cruciferae merupakan tanaman semusim yang berdaun lonjong, halus, 42

34 tidak berbulu, dan tidak berkrop. Batang tanaman sawi pendek, lebih langsing dari tanaman petsai. Tanaman ini mempunyai akar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Biji terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang gemuk (Yati Supriati dan Ersi Herliana, 2010: 92). Sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Stuktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua (Rukmana, 2002: 16). d. Syarat tumbuh Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berudara panas maupun berudara dingin sehingga diusahakan di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Meskipun begitu, tanaman sawi akan lebih baik jika ditanam di dataran tinggi (Eko Haryanto, dkk, 2007: 24) Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian mdpl. Namun, biasanya tanaman ini dibudidayakan di daerah berketinggian mdpl. Sebagian besar di daerah-daerah 43

35 Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut (Eko Haryanto, dkk, 2007: 25) Tanaman sawi juga tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur dan dengan air yang cukup, tanaman ini akan tumbuh sebaik pada musim penghujan. Berhubung selama pertumbuhannya tanaman ini memerlukan hawa yang sejuk maka akan lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembap. Namun, tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang (Eko Haryanto, dkk, 2007: 25). Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat keasaman (ph) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya antara 6-7 (Eko Haryanto, dkk, 2007: 25). e. Kandungan gizi Sawi baik setelah diolah maupun sebagai lalapan, ternyata mengandung beragam zat makanan yang esensial bagi kesehatan tubuh. Menurut data yang tertera dalam daftar komposisi makanan yang diterbitkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam 100 g berat sawi 44

36 adalah seperti disajikan dalam tabel di bawah ini (Eko Haryanto, dkk, 2003: 5-6). Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Sawi dalam 100 g Zat Gizi Sawi Protein (gr) 2,3 Lemak (gr) 0,3 Karbohidrat (gr) 4,0 Ca (mg) 220,0 P (mg) 38,0 Fe (mg) 2,9 Vitamin A (mg) 1.940,0 Vitamin B (mg) 0,09 Vitamin C (mg) Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1979 f. Hama penyerang tanaman sawi Hama tanaman sawi yang cukup penting diantaranya ulat Agrotis, ulat Crocidolomia binotalis, ulat Plutella xylostella, ulat Spodoptera, dan kutu daun Aphis (Nur Tjahjadi, 1989: 107). 1) Agrotis ipsilon Hama ini merusak tanaman kubis, sawi, dan petsai pada saat dipersemaian hingga beberapa minggu setelah tanaman di lapangan. Gejala serangan yang khas ditandai dengan terpotongnya tanaman pada pangkal batang kubis, sawi, dan petsai. Ulat aktif pada sore hingga malam hari, sehingga petani hanya menemukan bekas serangan pada pagi hari (Nur Tjahjadi, 1989: 107). 45

37 2) Ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Zell.) Gejalanya yaitu daun bagian dalam yang terlindungi oleh daun bagian luar rusak dan terlihat adanya bekas gigitan. Tak heran bila dari luar tanaman masih terlihat baik, tetapi bagian dalam sudah mengalami kerusakan. Kerusakan ini terjadi sampai ke titik tumbuh (Eko Haryanto, dkk, 2007: 71). Ulat krop kubis ini berwarna hijau, terdapat garis berwarna hijau muda dan rambut berwarna hitam di punggungnya. Serangga dewasa menghasilkan telur yang jumlahnya butir tiap kelompok. Telur menetas dalam jangka waktu 1-2 minggu dan setiap hari jumlah telur akan bertambah (Eko Haryanto, dkk, 2007: 71). 3) Ulat keremeng atau tritip (Plutella sp.) Gejalanya bagian bawah daun rusak, epidermis bagian atas terlihat putih transparan. Setelah daun tumbuh dan melebar, lapisan epidermis akan robek sehingga daun tampak berlubang. Gejala serangan hama ini khas dan tergantung pada instar larva yang menyerang (Mau dan Kessing, 1992; Liliek Mulyaningsih, 2010: 97-98). Ulat keremeng memiliki warna hijau muda ketika baru menetas. Setelah dewasa berbentuk ngengat dan warna kepalanya 46

38 menjadi lebih pucat dan terdapat bintik coklat (Eko Haryanto, dkk, 2007: 72). 4) Spodoptera litura Ulat ini memakan daun yang tua maupun muda. Tetapi ulat ini juga mempunyai banyak tanaman inang. Walaupun demikian, kehadirannya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Selain dapat menurunkan kuantitas, juga dapat menurunkan kualitas hasil (Nur Tjahjadi, 1989: 108). 5) Kutu daun Aphis sp. Kutu ini menusuk dan menghisap cairan tanaman, terutama pada musim kemarau. Jika serangan berat, tanaman akan layu akibat kekurangan cairan. Bekas tusukannya meninggalkan bekas yang kurang baik bagi perkembangan daun, daun akan kering atau tumbuhnya tidak normal (Nur Tjahjadi, 1989: 108). 6) Siput setengah telanjang (Parmarion pupillaris Humb.) Siput ini berwarna coklat kekuningan atau coklat keabuan. Rumah pada punggungnya kerdil dan sedikit menonjol. Siput jenis telanjang halus dan tidak ada tonjolannya. Panjang siput 5 cm. Siput ini polifag atau pemakan segala tanaman. Siput sering merusak tanaman yang baru saja tumbuh seperti kol, sawi, tomat, tembakau, ubi jalar, dan kentang (Pracaya, 2008: 298). 47

39 7) Sumpil (Subulina octona) Ada 2 jenis sumpil yaitu Lamellaxis gracilis Hutt. dan Subulina octona Brug. Sumpil mempunyai rumah yang bentuknya silindris dan berukuran kecil dengan panjang 11 mm. Warnanya kuning muda. Kedua jenis sumpil ini biasanya tercampur menjadi satu populasi. Binatang ini merusak semai tembakau, kol, sawi, dan bermacam-macam sayuran (Pracaya, 2008: 298). g. Produktivitas Tanaman Sawi Perkembangan luas panen dan produksi petsai/sawi di Indonesia tahun menurut Data Statistik Produksi Holtikultura Kementerian Pertanian adalah sebagai berikut. Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Rata-rata Hasil, dan Produksi Petsai/Sawi di Indonesia Tahun Sumber: Direktorat Jenderal Holtikultura, Kementerian Pertanian (2015: 57) 48

40 B. Kerangka Berfikir Penggunaan pestisida sintetis berbahaya bagi lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran air, tanah, udara, dan hasil pertanian. Selain itu pestisida sintetis juga berbahaya bagi keselamatan hayati, termasuk kesehatan tubuh manusia baik yang terpapar secara langsung atau melalui rantai makanan. Pestisida yang digunakan semestinya ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia. Salah satu pestisida yang ramah lingkungan adalah pestisida nabati. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul Efektivitas Pestisida Nabati Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) sebagai Pengendali Hama Plutella xylostella Tanaman Sawi (Brassica juncea L.), karena di dalam daun sirih hijau (Piper betle L.) mengandung minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, tanin, dan terpenoid yang merupakan racun perut (Stomach poisoning) dalam tubuh hama Plutella xylostella, menyebabkan gangguan pernapasan pada hama Plutella xylostella, serta dapat mempercepat pembentukan pupa hama Plutella xylostella, sehingga aktivitas makan hama Plutella xylostella berkurang. Dengan demikian pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) berpotensi sebagai bahan aktif pestisida nabati pengendali hama Plutella xylostella. Adapun variasi dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0%; 2,5%; 5%; 7,5%; dan 10% yang dibuat dari starter awal perasan daun sirih hijau (Piper betle L.). 49

41 1. Pestisida sintetis berbahaya bagi lingkungan (kontaminasi air, tanah, udara, dan hasil pertanian). 2. Pestisida sintetis berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia Dibutuhkan pestisida yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia Pestisida Nabati terpenoid (menghambat aktivitas makan), Alkaloid (racun perut) Daun sirih hijau (Piper betle L.) Minyak atsiri dan flavonoid (menghambat respirasi), tanin (racun kontak) Sawi (Brassica juncea L.) Konsentrasi: 0%; 2,5%; 5%; 7,5%; 10% Plutella xylostella Kerusakan sawi (Brassica juncea L.) Berat basah sawi (Brassica juncea L.) mortalitas Plutella xylostella Pemendekan siklus hidup Plutella xylostella Gambar 8. Kerangka Berpikir 50

42 51

43 C. Hipotesis 1. Pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) berpengaruh terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) mortalitas hama Plutella xylostella semakin tinggi. 2. Pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) berpengaruh terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). Jika larva Plutella xylostella tidak langsung mati, maka semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.), semakin tinggi larva Plutella xylostella yang mengalami pemendekan siklus hidup. 3. Pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) berpengaruh terhadap kerusakan tanaman sawi (Brassica juncea L.). Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) kerusakan daun sawi (Brassica juncea L.) semakin rendah. 4. Pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) berpengaruh terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) berat basah tanaman sawi semakin tinggi. 5. Semakin tinggi dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) semakin efektif dalam mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). 52

44 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman sawi (Brassica juncea

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Sawi ke dalam : Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistematika) tanaman, sawi termasuk Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari dan dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat. Untuk konsumsi sehari-hari, sawi biasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kubis Tanaman Brassicaceae (kubis-kubisan) memiliki ciri daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Umumnya bunga berwarna kuning, tetapi ada pula yang berwarna putih.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme atau serangga merupakan masalah penting bagi petani di Indonesia. Petani mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA Pestisida Nabati. Jakarta: Penebar Swadaya.

DAFTAR PUSTAKA Pestisida Nabati. Jakarta: Penebar Swadaya. DAFTAR PUSTAKA Abdul Mujib, Mohamad Ana S., & Dewi H. 2014. Uji Efektivitas Larutan Pestisida Nabati terhadap Hama Ulat Krop (Crocidolomia pavonana L.) pada Tanaman Kubis (Brassica oleraceae). Jurnal Ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulat grayak (Spodoptera litura F., Lepidoptera, Noctuidae) merupakan salah satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan hasil pertanian yang diakibatkan oleh Organisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sayuran. Kebutuhan pupuk untuk pertanian semakin banyak sebanding dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memperlancar pencernaan. Hampir setiap orang gemar akan sawi karena rasanya

TINJAUAN PUSTAKA. memperlancar pencernaan. Hampir setiap orang gemar akan sawi karena rasanya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tanaman Sawi Sawi merupakan tanaman hortikultura yang dapat memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Hampir setiap orang gemar akan sawi karena rasanya segar dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah kebutuhan pangan asal sayuran,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan pakchoy di Indonesia Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur, dan masuk ke Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida Nabati Pestisida nabati merupakan suatu pestisida yang dibuat dari tumbuhtumbuhan yang residunya mudah terurai di alam sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan makhluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Tanaman Kubis Tanaman kubis merupakan salah satu tanaman yang banyak ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Tanaman kubis dapat ditanam setiap saat, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Caisim diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Caisim diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Sejarah Tanaman Caisim Tanaman Caisim diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Konon di daerah Cina, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2.500 tahun yang lalu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Besar Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu namun pada batang muda berambut halus berwarna hijau. Tinggi tanaman mencapai 1 2,5 cm dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman selada adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus :Plantae :Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sawi. Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sawi. Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Sawi Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae yang mempunyai ekonomi tinggi. Tanaman sawi berasal dari Tiongkok (cina) dan Asia Timur. Di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) banyak ditanam oleh para petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai sumber vitamin (A, B dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Dosis Pestisida Nabati Tapak Liman terhadap Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III pada Tanaman Sawi 1. Jumlah Mortalitas Larva Ulat Tritip Instar III Hasil pengamatan

Lebih terperinci

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam upaya peningkatan produksi sayuran. Serangan OPT terjadi di semua tahap pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sawi Dalam ilmu tumbuh-tumbuhan secara taksonomi (Rukmana, 2003) Caisim diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub-Kingdom : Tracheobionta

Lebih terperinci

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS Eva L. Baideng Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sam Ratulangi Email : eva.baideng@yahoo.co.id;eva.baideng@unsrat.ac.id

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pakcoy. Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah tanaman jenis sayur-sayuran yang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pakcoy. Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah tanaman jenis sayur-sayuran yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakcoy Pakcoy (Brassica rapa L.) adalah tanaman jenis sayur-sayuran yang termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama menjadi bagian budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Mula-mula manusia membunuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. petsai (Brassica chinensis). Petsai adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. petsai (Brassica chinensis). Petsai adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi juga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Sawi Sawi ( Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim yang berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi berbeda dengan petsai (Brassica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atau patah, akan tumbuh banyak tunas. Kalau pucuk tidak patah, batang tidak bisa

TINJAUAN PUSTAKA. atau patah, akan tumbuh banyak tunas. Kalau pucuk tidak patah, batang tidak bisa TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kubis (B. oleracea L. ) Semua kol yang baru tumbuh umumnya mempunyai hipokotil sepanjang 2 cm, berwarna merah. Kecuali itu kol yang berkeping dua, berakar tunggang dan serabut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sawi B. juncea (L.) menyerbuk sendiri, umumnya tahan terhadap suhu

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sawi B. juncea (L.) menyerbuk sendiri, umumnya tahan terhadap suhu I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tanaman Sawi Tanaman sawi B. juncea (L.) menyerbuk sendiri, umumnya tahan terhadap suhu rendah, juga dikenal luas sebagai sawi India, sawi coklat, atau sawi kuning. Klasifikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun kebutuhan kedelai nasional selalu meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk disamping berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak batang Jarak cina (Jatropha multifida Linn) sebagai pestisida nabati pengendali hama Plutella xylostella pada

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakcoy merupakan tanaman dari keluarga Cruciferae yang masih berada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakcoy merupakan tanaman dari keluarga Cruciferae yang masih berada 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakcoy (Brassica chinensis L.) Pakcoy merupakan tanaman dari keluarga Cruciferae yang masih berada dalam satu genus dengan sawi putih/petsai dan sawi hijau/caisim. Pakcoy

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sawi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sawi Sawi (Brassica juncea L.) merupakan tanaman semusim dan tergolong marga Brassica. Tanaman sawi yang dimanfaatkan adalah daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di antara berbagai jenis hasil pertanian, sayuran merupakan bahan pangan penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya adalah kubis. Kubis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis buah-buahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray)

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) Sistematika tanaman kembang bulan dalam Herbarium Bandungense (2009) adalah : Kelas Magnolioipsida, Subkelas Asteridae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu bahan sayuran yang banyak dibudidayakan oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di Indonesia. Di Indonesia, kubis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Mengkudu. ujung runcing, sisi atas berwarna hijau tua mengkilat (van Steenis et al.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Mengkudu. ujung runcing, sisi atas berwarna hijau tua mengkilat (van Steenis et al. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Mengkudu 2.1.1. Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Mengkudu Tanaman mengkudu merupakan perdu atau pohon yang bengkok dengan tinggi 3-8 meter. Kulit mengkudu berwarna

Lebih terperinci

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung TINJAUAN PUSTAKA Kepik Coklat (R.linearis Fabr.) Biologi Hama Hama ini sering dikenal dengan sebutan kepik penghisap polong kedelai karena hama ini menyerang polong kedelai. Menurut Wahyu (2010), klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik. Buahnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI. ii ABSTRACT.... iii ABSTRAK..... iv RINGKASAN. v HALAMAN PERSETUJUAN viii TIM PENGUJI. ix RIWAYAT HIDUP. x KATA PENGANTAR. xi DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut

Lebih terperinci

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP PEMBUATAN PESTISIDA NABATI VI. PEMBUATAN PESTISIDA NABATI Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP MODUL-06 Department of Dryland Agriculture Management, Kupang State Agriculture Polytechnic

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Sawi Manis(Brassica sintensis L.) Brassica sintensis L. berasal dari wilayah tengah Asia, dekat kaki

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Sawi Manis(Brassica sintensis L.) Brassica sintensis L. berasal dari wilayah tengah Asia, dekat kaki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Sawi Manis(Brassica sintensis L.) Brassica sintensis L. berasal dari wilayah tengah Asia, dekat kaki pegunungan Himalaya. Catatan dalam bahasa Sansekerta menunjukan

Lebih terperinci

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI Prehatin Trirahayu Ningrum, Rahayu Sri Pujiati, Ellyke, Anita Dewi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembudidayaan tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat organisme pengganggu tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh. Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Pakchoi dan Syarat Tumbuh Pakchoy adalah jenis tanaman sayuran yang mirip dengan tanaman sawi. Pakchoy dan sawi dapat ditanam di dataran rendah maupun di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan berkembang pada suatu tempat dan waktu, tidak lepas dari hubungannya dengan perubahanperubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas

Lebih terperinci