PENYEBARAN POTENSI HUTAN RAKYAT DI DESA CIKALONG, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT PUTRI NIDYANINGSIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYEBARAN POTENSI HUTAN RAKYAT DI DESA CIKALONG, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT PUTRI NIDYANINGSIH"

Transkripsi

1 PENYEBARAN POTENSI HUTAN RAKYAT DI DESA CIKALONG, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT PUTRI NIDYANINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN Putri Nidyaningsih. E Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat di bawah bimbingan Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi. Permasalahan kehutanan yang terjadi belakangan ini telah mengkhawatirkan dan memberikan pengaruh terhadap pasokan kayu dari hutan negara. Pasokan kayu dari hutan negara mengalami penurunan, sedangkan kebutuhan akan kayu mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan kayu saat ini mendorong berbagai pihak untuk mencari alternatif lain guna mencukupi kebutuhan kayu saat ini, salah satunya adalah dengan pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat yang lestari. Data dan informasi mengenai potensi dan karakteristik sistem pengelolaan diperlukan dalam pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat peta sebaran potensi dan mempelajari sistem pengelolaan hutan rakyat. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 Januari 2011, berlokasi di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Objek yang diteliti adalah hutan rakyat. Alat yang digunakan meliputi alat pengukur dimensi tegakan (meteran dan haga hypsometer), alat penentu posisi koordinat (GPS Garmin 60 CSx), alat pencatat (alat tulis dan tally sheet), laptop, serta software Microsoft Office 2007, ArcGIS 9.3, MapSources, dan DNR Garmin yang digunakan dalam pengolahan data. Penelitian menggunakan metode purposive sampling dan analisis deskriptif. Berdasarkan peta penggunaan lahan dan data primer yang telah diolah diketahui bahwa luas lahan hutan rakyat Desa Cikalong diperkirakan sebesar 528,96 ha dengan potensi tegakan diduga sebesar 22,83 m 3 /ha dan jumlah pohon per hektar sebesar 100 pohon/ha. Sistem pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong masih sederhana, bersifat swadaya atau perseorangan yang dikelola dengan dengan sistem pengelolaan tradisional. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah dapat memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan dalam berbagai aspek perencanaan, tata kelola, kelembagaan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan, serta menciptakan suatu perangkat kebijakan yang menunjang usaha peningkatan pengembangan hutan rakyat di Desa Cikalong agar lebih kondusif. Kata kunci: hutan rakyat, potensi

3 SUMMARY Putri Nidyaningsih. E The potential spread of the community forest in Cikalong Village, Cikalong Subdistrict, Tasikmalaya District, West Java, under supervision Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi. Forestry issues that happened recently are worrying and give influence towards timber supply from state forest. The timber supply from state forest is decreasing, while timber needs is increasing by increasing population. Imbalance between supply and needs of timber recently has pushing stakeholder to searching other alternative for sufficient of timber, one of them is the development and management of sustainable community forest. Data and information concerning potential and characteristics of management system is needed in development and management system of community forest. The aims of this research are to get potential spread map and analyse management system of community forest. This research has been conducted on November 2010 until January 2011, located in Cikalong Village, Cikalong Subdistrict, Tasikmalaya District, West Java Province. The object of this research is community forest. The instruments include are dimensional gauge stand (meter indicator and haga hypsometer), tool positioning coordinates (GPS Garmin 60 CSx), recording tools (stationery and tally sheet), laptop, and Microsoft Office 2007 software, ArcGIS 9.3, Garmin MapSources, and DNR Garmin which are used in data processing. The method of this research is using purposive sampling and descriptive analysis. Based on land use map and primary data which were processed, knowing that community forest land area Cikalong Village is estimated at 528,96 ha with a potential stand 22,83 m3/ha and the amount of trees per hectare 100 m3/ha. The management system of community forest Cikalong Village is using traditional management system by self supporting or individual managed. Therefore, local governments are expected to facilitate forest management activities in many aspects of planning, governance, institutional, education, research, and development, and create a set of policies that support efforts to increase the development of community forest in Cikalong Village to be more conducive. Keywords : community forest, potential

4 PENYEBARAN POTENSI HUTAN RAKYAT DI DESA CIKALONG, KECAMATAN CIKALONG, KABUPATEN TASIKMALAYA, JAWA BARAT PUTRI NIDYANINGSIH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Penulis

6 Judul Skripsi : Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Nama : Putri Nidyaningsih NIM : E Menyetujui Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I Ir. Emi Karminarsih, MSi NIP Dra. Sri Rahaju, MSi NIP Mengetahui Ketua Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penyebaran Potensi Hutan Rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat dibawah bimbingan Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Dra. Sri Rahaju, MSi. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Ibu Dra. Sri Rahaju, MSi selaku dosen pembimbing. Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan kakak tercinta, serta Teguh Pradityo selaku sahabat atas segala dukungan dan donya. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2011 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, pasangan Muhammad Sukardi dan Marchamah yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei Penulis memiliki tiga orang kakak, yaitu Adi Supriyadi, Gito Apriyanto, SPd dan Yuanita Sari, SKomp. Penulis mengawali pendidikan formal pertamanya di TK Mutiara Ibu pada tahun Pendidikan dasar ditempuh penulis di SDN 03 Pagi Menteng Dalam, Jakarta pada Tahun Penulis menempuh pendidikan tingkat menengah pertama di SLTPN 115 Jakarta pada tahun dan pendidikan tingkat menengah atas ditempuh di SMUN 26 Jakarta pada tahun Selanjutnya pada tahun 2006 penulis menempuh pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB pada tahun Selama menjadi mahasiwa IPB, penulis telah mengikuti berbagai praktek lapang, diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang- Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi - KPH Tanggeung Perhutani dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Balikpapan Forest Industries (BFI) Kalimantan Timur. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai Staf Divisi Informasi Komunikasi pada kepengurusan tahun dan Himpunan profesi Forest Management Student Club (FMSC) sebagai Sekretaris Umum pada kepengurusan , serta pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat-nya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik, selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut: 1. Ibu Ir. Emi Karminarsih, MSi dan Ibu Dra. Sri Rahaju, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, saran, kritik, motivasi, dan nasehat kepada penulis dengan sabar sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Kedua orang tua dan ketiga kakakku yang senantiasa mencurahkan segala dukungan, semangat, doa, dan kasih sayangnya secara moral maupun material. 3. Teguh Pradityo yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi, saran, kritik, dan nasehat selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik. 4. Bapak Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku moderator yang telah bersedia membantu mengarahkan dan memberi masukan pada seminar hasil penelitian tanggal 23 Mei 2011 dan ujian komprehensif saya pada tanggal 24 Juni 2011 sehingga dapat berjalan dengan baik. 5. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen penguji. 6. Bapak Ir. Yulius Hero, MSc selaku komisi pendidikan yang telah memeriksa dan memberikan masukan penulisan draft skripsi ini. 7. Bapak Sodiq dan keluarga di Tasikmalaya yang telah menyediakan tempat tinggal dan memberikan nasehat selama penelitian. 8. Aparat Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, petani pemilik lahan hutan rakyat, serta warga Desa Cikalong yang telah mendukung dan membantu sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. 9. Pak Saepul, Pak Uus, A Ewing, dan Ka Poce yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian peta untuk skripsi ini. 10. Ratna Idolasari, Arum Anggita, Dian Octavianingsih, Yolanda Marthahari, Zullafifah, Ahsana Riska, Riska Wulandari, Novriadi Zulfida, Harry A, Sifa Rahmah, Sheila H, Paskari Aris, Kristanto Nugroho, Lisa Mariance, Harlendo

10 Swedianto, Sukesti Budiarti, Anita Sopiana, Sentot Purwanto, Andi Rustandi, Noviandre Asmar, Yayat Syarif, Hania Purwitasari, Suci Dian F, Andina Ayu M, Elisda Damayanti, Miranti Dewi, dan Nesya Anekda Meya selaku sahabat yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 11. Om Agus Wibowo, Om Yusup Napiri, Mba Aswita, Ka Ubaidillah, M Fajrin, dan kawan-kawan Forci yang telah memberikan semangat dan nasehat. 12. Seluruh kawan-kawan Manajemen Hutan 43 dan Fahutan 43 yang telah memberikan semangat dan membuat kenangan indah selama masa perkuliahan. 13. Seluruh Staf Departemen Manajemen Hutan dan Fakultas Kehutanan IPB, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-satu yang telah membantu penulis. Bogor, Juni 2011 Penulis

11 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Pengertian Tujuan dan Manfaat Karakteristik Bentuk atau Pola Potensi Hutan Rakyat Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Sistem Informasi Geografis (SIG)... 7 BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Objek dan Alat Jenis Data Metode Penelitian Metode Pengambilan Contoh Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis Deskriptif Kuantitatif BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas... 18

12 ii 4.2 Kondisi Fisik Topografi Tanah Iklim Kondisi Sosial Ekonomi Kependudukan Mata Pencaharian Pendidikan Agama dan Budaya Organisasi dan Kelembagaan Sarana dan Prasarana BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Hutan Rakyat Potensi Lahan Pengembangan Hutan Rakyat Potensi Tegakan Sengon Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Sengon Sejarah Karakteristik Petani Karakteristik Lahan Pola Pengelolaan Kelembagaan Kegiatan Pengelolaan Permasalahan Hutan Rakyat Modal Sumberdaya Manusia Kelembagaan Pengetahuan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 51

13 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Jenis data yang dikumpulkan Luas wilayah dusun di Desa Cikalong Jumlah kepala keluarga di Desa Cikalong Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan kelompok umur Luas laham hutan rakyat setiap dusun di Desa Cikalong Luas penggunaan lahan berdasarkan Gambar Rata-rata Dbh, Tbc, dan V/pohon sengon di Desa Cikalong Potensi tegakan sengon (m 3 /ha) berdasarkan kelas diameter (cm) Potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter (cm) Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan umur Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan pendidikan Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan mata pencaharian Rata-rata luas lahan kepemilikan hutan rakyat di Desa Cikalong Luas lahan hutan rakyat yang telah diinventarisasi Jenis tanaman pertanian penyusun hutan rakyat Desa Cikalong... 38

14 iv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Diagram alur penelitian Peta batas Desa Cikalong Peta Desa Cikalong Peta sebaran hutan rakyat Desa Cikalong Peta kemungkinan pengembangan hutan rakyat responden Desa Cikalong Kurva potensi tegakan sengon per hektar berdasarkan kelas diameter di Desa Cikalong Kurva potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter Jumlah rata-rata batang per hektar Bentuk batas kepemilikan lahan hutan rakyat Persentase petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan pola tanam Gambaran pola tanam di Desa Cikalong Kegiatan persiapan lahan Batang pohon sengon yang terkena penyakit karat puru Kegiatan penebangan pada lahan pola tanam agroforestri (campuran) Lokasi pengumpulan kayu rakyat Kegiatan pengangkutan kayu rakyat Alur kegiatan pemasaran kayu rakyat Penggunaan kayu untuk membangun rumah Industri penggergajian kayu... 46

15 v DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Pendugaan potensi tegakan sengon di Desa Cikalong Jenis tanaman di Desa Cikalong Peta Desa Cikalong... 55

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kehutanan yang terjadi pada hutan negara belakangan ini telah mengkhawatirkan dan memberikan pengaruh terhadap kondisi pasokan kayu saat ini. Pasokan kayu dari hutan negara mengalami penurunan rata-rata setiap tahunnya sebesar m 3 (Badan Pusat Statistik 2008). Di sisi lain, jumlah penduduk semakin bertambah yang mengakibatkan kebutuhan akan kayu menjadi semakin meningkat. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan kayu mendorong berbagai pihak untuk mencari berbagai alternatif guna mencukupi kebutuhan kayu. Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan kayu saat ini belum dapat diandalkan dikarenakan pasokan kayu dari HTI belum dapat mencukupi kebutuhan kayu. Pasokan kayu yang berasal dari hutan negara mengalami penurunan, sementara pasokan kayu dari HTI belum dapat diandalkan, maka diperlukan alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan kayu. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan kayu, yaitu melalui pengembangan dan pengelolaan hutan rakyat yang lestari. Data dan informasi mengenai potensi dan karakteristik sistem pengelolaan diperlukan dalam pengembangan hutan rakyat lebih lanjut. Data potensi hutan rakyat dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi, pengamatan dan wawancara pada lokasi pengembangan hutan rakyat yang selanjutnya dapat disajikan dalam bentuk peta. Hutan rakyat di Pulau Jawa pada umumnya sudah ada sejak lama akan tetapi belum dikelola dengan baik. Salah satu hutan rakyat yang belum dikelola dengan baik dan perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak adalah hutan rakyat di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Desa Cikalong merupakan salah satu desa di Kecamatan Cikalong yang memiliki luas wilayah paling besar yang berpotensi menghasilkan dan memasok kayu rakyat.

17 2 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membuat peta sebaran potensi hutan rakyat di Desa Cikalong dengan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG). 2. Mempelajari karakteristik sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Cikalong. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan hutan rakyat lebih lanjut.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat Pengertian Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50% (Kemenhut 369/Kpts-V/2003 dalam Winarto 2006). Dalam Undang-Undang No 41 Tahun 1999 dijelaskan mengenai hutan rakyat yang didekati dengan pengertian hutan hak yaitu hutan yang dibebani hak atas tanah. Istilah hutan rakyat oleh berbagai pihak diungkapkan dengan istilah hutan kemasyarakatan atau kebun rakyat atau hutan milik (Hardjanto 2003). Hardjanto (2000) menjelaskan mengenai hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Simon (1995) dalam Awang (2001) membatasi hutan rakyat sebagai hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Tujuan dan Manfaat Tujuan utama usaha hutan rakyat yakni meningkatkan kesejahteraan para petani, disamping manfaat lain seperti kayu dan hasil hutan lainnya; pengawetan tanah dan air; perlindungan tanaman-tanaman pertanian; dan perlindungan satwa liar (Bashar 1964 dalam Hardjanto 2003). Menurut Jaffar (1993) dalam Awang (2001), tujuan pembangunan hutan rakyat diantaranya meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari; membantu meningkatkan keanekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat; membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan, bahan baku industri dan kayu bakar; meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya; dan memperbaiki tata air dan

19 4 lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS. Hutan rakyat mempunyai manfaat positif baik secara ekonomi maupun ekologi. Hutan rakyat secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan pemilik hutan rakyat, penyediaan lapangan kerja, dan memacu pembangunan ekonomi daerah, sedangkan secara ekologi hutan rakyat mampu berperan positif dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki kesuburan tanah, dan menjaga keseimbangan tata air (Mustari 2000) Karakteristik Hardjanto (2000) mengemukakan beberapa ciri atau karakteristik pengusahaan hutan rakyat, sebagai berikut: 1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak, dan industri dimana petani masih memiliki posisi tawar yang lebih rendah. 2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik. 3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran, yang diusahakan dengan cara-cara sederhana. 4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total Bentuk atau Pola Rahmawaty (2004) menjelaskan bahwa dalam rangka pengembangan hutan rakyat dikenal tiga pola hutan rakyat, sebagai berikut: 1. Pola Swadaya Hutan rakyat dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri, melalui pola ini masyarakat didorong agar mau dan mampu untuk melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara swadaya dengan bimbingan teknis kehutanan.

20 5 2. Pola subsidi Hutan rakyat dibangun melalui subsidi atau bantuan biaya pembangunannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah melalui Inpres Penghijauan, Padat Karya dan dana bantuan lainnya atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat. 3. Pola kemitraan (Kredit Usaha Hutan Rakyat) Hutan rakyat dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan kerjasama adalah pihak perusahaan memerlukan bahan baku dan masyarakat membutuhkan bantuan modal kerja. Pola kemitraan ini dilakukan dengan memberikan bantuan secara penuh melalui perencanaan sampai dengan membagi hasil usaha secara bijaksana sesuai kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat. Menurut LP IPB (1983) dalam Hardjanto (2003), pola pengembangan hutan rakyat terdiri dari dua, sebagai berikut: 1. Hutan rakyat tradisional, yaitu hutan rakyat dengan penanaman tanaman kehutanan di lahan kering pada status lahan milik yang diusahakan oleh masyarakat tanpa campur tangan pemerintah. Pola tanamnya yaitu campuran antara buah-buahan, misalnya durian (Durio zibethinus), melinjo (Gnetum gnemon) dengan tanaman lainnya. Bentuk tersebut lebih dikenal dengan pola usaha tani lahan kering. 2. Hutan rakyat inpres, yaitu hutan rakyat yang penanamannya dilakukan di tanah terlantar yang diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan. Michon (1983) dalam Hardjanto (2003) menjelaskan mengenai hutan rakyat yang dibedakan menjadi tiga tipe atau bentuk hutan rakyat yaitu pekarangan, talun, dan kebun campuran. Perbedaan diantara ketiganya dijelaskan sebagai berikut: 1. Pekarangan mempunyai sistem pengaturan tanaman yang jelas dan baik serta biasanya berada di sekitar rumah. Luas minimum sekitar 0,1 ha dipagari mulai dari jenis sayur-sayuran hingga pohon yang berukuran sedang dengan tinggi mencapai 20 meter.

21 6 2. Talun mempunyai ukuran yang lebih luas, penanaman pohon sedikit rapat, tinggi pohon-pohonnya mencapai 35 meter dan terdapat beberapa pohon yang tumbuh secara liar dari jenis herba dan liana. 3. Kebun campuran mempunyai jenis tumbuhan cenderung lebih homogen dengan satu jenis tanaman pokok seperti cengkeh atau papaya dengan berbagai macam jenis tanaman herba. 2.2 Potensi Hutan Rakyat Potensi hutan adalah jumlah pohon jenis niagawi tiap hektar menurut kelas diameter pada suatu lokasi hutan tertentu yang dihitung berdasarkan rata-rata jumlah pohon pada suatu tegakan hutan (Kemenhut 88/Kpts-II/2003 dalam Winarto 2006). Pertimbangan-pertimbangan yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi hutan/kayu rakyat (Lembaga Penelitian IPB 1990) adalah sebagai berikut: 1. Jenis-jenis kayu yang dianalisis adalah jenis kayu pokok pada setiap desa (pensuplai). 2. Potensi dihitung pada umur daur, diperoleh dari tabel volume lokal yang dibuat di lapangan. 3. Daur ditentukan berdasarkan daur nyata di lapangan. 4. Apabila umur tanaman tidak diketahui, maka daur diganti dengan diameter pohon pada saat ditebang. 2.3 Pemetaan dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Departemen Kehutanan (1999) menjelaskan mengenai peta dan pemetaan, peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsurunsur alam dan buatan serta informasi lain yang diinginkan. Pemetaan adalah proses penggambaran informasi yang ada di permukaan bumi mulai dari pengambilan data secara terestris maupun penginderaan jauh, pengolahan data dengan metode dan acuan tertentu serta penyajian data berupa peta secara manual ataupun secara digital. Pemetaan bertujuan untuk membuat atau mengadakan peta

22 7 dasar maupun peta tematik sebagai salah satu dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan khususnya di bidang kehutanan. Peta dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Peta dasar adalah peta yang menyajikan data dan informasi keruangan berbagai unsur rupa bumi terdiri atas unsur alam dan unsur buatan yang dibuat secara sistematis dan berkesinambungan berdasarkan pada datum dan sistem proyeksi tertentu. 2. Peta tematik adalah peta yang menyajikan data dan informasi tema tertentu yang kerangka petanya menggunakan suatu peta dasar. 3. Peta kehutanan adalah peta yang bertemakan mengenai hutan dan kehutanan. Dalam membuat dan merancang isi peta tematik harus memperhatikan: 1. Peta dasar yang digunakan adalah peta dasar yang telah ditetapkan dan jelas sumbernya. 2. Isi peta harus relevan agar informasi sesuai dengan tema peta yang akan dibuat. 3. Unsur pada peta dasar tidak perlu disalin atau digambar seluruhnya. 4. Pemancangan dan penentuan koordinat suatu titik kontrol di permukaan bumi dapat dilakukan dengan Global Positioning System (GPS) Sistem Informasi Geografis (SIG) Aronoff (1989) yang diacu dalam Prahasta (2002) mendefinisikan Sistem Indormasi Geografis (SIG) sebagai sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis. SIG dipergunakan untuk membentuk basis data kehutanan yang mantap sebagai bahan pengambilan keputusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan areal atau kawasan hutan. Cara kerja SIG kurang lebih sama dengan cara kerja penimpalan (overlaying) berbagai jenis peta tematik untuk mengetahui informasi suatu wilayah. Dalam sistem ini tiap jenis atau tema data akan disimpan dalam bentuk layer atau lapisan peta secara digital sehingga untuk keperluan

23 8 pengelolaan hutan akan terdapat berbagai layer yang masing-masing memberikan informasi (Departemen Kehutanan 1999). Data pada SIG dapat berupa data spasial dan data non spasial. Data yang dikelola yang berkaitan dengan ruang atau posisi geografis disebut data spasial. Data spasial berupa titik, garis, maupun luasan yang dalam penyimpanannya pada SIG berbasis raster dan/atau vektor. Data raster menyimpan data spasial dengan sistem grid (baris dan kolom) tersusun dalam sel-sel berbentuk bujur sangkar dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Sedangkan data vektor menyimpan data data spasial setepat mungkin dalam posisi, bentuk, ukuran, dan kontinuitasnya (Departemen Kehutanan 1999). Menurut Jaya (2002), data spasial (peta) yang umum digunakan dibidang kehutanan antara lain, peta rencana tata ruang, peta tata guna hutan, peta rupa bumi (kontur), peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, peta tata batas, peta batas unit pengelolaan hutan, peta batas administrasi kehutanan, peta tanah, peta iklim, peta geologi, peta vegetasi, dan peta potensi sumberdaya hutan. Data non spasial dapat disimpan secara terpisah, apalagi jika data non spasial tersebut cukup kompleks dan memang sebaiknya dilakukan terpisah, bila diperlukan dapat digabungkan dengan fasilitas pengolahan database yang ada (Departemen Kehutanan 1999). Puntodewo dkk (2003) menjelaskan beberapa sumber data yang dibutuhkan dalam SIG adalah sebagai berikut: 1. Peta Analog Peta analog adalah peta dalam bentuk cetakan, pada umumnya peta analog dibuat dengan teknik kartografi sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah mata angin, dan sebagainya. Referensi spasial dari peta analog memberikan koordinat sebenarnya di permukaan bumi pada peta digital yang dihasilkan. Beberapa contoh peta analog antara lain peta topografi dan peta tanah. 2. Data dari sistem penginderaan jauh Data penginderaan jauh dapat dikatakan sebagai sumber data yang terpenting bagi SIG karena ketersediaannya secara berkala. Dengan adanya bermacammacam satelit di ruang angkasa dengan spesifikasinya masing-masing, kita

24 9 bisa menerima berbagai jenis citra satelit untuk beragam tujuan pemakaian. Contoh data dari sistem penginderaan jauh yaitu citra satelit dan foto udara. 3. Data hasil pengukuran lapangan Contoh data hasil pengukuran lapangan adalah data batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dan sebagainya yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. 4. Data GPS Teknologi GPS memberikan terobosan penting dalam menyediakan data bagi SIG. keakuratan pengukuran GPS semakin tinggi dengan berkembangnya teknologi. Barus dan Wiradisastra (2000) menjelaskan empat komponen utama SIG dalam menjalankan prosesnya, yaitu sebagai berikut: 1. Data input. Komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggung jawab mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital. 2. Data manajemen. Komponen ini mengorganisasikan baik data spasial maupun non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan pemanggilan, updating, dan editing. 3. Data manipulasi dan analisis. Komponen ini melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan. 4. Data output. Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy), (b) cetak keras (hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas atau bahan-bahan sejenis seperti peta, tabel dan grafik, (c) elektronik berbentuk berkas (file) yang dapat dibaca oleh computer. Menurut Aronoff (1993) dalam Dirgantara (2008), fungsi analisis SIG dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, sebagai berikut: 1. Fungsi pemanggilan, klasifikasi, dan pengukuran data Dalam fungsi pemanggilan, operasi yang dapat dilakukan yaitu memilih, mencari, dan memanipulasi data tanpa mengubah identitas spasial obyek atau membuat identitas spasial baru. Sedangkan klasifikasi data dilakukan untuk

25 10 menghasilkan pengelompokkan beberapa obyek menjadi kelas baru berdasarkan kriteria tertentu. Fungsi pengukuran berkaitan dengan perhitungan titik, jarak antar obyek, panjang garis, penentuan keliling dan luas polygon, volume suatu ruang dan ukuran serta pola kelompok yang mempunyai identitas yang sama. 2. Fungsi tumpang tindih (overlay) Operasi tumpang tindih akan menghasilkan unit baru yang berbeda dengan awalnya. Pada fungsi tumpang tindih dapat digunakan lima cara yaitu: (a) pemanfaatan fungsi logika seperti penggabungan (union), irisan (intersection), perbedaan (difference), pilihan (and dan or), dan pernyataan bersyarat (if, then, else); (b) pemanfaatn fungsi relasional seperti ukuran >, <, = dan kombinasinya; (c) pemanfaatan fungsi aritmetika seperti penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian; (d) pemanfaatan data atribut atau tabel dua atau tiga dimensi; dan (e) menyilangkan dua peta langsung (Barus dan Wiradisastra 2000). 3. Fungsi tetangga Operasi tetangga mengevaluasi ciri-ciri lingkungan tetangga yang mengelilingi suatu lokasi spesifik. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi tetangga adalah (a) fungsi penelusuran (search), fungsi topografi (kontur, aspek/arah, dan lereng) dan polygon thiesen (Barus dan Wiradisastra 2000) dan (e) fungsi interpolasi. 4. Fungsi jaringan/keterkaitan Operasi keterkaitan merupakan penggunaan fungsi yang mengakumulasikan nilai-nilai di daerah yang sedang dijelajahi. Fungsi-fungsi yang terdapat pada fungsi jaringan/keterkaitan adalah (a) fungsi kesinambungan (contiguity), (b) fungsi perkiraan (proximity), (c) fungsi jaringan kerja (network), (d) fungsi penyebaran (spread), (e) fungsi aliran (stream), dan (f) fungsi keterlibatan (intervisibility).

26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 Januari 2011, berlokasi di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. 3.2 Objek dan Alat Objek yang diteliti adalah hutan rakyat sengon Desa Cikalong yang dimiliki oleh petani responden. Alat yang digunakan pada penelitian ini, sebagai berikut: 1. Alat yang digunakan saat pengambilan data: a. Alat pengukur jarak (meteran) b. Alat pengukur keliling batang pohon (meteran) c. Alat pengukur tinggi pohon (haga hypsometer) d. Alat pengukur posisi koordinat GPS (Global Positioning System) Garmin 60 CSx e. Alat pencatat data yaitu tally sheet dan peralatan tulis 2. Alat yang digunakan dalam pengolahan data: a. Perangkat keras (hardware) berupa laptop b. Perangkat lunak (software) dalam mengolah data meliputi Microsoft Office 2007, ArcGIS 9.3, Garmin MapSources, dan D N R Garmin. 3.3 Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang sudah ada (Hasan MI 2002). Data primer yang diambil yaitu data potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong (Tabel 1). Data sekunder yang diambil yaitu data kondisi umum lokasi penelitian meliputi letak, luas, kondisi fisik, dan kondisi sosial ekonomi.

27 12 Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan Jenis data Data yang dikumpulkan Metode Data primer Potensi hutan rakyat 1. Potensi lahan (luas dan penggunaan lahan berdasarkan peta Rupa Bumi Analisis spasial Indonesia Kecamatan Cikalong skala 1:25.000) 2. Potensi tegakan (jenis tanaman, diameter Inventarisasi setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jumlah) Sebaran hutan Titik koordinat pada plot ukur hutan rakyat Inventarisasi rakyat Karakteristik petani 1. Umur Wawancara 2. Pendidikan 3. Pekerjaan (utama dan sampingan) Sistem pengelolaan 1. Sejarah Wawancara 2. Karakteristik pelaku 3. Karakteristik lahan kepemilikan (luas lahan dan status kepemilikan) 4. Jenis tanaman Inventarisasi 5. Pola tanam Inventarisasi 6. Pola pengelolaan Wawancara 7. Kegiatan pengelolaan Pengamatan dan wawancara 8. Permasalahan Wawancara Data sekunder Kondisi umum lokasi penelitian Letak, luas, kondisi fisik (topografi, tanah, iklim), dan kondisi sosial ekonomi (umur, mata pencaharian, pendidikan, agama, dan budaya). Studi pustaka 3.4 Metode Penelitian Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi dan pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode sampel terpilih (purpossive sampling) berdasarkan kepemilikan lahan hutan rakyat Desa Cikalong, dengan mempertimbangkan aspek waktu dan biaya. Dalam menentukan nilai minimal sampel responden yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, digunakan rumus Slovin (Sevill 1994 dalam Hasan MI 2002), sebagai berikut : n= N (1+N e ) Keterangan: n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi e = Persen kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir, dalam penelitian ini 10 %.

28 13 Jumlah seluruh petani di Desa Cikalong yang mempunyai lahan hutan rakyat sebanyak 1392 petani (Monografi Desa Cikalong 2008). Berdasarkan hasil perhitungan dengan Rumus Slovin didapatkan ukuran sampel responden sebesar 93 petani. Dengan tetap memperhatikan nilai kelonggaran ketelitian 10% dan mempertimbangkan pemerataan jumlah responden di setiap dusun, maka peneliti mengambil jumlah responden sebanyak 90 petani dalam satu desa (10 petani setiap dusun) Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan Data Primer Data primer dikumpulkan melalui kegiatan inventarisasi, pengamatan, dan wawancara. Pengukuran potensi hutan rakyat dilakukan melalui kegiatan inventarisasi. Inventarisasi hutan merupakan suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan (Departemen Kehutanan 1992). Plot ukur yang digunakan yaitu circular plot atau plot lingkaran dengan jari-jari 17,89 m (luas plot ukur 0,1 ha). Pengukuran dan pencatatan meliputi diameter setinggi dada (Dbh), tinggi bebas cabang (Tbc), jenis tanaman, dan luas lahan. Data karakteristik sistem pengelolaan hutan rakyat dikumpulkan melalui kegiatan pengamatan dan wawancara dengan petani pemilik lahan serta pihakpihak terkait seperti aparat desa, aparat kecamatan, dan industri penggergajian Metode Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder dilakukan melalui studi pustaka, yang selanjutnya data tersebut digunakan sebagai data penunjang. Studi pustaka dilakukan di Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Kementrian Kehutanan Manggala Wanabakti, Perpustakaan Litbang Kehutanan, Perpustakaan Badan Pusat Statistik Jakarta, Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Fakultas Kehutanan IPB, Perpustakaan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, dan Balai Penelitian Tanah.

29 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menggambarkan sebaran potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Cikalong. Gambaran sebaran hutan rakyat diolah menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan dasar Peta RBI Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya skala 1: tahun Berikut pada Gambar 1 disajikan diagram alur penelitian. Data Data Spasial Data Atribut Peta RBI Data Dimensi Tegakan Sengon Deliniasi Desa Cikalong Overlay (tumpang tindih) Input data GPS Peta sebaran hutan rakyat Potensi Tegakan Sengon Peta Sebaran Potensi Hutan Rakyat Sengon Desa Cikalong Gambar 1 Diagram alur penelitian.

30 15 Langkah-langkah dalam pengolahan data spasial adalah sebagai berikut: 1. Deliniasi wilayah Desa Cikalong 2. Overlay (tumpang tindih) 3. Input data koordinat hutan rakyat Data koordinat hutan rakyat di Desa Cikalong yang berasal dari titik GPS yang diambil di lapangan selanjutnya diproses dengan menggunakan software Garmin Mapsources dan DNR Garmin agar dapat terlihat di dalam peta Desa Cikalong yang selanjutnya dapat menunjukkan sebaran hutan rakyat di Desa Cikalong. 4. Input data atribut Data atribut yang dimasukkan di dalam peta meliputi data koordinat sebaran hutan rakyat, luas tiap dusun, luas tiap tipe penggunaan lahan, dan jenis tanaman Analisis Deskriptif Kuantitatif Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai jenis tanaman yang paling dominan dan menduga potensi tegakan sengon di Desa Cikalong. Potensi tegakan dinyatakan dalam jumlah batang dan volume kayu tiap hektar dan secara total (Departemen Kehutanan 1999) Pendugaan Potensi Tegakan Pendugaan potensi tegakan hutan rakyat meliputi: 1. Volume tegakan per hektar (m 3 /ha) Dbh= Kbh π V = 0,25 x π x Dbh x Tbc Vtegakan/plot= V!!#$ Vtegakan/ha= Vtegakan/plot L Keterangan: V = Volume pohon (m³) π = Konstanta (3,14) Dbh = Diameter setinggi dada (m) "

31 16 Tbc = Tinggi bebas cabang (m) Kbh = Keliling setinggi dada (m) Vtegakan/plot = Volume tegakan dalam suatu plot ukur (m 3 /plot) V i = Volume pohon ke-i (m 3 ) n = Banyaknya pohon Vtegakan/ha = Volume tegakan dalam 1 ha (m³/ha) L = Luas plot ukur (0.1 ha) 2. Rata-rata volume tegakan per hektar a) masing-masing dusun : V ' ha = -,./ )/*+, & 0 b) keseluruhan (desa) : V ' ha = 1,./ )/*+, Keterangan: V/ha l = Volume per hektar dusun ke-l V/ha k = Volume per hektar petani ke-k k = Jumlah dusun & 3. Jumlah tegakan per hektar (N/ha) Jumlah pohon/plot = Ni Jumlah pohon/ha= "!#$ jumlah pohon/plot L Keterangan: Jumlah pohon/plot = Jumlah tegakan dalam suatu plot ukur (m 3 /plot) Ni = Pohon ke-i n = Banyaknya pohon Jumlah pohon/ha = Jumlah pohon dalam 1 ha (m³/ha) L = Luas plot ukur (0.1 ha) 4. Rata-rata jumlah pohon per hektar a) masing-masing dusun : N ' ha = -,./ 7/*+, & 0 b) keseluruhan (desa) : N ' ha = 1,./ 7/*+, Keterangan: V/ha l = Volume per hektar dusun ke-l V/ha k = Volume per hektar petani ke-k k = Jumlah dusun &

32 17 5. Rata-rata potensi tegakan (y) : Rata-rata potensi tegakan diperoleh dengan cara membagi jumlah keseluruhan potensi tegakan dengan jumlah keseluruhan plot ukur. : 8= 9#$ 8 9' ; Keterangan: y = Potensi tegakan ke-i n = Jumlah plot ukur 6. Dugaan rata-rata jumlah batang atau volume pohon per hektar dengan rumus: Y=Y ±(t >/ ("?$).AS y ) Dimana t adalah nilai student-t untuk tingkat kepercayaan 95% (t = 1,96) D E G H E F# I ($? I J ) D H E# I,./ H, E ( I,./ H, ) E /I IL/ 7. Dugaan jumlah batang atau volume pohon areal yang diinventarisasi: Y=L (Y ±(t >/ ("?$).AS y )) Dimana L adalah luas hutan rakyat Desa Cikalong. 8. Samping Error (Kesalahan dalam pengambilan contoh) SE= O P/E(IL/).QG E H F Dimana : S y = Ragam peubah (y) yang diukur (misal : volume tegakan) t > ("?$) = Nilai tabel t-student, dimana untuk kepraktisan biasanya digunakan nilai S T (:?$) = 2 9. Pengelompokkan berdasarkan kelas diameter pohon Dalam penelitian ini, data dikelompokkan menjadi lima kelas diameter. Selang kelas diameter diperoleh dengan cara sebagai berikut mencari selisih batas atas dan batas bawah data dibagi dengan jumlah kelas yang ingin dibuat. Selang kelas = UV?UU : Keterangan: BA = Batas Atas n = Jumlah kelas yang ingin dibuat BB = Batas Bawah

33 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Desa Cikalong merupakan salah satu dari 13 desa di dalam wilayah Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian selatan Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis, Desa Cikalong terletak diantara 108 o 9 30 BT 108 o 12 0 BT dan 7 o 44 0 LS - 7 o 47 0 LS. Secara administrasi, Desa Cikalong berbatasan langsung dengan: Sebelah Utara : Desa Tonjongsari Sebelah Timur : Desa Cikancra dan Desa Kubangsari Sebelah Selatan : Desa Mandalajaya Sebelah Barat : Desa Cidadab dan Sungai Ciwulan Gambar 2 Peta batas Desa Cikalong. Desa Cikalong memiliki luas wilayah sebesar 1.110,24 Ha yang dibagi ke dalam sembilan dusun diantaranya Dusun Cidosong, Pangapekan, Cikaret, Cipondoh, Cikalong, Cilutung, Borosole, Sindanghurip, dan Desakolot. Untuk

34 19 lebih jelas, gambaran dan rincian luas wilayah dusun di Desa Cikalong dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 2. Gambar 3 Peta Desa Cikalong. Tabel 2 Luas wilayah dusun di Desa Cikalong No Nama Dusun Luas (ha) Persentase (%) 1 Cisodong 231,80 20,88 2 Pangapekan 78,06 7,03 3 Cikaret 224,09 20,18 4 Cipondoh 82,16 7,40 5 Cikalong 86,33 7,78 6 Cilutung 44,05 3,97 7 Borosole 155,40 14,00 8 Sindanghurip 98,06 8,83 9 Desakolot 110,29 9,93 Jumlah (Luas Desa Cikalong) 1.110,24 100,00 Sumber: Hasil pengolahan peta RBI Kecamatan Cikalong skala 1: Berdasarkan data hasil pengolahan data spasial (Tabel 2) diketahui bahwa Dusun Cisodong memiliki luas wilayah yang paling luas (231,80 ha atau 20,88%) diantara dusun lainnya di Desa Cikalong, sedangkan dusun yang memiliki luas wilayah yang paling sempit yaitu Dusun Cilutung (44,05 ha atau 3,97%).

35 Kondisi Fisik Topografi Keadaan topografi Desa Cikalong pada umumnya berupa dataran rendah dan perbukitan. Desa Cikalong berada pada ketinggian 15 meter diatas permukaan laut. Desa Cikalong didominasi oleh daerah-daerah yang agak curam (kelerengan %) dan curam (kelerengan %) sehingga mudah terjadi pergeseran tanah dan longsor (BPS Tasikmalaya 2009) Tanah Secara umum jenis tanah yang terdapat di Desa Cikalong yaitu podsolik, litosol, dan regosol. Jenis tanah yang paling mendominasi yaitu jenis tanah litosol (BPS Tasikmalaya 2010). Hal ini juga didukung oleh peta jenis tanah Kabupaten Tasikmalaya yang bersumber dari Balai Penelitian Tanah Bogor tahun Tanah litosol merupakan tanah dangkal di atas batuan keras. Tanah ini tergolong muda dengan bahan induk dangkal kurang dari 40 cm dan bersifat agak peka terhadap erosi, sedangkan jenis tanah regosol bentuknya seperti tanah pasir dan sangat peka terhadap erosi Iklim Desa Cikalong jika ditinjau berdasarkan tipe iklim Oldemann, termasuk ke dalam tipe iklim C2 yaitu terdapat 6 bulan basah berturut-turut dan 3 bulan kering berturut-turut, dengan curah hujan rata-rata tahunan mm. Curah hujan tahunan maksimum yang terjadi sebesar mm dan curah hujan minimumnya sebesar 804 mm (BPS Tasikmalaya 2009). 4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Kependudukan Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan Monografi Desa Cikalong tahun 2008 adalah jiwa yang terdiri dari laki-laki (49%) dan perempuan (51%). Jika dilihat dari jumlah kepala keluarganya, Desa Cikalong terdiri dari KK yang terbagi dalam 9 dusun. Dusun yang memiliki jumlah kepala keluarga paling banyak yaitu Dusun Cilutung (16,75%), sedangkan dusun

36 21 yang memiliki jumlah kepala keluarga paling sedikit adalah Dusun Cikalong (7,18%), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah kepala keluarga di Desa Cikalong No. Dusun Jumlah KK Presentase (%) 1 Cilutung ,75 2 Desa Kolot ,29 3 Borosole ,69 4 Cikalong 150 7,18 5 Pangapekan ,53 6 Sindanghurip ,25 7 Cisodong 180 8,62 8 Cikaret ,55 9 Cipondoh 170 8,14 Jumlah ,00 Sumber: Monografi Desa Cikalong Tahun 2008 Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan umur (Tabel 4) dikelompokkan dalam 6 kelompok yaitu kelompok umur 0 3 tahun berjumlah 1068 jiwa (16,25%), kelompok umur 4 6 tahun berjumlah 330 jiwa (5,02%), kelompok umur 7 12 tahun berjumlah 713 jiwa (10,85%), kelompok umur tahun berjumlah 482 jiwa (7,33%), kelompok umur tahun berjumlah 555 jiwa (8,44%), dan kelompok umur 19 tahun ke atas berjumlah 3425 jiwa (52,11%). Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Cikalong berdasarkan kelompok umur No Umur (tahun) Jumlah penduduk (jiwa) Persentase (%) , , , , ,44 6 > ,11 Jumlah ,00 Sumber: Monografi Desa Cikalong Tahun Mata Pencaharian Mayoritas penduduk Desa Cikalong bermata pencaharian sebagai petani (47,09%), sedangkan sisanya bermata pencaharian sebagai buruh tani (26,32%), pertukangan atau buruh (9,12%), pedagang (8,27%), PNS (pegawai negeri sipil) (6,48%), pegawai swasta (1,69%), ABRI (0,38%), dan pensiunan (0,66%) (Monografi Desa Cikalong 2008).

37 Pendidikan Tingkat pendidikan di Desa Cikalong dapat dilihat dari jumlah lulusan pendidikan. Berdasarkan data monografi Desa Cikalong tahun 2008 diketahui lulusan pendidikan umum diantaranya TK berjumlah 17 jiwa (0,26%), SD berjumlah 210 jiwa (3,19%), SMP berjumlah 135 jiwa (2,05%), SMA berjumlah 72 jiwa (1,10%), akademi (D1-D3) berjumlah 4 jiwa (0,06%), dan sarjana (S1-S3) berjumlah 3 jiwa (0,05%). Lulusan pendidikan khusus pondok pesantren berjumlah 35 jiwa (0,53%) dan lulusan madrasah berjumlah 140 jiwa (2,13%). Penduduk sisanya berjumlah jiwa tidak bersekolah (92,76%) Agama dan Budaya Penduduk Desa Cikalong 100% memeluk Agama Islam dan berkewarganegaraan Indonesia. Kegiatan keagamaan sering dilaksanakan di Desa Cikalong diantaranya pengajian rutin, acara syukuran, Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi raj, dan Lomba MTQ. Suku Sunda merupakan suku asli Desa Cikalong dan mayoritas yang terdapat di Desa Cikalong. Suku lain yang terdapat di Desa Cikalong yaitu diantaranya suku Jawa dan suku Betawi. Berbagai macam kegiatan kebudayaan yang sering dilaksanakan diantaranya upacara adat perkawinan, kematian, dan kelahiran. Budaya gotong royong masih sangat melekat di Desa Cikalong tercermin dari kegiatan sosial yang sering dilaksanakan diantaranya pembangunan rumah atau masjid, perbaikan jalan, pelaksanaan acara syukuran, dan pindah rumah yang dilakukan oleh tetangga dan sanak saudara terdekat Organisasi dan Kelembagaan Desa Cikalong dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh beberapa aparat desa yaitu sekretaris desa, kepala urusan pemerintahan, kepala urusan kesejahteraan, kepala urusan ekonomi pembangunan, kepala urusan umum, polisi desa, pamong tani desa, dan 9 kepunduhan (kepala dusun) yang mengepalai setiap dusun.

38 23 Dusun atau kependuhan yang terdapat di Desa Cikalong yaitu Dusun Cilutung, Dusun Desakolot, Dusun Sindanghurip, Dusun Borosole, Dusun Cikalong, Dusun Pangapekan, Dusun Cikaret, Dusun Cisodong, dan Dusun Cipondoh. Desa Cikalong terdiri dari 32 RT dengan jumlah seluruh pengurus RT dan RW yaitu 39 orang. Kelembagaan yang terdapat di Desa Cikalong berjumlah lima lembaga. Lembaga Musyawarah Desa (LMD) merupakan lembaga yang berfungsi sebagai mitra kerja pemerintah desa dengan jumlah pengurus sebanyak 17 orang. Pelayanan masyarakat terdiri atas pelayanan umum, pelayanan kependudukan, dan pelayanan legalisasi yang masing-masing diurus oleh seorang pengurus. PKK/Posyandu berfungsi sebagai sarana kesehatan masyarakat yang kegiatannya yaitu penyuluhan kesehatan ibu dan anak serta pemberian imunisasi secara berkala. Kelompok tani sawah sebanyak 9 kelompok berdasarkan dusun yang terdapat di Desa Cikalong Sarana dan Prasarana Berdasarkan data monografi Desa Cikalong tahun 2008 diketahui bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Cikalong diantaranya sarana pendidikan, sarana transportasi. Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Cikalong yaitu berupa satu gedung sekolah TK, 77 gedung SDN, 18 madrasah, tiga pondok pesantren, dan masing-masing satu gedung SMTP, SMTA, dan SD swasta. Sarana transportasi berupa jalan dusun sepanjang 1 km, jalan desa sepanjang 21 km, dan 3 buah jembatan dengan total panjangnya 0,4 km.

39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Hutan Rakyat Penyebaran Hutan Rakyat Desa Cikalong memiliki potensi hutan rakyat yang cukup besar dan tersebar di setiap dusun. Hutan rakyat merupakan lahan milik yang didalamnya ditanami berbagai tanaman pertanian dan kehutanan, yang didominasi oleh jenis sengon (Paraserienthes falcataria). Berdasarkan pengolahan data spasial diketahui luasan total hutan rakyat Desa Cikalong sebesar 816,55 ha (72,42%), apabila dirinci setiap dusun maka dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luas hutan rakyat di setiap dusun di Desa Cikalong No Dusun Luas hutan rakyat (ha) Persentase (%) 1 Cikaret 156,75 19,20 2 Cipondoh 59,77 7,32 3 Cikalong 69,99 8,57 4 Pangapekan 27,05 3,31 5 Cisodong 192,42 23,56 6 Desakolot 65,80 8,06 7 Borosole 132,88 16,27 8 Sindanghurip 79,23 9,70 9 Cilutung 32,66 4,00 Jumlah 816,55 100,00 Sumber: Hasil pengolahan data spasial Berdasarkan hasil pengolahan data spasial diketahui bahwa hutan rakyat yang paling luas berada pada Dusun Cisodong yaitu 192,42 ha (23,56%), sedangkan hutan rakyat yang paling sempit berada pada Dusun Pangapekan, yaitu 27,05 ha (3,31%). Gambaran penyebaran hutan rakyat Desa Cikalong dapat dilihat pada Gambar 4. Hutan rakyat atau biasa dikenal oleh warga Desa Cikalong dengan sebutan kebun rakyat ditandai dengan warna hijau, sedangkan warna oranye adalah pemukiman, hitam adalah rawa, merah muda adalah semak, biru bergarisgaris adalah sawah, dan coklat adalah tegalan. Bulatan berwarna kuning adalah plot ukur inventarisasi untuk menduga potensi tegakan sengonnya.

40 Gambar 4 Peta sebaran hutan rakyat Desa Cikalong. 25

41 26 Menurut Badan Pusat Statistik (2008), pengertian atau definisi dari kelas penggunaan lahan adalah sebagai berikut, pemukiman merupakan lahan yang digunakan untuk keperluan bangunan tempat tinggal. Rawa merupakan lahan yang tergenang air secara alami. Semak merupakan lahan bukan sawah (lahan kering) yang ditumbuhi oleh semak belukar dan belum dimanfaatkan. Sawah merupakan lahan tergenang air yang dimanfaatkan untuk tanaman pertanian padi. Tegalan merupakan lahan bukan sawah (lahan kering) yang biasanya ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dengan halaman sekitar rumah serta penggunaannya tidak berpindah-pindah. Total luasan masing-masing penggunaan lahan pada Gambar 4 disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Luas penggunaan lahan berdasarkan Gambar 4. No Penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Hutan rakyat 816,55 72,42 2 Pemukiman 86,53 7,68 3 Sawah 60,51 5,37 4 Semak 157,61 13,98 5 Rawa 1,90 0,17 6 Tegalan 4,37 0,39 Jumlah 1127,48 100,00 Sumber: Hasil pengolahan data spasial Peta sebaran hutan rakyat responden pada Gambar 4 kedepannya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan hutan rakyat. Lahanlahan yang belum dimanfaatkan secara maksimal diharapkan dapat dijadikan lahan pengembangan hutan rakyat, diantaranya semak seluas 157,61 ha dan tegalan seluas 4,37 ha. Luas total lahan yang diharapkan dapat dikembangkan menjadi hutan rakyat yaitu sebesar 161,98 ha. Peta kemungkinan pengembangan hutan rakyat dapat dilihat pada Gambar 5.

42 Gambar 5 Peta kemungkinan pengembangan hutan rakyat responden Desa Cikalong. 27

43 Potensi Tegakan Sengon Potensi tegakan sengon Desa Cikalong diduga rata-rata per hektar sebesar 22,81 m 3 /ha dengan total dugaan sebesar ,84 m 3, dengan nilai SE (sampling error) 3,54%. Rata-rata potensi tegakan sengon berada diantara selang 22,02 m 3 /ha dan 23,64 m 3 /ha yang mengandung arti pengambilan unit contoh benar atau mewakili tegakan. Potensi tegakan sengon di Desa Cikalong masih dibawah dari rata-rata potensi berdasarkan penelitian BPKH XI-MFP (2009). Potensi sengon hasil penelitian BPKH XI-MFP (2009) berkisar 26,06 45,75 m 3 /ha yang banyak ditemui pada hampir semua provinsi Potensi Tegakan Sengon berdasarkan Umur dan Diameter Jika dilihat dari umurnya, lahan hutan rakyat Desa Cikalong didominasi oleh tegakan sengon berumur 3 tahun (88 pohon/ha). Rata-rata tegakan sengon umur 3 tahun memiliki diameter sebesar 13,35 (0.13 m 3 /pohon); umur 4 tahun memiliki rata-rata diameter 22,54 cm (0,42 m 3 /pohon); umur 5 tahun rata-rata diameter 31,61 cm (0,89 m 3 /pohon); umur 6 tahun rata-rata diameter 44,22 cm (2,19 m 3 /pohon); dan umur 7 tahun rata-rata diameternya 54,56 cm (2,33 m 3 /pohon) (Tabel 7). Tabel 7 Rata-rata Dbh, Tbc dan V/pohon sengon di Desa Cikalong Umur (tahun) Dbh (cm) Tbc (m) V/pohon (m 3 /pohon) V/ha (m 3 /ha) N/ha (pohon/ha) Sumber: Hasil pengolahan data primer tahun 2010 Fauziyah dan Diniyati (2004) menyatakan bahwa potensi tegakan kayu yang dihasilkan pada setiap pola pengembangan sangat dipengaruhi oleh jumlah pohon per satuan luas, diameter, dan tinggi tanaman. Diameter dan tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor eksternal dari petani seperti kesuburan tanah dan iklim sedangkan pola pengembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor internal seperti pengetahuan petani tentang jarak tanam, sistem silvikultur, dan sebagainya.

44 Potensi Sengon (m 3 /ha) berdasarkan Pola Sebaran Diameter Potensi tegakan sengon jika ditinjau dari kelas diameternya (Tabel 8) diketahui bahwa rata-rata untuk kelas diameter cm volume tegakan ratarata tertinggi terdapat di Dusun Sindanghurip (22,34 m 3 /ha) dan rata-rata volume per hektar terendah pada Dusun Pangapekan. Tabel 8 Potensi tegakan sengon (m 3 /ha) berdasarkan kelas diameter (cm) Dusun Potensi (m3/ha) berdasarkan kelas diameter (cm) Cilutung * * Desakolot * Borosole * * Cikalong * Pangapekan Sindanghurip * * Cisodong * * Cikaret * Cipondoh * * * Desa Cikalong Sumber: Hasil pengolahan data primer tahun 2010 Ket: *) tidak ada pohon Untuk kelas diameter cm volume tegakan rata-rata tertinggi per hektarnya terdapat di Dusun Sindanghurip (24,38 m 3 /ha). Untuk kelas diameter cm potensi tertinggi ada di Dusun Cikalong (28,55 m 3 /ha), kelas diameter cm potensi tertinggi ada di Dusun Desakolot (75,63 m 3 /ha), kelas diameter 50 cm memiliki volume rata-rata terbesar di Dusun Pangapekan (23,28 m 3 /ha). Hasil perhitungan Tabel 7 menunjukkan Dusun Sindanghurip tercatat sebagai dusun yang memiliki volume tegakan rata-rata tertinggi per hektar pada dua kelas diameter, yakni kelas diameter cm dan kelas diameter cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada Dusun Sindanghurip, tegakan sengon paling banyak berada pada diameter kecil dan sedang. Didukung dengan hasil wawancara, diketahui bahwa pada Dusun Sindanghurip kebanyakan lahan ditanami pada tahun 2007 dan 2006 yang sengonnya berada pada umur 3 4 tahun. dapat diduga rata-rata tegakan

45 30 Volume rata-rata per hektar (m3/ha) 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 Gambar 6 Kurva potensi tegakan sengon per hektar berdasarkan kelas diameter di Desa Cikalong. Kurva potensi tegakan (Gambar 6) menerangkan bahwa potensi tegakan sengon (volume rata-rata per hektar) relatif sama yang ditunjukkan dengan kurva mendatar mulai pada kelas diameter (10-19) cm sampai dengan (30-39) cm, kemudian mengalami peningkatan sampai kelas diameter (40-49) cm selanjutnya menurun sampai dengan (50-59) cm Kelas diameter (cm) Peningkatan volume pada kelas diameter (30 39) cm ke (40 49) cm menunjukkan bahwa tegakan sengon mengalami pertambahan volume sejalan dengan pertambahan diameter, sedangkan setelah itu mengalami penurunan yang disebabkan oleh petani banyak melakukan penebangan pada kelas diameter (40 49) cm. Berdasarkan hasil wawancara petani, diperkirakan diameter (40 49) cm memiliki umur 6 7 tahun yang merupakan umur standar penebangan. Akan tetapi ditemukan satu pohon sengon pada lahan seorang petani yang berdiameter 77,10 cm yang diduga berumur 9 10 tahun. Dari penuturan petani pemilik lahan tersebut, pemilik lahan belum membutuhkan uang sehingga pohon sengon dibiarkan tumbuh sampai umur tersebut Potensi Sengon (pohon/ha) berdasarkan Pola Sebaran Diameter Jika dilihat dari jumlah pohon per hektar, secara umum Desa Cikalong memiliki jumlah rata-rata pohon sengon per hektar sebesar 100 pohon/ha. Suharjito (2000) mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian di Banjarnegara hanya sekitar 20 sampai 80 pohon sengon per hektar. Beberapa

46 31 faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa diantaranya faktor ekologis, ekonomis, dan budaya. Hutan rakyat di Jawa umumnya dibudidayakan bukan menjadi pilihan utama bagi masyarakat, pilihan utama adalah tanaman yang cepat menghasilkan. Tabel 9 Potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter (cm) Dusun Jumlah pohon per hektar berdasarkan kelas diameter (cm) Cilutung * * Desakolot * Borosole * * Cikalong * Pangapekan Sindanghurip * * Cisodong * * Cikaret * Cipondoh * * * Desa Cikalong Sumber: Hasil pengolahan data primer tahun 2010 Ket: *) tidak ada pohon Jumlah rata-rata pohon sengon per hektar dilihat berdasarkan kelas diameter diketahui bahwa paling banyak berada pada Dusun Borosole (149 pohon/ha) yang didominasi oleh pohon kecil yang berdiameter cm. Dusun yang memiliki ketersebaran pohon merata pada hampir di setiap kelas diameter adalah Dusun Pangapekan. Sedangkan pada Dusun Cipondoh ketersebaran diameter paling sedikit, kebanyakan pohon berada hanya pada kelas diameter cm dan cm. Hal ini dikarenakan oleh pada Dusun Cipondoh, pohon-pohon berdiameter 30 cm sudah ditebang oleh pemilik lahan. Rata-rata jumlah pohon per hektar (pohon/ha) Kelas Diameter (cm) Gambar 7 Kurva potensi tegakan sengon (pohon/ha) berdasarkan kelas diameter.

47 32 Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa struktur tegakan di hutan rakyat Desa Cikalong termasuk kedalam tegakan hutan tidak seumur, berbentuk kurva J terbalik yang menunjukkan sebaran normal dari tegakan hutan tidak seumur. Indriyanto (2008) mengklasifikasikan tegakan hutan berdasarkan komposisi kelas umur menjadi dua bagian yaitu tegakan hutan seumur dan tegakan hutan tidak seumur. Tegakan seumur merupakan tegakan yang berisi pepohonan yang berumur lebih kurang sama. Akan tetapi, mungkin komponen tegakan secara keseluruhan berbeda umur atau dapat juga diartikan bahwa tegakan seumur merupakan tegakan yang semua pohonnya ditanam pada tahun yang sama atau ditanam pada waktu bersamaan. Tegakan hutan tidak seumur merupakan tegakan yang berisi pepohonan dengan umur berbeda. Kondisi tegakan pada saat ini seperti yang terlihat pada Gambar 7, masih didominasi oleh pohon berdiameter kecil atau bahkan masih dalam bentuk tiang. Perbandingan antara jumlah rata-rata batang pohon dan tiang per hektar disajikan pada Gambar 8. Jumlah rata-rata batang per hektar pohon tiang Dusun Gambar 8 Jumlah rata-rata batang per hektar. Berdasarkan Gambar 8, diketahui bahwa jumlah batang tiang lebih banyak dibandingkan dengan pohon. Hal ini mengandung arti bahwa sengon di Desa Cikalong mayoritas belum layak tebang. Banyaknya jumlah tiang dibandingkan dengan pohon diharapkan dapat menjamin kelangsungan hutan rakyat apabila pohon ditebang.

48 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Sejarah Hutan rakyat di Desa Cikalong atau yang lebih dikenal dengan sebutan kebun rakyat sudah sejak lama ada dan ditanami berbagai tanaman kehutanan maupun tanaman pertanian atau perkebunan. Sejak dahulu kebun-kebun rakyat di Desa Cikalong sudah terdapat berbagai jenis tumbuhan berkayu seperti sengon, mahoni, jati, dan cayur. Berbagai jenis tanaman berkayu ini dimanfaatkan kayunya untuk keperluan pribadi pemilik lahan yaitu pembangunan rumah. Jenis yang paling banyak dan mendominasi lahan kebun di Desa Cikalong adalah jenis sengon. Program-program dari Dinas Pertanian mulai dicanangkan di Desa Cikalong dan sekitarnya pada tahun Program penanaman cengkeh dicanangkan dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa. Bibit cengkeh dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Pada perkembangannya, cengkeh ternyata kurang memberikan hasil yang diharapkan oleh masyarakat sehingga lama kelamaan budidaya cengkeh di Desa Cikalong mulai ditinggalkan. Petani pun kembali pada sistem pengelolaan lama yaitu penanaman lahan dengan jenis bebas sesuai keinginan dan kebutuhan setiap pemilik lahan. Informasi mengenai trend kayu mulai masuk ke Desa Cikalong sekitar tahun 1990-an yang dibawa oleh masyarakat pendatang. Informasi yang berkembang di masyarakat yaitu kayu sengon dicari dan dibutuhkan di kota-kota bahkan sampai mancanegara, hal ini dikarenakan oleh adanya rencana pasar bebas yang akan dimulai tahun Sejak saat itulah, sengon mulai dibudidayakan di Desa Cikalong. Menurut penuturan salah seorang petani dan juga menjabat sebagai kepala Dusun Desakolot, awal mulanya berkembang hutan rakyat sengon tepatnya yaitu pada tahun Karakteristik Petani Umur Petani pemilik lahan hutan rakyat di Desa Cikalong berdasarkan umur dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan umur tenaga kerjanya yaitu umur

49 tahun dan diatas umur 56 tahun (Tabel 10). Petani yang berumur tahun sebanyak 73,00% (63 petani), sedangkan petani yang berada diatas umur 56 tahun sekitar 27,00% (27 petani). Dari informasi tersebut maka dapat diketahui bahwa minat terhadap usaha hutan rakyat tidak dipengaruhi oleh umur. Hal ini terlihat dari terdapat petani yang berumur tua atau sudah tidak produktif yang masih mengusahakan lahannya untuk ditanami tanaman kayu rakyat. Tabel 10 Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan umur No Umur (tahun) Jumlah petani Persentase (%) > Total Sumber: Hasil pengolahan data primer (2010) Pendidikan Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, mayoritas petani masih tergolong berpendidikan rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 11 yang menyatakan bahwa petani hutan rakyat paling banyak berpendidikan sampai tingkat SD (75,56%), sedangkan sekitar 14,44% petani berpendidikan SMP dan 8,89% berpendidikan SMA, hanya terdapat 1 orang petani (1,11%) yang berpendidikan sampai tingkat perguruan tinggi. Tabel 11 Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Petani Presentase (%) 1 SD 68 75,56 2 SMP 13 14,44 3 SMU 8 8,89 4 Perguruan tinggi 1 1,11 Total ,00 Sumber: Hasil pengolahan data primer (2010) Rendahnya tingkat pendidikan petani hutan rakyat Desa Cikalong dikarenakan oleh sarana dan prasarana sekolah yang tidak mendukung padahal pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas sumberdaya manusia dan tingkat kesejahteraannya. Walaupun tingkat pendidikan petani hutan rakyat tergolong rendah akan tetapi tidak mengurangi minat petani untuk mengusahakan hutan rakyat di lahan miliknya.

50 Mata Pencaharian Petani hutan rakyat apabila dilihat berdasarkan mata pencahariannya, dibagi dua yaitu mata pencaharian utama dan sampingan. Mata pencaharian utama petani hutan rakyat Desa Cikalong beranekaragam, diantaranya sebagai petani, buruh tani, pedagang, PNS, aparat desa, polisi, buruh, dan peternak, sedangkan mata pencaharian sampingan petani meliputi petani, buruh tani, pedagang, pensiunan, aparat desa, dan peternak. Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan, diketahui bahwa mayoritas petani bermata pencaharian utama dan sampingan sebagai petani baik itu petani sawah maupun hutan rakyat yaitu sebanyak 62,22% dan 36,67%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan mata pencaharian Mata pencaharian Jenis Pekerjaan Jumlah Petani Presentase (%) Utama Petani (sawah dan HR) 56 62,22 Buruh tani 5 5,56 Pedagang 16 17,78 PNS 4 4,44 Aparat desa 2 2,22 Polisi 1 1,11 Buruh 3 3,33 Peternak 3 3,33 Total ,00 Sampingan Petani (sawah dan HR) 33 36,67 Buruh Tani 5 5,56 Pedagang 18 20,00 Pensiunan 2 2,22 Aparat Desa 1 1,22 Peternak 27 30,00 Tidak Ada 4 4,44 Total ,00 Sumber: Hasil pengolahan data primer (2010) Karakteristik Lahan Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan hutan rakyat di Desa Cikalong 100% berada dalam status hak milik pribadi yang didapat secara turun menurun. Kepemilikan lahan pada umumnya menentukan status sosial ekonomi pemilik lahan di masyarakat. Semakin luas lahan maka akan semakin tinggi statusnya di masyarakat.

51 Luas Lahan Luas lahan kepemilikan hutan rakyat di Desa Cikalong rata-rata 0,38 ha dengan rata-rata luas lahan kepemilikan paling tinggi berada di Dusun Sindanghurip yaitu 0,71 ha sedangkan rata-rata luas lahan kepemilikan paling rendah berada di Dusun Cipondoh. Secara lebih rinci luas rata-rata kepemilikan lahan pada setiap dusun dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Rata-rata luas lahan kepemilikan hutan rakyat di Desa Cikalong No Dusun Rata-rata kepemilikan lahan tiap petani (ha) 1 Cilutung Desakolot Borosole Cikalong Pangapekan Sindanghurip Cisodong Cikaret Cipondoh 0.29 Jumlah 0.38 Sumber: Hasil pengolahan data primer (2010) Adapun total luas lahan hutan rakyat sengon yang berhasil diinventarisasi pada penelitian ini adalah seluas 33,75 ha dari luas hutan rakyat 542,5 ha. Berikut pada Tabel 14 dirinci luas lahan yang telah diinventarisasi pada setiap dusun. Tabel 14 Luas lahan hutan rakyat sengon yang telah diinventarisasi No Dusun Jumlah (ha) 1 Cilutung Desakolot Borosole Cikalong Pangapekan Sindanghurip Cisodong Cikaret Cipondoh 2.88 Jumlah Sumber: Hasil pengolahan data primer (2010) Berdasarkan hasil inventarisasi, luas lahan hutan rakyat Desa Cikalong yang didalamnya terdapat sengon seluas 33,75 ha dari luas kebun 542,5 ha, dengan IS (Intensitas Sampling ) 6%.

52 Batas Kepemilikan Lahan Batas kepemilikan dapat diketahui di lapangan, yaitu dengan melihat batas yang telah ada di lapangan berupa pagar. Berdasarkan bahan yang digunakan sebagai pembatas, batas kepemilikan di Desa Cikalong dibedakan menjadi empat jenis pagar yaitu pagar bambu, pagar kawat, pagar beton, dan pagar tanaman. A B C D Gambar 9 Bentuk batas kepemilikan lahan hutan rakyat. Ket: (A) Pagar bambu; (B) Pagar kawat; (C) Pagar beton; (D) Pagar tanaman. Pagar tanaman paling sering dijumpai pada keseluruhan daerah penelitian dikarenakan ongkosnya yang murah. Tanaman yang sering dijadikan sebagai pagar pembatas antara kebun pemilik satu dengan kebun pemilik lainnya adalah kaliandra (Caliandra callothyrsus). Pagar bambu dan pagar kawat sering ditemukan pada kebun yang berdekatan dengan sawah. Hal ini diyakini bertujuan untuk menjaga tanaman yang ada di dalam kebun dari hewan pemamah biak seperti kerbau dan kambing. Sedangkan pagar beton ditemukan pada kebun yang berada di daerah pemukiman. Hal ini juga berkaitan dengan status sosial pemilik kebun itu sendiri. Pagar dari beton ini ditemukan pada kebun dengan pemilik yang berpenghasilan menengah ke atas.

53 Jenis Tanaman Jenis tanaman yang terdapat di hutan rakyat beranekaragam terdiri dari jenis tanaman kehutanan, tanaman pertanian, dan tanaman perkebunan. Jenis tanaman kehutanan yang banyak dikembangkan di Desa Cikalong yaitu jenis kayu-kayuan dan pohon-pohon MPTs (multiple purpose tree species). Pohon-pohon MPTs atau pohon serbaguna adalah jenis pohon yang memiliki beragam kegunaan selain dapat dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan lainlainnya, pohon ini memiliki manfaat lain sebagai makanan (buah, biji, daun, atau kulitnya), pakan ternak bahkan dapat dijadikan obat-obatan. Penanaman campuran antara tanaman tanaman kehutanan dengan tanaman jenis lainnya yang berumur pendek dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup petani sambil menunggu dan memelihara tanaman berkayu yang umumnya dipanen setelah 5-6 tahun. Jenis tanaman pertanian yang berada pada hutan rakyat Desa Cikalong dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jenis tanaman pertanian penyusun hutan rakyat Desa Cikalong No Nama Jenis Nama ilmiah 1 Kelapa Cocos nucifera 2 Pisang Musa paradisica 3 Pepaya Carica papaya 4 Salak Salacca zalacca 5 Jambu Eugenia aquea 6 Sawo Zapota sp 7 Mangga Mangifera indica 8 Cengkeh Syzygium aromaticum Sumber: Data primer (2010) Pola Tanam Hutan rakyat Desa Cikalong termasuk ke dalam tegakan hutan buatan atau tanaman. Hutan buatan atau hutan tanaman pada umumnya merupakan tegakan murni, monokultur serta terdiri atas satu jenis pohon utama dan berumur sama karena ditanam pada waktu yang bersamaan (Kadri dkk 1992 dalam Indriyanto 2008). Akan tetapi, hutan tanaman dapat juga dibangun dalam bentuk hutan campuran, mengingat berbagai pertimbangan bahwa jika suatu areal hutan ditinjau dari berbagai segi baik segi ekologi maupun segi ekonomi tidak menguntungkan untuk dibangun hutan murni, maka hutan campuran menjadi alternatif pilihannya (Indriyanto 2008).

54 39 Pola tanam hutan rakyat yang terdapat di Desa Cikalong dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu monokultur dan agroforestri. Pola monokultur hanya menanam satu jenis pohon dalam suatu hamparan lahan sedangkan pola agroforestry (campuran) dilakukan dengan mengkombinasikan antara tanaman kehutanan (jangka panjang) dengan tanaman pertanian (jangka pendek) dalam suatu hamparan lahan. Petani hutan rakyat sebagian besar menerapkan pola tanam agroforestry, sisanya menerapkan pola tanam monokultur jenis sengon. Pola tanam agroforestry yang terdapat di Desa Cikalong mengkombinasikan tanaman kehutanan jenis sengon dengan tanaman pertanian seperti jenis singkong, pisang, pepaya, nanas, dan kelapa. monokultur 8,99% agroforestri 91,11% Gambar 10 Presentase petani hutan rakyat Desa Cikalong berdasarkan pola tanam. Jenis tanaman sengon dipilih karena jenis ini mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, mudah dalam pemasaran, dan cepat tumbuh sehingga waktu penebangan tidak terlalu lama, sedangkan tanaman pertanian yang paling banyak dipilih antara lain singkong, pisang, dan kelapa karena jenis tersebut mudah tumbuh pada kondisi tanah yang kering, tidak terlalu banyak menuntut perawatan, dan mudah dalam pemasarannya. Menurut Awang (2001), pola monokultur memiliki beberapa kekurangan, yaitu diantaranya tegakan rentan terhadap gangguan hama dan penyakit, fungsi perlindungan terhadap lingkungan berkurang, dan tidak dapat memaksimumkan produktivitas kawasan hutan karena sistem pengelolaan seragam. Bila dibandingkan antara pola monokultur dan pola agroforestri, jelas bahwa pola agroforestri memiliki keuntungan lebih dibanding dengan pola

55 40 monokultur. Beberapa keuntungannya yaitu tegakan lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit, dapat menikmati hasil lahan dalam waktu dekat yang diperoleh dengan memanen jenis tanaman pertanian atau perkebunan dimana buahnya dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga tidak perlu hanya menunggu kayu siap panen. A B Gambar 11 Gambaran Pola tanam di Desa Cikalong. Ket: (A) Pola monokultur; (B) Pola agroforestri Pola Pengelolaan Pola pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong termasuk pola swadaya karena hutan rakyat dikelola oleh perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga kerja sendiri. Modal yang dimaksud adalah biaya mulai dari penyediaan bibit sampai penebangan, sedangkan tenaga kerja dalam pengelolaan hutan rakyat adalah manusia sebagai pengelola langsung atau pelaku utama hutan rakyat Kelembagaan Desa Cikalong belum memiliki organisasi atau kelembagaan khusus yang berperan dalam pengelolaan hutan rakyat. Masyarakat mengelola hutan rakyat secara perseorangan sehingga permasalahan yang terjadi terhadap lahan hutan rakyat akan diselesaikan secara perseorangan. Kelompok tani yang terdapat di Desa Cikalong hanya sebagai wadah kelompok tani sawah bukan kelompok tani hutan Kegiatan Pengelolaan Pola pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong yaitu pola swadaya. Hutan rakyat dikelola dengan modal sendiri, masing-masing petani hutan rakyat. Adapun

56 41 kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang sudah dan sedang berlangsung saat ini meliputi: Pengadaan bibit Masyarakat Desa Cikalong mendapatkan bibit sengon dengan cara membeli dari penjual bibit sengon keliling ataupun toko penjual bibit. Tempat pembelian bibit sengon terdapat di Desa Karanunggal, sedangkan penjual bibit sengon keliling menggunakan truk dan alat pengeras suara untuk menjualnya.bibit dibeli dengan harga Rp 800,00 per pollybag. Menurut penuturan penjual sengon, bibit sengon yang dijual berasal dari Purwokerto yang merupakan lokasi pembibitan berbagai jenis tanaman kehutanan Persiapan Lahan dan Penanaman Sebelum kegiatan penanaman dimulai, kegiatan yang dilakukan adalah persiapan lahan. Persiapan lahan dilakukan dengan cara membersihkan alangalang dan semak belukar yang berada di sekitar lahan yang akan ditanami. Selanjutnya tanah digemburkan dengan cara dicangkul-cangkul. Gambar 12 Kegiatan persiapan lahan. Selanjutnya kegiatan pemasangan ajir, yang dimaksudkan sebagai patok sebelum membuat lubang tanam. Pemasangan ajir dapat menunjukkan jarak tanam yang digunakan oleh setiap petani. Variasi jarak tanam yang digunakan diantaranya 2 m x 2 m, 3 m x 2 m, 3 m x 3 m, 3 m x 4 m, 4 m x 4 m dan 5 m x 5 m. setelah pemasangan ajir, petani membuat lubang tanam dengan menggunakan alat cangkul dengan ukuran yaitu 30 cm x 20 cm x 20 cm. Lubang tanam yang telah siap diberi pupuk kandang atau pupuk urea, ditimbun kembali dan dibiarkan selama 1-2 bulan sampai musim hujan tiba dan lahan baru siap tanam setelah 1-2

57 42 minggu kemudian. Pupuk yang digunakan berupa pupuk kompos dan pupuk kandang Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan yang terdapat di Desa Cikalong meliputi kegiatan pemupukan, pemangkasan, penjarangan, dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan dilakukan pada masa-masa awal penanaman atau sekitar 1-2 tahun, dilakukan pada awal dan akhir musim hujan dengan menggunakan pupuk kandang dan pupuk anorganik jenis urea. Pemangkasan dan penjarangan tidak dilakukan secara berkala melainkan hanya dilakukan jika tanaman terkena hama dan atau penyakit saja. Pemangkasan dan penjarangan dilakukan dengan tujuan pemberantasan hama dan penyakit. Penyakit yang banyak menyerang tanaman sengon di Desa Cikalong adalah penyakit karat puru. Pencegahan penyakit karat puru dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman secara campuran dengan jenis tanaman lain. Gambar 13 Batang pohon sengon yang terkena penyakit karat puru Pemanenan Kegiatan pemanenan atau penebangan dilakukan oleh pemborong dengan sistem borongan. Pemborong membeli seluruh atau sebagian tegakan selanjutnya melakukan penebangan. Dalam melakukan kegiatan penebangan, petani hutan rakyat tidak perlu meminta izin kepada aparat desa atau dinas terkait karena hutan rakyat Desa Cikalong sepenuhnya hak milik petani sehingga ketika kegiatan penebangan berlangsung tidak dikenakan iuran atau pajak. Pajak sudah dibayarkan oleh petani atas tanahnya berupa pajak bumi.

58 43 Gambar 14 Kegiatan penebangan kayu pada lahan pola tanam agroforestri Pengangkutan Kegiatan pengangkutan mulai dari dalam lahan setelah penebangan sampai dengan tempat pengumpulan kayu dilakukan oleh pemborong. Pemborong berperan dalam mengangkut kayu rakyat dari dalam lahan ke industri pengolahan kayu rakyat. Alat angkut kayu di Desa Cikalong berupa sepeda motor dan truk besar. Kayu hasil penebangan dari dalam hutan diangkut ke tempat pengumpulan di pinggir-pinggir jalan dengan menggunakan sepeda. A B Gambar 15 Lokasi pengumpulan kayu rakyat. Selanjutnya kayu diangkut dengan truk menuju industri pengolahan kayu yang ada di Desa Cikalong maupun Kota Tasikmalaya. Industri pengolahan kayu rakyat adalah badan usaha yang mengolah kayu bulat dari hutan rakyat menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

59 44 A B Gambar 16 Kegiatan pengangkutan kayu rakyat. Ket: (A) Motor; (B) Truk Pemasaran Kegiatan pemasaran hasil hutan rakyat melalui pemborong. Pemborong adalah orang atau sekelompok orang yang membeli hasil hutan rakyat berupa kayu langsung dari petani hutan rakyat. Dalam hal ini, pemborong mendatangi lahan milik petani untuk menaksir volume, jumlah, dan keadaan tegakan serta menentukan harga. Dalam proses penetapan harga kayu terjadi tawar menawar antara pemborong dan petani. Harga sengon bervariasi tergantung ukuran batang dan kemudahan dalam pengangkutan. Jarak lahan dengan angkutan berpengaruh terhadap harga sengon dengan tujuan mengimbangi biaya pengangkutan. Posisi tawar dari petani hutan rakyat pada kenyataannya sangat rendah karena kurangnya informasi yang dimiliki petani terhadap harga sengon di pasaran, sehingga jelas keuntungan lebih besar diperoleh pemborong dibandingkan petani. Sampai saat ini sistem borongan masih dilakukan karena tidak adanya keinginan petani untuk melakukan penebangan dan penjualan kayu sendiri. Kondisi tersebut didasarkan pada pertimbangan kepraktisan bila dibandingkan harus menanggung biaya penebangan dan pengangkutan. Besarnya biaya alat dan tenaga kerja sebagai buruh tebang apabila menebang sendiri, menyebabkan petani mempertahan sistem borongan. Dengan sistem borongan, petani lebih menganggap diuntungkan karena tidak perlu mengeluarkan biaya penebangan, pengangkutan, dan pemasaran karena semuanya sudah ditanggung oleh pemborong. Sistem ini sebenarnya justru merugikan petani karena harga yang ditawarkan oleh pemborong cenderung sangat rendah.

60 45 Selain melibatkan pemborong, kegiatan pemasaran kayu rakyat juga melibatkan pihak industri dalam hal ini industri penggergajian kayu. Alur pemasaran dapat dilihat pada Gambar 16. Petani Pemborong Industri Penggergajian (skala kecil) Industri Penggergajian (skala besar) Konsumen Masyarakat Setempat Keterangan: Gambar 17 Alur kegiatan pemasaran kayu rakyat. 1. Petani masyarakat setempat 2. Petani pemborong industri penggergajian (skala kecil) konsumen 3. Petani pemborong industri penggergajian (skala besar) konsumen Pada jalur pemasaran pertama merupakan saluran pemasaran yang paling sederhana karena kayu dari dalam lahan tebangan langsung untuk dijual ke masyarakat setempat sebagai bahan bangunan. Gambar 18 Penggunaan kayu untuk membangun rumah. Jalur pemasaran kedua dan ketiga dapat dikatakan sama yang berbeda hanya untuk memenuhi bahan baku industri penggergajiannya saja yang berada pada industri skala kecil atau skala besar. Petani menjual kayu dalam keadaan pohon berdiri kepada pemborong, selanjutnya ditebang menjadi kayu gelondongan yang

61 46 akan dibawa ke industri penggergajian kayu pada tingkat desa (skala kecil) atau tingkat kota (skala besar). Kayu sengon sebagai bahan baku industri bukan hanya berasal dari Desa Cikalong tetapi juga dari desa lainnya di Kecamatan Cikalong. A B Gambar 19 Industri penggergajian kayu. ket: (A) industri skala kecil di Desa Cikalong; (B) industri skala besar di Tasikmalaya. 5.3 Permasalahan Hutan Rakyat Modal Pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong bersifat swadaya, maka modal pengelolaan adalah tanggung jawab pemilik lahan. Keterbatasan modal petani hutan rakyat terutama dirasakan dalam hal pengadaan dan pemeliharaan, sehingga sebagian besar petani mengharapkan adanya bantuan bibit secara gratis. Usaha lain dalam peningkatan permodalan juga bisa dikembangkan pola kemitraan atau subsidi dalam pengelolaan dan pengembangan hutan rakyat, atau dengan membentuk koperasi Sumber Daya Manusia Sumberdaya manusia sebagai pelaku utama pengelolaan dan pengembangan hutan rakyat di Desa Cikalong masih memiliki banyak keterbatasan. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar pengelolaan hutan rakyat dilakukan oleh tenaga yang sudah berusia lanjut dengan kualitas pendidikan rendah sehingga sistem informasi berjalan dengan baik Kelembagaan atau Organisasi Desa Cikalong belum memiliki lembaga atau organisasi hutan rakyat yang berfungsi sebagai wadah dalam penyampaian inspirasi dan harapan yang memberi peluang dalam pencapaian kegiatan pengelolaan hutan rakyat lebih baik.

62 47 Pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong masih bersifat perseorangan atau swadaya sehingga tujuan yang dicapai hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu perlu dibentuk lembaga atau organisasi dalam menunjang pengelolaan dan pengembangan hutan rakyat agar hutan rakyat dapat dikelola dengan baik melalui sistem informasi yang tepat sasaran, diharapkan meningkatkan kapasitas pengetahuan dan keterampilan petani hutan rakyat melalui usaha-usaha penyuluhan maupun pelatihan khusus dalam mengembangkan usaha hutan rakyat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lembaga atau organisasi yang diharapkan dapat terbentuk adalah kelompok tani yang selanjutnya lembaga usaha mandiri seperti koperasi Pengetahuan Pengetahuan penduduk Desa Cikalong mengenai pengembangan hutan rakyat pada umumnya sudah cukup baik, ditambah dengan kesadaran yang berasal dari pribadi untuk mengembangkan hutan rakyat dengan menanam berbagai tanaman kehutanan diantaranya yang banyak ditanam yaitu sengon, mahoni, dan jati. Akan tetapi pengetahuan mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat yang benar belum dimiliki oleh para petani. Petani mengelola hanya berdasarkan pengetahuan lokal yang biasa digunakan dan diajarkan oleh keluarga secara turun temurun. Program penyuluhan pengelolaan hutan rakyat belum pernah diadakan di Desa Cikalong. Oleh karena itu perlu diadakan berbagai program penyuluhan, pendidikan, dan latihan dari pemerintah atau pihak pemerintah daerah terkait seperti dinas kehutanan atau pertanian dan lingkungan untuk mengembangkan pengetahuan petani dalam aspek yang terkait dengan pengelolaan hutan rakyat yang baik dan benar mulai dari penanaman sampai pemasaran. Pada akhirnya mereka diarahkan kepada sistem pengelolaan yang menitikberatkan pada aspek manfaat sosial, ekonomi atau sosial.

63 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Dari hasil penelitian ini, dihasilkan beberapa peta diantaranya Peta Desa Cikalong, Peta Sebaran Hutan Rakyat, dan Peta Kemungkinan Pengembangan Hutan Rakyat. Berdasarkan Peta Sebaran Hutan Rakyat, diketahui bahwa luas hutan rakyat responden 816,55 ha, dengan potensi tegakan sengon diduga ratarata sebesar 22,83 m 3 /ha dan rata-rata jumlah pohon per hektar 100 pohon/ha. 2. Sistem pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong masih bersifat tradisional, yang dikelola secara swadaya atau perseorangan berdasarkan pengetahuan lokal yang diturunkan secara turun temurun. 4.2 Saran Berdasarkan peta dan informasi sistem pengelolaan hutan rakyat Desa Cikalong saat ini, pemerintah daerah sebaiknya dapat memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan rakyat dalam berbagai aspek meliputi perencanaan; tata kelola; kelembagaan seperti membentuk kelompok tani dan koperasi; penyuluhan; penelitian dan pengembangan; serta menciptakan suatu perangkat kebijakan yang menunjang usaha peningkatan pengembangan hutan rakyat Desa Cikalong.

64 DAFTAR PUSTAKA Awang S Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Debut Press. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Statistik Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan. Badan Pusat Statistik. Jakarta Statistik Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya Kecamatan Cikalong dalam Angka Tahun Badan Pusat Statistik. Tasikmalaya. Barus B dan Wiradisastra Sistem Informasi Geografi, Sarana Manajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. BPKH XI-MFP Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa. Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II. Yogyakarta. Departemen Kehutanan RI Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Dirgantara Usdi Analisis Potensi Fisik, Sosial, dan Ekonomi untuk Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fauziyah E dan Diniyati D Kondisi dan Potensi Tegakan pada beberapa Pola Pengembangan Hutan Rakyat [abstrak]. Hardjanto Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Dalam Suharjito (penyunting). Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Keragaan dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau Jawa [Disertasi]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hasan MI Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Indriyanto Pengantar Budidaya Hutan. Bumi Aksara. Jakarta. Jaya INS Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

65 Lembaga Penelitian IPB Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat. Lembaga Penelitian IPB. Bogor. Mustari T Hutan Rakyat Sengon: Daur dan Kelestarian Hasil. Dalam Suharjito (penyunting). Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Prahasta, Eddy Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung. Puntodewo Atie, Sonya Dewi dan Jusupta Tarigan SIG Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. CIFOR. Bogor. Rahmawaty Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Suharjito D Hutan Rakyat Di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Undang-undang Republik Indonesia No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Winarto B Kamus Rimbawan. Yayasan Bumi Indonesia Hijau. Jakarta.

66 LAMPIRAN

67 LAMPIRAN Lampiran 1 Pendugaan potensi tegakan sengon di Desa Cikalong Luas hutan rakyat Desa Cikalong 816,55 ha V rata-rata 22,83 m 3 /ha V total ,84 m 3 Sv 2 (ragam volume pohon/ha) (m 3 /ha) 2 Sv (simpangan baku) Selang penduga rata-rata m 3 /ha (22.02 m 3 /ha) < µ < (m 3 /ha) Selang penduga total ,43 m 3 < µ < ,24 m 3 SE 3,54% N rata-rata V total 100 pohon/ha pohon Sn 2 (ragam rata-rata pohon/ha) ,92 (pohon/ha) 2 Sn (simpangan baku) Selang penduga rata-rata Selang penduga total SE 2,89% 1,44 pohon/ha 97 pohon/ha< µ< 103 pohon/ha pohon < µ< pohon

68 53 Lampiran 2 Jenis tanaman di Desa Cikalong Petani Dusun Jenis Tanaman 1 Cilutung sengon, mahoni, cayur, pisang, kelapa, singkong 2 Cilutung sengon, rambutan, ketapang, mangga, jati, kelapa, pisang 3 Cilutung sengon, mahoni, cayur, gmelina, jati, sawo, kelapa, pisang, singkong 4 Cilutung sengon, mahoni, jati, cayur, singkong, bamboo 5 Cilutung sengon, jati, cayur, sukun, sawo, kelapa, singkong, papaya, pisang 6 Cilutung sengon, sawo, nangka, jati, mahoni, kelapa, pisang, nanas, singkong sengon, mangga, gmelina, mahoni, jati, pisang, kelapa, singkong, 7 Cilutung salak 8 Cilutung sengon, jati, bamboo, pisang, papaya 9 Cilutung sengon, cayur, kelapa, pisang 10 Cilutung sengon, mahoni, cayur, ketapang, kelapa, pisang 11 Desakolot sengon, mahoni, cayur, mangga, kelapa, pisang, papaya, singkong 12 Desakolot sengon, kelapa, pisang, singkong 13 Desakolot sengon (monokultur) 14 Desakolot sengon, mahoni, cayur, kelapa, bamboo 15 Desakolot sengon, mahoni, cayur, gmelina, jati, kelapa 16 Desakolot sengon, mahoni, cayur, kelapa 17 Desakolot sengon, mahoni, gmelina, kelapa, singkong, nanas, bamboo 18 Desakolot sengon, sawo, jati, kelapa, singkong, nanas 19 Desakolot sengon, singkong sengon, mahoni, cayur, gmelina, jati, sawo duren, kelapa, bamboo, 20 Desakolot papaya 21 Borosole sengon, mahoni, cayur, kaliandra, kelapa, pisang, bamboo 22 Borosole sengon, mahoni, cayur, kalindra, kelapa, pisang, bamboo 23 Borosole sengon, mahoni, cayur, kalindra, sawo, kelapa, nanas 24 Borosole sengon, cayur, kelapa 25 Borosole sengon, singkong, kelapa 26 Borosole sengon, cayur, kelapa, pisang 27 Borosole sengon (monokultur) 28 Borosole sengon, mahoni, cayur, kaliandra, kelapa, pisang 29 Borosole sengon, cayur, jati, kaliandra, kelapa, 30 Borosole sengon, gmelina, cayur, kelapa, nanas, salak, pisang, jeruk sengon, mahoni, cayur, tisuk, bungur, kaliandra, salak, pisang, 31 Cikalong singkong 32 Cikalong sengon, mahoni, cayur, tisuk, ketapang, kelapa, singkong, nanas, salak 33 Cikalong sengon, mahoni, cayur, pisang, salak, singkong 34 Cikalong sengon, mahoni, cayur, cengkeh, singkong, salak, pisang, kelapa 35 Cikalong sengon, mahoni, cayur, tisuk, pisang, singkong, kelapa, salak 36 Cikalong sengon, kelapa 37 Cikalong sengon, mahoni, gmelina, kaliandra, ketapang, pisang 38 Cikalong sengon, mahoni, ketapang, gmelina, tisuk, kalindra, jambu, kelapa 39 Cikalong sengon, mahoni, kelapa, pisang 40 Cikalong sengon, mahoni, kaliandra, pisang, singkong

69 54 Lampiran 2 Jenis tanaman di Desa Cikalong (lanjutan) Petani Dusun Jenis Tanaman 41 Pangapekan sengon, kaliandra, kelapa, pisang, singkong, papaya, nanas 42 Pangapekan sengon, cayur, mangga, kelapa, pisang, salak 43 Pangapekan sengon, cayur, ketapang, kelapa, salak 44 Pangapekan sengon, mahoni, jati, cayur, kelapa, bamboo 45 Pangapekan sengon, jati, mahoni, cayur, kelapa, pisang, bamboo 46 Pangapekan sengon, tisuk, mahoni, kelapa, pisang, nanas, bamboo 47 Pangapekan sengon, mahoni, cayur, pisang, nanas 48 Pangapekan sengon, mahoni, cayur, kaliandra, sawo, kelapa 49 Pangapekan sengon, cayur, kelapa, pisang sengon, cayur, kaliandra, sawo, mangga, jambu, singkong, nanas, 50 Pangapekan pisang 51 Sindanghurip sengon, cayur, kelapa, bamboo 52 Sindanghurip sengon, mangga, cayur, kelapa, pisang, singkong 53 Sindanghurip sengon, cayur, sawo, kelapa, pisang, singkong sengon, mahoni, cayur, kaliandra, tisuk, cengkeh, kelapa, pisang, 54 Sindanghurip nanas 55 Sindanghurip sengon, cayur, nangka, tisuk, kelapa, pisang, singkong 56 Sindanghurip sengon, cayur, kaliandra, kelapa, singkong, cabe rawit 57 Sindanghurip sengon, cayur, tisuk, kelapa, pisang 58 Sindanghurip sengon, mahoni, cayur, tisuk, kelapa, pisang, singkong, cabe rawut 59 Sindanghurip sengon, cayur, salak, papaya 60 Sindanghurip sengon (monokultur) 61 Cisodong sengon (monokultur) 62 Cisodong sengon (monokultur) 63 Cisodong sengon, kelapa, pisang 64 Cisodong sengon, mahoni, cayur, kelapa 65 Cisodong sengon, mahoni, cayur, jati, kelapa, pisang, singkong 66 Cisodong sengon, mahoni, cayur, kaliandra, kelapa 67 Cisodong sengon, kelapa, singkong, nanas 68 Cisodong sengon, mahoni, kaliandra, kelapa, pisang, singkong 69 Cisodong sengon, mahoni, kaliandra, kelapa, pisang, singkong 70 Cisodong sengon, mahoni 71 Cikaret sengon, kelapa, pisang 72 Cikaret sengon, mahoni, kelapa, pisang, jeruk 73 Cikaret sengon, mahoni, kaliandra, pisang, singkong 74 Cikaret sengon, singkong 75 Cikaret sengon (monokultur) 76 Cikaret sengon (monokultur) 77 Cikaret sengon, sawo, mangga, kaliandra, pisang sengon, cayur, tisuk, mahoni, kaliandra, kelapa, pisang, singkong, 78 Cikaret nanas 79 Cikaret sengon, mahoni, kaliandra, sawo, kelapa, pisang, singkong, nanas 80 Cikaret sengon, kaliandra, mahoni, kelapa, pisang, singkong, jambu

70 55 Lampiran 2 Jenis tanaman di Desa Cikalong (lanjutan) Petani Dusun Jenis Tanaman 81 Cipondoh sengon, singkong 82 Cipondoh sengon, cayur, pisang, singkong 83 Cipondoh sengon, cayur, jati, singkong, pisang, kelapa 84 Cipondoh sengon, cayur, kelapa, pisang, singkong, nanas 85 Cipondoh sengon, jati, kelapa, pisang, singkong 86 Cipondoh sengon, jati, cayur, kelapa 87 Cipondoh sengon (monokultur) 88 Cipondoh sengon, cayur, kelapa, pisang, singkong 89 Cipondoh sengon, jati, pisang 90 Cipondoh sengon, jati, pisang

71 Lampiran 3 Peta Desa Cikalong 56

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Desa Cikalong merupakan salah satu dari 13 desa di dalam wilayah Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat yang terletak di

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada hutan rakyat yang berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan September 2011, berlokasi di hutan rakyat sengon (Paraserienthes falcataria

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cikalong 4.1.1 Luas dan Letak Geografis Kecamatan Cikalong merupakan satu dari 39 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MAYA SARI HASIBUAN 071201044 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta 2.1.1 Pengertian Peta Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta didefinisikan sebagai gambaran dari unsur unsure alam maupun buatan manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT.

PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. i PENYUSUNAN TABEL TEGAKAN HUTAN TANAMAN AKASIA (Acacia crassicarpa A. CUNN. EX BENTH) STUDI KASUS AREAL RAWA GAMBUT HUTAN TANAMAN PT. WIRAKARYA SAKTI GIANDI NAROFALAH SIREGAR E 14104050 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SAGULUNG 2015 No Publikasi : 2171.15.24 Katalog BPS : 1102001.2171.041 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 9 hal. Naskah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Letak geografis Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis dapat dilihat pada tabel berikut:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI

PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI PERSAMAAN PENDUGA VOLUME POHON PINUS DAN AGATHIS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT WIWID ARIF PAMBUDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Tugas kelompok Pengindraan jauh Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Oleh Fitri Aini 0910952076 Fadilla Zennifa 0910951006 Winda Alvin 1010953048 Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMELIHARAAN POHON PENGISI JALUR HIJAU JALAN DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR OLEH : RR. RIALUN WULANSARI A

PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMELIHARAAN POHON PENGISI JALUR HIJAU JALAN DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR OLEH : RR. RIALUN WULANSARI A PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMELIHARAAN POHON PENGISI JALUR HIJAU JALAN DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR OLEH : RR. RIALUN WULANSARI A 34201036 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ALDILA DEA AYU PERMATA - 3509 100 022 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai. 36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1.1. Keadaan Geografis 4.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Sungai Jalau merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Kampar Utara, Kecamatan Kampar

Lebih terperinci