BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu metoda kontrasepsi yang sangat efektif bagi pria dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu metoda kontrasepsi yang sangat efektif bagi pria dan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi Kontrasepsi mantap adalah salah satu metoda kontrasepsi yang mempunyai banyak kelebihan dan beberapa kekurangan. Kelebihannya antara lain bahwa kontap merupakan salah satu metoda kontrasepsi yang sangat efektif bagi pria dan perempuan, pengaruhnya jangka lama dengan sekali tindakan saja, usia tidak menjadi faktor utama, dan tidak memiliki efek samping klinis karena bersifat non hormonal (BKKBN, 2003). Beberapa jenis cara vasektomi yang bisa di pilih oleh akseptor yaitu 1. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP atau No-scalpel Vasectomy) 2. Vasektomi dengan insisi skrotum (tradisional) 3. Vasektomi semi permanen Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) dilakukan dengan hanya dibius lokal pada kulit sebelah pinggir kantong buah zakar setelah meraba lokasi saluran sel sperma atau vas deferens. Lalu, bagian tersebut dibedah beberapa sentimeter untuk menemukan saluran. Saluran sperma lalu diikat pada dua sisi dan dipotong, lalu dimasukkan kembali ke dalam kantong zakar. Bekas luka pun dijahit. Proses ini memakan waktu 10 hingga 20 menit untuk kedua sisi buah zakar. Penelitian yang membandingkan teknik pembedahan vasektomi tradisional dengan MOP kauter listrik tanpa pisau bedah menunjukkan bahwa pria mengalami

2 nyeri dan perdarahan yang lebih sedikit dari luka pada metode ini (Black, 2003). MOP Semi Permanen yakni vas deferens yang diikat dan bisa dibuka kembali untuk berfungsi secara normal kembali dan tergantung dengan lama tidaknya pengikatan vas deferen, karena semakin lama vasektomi diikat, maka keberhasilan semakin kecil, sebab vas deferen yang sudah lama tidak dilewati sperma akan menganggap sperma adalah benda asing dan akan menghancurkan benda asing (Hartanto, 2004 ). 2.2 Vasektomi Pengertian Vasektomi Vasektomi adalah melakukan tindakan mengikat/memotong saluran spermatozoid yang berasal dari testis, sehingga semen (air mani) tidak lagi mengandung spermatozoid (sel kelamin pria). Dalam keadaan vasektomi testis melalui sel Leydig masih memproduksi hormon testosteron yang akan beredar ke seluruh tubuh. Hormon ini memengaruhi fungsi seksual pada pria sehingga gairah seks tidak akan luntur/menurun dan penis akan masih tetap jaya sepanjang masa. alat kontrasepsi ini permanen bagi pria yang sudah memutuskan tidak ingin mempunyai anak lagi. Klien harus mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan. operasi ini aman dan mudah hanya memerlukan beberapa menit di rumah sakit atau klinik KB yang terstandar untuk melakukan pembedahan ringan (Hartanto, 2009). KB ini baru efektif setelah ejakulasi 20 kali atau 3 bulan pasca operasi. Sebelum waktu itu harus menggunakan barier lain atau kondom. Secara umum

3 vasektomi tidak ada efek samping jangka panjang, tidak berpengaruh terhadap kemampuan maupun kepuasan seksual (Meillani, 2010). Vasektomi merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang dilakukan oleh banyak negara di dunia untuk menekan angka pertambahan penduduk. Dalam kenyataannya, vasektomi memang kurang populer dibanding metode kontrasepsi lainnya seperti suntik KB, minum pil KB, memakai kondom, maupun kontrasepsi alami dengan cara menghitung kalender. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa vasektomi adalah operasi kecil mengikat saluran sperma pria sehingga benih pria tidak mengalir ke dalam air mani pria. Dengan vasektomi, seorang pria tidak bisa lagi menghamili wanita karena saat ejakulasi air mani pria tidak mengandung sel sperma. air mani pria yang terpancar ke dalam vagina saat berhubungan intim bukan hanya mengandung sel sperma, tetapi juga terdapat cairan seminal dan getah yang dihasilkan oleh prostat. Percampuran ketiga cairan tersebut menjadikan air mani berbentuk kental dan memiliki volume yang banyak. Saat ejakulasi seorang pria pada umumnya menghasilkan 5 cc air mani, volume air sperma bisa bertambah atau berkurang tergantung kesehatan pria tersebut. dari 5 cc air sperma tersebut yang berisi sel sperma hanya 5 persen saja. Artinya, hanya 0.15 cc saja air sperma yang mengandung sel sperma Tujuan Vasektomi Pria yang melakukan vasektomi adalah ayah yang memiliki kesadaran untuk terlibat langsung dalam hal mengatur kelahiran anak. Lebih dari itu, hal ini adalah sebagai bentuk kepedulian seorang pria untuk aktif memilih kontrasepsi selain

4 partisipasi dari pihak wanita. Alasan yang umum diambil mengapa pria vasektomi adalah karena isteri mengalami alergi terhadap metode kontrasepsi tertentu sehingga pria mengambil alih tugas kontrasepsi. Operasi vasektomi dilakukan dengan tujuan agar pria tidak bisa menghamili wanita secara permanen Efektifitas a. Angka keberhasilan amat tinggi (99%), angka kegagalan 0-2,2%, umumnya <1% b. Kegagalan kontap pria umumnya disebabkan oleh : 1. Senggama yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa. 2. Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya terjadi setelah pembentukan granuloma spermatozoa. 3. Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi 4. Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens (terdapat > 1 vas deferens pada satu sisi). c. Vasektomi dianggap gagal bila : 1. Pada analisis sperma setelah 3 bulan pasca-vasektomi atau setelah kali ejakulasi masih dijumpai sperma. 2. Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma. 3. Istri hamil Komplikasi Komplikasi jangka pendek termasuk sementara memar dan perdarahan, yang dikenal sebagai hematoma. Komplikasi jangka panjang utama adalah kondisi sakit

5 permanen, vasektomi sakit sindrom-post. Data pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa vasektomi tidak meningkatkan aterosklerosis dan peningkatan sirkulasi kompleks imun setelah vasektomi bersifat sementara. Selain itu, berat bukti tentang prostat dan kanker testis menunjukkan bahwa pria dengan vasektomi yang tidak mengalami peningkatan risiko kanker tersebut Keuntungan a. Efektif, kemungkinan gagal tidak ada karena dapat di check kepastian di laboraturium. b. Aman, Morbiditas rendah dan tidak ada mortalitas. c. Cepat, hanya memerlukan 5-10 menit dan pasien tidak perlu dirawat di Rumah Sakit. d. Menyenangkan bagi akseptor karena hanya memerlukan anastesi lokal saja. e. Tidak mengganggu hubungan seksual selanjutnya. f. Biaya rendah g. Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita Kerugian a. Harus dengan tindakan operatif b. Kemungkinan ada komplikasi seperti perdarahan dan infeksi. c. Tidak seperti sterilisasi wanita yang langsung menghasilkan steril permanen, pada vasektomi beberapa hari, minggu atau bulan sampai sel mani menjadi negatif.

6 d. Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin mempunyai anak lagi. e. Pada orang-orang yang mempunyai problem-problem psikologis yang memengaruhi seks, dapat menjadikan keadaan semakin parah Kontra Indikasi a. Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies b. Infeksi traktus genitalia. c. Kelainan skrotum dan sekitarnya : varicocele, hydrocele besar, filariasis, hernia inguinalis, orchiopexy, luka parut bekas luka operasi hernia, skrotum yang sangat tebal. d. Penyakit sistemik : penyakit-penyakit perdarahan, Diabetes Miellitus, penyakit koroner yang baru. e. Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil Efek Samping Tindakan Vasektomi a. Infeksi b. Hematoma c. Granuloma Sperma d. Rekanalisasi Spontan e. Pendarahan Pelaksanaan Pelayanan a. Persiapan petugas 1. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih selama 10 menit atau bahan antiseptic selama 2 menit.

7 2. Memakai baju yang bersih (baju operasi), tutup kepala, tutup mulut dan hidung. b. Pra-Operasi 1. Anamnesis dan lakukan informed consent 2. Pemeriksaan Fisik 3. Pemeriksaan laboratorium 4. Persiapan klien a. Klien sebaiknya mandi serta mengenakan pakaian yang bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik, atau setikdaknya klien dianjurkan membersihkan daerah skrotum dan inguinal/lipat paha sebelum masuk keruang tindakan. b. Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga skrotum. c. Rambut pubis cukup digunting untuk memperkecil resiko infeksi. d. Cuci/bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan antiseptik atau langsung diberi antiseptik (povidon iodin). e. Bila diperlukan larutan povidon iodin seperti betadin, tunggu 1 atau 2 menit hingga jodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikro organisme. 5. Anastesi lokal a. Dipakai karena murah dan lebih aman, misalnya Lidocaine 1-2 % sebanyak 1-5cc atau sejenisnya b. Kadang-kadang dicampur dengan ardrenalin, untuk mengurangi perdarahan.

8 c. Jangan menyuntikkan anastesi lokal langsung kedalam vas deferens, karena mungkin dapat merusak plexus pampiniform. d. Bila calon akseptor mengalami rasa takut atau gelisah, dapat diberikan tranquilizer atau sedative, per oral atau suntikan. Anastesi umum mungkin perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus khusus a. Adanya luka parut daerah inguinal atau skrotum yang sangat tebal. b. Kelainan intra-skrotal seperti hydrocele, varicocele. c. Alergi terhadap anastesi lokal Syarat-Syarat Vasektomi Pemasangan kontrasepsi vasektomi dapat dilakukan pada pria : 1. Mendapatkan persetujuan istri 2. Pasangan yang tidak lagi ingin menambah jumlah anak. 3. Pasangan yang istrinya sudah sering melahirkan. 4. Harus secara sukarela. 5. Mengetahui akibat-akibat vasektomi. 6. Umur calon tidak kurang dari 30 tahun. 7. Pasangan yang telah gagal dengan kontrasepsi lain. 8. Pria yang akan melakukan MOP harus melakukannya secara sukarela dan menandatangani surat persetujuan. 9. Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang dan anak paling kecil harus sudah berumur diatas 2 tahun.

9 Mitos-Mitos yang Salah Dalam Pemikiran Masyarakat terhadap Vasektomi a. Vasektomi dilakukan dengan memotong penis. Operasi vasektomi dilakukan hanya dengan sedikit melukai pangkal penis. Bekas lukanya saja hanya sekitar 5mm. b. Setelah vasektomi, penis tidak dapat berdiri. Vasektomi bukan kebiri. Jadi para pria sama sekali tidak perlu kuatir karena tidak ada bagian dari kejantanannya yang diambil. Penis Anda tetap berfungsi normal seperti sebelumnya. Bahkan Anda sebenarnya tetap memproduksi sel sperma, hanya saja sel tersebut tidak berhasil menuju ke tempat yang benar karena salurannya sudah dipotong. c. Tidak ada cairan yang keluar saat ejakulasi. Tentu saja tetap ada cairan yang keluar. Cairan yang keluar saat ejakulasi itu adalah cairan semen. Sebelum vasektomi, cairan semen itu mengandung sel sperma. Setelah operasi, sel sperma itulah yang hilang dari cairan semen. d. Gairah seks menurun pasca operasi. Gairah seks tidak menurun pasca operasi. Justru gairah seks bisa jadi malah naik karena sudah tidak punya kekuatiran menghamili istri. e. Operasi vasektomi adalah pekerjaan yang berat Justru sebaliknya, proses operasi vasektomi cukup ringan dan cepat. Biusnya pun lokal saja (Yahya, 2008)

10 2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Vasektomi Menurut Abadi (2010), rendahnya kesertaan pria ber-kb di Indonesia dapat terlihat dari keikutsertaannya yang baru mencapai sekitar 1,1%, yakni kondom sebanyak 0,7% dan vasektomi 0,4%. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, yaitu : 1. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap KB dan kesehatan reproduksi. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap kb dapat dilihat dari hasil pengamatan berbagai survei di beberapa propinsi, tingkat pengetahuan pria terhadap keluarga berencana secara umum masih rendah, berbagai faktor yang memengaruhi antara lain : pendidikan, pekerjaan, keterpaparan, media massa, kondisi lingkungan, pengalaman menggunakan alat kontrasepsi (Abadi, 2010). 2. Kondisi sosial budaya masyarakat dan agama yang belum optimal Perlu diakui bersama bahwa selama ini program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi masih tertuju pada perempuan/isteri, sementara pria/suami masih belum tersentuh. MOP atau vasektomi sebagai salah satu dari dua pilihan cara kb pria yang masih diperbincangkan dan diperdebatkan. Masih adanya fatwa dari MUI yang menyatakan setuju dilakukannya vasektomi, jika dalam keadaan darurat. Bila ditinjau dari kondisi sosial ekonomi, hasil studi Pusat Kajian Pembangunan Atmajaya bekerja sama dengan Puslitbang Biomedis dan Reproduksi di DKI Jakarta (1999), menyatakan bahwa tingkat pendapatan suatu keluarga sangat berpengaruh terhadap kesertaan suami dalam ber-kb. Bila PUS keduanya bekerja,

11 isteri mempunyai penghasilan sendiri maka kesadaran pria untuk ber-kb jauh lebih tinggi. Bila ditinjau dari sosial budaya, masih banyaknya masyarakat yang tidak memahami cara vasektomi ini, cenderung isteri yang tidak memberi izin kepada suami untuk vasektomi dikarenakan takut suami akan nyeleweng, tidak bergairah dalam hubungan seksual, kemudian ada persepsi masyarakat bahwa banyak anak banyak rejeki dan preferensi jenis kelamin anak (Abadi, 2010). 3. Ketersediaan fasilitas kb pria masih belum memadai Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam kualitas pelayanan vasektomi yaitu : a. Tempat pelayanan yang belum memadai. b. Tenaga ahli untuk vasektomi masih terbatas, masih kurangnya tenaga kesehatan yang terampil untuk melakukan medis operasi pria. Kurangnya konseling dari tenaga kesehatan kepada masyarakat akan penjelasan kontrasepsi vasektomi 4. Keterjangkauan pelayanan KB Pria dan Kesehatan Reproduksi. Tempat pelayanan kb pria yang perlu dilakukan perluasan seperti adanya tempat khusus pelayanan kb pria agar terjaga rahasia (privasi), seperti adanya klinik, puskesmas atau rumah sakit untuk dilakukannya vasektomi yang dekat dengan lingkungannya, biaya yang murah. dengan banyaknya tempat pelayanan kb pria yang ada maka akan mempermudah para pria mendapatkan pelayanan dengan baik (Abadi, 2010).

12 5. Informasi Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi bagi Pria masih sangat terbatas. Sumber informasi untuk kontrasepsi pria masih sangatlah terbatas, baik itu dari tenaga kesehatan, media TV, Radio, Media cetak, bahkan banyak masyarakat yang sama sekali tidak mengetahui apa itu vasektomi, bagaimana masyarakat mau menggunakannya, mengenal vasektomi saja masyarakat tidak pernah. Kurangnya kebijakan pemerintah terhadap kontrasepsi vasektomi ini, sehingga menimbulkan persepsi bagi masyarakat bahwa kb itu adalah urusan isteri. Adanya perbedaan persepsi tentang istilah yang digunakan pengelola dengan pemahaman masyarakat. Pengelola menganggap metode kontrasepsi yang mudah dan praktis adalah metode yang hanya sekali pasang. Sedangkan masyarakat meganggap bahwa kontrasepsi yang mudah dan praktis adalah kontrasepsi yang dapat diperoleh dimana saja tanpa menyulitkan dan melibatkan orang lain. Begitu juga dengan istilah MOP (Medis Operasi Pria) sering menakutkan masyarakat, sehingga menjadi hambatan dalam sosialisasinya. 6. Dukungan Isteri Menurut Mc Kinley dalam Graeff (1996) individu sangat kuat di memengaruhi oleh reaksi-reaksi negatif dan positif dari orang-orang dalam kerangka kerja sosial mereka, keluarga dekat, tetangga, dan tokoh masyarakat tertentu bagi praktik-praktik kesehatan mereka. Pemakaian kontrasepsi termasuk kontrasepsi vasektomi akan semakin baik jika ada dukungan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Friedman dan Sarwono dalam

13 Purba (2008), ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonalnya baik. 2.4 Beberapa Penelitian tentang Vasektomi Temuan penelitian dari LDFE-UI (1998) dalam Citra Abadi, menurut hasil regresi logistik bahwa faktor-faktor diterminan sosial budaya yang memengaruhi kesertaan kontrasepsi mantap pria adalah KIE. Sementara temuan kualitatif menyimpulkan bahwa hambatan pria berkontrasepsi antara lain disebabkan terbatasnya informasi alat kontrasepsi pria dan pelayanan yang diberikan. Dari hasil penelitian di Inggris, terhadap 500 pria yang telah ikut dalam pemakaian alat kontrasepsi vasektomi pada tahun 1997, 27% mengatakan bahwa mereka memilih vasektomi untuk membebaskan isterinya dari penggunaan kontrasepsi. Sebanyak 31% lainnya mengatakan mereka telah memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup dan vasektomi merupakan metode kontrasepsi mantap yang terbaik (BkkbN, 2010). Dari hasil kuesioner Marie Stopes International (MSI) di London yang di isi oleh 500 pria yang telah, melakukan vasektomi pada tahun 1997, 27% mengatakan bahwa mereka memilih vasektomi untuk membebaskan isterinya dari penggunaan kontrasepsi. Sebanyak 31% lainnya mengatakan mereka telah memiliki jumlah

14 anggota keluarga yang cukup dan vasektomi merupakan metode kontrasepsi mantap yang baik (BkkbN, 2010). Penelitian di Brazil, coloumbia dan mexico juga menunjukkan bahwa laki-laki yang memperhatikan dan peduli terhadap isterinya, memegang peranan penting dalam penentuan keputusan untuk melakukan vasektomi. Para pria mengatakan mereka melakukan vasektomi karena keuntungannya dibandingkan sterilisasi wanita dan metode kontrasepsi lainnya. Para pria tersebut sangat perduli dengan kesehatan isterinya dan tergerak untuk berbagi tanggung jawab dalam keluarga berencana serta terbebas dari kehamilan yang tidak di inginkan, dan kesemuanya itu bisa diwujudkan dengan mengikuti vasektomi (BkkbN, 2010). Menurut Dr. Yusro Hadi Maksum, pemimpin penelitian vasektomi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, vasektomi merupakan cara ampuh untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Bahkan vasektomi telah berkembang pesat di negara-negara yang berpenduduk padat seperti China, India, dan Amerika Serikat. Tidak hanya itu, vasektomi pun memiliki dampak positif yang bagi kesehatan dan kehidupan seks. Diketahui bahwa vasektomi adalah salah satu metoda dalam penyembuhan pembengkakan kelenjar prostat (Pipiet, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan Dr. Yusro di Bandar Lampung, responden yang bersedia di vasektomi mengakui bahwa frekuensi hubungan seksual dengan sang istri meningkat bahkan bisa mencapai dua kali ejakulasi semalam. Peningkatan frekuensi hubungan seksual terjadi karena secara psikologis tidak terbebani dan adanya rangsangan-rangsangan dari dalam muncul ketika sperma terhenti disekitar

15 testis. Selama proses menunggu tubuh menghancurkan sperma tersebut, ada rangsangan yang menusuk saraf di sekitar kelamin sehingga keinginan mencapai kenikmatan seksual pun bertambah. 2.5 Konsep Perilaku Kesehatan Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Perilaku itu sendiri di tentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni faktor predisposisi (predisposing faktor), faktor-faktor yang mendukung (enabling faktor), dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing faktor). a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing faktor) Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap keehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. b. Faktor-faktor pemungkin (Enabling faktor) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,

16 posyandu, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, atau faktor pemungkin. c. Faktor-faktor pendorong (Reinforcing faktor) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Faktor Perilaku Non Faktor Masalah Non masalah Faktor Kualitas Gambar 2.1 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Kesehatan dari teori Green dan Kreuter (2005)

17 Diantara berbagai teori dan model perilaku kesehatan, yang saat ini menonjol di bidang promosi dan komunikasi kesehatan, salah satunya adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model). Menurut Model Kepercayaan Kesehatan (Becker, 1974, 1979), perilaku ditentukan apakah seseorang: (1) Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu; (2) Menganggap masalah ini serius; (3) Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan; (4) Tidak mahal; dan (5) menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan. Sebagai contoh, seorang wanita akan mempergunakan kontrasepsi apabila : (1) dia telah mempunyai beberapa orang anak dan mengetahui bahwa ia masih potensial untuk hamil pada beberapa tahun mendatang; (2) melihat kesehatan dan status ekonomi tetangganya menjadi rusak karena terlalu banyak anak; (3) mendengar bahwa tehnik kontrasepsi tertentu menunjukkan efektifitas sebesar 95%; (4) sementara itu kontrasepsi aman dan tidak mahal; dan (5) dianjurkan oleh petugas kesehatannya supaya mulai memakai kontrasepsi (Graeff, 1996). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974), menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari penelitian tersebut juga terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu : 1. Awareness ( kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek. 2. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

18 3. Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, dimana orang sudah mencoba berperilaku baru. 5. Adoptation, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus. Dalam perkembangannya, teori Green ini di modifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting) dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 1986). Contohnya adalah mendapatkan informasi tentang KB, pengertiam KB, manfaat KB dan dimana memperoleh pelayanan KB. Selanjutnya Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

19 a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

20 penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. 1. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

21 pelaksanaan motif tertentu sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan: (Notoatmodjo, 2003). a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap KB dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang KB. b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha unutk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah. Adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi kesarana kesehatan untuk mendapatkan pelayanan KB adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif.

22 d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang bapak mau memakai alat kontrasepsi, meskipun mendapatkan tantangan dari isteri atau mertuanya. 2.6 Landasan Teori Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green dan Kreuter (2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada 3 faktor yang memengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, kebutuhan yang dirasakan, kemampuan, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan). Konsep tersebut dikombinasikan dengan teori Kreuter yang dikutip dari Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat seseorang, dukungan sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa determinan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal serta menurut Robbins (1994), beberapa karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab, dan status masa kerja.

23 Berdasarkan konsep tersebut, maka landasan teori adalah sebagai berikut : Faktor Predisposisi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Nilai-nilai Faktor pendukung : 1. Ketersediaan sumber daya 2. Kemudahan untuk mencapai sumber daya 3. Peraturan/Hukum 4. Keterampilan Faktor pendorong : 1. Sikap dan perilaku petugas kesehatan 2. Panutan 3. Pekerjaan 4. Teman 5. Pembuat keputusan Genetika Perilaku dari Individu Kelompok, dan Faktor eksternal : 1. Lingkungan Fisik 2. Lingkungan Biologik 3. Lingkungan Sosial, (Budaya, Ekonomi, P litik) Faktor internal : 1. Tingkat Kecerdasan 2. Tingkat Emosional 3. Jenis Kelamin 4. Kebangsaan Gambar 2.2 Landasan Teori Lawrence Green (1980)

24 2.7 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka pada penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Independen Faktor Predisposisi : 1. Pendidikan 2. Pengetahuan 3. Pendapatan Faktor Pendukung : 1. Ketersediaan Fasilitas 2. Keterjangkauan pelayanan kontrasepsi Variabel Dependen Keikutsertaan Vasektomi Faktor Pendorong 1. Informasi Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, pendapatan), faktor pendukung (ketersedian fasilitas, keterjangkauan pelayanan kontrasepsi), faktor pendorong (informasi, dukungan istri), sedangkan variabel dependen adalah keikutsertaan vasektomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi pengetahuan Dari asal kata tahu berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajari). Pengertian dalam kamus umum Bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Persepsi adalah kesadaran intuitif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Menurut Notoatmodjo dalam Wolagole (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

BAB 1 PENDAHULUAN. kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Medis Operasi Pria (MOP) atau yang sering dikenal vasektomi adalah merupakan salah satu teknik kontrasepsi mantap. MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang program Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan metode IUD, rumusan masalah yang timbul, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER

PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER Buku informasi alat kontrasepsi pegangan untuk kader diperuntukkan bagi kader PPKBD dan Sub PPKBD atau Posyandu yang dipelajari secara berdampingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memutuskan bersama istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator KB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan memutuskan bersama istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator KB BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Partisipasi Pria 1. Pengertian Partisipasi pria adalah tanggung jawab pria dalam keterlibatan dan kesertaan ber KB dan Kesehatan Reproduksi, serta prilaku seksual yang sehat

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN METODE OPERATIF PRIA ( MOP ) DI KLINIK PKBI KOTA SEMARANG TAHUN 2010

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perception:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perception: 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Persepsi 1. Definisi Persepsi Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perception: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Jadi persepsi

Lebih terperinci

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS Suami mempunyai tanggung jawab yang berat. PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS Suami bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi menyangkut : Pencari Nafkah Pelindung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Definisi Keluarga Berencana Pengertian keluarga berencana menurut UU no 10 th 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan penduduk tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat agar dapat menerima pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia. dan Sejahtera (NKKBS) (Manuaba, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat agar dapat menerima pembentukan Norma Keluarga Kecil Bahagia. dan Sejahtera (NKKBS) (Manuaba, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai masalah tentang peningkatan jumlah penduduk. Hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk Indonesia menduduki peringkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Definisi Persepsi berasal dari bahasa latin, persipere: menerima, perception: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Jadi persepsi adalah kesadaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Determinan dalam pelaksanaan Program KB. Menurut Saroha Pinem (2009) ada beberapa faktor yang meyebabkan PUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Determinan dalam pelaksanaan Program KB. Menurut Saroha Pinem (2009) ada beberapa faktor yang meyebabkan PUS BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Determinan dalam pelaksanaan Program KB Menurut Saroha Pinem (2009) ada beberapa faktor yang meyebabkan PUS tidak mengikuti program KB antara lain: a. Segi Pelayanan Hingga

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Lampiran 1. LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Assalamualaikum Wr. Wb/Salam Sejahtera Dengan Hormat, Nama Saya Rosmaya sari, sedang menjalani pendidikan di program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM BER-KB PEGANGAN BAGI KADER

PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM BER-KB PEGANGAN BAGI KADER PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM BER-KB PEGANGAN BAGI KADER I. Pendahuluan Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan sehingga metode kontrasepsi yang dipilih

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP) a. Pengertian MOP Menurut Handayani (2010), kontrasepsi Mantap Pria/ Vasektomi/ Metode Operatif Pria (MOP) adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. Dari hasil penelitian diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Petugas Kesehatan 1. Pengertian Peran adalah suatu yang diharapkan dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar memenuhi harapan. (Setiadi, 2008). Peran petugas kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih Teknologi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium Development Goals (MDG s) dengan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sangat diinginkan, mengatur interval antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga Berencana 1.1. Definisi Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organization (WHO, 1970), Keluarga Berencana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organization (WHO, 1970), Keluarga Berencana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana (KB) Menurut World Health Organization (WHO, 1970), Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk : mendapatkan

Lebih terperinci

BIODATA MAHASISWA. : Jln Karya Setuju Gg Bilal no16 Medan TELEPON : : KEPENDUDUKAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI

BIODATA MAHASISWA. : Jln Karya Setuju Gg Bilal no16 Medan TELEPON : : KEPENDUDUKAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI BIODATA MAHASISWA NAMA : ZULAIDAH MAISYARO LUBIS NIM : 061000251 ALAMAT RUMAH : Jln Karya Setuju Gg Bilal no16 Medan TELEPON : 081362006916 PEMINATAN : KEPENDUDUKAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI NAMA DOSEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana (family planning/planned parenthood) merupakan. menggunakan kontrasepsi (Sulistyawati, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana (family planning/planned parenthood) merupakan. menggunakan kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian KB Keluarga Berencana (family planning/planned parenthood) merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA. Suami yang ideal bagi keluarga muslim adalah suami yang bertaqwa

TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA. Suami yang ideal bagi keluarga muslim adalah suami yang bertaqwa TANGGUNG JAWAB SUAMI PADA KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB DI KELUARGA 1. Pendahuluan Kaum laki-laki (suami) adalah pelindung bagi wanita (isteri) oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (suami)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, memiliki peran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk, memiliki peran terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah di suatu negara apabila tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN 2014 menunjukkan tahun 2013, jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 75 tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan tantangan yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Pengertian Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Kontrasepsi a. Pengertian Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Pelayanan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator pelayanan KB yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

E. Pengetahuan No Daftar Pertanyaan Jawaban

E. Pengetahuan No Daftar Pertanyaan Jawaban KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KARAKTERISTIK AKSEPTOR VASEKTOMI DAN KOMPENSASI TERHADAP TINGKATAN KEPUTUSAN MENGGUNAKAN VASEKTOMI DI KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2009 I. Identitas Responden Nama : Alamat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak masa awal pembangunan lima tahun (1969) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan

BAB 1 PENDAHULUAN. KB Nasional adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program KB nasional dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan angka kelahiran 5.000.000 orang pertahun. Untuk dapat mengangkat derajat kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat dalam tingkat jumlah penduduk terbesar di dunia dengan laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang terjadi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka diperlukan perhatian serta penanganan yang sungguh sungguh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana (KB) 1. Definisi Keluarga Berencana Pengertian keluarga berencana menurut UU no 10 th 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)

Lebih terperinci

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1 KESESUAIAN SIKAP PASANGAN USIA SUBUR TERHADAP METODE KONTRASEPSI VASEKTOMI (STUDI KASUS DI KABUPATEN PACITAN) Asasih Villasari, S.SiT 1), Yeni Utami 2) (Prodi Kebidanan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Lebih terperinci

BAB III VASEKTOMI DAN TUBEKTOMI DALAM KELUARGA BERENCANA

BAB III VASEKTOMI DAN TUBEKTOMI DALAM KELUARGA BERENCANA BAB III VASEKTOMI DAN TUBEKTOMI DALAM KELUARGA BERENCANA A. Vasektomi dalam Keluarga Berencana 1. Pengertian Vasektomi Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi atau Vas Ligation. Caranya ialah dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama di Indonesia dalam bidang kependudukan adalah masih tingginya pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena

I. PENDAHULUAN. oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia dalam jangka panjang akan selalu dibayangi oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalan, karena itu, usaha langsung untuk melakukan

Lebih terperinci

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk cukup padat. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari pengindraan atau hasil tahu seseorang dan terjadi terhadap objek melalui indra yang

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA ABSTRAK

HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA ABSTRAK HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA Susiana Sariyati Prodi DIII Kebidanan, Universitas Alma ata Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Syamsi (1995) yang mengutip pendapat Davis, keputusan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Syamsi (1995) yang mengutip pendapat Davis, keputusan adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengambilan Keputusan 2.1.1. Pengertian Pengambilan Keputusan Menurut Syamsi (1995) yang mengutip pendapat Davis, keputusan adalah hasil proses pemikiran yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi modern memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu. Kehamilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan ekonomi, masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak negara di berbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara Indonesia sampai

Lebih terperinci

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI I. Pendahuluan Salah satu tujuan dari membentuk keluarga agar mempunyai keturunan yang sehat jasmani dan rohani. Orang tua menginginkan anaknya sehat jasmani,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI REMAJA DENGAN TINDAKAN REPRODUKSI SEHAT DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN 2008 No. Identitas : Tgl. Interview : Jenis Kelamin : Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi

BAB I PENDAHULUAN. Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi untuk wanita disebut juga sebagai oklusi tuba atau sterilisasi. Indung telur akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008)

BAB I PENDAHULUAN. tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah di suatu negara apabila tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Laporan BKKBN (2008) menunjukkan pada tahun 2007,

Lebih terperinci

FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DROP OUT (THE BEHAVIORAL FACTOR THAT INFLUENCES DROP-OUT FAMILY PLANNING ACCEPTOR)

FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DROP OUT (THE BEHAVIORAL FACTOR THAT INFLUENCES DROP-OUT FAMILY PLANNING ACCEPTOR) FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DROP OUT (THE BEHAVIORAL FACTOR THAT INFLUENCES DROP-OUT FAMILY PLANNING ACCEPTOR) Aries Wahyuningsih*, Umi Hanik* *STIKES RS. Baptis Kediri,

Lebih terperinci

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI

JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN MAL KONDOM AKDR TUBEKTOMI VASEKTOMI PIL INJEKSI IMPLAN JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN NON HORMONAL 1. Metode Amenore Laktasi (MAL) 2. Kondom 3. Alat Kontrasepsi Dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana Partisipasi pria dalam program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria dalam keterlibatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Masa Nifas Masa nifas disebut juga masa postpartum yaitu waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional. Program keluarga Berencana yang mengedepankan hak hak reproduksi, pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana (family planning/planned parenthood) merupakan suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana (family planning/planned parenthood) merupakan suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep KB 1.1.1 Pengertian KB Keluarga Berencana (family planning/planned parenthood) merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Rosmadewi Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang E-mail:

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE. TAHUN 2013 Nurbaiti Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci