LAPORAN KEGIATAN KELITBANGAN TA Kelompok Program Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEGIATAN KELITBANGAN TA Kelompok Program Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara"

Transkripsi

1 Puslitbang tekmira Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung Telp : Fax : Info@tekmira.esdm.go.id LAPORAN KEGIATAN KELITBANGAN TA 2010 Kelompok Program Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara KAJIAN GEOTEKNIK UNTUK TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Oleh : Ir. Endri O Erlangga MSc dkk PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA (PUSLITBANG tekmira) 2010

2 KAJIAN GEOTEKNIK UNTUK TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Oleh : Ir. Endri O Erlangga M.Sc Ir. Masri Rifin Ir. Ahmad Syofyan Wiroto W Prihono, ST Gunawan ST Riyanto AA. Isharyanto Nani Murdani BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA (PUSLITBANG tekmira) 2010

3 KATA PENGANTAR Kajian geoteknik pada pembukaan dan perencanaan penambangan batubara dengan metoda tambang bawah tanah merupakan salah satu hal yang penting dalam merekomendasikan dan membuat rancangan (desain) lubang bukaan tambang. Laporan ini berisi hasil uji laboratorium, analisis data, rekomendasi dimensi pillar, sistem penyanggaan,analisis kemampu-galian, jenis penyangga, dan metoda penggalian yang akan digunakan pada metoda tambang bawah tanah tersebut, apakah akan menggunakan system Longwall Mining atau Room and Pillar Mining. Selanjutnya, hal ini dipergunakan sebagai parameter masukan dalam rancangan (desain) lubang bukaan penambangan batubara bawah tanah. Kegiatan pengkajian ini telah dilaksanakan di Desa Pualam Sari, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, yang merupakan salah satu kegiatan lapangan Kelompok Program Penerapan Teknologi Penambangan Mineral dan Batubara Tahun Anggaran Tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh data-data dan parameter geoteknik di walayah tersebut, sedangkan sasarannya adalah memberikan rekomendasi masukan parameter-parameter dalam merancang (mendisain) lubang bukaan tambang batubara bawah tanah di daerah tersebut. Sedangkan Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan pengkajian ini, sehingga dapat berjalan dengan lancer dan selamat, tanpa menemui hambatan Bandung, Desember 2010 Kepala Pusat Litbang teknologi Mineral dan Batubara Ir. Hadi Nursarya, M.Sc. NIP

4 SARI Penambangan batubara sistem tambang terbuka yang telah dan sedang beroperasi saat ini di Desa Pualam Sari, Sarang Burung dan sekitarnya, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan diperkirakan akan segera berakhir akibat dari nilai nisbah pengupasan/stripping ratio (wastecoal ratio) sudah terlalu tinggi, yaitu 1 : 12 sampai 1 : 13. Oleh karena itu, untuk melanjutkan pengembangan penambangan batubara dengan metoda tambang batubara bawah tanah di daerah ini, maka Tim Kajian Geoteknik Tambang Batubara Bawah Tanah di Daerah Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, Pusat Litbang Teknologi Mineral (tekmira) melakukan kajian geoteknik tambang batubara bawah tanah Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan untuk mendapatkan data-data teknis dan parameterparameter sebagai masukan untuk perencanaan dan pembuatan rancangan (desain) lubang bukaan tambang batubara bawah tanah. Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa kondisi batuan atap (roof) berupa batulempung (claystone) dengan tebal rata-rata 10,96 m, RMR = 38, sehingga maksimum lubang bukaan tanpa penyangga (unsupported span) = 11,00 m. Sedangkan pada batuan lantai/alas (floor) berupa batulempung bersifat karbon (carbonaceous claystone), tebal = 0,70 m dan batulanau (siltstone) dengan RMR Jadi secara keseluruhan, kondisi masa batuan di daerah ini termasuk klasifikasi/peringkat masa batuan (Rock Mass Rating/RMR) kelas IV bersifat batuan lemah. Untuk metoda penambangan dilakukan dengan metoda Longwall dengan sistem mudur (retreat), fully or semi mechanized. Sedangkan jenis penyanggaan yang digunakan adalah besi baja berbentuk tapal kuda.

5 DAFTAR ISI Halaman SARI... KATA PENGANTAR.... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vi vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Ruang Lingkup dan Metodologi Kajian Persiapan Kegiatan Lapangan Analisis dan Pengolahan Data Tujuan Sasaran Lokasi Gegiatan... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA/KAJIAN TEORITIS Kekuatan Masa Batuan Parameter Kuat Geser Tegagan Ultimate Pada Lantai Tambang Metoda Tidak Langsung Menentukan UCS dan UTS.. 7 III. PROGRAM KEGIATAN Tinjauan Geologi Geologi Regional Geologi Daerah Pengkajian Morfologi Stratigrafi Struktur Geologi Eksplorasi Batubara Pemboran Inti Lapisan Batubara Sumberdaya dan Kualitas Batubara Hidrologi Air limpasan (Surface Run Off) Air Tanah iii

6 3.4. Geohidrologi Akuifer Lapisan Kedap Air V. METODOLOGI V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Geoteknik Uji geoteknik Analisa Hasil Pengujian Laboratorium Kondisi Batuan Atap dan Lantai Penentuan Dimensi Pilar Pendekatan Analisis Parameter Pilar Penentuan Jenis Penyangga Jenis Penggalian Kajian Hidrologi dan Geohidrologi Neraca Air (Water Balance) Debit Air Tanah Ke Dalam Lubang BukaanTambang Pengendalian Air Tambang Pengendalian Air Limpasan Perkiraan (Estimasi) Air Masuk Kedalam Tambang Pompa Rancangan (Desain) Penambangan Karakteristik dan Kondisi lapangan Konsep Rancangan (Desain) Penambangan Keadaan Topografi dan Karakteristik Lapisan Batubara Pemilihan Daerah Penambangan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran-Saran DAFTAR PUSTAKA iv

7 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Peta Kesampaian Daerah Pengkajian... 4 Gambar 2.1. Diskontinuitas Batuan... 6 Gambar 2.2. Kriteria Pecahnya (Failure) Batuan Menurut MOHR COLUOMB... 7 Gambar 3.1. Peta Geologi Lokal Daerah Pengkajian dan Sekitarnya Gambar 3.2. Penampang (Profil) Lubang-Lubang Bor Di Daerah Pengkajian dan Sekitarnya Gambar 3.3. Titik-Titik Bor Di Wilayah Bukaan Tambang (Pit) Gambar 3.4. Sarang Burung Daerahh Tangkapan Lubang Bukaan Tambang (Pit) Sarang Burung Gambar 3.5. Perubahan Tata Aliran Air Tanah Akibat Lubang Bor Eksplorasi Yang Tidak Ditutup Dengan Benar Gambar 3.6. Kondisi Akuifer Di DSB Gambar 3.7. Kondisi Akuifer Di DS Gambar 3.8. Rancangan (Desain) Sumur Pantau Gambar 4.1. Metodologi Pengkajian Geoteknik Tambang Bawah Tanah Gambar 5.1. Grafik Penentuan Waktu Stabil Tanpa Penyangga Gambar 12. Perkiraan Letak Akuifer Di Area Sarang Burung Gambar 13. Daerah Tangkapan Air dan Daerah Tambang v

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Kualitas Batubara Di Wilayah Bukaan Tambang Sarang Burung Tabel 3.2. Intensitas Curah Hujan Di Sarang Burung Tabel 3.3. Puncak Aliran (Peak Flow) Yang Diramalkan Di Sarang Burung Tabel 3.4. Kondisi Akuifer Di Lubang Tambang (Pit) Sarang Burung 24 Tabel 3.5. Kondisi Akuifer Di Lubang Tambang (Pit) Sarang Burung 24 Tabel 5.1. Data Karakteristik Material Di Bukaan Tambang (Pit) Sarang Burung Tabel 5.2. Hasil Pengujian Geomekanika Di Wilayah Bukaan Tambang (Pit) Sarang Burung Tabel 5.3. Peringkat Masa Batuan (Rock Mass Rating) Pada Material Atap/Roof) (mud Stone, tebal 1,60 m) Tabel 5.4. Nilai Koefisien Limpasan Tabel 5.5. Ketebalan Batubara Pada Daerah Bukaan Tambang (Pit) Sarang Burung DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A. Rock Quality Designation (RQD) Log Bor Sarang Burung vi

9 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak tambang-tambang batubara dengan metode tambang terbuka sudah mencapai batas ekonomis penambangan, dikarena nisbah (ratio) pengupasan (stripping ratio) yang cukup besar yaitu 1 : 12 sampai 1 : 13. Untuk itu, ada dua pilihan atau alternatif yaitu ditutup atau dilanjutkan dengan metode tambang bawah tanah. Persoalan yang dihadapi dalam penambangan batubara metode tambang bawah tanah jauh lebih kompleks dan lebih sulit dibandingkan dengan tambang terbuka, terutama dalam menentukan tata letak lubang bukaan keseluruhan yang meliputi lubang masuk utama, barrier pillar, permuka (front) kerja penambangan, bentuk, ukuran jumlah pillar, sistem penyanggaan, sistem penguatan, pengendalian strata dan runtuhan, dan lain-lain. Dalam konteks keamanan kondisi tempat kerja, persoalan utama yang dihadapi dalam penambangan batubara bawah tanah adalah mengontrol lubang bukaan tambang dan pillar agar senantiasa dalam keadaan stabil dan aman. Untuk itu, perlu dilakukan kajian dan analisis geoteknik yang cermat dengan dukungan data yang mewakili masa batuan secara keseluruhan. Kegiatan ini juga dilakukan dalam rangka menunjang kebijakan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral dalam hal konservasi energi, pemanfaatan sumberdaya energi yang optimal yang berwawasan lingkungan serta meningkatkan keselamatan kerja. Disamping mewajibkan setiap kegiatan pertambangan mengkaji aspek keselamatan dan keamanan kerja di lingkungan tambang, salah satunya adalah dengan mempunyai desain (rancangan) lubang bukaan tambang yang aman dari segi teknis. Sedangkan kaitannya dengan visi dan misi Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumberdaya Mineral dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara adalah memberikan solusi permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan mineral dan batubara serta mampu menyelesaikan dan menjawab tantangan kedepan mengenai permasalahan pertambangan mineral dan batubara. 1

10 Penambangan batubara sistem tambang terbuka yang telah dan banyak dilaksanakan di Kabupaten Tapin, terutama di Desa Pualam Sari, Sarang Burung dan sekitarnya, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan akan dilanjutkan dengan pengembangan dan perencanaan penambangan batubara dengan metoda tambang bawah tanah. Untuk mengetahui, apakah metoda penambangan batubara bawah tanah ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan, maka Tim Kajian Geoteknik Tambang Batubara Bawah Tanah di Daerah Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, Pusat Litbang Teknologi Mineral (tekmira) tahun anggaran 2010 melakukan kajian geoteknik tambang batubara bawah tanah Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan Ruang Lingkup Kegiatan tanah meliputi : Ruang lingkup kajian geoteknik penambangan batubara tambang bawah Persiapan Studi literatur, yaitu mempelajari data dan informasi dari laporan-laporan teknik terkait dan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya sebagai referensi dan sumber data sekunder untuk bahan kajian dan analisis, yang meliputi antara lain peta geologi eksplorasi, peta situasi, penampang geologi, data core logs, dan kajian air tanah serta data curah hujan Kegiatan Lapangan Melakukan pengkajian geoteknik pada area rencana penambangan dengan metoda tambang batubara bawah tanah di bekas bukaan tambang (pit) Sarang Burung untuk mengetahui kondisi daerah tersebut, yaitu dengan melakukan kajian (studi) geoteknik bawah permukaan bakal tambang bawah tanah. Untuk itu, dilakukan pemercontoan batuan (rock sampling) pada hasil pemboran eksplorasi batubara yang telah dilakukan di daerah tersebut, yaitu 20 meter di atas lapisan (seam) C batubara dan 10 meter di bawah lapisan (seam) C batubara untuk mengetahui sifat-sifat geomekanika batuan, yaitu sifat fisik dan sifat mekanik batuan terutama kekuatan dan struktur diskontinuitas masa 2

11 batuan, kondisi tegangan (stress) yang bekerja pada dan di sekitar bukaan tambang tersebut; Melakukan kajian hidrologi dan hidrogeologi untuk mengetahui kondisi air tanah Analisis dan Pengolahan Data a. Pengolahan data geoteknik hasil penelitian lapangan dan data sekunder termasuk data hasil pengujian Laboratorium Geoteknik, meliputi : - Penyajian data sifat-sifat geomekanika batuan; - Klasifikasi masa batuan (sistem RMR dan SMR); - Karakteristik masa batuan dengan software Rocklab 1.0 dan/atau hasil dari klasifikasi masa batuan; - Interpretasi hasil kajian geoteknik, kajian hidrogeologi dan hidrogeologi; b. Penyusunan laporan, yang memuat hasil kajian geoteknik dan karakteristik batuan Tujuan Tujuan kajian ini adalah untuk mendapatkan data-data teknis geoteknik penambangan batubara tambang bawah tanah ini, yaitu : a) Melakukan kajian teknis terhadap kondisi geologi dan potensi cadangan batubara yang masih mungkin dapat ditambang secara ekonomis di daerah bekas tambang terbuka di daerah bukaan tambang (pit) Sarang Burung, Desa Pualam Sari, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan; b) Melakukan kajian teknis terhadap aspek geoteknik dan hidrologigeohidrologi untuk mendukung rencana penambangan batubara metoda tambang bawah tanah tersebut; c) Merekomendasikan desain penambangan metoda tambang bawah tanah dengan sistem Longwall atau Semi Longwall. 3

12 1.4. Sasaran Sasaran dari kegiatan kajian ini adalah untuk memberikan rekomendasi rancangan (desain) penambangan metoda tambang batubara bawah tanah Lokasi Kegiatan Lokasi kajian berada di bekas bukaan tambang (pit) batubara terbuka (ex. Openpit) Sarang Burung. Secara administratif, lokasi ini termasuk dalam wilayah Desa Pualam Sari, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan secara geografis, daerah pengkajian terletak pada koordinat me me dan mn mn atau X = dan Y = dengan elevasi antara 20 m sampai dengan 174 m di atas permukaan air laut, yaitu di bekas bukaan tambang (pit) batubara terbuka Sarang Burung, seperti terlihat pada Gambar 1.1. GAMBAR 1.1. PETA LOKASI DAERAH PENGKAJIAN 4

13 II. TINJAUAN PUSTAKA/ KAJIAN TEORITIS Lapisan batubara biasanya terletak diantara batuan sedimen berlempung yang terdiri dari beberapa lapisan dengan sifat geoteknik yang berbeda. Pada lapisan batubara yang berada pada kedalaman yang besar kadangkala juga dijumpai batuserpih, batulanau dan batulempung. Ketidakmantapan lantai tambang bawah tanah umumnya terkait dengan masalah (Santos, 1989) : Masuknya pilar kedalam lantai karena lantai hancur; Mencuatnya lantai tambang kearah atas karena tegangan horizontal tinggi; Pemekaran lantai tambang bila terekspos air. Dalam merancang lantai tambang yang nantinya digunakan sebagai jalan angkut maupun pondasi system pillar dan atap, maka diperlukan parameter-parameter yang berkaitan dengan kemampuan daya dukung lapisan lantai, jenis material penyusun lantai dan keadaan tegangan insitu Kekuatan Massa Batuan Untuk menilai kestabilan lapisan lantai tambang bawah tanah terutama untuk kapasitas daya dukung (lantai tambang berperan sebagai pondasi), maka perlu untuk memasukkan kriteria kekuatan massa batuan yang dapat digunakan untuk menentukan tegangan maksimum yang diijinkan pada lapisan lantai tersebut. Adapun criteria yang digunakan adalah bersifat empiris yaitu failure Hoek-Brown. Kriteria Hoek Brown : 5

14 2.2. Parameter Kuat Geser Dalam kestabilan lantai tambang penentuan kuat geser ultimate diberikan oleh serangkaian persamaan ditambah pertimbangan khusus bahwa lapisan tambang di bawah tanah berperilaku bergantung pada v. GAMBAR 2.1. DISKONTINUITAS BATUAN 6

15 2.3. Tegangan Ultimate Pada Lantai Tambang Tegangan Geser ( ) Tekanan Uniaksial = n tan + c 3 1 Tekanan Triaksial Tarikan Uniaksial c Tarikan t 3 n c 1 2 Tegangan Normal ( n ) Tekanan GAMBAR 2.2. KRITERIA PATAHNYA (FAILURE) BATUAN MENURUT CUOLOMB MOHR 2.4. Metode Tak Langsung Menentukan UCS dan UTS 1 1 n ( 1 3) ( 1-3)cos ( 1-3)sin 2 2 3(1 sin ) 2c cos 1 1-sin 2c cos c 1-sin 2c cos t 1 sin 7

16 8

17 III. PROGRAM KEGIATAN 3.1. Tinjauan Geologi Geologi Regional Daerah kegiatan eks. tambang terbuka batubara Sarang Burung terletak di bagian Selatan Cekungan Barito, yang merupakan salah satu cekungan berumur Tersier di Kalimantan bagian Tengah yang termasuk ke dalam Cekungan Barito. Secara regional daerah ini merupakan suatu sistem fisiografi pegunungan Meratus terbentang dengan arah Baratdaya Timurlaut dan termasuk dalam peta geologi Lembar Amuntai (Heryanto dan Sanyoto, 1987). Batuan dasar Cekungan Barito adalah batuan Pra-Tersier terdiri dari batuan beku bersifat granitik dan andesitik serta batuan malihan terdiri dari perselingan batulanau dengan batupasir halus sampai kasar dengan sisipan konglomerat dan breksi (Formasi Pitap). Di atas batuan Pra-Tersier ini diendapkan batuan sedimen Tersier yang terdiri dari tua ke muda yaitu Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin, Formasi Dahor dan Endapan Kuarter (Aluvium) Kontak antara batuan Pra-Tersier dan batuan sedimen Tersier ialah kontak ketidakselarasan umur, tetapi di beberapa tempat tertentu terdapat kontak ketidakselarasan tektonik. Umur dari batuan sedimen Tersier adalah Eosen sampai Pleistosen. Formasi pembawa bitumen padat dalam Lembar Amuntai adalah Formasi Tanjung yang berumur Eosen dan Formasi Warukin yang berumur Miosen Awal- Miosen Tengah. Struktur geologi yang berkembang di daerah Lembar Amuntai berupa lipatan dan sesar. Sumbu lipatan umumnya berarah Baratdaya-Timurlaut, sedangkan sesar yang terbentuk merupakan sesar geser dan sesar turun dengan arah hampir Barat-Timur. Batuan tertua adalah batuan malihan yang tersesarkan oleh kegiatan tektonik yang terjadi pada Pra-Tersier Awal (Supriatna dkk., 1982). Kemudian pada Kapur Awal terjadilah kegiatan magma yang membentuk batu granit. Batuan malihan dan batuan granit tersebut merupakan alas dari Formasi Pitap yang diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Pengendapan ini disertai dengan kegiatan gunung api. 9

18 Pada akhir Kapur terjadi kegiatan tektonik yang besar, akibatnya batuan Mesozoikum terangkat yang kemudian diikuti oleh proses pendataran. Pada Awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam lingkungan paralik, dan pada kala Oligosen terjadi genang laut yang membentuk Formasi Warukin dan diendapkan dalam lingkungan paralik. Gerakan tektonik terakhir terjadi pada Akhir Miosen yang mengangkat batuan tua ke atas dan membentuk tinggian Meratus dan melipatkan batuan sedimen Tersier yang disertai dengan sesar normal. Setelah itu terjadi proses erosi dan pendataran kembali yang diikuti oleh pengendapan Formasi Dahor pada kala Pliosen sampai Plestosen dalam lingkungan paralik; sedangkan pengendapan terakhir terbentuknya endapan Kuarter Geologi Daerah Pengkajian Morfologi Morfologi daerah penyelidikan berdasarkan kenampakan topografinya, pola aliran sungai, litologi dan struktur geologi yang ada secara umum dapat dibagi menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu : - Satuan morfologi perbukitan terjal yang terletak di sebelah Timur, memanjang Baratdaya Timurlaut dengan luas 40% dari luas daerah penyelidikan, ketinggian m di atas permukaan air laut. Batuan penyusunnya adalah batuan Pra Tersier. Pola aliran sungai adalah pola aliran dendritik dan radial dengan sungai utamanya adalah Sungai Tapin; - Satuan morfologi perbukitan gamping, penyebarannya memanjang dari Baratdaya Timurlaut, dengan luas 15% dari luas daerah penyelidikan, ketinggian m di atas permukaan air laut dengan puncak-puncaknya adalah G. Batulaki (275 m), G. Palangpitu (200 m), G. Pagettalangit dan G. Talikur (182 m). Batuan penyusunnya didominasi oleh batugamping dari Formasi Berai yang sebagian telah mengalami kristalisasi. Ciri khas dari satuan ini adalah bentuk tofografi berupa karst yang kasar dan terjal dan ditemukannya aliran-aliran sungai bawah permukaan; - Satuan morfologi perbukitan sedang, yang menempati bagian Tengah, dengan luas 30 %, ketinggian m di atas permukaan air laut. Batuan penyusunnya batuan dari Formasi Tanjung dan Warukin. Pola aliran sungainya adalah pola aliran dendritik dan termasuk dalam stadium erosi menjelang dewasa 10

19 sampai dewasa yang dicirikan oleh bentuk sungai atau lembah menyerupai huruf U dengan sungai utamanya adalah Sungai Amandit; - Satuan morfologi pedataran, yang terletak di sebelah Baratlaut dengan luas 15% dari seluruh daerah penyelidikan, ketinggian m di atas permukaan air laut. Batuan penyusun terdiri dari Formasi Dahor dan hasil pelapukan dari batuan yang lebih tua dan endapan sungai Stratigrafi Formasi batuan yang tersingkap di daerah pengkajian berumur dari Pra Tersier, Tersier sampai Quarter. Coal Bearing Formation(CBF) berada pada Formasi Tanjung yang berumur Eosen. Diskripsi batuan yang ada di daerah pengkajian adalah : a. Batuan Dasar Batuan dasar yang tersingkap di daerah ini berumur Kapur, yang terdiri dari batuan beku, batuan vulkanik, intrusi, batuan beku yang mengalami alterasi, batuan sedimen yang mengalami silisifikasi, batupasir, mudstone, shale dan graywacke. b. Formasi Tanjung Batuan pada Formasi ini diendapkan di bagian Timur Cekungan Barito dalam lingkungan litoral. Litologinya terdiri dari shale, batupasir kuarsa, perselingan batupasir dengan shale, batulempung (mudstone) batubara batupasir tufaan, dan anglomerat. Pada tempat-tempat tertentu anglomerat ini tersingkap, diduga berupa channel. Batupasir kuarsa, berwarna abu-abu muda sampai abu-abu kecoklatan, berbutir halus-kasar, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung, kemas tertutup, terpilah baik, keras mudah hancur, masa dasar atau penyemen lempung dan oksida besi, komponennya didominasi oleh kuarsa. Setempat mengandung konkresi-konkresi batulanau/batupasir sangat halus yang umumnya berwarna coklat, dan pita-pita halus karbon. Struktur sedimen yang teramati adalah perlapisan sejajar, silang siur dan bioturbasi. Ketebalan lapisan batupasir antara 0,20 m sampai 2,00 m. Batulempung, berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, lunak-padu, dipermukaan nampak menyerpih, setempat mengandung fragmen-fragmen batubara, 11

20 pita-pita karbon dan konkresi-konkresi batulanau. Kadang-kadang terdapat perselingan lapisan-lapisan batupasir yang membentuk struktur sedimen paralel laminasi dan sisipan tipis batubara. Ketebalan lapisan batulempung sekitar 0,40 m 7,00 meter. Batubara, berwarna hitam, ringan dan keras, mengkilap, pecah konkoidal, berlapis masif, setempat mengandung resin dan pirit yang cenderung mengisi rekahan-rekahan halus. Tebal lapisan batubara antara 0,10 m 2,00 m. Sedangkan lapisan bitumen padat umumnya terletak diantara lapisan batubara, berwarna abu-abu dan menyerpih pada bagian permukaan, dibagian dalam umumnya berwarna hitam kecoklatan, lunak keras, ringan, berlapis dengan ketebalan 0,20 m 2,50 m. Basalt konglomerat di daerah pengkajian tersingkap berupa jalur (channel) atau lensa-lensa pada lapisan batupasir, berwarna putih kecoklatan, berbutir sedangkerakal berukuran hingga 0,10 m, bentuk butir membulat tanggung-membulat, kemas terbuka, terpilah buruk, disusun oleh fragmen-fragmen kuarsa asap (dominan) dengan sedikit fragmen batuan andesitik, masa dasar adalah butiran-butiran halus kuarsa dan penyemennya berupa oksida besi. Pada beberapa tempat nampak sebagian konglomerat telah mengalami silisifikasi terutama pada masa dasarnya. Arah jurus dari formasi ini dari N E N E dengan kemiringan , sebarannya membentang hampir Timurlaut - Baratdaya. Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Pitap dalam lingkungan paralik, sedangkan umurnya diperkirakan Eosen; c. Formasi Berai Formasi ini memanjang hampir Timurlaut - Baratdaya yang memisahkan antara Formasi Tanjung dan Formasi Warukin. Batuannya berupa batugamping dengan sisipan batulempung gampingan. Batugamping berwarna putih sampai putih kecoklatan, keras dan kompak, mengandung fosil foraminifera besar, sebagian mengalami kristalisasi; batulempung gampingan berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, lunak sampai padu; d. Formasi Warukin Formasi ini tersingkap di sebelah Baratlaut dengan sebarannya memanjan Timurlaut - Baratdaya. Batuannya terdiri dari batulempung yang berselang seling dengan lapisan-lapisan tipis batupasir dan batulanau, sedangkan batubara dan bitumen padat terdapat sebagai sisipan. 12

21 Batulempung berwarna abu-abu sampai abu-abu pucat, umumnya lunak, dipermukaan nampak menyerpih, masif sampai berlapis baik, setempat mengandung pita-pita dan fragmen-fragmen batubara, kadang-kadang terdapat oksida besi mengisi rekahan-rekahan halus. Tebal lapisan batulempung antara 0,50 m 15,00 m. Batupasir kuarsa, berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, mudah hancur keras, berbutir halus kasar, bentuk butir menyudut (angular)- menyudut tanggung (sub angular), kemas tertutup, terpilah baik, didominasi oleh kuarsa dengan masa dasar lempung dan oksida besi, setempat mengandung fragmen-fragmen batubara; struktur sedimen yang teramati adalah silang-siur. Ketebalan dari lapisan batupasir ini berkisar antara 0,10 m 1,00 m. Batubara, berwarna hitam-hitam kecoklatan, kusam - mengkilap, keras - lapuk, mengotori tangan, pecah konkoidal, pada beberapa tempat struktur kayu masih nampak, mengandung resin dan pirit terutama mengisi rekahan-rekahan. Tebal batubara dari beberapa cm sampai 6,00 meter. Bitumen tersingkap di bawah lapisan batubara, berwarna abu-abu kehitaman, mudah hancur, nampak menyerpih, setempat terdapat fragmen-fragmen batubara, ketebalan antara 0,10 m 1,10 m. Formasi Warukin ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Berai dalam lingkungan paralik, dan umurnya diperkirakan Miosen Bawah Miosen Tengah. Arah jurus dari formasi ini berkisar dari N E N E dengan kemiringan lapisan antara e. Formasi Dahor Formasi ini merupakan batuan sedimen Tersier termuda yang tersingkap di bagian Baratlaut daerah pengkajian. Litologinya terdiri dari batupasir kuarsa, konglomerat dan batulempung, setempat terdapat lignit dan limonit. Batupasir kuarsa, berwarna putih - abu-abu muda, berbutir sedang - kasar, bentuk butir menyudut tanggung (sub angular) - membundar tanggung (sub rounded), mudah hancur, berlapis, fragmennya didominasi oleh kuarsa dalam masa dasar lempung atau tersemen oleh silika halus dan oksida besi. Konglomerat berwarna putih kecoklatan, mudah hancur dan keras, berbutir halus - kerikil berukuran hingga 3 cm, bentuk butir membulat tanggung - membulat, terpilah baik, komponennya didominasi oleh kuarsa asap didalam masa dasar batupasir kuarsa. Batulempung berwarna abu-abu muda - kecoklatan, lunak padu, setempat mengandung kaolin; 13

22 f. Aluvium Formasi ini merupakan endapan termuda yang merupakan hasil erosi dari batuan yang lebih tua berupa aluvium terdiri dari endapan sungai dan rawa, gambut, lempung, pasir halus dan kerikil. Pada Gambar 3.1 dapat di lihat peta geologi lokal daerah pengkajian Struktur Geologi Struktur geologi yang dijumpai di lokasi pengkajian adalah struktur homoklin/monoklin dengan arah jurus umum N 223 O E (Baratdaya Timurlaut) - N 313 O E (Tenggara Baratlaut) dan dengan kemiringan umum (dip) antara GAMBAR 3.1. PETA GEOLOGI LOKAL DAERAH PENGKAJIAN DAN SEKITARNYA 3.2. Eksplorasi Batubara Pemboran Inti Untuk mengetahui ketebalan dan jenis lapisan batuan, maka telah dilakukan pemboran inti (core drill) sebanyak 7 (tujuh) buah titik bor di daerah pengkajian yang telah dilakukan PT. Sumber Kurnia Buana (PT. SKB), seperti terlihat pada Gambar

23 GAMBAR 3.2. PENAMPANG (PROFIL) LUBANG-LUBANG BOR DI DAERAH PENGKAJIAN DAN SEKITARNYA 15

24 Pada Gambar 3.3 dapat di lihat penampang (profil) lubang-lubang bor yang menunjukkan bahwa daerah pengkajian didominasi oleh batulempung dengan diselingi batupasir. Pada Lampiran A dapat di lihat Rock Quality Designation Log Bor (RQD-Log Bor) daerah pengkajian. Hasil pengeboran inti dilakukan pemercontoan geoteknik (geotechnique sampling), yaitu 20,00 m di atas lapisan (seam) batubara C dan 10,00 m di bawah lapisan (seam) batubara C, yang kemudian dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik di laboratorium geomekanika Bandung. GAMBAR 3.3. TITIK-TITIK BOR DI WILAYAH SARANG BURUNG, DESA PUALAM SARI, TAPIN, KALIMANTAN SELATAN 16

25 sebagai berikut : Data-data litologi titik-titik lubang bor DSB-01, DSB-04 dan DSB-05 adalah a. Lubang Bor DSB-01 Litologi di atas lapisan batubara (seam) C adalah batulempung dengan ketebalan 6.00 m, di atasnya, yaitu batupasir setebal 9.25 m. Pada lubang bor ini, ketebalan lapisan batubara (seam) C adalah 3.75 m. Sedangkan di bawah lapisan batubara (seam) C ini terdapat batulempung karbonan, batulanau dan batulempung karbonan. b. Lubang Bor DSB-04 Litologi di atas lapisan batubara (seam) C adalah batulempung dengan ketebalan 5.95 m. Pada lubang bor ini, ketebalan lapisan batubara adalah 3.50 m. Sedangkan dibawah lapisan batubara (seam) C ini terdapat batulempung dengan sisipan batupasir. c. Lubang Bor DSB-05 Litologi di atas lapisan batubara (seam) C adalah batulempung dengan ketebalan 7.70 m. Pada lubang bor ini, ketebalan lapisan batubara (seam) C adalah 3.50 m. Di bawah lapisan batubara (seam) C ini terdapat batulempung dengan sisipan batupasir Lapisan Batubara Wilayah (area) Sarang Burung adalah wilayah yang direncanakan akan dilakukan penambangan batubara dengan metoda tambang bawah tanah. Pada data lubang bor DSB-01, ditemukan lapisan batubara seam C pada kedalaman m dengan kemiringan Ini menunjukkan kemungkinan adanya pelandaian kemiringan ke arah down dip sesuai dengan bentuk morfologinya yang relatif landai datar. Ditemukan juga adanya zona breksiasi, pada kedalaman m (setebal 1.70 m) dan m (setebal 0.75 m). Hal ini menandakan adanya gejala struktur yang akan menyebabkan terjadinya zona lemah disekitarnya, sehingga perlu diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan tambang nantinya. Pada data lubang bor DSB-02 ditemukan lapisan batubara seam C pada kedalaman ± m dengan kemiringan ± Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya pelandaian 17

26 kemiringan ke arah down dip sesuai dengan bentuk morfologinya yang relatif landai datar, yaitu Tidak ditemukan munculnya seam lain di atas seam C, karena diperkirakan adanya penipisan hingga menghilang dan gejala struktur tidak ditemukan. Pada lubang bor ini banyak dijumpai batulempung dengan sedikit sisipan batupasir yang cukup tebal dan memiliki porositas (kesarangan) yang baik sebagai lapisan pembawa air yang merupakan aquifer pada kedalaman m, tebal m. Batupasir dengan sisipan batulanau dan batulempung dan satuan batulempung dengan sisipan batulanau dan batupasir. Pada batulempung juga ditemukan lapisan pembawa air yang relatif tebal dan bersifat permeabel, yang menyebabkan air mengalir di atas atau di bawah lapisan tersebut, yaitu pada kedalaman 5.20 m, tebal m Sumberdaya dan Kualitas Batubara Dari beberapa lapisan batubara yang ada di daerah kajian, hanya satu lapisan yang akan ditambang dengan metode Longwall yaitu lapisan (seam) batubara C. Perkiraan sumberdaya lapisan (seam) batubara C di daerah rencana penambangan seluas 190 Ha adalah Volume = Luas daerah penambangan (m 2 ) x tabal (m) = 190 ha x m 2 /ha x 2,50 m = BCM. Tonase = Volume (BCM) x density (ton/m 3 ) = BCM x 1,3 ton/m 3 = ton. Kualitas batubara seam C berdasarkan hasil uji laboratorium adalah : Nilai kalori rata-rata (adb) = kcal/kg Kandungan sulphur total rata-rata = 0,85 % Kandungan abu rata-rata = 10,08 % Kandungan air total rata-rata = 4,64 % Hasil pengujian kualitas batubara secara lengkap dapat dilihat pada Tabel Hidrologi Air limpasan (Surface Run Off) Air limpasan (surface run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut. Aliran tersebut terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat intensitas 18

27 hujan melampaui kapasitas infiltasi atau faktor lain, seperti kemiringan lerang, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi dan air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, kemudian keluar lagi ke permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih rendah. TABEL 3.1 KUALITAS BATUBARA DI WILAYAH BUKAAN TAMBANG SARANG BURUNG KUALITAS NO. NO. BOR X Y Ash TS C.V (K.Cal/Kg) TM IM VM FC HGI DENSITY TEBAL NAMA (%) (%) a.d.b d.a.f (%) (%) (%) (%) (Ton/M3) SEAM 1 DH ,363 8, DSB ,499 8, DSB-02A ,655 8, DSB ,121 8, DSB ,393 8, DSB ,310 8, DSB ,155 8, C 3.84 C 2.90 C 3.92 C 3.10 C 3.15 C 2.95 C Minimum ,121 8, Maximum ,655 8, AVERAGE ,357 8, Jumlah (debit) air hujan yang masuk ke dalam bukaan tambang (pit) batubara terbuka Sarang Burung dapat dihitung berdasarkan daerah tangkapan (catchment area) bukaan tambang (pit) tersebut seluas ± 31,23 Ha dan peta daerah tangkapannya dapat di lihat pada Gambar 3.4. Perkiraan aliran puncak (peak flow estimation) menggunakan kurva frekuensi intensitas lamanya curah hujan dari hidrologi untuk pengairan (Takeda dan Sosrodarsono, 1993). Untuk menghitung debit air limpasan puncak (peak discharge = Q) digunakan rumus sebagai berikut : Q = FC I A m 3 /detik Keterangan : Q = debit limpasan puncak/peak discharge (m 3 /detik); F = 1/360; 19

28 C = 0,9 I = intensitas curah hujan (mm/jam); A = luas daerah tangkapan (catchment area) (km 2 ). Intensitas curah hujan yang mungkin timbul di daerah Sarang Burung adalah seperti pada Tabel 3.2. GAMBAR 3.4. DAERAH TANGKAPAN WILAYAH EKS. LUBANG BUKAAN TAMBANG(PIT) BATUBARA TERBUKA SARANG BURUNG 20

29 TABEL3.2 INTENSITAS CURAH HUJAN DI DAERAH SARANG BURUNG Lamanya Rata-rata curah hujan (mm/jam) interval berulang Curah Hujan 2 tahun 3 tahun 5 tahun 7 tahun 10 tahun 20 tahun 1 jam 26,3 31,1 37,4 41,2 45,1 52,7 2 jam 18,6 22,1 126,6 29,4 32,2 37,8 6 jam 10,8 12,8 15,5 17,1 18,7 22,1 12 jam 7,6 9,1 11,0 12,1 13,3 15,7 Puncak aliran (peak flow) dihitung pada masing masing periode ulang dan lamanya, seperti terlihat pada Tabel 3.3. TABEL 3.3 PUNCAK ALIRAN (PEAK FLOW) YANG DIRAMALKAN DI DAERAH SARANG BURUNG Lamanya Rata-rata Peak Flow (m 3 /detik) Interval Berulang Curah Hujan 2 tahun 3 tahun 5 tahun 7 tahun 10 tahun 20 tahun 1 jam 2,0 2,4 2,9 3,2 3,5 4,0 2 jam 1,4 1,7 2,0 2,2 2,5 2,9 6 jam 0,8 1,0 1,2 1,3 1,4 1,7 12 jam 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,2 Hasil dari Tabel 3.3 dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah air yang masuk ke dalam bukaan tambang (pit) dalam waktu yang tersedia (sebagai contoh satu jam dalam periode ulang dua tahun akan menghasilkan volume 2 x m 3 =7200 m 3 ) Air Tanah Air yang terinfiltrasi di daerah isian (recharge area) akibat presipitasi memberikan input kepada keterdapatan air di bawah permukaan. Kontrol-kontrol yang berpengaruh dalam infiltrasi antara lain karakter hidrolik material yang dilalui, patahan, kemiringan lereng, dan kondisi vegetasi di daerah tersebut. Dengan adanya lapisan yang relatif kedap air (lempung), infiltrasi langsung dari atas daerah rencana tambang bawah tanah sangat kecil. 21

30 Masuknya air tanah lebih banyak dikontrol oleh adanya : - patahan/kekar mendatar dan miring; - perlapisan yang tersingkap akibat adanya patahan naik, sehingga daerah Timur merupakan daerah recharge bagi formasi. Tetapi karena adanya aktifitas penambangan sepanjang coal bed, maka diperkirakan recharge ke arah akuifer yang berada diatas lokasi penambangan akan terganggu; - Adanya lubang bor eksplorasi yang tidak ditutup dengan benar akan menyebabkan masuknya air dari satu akuifer ke akuifer yang lain seperti pada Gambar 3.5. Land Surface Water Table Static Water Level Piezometric Surface Aquifer 1 Aquifer 1 Piezometric Surface Aquifer 2 Aquifer 2 unscale GAMBAR 3.5. PERUBAHAN TATA ALIRAN AIR TANAH AKIBAT LUBANG BOR EKSPLORASI YANG TIDAK DITUTUP DENGAN BENAR 22

31 Pada saat penambangan akan muncul air tanah, air ini berasal dari rembesan air tanah pada dinding dan atap serta bukaan tambang yang memotong lapisan akuifer. Untuk menghitung debit air tanah digunakan rumus Darcy sebagai berikut : Keterangan : Q = debit (m 3 /detik) i = gradien hidrolik A = luas penampang (m 2 ) K = konduktivitas hidrolik (m/detik) Q = K. i. A 3.4. Geohidrologi Akuifer Dengan melakukan pengeboran dapat diketahui lapisan akuifer yang terdapat pada wilayah penambangan ini. Hasil menunjukkan bahwa lapisan akuifer yang utama di blok Sarang Burung adalah lapisan batupasir bagian atas dan lapisan batupasir bagian atas lapisan batubara, hal ini dapat di lihat pada susunan stratigrafi pada Gambar 3.6 dan Gambar 3.7. Penentuan nilai konduktifitas hidrolik (K) dilakukan dengan metode Bouwer-Rice dengan menggunakan slug test. Proses slug test dilakukan dengan menggunakan tekanan udara yang dimasukan ke pipa pelindung (casing) di atas saringan. Detail desain dari proses Bouwer-Rice dapat dilihat pada Gambar 3.8. Kenaikan muka air tanah diukur sejak tekanan udara dihentikan. Kondisi untuk masing-masing akuifer ditunjukan pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5. Lapisan akuifer yang mempengaruhi operasi penambangan hanya akuifer 2 (lihat Gambar 3.6 dan Gambar 3.7) Lapisan Kedap Air Lapisan kedap air yang berada di atas batubara yang akan ditambang relatif tidak begitu tebal. Lapisan kedap air yang berada di atas batubara adalah coaly shale clay dengan ketebalan 2-3 m di atas batubara dengan kemiringan searah dengan 23

32 kemiringan batubara. Adanya posisi lapisan akuifer dan lapisan kedap air yang relatif tidak begitu tebal diperkirakan akan mempengaruhi keamanan dan kestabilan bukaan. No. DSB - 01 TABEL 3.4 KONDISI AKUIFER DI LUBANG TAMBANG (PIT) SARANG BURUNG Akuifer Kondisi Ketebalan akuifer (m) Jarak dr batubara (m) Piezometric Surface (m) Debit (l/menit) Nilai K (m/detik) 1 Flowing 4, ,92 0,9* 1 x Flowing 3,7 1,65 +0,9 0,7* 3 x 10-8 DSB- 02A 1 Flowing 2,6 86,7 +5,1 7,8** 9,4 x Flowing 2,6 20,7 +6,39 4,8** 8,8 x 10-7 *discharge pada ketinggian 0,54 m dari permukaan ** discharge pada ketinggian 1,5 m dari permukaan TABEL 3.5 KONDISI AKUIFER DI LUBANG TAMBANG (PIT) SARANG BURUNG No. DSB - 01 DSB- 02A Akuifer Kondisi Ketebalan akuifer (m) Jarak dr batubara (m) Piezometric surface (m) Debit (L/menit) Nilai K (m/detik) 1 Flowing 4, ,92 0,9* 1 x Flowing 3,7 1,65 +0,9 0,7* 3 x Flowing 2,6 86,7 +5,1 7,8** 9,4 x Flowing 2,6 20,7 +6,39 4,8** 8,8 x 10-7 *discharge pada ketinggian 0,54 m dari permukaan ** discharge pada ketinggian 1,5 m dari permukaan 24

33 MAT MAT GAMBAR 3.6. KONDISI AKIFER DI DSB Final Slope PIT Sekarang 150 DSB-02A m 6.39m Aquifer Aquifer GAMBAR 3.7. KONDISI AKIFER DI DSB-02 25

34 1. DSB 01 Ø 3 4" (Stand Pipe Tube) 54cm Ø 4mm (Air hose) 32cm Permukaan Tanah Lempung Casing 39.22m Semen 2m 2m 3m Pasir Sedang Saringan 3m Plug 121m Kerikil Ø >2mm HQ (Ø = 89mm) Cutting Saringan 3m Plug 2m 2m 8m Semen Pasir Sedang Kerikil Ø >2mm Cutting GAMBAR 3.8. RANCANGAN (DESAIN) SUMUR PANTAU 26

35 IV. METODOLOGI Metodologi kajian geoteknik tambang batubara bawah tanah daerah Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan dapat di lihat pada Gambar 4.1. Studi Literatur Laporan-Laporan Geologi Tambang, Bor Eksplorasi dan Hidrologi dan Hidrogeologi Pemercontoan Geoteknik Sumberdaya Batubara Kualitas Batubara Karakteristik Massa Batuan Getaran Peledakan/ Gempa Pemodelan Geologi Analisa Rancangan Lubang Bukaan dan Pemodelan Stabil? SF > 1.2 Tidak Ya Saran/Rekomendasi Desain STOP GAMBAR 4.1. METODOLOGI PENGKAJIAN GEOTEKNIK TAMBANG BAWAH TANAH 27

36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kajian Geoteknik Laporan kajian geoteknik berisikan hasil uji laboratorium geomekanika, analisa data, rekomendasi dimensi pilar, sistem penyanggaan, serta analisa kemampuan-galian di bukaan tambang (pit) Sarang Burung.Hasil kajian geoteknik ini adalah dimensi pilar, jenis penyanggaan dan metoda penggalian yang digunakan pada metoda penambangan bawah tanah sistem Longwall atau Semi Longwall Mining. Selanjutnya, hasil kajian ini dipergunakan sebagai parameter masukan dalam rancangan (desain) tambang. Untuk menentukan dimensi pilar yang tepat diperlukan perhitungan kekuatan pilar. Dalam perhitungan ini diperlukan data hasil pengujian laboratorium geomekanika dari material yang berfungsi sebagai pilar yaitu batubara adalah pengujian sifat fisik dan pengujian sifat mekanik (pengujian kuat geser langsung, pengujian triaxial, dan pengujian kuat tekan). Dari pengujian sifat fisik diperoleh parameter yang diperlukan sebagai masukan (input) analisis, diantaranya adalah bobot isi jenuh ( sat ) dan bobot isi alami ( nat ). Dari pengujian kuat geser langsung diperoleh parameter batuan yang berupa nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (Φ). Pada pengujian kuat tekan diperoleh parameter sifat mekanis, yaitu kuat tekan ( c ), modulus Young s (E), dan Poisson s ratio ( ). Sedangkan dari pengujian triaxial diperoleh data kohesi (c) dan sudut geser dalam (Φ). Data-data karakteristik material dapat di lihat pada Tabel 5.1. TABEL 5.1 DATA KARAKTERISTIK MATERIAL DI BUKAAN TAMBANG (PIT) BATUBARA TERBUKA SARANG BURUNG No. Jenis Batuan sat (KN/m 3 ) c (MPa) Φ (derajat) 1. Batupasir (Sandstone) 24,43 0, Batulempung (Claystone) 22,36 0, Batulanau (Siltstone) 21,70 0,

37 Dalam menentukan sistem penyanggaan diperlukan data, yaitu peringkat/klasifikasi massa batuan Bieniawski, Rock Mass Rating (RMR), yang selanjutnya dikorelasikan pada tabel sistem penyanggaan berdasarkan RMR. Nilai RMR dapat dijadikan pedoman (acuan) untuk menentukan metoda penggalian pada tambang bawah tanah dan jenis material untuk membantu penyangga utama (pillar) Uji Geoteknik Rekapitulasi hasil pengujian sifat mekanik batuan, dimana nantinya digunakan untuk analisa geoteknik dapat di lihat pada Tabel Analisa Hasil Pengujian Laboratorium Dengan data hasil pengujian laboratorium dan kondisi massa batuan untuk atap (roof) dan alas/lantai (floor) dan batubara pada daerah ini dapat diketahui nilai peringkat atau klasifikasi massa batuan (RMR) yang menunjukkan kelas dari masa batuan pada wilayah bukaan tambang (pit) batubara terbuka Sarang Burung, yang ada pada Tabel 5.3. Masa batuan pembentuk atap (roof) mempunyai nilai RMR = 38, maka material pada atap tersebut termasuk pada batuan kelas IV, yaitu masa batuan lemah (poor rock). Dari nilai RMR tersebut dapat diketahui bahwa untuk span 1,50 meter, standup time adalah sebesar 50 jam dan apabila span = 6,50 meter, maka stand-up time adalah sebesar 5 jam Kondisi Batuan Atap dan Batuan Alas/Lantai Batuan atap pada umumnya adalah batulempung (clay stone) dengan ketebalan rata-rata 10,96 m dengan klasifikasi (peringkat masa batuan (RMR) lebih keurang 38, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai masa batuan Kelas IV atau masa batuan lemah (poor rock mass). Dengan demikian, maksimum lubang bukaan tanpa penyangga (unsopported span) untuk batulempung ini adalah 11,00 m. 29

38 No. Lubang Bor 1. DSB DSB-02A 3. DSB DSB DSB-05 TABEL 5.2. HASIL PENGUJIAN GEOMEKANIKA DI WILAYAH BUKAAN TAMBANG SARANG BURUNG Litologi Silt Sand Clay Silt Sand Silt Clay Sand Silt Clay Sand Silt Sand Clay Silt Clay Silt Sand Silt Sand Silt Clay Kedalaman (m) 110,74 112,65 112,65 120,08 122,70 129,13 129,13 126,90 125,49 125,68 126,00 126,16 127,78 129,31 134,00 151,67 154,67 154,90 159,31 159,63 266,50 268,67 273,52 273,75 274,00 279,00 281,64 281,80 283,00 288,64 309,75 309,95 309,95 312,90 313,73 317,73 134,10 134,42 137,33 147,62 149,29 158,74 162,24 162,47 Bobot Isi Jenuh ( sat ) (gr/cm 2 ) Uji Kuat Tekan Uji Triaxial Uji Kuat Geser Langsung c (MPa) E (Mpa) Cp (Mpa) Φ p (derajat) Cr (Mpa) Φ r (derajat) 2,3821 7, ,700 0,395 1, , ,3550 9, ,460 0,385 0, , , , ,000 0,380 1, , , ,580 0,435 2, ,4130 8, ,050 0,320 1, Keterangan : c : Kohesi Φ : Sudut Geser Dalam c : Kuat Tekan E : Modulus Young;s : Nisbah (Ratio) Poisson s sat : Berat Jenis Kondisi Jenuh Cp : Kohesi Peak Cres : Kohesi Residual MS : Batulumpur (Mud Stone) SS : Batupasir (Sand Stone) ST : Batulanau (Silt Stone) 30

39 Waktu stabil tanpa penyangga (stan-up time) akan dikontrol oleh lebar lubang bukaan (span) yang akan diterapkan dalam kegiatan penambangan maupun dalam kegiatan pembuatan lubang masuk seperti : main shaft, slope shaft dan atau panel gate. Sebagai ilustrasi, penentuan perkiraan stand-up time dalam kaitannya dengan lebar lubang bukaan (span), dapat di lihat pada Gambar 5.3. TABEL 5.3 PERINGKAT MASA BATUAN (ROCK MASS RATING) PADA MATERIAL ATAP (ROOF) (Batulumpur/Mud Stone, tebal 1,60 m) No. Parameter Selang Nilai Peringkat 1. UCS (MPa) RQD (%) Spacing of Discontinuty (cm) Condition of Discontinuty Slickensided surface 10 or Gauge < 5 mm thick 5. Air Tanah (Ground Water) Dribping 4 6. Effect of Discontinuty Fair (irrespective of Strike; Dip 0 20) -5 Peringkat Masa Batuan (RMR) 38 Sumber : Geotechnical Result Sarang Burung Mine ( ) Batuan lantai/alas (floor) di daerah Sarang Burung pada umumnya adalah batulempung bersifat karbon (carbonaceous claystone), dengan ketebalan 0,70 meter dan batulanau (siltstone) dengan ketebalan 2,35 meter. Klasifikasi atau peringkat masa batuan (RMR) batuan alas/lantai adalah antara 31 sampai 33, sehingga termasuk dalam batuan kelas IV dengan peringkat atau klasifikasi masa batuan lemah (poor rock). Batuan jenis ini, jika terembes oleh air tanah akan mudah berubah menjadi lemah, sehingga semua ujung bawah penyangga kayu (post) dan steel set support perlu diperhitungkan untuk dipasangi papan kayu penahan (sepatu). 31

40 GAMBAR 5.1. GRAFIK PENENTUAN WAKTU STABIL TANPA PENYANGGA Penentuan Dimensi Pilar Pendekatan Analisis Pendekatan analisis dalam perhitungan dimensi pilar adalah : a. Sifat fisik dan mekanik batuan yang digunakan yaitu dari hasil pengujian geoteknik (lihat Tabel 5.2); b. Nilai kuat tekan ( c ), Modulus Young s (E), Poisson s Ratio ( ), kohesi (c) dan sudut geser dalam (Φ) yang digunakan dalam perhitungan dimensi pilar diambil berdasarkan analisis statistik, yaitu dipilih nilai terkecil antara nilai ratarata dan medianya. Sedangkan nilai bobot isi jenuh ( sat ) diambil nilai rataratanya. 32

41 c. Untuk kondisi tertentu (hanya terdapat satu perconto/sample atau tidak ada perconto/sample sama sekali), maka nilai-nilai sifat batuan didekati dengan pendekatan tertentu. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan adalah dengan berat jenis material yang disangga adalah dengan menggunakan berat jenis rata-rata lapisan tanah penutup (overburden) Parameter Pilar Pilar pada penambangan batubara bawah tanah dengan metoda Longwall mining berada pada lapisan batubara. Parameter yang digunakan diperoleh dari pengujian laboratorium geomekanika, seperti ditunjukkan pada Tabel VII, yang selanjutnya digunakan sebagai parameter untuk menghitung dimensi dan faktor keamanan (FK) pilar. Untuk menghitung pilar digunakan parameter-parameter sebagai berikut : - Variasi kedalaman yang dipakai; - Kuat tekan batubara pada laboratorium; - Kuat tekan batubara in-situ; - Berat jenis matrial tanah penutup (overburden); - Poisson s ratio overburden; - Lebar lubang bukaan; - Tinggi lubang bukaan; - Lebar panel; - Panjang panel; - Ketebalan rata-rata lapisan batubara Penentuan Jenis Penyangga Penentuan jenis penyangga yang diperlukan pada rencana tambang bawah tanah di Sarang Burung dapat ditentukan berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) dari massa batuan. Dari perhitungan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR), dimana masa batuan di daerah ini baik atap (roof), batubara maupun alas/lantai 33

42 (floor) termasuk pada batuan kelas IV yaitu masa batuan lemah (poor rock). Maka berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) ini, jenis penyangga yang diperlukan untuk batuan di wilayah tersebut di bagi menjadi dua bagian, yaitu sistem penyanggaan untuk panel dan sistem penyanggaan untuk slope dan roadway. Sistem penyanggaan yang akan digunakan pada panel adalah menggunakan penyangga besi baja berbentuk tapal kuda dengan pertimbangan bahwa penyangga tersebut bisa dipasang dengan cepat dan dapat dilepas untuk dipasang di panel penambangan lainnya. Sedangkan untuk sistem penyanggaan yang digunakan pada slope dan roadway adalah cable bolt dan pada daerah runtuhan serta pada dinding ditambahkan wire mesh dan shortcrete Jenis Penggalian Penentuan jenis penggalian yang diperlukan pada rencana tambang batubara bawah tanah di daerah ini ditentukan berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) dari masa batuan di daerah tersebut. Berdasarkan nilai klasifikasi/peringkat masa batuan (RMR) tersebut, maka penggalian yang dilakukan adalah penggalian dengan sistem mekanis penuh (fully mechanized), dimana pembongkaran (loosening/breaking) batubara dilakukan pada sebuah panel dan dilakukan secara terus menerus (kontinyu) menggunakan peralatan yang sepenuhnya mekanis, yaitu road header. Untuk lubang bukaan besar (lebih dari 3,00 meter) dapat digunakan metoda top heading dengan kemajuan top heading 1,00 1,50 m. Penyangga dipasang tiap 10,00 m setelah menggali permuka kerja (face) lapisan batubara. Setelah batubara diambil, panel bekas penambangan dibiarkan ambruk. Produksinya dilakukan dengan menggunakan mesin drum shearer yang membongkar batubara, dan didukung oleh powered roof support (PRS) yang berada di belakangnya untuk menyediakan penyanggaan sementara. Drum shearer dan powered roof support (PRS) akan bergerak maju seiring pergerakan penggalian batubara. Penambangan dengan metoda Longwall ini hanya dapat dilakukan pada batubara dengan wilayah (area) yang cukup luas dan mempunyai kemiringan (dip) yang tidak begitu curam. Proses penambangannya dilakukan pada sebuah panel yang telah 34

43 dipersiapkan, kemudian setelah batubara diambil, maka daerah yang berada dibelakangnya akan ditinggalkan dan dibiarkan runtuh. Penambangan dimulai dengan cara membuat jalan masuk ke dalam lubang ke arah panel batubara yang akan ditambang. Setelah mencapai daerah yang akan dijadikan panel, maka proses persiapan penambangan dilakukan seperti pembuatan Main Gate dan Tail Gate pada panel dan transportai alat. Kemudian dilakukan penambangan pada panel tersebut. Main Gate merupakan jalan yang digunakan untuk pengangkutan batubara yang telah dibongkar pada panel. Sedangkan Tail Gate merupakan jalan yang berfungsi untuk layanan (service) pada kegiatan penambangan pada panel. Pembuatan panel ini didasarkan pada letak batubara, dimana pada daerah tersebut mempunyai ketebalan yang relatf besar. Arah penambangannya bisa dilakukan secara maju (advanced) atau mundur (retreat) dari jalan utama. Untuk penambangan batubara pada daerah bukaan tambang (pit) Sarang Burung akan menggunakan metoda fully mechanized retreat Longwall system, dimana penambangan dilakukan mundur ke arah jalan utama dan dengan menggunakan peralatan yang sepenuhnya mekanik Kajian Hidrologi dan Geohidrologi Satuan litologi di daerah ini banyak didominasi oleh batulempung, batulanau dengan banyak perselingan dan sisipan batupasir, batulempung dengan sisipan batupasir, batupasir, dan batubara. Batupasir yang ditemukan di lokasi ini ada yang cukup tebal dan memiliki porositas yang baik sehingga akan menjadikan lapisan ini sebagai lapisan pembawa air. Hal ini dapat dibuktikan dengan keluarnya air dari salah satu lubang bor dengan debit 0.26 liter per detik. Lapisan batupasir berukuran kasar sampai sedang (coarse-middle) muncul cukup tebal pada kedalaman m (tebal 8.60 m) dan pada kedalaman m (tebal 9.25 m) dan ini merupakan lapisan pembawa air (akuifer). Dan juga ada beberapa satuan batupasir dengan banyak sisipan lempung atau lanau yang tidak menutup kemungkinan sebagai lapisan pembawa air (akuifer). 35

44 Batulempung yang relatif tebal dan bersifat lulus air (permeabel) akan menyebabkan air mengalir di atas atau di bawah lapisan tersebut yaitu pada kedalaman 4.90 m (tebal m) dan m (tebal m). Batupasir juga ditemukan di lokasi yang lain. Batupasir ini ada yang cukup tebal dan memiliki kesarangan (porositas) yang baik akan menjadikan lapisan ini sebagai lapisan pembawa air (aquifer). Hal ini dapat dibuktikan dengan keluarnya air dari salah satu lubang bor dengan debit 0.63 liter/detik. Juga ditemukan adanya lapisan batupasir yang cukup tebal dan merupakan lapisan pembawa air (akuifer) pada kedalaman meter (tebal m). Gambar 5.2 menunjukkan perkiraan letak lapisan pembawa air (akuifer) di wilayah (area) eks. bukaan tambang batubara terbuka Sarang Burung. GAMBAR 5.2. PERKIRAAN LETAK AKUIFER DI AREA SARANG BURUNG Neraca Air (Water Balance) Neraca air tahunan di lokasi tambang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : 36

45 P = ET + R + I + Ss + Sg Keterangan : P = besarnya curah hujan tahunan (mm); ET = besarnya evapotranspirasi aktual tahunan (mm); R = besarnya air limpasan (surface runoff) mm; I = besarnya infiltrasi (mm); Ss = perubahan ketersediaan air (dianggap nol dalam jangka panjang); Sg = perubahan kelembaban tanah (dianggap nol dalam jangka panjang). Hasil perhitungan setiap komponen necara air di lokasi penambangan adalah sebagai berikut : a. Curah Hujan Berdasarkan data iklim daerah rencana penambangan diketahui bahwa curah hujan bulanan maksimum periode terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar mm/bulan, maka intensitas curah hujan maksimum dalam selang waktu 1 hari = 13,90 mm. b. Evapotranspirasi Evaporasi adalah penguapan air secara langsung baik dari air yang menempel pada tumbuhan, permukaan tanah atau badan perairan (mata air, sungai). Sedangkan transpirasi adalah penguapan air yang terisap melalui sistem perakaran dengan perantaraan tumbuhan. Evapotranspirasi dapat dihitung dengan memakai rumus Turc (1952) sebagai berikut : ET = P/{ 0,9 + (P/fT) 2 } 0,5 Keterangan : ET = Evapotranspirasi tahunan (mm); P = Jumlah curah hujan tahunan (mm); ft = Fungsi suhu = t + 0,05 t 2, dengan t adalah suhu rata-rata tahunan dalam derajat Celcius, di lokasi suhu rata-rata bulanan 25 o Celcius. 37

46 Berdasarkan hasil perhitungan P = 5172 mm per tahun, ft = 956, ET = 905 mm/tahun atau sebesar 34% dari curah hujan. c. Air Limpasan (Surface Runoff) Untuk mengetahui seberapa besar jumlah air limpasan, maka ditentukan angka koefisien air limpasan (C) yang merupakan angka perbandingan antara volume air yang dialirkan di permukaan tanah terhadap besarnya volume air hujan yang jatuh. Angka koefisien air limpasan (C) ditentukan berdasarkan Tabel 5.4. TABEL 5.4 NILAI KOEFISIEN LIMPASAN No Kemiringan Tata guna lahan tutupan (Landuse) 1. < 3 % Sawah, rawa Hutan, perkebunan Perumahan dengan kebun Hutan, perkebunan % Perumahan Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan Hutan 3. > 15 % Perumahan, kebun Tumbuhan yang jarang Tanpa tumbuhan, daerah tambang Sumber : C.W Fetter. Applied Hidrogeology Koefisien Limpasan 0,2 0,3 0,4 0,4 0,5 0,6 0,7 0,6 0,7 0,8 0,9 Kemiringan lahan di daerah pengkajian adalah >15% dengan tata guna lahan tutupan (landuse) 80% berupa hutan dan 20% daerah tambang, maka angka koefisien air limpasan (C) ditetapkan sebesar = 56% dari curah hujan yaitu sebesar mm. d. Peresapan (Infiltrasi) Berdasarkan hasil perhitungan ternyata bila turun hujan, maka akan terjadi pendistribusian volume air yaitu sekitar 34% akan diuapkan melalui vegetasi, sungai, genangan air yang ada, 56% akan dialirkan di permukaan tanah sebagai air limpasan dan sisanya 10% akan diresapkan kedalam tanah untuk mengisi akuifer dangkal atau muncul sebagai air luahan pada mata air. 38

47 Besarnya resapan (infiltrasi), I = 10% x 2672 mm/tahun = 267 mm/tahun. Jumlah hari hujan = 167 hari/tahun, maka infiltrasi = 267 mm/tahun : 167 hari/tahun = 1,60 mm/hari Debit Air Tanah Ke Dalam Lubang Bukaan Tambang Jumlah (debit) air tanah yang masuk ke dalam lubang bukaan tambang bawah tanah tergantung pada : Luas daerah tangkapan air (catchment area) di Sarang Burung = m 2 ; Peresapan air (infiltrasi) = 1,60 mm/hari = 0,0016 m/hari Volume air yang meresap ke dalam tanah = 0,0016 m/hari x m 2 = m 3 /hari = 421 m 3 /jam. Air resapan tersebut akan mengisi akuifer yang ada (batupasir), muncul di permukaan sebagai mata air dan sebagaian lagi masuk ke dalam lubang bukaan tambang. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa debit air tanah maksimal yang masuk ke dalam tambang adalah 35 liter/detik atau 126 m3/jam, debit ini diperkirakan berasal dari peresapan air di daerah studi. Pada Gambar 5.3 dapat di lihat daerah tangkapan air dan daerah tambang Pengendalian Air Tambang Pengendalian Air Limpasan Sebagai upaya untuk mencegah agar air limpasan tidak masuk ke tambang, maka haruslah dibuat saluran di sekitar wilayah penambangan. Dengan upaya tersebut diperkirakan dapat mencegah atau mengurangi air limpasan yang akan masuk ke dalam lokasi penambangan. 39

48 GAMBAR 5.3. DAERAH TANGKAPAN AIR DAN DAERAH TAMBANG Perkiraan (Estimasi) Air Masuk Kedalam Tambang Daerah yang akan ditambang berada di bagian Timur dari operasi penambangan tambang terbuka yang ada sekarang. Mulut portal (shaft) akan berada m dml. Penambangan akan dilakukan sampai elevasi 160 m di atas permukaan laut (dml) dengan wilayah (area) seluas 172,6 Ha. 40

49 Air yang masuk pada proses penambangan dalam kondisi normal dari permuka kerja (front) adalah : 1500 x 3,7 x 3 x 10-8 x 0,34 = 5,6 x 10-5 m 3 /s = 5 m 3 /hari 1500 x 2,5 x 8,8 x 10-7 x 0,34 = 1,1 x 10-3 m 3 /s = 97 m 3 /hari Dari sumuran (shaft) dengan asumsi terjadi penurunan head 1,00 m dan asumsi diameter terowongan 4,00 m = 5 m 3 /hari. Total air masuk ke dalam tambang = 106 m 3 /hari. Total air masuk maksimum ke dalam tambang = 212 m 3 /hari Pompa Kriteria dalam pemilihan pompa adalah : Air masuk ke tambang dalam kondisi normal = 106 m 3 /hari Maksimum air masuk kedalam tambang = 212 m 3 /hari Elevasi ke mulut shaft: +100 m dpl Maksimum kedalaman sumuran tegak (vertical shaft) = -160 m di atas permukaan laut (dpl). 5.3 Kajian Rancangan (Desain) Penambangan Karakteristik dan Kondisi lapangan Rancangan (desain) penambangan batubara dengan metoda tambang bawah tanah di bukaan tambang (pit) Sarang Burung, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan didasarkan atas beberapa pertimbangan, di antaranya adalah kondisi geologi wilayah (areal) penambangan terutama keberadaan lapisan batubara yang akan ditambang dan topografi atau morfologi di atas wilayah (area) rencana penambangan dengan metoda tambang bawah tanah, kondisi permukaan bekas tambang terbuka (open pit mine) pada dan di sekitar rencana mulut tambang, kondisi geoteknik massa batuan atap (roof) dan batuan alas/lantai (floor), target atau sasaran produksi yang diinginkan, dan peralatan yang akan digunakan. Karakteristik masa batuan dan keberadaan lapisan batubara yang menjadi pertimbangan dalam mendesain tambang 41

50 batubara bawah tanah, adalah sebagai berikut : a. Dasar dinding lereng bekas tambang terbuka dianggap sebagai garis singkapan lapisan batubara terbawah; b. Lapisan tanah penutup (overburden) di atas batubara yang akan ditambang dianggap tidak terlalu tebal sehingga daerah kerja diperkirakan dalam lingkungan tegangan (stress) yang tidak terlalu berat. Jarak alas/lantai (floor) ke permukaan diperkirakan antara m; c. Kondisi hidrogeologi dianggap cukup sederhana, tidak kompleks sehingga pengendalian air tanah tidak terlalu sulit; d. Lapisan batubara yang akan ditambang dianggap mempunyai kemiringan relatif seragam menerus sebesar 20 0 ; e. Pada permukaan di atas rencana penambangan tidak terdapat bangunan yang harus dijaga (diproteksi) karena bekas tambang terbuka, sehingga tidak ada masalah dengan kemungkinan terjadinya penurunan/amblesan permukaan (surface subsidence); f. Gas methan di dalam lapisan batubara diperkirakan mempunyai konsentrasi relatif rendah dan tidak membahayakan Konsep Rancangan (Desain) Penambangan Keadaan Topografi dan Karakteristik Lapisan Batubara Topografi yang berada pada daerah penambangan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 105 meter sampai dengan 250 meter di atas permukaan laut. Daerah yang terendah terletak di bagian Baratlaut, sedangkan yang tertinggi terletak di bagian Tenggara dari lokasi rencana penambangan batubara bawah tanah. Struktur geologi di daerah eksplorasi adalah struktur monoklin (homoklin) dengan kemiringan lapisan batuan di bagian Baratlaut adalah 25 0 dan ke arah bawah permukaan (down dip) menjadi semakin landai hingga 20 0 ke arah Tenggara. Pada daerah ini diindikasikan ditemukan adanya patahan yang mempunyai arah Tenggara Baratlaut, sedangkan perlipatan tidak ada, hanya diketemukan adanya sesar minor. Lapisan-lapisan 42

51 batubara diindentifikasikan dengan cara melakukan korelasi antar lubang bor sesuai dengan urutan stratigrafinya. Dari korelasi 7 (tujuh) lubang bor di bukaan tambang (pit) Sarang Burung dapat diindentifikasikan sebanyak 4 (empat) perlapisan (seam) batubara, seperti pada Tabel 5.5 di bawah ini. TABEL 5.5 KETEBALAN BATUBARA PADA DAERAH BUKAAN TAMBANG (PIT) SARANG BURUNG No. Seam Ketebalan Rata-Rata (m) 1. A A 0,50 2. A B 0,40 3. A 0,80 4. C 3,50 Jarak antara seam A A dengan seam A B adalah berkisar antara 0,45 meter, sedangkan jarak antara seam A B dengan seam A adalah berkisar antara 0,40 meter dan jarak antara seam A dengan seam C adalah berkisar antara 0,19 meter. Lapisan (seam) batubara yang akan ditambang adalah lapisan (seam) batubara C, karena seam tersebut mempunyai ketebalan yang memenuhi syarat untuk ditambang dengan metoda mechanized Longwall. Dengan mempertimbangkan kondisi geologi (patahan), kondisi geoteknik massa batuan, dan kemiringan lapisan batubara, maka metode penambangan yang ditentukan adalah Longwall dengan penggalian cara mundur (retreat longwall mining) secara mekanis (mechanized longwall). Panel penambangan direncanakan relatif memanjang searah jurus (strike), dan arah penggalian panel Longwall dimulai dari ujung panel searah strike tegak lurus arah kemiringan (dip) lapisan batubara, yang diperkirakan antara Panel penambangan dapat dibuat hanya pada wilayah (area) yang terbatas karena adanya patahan dan bekas penambangan sistem tambang terbuka. Untuk menjaga stabilitas lereng pada dinding highwall bekas penambangan dengan metoda tambang terbuka (openpit mine), disisakan pilar selebar ± 50 m yang tidak akan ditambang dari luar permukaan sepanjang dinding lereng bukaan tambang (pit). Di antara Main Shaft dan Ventilation Shaft juga disisakan pilar dengan jarak 40 m, dan di antara panel Longwall dibuat pilar (chain pillar) mepanjang panel dengan lebar 43

52 30 m. Dari perkiraan garis patahan pada sisi belakang wilayah (area) penambangan juga disisakan jarak tidak ditambang lebih kurang 50 meter Pemilihan Daerah Penambangan Rencana penambangan batubara bawah tanah yang akan dilakukan adalah di bekas bukaan tambang (pit) batubara terbuka Sarang Burung.Penambangan dimulai dari panel yang paling atas bergerak menuju panel yang lebih bawah sesuai dengan kemiringan batubara. Pada proses penambangan panel, pembokaran batubara dilakukan sejajar dengan jurus (strike) batubara. Penambangan yang akan dilakukan adalah dengan metoda fully mechanized longwall. Metoda ini pada pemilihan lokasi penambangannya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : Ketebalan batubara harus relatif seragam; Batas minimal ketebalan batubara yang akan ditambang; Luas daerah yang akan ditambang; Pertimbangan geoteknik pada jalan masuk, jalan utama dan panel penambangan; Pertimbangan hidrologi dan hidrogeologi. Batubara yang akan ditambang harus mempunyai wilayah (area) yang relatif luas dan ketebalan relatif seragam, dengan batas minimal tertentu. Batas minimal yang ditetapkan untuk penambangan ini adalah batubara dengan tebal 3,50 meter, sehingga batubara yang akan ditambang dengan metoda Longwall adalah batubara pada lapisan (seam) C. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dapat ditentukan lokasi penambangan batubara berupa panel-panel. Panel-panel yang akan ditambang mempunyai ukuran lebar dan panjang disesuaikan dengan kemenerusan perlapisan batubara, kecuali untuk daerah tertentu dimana perlu penyesuaian ukuran dengan pertimbangan perolehan batubara yang lebih besar. Letak panel-panel yang didisain mengikuti kontur struktur batubara dengan arah penambangan searah dengan jurus batubara. Panel yang didisain terletak pada jarak tertentu dari permukaan untuk menghindari terjadinya amblesan pada daerah di atas panel dan pada jarak yang relatif aman dari bidang sesar yang ada. Ini dilakukan berdasarkan pertimbangan geoteknik 44

53 untuk menghindari adanya bidang lemah yang dapat berisiko untuk menghambat kegiatan penambangan. Jalan masuk ke panel penambangan di buat berupa slope yang terdiri dari dua buah slope, yaitu service slope dan main slope. Keduanya terletak pada daerah atau areal sarana permukaan. 45

54 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Penambangan batubara dengan metoda sistem tambang bawah tanah dilakukan bila nilai nisbah pengupasan/stripping ratio (waste-coal ratio) tinggi (SR 1 : 12) atau lebih; Sumberdaya batubara di seam C sebesar BCM dengan nilai kalori rata-rata (adb) = kcal/kg, kandungan belerang total rata-rata = 0,85 %, kandungan abu rata-rata = 10,08 % dan kandungan air total rata-rata = 4,64 %; Rekomendasi sistem tambang bawah tanah adalah Longwall atau Semi Longwall Mining dengan cara mundur (retreat) dengan mekanis penuh (fully mechanized) dengan alat road header, pada elevasi 160 m di atas permukaan laut (dml). Batuan atap dan batuan lantai/alas pada umumnya adalah batulempung (clay stone) dengan RMR 38 dan RMR 31-33, termasuk klasifikasi masa batuan Kelas IV (poor rock mass); Maksimum lubang bukaan tanpa penyangga (unsupported span) untuk batulempung ini adalah m dengan jenis penyangga di bagi menjadi dua bagian, yaitu sistem penyanggaan untuk panel dan sistem penyanggaan untuk slope dan roadway. Debit air tanah maksimum yang masuk ke dalam tambang pada penurunan head 1,00 m dan diameter terowongan 4,0 m adalah sebesar 212 m 3 /jam, yang berasal dari peresapan air; Diperlukan dua buah pompa dengan tipe (jenis) pompa untuk mengatasi debit air tambang, yaitu laju aliran = 50 m 3 /h, head = 325 m dan tinggi hisap = 5 m, dimana 1 set untuk operasi dan 1 set untuk stand by; 46

55 Penambangan dimulai dari panel yang paling atas bergerak menuju panel yang lebih bawah sesuai dengan kemiringan batubara. Pada proses penambangan panel, pembokaran batubara dilakukan sejajar dengan jurus (strike) batubara Saran-Saran Untuk mencegah agar air limpasan tidak masuk ke tambang, maka haruslah dibuat saluran di sekitar wilayah penambangan. Dengan upaya tersebut diperkirakan dapat mencegah atau mengurangi air limpasan yang akan masuk ke dalam lokasi penambangan; Perlu dilakukan kajian lanjutan untuk menentukan arah, bentuk dan dimensi lubang bukaan tambang, yang disesuaikan dengan sasaran (target) produksi yang direncanakan. 47

56 DAFTAR PUSTAKA..., Kecamatan Binuang Dalam Angka 2009, Badan Psat Statistik Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, Koordinator Statistik Kecamatan Binuang..., Mei 2009, Analisis Kemantapan Jalan Angkut Overburden di Longwall Pit Paringguling 3, Laboratorium Geomekanika dan Peralatan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, halaman 10..., Studi Geohidrologi di Sarang Burung, Pualam Sari, Tapin, Kalimantan Selatan, LPM ITB, Bandung, , Laporan Hasil Pemboran Dalam Sebagai Kajian Eksplorasi Awal Rencana Tambang Underground, Devisi Tambang, Bagian Eksplorasi PT. Sumber Kurnia Buana, 2005 Bieniawski, Z.T., 1989, Engineering Rock Mass Classification, John Wiley & Sons, New York, Halaman Biron, C.; 1983, : Design of Supports in Mines,John Willey & Sons Bouwer, H, Ground Water Hydrology, Mc Graw Hill Kogakusha, Ltd Davis, S.N and De Wiest., Hydrogeology, John Willey and Sons, New York,1996. Hoek, E., Kaiser,P.K., dan Bawden, W.F, 1995., : Support Underground Excavation in Hard Rock, AA Balkmea. Hustrulid, W. A, (1982),: Underground Mining Methods Handbook, Society of Mining Engineers of The American Institute of Mining, Metallurgical and Petroleum Engineers, Inc. (AIME), New York. Richard, E. G,; 1989,: Introduction to Rock Mechanics, Second Edition. John Willey & Sons, Canada. 48

57 LAMPIRAN

58 LAMPIRAN A ROCK QUALITY DESIGNATION LOG BOR DAERAH SARANG BURUNG

59 FOTO-FOTO

60 PEMBORAN INTI INTI BOR (CORE DRILL) + CORE BOX

61 PEMBUATAN SUMUR UJI I (TESTPIT) PEMERCONTOAN (SAMPLING)

62 PROSES PENCARIAN DATA PARAMETER HIDROLOGI

KAJIAN GEOTEKNIK UNTUK TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN GEOTEKNIK UNTUK TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN GEOTEKNIK UNTUK TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Oleh : Ir. Endri O Erlangga M.Sc Ir. Masri Rifin Ir. Ahmad Syofyan Wiroto W Prihono, ST Gunawan

Lebih terperinci

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN OLEH Untung Triono dan Mulyana Sub Direktorat Batubara, Direktorat

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan CV. Putra Parahyangan Mandiri adalah salah satu perusahaan batubara yang terletak di Kec. Satui, Kab. Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang didirikan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH Didi Kusnadi dan Eska P Dwitama Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Daerah penyelidikan terletak

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ( Lembar Peta : 1916-11 ) Oleh : Nanan S. Kartasumantri dkk Sub.Direktorat Batubara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. Oleh: Robert L. Tobing, Wawang S, Asep Suryana KP Bnergi Fosil SARI Daerah penyelidikan secara administratif terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan sistem tambang terbuka, analisis kestabilan lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain tambang yang aman dan ekonomis.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pembahasan data lapangan ini mencakup beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pendataan serta pengolahannya. Data lapangan ini meliputi data pemetaan bidang diskontinu

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Soleh Basuki Rahmat KELOMPOK PROGRAM PENELITIAN ENERGI FOSIL S A R I Inventarisasi endapan batubara di

Lebih terperinci

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian II.1 Kesampaian Daerah Lokasi penelitian terletak di daerah Buanajaya dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif PT BJA berlokasi di Desa Sungai Payang, Dusun Beruak, Kecamatan Loakulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan terbuka di Kalimantan Timur Indonesia yang resmi berdiri pada tanggal 5 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan adalah suatu konstruksi atau massa material dalam jumlah besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan untuk menahan laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Area operasional PT Adaro Indonesia secara administratif terletak di 2 (dua) provinsi dan 4 (empat) kabupaten. Lokasi tambang dan sarana produksi

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data lapangan dilakukan pada lokasi terowongan Ciguha Utama level 500 sebagaimana dapat dilihat pada lampiran A. Metode pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH O l e h : Ssiti Sumilah Rita SS Subdit Batubara, DIM S A R I Eksploitasi batubara di Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

Jurnal APLIKASI ISSN X

Jurnal APLIKASI ISSN X Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007 Jurnal APLIKASI Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Kabupaten Pasuruan Sukobar Dosen D3 Teknik Sipil FTSP-ITS email: sukobar@ce.its.ac.id ABSTRAK Identifikasi Potensi Sumber

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 LOKASI DAERAH PENELITIAN Daerah penelitian berada dalam kawasan pertambangan milik PT. Tanjung Alam Jaya (TAJ) yang beroperasi dengan metode tambang terbuka

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci