Naskah diterima 20 Januari 2015 dan disetujui diterbitkan 22 Mei 2015 ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Naskah diterima 20 Januari 2015 dan disetujui diterbitkan 22 Mei 2015 ABSTRACT"

Transkripsi

1 Kontribusi Hara Sulfur terhadap Produktivitas Padi dan Emisi Gas Rumah Kaca di Lahan Sawah (Contribution of Sulfur to Rice Productivity and Atmospheric Greenhouse Gases in Lowland) A. Wihardjaka dan Poniman Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Jl. Jakenan-Jaken Km 5 Kotak Pos 5 Jakenan Pati Jawa Tengah awihardjaka@yahoo.co.id Naskah diterima 20 Januari 2015 dan disetujui diterbitkan 22 Mei 2015 ABSTRACT National food demand, especially rice increases in accordance with the rate of population growth. The availability of rice mostly is still relying on the intensification of irrigated and rainfed lowlands, through applying balance nutrients fertilization, including the management of sulfur (S). Sulfur as one of the essential nutrients, is required for protein and enzyme syntheses, amino acids formation and metabolic acticities in plants. However, the program of rice production increases is also impacting on the increase of atmospheric greenhouse gases. The objective of this paper was to discuss sulfur management on rice production system and its impact on greenhouse gas emissions in lowland rice areas in Indonesia. Sulfur fertilization of 20 kg S/ha along with the application of N, P, K fertilizers was considered adequate to provide better plant growth and to yield of 5 t grains/ha. Sulfur fertilization should be applied before active tillering phase by broadcasting on the surface of flooded lowland rice field to obtain higher efficiency of S fertilizer. Besides increasing crop yield, sulfuric fertilization on rice crop played a role in mitigating greenhouse gases emission. The sulfuric fertilizer application reduced atmospheric greenhouse gases (GHGs) release, especially CH 4 and N 2 O from lowland rice. Balance sulfur fertilization could improve yield and grain quality of rice as well as mitigated greenhouse gas emissions from the lowland rice areas. Keywords: Sulfur, paddy soil, grain yield, emission, greenhouse gas. ABSTRAK Kebutuhan pangan nasional terutama beras, terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Penyediaan beras masih mengandalkan intensifikasi lahan sawah beririgasi maupun tadah hujan melalui pemupukan berimbang, termasuk pengelolaan hara sulfur (S). Sulfur dibutuhkan untuk sintesis protein dan enzim, penyusun asam-asam amino, dan terlibat dalam aktivitas metabolisme tanaman. Di sisi lain, budidaya padi sawah dapat menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Tulisan ini membahas kontribusi pengelolaan hara S pada sistem produksi padi dan dampaknya terhadap emisi gas rumah kaca pada lahan sawah di Indonesia. Pemupukan 20 kg S/ha cukup memberikan pertumbuhan dan hasil gabah 5 t/ha, bersamaan dengan pemberian pupuk N, P, K. Pupuk S yang diberikan sebelum fase anakan aktif tanaman padi dengan cara disebar pada permukaa lahan sawah tergenang meningkatkan efisiensi pemupukan. Selain meningkatkan produktivitas tanaman, pemupukan S pada tanaman padi sawah berperan dalam mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK). Pupuk yang mengandung S dapat menekan pelepasan gas rumah kaca, terutama CH 4, dan N 2 O dari lahan sawah ke atmosfer. Pemupukan S secara berimbang memperbaiki hasil dan kualitas gabah yang sekaligus sebagai upaya mitigasi emisi gas rumah kaca dari lahan sawah. Kata kunci: Sulfur, tanah sawah, hasil gabah, emisi, gas rumah kaca. 9

2 IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO PENDAHULUAN Kebutuhan pangan nasional terus meningkat sejalan dengan laju pertambahan penduduk. Padi menjadi pangan utama bagi lebih dari 90% populasi Indonesia meskipun Pemerintah telah menggalakan diversifikasi pangan. Stabilitas produksi pangan nasional didukung oleh intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, antara lain pencetakan sawah baru di luar Jawa, penggunaan masukan sarana produksi tinggi seperti benih, bahan agrokimia (pupuk dan pestisida). Namun penggunaan masukan tinggi dan intensif dapat berdampak terhadap ketidakseimbangan ekologi, terjadinya ledakan hama dan penyakit di beberapa daerah, kekahatan hara, keracunan unsur kimia, pencemaran terhadap air dan tanah, dan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (Kurnia 2008). Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim. Salah satu sumber emisi GRK di sektor pertanian adalah budidaya padi sawah sebagai sumber metana (CH 4 ) dan dinitrogen oksida (N 2 O) (Johnson et al. 2007). Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 26% secara mandiri pada tahun 2020, dengan target penurunan emisi GRK dari sektor pertanian sebesar 0,008 Giga ton setara CO 2 (Balitbangtan 2011). Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang rencana aksi nasional penurunan emisi GRK. Salah satu kegiatan yang mampu menurunkan emisi GRK di sektor pertanian adalah penerapan teknologi budidaya tanaman, antara lain penggunaan pupuk yang mengandung sulfur (S) (Sasa et al. 2000). Intensifikasi dan peningkatan produksi tanaman padi nyata meningkatkan penyerapan hara dari dalam tanah, serta diprediksi meningkatkan laju emisi dan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer (van Groenigen et al. 2013). Di beberapa daerah di Indonesia, petani padi umumnya menggunakan pupuk NPK dengan takaran relatif tinggi, misalnya petani padi di Jawa yang umum menggunakan pupuk urea lebih dari 300 kg/ha (Chaerun dan Anwar 2008). Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan antara unsur hara yang diambil tanaman dan hara yang diberikan, sehingga memacu penurunan kesuburan tanah dan kekahatan hara tanaman tertentu, termasuk sulfur dan seng (Mamaril et al. 1991, Zuzhang et al. 2010). Dalam upaya peningkatan produksi padi, perhatian lebih besar seyogianya diberikan kepada pengelolaan hara berimbang, termasuk sulfur dan hara-hara esensial selain NPK. Dalam beberapa dekade terakhir jarang diteliti penggunaan hara sulfur bagi tanaman padi. Referensi yang berkaitan dengan pemupukan hara S umumnya terbit pada tahun an. Tulisan ini membahas kontribusi hara S pada sistem produksi padi dan dampaknya terhadap mitigasi emisi gas rumah kaca di lahan sawah di Indonesia. PERAN SULFUR DALAM BUDIDAYA TANAMAN Sulfur dalam Tanaman Sulfur merupakan penyusun asam-asam amino esensial (sistin, sistein, methionin) yang terlibat dalam pembentukan klorofil, dan dibutuhkan dalam sintesis protein dan struktur tanaman (Mengel and Kirby 1987). Sulfur juga sebagai penyusun koenzim A dan hormon biotin dan thiamin yang dibutuhkan dalam metabolisme karbohidrat (Dobermann and Fairhurst 2000). Kahat S menghambat sintesis protein dan menurunkan kualitas produk tanaman. Lebih lanjut, asam-asam amino yang tidak mengandung S seperti asparagin, gluitamin, dan arginin terakumulasi pada tanaman kahat S yang berakibat pada buruknya aktivitas fotosintesis dan gula yang dihasilkan (Mamaril 1994). Kahat S pada tanah sawah tergenang terjadi akibat konversi sulfat menjadi fero sulfida tidak larut. Ini menjelaskan mengapa banyak petani mendrainase lahannya dengan maksud untuk mengatasi masalah tersebut dan merangsang pertumbuhan tanaman. Melalui drainase, sulfida (bentuk S tereduksi) dioksidasi menjadi sulfat (bentuk S teroksidasi) yang tersedia bagi tanaman (Mamaril et al.1976). Tanaman padi yang tumbuh pada tanah kahat S dalam percobaan rumah kaca mempunyai kandungan methionin yang lebih rendah dalam gabah daripada yang tumbuh pada tanah cukup S (Ismunadji and Miyake 1978). Hasil penelitian Juliano et al. dalam Mamaril (1995) menunjukkan kandungan sistein dan methionin dalam protein beras merah meningkat dengan pemberian S pada tanah kahat S di Bangladesh dan Indonesia. Kandungan sistein dan methionin rendah dalam protein teramati pada percobaan pot pada beras cokelat dengan nisbah N:S sebesar 16:25. Ini menjelaskan kandungan S dalam asam amino pada protein beras hanya terdeteksi bilamana ada kelebihan serapan N (Mamaril et al. 1991). Pada percobaan pot dengan menggunakan contoh tanah Grumusol dari Ngale Jawa Timur dengan kandungan sulfur rendah, efektivitas pupuk ZA sama dengan K 2 SO 4 dalam meningkatkan kandungan S tanaman padi pada batas normal. Tanaman tanpa pupuk S hanya mengandung 0,10-0,13% S, yang merupakan nilai batas kritis (Ismunadji et al. 1975). Hara S kurang mobil dalam tanaman dibanding nitrogen, sehingga kahat S cenderung terlihat pertama 10

3 kali pada daun yang muda. Kahat S menyebabkan reduksi kandungan sistein dan methionin pada tanaman padi (Dobermann and Fairhurst 2000). Gejala kahat S pada tanaman padi umumnya terlihat dari menguningnya daun, tanaman tumbuh kerdil, anakan berkurang, pembungaan tertunda, jumlah gabah hampa tinggi, dan perpanjangan akar terhambat (Yoshida and Chaudhry 1979). Menurut Jones et al. (1982), gejala kekuningan tanaman tidak seragam dan biasanya terjadi selama tahap pertumbuhan awal (dua minggu setelah tanam hingga fase anakan maksimum) pada kondisi tanaman kahat S sedang. Pada fase anakan maksimum, gejala kuning mungkin hilang, tanaman cenderung pulih, menjadi lebih hijau, namun jumlah anakan berkurang. Kahat S pada tanaman padi sering dilaporkan pada awal abad ke-21. Pada tahun 1970-an, penyakit padi yang disebut mentek disebabkan oleh kahat S seperti yang terjadi di Ngale dan Magelang (Ismunadji et al. 1975). Mengapa kahat S pada tanaman padi tidak teramati hingga kini. Hal ini disebabkan karena pupuk yang mengandung S umumnya diberikan lebih awal. Pupuk beranalisis tinggi dan bebas S seperti urea dan TSP telah digunakan secara meluas. Penggunaan varietas padi berdaya hasil tinggi, peningkatan intensitas tanam, penurunan penggunaan pestisida dan fungisida mengandung S, pengendalian emisi SO 2 lebih besar pada area industri, penurunan pendaurulangan biomassa dan penurunan pelepasan S tanah juga mendukung terjadinya peningkatan kahat S (Jones et al. 1982, Morris 1988). Serapan Sulfur oleh Tanaman Padi Tanaman umumnya menyerap S dalam bentuk SO 4 dari tanah. Namun, ada sejumlah bukti yang (menunjukkan tanaman juga dapat menggunakan SO 2 dari atmosfer (Mengel and Kirby 1987). Komponen-komponen pool S dalam tanah yang memasok tanaman padi adalah S-SO 4 dari larutan tanah dan yang dijerap partikel tanah, sedangkan bentuk ester-sulfat tersedia dalam jumlah yang kecil. Banyaknya hara S yang diserap tanaman padi bergantung pada banyak faktor, di antaranya varietas, jumlah hara S dan N yang diberikan dan ketersediaan S di tanah, pengelolaan air, dan status hara lainnya di tanah. Sulfur total yang terangkut oleh tanaman padi berkisar antara 7,8-16,8 kg S/ha. Pada ekosistem sawah tadah hujan, serapan S total tanaman padi antarmusim tanam sangat beragam, di mana serapannya pada sistem gogorancah (padi musim hujan) lebih tinggi daripada pada sistem walik jerami (padi musim kering) seperti terlihat pada Tabel 1. Hasil gabah yang tinggi tidak selalu diikuti oleh jumlah S total yang diangkut tanaman. Bagian hara S yang diambil tanaman lebih banyak terdapat jerami. Tabel 1. Serapan S total padi sawah tadah hujan di Jakenan, Jawa Tengah. Hasil Total Unsur S yang Pertanaman* gabah serapan S terangkut per (t/ha) (kg/ha) ton gabah (kg) Gogorancah 4,9 11,5 2,34 (Musim Hujan) Walik Jerami 3,1 7,8 2,52 (Musim Kemarau) * Rata-rata dari tiga musim tanam Sumber: Mamaril (1994) Percobaan rumah kaca yang dilaksanakan di Filipina menunjukkan jumlah hara S yang diambil tanaman padi berasal dari pupuk S yang diberikan berkisar dari 7, 27,7%, bergantung pada tipe tanah dan takaran S yang diberikan (Cacnio and Mamaril 1990). Respon Tanaman Padi terhadap Sulfur Masukan S kebanyakan berasal dari penggunaan ammonium sulfat (24% S) atau superfosfat tunggal (12% S). Sulfur yang diberikan dengan takaran kg S/ha relatif cukup untuk memperoleh hasil yang tinggi, namun keragaman tanggap tanaman bergantung pada tingkat kekahatan S, potensi hasil varietas, interaksi hara, takaran yang diberikan, dan efisiensi penggunaan S (Dobermann and Fairhurst 2000). Peningkatan hasil ratarata dari 28 lokasi di Sulawesi Selatan akibat pemberian hara S adalah 19% (Blair et al. 1979). Pada percobaan multilokasi di Sulawesi Selatan, efisiensi penggunaan S berkisar antara kg gabah/kg S, berbeda dengan efisiensi penggunaan S di tanah sawah tadah hujan di Jakenan, Jawa Tengah yang hanya kg gabah/kg S (Mamaril dalam Dobermann et al. 1998). Di beberapa daerah, tanggap S tidak konsisten. Di Jakenan, Jawa Tengah, tanggap terhadap S konsisten selama musim kering, tetapi tidak pada tanaman musim hujan yang menghasilkan gabah lebih tinggi di lokasi yang sama (Mamaril dalam Dobermann et al. 1998). Besarnya tanggap padi terhadap pemberian S bergantung pada beberapa faktor, yaitu (1) ketersediaan S dalam tanah, air irigasi dan hujan, (2) budi daya tanaman, (3) sumber S, (4) takaran, waktu dan metode pemberian, (5) pengelolaan air, dan (6) musim (Mamaril 1994). Tanggap tanaman padi terhadap hara S yang tidak konsisten dapat disebabkan oleh sumber S alami lain seperti air hujan, air irigasi, dan SO 2 di atmosfer. Konsentrasi S dalam air hujan sangat beragam dan umumnya makin turun dengan meningkatnya jarak lokasi budi daya dari pantai atau kawasan industri (Lefroy et al. 1992). Yoshida (1981) melaporkan bahwa kandungan S 11

4 IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO dalam air sungai dan irigasi di beberapa negara berkisar antara 0,4,7 ppm dengan rata-rata 4,1 ppm. Menurut Ismunadji (1982), 44% air irigasi yang diambil di Jawa mengandung kurang dari 2 ppm S. Yoshida dan Chaudhry (1979) menegaskan bahwa 2,7 ppm S dalam air irigasi cukup untuk memasok kebutuhan tanaman padi dengan asumsi tanaman membutuhkan 100 cm air hingga masak. Lebih lanjut, Lefroy et al. (1992) melaporkan takaran deposisi S dalam air hujan di negara penghasil padi berkisar antara 0,4-2,9 ppm S/m 2. Daerah yang memiliki curah hujan relatif tinggi mempunyai kandungan S tinggi, sehingga mengurangi kahat S. Pada kondisi sawah tadah hujan dengan tekstur lempung pasir di Jawa Tengah, pemberian 20 kg S/ha ammonium sulfat meningkatkan hasil rata-rata 0,55 t/ha selama tiga musim tanam (Gambar 1). Peningkatan hasil diperoleh dari penggunaan ammonium sulfat selama fase awal pertumbuhan tanaman. Namun tanggap S di tempat yang sama hanya teramati selama musim tanam kedua di bawah kondisi tergenang. Tanaman padi gogorancah tidak tanggap terhadap pemberian pupuk S. Pupuk ZA yang diberikan 20 hari setelah padi gogorancah tumbuh tidak efektif meningkatkan hasil gabah. Padi gogorancah ditanam saat tanah tidak tergenang sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan hara S bagi tanaman. Menurut Nearpass dan Clark dalam Mamaril (1995), penggenangan tanah sawah menurunkan ketersediaan hara S bagi tanaman, sehingga tanggap terhadap pemupukan yang mengandung S. Rendahnya ketersediaan hara S di tanah tergenang disebabkan oleh reduksi ion sulfat menjadi sulfida. Pengelolaan Pupuk Sulfur di Lahan Sawah Besarnya tanggap S juga dipengaruhi oleh pengelolaan pupuk S, seperti sumber, takaran, waktu dan metode pemberian. Oleh karena tanaman umumnya menyerap S-SO 4, bahan yang mengandung bentuk S tersebut seharusnya memilikiki efektivitas yang sama. Bahan yang mengandung S lain seharusnya juga efektif sepanjang dapat membuat kondisi tanah menguntungkan bagi transformasi sulfur menjadi bentuk S-SO 4, terutama selama pada tahap awal pertumbuhan tanaman padi. Beberapa kajian lapangan menunjukkan bahwa ammonium sulfat (ZA) dan gipsum sama-sama efektif sebagai sumber S (Mamaril and Gonzales 1989, FAO 1989). Efektivitas S-elemen (S o ) dan bahan lain yang mengandung S o kurang konsisten dibandingkan dengan bahan yang mengandung S-SO 4. Blair (1987) serta Mamaril dan Gonzales (1988) melaporkan bahwa S o sama-sama efektif seperti ZA, tetapi S-bentonit yang mengandung S o dilaporkan tidak efektif. Lebih lanjut, bahan S o yang diberikan 20 hari sebelum tanam, menurun efektivitasnya (Blair et al. 1993). Sulfur tunggal seperti ZA juga tidak efektif pada percobaan lapang di Jawa Tengah (Wihardjaka et al. 1999). Pemberian ammonium sulfat meningkatkan hasil gabah 5,4% dibanding S o. Sebaliknya, bahan lain yang mengandung S o dalam urea S (US) efektif meskipun efektivitasnya lebih rendah daripada ZA, baik pada kondisi rumah kaca maupun di lapangan (Mamaril and Gonzales 1988). Dalam beberapa laporan disebutkan bahwa pemupukan S dengan takaran kg S/ha memberikan hasil gabah terbaik (FAO 1989), di mana setiap ton hasil gabah, tanaman menyerap rata-rata 2,3 kg S/ha. Menurut Cacnio dan Mamaril (1990), pemberian pupuk S dengan takaran 20 kg S/ha cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi menghasilkan gabah 5 t/ha. Semua sumber pupuk S sama efektifnya sepanjang tersedia bagi tanaman (Blair et al. 1979). Hasil penelitian 6 Padi gogorancah 6 Padi walik jerami Hasil gabah (t/ha) Hasil gabah (t/ha) Kontrol ZA S-elemen Kontrol ZA S-elemen 5 HST 20 HST 35 HST 5 HST 20 HST 35 HST Gambar 1. Pengaruh sumber dan waktu pemberian pupuk S terhadap hasil padi IR64 pada lahan sawah tadah hujan, Jakenan, Jawa Tengah. Rata-rata dari 3 musim tanam (Wihardjaka dan Suprapto 1997, Wihardjaka et al.1999). 12

5 di Sulawesi Selatan menunjukkan tidak ada perbedaan pengaruh sumber pupuk S terhadap hasil gabah (Tabel 2). Pada satu lokasi, pemberian S-elemen 20 hari setelah tanam kurang menguntungkan dibanding diberikan pada saat tanam. Oksidasi awal S-elemen dan reduksi menjadi H 2 S pada 20 hari sebelum tanam menyebabkan penurunan hasil gabah (Blair et al. 1979). Pemberian hara S mempengaruhi anakan tanaman padi. Dengan demikian pupuk S seharusnya diberikan antara awal fase pertumbuhan dan sebelum fase anakan maksimum (Dobermann and Fairhurst 2000, Singh et al. 2012). Pada fase anakan aktif, tanaman padi lebih aktif menyerap S. Jika S kurang tersedia pada awal pertumbuhan tanaman maka jumlah anakan berkurang dan hasil padi akan turun (Singh et al. 2012). Bilamana hara S terbatas, penambahan pupuk nitrogen tidak mengubah hasil dan kandungan protein dalam tanaman (Zuzhang et al. 2010). Kajian di Filipina dengan tiga waktu pemberian S berbeda memberikan keragaman dalam kemasakan tanaman padi (Mamaril et al. 1991). Pemberian S o (Selemen) saat 30 HST pada tanaman padi varietas IR66 berumur pendek tidak memberikan banyak manfaat, namun tanggap S nyata tercapai bilamana gipsum diberikan 30 HST. Padi berumur genjah seperti IR64 memberikan tanggap yang nyata terhadap S, baik dalam bentuk S o maupun gipsum setelah 30 HST. Pada varietas berumur dalam seperti IR72, tanaman berumur 30 HST masih termasuk periode antara anakan aktif dan anakan maksimum, dimana tanaman masih tanggap terhadap pemberian S. Pada percobaan selama tiga tahun (enam musim tanam) di Jawa Tengah menggunakan varietas IR64 umur genjah (110 hari), pemberian ZA pada 35 HST menghasilkan gabah yang sama antara sistem walik jerami dengan perlakuan kontrol (0S). Pemberian ZA pada 20 HST masih menghasilkan gabah padi walik jerami lebih tinggi daripada kontrol (Gambar 1). Tabel 2. Hasil padi pada lahan sawah dengan sumber S yang berbeda di Sulawesi Selatan. Perlakuan Hasil gabah (t/ha) Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Kontrol 0,96 a 3,88 a 3,33 a Ammonium sulfat 2,72 b 5,21 b 4,72 c Gipsum 2,62 b 4,85 b 4,61 c S-elemen, saat tanam 2,68 b 5,25 b 4,55 c S-elemen, 20 HST - - 4,11 b Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 menurut uji BNT. HST = hari setelah tanam Sumber: Blair et al. (1979) Tidak seperti N, pupuk S seharusnya diberikan pada permukaan tanah untuk memperoleh efisiensi pemupukan lebih tinggi. Pemberian hara S-SO 4 pada lapisan reduktif tanah sawah tergenang dimungkinkan terjadi reduksi menjadi sulfida dan dipresipitasikan oleh logam berat seperti Fe, sehingga kurang tersedia bagi tanaman padi. Sulfur yang diberikan pada lapisan tanah reduksi juga dapat divolatilisasi sebagai H 2 S. Demikian pula jika S o dibenamkan atau diberikan pada zona reduktif tidak akan dioksidasi dengan cepat dan menjadi tersedia bagi tanaman. Tanaman menyerap S lebih efisien jika S o diberikan pada zona reduktif karena sulfur dapat dioksidasi menjadi sulfat pada perakaran tanaman padi dan sulfat yang terbentuk kemungkinan tercuci relatif rendah (He et al. 1994). Menurut Blair (1987), pembenaman S o bubuk halus ke dalam tanah tergenang tidak efektif seperti pemberian pada permukaan dalam meningkatkan hasil biomassa kering dan serapan S pada lima varietas padi yang diuji (IR20, IR2755, B4-62, IR26, Mudgo). Disimpulkan bahwa hara S dan N seharusnya tidak dikombinasikan dan diterapkan dengan cara yang sama di tanah sawah tergenang untuk memperoleh efisiensi yang tinggi dari penggunaan kedua hara tersebut, terutama bilamana tanah terlalu reduktif. Di beberapa lokasi pengujian, pemberian S dalam bentuk amonium sulfat selain mengatasi kekahatan S juga sekaligus dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan hasil padi sawah dan padi gogorancah masing-masing 10,8% dan 52,9% dibanding tanpa S (Bastari 1996). Pemberian hara S dalam ramuan pupuk NPK dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Untuk memperoleh 1 kg gabah kering giling, takaran pupuk NPKS lebih rendah dibandingkan dengan pupuk NPK saja (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata jumlah pupuk yang digunakan untuk memperoleh 1 ton gabah kering giling pada beberapa lokasi di Indonesia. Jumlah pupuk yang Lokasi Tanaman digunakan (kg) N P K S N P K Jember Padi sawah Bulukumba Padi sawah Sidrap Padi sawah Polmas Padi sawah Sampang Padi gora Bangkalan Padi gora Limapuluh Koto Padi gora Lampung Selatan Padi gora Gowa Padi gora Takalar Padi gora Kampar Padi gora Gora = gogorancah Sumber: Bastari (1996) 13

6 IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO Peran Sulfur dalam Mitigasi Perubahan Iklim Pada dekade terakhir, isu lingkungan yang menjadi perhatian dunia adalah pemanasan global dan perubahan iklim akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Budi daya padi sawah merupakan salah satu sumber pembentukan gas metana (CH 4 ) dan dinitrogen oksida (N 2 O). Kedua gas tersebut bersifat radiaktif di atmosfer bersama-sama CO 2 (Partohardjono 2002). Gas metana menyokong 18-25% fenomena pemanasan global, di mana 25-50% dari total emisi metana global berasal dari lahan sawah (Bouman dalam Setyanto et al. 1997). Organisme pengoksidasi metana dapat menyebabkan tanah-tanah tertentu sebagai rosot (sink) metana (IPCC 1992). Gas dinitrogen oksida yang mempunyai waktu tinggal 150 tahun selain menyebabkan pemanasan global, juga dapat merusak lapisan ozon di stratosfer (Sasa et al. 2000, Johnson et al. 2007). Emisi metana dari lahan sawah tergenang adalah Tg CH 4 /tahun atau mendekati 10% dari total emisi metana global (Dubey 2005). Pasokan air terkontrol dan persiapan lahan intensif di lahan sawah tergenang memberikan kontribusi terhadap perbaikan pertumbuhan padi yang menghasilkan dan emisi CH 4 lebih besar. Teknik perbaikan pengelolaan air dapat mengurangi emisi dari lahan sawah, tetapi pengelolaan praktis yang dapat dikerjakan untuk mengurangi emisi CH 4 tanpa meningkatkan kehilangan N dan mengurangi hasil belum dikembangkan. Pemupukan nitrogen yang mengandung S seperti ammonium sulfat yang diberikan tiga tahap (1/3 porsi sebelum tanam, 1/3 porsi pada fase anakan aktif, dan 1/ 3 porsi pada fase primordia bunga) dapat mengurangi emisi metana berkisar antara 43-61%, sedangkan urea tablet yang dibenamkan ke dalam lapisan reduksi tanah sawah menurunkan emisi metana sebesar 261% (Setyanto et al. 1999) (Tabel 4). Pemupukan ZA dapat menggantikan pupuk urea pril pada padi sawah karena mampu mengurangi metana sebesar 28 kg CH 4 /ha dan meningkatkan hasil gabah 7,5%. Menurut Schultz et al. dalam Setyanto et al. (1999), pupuk N yang mengandung S menyebabkan terjadinya persaingan antara bakteri penghasil metana (metanogen) dan bakteri pereduksi sulfat dalam memperoleh hidrogen, sehingga menghambat pembentukan metana. Terbentuknya ion sulfit sebagai hasil samping dari hidrolisis ZA memperlambat penurunan potensial redoks tanah akibat terjadinya proses oksidasi sulfit menjadi sulfat, sehingga Eh tanah cenderung lebih tinggi. Bagi bakteri penghasil metana, sulfit dan sulfat bersifat toksik (Jacobsen dalam Setyanto et al. 1999). Pemupukan ZA di lahan sawah mereduksi emisi metana 25-36% (Jain et al. 2004). Sebanyak 60-70% dari pupuk N yang diberikan hilang sebagai N dalam bentuk gas, terutama melalui proses volatilisasi NH 3 dan denitrifikasi. Menurut Byrnes (1990), hampir 90% emisi gas N 2 O berasal dari tanah melalui reaksi biologi nitrifikasi-denitrifikasi selama periode tanah basah-kering secara bergantian. Pada sistem sawah irigasi dengan kontrol air yang tepat, emisi N 2 O biasanya kecil, kecuali jika pupuk N diberikan dalam jumlah yang berlebihan pada tanah sawah yang subur. Pada tanah berdrainase buruk, pelumpuran tanah sawah, nitrifikasi rendah berlangsung dan kehilangan NO 3 tercuci biasanya < 10% dari pupuk N yang diberikan (Dobermann and Fairhurts 2000). Peningkatan takaran pupuk N berpotensi mengakibatkan terjadinya kehilangan N lebih besar tanpa pengelolaan yang tepat. Rendahnya efisiensi pemupukan nitrogen menyebabkan pelepasan N dalam bentuk gas, terutama N 2 O menjadi tinggi. Namun pemberian pupuk N yang mengandung sulfur dalam bentuk ZA atau S-elemen dapat menekan pelepasan gas dinitrogen oksida ke atmosfer. Pemberian S-elemen (S o ) bersamaan dengan 115 kg N/ha pada lahan sawah tadah hujan di Jawa Tengah menurunkan emisi gas dinitrogen oksida 45-52%, meskipun tidak nyata mempengaruhi hasil gabah (Tabel 5). Penelitian Suharsih et al. (2001) juga menunjukkan penambahan hara S pada urea pril dapat menurunkan emisi gas dinitrogen oksida (Tabel 6). Penggunaan pupuk urea yang dilapisi sulfur selain meningkatkan efisiensi Tabel 4. Emisi gas metana dan hasil gabah IR64 pada perlakuan pemberian pupuk N pada lahan sawah irigasi. Pati, Emisi gas metana (kg CH 4 /ha) Hasil gabah (t/ha) kg CH 4 /t gabah MH MK MH MK MH MK Tanpa pupuk ,15 3, Urea pril diberikan 3 tahap ,81 4, ZA diberikan 3 tahap ,68 5, Urea tablet ,62 4, ) Pupuk N diberikan dengan takaran 120 kg N/ha, MH = musim hujan, MK = musim kemarau Sumber: Setyanto et al. (1999) 14

7 Tabel 5. Emisi gas dinitrogen oksida pada beberapa takaran S-elemen pada lahan sawah tadah hujan. Jakenan, Emisi gas N 2 O Pemupukan (kg/ha/musim) Hasil gabah (t/ha) kg N 2 O/t gabah (kg S/ha) MH MK MH MK MH MK 12 0,071 0,111 3,4 3,1 0,02 0, ,056 0,100 3,2 3,2 0,02 0, ,034 0,061 3,4 3,2 0,01 0,02 MH = musim hujan, MK = musim kemarau Sumber: Sasa et al. (2000) Tabel 6. Emisi gas dinitrogen oksida pada pemberian urea dan belerang pada lahan sawah tadah hujan. Jakenan, Pemupukan Emisi gas N 2 O (kg/ha/musim) Hasil gabah (t/ha) kg N 2 O/t gabah MH MK MH MK MH MK Urea pril 0,225 0,073 3,95 4,01 0,06 0,02 Urea pril + S 0,182 0,047 3,90 4,12 0,05 0,01 Tanpa pupuk 0,203 0,069 2,59 3,43 0,08 0,02 Takaran pupuk N dan S masing-masing 90 kg N dan 20 kg S/ha, MH = musim hujan, MK= musim kemarau Sumber: Suharsih et al. (2001) pemupukan N juga mengurangi pelepasan gas dinitrogen oksida ke udara (Sasa et al. 2000). Tantangan Penelitian Sulfur pada Padi Sawah Selain kajian transformasi dan perilaku sulfur pada lahan sawah tergenang, juga perlu dilakukan penelitian dampak kahat S terhadap sistem pertanian berkelanjutan ramah lingkungan, daerah dan gejala kekahatan S, dan diperkuat oleh pengujian tanah atau analisis jaringan tanaman. Perbaikan penggunaan metode uji tanah untuk mengungkap status S perlu diusahakan pada berbagai agroekologi tanaman padi. Terkait dengan tekanan populasi penduduk dan penurunan luas lahan untuk produksi pertanian, banyak negara menerapkan pertanian intensif dan diversifikasi untuk meningkatkan produksi pangan. Alternatif pola tanam melalui rotasi tanaman padi dengan tanaman palawija pada lahan sawah diharapkan dapat meningkatkan dinamika ketersediaan hara-hara esensial dalam tanah, termasuk S, sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan sebagai pertimbangan dalam strategi pengelolaan pupuk pada tanaman berbeda yang dirotasi. Interaksi S dan hara-hara lain seperti NPK perlu mendapat perhatian lebih besar karena ketersediaan harahara tersebut dalam tanah menurun cepat, terutama pada pertanaman intensif. Kontribusi S dari sumber-sumber alami seperti hujan dan irigasi pada lingkungan tertentu juga perlu mendapat perhatian. Hara S dari sumber-sumber alami telah dimanfaatkan oleh tanaman, sehingga dapat digunakan dalam menetapkan imbangan S yang sesuai untuk memperoleh produktivitas yang optimal. KESIMPULAN DAN SARAN 1) Efektivitas pupuk yang mengandung S-SO 4 sama dengan bahan yang mengandung S o. Pada kondisi yang menguntungkan, S o segera dapat dimanfaatkan tanaman melalui transformasi S o menjadi bentuk S- SO 4 pada perakaran tanaman padi. Pemberian hara S dengan takaran 20 kg/ha bersamaan dengan pemberian pupuk lainnya (N, P, K) cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman padi dengan hasil gabah 5 t/ha di lokasi yang tanggap terhadap pemberian S. 2) Pupuk S disarankan untuk diberikan pada saat pertumbuhan tanaman padi antara fase anakan aktif hingga fase anakan maksimum. Pemberian S pada fase pertumbuhan anakan aktif lebih efektif diserap tanaman padi. Pemberian pupuk S disebar di permukaan tanah sawah tergenang memberikan efisiensi yang lebih tinggi daripada cara pemberian lainnya. 15

8 IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO ) Penggunaan hara S sulfur seharusnya mulai dimasukkan dalam paket pemupukan tanaman produksi padi di tingkat petani. Sulfur yang diberikan dalam bentuk ZA atau S o dalam budidaya tanaman padi sawah dapat mengurangi pelepasan gas metana dan dinitrogen oksida ke atmosfer. Sulfur berperan penting dalam mitigasi emisi gas rumah kaca di lahan sawah. Informasi emisi gas rumah kaca dari tanah sawah melalui penggunaan sulfur di Indonesia masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. 4) Uji tanah atau analisis jaringan tanaman dapat digunakan untuk diagnosis kahat S. Gejala kahat S yang terdeteksi cukup awal relatif mudah diatasi dengan menggunakan pupuk yang mengandung S, seperti urea yang diselimuti S (SCU), ZA, superfosfat tunggal, sebagai bagian dari paket pengelolaan hara terpadu dengan mempertimbangkan masukan S dari air hujan dan irigasi. DAFTAR PUSTAKA Balitbangtan Road Map Strategi Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 89 p. Bastari, T Penerapan anjuran teknologi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. pp dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Blair, G.J Nitrogen-sulfur interaction in rice. pp in Efficiency of Nitrogen Fertilizer for Rice. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines. Blair, G.J., E.O. Momuat, and C.P. Mamaril Sulfur nutrition of wetland rice. IRRI Res. Pap. Ser. No pp. Blair, G.J., R.D.B. Lefroy, N. Chinoim, and G.C. Anderson Sulfur soil testing. Plant Soil 156: Byrnes, B.H Environmental effects of N fertilizer use an overview. Fertilizer Res. 26: Cacnio, V.N. and C.P. Mamaril Influence of preplanting moisture regime and two sulfur sources on growth, yield and sulfur uptake of rice. The Nucleus 28: 1-2. Chaerun, S.K. and C. Anwar Dampak lingkungan penggunaan pupuk urea pada pembebanan n dan hilangnya kandungan n di sawah. Jurnal Pendidikan IPA 6(7): 1-8. Dobermann, A. and T. Fairhurst Rice: Nutrient disorders & nutrient management. PPI PPIC IRRI. Dobermann, A., K.G. Cassman, C.P. Mamaril, and J.E. Sheehy Management of phosphorus, potassium, and sulfur in intensive, irrigated lowland rice. Field Crops Res. 56: Dubey, S.K microbial ecology of methane emission in rice agroecosystem: A review. Appl. Eco. Environ. Res. 3(2):1-27. FAO The sulphur newsletter No. 4. Fertilizer and plant nutrition service, FAO, Rome. He, Z.L., A.G. Odonnell, J.S. Wu, and J.K. Syers Oxidation and transformation of elemental sulphur in soils. J. Sci. Food. Agric. 65: IPCC Methane emission and oppurtunities for control: Workshop Results of Intergovermental Panel on Climate Change. JAE & EPA. September Ismunadji, M Pengaruh pemupukan belerang terhadap susunan kimia dan produksi padi sawah. Tesis Doktor Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Ismunadji, M. and M. Miyake Sulphur application and amino acid content of brown rice. JARQ 12(3): Ismunadji, M., I. Zulkarnaini, and M. Miyake Sulphur deficiency in lowland rice in Java. Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor No. 14. Jain, N., H. Pathak, S. Mitra, and A. Bhatia Emission of methane from rice fields: A review. J. Sci. Indust. Res. 63: Johnson, J.M.F., A.J. Franzluebbers, S.L. Weyers, and D.C. Reicosky Agricultural opportunities to mitigate greenhouse gas emissions. Environmental Pollution 150: Jones, U.S., J.C. Katyal, C.P. Mamaril, and C.S. Park Wetland rice-nutrient deficiencies other than nitrogen. pp in Rice Research Strategies for the Future. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines. Mamaril, C.P Contribution of sulphur research on rice production in Southeast Asia. Cooperative Depagri-IRRI Program. Bogor. Mamaril, C.P Zinc and sulphur nutrition for rice. Rice Management Biotechnology. Associated Publishing Co. New Delhi. pp Mamaril, C.P., A.P. Umar, I. Manwan, and C.J.S. Momuat Sulphur response of lowland rice in South Sulawesi, Indonesia. Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor No. 22: 12p. Mamaril, C.P. and P.B. Gonzales Response of lowland rice to S in the Philippines. pp in the Proceedings of the International Symposium on 16

9 Sulphur for Korean Agriculture. Korean Society of Soil Science and Fertilizer, Seoul-The Sulphur Institute, Washington, D.C. Mamaril, C.P. and P.B. Gonzales Agronomic effectiveness of S sources for lowland rice. pp in Proceedings of a Seminar on Sulphur Fertilizer Policy for Lowland and Upland Rice Cropping Systems in Indonesia. ACIAR Proceding No. 29. Australia. Mamaril, C.P., P.B. Gonzales, and V.N. Cacnio Sulfur management in lowland rice. Paper presented during the International Symposium on the Role of Sulphur, Magnesium and Micronutrients in Balanced Plant Nutrition held at Chengdu, Sichuan, Proc. on April 3-10, Mengel, K. and E.A. Kirby Principles of plant nutrition. 4 th Edition. International Potash Institute, Bern, Switzerland. Morris, R.J Sulphur the fourth major plant nutrient. pp in the Proceedings of the International Symposium on Sulphur for Korean Agriculture. Korean Society of Soil Science, Seoul- The Sulphur Institute, Washington, D.C. Kurnia, U Strategi pengelolaan lingkungan pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan 2(1): Lefroy, R.D.B., C.P. Mamaril, G.J. Blair, and P.B. Gonzales Sulphur cycling in rice wetlands. pp in Howard, R.W., J.W.B. Steward, M.V. Ivanov (Eds.). Sulphur Cycling on the Continents. Wiley. New York. Partohardjono, S Pengelolaan lahan sawah irigasi dalam menekan emisi gas metan. pp dalam Prosiding Seminar Nasional Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Puslitbangtan. Bogor. Sasa, I.J., Mulyadi, and S. Partohardjono Kombinasi urea tablet dan belerang pada padi tanam benih langsung: Upaya mereduksi gas N 2 O di lahan sawah. Penelitian Pertanian 19(3): Setyanto, P., A.K. Makarim, and A.M. Fagi Methane emission from rainfed rice field at Jakenan, Central Java as affected by organic matter and water condition. Penelitian Pertanian 16(1): Setyanto, P., Suharsih, A. Wihardjaka, dan A.K. Makarim Pengaruh pemberian pupuk anorganik terhadap emisi gas metan pada lahan sawah. pp dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Puslitbangtan. Bogor. Singh, A.K., Manibhushan, M.K. Meena, and A. Upadhyaya Effect of Sulphur and Zinc on Rice Performance and Nutrient Dynamics in Plants and Soil of Indo Gangetic Plains. Journal of Agricultural Science 4(11): Suharsih, P. Setyanto, dan T. Sopiawati Pengaruh penggunaan pupuk N lambat urai terhadap emisi gas N 2 O pada lahan sawah tadah hujan. pp dalam Prosiding Seminar Nasional Budidaya Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Puslitbangtan. Bogor. van Groenigen, K.J., C. van Kessel, and B.A. Hungate Increased greenhouse-gas intensity of rice production under future atmospheric conditions. Nature Climate Change 3: Wihardjaka, A. dan Soeprapto Tanggap tanaman padi sawah tadah hujan terhadap sulfur di Jawa Tengah. J. Agroland 4(4): 1-8. Wihardjaka, A., Soeprapto, and C.P. Mamaril Response of rainfed lowland rice and soybean to sulphur in light textured soils in Central Java. Indonesian J. Crop Sci. 14(2): Yoshida, S Fundamentals of rice crop science. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines. Yoshida, S. and M.R. Chaudhry Sulfur nutrition of rice. Soil Sci. Plant Nutr. 25(1): Zuzhang, L., L. Guangrong, Y. Fusheng, T. Xiangan, and G. Blair Effect of sources of sulphur on yield and disease incidence in crops in Jiangxi Province, hina. Pp in Proceeding of World Congress of Soil Science, Soil Solutions for a Changing World 1-6 August 2010 at Brisbane, Australia. 17

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

Pendapat selama ini mengatakan bahwa lahan

Pendapat selama ini mengatakan bahwa lahan Emisi Gas Metan pada Lahan Sawah Irigasi Inceptisol Akibat Pemupukan Nitrogen pada Tanaman Padi Suharsih 1, P. Setyanto 1, dan A.K. Makarim 2 1 Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN DAN KETERSEDIAAN KALIUM DALAM TANAH DENGAN BERBAGAI INPUT PUPUK PADA SISTEM SAWAH TADAH HUJAN Sukarjo 1, Anik Hidayah 1 dan Ina Zulaehah 1 1 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR Oleh : Ir. Indra Gunawan Sabaruddin Tanaman Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penting karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci

TAKARAN PUPUK N, P, K, DAN S TANAMAN JAGUNG PADA BEBERAPA JENIS TANAH DI SULAWESI SELATAN

TAKARAN PUPUK N, P, K, DAN S TANAMAN JAGUNG PADA BEBERAPA JENIS TANAH DI SULAWESI SELATAN Seminar Nasional Serealia, 2013 TAKARAN PUPUK N, P, K, DAN S TANAMAN JAGUNG PADA BEBERAPA JENIS TANAH DI SULAWESI SELATAN Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Pemupukan berimbang adalah

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut (Ladha et al., 1997). Indonesia merupakan negara agraris, dengan sektor

I. PENDAHULUAN. tersebut (Ladha et al., 1997). Indonesia merupakan negara agraris, dengan sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan makanan pokok lebih dari 2 milyar penduduk di Asia dan ratusan juta di Afrika dan Amerika Latin. Kebutuhan beras tersebut akan semakin bertambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Populasi Bakteri dan Produksi Tanaman Padi Gogorancah

Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Populasi Bakteri dan Produksi Tanaman Padi Gogorancah Kode: SP-014-006 diisi panitia Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13(1) 2016: 752-756 Pemanfaatan Pupuk Organik untuk Meningkatkan Populasi Bakteri dan Produksi Tanaman Padi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sangat tergantung pada curah hujan sebagai sumber air untuk berproduksi. Jenis sawah

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM MINAPADI SEBAGAI UPAYA PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI PROVINSI JAMBI Yusma Damayanti Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang baik serta kegunaan yang cukup beragam. Nilai gizi jagung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

ISSN Pengantar DAFTAR ISI. Volume 10 Nomor

ISSN Pengantar DAFTAR ISI. Volume 10 Nomor Pengantar Pada terbitan nomor 1 tahun ke-10, Buletin Iptek Tanaman Pangan menyajikan lima tulisan review hasil penelitian. Tulisan pertama dan kedua membahas aspek pemupukan pada tanaman padi yang dikaitkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN Sumarni T., S. Fajriani, dan O. W. Effendi Fakultas Pertanian Universitas BrawijayaJalan Veteran Malang Email: sifa_03@yahoo.com

Lebih terperinci

PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK ISSN 1410-1939 PERANAN UREA TABLET DAN VARIETAS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI PADI DI LAHAN RAWA LEBAK [THE ROLE OF TABLET UREA AND VARIETY IN INCREASING RICE PRODUCTION IN SWAMPY AREA] Waluyo 1, Juliardi

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

Total emisi gas metan (CH4) di lahan sawah di

Total emisi gas metan (CH4) di lahan sawah di MULYADI ET AL.: EMISI DAN MITIGASI CH DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Penekanan Emisi dan Mitigasi Gas CH melalui Teknik Budi Daya Padi Walik Jerami di Lahan Sawah Tadah Hujan Mulyadi 1, A. Wiharjaka 1, Shri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN. Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN. Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia Prosiding Seminar Nasional Serealia 29 ISBN :978-979-894-27-9 EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak.

Lebih terperinci

Optimalisasi Cahaya Matahari Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) System of Rice Intensification (SRI) Melalui Pendekatan Pengaturan Jarak Tanam

Optimalisasi Cahaya Matahari Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) System of Rice Intensification (SRI) Melalui Pendekatan Pengaturan Jarak Tanam Optimalisasi Cahaya Matahari Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) System of Rice Intensification (SRI) Melalui Pendekatan Pengaturan Jarak Tanam Oleh: Nurlaili Abstract System of Rice Intensification

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini beras masih merupakan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, 2007) kebutuhan beras dari tahun-ketahun

Lebih terperinci

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah DAMPAK POLA TANAM PADI PADI DAN PADI SEMANGKA TERHADAP Al DAN Fe PADA KONDISI TANAH TIDAK DISAWAHKAN DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA The impact of Rice- Rice and Rice- Watermelon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG. Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG. Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pranan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

SERAPAN BELERANG DI DALAM TANAMAN PADI DAN PENETAPAN NILAI KRITISNYA DENGAN CARA CATE DAN NELSON DAN DIMODIFIKASI 1

SERAPAN BELERANG DI DALAM TANAMAN PADI DAN PENETAPAN NILAI KRITISNYA DENGAN CARA CATE DAN NELSON DAN DIMODIFIKASI 1 SERAPAN BELERANG DI DALAM TANAMAN PADI DAN PENETAPAN NILAI KRITISNYA DENGAN CARA CATE DAN NELSON DAN DIMODIFIKASI 1 E.O. Momuat 2, T. Notohadiprawiro 3 dan J. Soedarsono 2 Abstract A series of experiments

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMUPUKAN Tujuan Berlatih : Setelah selesai

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. isu utama dalam perubahan lingkungan global. Untuk mengurangi pengaruh emisi

BAB I PENDAHULUAN. isu utama dalam perubahan lingkungan global. Untuk mengurangi pengaruh emisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemanasan global (global warming) disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca termasuk CO 2 dari pembakaran minyak bumi (fosil) merupakan isu utama dalam perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR

POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Potensi Emisi Metana ke Atmosfer Akibat Banjir (Lilik Slamet) POTENSI EMISI METANA KE ATMOSFER AKIBAT BANJIR Lilik Slamet S Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, Lapan e-mail: lilik_lapan@yahoo.com RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi yang Menyebabkan Berdasarkan hasil-hasil penelitian penyebab keracunan besi beragam, bukan hanya disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) PENDAHULUAN

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 19 ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN DAN HASIL UBI JALAR (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Nur Edy Suminarti 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 e-mail

Lebih terperinci

1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions).

1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions). Hara esensial : 1. Terlibat langsung dalam fungsi metabolisme tanaman (involved in plant metabolic functions). 2. Tanaman tidak akan sempurna siklus hidupnya tanpa adanya unsur tersebut (plant can not

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Gatot Kustiono 1), Jajuk Herawati 2), dan Indarwati

Lebih terperinci

TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL EMISI GAS N2ODI LAPANGAN

TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL EMISI GAS N2ODI LAPANGAN TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL EMISI GAS N2ODI LAPANGAN Noeriwan B.S. Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan Pati Gas N 20 merupakan salah satu gas rumah kaca. Pada kondisi kering, sawah berpotensi

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah

Lebih terperinci

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis

Hanafi Ansari*, Jamilah, Mukhlis PENGARUH DOSIS PUPUK DAN JERAMI PADI TERHADAP KANDUNGAN UNSUR HARA TANAH SERTA PRODUKSI PADI SAWAH PADA SISTEM TANAM SRI (System of Rice Intensification) Effect of Fertilizer Dosage and Rice Straw to the

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau Green Economy and Locally Appropriate Mitigation Actions in Indonesia Latar Belakang Perubahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN PHOSFAT DAN SULFUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA SERTA EFISIENSI HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

PENGARUH PEMUPUKAN PHOSFAT DAN SULFUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA SERTA EFISIENSI HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L.) PENGARUH PEMUPUKAN PHOSFAT DAN SULFUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA SERTA EFISIENSI HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L.) The Influence of Phosphat and Sulfur Fertilization on Growth and Nutrient

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah 54 II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktivitas manusia (sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

Hubungan Serapan Hara N, P, dan K dengan Hasil Gabah di Lahan Sawah Tadah Hujan

Hubungan Serapan Hara N, P, dan K dengan Hasil Gabah di Lahan Sawah Tadah Hujan Hubungan Serapan Hara N, P, dan K dengan Hasil Gabah di Lahan Sawah Tadah Hujan I Putu Bagus Eliezer 1, Suprihati 2, Antonius Kasno 3 1 Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (96,87% penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 65% kebutuhan kalori (Pranolo 2001). Dalam

Lebih terperinci

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH Dakhyar Nazemi dan K. Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

Sistem Tanam Padi-Jagung dan Pemupukan N, S, P, K pada Lahan Sawah Tadah Hujan

Sistem Tanam Padi-Jagung dan Pemupukan N, S, P, K pada Lahan Sawah Tadah Hujan Abstrak Sistem Tanam Padi-Jagung dan Pemupukan N, S, P, K pada Lahan Sawah Tadah Hujan Faesal dan Zubachtirodin Peneliti Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

PENEMPATAN PUPUK ANORGANIK YANG EFISIEN PADA TANAMAN JAGUNG DI LAHAN KERING. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENEMPATAN PUPUK ANORGANIK YANG EFISIEN PADA TANAMAN JAGUNG DI LAHAN KERING. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia PENEMPATAN PUPUK ANORGANIK YANG EFISIEN PADA TANAMAN JAGUNG DI LAHAN KERING M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Budidaya jagung yang efisien untuk produksi biji harus memperhatikan cara

Lebih terperinci

Pemanfaatan lahan sawah secara intensif dalam

Pemanfaatan lahan sawah secara intensif dalam PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 26 NO. 3 27 Dampak Pemupukan Jangka Panjang Padi Sawah Tadah Hujan terhadap Emisi Gas Metana A. Wihardjaka 1 dan S. Abdurachman 2 1 Balai Penelitian Lingkungan

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci