BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KEMATANGAN EMOSI 1. Definisi Kematangan Emosi Kematangan emosi dapat dimengerti dengan mengetahui pengertian emosi dan kematangan, kemudian diakhiri dengan penjelasan kematangan emosi sebagai satu kesatuan. Istilah kematangan menunjukkan kesiapan yang terbentuk dari pertumbuhan dan perkembangan (Hurlock, 2004). Emosi merupakan suatu kondisi keterbangkitan yang muncul dengan perasaan kuat dan biasanya respon emosi mengarah pada suatu bentuk perilaku tertentu (Lazzarus, 1991). Selain itu, terdapat juga definisi emosi sebagai suatu keadaan dalam diri individu yang memperlihatkan reaksi fisiologis, kognitif, dan pelampiasan perilaku. Misalnya ketika individu sedang mengalami ketakutan, reaksi fisiologis yang dapat muncul adalah keterbangkitan (jantung berdetak lebih kencang), kemudian individu akan memikirkan bahwa dirinya sedang dalam bahaya, sedangkan tingkah laku yang dapat mucul adalah kecenderungan untuk menghindar dari situasi yang membuat ketakutan (Rathus, 2005). Goleman (2001) menjelaskan jenis-jenis emosi termasuk didalamnya amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Hurlock (2004) berpendapat bahwa kematangan emosi merupakan individu yang memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga

2 12 lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi.kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan orang lain, selain itu dapat menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif (Yusuf,2011). Kematangan emosi dapat didefinisikan sebagai kemampuan mengekspresikan perasaan dan keyakinan secara berani dan mempertimbangkan perasaan dan keyakinan orang lain (Covey, 2001). Dariyo (2006) juga mendefinisikan kematangan emosi sebagai keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi sehingga individu tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas. Dalam penelitian ini kematangan emosi adalah kesiapan individu dalam mengendalikan dan mengarahkan emosi dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi. 2. Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi menurut Hurlock (2004), antara lain: a. Usia Semakin bertambah usia inidvidu, diharapkan emosinya akan lebih matang dan individu akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Individu semakin baik dalam kemampuan memandang suatu masalah, menyalurkan dan mengontrol emosinya secara lebih stabil dan matang secara emosi.

3 13 b. Perubahan fisik dan kelenjar Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kematangan emosi. Sesuai dengan anggapan bahwa remaja adalah periode badai dan tekanan, emosi remaja meningkat akibat perubahan fisik dan kelenjar. c. Jenis Kelamin Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan, mereka memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga cenderung kurang mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan. Menurut Young (2007) faktor yang mempengaruhi kematangan emosi antara lain adalah: a. Faktor lingkungan Faktor lingkungan tempat hidup termasuk didalamnya yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Keadaan keluarga yang tidak harmonis, terjadi keretakan dalam hubungan keluarga yang tidak ada ketentraman dalam keluarga dapat menimbulkan persepsi yang negatif pada diri individu. Begitu pula lingkungan sosial yang tidak memberikan rasa aman dan lingkungan sosial yang tidak mendukung juga akan menganggu kematangan emosi. b. Faktor individu Faktor individu meliputi faktor kepribadian yang dipunyai individu. Adanya persepsi pada setiap individu dalam mengartikan sesuatu hal juga dapat menimbulkan gejolak emosi pada diri individu. Hal ini disebabkan oleh pikiran

4 14 negatif, tidak realistik dan tidak sesuai dengan kenyataan. Kalau individu dapat membatalkan pikiran-pikiran yang keliru menjadi pikiran-pikiran yang benar, maka individu dapat menolong dirinya sendiri untuk mengatur emosinya sehingga dapat mempersepsikan sesuatu hal dengan baik. c. Faktor pengalaman Pengalaman yang diperoleh individu selama hidupnya akan mempengaruhi kematangan emosinya. Pengalaman yang menyenangkan akan memberikan pengaruh yang positif terhadap individu, akan tetapi pengalaman yang tidak menyenangkan bila selalu terulang dapat memberi pengaruh negatif terhadap individu maupun terhadap kematangan emosi individu tersebut. 3. Karakteristik Kematangan Emosi antara lain: Hurlock (2004) mengemukakan tiga karakteristik dari kematangan emosi, a. Kontrol emosi Individu tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain dan mampu menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang dapat diterima. Individu dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.

5 15 b. Pemahaman diri Memiliki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain. Individu mampu memahami emosi diri sendiri, memahami hal yang sedang dirasakan, dan mengetahui penyebab dari emosi yang dihadapi individu tersebut. c. Pengunaan fungsi kritis mental Individu Mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut, dan individu juga tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau individu yang tidak matang. 4. Kematangan Emosi Remaja Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi jika individu dapat mengerti situasi tanpa harus diberikan arahan oleh orang lain serta mengerti kewajiban dan tanggungjawabnya (Chaube, 2002). Selain itu, Hurlock (2004) juga menambahkan remaja mencapai kematangan emosi jika pada akhir masa remajanya tidak sembarangan dalam meluapkan emosinya dihadapan orang lain, tetapi menempatkannya secara tepat dan dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang lain. Chaplin (2005) mendefinisikan kematangan emosi sebagai kondisi atau keadaan dalam mencapai tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosional seseorang. Kematangan emosi juga dapat ditunjukkan dengan kemampuan remaja untuk menilai suatu situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara

6 16 emosional dan memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu suasana hati ke suasana hati yang lain. Yusuf (2011) menjelaskan tentang bagaimana perubahan kematangan emosional sebelum masa remaja sampai memasuki masa remaja, hal ini dapat terlihat dari tabel berikut ini: Tabel 1.Perubahan Kematangan Emosi No DARI ARAH KE ARAH 1. Tidak toleran dan bersikap Bersikap toleran superior 2. Kaku dalam bergaul Luwes dalambergaul 3. Peniruan buta terhadap teman Interdependensi dan memiliki harga sebaya diri 4. Kontrol orang tua Kontrol diri sendiri 5. Perasaan yang tidak jelas tentang Perasaan mau menerima dirinya dan dirinya/orang lain orang lain. 6. Kurang dapat mengendalikan diri Mampu menyatakan emosinya secara dari rasa marah konstruktif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan kematangan emosi remaja merupakan kondisi remaja mampu mengendalikan dan mengarahkan penyaluran emosi sesuai situasi dan waktu yang tepat dengan cara yang dapat diterima, mampu menggunakan pemikiran terlebih dahulu terhadap suatu situasi sebelum menggunakan respon emosional, serta mengambil keputusan yang didasarkan pada pertimbangan sehingga tidak mudah berubah-ubah. B. PENYESUAIAN PERNIKAHAN 1. Pengertian Penyesuaian Pernikahan Hurlock (2000) mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses

7 17 penyesuaian diri. Penyesuaian pernikahan juga merupakan suatu proses memodifikasi, mengadaptasi dan mengubah individu dan pola perilaku pasangan serta adanya interaksi untuk mencapai kepuasan yang maksimum dalam pernikahan (DeGenova, 2008). Menurut Lasswel & Lasswel (1987), penyesuaian perkawinan berarti kedua individu telah belajar untuk mengakomodasi kebutuhan, keinginan, dan harapan masing-masing, ini berarti mencapai suatu derajat kebahagiaan dalam hubungan. Penyesuaian perkawinan bukan suatu keadaan absolut melainkan suatu proses yang terus menerus terjadi.sedangkan Duval dan Miller (1985) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian perkawinan ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan suami istri. Dalam penelitian ini penyesuaian pernikahan adalahproses membiasakan diri (beradaptasi) dengan situasi baru sebagai suami istri untuk memenuhi harapan atau tujuan perkawinan dan memecahkan konflik yang muncul dalam perkawinan. 2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Pernikahan Penyesuaian diri dalam pernikahan memiliki beberapa area yang akan dilalui, seperti agama, kehidupan sosial, teman yang menguntungkan, hukum, keuangan, dan seksual. Ada 4 bentuk penyesuaian pernikahan, yaitu:

8 18 1. Penyesuaian dengan pasangan Penyesuaian yang paling penting yang pertama kali harus dihadapi saat seseorang memasuki dunia pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan (istri maupun suaminya). Semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh dimasa lalu, makin besar pengertian dan wawasan sosial mereka sehingga memudahkan dalam penyesuaian dengan pasangan. Hal ini juga terjadi pada remaja putri yang menikah dini. Hurlock (2000) juga mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan. Faktorfaktor tersebut adalah: a. Konsep pasangan ideal. Pada saat memilih pasangan, baik pria maupun wanita sampai pada waktu tertentu dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa dewasa. b. Pemenuhan kebutuhan Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. c. Kesamaan latar belakang Semakin sama latar belakang suami dan istri maka semakin mudah untuk saling menyesuaikan diri. Semakin berbeda pandangan hidup mereka, maka semakin sulit penyesuaian diri dilakukan.

9 19 d. Minat dan kepentingan bersama Kepentingan yang sama mengenai suatu hal yang dapat dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik. e. Konsep peran Setiap lawan pasangan mempunya konsep mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap individu mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika harapan terhadap peran tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan konflik dan penyesuaian yang buruk. f. Perubahan dalam pola hidup Penyesuaian terhadap pasangannya berarti mengorganisasikan pola kehidupan, merubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan sosial, serta merubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi seorang istri. Penyesuaianpenyesuaian ini seringkali diikuti oleh konflik emosional. 2. Penyesuaian seksual Penyesuaian utama yang kedua dalam pernikahan adalah penyesuaian seksual, ini adalah penyesuaian yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan dalam pernikahan. Permasalahan biasanya dikarenakan pasangan belum mempunyai pengalaman yang cukup dan tidak mampu mengendalikan emosi mereka. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual yaitu :

10 20 a. Perilaku terhadap seks Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara pria dan wanita menerima informasi seks selama masa anak-anak dan remaja. b. Pengalaman seks masa lalu Cara orang dewasa bereaksi terhadap masturbasi, petting, dan hubungan suami istri sebelum menikah, ketika mereka masih muda dan cara pria dan wanita merasakan itu sangat mempengaruhi perilakunya terhadap seks. c. Dorongan seksual Dorongan seksual berkembang lebih awal pada pria daripada wanita dan cenderung tetap demikian, sedangkan wanita muncul secara periodik. Dengan turun naik selama siklus menstruasi. Variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian seksual. d. Pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi, dan pengaruh vasektomi. 3. Penyesuaian keuangan Penyesuaian keuangan juga merupakan penyesuaian yang sulit dan memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri dalam pernikahan. Istri yang berusia muda atau masih remaja cenderung memiliki sedikit pengalaman dalam hal mengelola keuangan untuk kelangsungan hidup keluarga. Suami juga terkadang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan keuangan, khususnya jika

11 21 istrinya bekerja di luar rumah dan berhenti setelah memiliki anak pertama sehingga mengurangi pendapatan keluarga. 4. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan Setiap individu yang menikah secara otomatis memperoleh sekelompok keluarga baru. Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, mulai dari bayi hingga kakek atau nenek dan terkadang dengan latar belakang yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, budaya dan latar belakang sosial yang berbeda. Penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a) Stereotip tradisional mengenai ibu mertua Stereotip yang secara luas diterima masyarakat Ibu mertua yang representatif dapat menimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sebelum perkawinan. Stereotip yang tidak menyenangkan mengenai orang usia lanjut seperti cenderung ikut campur tangan dapat masalah bagi keluarga pasangan. b) Keinginan untuk mandiri Orang yang menikah muda cenderung menolak berbagai saran dan petunjukdari orang tua mereka. c) Keluargaisme Penyesuaian dan perkawinan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan tersebut menggunakan lebih banyak waktunya terhadap keluarganya daripada mereka sendiri. Apabila pasangan terpengaruh oleh

12 22 keluarga, apabila seseorang anggota keluarga berkunjung dalam waktu yang lama dan hidup dengan mereka untuk seterusnya. d) Mobilitas sosial Individu dewasa muda yang status sosialnya meningkat diatas anggota keluarga atau diatas status keluarga pasangannya mungkin saja tetap membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orangtua dan anggota keluarga sering bermusuhan dengan pasangan muda. e) Anggota keluarga berusia lanjut Merawat anggota keluarga berusia lanjut merupakan faktor yang sangat sulit dalam penyesuaian pekawinan karena sikap yang tidak menyenangkan terhadap orangtua dan urusan keluarga khususnya bila dia juga mempunyai anak-anak. f) Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan Apabila pasangan muda harus membantu atau memikul tanggung jawab, bantuan keuangan bagi pihak keluarga pasangan, hal itu sering membawa hubungan keluarga yang tidak baik. Hal ini dikarenakan anggota keluarga pasangan dibantu keuangannya, menjadi marah dan tersinggung dengan tujuan agar diperoleh bantuan tersebut. 3. Kondisi Yang Menyumbang Kesulitan Dalam Penyesuaian Pernikahan Hurlock (2000) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyesuaian pernikahan. Faktor-faktor tersebut adalah :

13 23 1. Persiapan yang terbatas untuk pernikahan Penyesuaian seksual saat ini terlihat lebih mudah dilakukan dibandingkan masa lalu, dikarenakan banyaknya informasi namun kebanyakan pasangan suami istri hanya menerima sedikit persiapan dibidang keterampilan domestik, mengasuh anak, dan manajemen uang. 2. Perubahan peran dan status sosial menjadi suami atau istri. Kecenderungan terhadap perubahan peran dalam perkawinan bagi pria dan wanita serta konsep yang berbeda tentang peran membuat penyesuaian dalam pernikahan semakin sulit saat ini dibandingkan pada masa lalu. 3. Pernikahan dini Pernikahan dini akan lebih banyak memerlukan proses penyesuaian diri masing masing pasangan karena pada umumnya di usia ini individu belum terlalu matang dalam hal emosional, ekonomi, dan seksual. 4. Konsep yang tidak realistis tentang perkawinan. Orang dewasa yang belajar perguruan tinggi dan pengalaman yang sedikit cenderung memiliki konsep yang tidak realistis mengenai makna pernikahan. 5. Pernikahan campuran Penikahan yang dilakukan antara dua adat istiadat yang berbeda. 6. Pacaran yang dipersingkat. Periode masa pacaran yang singkat pada masa sekarang dibandingkan masalalu, sehingga pasangan hanya punya sedikit waktu untuk memecahkan masalah tentang penyesuaian sebelum melangsungkan pernikahan.

14 24 7. Romantika perkawinan Harapan yang berlebihan mengenai tujuan dan hasil pernikahan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab pernikahan. 4. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Pernikahan Kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan dari Hurlock (2000), yaitu: 1. Kebahagiaan suami istri Suami dan istri yang bahagia memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama. 2. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat Perbedaaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masingmasing keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian pernikahan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat. 3. Kebersamaan Jika penyesuaian pernikahan dapat berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal-awal tahun pernikahan, maka keduanya

15 25 dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun rumah atas usahanya sendiri. 4. Penyesuaiaan yang baik dalam masalah keuangan Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari utang yang selalu melilitnya agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang sebaikbaiknya, daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh karena pendapatan suaminya tidak memadai. 5. Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Perkawinan Banyak faktor sosial dan demografis yang ditemukan memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dyer, 1983). Berikut ini beberapa hal yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan : 1. Usia Udry dan Schoen (dalam Dyer, 1983) mengatakan bahwa penyesuaian pernikahan rendah apabila pasangan menikah pada usia yang sangat muda, yaitu

16 26 laki-laki di bawah 20 tahun dan wanita di bawah 18 tahun. Mereka dihadapkan pada tuntutan dan beban seputar perkawinan, dimana bisa menyebabkan rasa kecewa, berkecil hati, dan tidak bahagia. Dalam hal perbedaan usia, ditemukan tidak terlalu meyakinkan. Ada penelitian menemukan bahwa akan lebih menguntungkan bagi pasangan yang memiliki usia yang sama (Locke; Blode & Wolfe, dalam Dyer, 1983), namun pada penelitian lain juga ditemukan bahwa usia yang berbeda tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyesuaian pekawinan (Udry, Nelson & Nelson, dalam Dyer, 1983). 2. Agama Hubungan antara agama dan penyesuaian perkawinan sudah diselidiki sepanjang tahun. Walaupun begitu, selalu ditemukan hasil yang berbeda-beda dan selalu tidak konsisten. Terman (dalam Dyer, 1983) menyimpulkan bahwa latar belakang agama dari pasangan bukan faktor yang berarti dalam kebahagiaan perkawinan. Pada penelitian pernikahan beda agama (Christensen & Barber; Glenn, dalam Dyer, 1983) ditemukan bahwa pernikahan beda agama antara Katolik, Yahudi, dan Protestan sedikit kurang bahagia dibandingkan pernikahan dengan agama yang sama di ketiga agama tersebut. 3. Ras Sejauh ini tidak ada penelitian khusus penyesuaian perkawinan dimana perkawinan antar ras sebagai variabelnya. Walaupun ada opini terkenal yang mengatakan bahwa perkawinan antar ras penuh resiko, sebenarnya secara statistik sangat sedikit yang mendukung pandangan ini (Udry, dalam Dyer, 1983).

17 27 Penelitian yang dilakukan Monahan (dalam Dyer, 1983) pada perkawinan antar ras di Iowa, ditemukan bahwa perkawinan antar kulit hitam dan putih lebih stabil daripada perkawinan kulit hitam dan hitam; dia juga menemukan bahwa perkawinan dengan suami kulit hitam dan istri kulit putih memiliki rata-rata perceraian yang rendah dibandingkan dengan rata-rata perceraian pada perkawinan kulit putih dan putih. Dimana perbedaan sosial dan kultur masih tetap ada dan larangan pada perkawinan antar ras masih kuat, mereka berusaha untuk tahan menghadapi larangan dan berusaha kuat untuk menghadapi sangsi yang ada dari kelompok ras mereka masing-masing. 4. Pendidikan Data dari survei nasional mengatakan bahwa pendidikan tidak selamanya menjadi faktor yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Glenn dan Weaver (dalam Dyer, 1983) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara lamanya mengecap pendidikan dengan kebahagiaan perkawinan. Terman; Burgess & Wallin, (dalam Dyer, 1983) mengungkapkan perbedaan pendidikan pada pasangan dengan penyesuaian perkawinan belum sepenuhnya jelas, karena ada pendapat yang mengatakan bahwa pasangan dengan tingkat pendidikan yang sama akan lebih puas dengan perkawinannya dan hasil penelitian yang lain juga mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara perbedaan tingkat pendidikan suami istri dengan penyesuaian perkawinan.

18 28 5. Keluarga Pasangan Salah satu hal yang harus dihadapi oleh pasangan yang baru menikah adalah bagaimana mengatasi hubungan selanjutnya dengan orang tua dan sanak saudara setelah menikah. Beberapa penelitian dalam hal saudara istri atau suami mengindikasikan bahwa masalah ini lebih mempengaruhi wanita daripada pria (Duvall; Komorovsky, dalam Dyer, 1983). Ibu mertua dan kakak ipar lebih cenderung sebagai masalah dalam ketidakcocokan dari pada bapak mertua dan abang ipar. Inti dalam perselisihan biasanya menyangkut aktifitas dan peran wanita dalam rumah tangga. C.REMAJA 1. Definisi Remaja Istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Istilah adolescence merupakan suatu tahap dalam perkembangan yang mencakup dalam kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja juga merupakan peralihan antara masa kanak kanak dan dewasa meliputi perubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Remaja adalah individu yang berusia antara 13 sampai 18 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. dengan pembagian 13 sampai 16 tahun termasuk masa remaja awal dan 16 sampai 18 tahun termasuk masa remaja akhir (Hurlock, 2004). Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur tahun, dengan pembagian usia tahun adalah masa remaja awal, tahun

19 29 adalah masa remaja pertengahan, tahun adalah masa remaja akhir (Monks, 2009) Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batas usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi pelayanan program pelayanan definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan perlindungan Hak reproduksi) batasan usia remaja adalah tahun. Berdasarkan uraian diatas remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dengan usia antara tahun. 2. Tugas Perkembangan Remaja Hurlock (2004) mengemukakan beberapa tugas perkembangan di masa remaja, antara lain: a. Menerima keadaan fisiknya b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa. c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlawanan jenis. d. Mencapai kemandirian emosional e. Mencapai kemandirian ekonomi f. Mengembangkan konsep dan keterampilan yang diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai dan orang dewasa h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial

20 30 i. Mempersiapkan diri memasuki pernikahan, memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. j. Memperoleh peranan sosial k. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif l. Memperoleh kebebasan emosioanal dari orang tua dan dari orang dewasa lainnya m. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri n. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan o. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga p. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup. 3. Ciri-ciri Remaja Yang Melakukan Menikah Muda Hurlock (2000) mengatakan bahwa semua periode perkembangan memiliki ciri-ciri perkembangan yang membedakan dari satu periode dengan periode berikutnya. Masa remaja juga mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya dan sesudahnya. Remaja yang menikah baik itu remaja putra maupun remaja putri akan mengalami masa remaja yang diperpendek, sehingga ciri dan tugas perkembangan mereka juga ikut diperpendek dan masuk pada masa dewasa (Monks, 2001). 1) Remaja yang telah menikah akan mengalami suatu periode peralihan yang cukup signifikan. Peralihan yang terjadi adalah beralih dari masa anak-anak menuju masa dewasa, dimana remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan harus mempelajari pola dan sikap baru terutama dalam pernikahan.

21 31 2) Remaja yang telah menikah akan mengalami periode perubahan, yaitu meliputi perubahan fisik, emosional, perubahan pola dan minat, perubahan nilai-nilai yang berlaku, dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. 3) Remaja yang telah menikah, mereka diharuskan masuk pada masa dewasa, tidak lagi pada ambang masa dewasa. Masa remaja mereka menjadi diperpendek dan mereka harus meninggalkan stereotip belasan tahun dan menjadi dewasa. D. Menikah Muda Pernikahan merupakan peristiwa yang penting dalam kehidupan seseorang. Hampir setiap individu mempunyai keinginan untuk mengalami hal tersebut. Dalam Undang-Undang Pernikahan yang dikenal dengan UU No.1 tahun 1974, pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 mengenai batas umur untuk melangsungkan pernikahan adalah : Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. Hal ini sesuai dengan rekomendasi The Eliminatian of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) yang menyatakan bahwa usia 18 tahun seharusnya menjadi usia minimum yang resmi untuk menikah baik pada pria maupun wanita. Menikah muda (early Married) merupakan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2006). Menurut BKKBN (2011), perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan di bawah usia

22 32 20 tahun. Pernikahan usia muda dapat didefenisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri di usia yang masih muda/remaja. 1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Menikah Muda Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN tahun 2011 menemukan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi median usia pernikahan pertama perempuan adalah faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal (desa/kota). Di antara faktor-faktor tersebut, faktor ekonomi merupakan faktor yang paling dominan terhadap median usia nikah/kawin pertama perempuan. Hal ini ditengarai disebabkan oleh kemiskinan yang membelenggu perempuan dan orang tuanya. Karena tidak mampu membiayai anaknya, maka orang tua menginginkan anaknya tersebut segera menikah sehingga mereka terlepas dari tanggung jawab dan berharap setelah anaknya menikah mereka akan mendapatkanbantuan ekonomi (BKKBN). Menurut beberapa penelitian Pernikahan dini yang masih marak terjadi pada remaja pedesaan pada umumnya dipengaruhi oleh empat faktor, yakni: keinginan bebas pada remaja, ekonomi, pendidikan dan budaya. 1. Keinginan bebas pada remaja. Adanya dorongan rasa kemandirian gadis remaja dan keinginan bebas dari kekangan orangtua (Landung dkk, 2009). Hal tersebut berkaitan dengan perubahan psikologi yang terjadi pada diri remaja sebagaimana yang dijelaskan oleh Neidhart dalam Gunarsah (2008) bahwa remaja atau adolescentia sedang mengalami masa peralihan dari kedudukan ketergantungannya terhadap keluarga

23 33 menuju kehidupan dengan kedudukan mandiri. Jannah (2012) menjelaskan bahwa salah satu penyebab pernikahan dini yang terjadi pada masyarakat Desa Pandan (Madura) ialah adanya kesiapan diri pada remaja. Selain orang tua, pendorong terjadinya pernikahan dini di Desa Pandan disebabkan adanya kemauan diri sendiri dari pasangan. Hal ini disebabkan mereka sudah merasa bisa mencari uang sendiri dan juga pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di bawah batas minimal usia perkawinan. 2. Faktor Ekonomi Pernikahan dini yang terjadi disebabkan karena alasan membantu pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Faktor ini berhubungan dengan rendahnya tingkat ekonomi keluarga. Orang tua tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga orangtua memilih untuk mempercepat pernikahan anaknya, terlebih bagi anak perempuan sehingga dapat membantu pemenuhan kebutuhan keluarga (Landung dkk, 2009). Sejalan dengan hal itu, Jannah (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa para orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda mengganggap bahwa dengan menikahkan anaknya, maka beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini disebabkan jika anak sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Bahkan para orang tua juga berharap jika anaknya sudah menikah, maka akan dapat membantu kehidupan orang tuanya.

24 34 3. Faktor pendidikan Dalam konteks pendidikan, penelitian Landung dkk (2009) dan menjelaskan bahwa rendahnya tingkat pendidikan orang tua, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur. Hal tersebut berkaitan dengan rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan orangtua terkait konsep remaja gadis. Pada masyarakat pedesaan umumnya terdapat suatu nilai dan norma yang menganggap bahwa jika suatu keluarga memiliki seorang remaja gadis yang sudah dewasa namun belum juga menikah dianggap sebagai aib keluarga, sehingga orang tua lebih memilih untuk mempercepat pernikahan anak perempuannya. Jannah (2012) menambahkan bahwa rendahnya pendidikan merupakan salah satu pendorong terjadinya pernikahan dini. Para orang tua yang hanya bersekolah hingga tamat SD merasa senang jika anaknya sudah ada yang menyukai, dan orang tua tidak mengetahui adanya akibat dari pernikahan muda ini. 4. Faktor Budaya Keberadaan budaya lokal (Parampo Kampung) memberi pengaruh besar terhadap pelaksanaan pernikahan dini, sehingga masyarakat tidak memberikan pandangan negatif terhadap pasangan yang melangsungkan pernikahan meskipun pada usia yang masih remaja. Hal ini yang menyebabkan kaum pemuka adat tidak memiliki kemampuan untuk dapat mengatur sistem budaya yang mengikat bagi warganya dalam melangsungkan perkawinan karena batasan tentang seseorang yang dikatakan dewasa masih belum jelas (Landung dkk, 2009).

25 35 Sejalan dengan Landung dkk (2009), Syafiq Hasyim dalamjannah (2012) menyebutkan bahwa dalam konteks Indonesia pernikahan lebih condong diartikan sebagai kewajiban sosial dari pada manifestasi kehendak bebas setiap individu. Secara umum, dalam masyarakat yang pola hubungannya bersifat tradisional, pernikahan dipersepsikan sebagai suatu keharusan sosial yang merupakan bagian dari warisan tradisi dan dianggap sakral. Sedangkan dalam masyarakat rasional modern, perkawinan lebih dianggap sebagai kontrak sosial, dan karenanya pernikahan sering merupakan sebuah pilihan. Cara pandang tradisional terhadap perkawinan sebagai kewajiban sosial ini, tampaknya memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap fenomena kawin muda yang terjadi di Indonesia. Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya pernikahan usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu faktor ekonomi, pendidikan, keluarga, kemauan sendiri, media masa dan hamil diluar nikah. a. Faktor Ekonomi Mencher (dalam Siagian, 2012) mengemukakan kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak, sehingga dapat kita katakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda adalah tingkat ekonomi keluarga. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga mendorong si anak untuk menikah diusia yang tergolong muda untuk meringankan beban orang tuanya. Dengan si anak

26 36 menikah sehingga bukan lagi menjadi tanggungan orang tuanya ( terutama untuk anak perempuan), belum lagi suami anaknya akan bekerja atau membantu perekonomian keluarga maka anak wanitanya dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu. b. Faktor Pendidikan Rendahnya tingkat pendidikan cenderung melakukan aktivitas sosial ekonomi yang turun temurun tanpa kreasi dan inovasi. Akibat lanjutnya produktivitas kerjanyapun sangat rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara memadai. Karena terkadang seorang anak perempuan memutuskan untuka menikah diusia yang tergolong muda. Pendidikan dapat mempengaruhi seorang wanita untuk menunda usia untuk menikah. Makin lama seorang wanita mengikuti pendidikan sekolah, maka secara teoritis makin tinggi pula usia kawin pertamanya. Seorang wanita yang tamat sekolah lanjutan tingkat pertamanya berarti sekurang-kurangnya ia menikah pada usia di atas 16 tahun ke atas, bila menikah diusia lanjutan tingkat atas berarti sekurang-kurangnya berusia 19 tahun dan selanjutnya bila menikah setelah mengikuti pendidikan di perguruan tinggi berarti sekurang-kurangnya berusia diatas 22 tahun (Siagian,2012) c. Faktor Keluarga/ Orang tua Biasanya orang tua bahkan keluarga menyuruh anaknya untuk menikah secepatnya padahal umur mereka belum matang untuk melangsungkan pernikahan, karena orang tua dan keluarga khawatir anaknya melakukan hal-hal yang tidak di inginkan karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera menikahkan anaknya. Hal ini merupakan hal

27 37 yang sudah biasa atau turun-temurun. Sebuah keluarga yang mempunyai anak gadis tidak akan merasa tenang sebelum anak gadisnya menikah.(landung dkk,2009) d. Faktor kemauan sendiri Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai danadanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain, sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh untuk melakukan pernikahan di usia muda. e. Faktor Media massa Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang palingbanyak digunakan oleh masyarakat kota maupun desa. Oleh karena itu, media masa sering digunakan sebagai alat menstransformasikan informasi dari dua arah, yaitu dari media massa ke arah masyarakat atau menstransformasi diantara masyarakat itu sendiri. Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berdampak positif tetapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak positifnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas danseks bebas.

28 38 Menurut Rohmahwati (2008) paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. f. Faktor MBA ( Marriage By Acident) Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Pernikahan pada usia remaja pada akhirnya menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah menguntungkan, pada hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa. Selain itu, pasangan yang menikah karena kecelakaan atau hamil sebelum menikah mempunyai motivasi untuk melakukan pernikahan usia muda karena ada suatu paksaan yaitu untuk menutupi aib yang terlanjur terjadi bukan atas dasar pentingnya pernikahan. E. Dinamika Pengaruh Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Diri Remaja Putri Yang Menikah Muda. Masa remaja ditandai oleh perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas danmembentuk hubungan baru termasukmengekspresikan perasaan seksual (Santrock,2003). Pada masa ini banyak remaja yang tertarik secara seksual pada lawan jenisnya khusunya remaja putri,mereka memiliki keinginan lebih kuat untuk penjajakan dan kepribadian dalam berkencan daripada remaja laki-laki (Duck, dalam Santrock,2003). Hal inilah yang membuat munculnya kecenderungan menikah muda dikalangan remaja yang tidak sesuai tugas

29 39 perkembangan mereka. Menikah muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berusia dibawah 19 tahun (WHO,2006). Pernikahan muda sering terjadi karena seseorang berpikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berpikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah (Sanderwitz dan Paxman dalam Sarwono, 2007), tetapi sebenarnya hidup berumah tangga membutuhkan kematangan emosi dan pemikiran untuk menghadapi dan mengendalikan hakekat perkawinan dan peran orang tua yang akan disandang (Adhim, 2002). Hurlock (2004) berpendapat bahwa kematangan emosi merupakan individu yang memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi. Kematangan emosi memiliki karakteristik yaitu; kontrol emosi yaitu mampu mengontrol emosi saat emosi sedang memuncak, pemahaman diri yaitu mencari cara mengatasi emosi dengan mengetahui penyebab emosi, dan pengunaan fungsi kritis mental Individu yaitu mampu membuat keputusan dengan mempertimbangkan dampaknya (Hurlock, 2004). Pada saat remaja melakukan pernikahan diusia muda, remaja tersebut akan mengalami periode perubahan yaitu, perubahan fisik, emosional, perubahan pola dan minat, perubahan nilai-nilai yang berlaku, dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan (Hurlock,2000). Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan emosi adalah usia (Hurlock,2004). Diharapkan semakin matang usia individu tersebut semakin matang pula emosi yang dimiliki. Terutama untuk

30 40 remaja putri, dimana menurut penelitiankhairani, R., & Putri, D. E. (2008) seorang wanita akan mencapai kematangan emosi nya pada usia 24 tahun sehingga sebelum usia tersebut individu tersebut masih sering tidak stabil emosinya, perubahan suasana hati itu nantinya akan mempengaruhi hubungannya dengan pasangannya.individu yang memiliki kematangan emosi berarti individu tersebut dapat menempatkan potensi yang dikembangkan dirinya dalam kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan sehat (Schneiders dalam Kurniawan 1995). Remaja dikatakan sudah mencapai kematanan emosi jika individu dapat mengerti situasi tanpa harus diberikan arahan oleh orang lain serta mengerti kewajiban dan tanggung jawabnnya (Chaube,2002). Sejalan dengan Munandar, 2011 remaja putri yang menikah masih membawa sifat anak-anak nya sehingga masing-masing individu perlu menyesuaikan diri dengan pasangannya agar kebutuhan masing-masing pasangan dapat terpenuhi.menurut (Hurlock,2000) cara seseorang remaja agar dapat menyesuaikan diri dengan pasangan dan kehidupan pernikahannya remaja tersebut membutuhkan penyesuaian pernikahan. Yang mana dalam halnya pernikahan usia muda tentunya masing-masing pasangan membawa niai-nilai, sikap, keyakinan dan gaya masing-masing dalam pernikahan (DeGenova,2008). Sehingga untuk mengatasi segala perbedaan yang ada pada masing-masing pasangan, mereka membutuhkan penyesuaian dalam pernikahannya. Hurlock (2000) mengatakan penyesuaian pernikahan merupakan sebuah proses adaptasi suami dan istri, dimana suami istri tersebut dapat mencegah

31 41 terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Boykin & Stith (2004) mengemukakan bahwa kecenderungan pernikahan diusia remaja memunculkan distress dan banyak yang berakhir pada perpisahan, dimana yang menjadi penyebab utamanya adalah sedikitnya pengalaman dan faktor-faktor kurangnya kesiapan dalam menghadapi pernikahan. Penyesuaian pernikahan sangat dibutuhkan oleh setiap pasangan yang telah menikah, terlebih pada pasangan remaja yang menikah karena di usia remaja emosinya masih sangat labil sehingga perlu adanya saling pengertian antar pasangannya (Hurlock,2000). Emosi mewarnai cara berfikir manusia dalam menghadapi konflik (Lazarus,1991). Selain itu, salah satu kondisi yang menyumbang kesulitan dalam melakukan penyesuaian pernikahan adalah pernikahan usia muda, dimana pernikahan usia muda lebih banyak memerlukan proses penyesuaian diri pada masing-masing pasangan karena umumnya di usia tersebut individu yang belum terlalu matang dalam hal ekonomi, seksualdan emosional (Hurlock,2000). Sejalan dengan hal tersebut, dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa penyesuaian pernikahan dapat berjalan baik jika masing-masing pasangan memiliki kematangan psikologis (Walgito,2004). Kematangan psikologis diantaranya adalah kematangan emosi.

32 42 F. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah Terdapat Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan Pada Remaja Putri.

33 43 G. Paradigma Berpikir Remaja Ciri perkembangan : Mencari identitas diri, Timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, berkhayal tentang aktivitas seks Menikah Tidak Menikah Menikah Muda (early marriage) adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya yang masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah 19 tahun. (WHO, 2006) Mengalami Konflik Konflik Pernikahan. Membutuhkan Kematangan Emosi (Hurlock,2004) Melakukan Penyesuaian Pernikahan (Hurlock, 2000) : 1. Penyesuaian dengan Pasangan 2. Penyesuaian Seksual 3. Penyesuaian Keuangan 4. Penyesuaian dengan keluarga Pasangan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terbentuk dari hubungan laki-laki

BAB II LANDASAN TEORI. Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terbentuk dari hubungan laki-laki BAB II LANDASAN TEORI A. Keluarga 1. Definisi Keluarga Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan wanita, hubungan ini sedikit banyak berlangsung lama untuk membesarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Perkawinan II.A.1. Definisi Perkawinan Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih dahulu diuraikan pengertian dari perkawinan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980)

BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980) BAB II LANDASAN TEORI A. Perkawinan 1. Defenisi perkawinan Perkawinan adalah suatu ikatan antara pria dan wanita yang kurang lebih permanen, ditentukan oleh kebudayaan dengan tujuan mendapatkan kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan Pernikahan atau perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap BAB I PENDAHULUIAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat khususnya dikalangan remaja cenderung meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia dengan misi menjalankan kehidupan sesuai dengan kodrat ilahi yakni tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, setiap orang harus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Pernikahan II.A.1 Definisi Penyesuaian Pernikahan Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan diri sendiri, dengan orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, kehidupan seksual dikalangan remaja sudah lebih bebas dibanding dahulu. Terbukanya saluran informasi seputar seks bebas beredar dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

SUSI RACHMAWATI F

SUSI RACHMAWATI F HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN PERKAWINAN DENGAN KEHARMONISAN KELUARGA PADA AWAL PERKAWINAN PASANGAN BERSTATUS MAHASISWA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Hurlock (2004) mengatakan Adolescence

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS S k r i p s i Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar derajat sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya, yang berjalan antara umur 12

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pernikahan 2.1.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keharmonisan hubungan suami istri dalam kehidupan perkawinan salah satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui komunikasi interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Gambaran umum pernikahan usia dini di Jawa Barat menurut Kepala seksi advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Santoso (dalam BKKBN) mengatakan,

Lebih terperinci

suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2000).

suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2000). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pernikahan Usia Dini/ Usia Muda a. Pengertian Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan pada wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi lengkap dengan teknologinya tentu membawa dampak yang bersifat positif dan tidak sedikit pula dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satu kelompok

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang indah, tetapi tidak setiap remaja dapat menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga, hal tersebut merupakan salah satu ibadah dalam agama islam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan I.I Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pernikahan dini adalah pernikahan pada remaja dibawah usia 20 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. Masa remaja juga merupakan masa yang rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mengalami berbagai proses perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bukan merupakan hal yang tabu ketika terdapat fenomena pernikahan dini yang masih terjadi dewasa ini, pernikahan dini yang awal mulanya terjadi karena proses kultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju masa dewasa, atau dianggap tumbuh mengarah pada arah kematangan (Sarwono, 2011: 11 & 48). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Pernikahan adalah kerja sama antara dua orang yang telah sepakat untuk hidup bersama hingga hayatnya. Agar kehidupan rumah tangga ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci