BAB II PEMAHAMAN EKOWISATA, PENATAAN KAWASAN DAN ARAHAN REGULASI. 2.1 Penataan Kawasan Pengertian Penataan Kawasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PEMAHAMAN EKOWISATA, PENATAAN KAWASAN DAN ARAHAN REGULASI. 2.1 Penataan Kawasan Pengertian Penataan Kawasan"

Transkripsi

1 BAB II PEMAHAMAN EKOWISATA, PENATAAN KAWASAN DAN ARAHAN REGULASI 2.1 Penataan Kawasan Pengertian Penataan Kawasan Penataan kawasan merupakan salah satu upaya rekayasa sosial yang diselenggarakan di suatu wilayah dan dilakukan bersamaan dengan upaya menciptakan suatu sistem yang komprehensif terkait aktivitas yang berlangsung di kawasan, dengan memperhatikan kualitas lingkungan hidup. Hal ini berarti yang diharapkan dari penataan kawasan adalah hadirnya suatu tatanan baru yang dapat memberikan harapan kualitas kehidupan yang lebih meningkat. Diharapkan proses dan hasil penataan kawasan merupakan bagian dari upaya mendidik perilaku warga masyarakat sekitar dan juga merupakan pendidikan bagi para pengguna manfaat dari kawasan tersebut agar sesuai dengan tujuan penataan kawasan. Penataan kawasan dengan konsep seperti ini bermaksud untuk mengembangkan kehidupan sosial masyarakat setempat, meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dan mengembangkan kualitas lingkungan serta menjaga kelestarian lingkungan (Pingkan, 2013). S e m i n a r T u g a s A k h i r 6

2 2.1.2 Jenis-Jenis Penataan Kawasan Penataan kawasan meliputi berbagai jenis dimana hal ini didasari pada fungsi-fungsi yang diwadahi dan terdapat bermacam-macam kawasan, baik itu kawasan lindung maupun kawasan perkotaan. Dan berikut merupakan jenis-jenis kawasan yang ada di dunia (Adisasmita, 2010:58-62) : 1. Kawasan Budidaya Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 2. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan Kawasan yang merupakan lokasi hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentuk geologi alami yang khas. 3. Kawasan Industri Kawasan khusus untuk kegiatan pengolahan atau manufaktur. 4. Kawasan Lindung Kawasan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan 5. Kawasan Pantai Kawasan pesisir laut atau pantai yang merupakan habitat alami hutan bakau yang menjadi tempat perlindungan bagi peri kehidupan pantai dan laut. 6. Kawasan Pedesaan Kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaam sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan. 7. Kawasan Perkotaan Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi, pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi perkotaan. S e m i n a r T u g a s A k h i r 7

3 8. Kawasan Permukiman Sebidang tanah atau lahan yang diperuntukan bagi pengembangan permukiman. 9. Kawasan Perkebunan Lahan luas unit perkebunan tanaman komoditas, biasanya dalam pemilikan perusahaan. 10. Kawasan Suaka Alam Kawasan dengan ciri tertentu baik di darat maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian perlindungan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya Prinsip dan Skenario dalam Penataan Kawasan Sebelum menyusun skenario di dalam penataan kawasan, perlu diketahui prinsip-prinsip di dalam penataan kawasan, dan berikut merupakan prinsip-prinsip di dalam penataan kawasan (Pingkan, 2013) : 1. Tujuan Penataan Kawasan dilakukan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan sosial masyarakat setempat, meningkatkan ekonomi masyarakat setempat, dan mengembangkan kualitas lingkungan dan menjaga kelestarian lingkungan. 2. Lingkup Lingkup Penataan Kawasan meliputi pola sistem sosial, pengembangan ekonomi masyarakat, dan penanganan lingkungan. 3. Syarat Agar Penataan Kawasan sukses, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu kesesuaian sumber daya kawasan dengan jenis kawasan yang akan dikembangkan, adanya potensi pengguna kawasan, dukungan terhadap pengembangan kualitas lingkungan, menyelenggarakan sistem pengelolaan lingkungan yang baik. S e m i n a r T u g a s A k h i r 8

4 4. Perencanaan yang Baik Penataan kawasan membutuhkan perencanaan yang baik, dan hasil dari perencanaan harus memperlihatkan adanya jaminan keberhasilan ide penataan kawasan yang direkomendasi. Jaminan yang dimaksudkan diperlihatkan dengan hadirnya suatu sistem penanganan kawasan yang logis untuk dilakukan. Setelah mengetahui prinsip-prinsip dasar penataan kawasan, maka yang dilakukan selanjutnya adalah pembuatan skenario pengembangan kawasan. Langkah-langkah pembuatan skenario pengembangan kawasan adalah sebagai berikut: 1. Analisis dan penetapan potensi kawasan, jenis kawasan harus sesuai dengan potensi yang dimiliki kawasan atau potensi yang diharapkan dapat diciptakan. 2. Analisis dan penetapan pengguna kawasan, menunjuk pada para pengguna kawasan dan sebaran asal pengguna kawasan. 3. Analisis aktivitas dan penetapan aktivitas yang akan berlangsung di kawasan. 4. Analisis dan penetapan desain pembangunan fisik. 5. Analisis dan penetapan sistem penanganan lingkungan. 6. Analisis kebutuhan dana dan sumber-sumbernya. 7. Analisis manfaat penataan kawasan 8. Analisis dan penetapan sistem pengelolaan kawasan 9. Penetapan jangka waktu pelaksanaan penataan kawasan 2.2 Ekowisata Pengertian Ekowisata Ekowisata atau pariwisata alam adalah sebuah perjalanan ke suatu tempat yang relatif masih asli atau belum tercemar, dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi, menikmati pemandangan alam, tumbuhan dan binatang liar, serta perwujudan budaya yang ada atau pernah ada di tempat tersebut (Adisasmita, 2010:129). Selain itu, ekowisata juga merupakan salah satu jenis pariwisata yang S e m i n a r T u g a s A k h i r 9

5 berwawasan lingkungan. Maksudnya, melalui aktivitas yang berkaitan dengan alam, wisatawan diajak untuk melihat alam dengan dekat dan menikmati kondisi alam dan lingkungan yang masih asli atau yang lebih dikenal dengan sebutan back-to-nature (Yoeti, 2009:35) Berbeda dengan pariwisata yang selama ini kita kenal, ekowisata dalam penyelenggaraannya tidak banyak menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang akomodasi yang mewah atau modern yang banyak dilengkapi dengan peralatan yang mewah serta bangunan artifisial yang berlebihan. Pada dasarnya, penyelenggaraan ekowisata lebih mementingkan pada aspek kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan, memelihara kesenian dan kebudayaan, adat-istiadat, kebiasaan hidup, menciptakan kesunyian dan ketenangan, memelihara flora dan fauna serta terpeliharanya lingkungan hidup yang tentunya dapat menciptakan sebuah keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam sekitarnya (Yoeti, 2009:36). Jadi, pada intinya ekowisata adalah salah satu jenis pariwisata yang tidak semata-mata menghamburkan uang atau mewah, melainkan salah satu jenis pariwisata yang dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, atau mempelajari sesuatu dari alam, flora dan fauna serta sosial budaya etnis masyarakat atau tempat tertentu. Dalam ekowisata sendiri ada empat unsur yang cukup penting, diantaranya adalah unsur pro-aktif, kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, keterlibatan penduduk lokal dan unsur pendidikan (Yoeti, 2009:36). Ekowisata sendiri merupakan bagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan wisata secara umum, meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata budaya (cultural tourism), atau perjalanan bisnis (bussines travel) atau ekowisata lebih berpijak pada tiga aspek yang cukup penting, yaitu wisata pedesaan, wisata alam dan wisata budaya (Nugroho, 2011:15). Hubungan antara sustainable tourism dan ekowisata dapat dilihat pada gambar 2.1 : S e m i n a r T u g a s A k h i r 10

6 Bussines Travel Beach Tourism SunTourism Rural Tourism Natural Tourism Cultural Tourism Sustainable tourism Ecotouris m Gambar 2.1 : Hubungan antara Sustainable Tourism dan Ekowisata Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan Penerapan Konsep Ekowisata Konsep dan implementasi ekowisata tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kawasan konservasi. Jasa ekowisata dianggap sebagai salah satu pintu masuk sebagai suatu pendekatan ekonomi yang dimana di dalamnya lebih mengedepankan pada aspek sumber daya alam dan lingkungan dalam kaidahkaidah konservasi. Ekowisata sendiri merupakan salah satu sektor yang cukup riil di dalam menjaga konservasi lingkungan dan budaya sehingga menghasilkan manfaat yang banyak bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan (Nugroho, 2011:19). Tabel 2.1 Kategori Pengelolaan Kawasan Konservasi IUCN No Deskripsi Keterangan I I a. Kawasan Suaka Alam Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik itu di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (UU No. 5 tahun 1990). S e m i n a r T u g a s A k h i r 11

7 II III IV V VI I b. Cagar Alam I b. Suaka Margasatwa Taman Nasional Monumen Alam Taman Hutan Raya (Grand Forest Park) Taman Wisata Alam Taman Buru (Hunting Park) Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya yang memiliki kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami (UU No. 5 tahun 1990). Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman jenis satwa yang digunakan untuk kelangsungan hidupnya dan pembinaan terhadap hidupnya (UU No. 5 tahun 1990). Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata (UU No. 5 tahun 1990). Monumen alam atau monumental adala hal-hal yang menjadi sebuah warisan, seperti warisan dunia (World Heritage Site) dan situs ramsar. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, pendidikan, budaya, pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 tahun 1990). Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata (UU No. 5 tahun 1990). Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu (UU No. 41 tahun 1999). Tabel 2.1 : Kategori Pengelolaan Kawasan Konservasi IUCN Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan S e m i n a r T u g a s A k h i r 12

8 Pengembangan ekowisata dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, dan umumnya menggunakan cara pengembangan pariwisata. Di dalam ekowisata sendiri ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek destinasi dan aspek market. Meskipun aspek market perlu diperhatikan dalam ekowisata, namun macam sifat dan perilaku objek dan daya tarik wisata alam dan budaya perlu juga diperhatikan untuk menjaga kelestarian dan keasliannya. Dan pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat jauh lebih terjamin di dalam penerapannya dibanding dengan hanya berkelanjutan, hal ini dikarenakan dalam penerapan konsep ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan untuk memenuhi pengetahuan dan psikologis wisatawan. (Fandeli dalam Yoeti 2009). Dan konsep ekowisata dengan output yang memperhatikan kepentingan alam dapat dilihat pada gambar 2.2 : Output tak langsung (penyadaran mensikapi alam di hari esok) ALAM Input Output langsung (konservasi swadaya) MANUSIA Input Ecotourism Gambar 2.2 : Konsep Ekowisata dengan output yang memperhatikan kepentingan alam Sumber : Buku Pariwisata Berwawasan Lingkungan Sedangkan untuk Pengembangan jasa ekowisata dalam tingkat pengelolaan senantiasa berhubungan dengan kawasan-kawasan konservasi dan tidak ada batasann yang jelas di dalam memilih kategori jasa ekowisata yang akan dilayani. Namun, berdasarkan beberapa definisi dan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, pengembangan jasa ekowisata dapat diarahken kepada beberapa kriteria berikut (Nugroho, 2011:27) : 1. Kawasan konservasi, secara tidak langsung atau tidak melekat budaya masyarakat lokal dengan waktu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. S e m i n a r T u g a s A k h i r 13

9 Interaksi budaya dan lingkungan ini dalam wujud kelembagaan lokal, cara pandang, pola pikir dan perilaku ekonomi yang mencerminkan kearifan lokal dan dapat memberikan manfaat yang cukup signifikan dalam upaya konservasi. 2. Kawasan konservasi yang memiliki aspek legalitas, diperkuat dengan struktur kelembagaan pengelolaan ekosistem, yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan serta ketrampilan melengkapi jasa pariwisata secara umum. 3. Kawasan konservasi yang memiliki standar dan prosedur sesuai dengan baku mutu pengelolaan lingkungan, keamanan dan kenyamanan. 4. Kawasan konservasi yang memberikan peluang kerja sama internasional, partisipasi pengelolaan oleh operator dan pengembangan promosi. Pengembangan jasa ekowisata juga diharuskan memiliki sebuah manajemen yang profesional dimana dalam hal ini kegiatan wisata yang akan berlangsung dapat memberikan unsur pendidikan yang sistematis dalam rangka pemahaman lingkungan secara komprehansif (Nugroho, 2011:27). Dan berikut merupakan kriteria dalam pengembangan manajemen ekowisata yang profesional : 1. Pemasaran yang spesifik menuju tujuan wisata. strategi pemasaran memiliki posisi yang cukup penting untuk menjangkau dan menarik pengunjung seluruh dunia yang berfungsi untuk membantu konservasi lingkungan dan pengembangan mayarakat lokal. 2. Ketrampilan dan layanan kepada pengunjung secara intensif. Layanan ekowisata adalah pengalaman dan pendidikan terhadap lingkungan atau wilayah baru. 3. Keterlibatan penduduk lokal dalam memandu dan menerjemahkan objek wisata. penduduk lokal akan memiliki insentif konservasi lingkungan apabila dilibatkan dalam jasa-jasa ekowisata, pemberian informasi, dan memperoleh manfaat yang pantas. 4. Kebijakan pemerintah dalam rangka melindungi aset lingkungan dan budaya. Kebijakan penataan ruang, pemberdayaan kemasyarakatan atau dikombinasikan dengan instrumen ekonomi dan akan mencegah mekanisme pasar beroperasi di wilayah tujuan ekowisata. S e m i n a r T u g a s A k h i r 14

10 5. Pengembangan kemampuan penduduk lokal. Penduduk lokal dan lingkungannya adalah kesatuan untuk wilayah ekowisata. Mereka perlu dikembangkan potensi dan partisipasinya untuk memperoleh benefit agar tercipta insentif dan motivasinya untuk ikut serta mengkonservasi lingkungan. Sedangkan prinsip di dalam mengembangkan ekowisata di dalam sebuah kawasan konservasi dapat menjamin sebuah keutuhan dan kelestarian dari ekosistem yang ada. Ecotravel menghendaki persyaratan dari kualitas ekosistem, oleh sebab itu terdapat beberapa prinsip pengembangan dari ekowisata yang harus dipenuhi karena dengan mengikuti prinsip-prinsip ini dapat menjamin pembangunan yang Ecological Friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan, dan berikut merupakan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan di dalam pengembangan ekowisata menurut The Ecotourism Society (Eplerwood dalam Nugroho, 2011) : 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan Conservation Tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. 5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. S e m i n a r T u g a s A k h i r 15

11 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya yang tidak harmonis dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. 7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi. 8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat Perencanaan Wilayah Ekowisata Perencanaan merupakan sebuah gambaran mengenai keadaan akan datang dari wilayah ekowisata yang efisien dan berkelanjutan. Perencanaan sendiri memuat tujuan dan sasaran pengelolaan wilayah dan dilandasi dengan dukungan aspek kelembagaan dan peraturan pendukungnya serta memuat uraian mengenai langkah-langkah strategis, manajemen aksi dan penetapan wilayah (zoning). Perencanaan ekowisata bertujuan untuk memaksimalkan benefit dan meminimalisir dampak negatif yang akan ditimbulkan dari pengelolaan ekowisata (Nugroho, 2011:29). Pengembangan ekowisata dalam konteks perencanaan wilayah menyajikan karakteristik dari pendekatan sistem dan sumber daya publik yang menjadi sebuah landasan konseptual di dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Dan jasa wisata menjadi salah satu komponen yang sangat penting di dalam perencanaan wilayah ekowisata dimana sektor jasa wisata ini sendiri menjadi salah satu sektor yang riil yang dapat mengemas jasa lingkungan dan budaya S e m i n a r T u g a s A k h i r 16

12 dalam upaya pembangunan wilayah untuk daerah konservasi. Dan berikut merupakan tahapan-tahapan di dalam perencanaan sebuah wilayah ekowisata : 1. Pendekatan Sistem Perencanaan ekowisata dengan pendekatan sistem dimaksudkan untuk mengembangkan sebuah wilayah dengan lebih spesifik, teknis dan dalam tingkat interaksi yang terbatas untuk menciptakan sebuah kawasan ekowisata yang baik. Dan secara konseptual, (Weaver dalam Nugroho, 2011) menyatakan bahwa di dalam perencanaan wilayah ekowisata terdapat sebuah pengelolaan jasa ekowisata untuk menghadapi pilihan dari konsekwensi dampak atau implementasi lingkungan. Hal ini dimaksudkan karena di dalam mengimplementasikan dampak lingkungan itu sendiri terdapat dua alasan yang melandasi kondisi ini, dimana yang pertama adalah micro sustainability, yaitu prinsip-prinsip konservasi yang dilaksanakan terbatas di tempat atau lokasi wisata sedangkan yang kedua adalah macro sustainability, yaitu dimana prinsip sustainability diterapkan pada wilayah tujuan wisata dan tempat lain yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi (Nugroho, 2011:30). 2. Sumber Daya Publik dan Penilaian Ekonomi Wilayah ekowisata memiliki banyak komponen yang masuk dalam kategori barang atau sumber daya publik. Komponen barang atau sumber daya publik memiliki banyak karakteristik yang khas dan berbeda dengan barang pada umumnya, dimana barang yang dipahami secara umum masuk kategori barang private, dimana kepemilikannya mudah dipahami. Pemahaman terhadap barang publik sendiri menjadi landasan konsep penilaian ekonomi terkait dengan tujuan efisiensi alokasi dan menjadi faktor kritikal dalam perencanaan wilayah ekowisata (Nugroho, 2011:38). 3. Instrumen Pembangunan Wilayah Perencanaan wilayah ekowisata memiliki hal spesifik dibanding wilayah tujuan wisata yang lainnya, dimana dalam hal ini tujuan wisata pada umumnya banyak mengundang pengunjung, layanan di tempat terbatas, melibatkan banyak orang dan tanpa interprestasi. Sebaliknya dalam wilayah ekowisata beroperasi kegiatan-kegiatan yang membatasi jumlah pengunjung dengan skala kecil, ruang S e m i n a r T u g a s A k h i r 17

13 dan tempat layanan yang luas dan menjelajah, berhadapan dengan barang dan jasa publik serta penuh dengan interpretasi. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan operasional dari mekanisme pasar secara hati-hati dan dapat memberikan manfaat secara optimal dan berkelanjutan terhadap alokasi sumber daya alam dan lingkungan untuk memberi manfaat secara optimal dan berkelanjutan (Nugroho, 2011:41). Dua dikotomi ini memberikan deskripsi penting dan spesifik untuk perencanaan wilayah ekowisata. Dengan memuat karakteristik sistem dan sumber daya publik, kebijakan perencanaan wilayah ekowisata disusun secara komprehansif, dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Perencanaan wilayah ekowisata dapat dilihat pada gambar 2.3 : EKOWISATA Macro Sustainability Identifikasi: Penduduk lokal, kaitan ekonommi, soft ecotourism, pendekatan holistik, ehance susteinability Wilayah Pengembangan dan Pemasaran Produk Inter-System Approach Gambar 2.3 : Pilihan Perencanaan Wilayah Ekowisata (Weaver, 2002) Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan 4. Perencanaan Manajemen Kebijakan tingkat ekosistem dapat menjadi landasan operasional untuk perencanaan manajemen, dimana dalam rencana manajemen terdeskripsi prosedural yang baku dimana keputusan dapat dipahami dan sesuai dengan nilai- S e m i n a r T u g a s A k h i r 18

14 nilai ekologi wilayah. Pengambilan keputusan manajemen pada dasarnya tidak mudah karena banyak melibatkan dan mengakomodasi manajemen, penduduk lokal atau wilayah sekitarnya dan pengunjung. Perencanaan manajemen ekowisata pada dasarnya merupakan sebuah proses yang tidak akan pernah berhenti yang artinya ia akan berjalan mengikuti siklus untuk menggapai visi sebagai tujuan akhir dari pengelolaan. Dalam perjalanan manajemen, tahapan evaluasi dan review manajemen menjadi salah satu indikator yang sangat bermanfaat bagi pengendalian dari ekowisata itu sendiri. Pengendalian dilakukan untuk menelaah apakah sistem, prosedur dan capaian sudah sesuai dengan yang seharusnya. Hasilnya digunakan oleh pihak manajemen untuk melaksanakan pembenahan atau perbaikan terhadap pelaksanaan manajemen. Pada sisi yang lain revolusi manajemen dapat dilanjutkan untuk mengakselerasi atau menyelaraskan tercapainya tujuan sebagaimana diketahui tujuan ekowisata itu adalah sebagai media untuk konservasi lingkungan, keuntungan swasta dan kesejahteraan penduduk lokal (Nugroho, 2011:48). Perencanaan manajemen ekowisata dapat dilihat pada gambar 2.4 : Tujuan Manajemen : Kemana akan menuju Review Manajemen : Kebutuhan apa yang diperlukan Adjusment Manajemen Aksi : Bagaimana mencapai tujuan Evaluasi : Sampai dimana? Apa yang sudah diperoleh Gambar 2.4 : Siklus Perencanaan Manajemen Ekowisata Sumber : Buku Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan S e m i n a r T u g a s A k h i r 19

15 2.3 Tinjauan Mengenai Langgam Arsitektur Tinjauan mengenai langgam arsitektur memiliki hubungan yang sangat erat di dalam penentuan tema rancangan dimana dalam hal ini digunakan tinjauan teori yang akan menjadi dasar terbentuknya tema. Adapun tinjauan teori yang digunakan didasari pada aspek arsitektur dengan lingkungan dan budaya dimana hal ini sangat berkaitan erat dengat prinsip utama dari pendekatan yang digunakan, yaitu ekowisata Arsitektur dan Lingkungan atau Ekologis Arsitektur dan lingkungan atau ekologis adalah sebuah pendekatan dalam bidang arsitektur untuk menciptakan rancangan yang ekologis, ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama. (Yeang dalam Widigdo, 2010), menyatakan bahwa Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design. Dan menekankan pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah, diawali dengan upaya perancangan secara pasif dengan mempertimbangkan bentuk, konfigurasi, fasade, orientasi bangunan, vegetasi, ventilasi alami, warna. Integrasi tersebut dapat tercapai dengan mulus dan ramah (Widigdo, 2010) Arsitektur dan Budaya Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. (Melville J. Herskovits dalam Sukawi, 2009) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Sedangkan menurut (Selo Soemardjan dalam Sukawi, 2009) kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga S e m i n a r T u g a s A k h i r 20

16 dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, arsitektur dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan yang dimiliki setiap daerah tentunya berbeda-beda hal ini didasari pada kemampuan dan kreativitas yang dimiliki untuk mengolah sebuah kebudayaan khususnya pada bidang arsitektur. Hal ini mengakibatkan beragamnya kekhasan arsitektur yang dimiliki masing-masing daerah yang mencerminkan budaya daerah. Rumah dengan segala perwujudan bentuk, fungsi dan maknanya senantiasa diatur, diarahkan, dan ditanggapi atau diperlakukan oleh penghuni menurut kebudayaan yang mempengaruhi masyarakat yang bersangkutan (Sukawi, 2009) 2.4 Arahan Regulasi Terkait Arahan regulasi terkait menjadi salah satu komponen yang sangat penting di dalam perancangan, dimana arahan regulasi ini terdapat beberapa peraturanperaturan terkait yang dijadikan sebagai payung hukum di dalam perancangan ekowisata cagar budaya Gunung Kawi Sebatu, dan berikut merupakan beberapa regulasi terkait di dalam perancangan: (1) Keputusan Bupati Gianyar Nomor 402 Tahun 2008 Tentang Penetapan Obyek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Gianyar, Bupati Gianyar. Menimbang : a. Bahwa dalam upaya menumbuh kembangkan dan mempertahankan nilainilai budaya dan keindahan alam sejalan dengan perkembangan pembangunan sarana dan kegiatan kepariwisataan di kabupaten Gianyar, dipandang perlu menetapkan Obyek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Gianyar. S e m i n a r T u g a s A k h i r 21

17 b. Bahwa penetapan Obyek dan daya Tarik Wisata sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditetapkan dengan keputusan Bupati. Mengingat : (1) Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655). (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1990, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227). (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389). (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844). (5) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2238). (6) Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor 5 Tahun1984 tentang Obyek Wisata (Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Nomor 5, Tamabahan Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5). (7) Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar 5 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Nomor 5, Tamabahan Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 5). S e m i n a r T u g a s A k h i r 22

18 (8) Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Gianyar (Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Nomor 6, Tamabahan Lembaran Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 6). (2) Peraturan Daerah No 16 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Gianyar Dalam peraturan daerah no 16 tahun 2012 tentang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Gianyar dijelaskan pada paragraf 7 tentang kawasan Pariwisata, dimana Kawasan Cagar Budaya Gunung Kawi Sebatu sendiri masuk kedalam pasal 52 ayat 3 tentang DTW Purbakala, dan berikut merupakan isi dari peraturan daerah no 16 tahun 2012 tentang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Kabupaten Gianyar pasal 52 : Paragraf 7 Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 52 (1) Kawasan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) huruf b meliputi : a. DTW budaya. b. DTW purbakala. c. DTW remaja. d. DTW rekreasi. (2) DTW budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas : a. Desa Celuk, Desa Buahan, dan Desa Batubulan di Kecamatan Sukawati. b. Puri Agung Gianyar, Kelurahan Gianyar di Kecamatan Gianyar. c. Desa Mas, Desa Peliatan, Kelurahan Ubud, Museum Rudana, Museum Neka, Museum Ratna Warta atau Puri Lukisan dan Museum Arma di Kecamatan Ubud. (3) DTW purbakala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas : a. Tegal Jambangan di Desa Sayan, Kecamatan Ubud. S e m i n a r T u g a s A k h i r 23

19 b. Sindu Raja, Gunung Kawi tampak Siring di Kecamatan Tampak Siring. c. Candi Tebing di Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampak Siring. d. Goa Garba dan Pura Ukur-ukuran di Desa Pejeng Kelod, Kecamatan Tampak Siring. e. Pura Penataran Sasih dan Lingkungan Pura Kebo Edan, di Desa Pejeng, Kecamatan Tampak Siring. f. Tirta Empul di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring. g. Candi Tebing Tegallinggih di Desa Kenderan, Kecamatan Tegallalang. h. Gunung Kawi Sebatu di Desa Sebatu, Kecamatan Tegallalang. i. Pura Gaduh di Desa Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh. j. Wenara Wana di Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud. k. Relief Yeh Pulu, Mandala Wisata Samuan Tiga,Goa Gajah, Museum Purbakala dan Candi Tebing Tegallinggih di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh. l. Pura Puseh Canggi di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati. m. Lingkungan Pura Mengening di Desa Payangan, Kecamatan Payangan. n. Lembah Dharma Durga Kutri di Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh. (4) DTW remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu wisata remaja Bukit Jati de Kelurahan Samplangan, Kecamatan Gianyar. (5) DTW rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang terdiri atas: a. Taman Burung, Rimba Reptil dan Bali Zoo Park di Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati. b. Wisata Gajah di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang. c. Taman Safari de Desa Serongga, Kecamatan Gianyar. (3) Peraturan Daerah Provinsi Bali No 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun Dalam peraturan daerah Provinsi Bali No 16 Tahun 2009 tentang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Provinsi Bali Tahun yang dijelaskan pada paragraf 2 tentang kriteria pengembangan kawasan lindung, dan berikut merupakan isi dari paragraf 2 pada pasal 50 ayat 1 sampai 3 : S e m i n a r T u g a s A k h i r 24

20 (1) Kawasan suci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan kriteria: a. Kawasan suci gunung merupakan kawasan gunung dengan kemiringan sekurang- kurangnya 45 (empat puluh lima) derajat sampai ke puncak. b. Kawasan suci danau disetarakan dengan kawasan resapan air. c. Kawasan suci campuhan disetarakan dengan sempadan sungai selebar 50 meter yang memiliki potensi banjir sedang. d. Kawasan suci pantai disetarakan dengan kawasan sempadan pantai. e. Kawasan suci laut disetarakan dengan kawasan perairan laut yang difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu. f. Kawasan suci sekitar mata air disetarakan dengan kawasan sempadan sekitar mata air. (2) Kawasan tempat suci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b, ditetapkan mengacu Bhisama PHDIP Tahun 1994, dengan kriteria: a. Kawasan tempat suci di sekitar Pura Sad Kahyangan dengan radius sekurang-kurangnya apeneleng agung setara (lima ribu) meter dari sisi luar tembok penyengker pura. b. Kawasan tempat suci di sekitar Pura Dang Kahyangan dengan radius sekurang- kurangnya apeneleng alit setara dengan (dua ribu) meter dari sisi luar tembok penyengker pura. c. Kawasan tempat suci di sekitar Pura Kahyangan Tiga dan pura lainnya, dengan radius sekurang-kurangnya Apenimpug atau Apenyengker. (3) Penetapan status Pura-pura Sad Kahyangan dan Dang Kahyangan dilakukan oleh Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari PHDI Bali dan MUDP. 2.5 Tinajuan Objek Sejenis Berikut ini merupakan tinjauan objek sejenis yang dijadikan acuan di dalam perencanaan ekowisata cagar budaya Gunung Kawi Gianyar, antara lain : Kawasan Cagar Budaya dan Wisata Religius Pura Tirta Empul Pura Tirta Empul merupakan salah satu destinasi wisata spritual yang ada di Kabupaten Gianyar, yaitu tepatnya berada di Kecamatan Tampak Siring. Pura S e m i n a r T u g a s A k h i r 25

21 Tirta Empul juga tercatat menjadi salah satu warisan Dunia UNESCO hal ini dikarenakan kawasan ini merupakan salah satu dari beberapa peninggalan purbakala yang ada di Bali. Pada saat ini, Pura Tirta Empul menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan, dimana hal menarik yang terdapat pada objek wisata ini adalah terdapatnya mata air suci yang digunakan oleh masyarakat pemeluk agama Hindu maupun wisatawan yang berkunjung untuk pemandaian atau melukat dalam istilah Bali dan juga memohon tirta suci. 1. Potensi dan Daya Tarik Daya tarik utama yang dimiliki oleh objek wisata cagar budaya Pura Tirta Empul adalah terdapatnya mata air suci dan tempat pemandian atau tempat melukat. Selain itu, Pura Tirta Empul juga berbatasan langsung dengan Istana Kepresidenan yang didirikan oleh presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Kawasan Pura Tirta Empul yang berada di Kecamatan Tampak Siring sendiri masih memegah teguh nilai seni dan budaya, dimana disekitar kawasan ini masih banyak kita jumpai pengerajin-pengerajin tradisional dengan kerajinan yang menjadi ciri khas kawasan ini adalah kerajinan tulang dan juga batok kelapa. Potensi wisata yang dimiliki oleh Pura Tirta Empul yang menjadikan kawasan ini menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi orang adalah sebagai berikut : A. Areal Tempat Melukat Areal tempat melukat yang ada di kawasan Pura Tirta Empul menjadi salah satu daya tarik yang banyak dikunjungi oleh wisatawan yang datang ke kawasan ini, dimana wisatawan yang berkunjung dapat menikmati sensasi air suci yang dimiliki oleh pura ini namun wisatawan yang mau melukat di areal ini juga harus mematuhi semua peraturan yang ada. Selain itu, pada areal tempat melukat ini juga terdapat beberapa pancoran yang memiliki nilai magis yang berbeda-beda menurut kepercayaan masyarakat setempat. Kondisi areal melukat dapat dilihat pada gambar 2.5 : S e m i n a r T u g a s A k h i r 26

22 Gambar 2.5: Areal Pemandian Suci (Melukat) pada Kawasan Pura Tirta Empul Sumber : Dokumentasi Pribadi, 22 Oktober 2015 B. Istana Kepresidenan Tampak Siring Di sebelah barat Pura Tirta Empul juga terdapat kawasan Istana Kepresidenan yang berbatasan langsung dengan kawasan Pura ini. Namun wisatawan yang berkunjung ke kawasan Pura Tirta Empul tidak bisa semabarang masuk ke areal Istana mengingat areal ini merupakan tempat khusus untuk presiden Indonesia jika datang ke Bali, akan tetapi para wisatawan masih bisa melihat Istana dari luar. Kondisi Istana Kepresidenan Tampak Siring dapat dilihat pada gambar 2.6 : Gambar 2.6: Istana Kepresidenan di Tampak Siring Sumber : Dokumentasi Pribadi, 22 Oktober 2015 C. Art Market Di kawasan Pura Tirta Empul terdapat art market yang letaknya berdekatan dengan parkir pengunjung, pada areal art market disini banyak menjual kerajinan S e m i n a r T u g a s A k h i r 27

23 tangan yang merupakan kerajinan ciri khas daerah Tampak Siring, yaitu kerajinan tulang dan batok kelapa. Selain itu areal ini juga menjadi salah satu daya tarik pada kawasan ini karena banyak wisatawan yang datang ke Pura Tirta Empul singgah ke areal art market untuk membeli hasil karya dari pengerajin lokal yang dijadikan sebagai souvenir. Kondisi art market dapat dilihat pada gambar 2.7 : Gambar 2.7: Art Market Kawasan Pura Tirta Empul Sumber : Dokumentasi Pribadi, 22 Oktober Fasilitas Pariwisata dan Religi Di kawasan objek wisata cagar budaya Pura Tirta Empul sudah terdapat beberapa fasilitas yang dapat mengakomodasi kegiatan pariwisata dan religi yang ada, dimana fasiliitas-fasilitas tersebut dibangun untuk menunjang kegiatan yang ada dan fasilitas-fasilitas tersebut dimiliki oleh daerah dan selanjutnya disewakan kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan nilai perekonomian disekitar kawasan ini. Di tempat ini untuk fasilitas parkir dipisahkan antara pengunjung lokal dan asing atau luar Bali serta sistem penanda pada areal ini juga tersedia untuk menuntun para wisatawan yang datang. Dan berikut merupakan beberapa fasilitas-fasilitas yang terdapat pada kawasan objek wisata cagar budaya Pura Tirta Empul : Art Market Restaurant Tourism Information Loket Tiket S e m i n a r T u g a s A k h i r 28

24 Tempat Penyewan Selendang Loker Toilet Parkir kendaraan Bale Pesandekan Pemangku Dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya dapat dilihat pada gambar 2.8 dan 2.9 : Gambar 2.8: Fasilitas Restaurant dan Loket Tiket pada Objek Wisata Pura Tirta Empul Sumber : Dokumentasi Pribadi, 22 Oktober 2015 Gambar 2.9: Fasilitas Parkir dan Pasar Seni Sumber : Dokumentasi Pribadi, 22 Oktober Sistem Pengelolaan Kawasan Pengelolaan pariwisata pada kawasan objek wisata Pura Tirta Empul dikelola oleh pemerintah Kabupaten Gianyar dan dibantu oleh kecamatan Tampak Siring dan Desa Adat Manukaya. Untuk pengelolaan di dalam objek wisata ini juga terdapat ruang koordinasi bagi pengelola. Pengelolaan dari objek wisata ini juga sudah tersedia dengan cukup baik, dimana hal ini dapat dilihat dari kondisi S e m i n a r T u g a s A k h i r 29

25 lingkungan yang cukup baik, selain itu antara areal suci dan wisata juga diberi pembatas untuk menjaga nilai kesakralan. Sistem pengelolaan kawasan dapat dilihat pada gambar 2.10 : Gambar 2.10: Penanda sebagai Arah Tempat Tujuan dan Pembatas antara Areal Suci dan Wisata Sumber : Dokumentasi Pribadi, 22 Oktober Kawasan Cagar Budaya dan Wisata Religius Pura Taman Ayun Pura Taman Ayun merupakan salah satu cagar budaya yang masuk kedalam warisan dunia UNESCO yang teletak di Kabupaten Badung, tepatnya di kecamatan Mengwi. Pura Taman Ayun sendiri merupakan objek wisata Religius dan unsur nilai sejarah pada Pura ini juga masih cukup kental mengingat banyaknya peninggalan-peninggalan bersejarah pada masa kerajaan yang di areal ini. Suasana yang dihadirkan di Pura Taman Ayun juga cukup menenangkan dan pada areal ini juga dikelilingi taman yang cukup luas dengan penataan yang tertata dengan rapi seperti namanya, yaitu Pura Taman Ayun. Selain tamannya yang cukup luas, kita juga dapat melihat peninggalan arsitektur yang terdapat di kawasan ini, seperti kemegahan dari pura dan juga pahatan-pahatan seni dari zaman kerajaan serta adanya bangunan meru yang tinggi, yaitu ada yang sampai tumpang sebelas. 1. Potensi dan Daya Tarik Daya tarik utama yang dimiliki oleh objek wisata Pura Taman Ayun adalah keindahan arsitektur yang dimiliki serta keagungan dari peninggalan-peninggalan bersejarah dari kerajaan Mengwi. Selain itu suasana yang tenang, unik, dan S e m i n a r T u g a s A k h i r 30

26 adanya unsur seni dan magis menjadi salah satu komponen yang menjadikan tempat ini banyak dikunjungi oleh wisatawan asing maupun lokal. Hal lainnya yang menjadi daya tarik pada objek wisata ini adalah perpaduan antara tempat ibadah dengan tempat rekreasi dan pada areal depan kawasan ini juga terdapat sebuah wantilan yang digunakan untuk memajang diorama dari kegiatan masyarakat pada zaman dahulu, selain itu juga banyak terdapat pepohonan yang tinggi dan rindang serta terdapat areal taman yang cukup luas seperti namanya, yaitu Pura Taman Ayun. Pura Taman Ayun juga dikelilingi oleh kolam yang cukup luas yang menyerupai danau dan banyak dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan memancing. Potensi wisata yang dimiliki oleh Pura Taman Ayun yang menjadikan kawasan ini menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi orang adalah sebagai berikut : A. Bangunan Meru pada Areal Tempat Ibadah Di area tempat peribadahan terdapat sepuluh buah Meru yang menjadi ciri khas Pura Taman Ayun sendiri, dimana Meru disini merupakan bangunan yang bersejarah peninggalan dari kerajaan Mengwi dan arsitekturnya juga terlihat sangat tradisional dengan pahatan-pahatan seni yang ada di dalamnya. Namun, wisatawan tidak dapat masuk langsung ke areal ini dikarenakan tempat dari Meru berada pada bagian sakral yang ada di Pura Taman Ayun yang digunakan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah. Kondisi bangunan Meru dapat dilihat pada gambar 2.11 : Gambar 2.11: Meru dan Bangunan Tempat Ibadah pada Pura Taman Ayun Sumber : Dokumentasi Pribadi, 25 Oktober 2015 S e m i n a r T u g a s A k h i r 31

27 2. Taman yang Cukup Luas Taman yang terdapat di kawasan Pura Taman Ayun cukup luas dan juga banyak ditumbuhi pepohonan yang tinggi-tinggi dan juga cukup rindang, selain itu disekitar taman juga di tata dengan penataan beberapa buah gazebo yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk istirahat dan juga berteduh sambil melihat kondisi taman yang tertata dengan rapi dan juga susana yang cukup menenagkan. Pda tamannya sendiri dibatasi dengan pembatas supaya tman yang sudah tertata dengan rapi itu tidak dapat dirusak oleh pengunjung yang datang. Kondisi taman dapat dilihat pada gambar 2.12 : Gambar 2.12: Taman pada Pura Taman Ayun Sumber : Dokumentasi Pribadi, 25 Oktober Diorama Pada bagian depan kawasan Pura Taman Ayun atau dekat dengan pintu masuk kawasan objek wisata ini terdapat sebuah wantilan yang digunakan untuk memajang diorama dari kehidupan masyarakat pada zaman dahulu, dan hal ini memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang datang serta bentuk dari wantilan itu sendiri juga memiliki arsitektur yang cukup khas dan menarik. Kondisi diorama dapat dilihat pada gambar 2.13 : Gambar 2.13: Diorama pada Pura Taman Ayun Sumber : Dokumentasi Pribadi, 25 Oktober 2015 S e m i n a r T u g a s A k h i r 32

28 2. Fasilitas Pariwisata Pada kawasan objek wisata Taman Ayun fasilitas yang disediakan sudah cukup baik, dimana beberapa fasilitas tersebut dapat mengakomodasi kegiatan pariwisata yang ada, dimana fasilitas-fasilitas tersebut dibangun oleh Puri Mengwi untuk menunjang kegiatan yang ada. Fasilitas-fasilitas yang disediakan ini beberapa ada yang disewakan untuk masyarakat setempat yang digunakan untuk meningkatkan perekonomian warga sekitar kawasan Pura Taman Ayun. Fasilitasfasilitas yang disediakan seperti parkir dan juga kantin berada di luar areal Pura Taman Ayun sehingga tidak merusak pemandangan yang ada. Dan berikut merupakan fasilitas-fasilitas yang tersedia di Kawasan Pura Taman Ayun : Tourism Information Loket tiket Bale Pesandekan Ruang Pengelola Gallery Toilet Parkir Gazebo Kantin/Cafetaria Dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya dapat dilihat pada gambar 2.14 dan 2.15 : Gambar 2.14: Fasilitas Kantin dan Parkir Sumber : Dokumentasi Pribadi, 25 Oktober 2015 S e m i n a r T u g a s A k h i r 33

29 Gambar 2.15: Fasilitas Loket Tiket dan Toilet Sumber : Dokumentasi Pribadi, 25 Oktober Sistem Pengelola Kawasan Pengelolaan pariwisata pada kawasan objek wisata Pura Taman Ayun ikelola oleh Puri Mengwi dan di bantu oleh desa setempat yang ada di Kecamatan Mengwi. Pada kawasan ini juga terdapat ruang pengelola yang dijadikan sebagai tempat koordinasi antara pegawai objek wisata dan pengelola. Pengelolaan dari objek wisata ini juga sudah dikelola dengan baik, dimana hal ini dapat dilihat dari kondisi lingkungan yang cukup baik dengan penataan taman tertata dengan rapi dan kebersihan lingkungan yang dijaga dengan baik, selain itu kesakralan dari areal suci juga masih terjaga dengan baik. Sistem pengelolaan kawasan dapat dilihat pada gambar 2.16 dan 2.17 : Gambar 2.16: Kondisi Taman dan Ramps untuk Difable Sumber : Dokumentasi Pribadi, 25 Oktober 2015 S e m i n a r T u g a s A k h i r 34

30 Gambar 2.17: Fasilitas Tong Sampah dan Pedestrian Sumber : Dokumentasi Pribadi, 25 Oktober Kawasan Objek Wisata Pura Gunung Kawi, Tampak Siring Gunung Kawi Tampak Siring merupakan salah satu warisan dunia UNESCO yang ada di Bali, dimana objek wisata ini terletak di Kecamatan Tampak Siring Kabupaten Gianyar. Sama seperti Pura Tirta Empul yang samasama terletak di Kecamatan Tampak Siring, kawasan ini juga banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun Mancanegara. Hal menarik yang terdapat di tempat ini adalah terdapatnya Candi Tebing yang sudah berumur ratusan tahun dan menjadi salah satu bukti sejarah yang ada di tempat ini, selain itu jarak yang ditempuh untuk mencapai Candi ini juga cukup jauh sehingga cukup melelahkan untuk sampai ke areal Candi, namun hal ini akan terbayar lunas sesuadah sampai ke areal Candi karena kita dapat melihat pahatanpahatan Candi yang sangat menakjubkan, selain itu suasana yang ada juga cukup menenangkan sehingga sangat cocok digunakan untuk menghilangkan stress 1. Potensi dan Daya Tarik Daya tarik utama yang terdapat pada objek wisata Gunung Kawi Tampak Siring adalah Candi Tebing yang bersejarah, dimana candi ini merupakan merupakan bukti bahwa keindahan Bali tak hanya terletak pada alamnya yang menawan dan asri melainkan juga pada peninggalan sejarahnya yang cukup kental. Areal ini juga dilewati sungai Pakerisan yang memiliki sejarah yang cukup terkenal di Bali, dan kondisi dari sungai ini pun saat ini terjaga dengan baik sehingga banyak wisatawan yang turun ke sungai untuk sekedar berfoto ataupun menikmati jernihnya air yang mengalir. S e m i n a r T u g a s A k h i r 35

31 Selain wisata bersejarah yang ditawarkan pada areal ini, terdapat juga huntaian persawahan yang menghijau dengan teraserinnya dan terlihat cukup asri dan menawan sehingga banyak wisatawan yang singgah ke tempat ini sebelum mencapai areal Candi. Potensi wisata yang dimiliki oleh Gunung Kawi Tampak Siring yang menjadikan kawasan ini sebagai salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi orang adalah sebagai berikut : A. Candi Tebing Daya tarik utama pada objek wisata ini adalah terdapatnya Candi Tebing yang menjadi bukti sejarah atau menjadi peninggalan sejarah abad ke-11, dimana kompleks Candi ini merupakan areal pemakaman keluarga raja pada zaman dahulu. Pahatan-pahatan pada Candi pun memiliki nilai seni yang cukup tinggi sehingga tidak heran wisatawan banyak datang ke areal ini. Kondisi candi tebing dapat dilihat pada gambar 2.18 : Gambar 2.18: Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Sumber : Dokumentasi Pribadi, 28 Oktober 2015 B. Areal Persawahan Selain pemandangan indah pada Candi Tebing yang dimiliki kawasan Gunung Kawi Tampak Siring, Kawasan ini juga memiliki areal persawahan yang indah, dimana areal persawahan ini berada disekitar kawasan Pura dan Candi Tebing. Persawahan yang ada juga menggunakan sistem terasering yang tentunya juga menambah kesan indah dan asri pada kawasan ini. Areal persawahan dapat dilihat pada gambar 2.19 : S e m i n a r T u g a s A k h i r 36

32 Gambar 2.19: Areal Persawahan pada Gunung Kawi Tampak Siring Sumber : Dokumentasi Pribadi, 28 Oktober 2015 C. Pasar Seni Di kawasan Gunung Kawi Tampak Siring terdapat pasar seni yang letaknya berdekatan dengan parkir pengunjung, pada areal pasar seni disini banyak menjual kerajinan tangan, yaitu berupa kerajinan tulang dan batok kelapa. Selain itu areal ini juga menjadi alternatif bagi wisatawan yang datang ke Gunung Kawi Tampak Siring untuk membeli oleh-oleh khas Bali. Pasar seni dapat dilihat pada gambar 2.20 : Gambar 2.20: Areal Pasar Seni pada Gunung Kawi Tampak Siring Sumber : Dokumentasi Pribadi, 28 Oktober Fasilitas Pariwisata dan Religi Di kawasan objek wisata cagar budaya Gunung Kawi Sebatu terdapat beberapa fasilitas yang dapat mengakomodasi kegiatan pariwisata dan religi. Selain itu, di tempat ini fasilitas parkir dipisahkan antara kendaraan roda empat S e m i n a r T u g a s A k h i r 37

33 dan dua. Dan berikut merupakan beberapa fasilitas-fasilitas yang terdapat pada kawasan objek wisata cagar budaya Pura Tirta Empul : Pasar Seni Restaurant Tourism Information Loket Tiket Tempat Penyewan Selendang Toilet Parkir kendaraan Dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya dapat dilihat pada gambar 2.21 dan 2.22 : Gambar 2.21: Fasilitas Parkir dan Restaurant Sumber : Dokumentasi Pribadi, 28 Oktober 2015 Gambar 2.22: Fasilitas Toilet dan Pasar Seni Sumber : Dokumentasi Pribadi, 28 Oktober Sistem Pengelolaan Kawasan Pengelolaan pariwisata pada kawasan objek wisata Gunung Kawi tampak Siring dikelola oleh pemerintah Kabupaten Gianyar dan dibantu oleh kecamatan Tampak Siring.. Pengelolaan dari objek wisata ini juga sudah tersedia dengan S e m i n a r T u g a s A k h i r 38

34 cukup baik, dimana hal ini dapat dilihat dari kondisi lingkungan yang cukup baik, selain itu kawasan Candi Tebing juga dijaga dengan baik agar tidak terjadi kerusakan. Sistem pengelolaan kawasan dapat dilihat pada gambar 2.23 dan 2.24 Gambar 2.23: Fasilitas Tong Sampah dan Kondisi Kawasan Candi Tebing Sumber : Dokumentasi Pribadi, 28 Oktober 2015 Gambar 2.24: Jalur Pedestrian dan Penanda pada Objek Wisata Gunung Kawi Tampak Siring Sumber : Dokumentasi Pribadi, 28 Oktober 2015 S e m i n a r T u g a s A k h i r 39

35 Eksisting Tinjauan Objek Sejenis, Pura Tirta Empul Bale Pesandekan Pemangku Loker Bale Pesandekan Pasar Seni Parkir Pancoran/Genah Melukat Loket Tiket & Tourist Information Pura Tirta Empul Toilet Koprasi & Restaurant Penyewaan Selendang S e m i n a r T u g a s A k h i r 40

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia, telah menjadi daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai keunggulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata 2.1.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata didefinisikan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) dalam Fennel (1999) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR EKOWISATA. Chafid Fandeli *)

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR EKOWISATA. Chafid Fandeli *) Ekowisata, ekoturisme, ecotourism Ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

BAB II POTENSI DAN PERMASALAHAN KAWASAN OBYEK WISATA CEKING TERRACE

BAB II POTENSI DAN PERMASALAHAN KAWASAN OBYEK WISATA CEKING TERRACE BAB II POTENSI DAN PERMASALAHAN KAWASAN OBYEK WISATA CEKING TERRACE Pada bab ini dibahas potensi dan permasalahan obyek wisata Ceking Terrace, yang nantinya akan berpengaruh terhadap penataan dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancanagan. Latar belakang merupakan dasar pemikiran awal yang diambilnya judul Penataan Kawasan Obyek Wisata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegiatan pariwisata merupakan suatu industri yang berkembang di seluruh dunia. Tiap-tiap negara mulai mengembangkan kepariwisataan yang bertujuan untuk menarik minat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bobonaro merupakan sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan banyaknya potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan BAB I PENDAHULUAN Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan yang dapat menjadi suatu aset dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parwisata berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Wisata berarti perjalanan, bepergian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Tari Seni tari merupakan seni menggerakkan tubuh secara berirama, biasanya sejalan dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu gagasan

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN

BAB VI HASIL RANCANGAN BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Perancangan Wisata Bahari Di Pantai Boom Tuban ini merupakan sebuah rancangan arsitektur yang didasarkan oleh tema Extending Tradition khususnya yaitu dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berdekatan dengan tempat wisata makam raja-raja Mataram. Menurut cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat maupun di laut. Hal ini didukung dengan fakta menurut Portal Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan. 1.1 Latar belakang Pariwisata di Bali, khususnya Kabupaten Badung sudah sangat berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat ini ramai dikunjung oleh wisatawan baik dari dalam maupun dari luar

BAB I PENDAHULUAN. tempat ini ramai dikunjung oleh wisatawan baik dari dalam maupun dari luar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahorok dengan pemandangan alam yang indah, udara yang sejuk, sungai dengan air yang jernih, walaupun keadaan hutannya tidak asli lagi, menjadikan tempat ini ramai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1

BAB I PENDAHULUAN. Seminar Tugas Akhir 2015 Penataan Pantai Purnama Gianyar 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan segala sesuatu yang melatarbelakangi penataan dan pengembangan daya tarik wisata di Pantai Purnama, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan yang akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pariwisata di Kota dan Kabupaten Madiun tidak lepas dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pariwisata di Kota dan Kabupaten Madiun tidak lepas dari semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Madiun merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur yang terkenal dengan wisata sejarahnya. Hal ini dikarenakan di Kabupaten Madiun terdapat

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Proyek Sesuai dengan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) bahwa Pemerintah telah menetapkan Kawasan Candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penghasil devisa bagi negara yang cukup efektif untuk dikembangkan. Perkembangan sektor pariwisata ini terbilang cukup

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penulisan...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016.

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata mempersiapkan 10 destinasi wisata unggulan yang akan menjadi prioritas kunjungan wisatawan di tahun 2016, dan Flores

Lebih terperinci