BAB II STUDI LITERATUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STUDI LITERATUR"

Transkripsi

1 BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Metalurgi Serbuk Metalurgi serbuk merupakan salah satu teknik produksi dengan menggunakan serbuk sebagai material awal sebelum proses pembentukan. Prinsip ini adalah memadatkan sebuk logam menjadi bentuk yang dinginkan dan kemudian memanaskannya di bawah temperatur leleh. Sehingga partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transportasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Metode metalurgi serbuk memberikan kontrol yang teliti terhadap komposisi dan penggunaan campuran yang tidak dapat difabrikasi dengan proses lain. Sebagai ukuran ditentukan oleh cetakan dan penyelesaian akhir (finishing touch). Proses metalurgi serbuk adalah merupakan proses pembuatan produk dengan menggunakan bahan dasar dengan bentuk serbuk yang kemudian di sinter yaitu proses konsolidasi serbuk pada temperatur tinggi yang di dalamnya termasuk juga proses penekanan atau kompaksi. Langkah-langkah dasar pada metalurgi serbuk: 1. Pembuatan Serbuk. 2. Pencampuran (mixing). 3. Kompaksi (compaction). 4. Sintering. 5. Finishing. 5

2 Pembuatan Serbuk Ada beberapa cara dalam pembuatan serbuk antara lain: decomposition, electrolytic deposition, atomization of liquid metals, mechanical processing of solid materials [2]. 1. Decomposition, terjadi pada material yang berisikan elemen logam. Material akan menguraikan/memisahkan elemen-elemennya jika dipanaskan pada temperatur yang cukup tinggi. Proses ini melibatkan dua reaktan, yaitu senyawa metal dan reducing agent. Kedua reaktan mungkin berwujud solid, liquid, atau gas. 2. Atomization of Liquid Metals, material cair dapat dijadikan powder (serbuk) dengan cara menuangkan material cair dilewatan pada nozzel yang dialiri air bertekanan, sehingga terbentuk butiran kecil-kecil. 3. Electrolytic Deposition, pembuatan serbuk dengan cara proses elektrolisis yang biasanya menghasilkan serbuk yang sangat reaktif dan brittle. Untuk itu material hasil electrolytic deposition perlu diberikan perlakuan annealing khusus. Bentuk butiran yang dihasilkan oleh electolitic deposits berbentuk dendritik. 4. Mechanical Processing of Solid Materials, pembuatan serbuk dengan cara menghancurkan material dengan ball milling. Material yang dibuat dengan mechanical processing harus material yang mudah retak seperti logam murni, bismuth, antimony, paduan logam yang relative keras dan britlle, dan keramik. Dari sekian proses pembuatan serbuk, proses yang banyak dipakai adalah proses atomisasi. 6

3 (a) (b) (c) Gambar 2.1 (a) Water or gas atomization; (b) Centrifugal atomization; (c) Rotating electrode Sifat-Sifat Khusus Serbuk Logam 1. Ukuran Partikel Metoda untuk menentukan ukuran partikel antara lain dengan pengayakan atau pengukuran mikroskopik. Kehalusan berkaitan erat dengan ukuran butir, faktor ini berhubungan dengan luas kontak antar permukaan, butir kecil mempunyai porositas yang kecil dan luas kotak antar permukaan besar sehingga difusi antar permukaan juga semakin besar dan kompaktibilitas juga tinggi. 2. Distribusi Ukuran Dan Mampu Alir Dengan distribusi ukuran partikel ditentukan jumlah partikel dari ukuran standar dalam serbuk tersebut. Pengaruh distribusi terhadap mampu alir dan porositas produk cukup besar. Mampu alir serbuk adalah karakteristik yang berkaitan dengan sifat alir serbuk untuk memenuhi ruang cetakan [3]. Sifat ini berkaitan dengan gaya gesek antar partikel serbuk, maka sifat ini erat kaitannya dengan bentuk, ukuran, serta berat jenis dari partikel serbuk. 7

4 3. Sifat Kimia Terutama menyangkut kemurnian serbuk, jumlah oksida yang diperbolehkan dan kadar elemen lainnya. Pada metalurgi serbuk diharapkan tidak terjadi reaksi kimia antara matrik dan penguat. 4. Kompresibilitas (mampu tekan serbuk) Mampu tekan serbuk merupakan perbandingan volum serbuk dengan volum benda yang ditekan. Nilai ini berbeda-beda dan dipengaruhi oleh distribusi ukuran dan bentuk butir, kekuatan tekan tergantung pada kompresibilitas [3]. Besarnya jumlah pemadatan yang dapat diterima suatu serbuk dengan memberikan tekanan terhadap merupakan mampu tekan serbuk. Besarnya mampu tekan serbuk dapat dipengaruhi oleh efek gesekan antar partikel. Misalnya, serbuk besi hasil atomisasi yang memiliki bentuk yang lebih teratur, lebih halus, dan sedikit porositas antar partikel akan memiliki mampu tekan dan green density yang lebih tinggi dari pada serbuk sponge iron. 5. Kemampuan sinter Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan cara dipanaskan duapertiga dari titik lelehnya Bentuk Partikel Serbuk Hal penting lainnya didalam karakterisasi serbuk adalah bentuk partikel dari serbuk. Bentuk partikel mempengaruhi sifat massa serbuk, seperti efisiensi pemadatan (packing efficiency), mampu alir (flowability), dan mampu tekan (compressibility). Bentuk partikel juga mempengaruhi besarnya kontak antar partikel sehingga besarnya gaya gesekan antar partikel berhubungan dengan luas 8

5 permukaan partikel serbuk. Bentuk partikel bisa diklasifikasikan sebagai berikut [3] : 1. Acicular : berbentuk jarum 2. Angular : berbentuk polihedral kasar dengan tepi tajam 3. Flake : berbentuk serpihan 4. Irregular: berbentuk tidak beraturan atau tidak mempunyai simetri 5. Spherical: berbentuk bulat Gambar 2.2 Bentuk-bentuk partikel pada serbuk logam [2] Selain dari sifat tersebut, kereaktifitasan reaksi dari serbuk juga dipengaruhi bentuk partikel, hal ini dikarenakan peningkatan luas permukaan serbuk terkait dengan bentuk yang kasar (dengan ukuran yang sama serbuk yang kasar memiliki luas permukaan yang lebih dibanding serbuk yang halus). Hal ini juga meningkatkan penyerapan gas dan uap air dari lingkungan sehingga akan 9

6 terbentuk oksida-oksida pada permukaan partikel yang mana dapat mengganggu kompaksi dan sinter Berat Jenis Serbuk Berat jenis serbuk sangat tergantung pada ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, kondisi permukaan, efisiensi pemadatan serbuk, dan struktur partikel (pori atau tidak berpori). Dalam metalurgi serbuk berat per satuan volum suatu serbuk lepas dinyatakan sebagai berat jenis nyata serbuk (apperent density), dan berat jenis setelah serbuk mengalami penekanan kompaksi untuk proses pemanasan (sinter) disebut dengan green density. Dalam aplikasinya berat jenis serbuk hasil kompaksi kadang tidak homogen. Berikut ini merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya ketidak homogenan tersebut, antara lain [3] : 1. Memberi pelumas untuk mengurangi gesekan antar partikel dan gesekan dengan cetakan. 2. Mengatur perbandingan dimensi cetakan antara tinggi dengan lebar rongga cetakan (L/D). Semakin besar (L/D) maka ditribusi akan semakin besar. Oleh karena itu, L/D sebaiknya kecil sehingga distribusi serbuk akan merata / homogen. 3. Meningkatkan rasio penekanan kompaksi agar distribusi serbuk lebih baik. 4. Menggunakan penekanan dua arah agar berat jenis serbuk lebih homogen. 5. Melakukan penekanan secara bertahap dari mulai yang paling rendah kemudian ditingkatkan tekannya secara bertahap sampai titik optimum. 10

7 Gambar 2.3 Ketidak homogenan berat jenis akibat proses kompaksi [3] Proses Pencampuran Serbuk Kualitas produk sangat dipengaruhi kehomogenan komponen penyusun bahan melalui proses pencampuran atau yang juga biasa disebut sebagai proses kalsinasi. Pencampuran dapat dilakukan dengan proses kering (dry mixing) dan proses basah (wet mixing). Cara pencampuran basah (wet mixing) adalah cara yang lebih banyak dipakai yaitu dengan menggunakan pelarut organik untuk mengurangi pengaruh atmosfir yang menyebabkan peristiwa oksida. Pencampuran dan pengadukan serbuk dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan serbuk yang homogen. Dalam pencampuran dan pengadukan serbuk, variabel yang berpengaruh adalah jenis material serbuk, ukuran partikel, jenis pengaduk, ukuran pengaduk, kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan [3]. Mekanisme yang terjadi ketika pencampuran serbuk tergantung metode pencampuran (mixing) yang digunakan, yaitu [3] : Difusi : terjadinya pencampuran karena gerak antar partikel serbuk yang dihasilkan oleh perputaran drum. 11

8 Konveksi : terjadinya pencampuran karena ulir di dalam wadah berputar pada porosnya. Geser : terjadinya pencampuran karena menggunakan suatu media pengaduk Gambar 2.4 Mekanisme pencampuran serbuk yakni difusi (kiri), konveksi (tengah) dan geser (kanan) [3] Umumnya proses pencampuran dilakukan di dalam suatu wadah yang berputar. Pada saat pencampuran akan terdapat gaya sentrifugal dan juga turbulensi pada saat wadah diputar Proses Penekanan atau Kompaksi Kompaksi, tahap pada proses metalurgi serbuk yang bertujuan untuk membentuk dan memberikan kekuatan kepada serbuk didalam suatu cetakan, sehingga serbuk (murni, paduan, atau campuran) bisa lebih mudah untuk dilakukan proses berikutnya. Tekanan yang diberikan pada serbuk, perilaku mekanik, dan kecepatan penekanan merupakan parameter proses yang menentukan hasil kepadatan serbuk atau green density. Tekanan kompaksi merupakan tekanan eksternal yang dibutuhkan untuk membentuk serbuk sehingga memiliki kepadatan yang lebih tinggi. 12

9 Proses kompaksi dapat dilakukan melalui penekanan satu arah (single end compaction) atau penekanan dua arah (double end punch) baik secara cold compacting maupun hot pressing. Pada penekanan satu arah, penekan (punch) bagian atas bergerak ke bawah. Sedangkan pada penekanan dua arah, dua penekan, bagian atas dan bawah bergerak secara bersamaan dengan arah yang berlawanan. Gambar 2.5 Penekanan satu arah (a) dan penekanan dua arah (b). Untuk mendapatkan berat jenis bakalan yang homogen maka perbandingan tinggi dan diameter cetakan (L/D) juga perlu diperhatikan [3]. Pada saat proses kompaksi dilakukan serbuk serbuk didalam cetakan mengalami beberapa tahapan perilaku, diantaranya adalah [3] : 1. Penataan ulang partikel serbuk (Rearrangement) Pada saat mulai penekanan, serbuk mengalami penyesuaian letak pada tempat-tempat yang lebih luas atau dengan kata lain belum ada deformasi pada serbuk tersebut. Pergerakan dan pengaturan kembali partikel-partikel serbuk akibat adanya penekanan yang menyebabkan partikel serbuk tersusun 13

10 lebih rata. Penyusunan partikel ini dibatasi oleh adanya gesekan antara partikel itu sendiri, atau antar partikel dengan permukaan cetakan. 2. Deformasi elastis partikel serbuk Serbuk-serbuk mulai bersentuhan, dan jika penekanan dihentikan, maka serbuk akan kembali kebentuk semula. Hal ini karena respon dari material yang memiliki sifat elastis saat diberikan tekanan dibawah yield stress-nya 3. Deformasi plastis partikel serbuk Proses pemadatan (densification) terjadi pada tahap ini selama kompaksi berlangsung. Prinsipnya, semakin tinggi tekanan yang diberikan maka derajat deformasi plastis dan pemadatan akan meningkat. Faktor-faktor yang menentukan deformasi plastis, antara lain kekerasan dan perpindahan tegangan antar partikel yang berdekatan. 4. Penghancuran partikel serbuk Pada tahap ini serbuk mengalami mechanical interlocking, dan mekanisme ini disebut cold weld yang merupakan ikatan antar dua permukaan butiran logam yang bersih yang ditimbulkan oleh gaya kohesi, tanpa ada peleburan ataupun pengaruh panas. Pada umumnya permukaan serbuk akan teroksidasi, namun dibawah permukaan oksida terdapat permukaan yang bersih. Oleh karena itu, diperlukan pemecahan lapisan oksida sebelum terjadi cold weld. Pada waktu serbuk ditekan, berat jenis serbuk naik, porositas menurun karena rongga berkurang. Ketika serbuk mengalami penekanan, serbuk mengalami distribusi berat jenis yang tidak merata, dibagian dekat dengan penekan, berat jenis serbuk lebih besar, sedangkan di bagian tengah berat jenisnya lebih kecil. 14

11 Proses kompaksi juga memberikan kekuatan dan juga sifat mekanis lainnya kepada bakalan yang dihasilkan, dan kekuatan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah [3] : 1. Ukuran partikel, halusnya partikel serbuk akan memudahkan terjadinya ikatan antar partikel (inter-particle bonding) yang akan meningkatkan green density dan kekuatan bakalan. Sedangkan untuk partikel yang agak kasar akan mempermudah terjadinya mechanical interlocking yang mana juga akan meningkatkan green density dan kekuatan bakalan. 2. Dengan bertambahnya luas permukaan, ketidakteraturan semakin besar, mekanisme mechanical interlocking akan semakin mudah dan kekuatan mekanis akan meningkat. 3. Peningkatkan tekanan kompaksi sampai batas tertentu akan meningkatkan kekuatan mekanis melalui mekanisme pengaturan, penyusunan, deformasi dan perpatahan serbuk. 4. Bersihnya permukaan partikel serbuk dari oksida akan meningkatkan interparticle bonding sehingga kekuatan mekanis akan meningkat. Gambar 2.6 Ilustrasi proses kompaksi pada serbuknya [3] 15

12 Bentuk benda yang dikeluarkan dari pressing disebut bahan kompak mentah (bakalan), telah menyerupai produk akhir, akan tetapi kekuatannya masih rendah. Kekuatan akhir bahan diperoleh setelah proses sintering. Tabel 2.1 Tekanan kompaksi pada berbagai macam serbuk logam [2] Sintering Sintering adalah salah satu tahapan metodologi yang sangat penting dalam ilmu bahan, terutama untuk bahan keramik. Selama sintering terdapat dua fenomena utama yaitu : pertama adalah penyusutan (shrinkage) yaitu proses eliminasi porositas dan yang kedua adalah pertumbuhan butiran. Fenomena yang pertama dominan selama pemadatan belum mencapai kejenuhan, sedang kedua akan dominan setelah pemadatan mencapai kejenuhan. Parameter sintering 16

13 diantaranya adalah : temperatur, waktu penahanan, kecepatan pendinginan, kecepatan pemanasan dan atmosfir. Sintering biasanya digunakan pada sampel pada temperatur tinggi. Dalam terminologi teknik istilah sintering digunakan untuk menyatakan fenomena yang terjadi pada produk bahan, padat dibuat dari bubuk, baik logam / non logam. Sebuah kumpulan partikel dengan ukuran yang tepat (biasanya diameter beberapa mikro atau lebih kecil) dipanaskan sampai suhu antara ½ dan ¾ titik leleh, ini dalam orde menit selama perlakuan ini partikel-partikel tergabung bersama-sama. Dari segi cairan, sintering dapat menjadi dua yaitu : sintering fasa padat dan sintering fasa cair. Sintering dengan fasa padat adalah sintering yang dilaksanakan pada suatu temperatur yang telah ditentukan, dimana dalam bahan semuanya tetap dalam fasa padat. Proses penghilagan porositas dilakukan melalui transport massa. Jika dua partikel digabung dan dipanaskan pada suhu tertentu, dua partikel ini akan berikatan bersama-sama dan akan membentuk neck. Pertumbuhan disebabkan oleh transport yang meliputi evaporasi, kondensasi, difusi. Gambar 2.7 Skema proses sintering serbuk logam (a). Solid-state (b) Liquid-phase material R: radius partikel, r: neck radius, ρ: neck profile radius 17

14 Setelah dilakukan proses sintering terhadap sample yang sebelumnya telah dilakukan proses kompaksi maka ikatan antar serbuk akan semakin kuat. Meningkatnya ikatan setelah proses sintering ini disebabkan timbulnya liquid bridge (necking) sehingga porositas berkurang dan bahan menjadi lebih kompak. Dalam hal ini ukuran serbuk juga berpengaruh terhadap kompaktibilitas bahan, semakin kecil ukuran serbuk maka porositas kecil dan luas kontak permukaan antar butir semakin luas Proses Perlakuan Panas Secara Umum Proses pelakuan panas adalah suatu proses yang terdiri dari proses pemanasan dan proses pendingin pada logam dan paduannya dengan cara tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan. Proses ini telah digunakan secara luas dan tidak hanya dilakukan pada logam ferro saja melainkan telah banyak digunakan pada logam non-ferro beserta paduannya [4]. Namun dikarenakan bahasan dari penulisan ini menggunakan material baja jadi proses perlakuan panasnya dibatasi hanya pada material baja. Perubahan dari sifat yang dikarenakan proses perlakuan panas mencakup pada daerah keseluruhan dari logam dan hanya sebagiannya saja, contoh pada permukaannya saja. Baja unsur paduan utamanya adalah besi dan carbon, tetapi selain itu juga terdapat unsur-unsur penyusun yang lain seperti Mn, V, W, Cr, Ni, Si, dll. Carbon dalam baja larut secara interstisi dan membentuk senyawa karbida yang disebut sementit (Fe 3 C) yang sifatnya keras dan getas, sehingga pengaruhnya pada baja akan meningkatkan kekuatan dengan menghambat laju dislokasi [4]. Secara umum unsur paduan ditambahkan dalam baja dengan kadar tertentu bertujuan untuk: 18

15 Meningkatkan kekerasan Menaikkan keuletan Meningkatkan ketahanan aus Meningkatkan ketangguhan Memperbaiki ketahanan korosi Memperbaiki mampu pemesinan Perubahan sifat yang terjadi pada proses perlakuan panas disebabkan karena adanya pertumbuhan fasa pada saat pemanasan dan transformasi fasa pada saat pendinginan. Hal tersebut tidak akan pernah terlepas dari temperatur. Diagram yang menyajikan tentang hubungan antara temperatur dimana terjadinya perubahan fasa pada saat proses pemanasan dan pendinginan lambat dengan kadar karbon disebut diagram fasa. Gambar 2.8 Diagram Fasa Fe-Fe3C [5] 19

16 Diagram Fasa Fe-Fe 3 C sangatlah penting, khususnya dalam proses perlakuan panas, diagram ini menjadi dasar atau pedoman untuk mengetahui fasa apa yang akan terbentuk pada saat kita melakukan pemanasan. Dari diagram ini juga diketahui garis transformasi fasa dan titik komposisi tertentu dari baja. Komposisi eutektoid tedapat pada 0,8% C dan pada Temperatur 723 C. Fasa austenit ( γ ) mengandung unsur karbon maksimum 2 % karbon, hal ini memungkinkan karena fasa austenit mempunyai sel satuan FCC (Face Centre Cubic) sehingga mampu melarutkan atom - atom karbon yang lebih banyak didalamnya secara interstisi [4]. Prinsip perlakuan panas adalah pemanasan dan pendinginan, kecepatan pendinginan sangat berpengaruh terhadap hasil struktur mikro dan sifat mekanik yang didapat, maka timbul fungsi waktu. Pada proses pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pendinginan lambat dan pendinginan cepat. Pendinginan lambat biasanya dilakukan dengan cara didingikan didalam tungku dan didinginkan melalui udara bebas. Pendinginan cepat dilakukan dengan cara dicelupkan kedalam media quench berupa brine, air, oli dan air garam. Secara umum proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi: 1. Annealing 2. Normalizing 3. Hardening 4. Case hardening 20

17 Annealing Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginan lambat didalam tungku. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk mengurangi kekerasan dari baja dan membuat struktur yang mudah dilakukan proses pemesinan. Selain itu annealing bertujuan untuk memperbaiki sifat sifat antara lain: mampu mesin mampu bentuk keuletan kehomogenan struktur menghilangkan tegangan dalam persiapan struktur unutk proses perlakuan panas Gambar 2.9 Diagram transformasi untuk anil [5] Pada diagram, proses anil terjadi transformasi α γ+ karbida yang normal. Celup langsung, terjadi martensit mula-mula pada permukaan kemudian pada bagian dalam dan terjadi tegangan-tegangan yang cukup besar. Celup 21

18 terputus, tersedia cukup waktu untuk transformasi hampir serempak pada permukaan dan bagian dalam. Dengan demikian retak-celup yang terjadi pada celup langsung dapat dihindarkan. Temper, baik celup langsung maupun celup terputus harus diikuti dengan proses temper untuk menuntaskan transformasi. Austemper, menghambat pembentukan perlit akan tetapi transformasi γ α + karbida dapat terjadi diatas suhu M s. Struktur mikro yang dihasilkan adalah bainit. Temperatur dan laju pendinginan dari annealing tergantung dari hasil yang diinginkan dari struktur mikonya, oleh karena itu annealing dibagi lagi menjadi beberapa proses spesifik antara lain: 1. Full annealing Merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk melunakan baja, prosesnya dilakukan dengan cara dipanaskan diatas daerah kritisnya dan didinginkan secara perlahan melawati daerah kritis. Walaupun full annealing dapat dilakukan pada semua baja, tetapi kebanyakan hanya dilakukan pada baja carbon medium ( 0,3-0,6% C ) saja, dimana bertujuan untuk meningkatkan mampu mesinnya. 2. Sperodizing Proses ini bertujuan untuk membulatkan karbida yang berbentuk serpih pada perlit dan sementit. Sehingga dapat meningkatkan mampu mesin serta meningkatkan keuletan. Sperodizing secara luas digunakan pada baja carbon tinggi, baja perkakas, baja bearing, dan pada semua baja yang akan menjalani proses pengerjaan dingin. 3. stress relieving Pada baja yang telah mengalami proses pengecoran, permesinan, pengelasan maka akan terdapat sejumlah tegangan sisa didalamnya. 22

19 Tegangan sisa tersebut akan menyebabkan distorsi bahkan dapat mengalami retakpada saat digunakan atau pada saat dilakukan proses perlakuan panas. Untuk menghilangkan tegangan sisa tersebut maka dilakukan proses ini. 4. Bright Annealing Merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk menghasilkan benda kerja yang permukaannya terbebas dari lapisan oksidasi. Prosesnya dilakukan dengan cara menyelimuti spesimen dengan atmosfir tungku yang sesuai selama pemanasan. Cara ini juga bertujuan untuk menghindari terjadinya penggetasan, timbulnya sulfidasi, serta adanya dekarburisasi. Jenis gas yang banyak digunakan dapat berupa nitrogen, amoniak, gas eksotrim, hydrogen, dll. 5. Homogeniezing Proses ini bertujuan untuk menyeragamkan komposisi baja. Biasanya dilakukan setelah proses pengecoran. Spesimen dipanaskan sampai temperature C. kemudian didinginkan secara lambat. 6. Recrystalitation annealing Merupakan proses pemanasan untuk menumbuhkan atau membentuk butir baru setelah mengalami proses pengerjaan dingin (cold working). Selain itu juga bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa. Pemanasan dilakukan pada temperatur 600 C selama jam Normalizing Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan dengan cara memanaskan baja sampai temperatur austenisasi (Tγ) kemudian didinginkan dengan media udara dimana akan didapatkan fasa berupa pearlite. Baja carbon 23

20 tinggi seperti die steel dan HSS (High Speed Steel) tidak pernah dilakukan proses ini karena baja-baja ini dikeraskan menjadi struktur martensite dengan cara pendinginan di udara. Gambar 2.10 Diagram transformasi perbandingan normalizing dan annealing [6] Pendinginan yang lebih rendah pada annealing menghasilkan temperatur lebih tinggi dan bertransformasi menjadi ferit dan perlit. Struktur mikro lebih kasar dibanding normalizing [6]. Normalizing umumnya dipergunakan pada baja carbon rendah dan plain carbon dengan tujuan sbb: 1. Memperhalus ukuran butir dan menghomogenisasikan struktur mikro dari hasil coran dan tempa, sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik dalam proses pengerasan baja. 2. Untuk meningkatkan mampu mesin dengan komposisi karbon sekitar 0.3 % C 3. Memperhalus karbida kasar yang mempunyai precipitate selama pendinginan lambat setelah proses pengerjaan panas. Sebagai contoh dibawah ini disajikan informasi mengenai perubahan yang terjadi pada sifat mekanik pada material setelah mengalami proses normalizing. 24

21 Tabel 2.2 Efek normalizing pada sifat mekanik baja coran 0.26% C [4] Sifat Mekanik Sebelum N Sesudah N Kekuatan luluh (Kg/mm 2 ) Kekuatan tarik (Kg/mm 2 ) Perpanjangan (%) Reduksi penampang (%) Kekuatan impak charpy (Kgm/mm 2 ) Hardening Proses hardening biasa dilakukan pada semua perkakas dan bagian penting dari mesin yang berkaitan dengan hal yang berat. Tujuan mengeraskan perkakas adalah untuk mendapatkan nilai kekerasannya, sedangkan tujuan mengeraskan bagian mesin adalah untuk meningkatkan kekuatan tarik serta kekuatan luluhnya. Namun biasanya bila kekerasan tinggi maka kekuatan tariknya dan kekuatan luluhnya rendah, oleh karena itu proses hardening yang dilakukan adalah dengan cara melakukan proses tempering setelah dilakukan pendinginan cepat. Biasanya proses hardening yang umum dilakukan adalah dengan memanaskan baja sampai temperatur austenisasinya kemudian ditahan untuk beberapa lama lalu didinginkan secara cepat. 25

22 Gambar 2.11 Diagram TTT dengan 0,9% C [5] Diagram TTT menggambarkan hubungan waktu (time), suhu (temperatur), dan perubahan struktur (transformation). Diagram ini memiliki skala tegak lurus dan skala waktu mendatar. Lintasan mendatar dari sumbu tegak hingga garis S pertama (kiri) menunjukan waktu yang berlangsung hingga tercapainya awal perbentukan austenit, sedang garis S ke dalam (kanan) menyatakan saat berakhirnya perubahan bentuk. Jarak mendatar antara kedua garis liku menyatakan jangka waktu proses perubahan bentuk. Contoh pembacaan diagram TTT, jika baja yang digambarkan diagram ini didinginkan secara cepat dari suhu pengerasan sekitar 780ºC menuju 600ºC misalnya dalam air garam, maka setelah satu detik terjadi perubahan bentuk menjadi perlit di titik A pada garis lengkung kiri yang berakhir setelah kira-kira 10 detik di titik B. Jika dilakukan pengejutan menuju 320ºC, maka setelah sekitar satu menit mulai pembentukan suatu struktur tahap antara titik C yang berakhir pada titik D, setelah sekitar sembilan menit. Jika dilakukan pengejutan menuju yang lebih 26

23 rendah pada kecepatan yang sama, maka pada sekitar 180ºC mulai berlangsung perubahan bentuk menjadi martensit. Jika perubahan bentuk berlangsung perlahan-lahan baja akan mencapai suhu pengejutan pada garis pendinginan 2 yang kecuramannya berkurang, dapat memotong garis S pertama di dua titik. Dalam hal ini berlangsung perubahan bentuk perlit. Agar diperoleh hasil yang baik dari proses pengerasan, maka benda kerja sebaiknya harus dibersihkan terlebih dahulu. Untuk baja karbon rendah dan baja paduan rendah tidak perlu dilakukian preheat (pemanasan awal). Namun pada baja perkakas harus dipreheat terlebih dahulu karena banyaknya unsur paduan sehingga konduktivitas panasnya menurun. Pada pendinginnya harus dengan media pendingin cepat agar atom karbonya terjebak pada kisi tegaknya. Adapun media pendingin yang sering dipakai untuk proses hardening adalah: Air Oli Brine Masing-masing dari media pendingin diatas mempunyai keuntungan serta kerugian. Proses hardening dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu: Martempering Austmpering Patenting Dll 27

24 Case Hardening Case hardening merupakan salah satu cara untuk merubah komposisi kimia dari material. Perubahan komposisi kimia tersebut dapat terjadi pada saat material dalam kondisi padat dan dapat terjadi hanya pada bagian permukaan permukaan saja. Tujuan dari case hardening adalah untuk meningkatkan ketahanan aus suatu material, meningkatkan ketahanan korosi serta untuk meningkatkan scalling resistant. Case hardening dilakukan dengan cara melapisi permukaan dari material dengan carbon, nitrogen, dan elemen paduan lainnya. Prosesnya dapat dilakukan dengan menambahkan unsur yang akan brdifusi kedalam material dalam kondisi padat, cair maupun dalam kondisi gas. Proses dari case hardening dibagi menjadi: Carburisasi Nitriding Cyaniding Diffusion metallishing 2.3. Tempering Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan. Melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan. Proses temper terdiri dari pemanasan kembali baja yang telah dipanaskan atau dikeraskan pada suhu di bawah suhu kritis disusul dengan pendinginan. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lunak, proses ini berbeda dengan proses anil karena disini sifat-sifat dapat dikendalikan dengan cermat. Temper dimungkinkan oleh karena sifat struktur martensit yang tidak stabil [7]. 28

25 Struktur logam yang tidak stabil tidak berguna untuk tujuan penggunaan karena dapat mengakibatkan pecah. Dengan penemperan, tegangan dan kegetasan diperlunak dan kekerasan sesuai dengan penggunaan. Ketinggian suhu penemperan dan waktu penghentian benda kerja tergantung pada jenis baja dan kekerasan yang dikehendaki. Sebagai pedoman berlaku bahwa benda kerja ditemper sejauh tercapainya keuletan setinggi-tingginya pada kekerasan yang memadai. Penemperan harus dilakukan segera setelah pengejutan karena tegangan kekerasan pada umumnya baru timbul beberapa saat setelah pengejutan. Jika penemperan tidak dapat langsung mengikuti pengejutan, maka bahaya pembentukan retak dapat dikurangi dengan jalan memasukan benda kerja ke dalam air yang mendidih untuk beberapa jam lamanya. Temper pada suhu rendah antara 150º C - 230º C tidak akan menghasilkan penurunan yang berarti karena pemanasan akan menghilangkan tegangan dalam terlebih dahulu. Penemperan pada suhu hingga 200º C ini disebut penuaan buatan. Baja yang memperoleh perlakuan seperti ini memiliki ukuran yang tetap untuk waktu lama pada suhu ruangan. Penemperan antara suhu 200º C - 380º C untuk memperlunak kekerasan yang berlebihan dan meningkatkan keuletan, sedangkan perubahan ukuran yang terjadi pada pengejutan diperkecil. Penemperan pada suhu antara 550º C - 650º C untuk meningkatkan kekerasan dengan menguraikan karbida. Penemperannya hanya pada baja perkakas paduan tinggi. Penemperan baja bukan paduan berlangsung pada suhu penemperan yang berpedoman pada karbon dan kekerasan yang dikehendaki. Proses temper pada pemanasan sampai suhu temperatur tertentu (temperatur kritis) dan didinginkan dengan lambat. Pemanasan dilakukan sampai 29

26 temperatur yang diperlukan, biasanya antara 200º C - 600º C tergantung pada keperluan. Makin tinggi temperatur pemanasan, makin besar penurunan kekerasan sedangkan kekenyalannya bertambah. Gambar 2.12 Pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan baja bukan paduan. Daerah penemperan diarsir, B = batas yang diijinkan. Pengaruh perlakuan panas meningkatkan kekuatan dengan naiknya kandungan zat arang. Lama dan tingginya suhu penemperan untuk mengubah sifat pengerasan temper secara kuat atau lemah tergantung pada jenis baja, kekerasan dan kekuatan menurun dengan bertambahnya suhu penemperan, sedangkan kekenyalan dan keuletan meningkat. Proses temper terdiri dari penggumpalan atau pertumbuhan sementit terjadi pada suhu 315º C diikuti dengan penurunan kekerasan. Peningkatan suhu akan mempercepat penggumpalan karbida, sementara kekerasan turun terus. Pada gambar 2.13 terlihat sifat baja AISI 1050 yang dapat dicapai dengan melakukan proses temper, terlihat kekuatan tarik, titik luluh, penyusutan penampang atau perpanjangan [7]. Unsur paduan mempunyai pengaruh yang berarti pada proses temper, pengaruhnya menghambat laju pelunakan, sehingga baja paduan akan 30

27 memerlukan suhu temper yang lebih tinggi untuk mencapai kekerasan tertentu. Pada proses temper perlu diperhatikan suhu maupun waktu. Meskipun pelunakan terjadi pada saat-saat pertama setelah suhu temper dicapai, selama pemanasan yang cukup lama terjadi penurunan kekerasan. Gambar 2.13 Baja AISI 1050 yang dicapai dengan melakukan proses temper [7] Setelah suhu dinaikkan sampai suhu penyepuhan (tempering heat), baja dibiarkan dingin secara perlahan-lahan. Suhu yang pasti untuk tempering tergantung pada kegunaan baja tersebut. Tingkat kekerasan yang dicapai setelah pendinginan tergantung pada kandungan karbon dalam baja, baja yang 31

28 mengandung kurang dari 0,3% karbon tidak memperlihatkan perubahan yang nyata. Kekerasan maksimum dicapai bila baja mengandung 1,3% karbon. Semakin tinggi suhu penemperan dan semakin lama didiamkan pada suhu ini (lama penemperan), semakin banyak terbentuk martensit, kekerasan akan menjadi lebih rendah, keuletan bertambah dan tegangan berkurang. Pada waktu penemperan warnanya masing-masing berubah menurut suhu (kuning terang hingga kelabu) Klasifikasi Baja Baja secara umum dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu : Baja karbon (Carbon steel) Baja paduan (Alloy steel) Baja merupakan paduan besi dengan karbon serta sejumlah kecil campuan bahan lainnya. Kandungan karbon biasanya kurang dari 1,0 wt %. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi atas baja karbon rendah, sedang dan tinggi. Baja karbon rendah Baja karbon rendah mengandung karbon (0,25wt%) berdasarkan kandungan karbon baja ini bersifat tidak respontif terhadap perlakuan panas yang bertujuan untuk membentuk martensit. Penguatan dilakukan dengan : - Struktur mikro berupa : ferit +pearlite. - Sifat : - Lunak dan lemah tetapi keuletan dan tangguhan sangat tinggi - Mudah di maching, di las 32

29 - Diantara semua baja karbon, paling murah di produksi. - Aplikasi : komponen bodi mobil, baja, struktur (tiang I. C, dll), pipa gedung, jembatan, kaleng. High strength, low-alloy (HSLA): adalah baja karbon rendah yang ditambah unsur lain seperti : tembaga, vanadium, nikel, molibdenum yang akan menaikkan kekuatan baja. Baja karbon sedang - Baja ini mengandung karbon kira-kira 0,2-0.6wt %. - Bisa diberikan perlakuan panas : austenitizing, quenching,dan tempering untuk menaikan sifat mekanik. - Sering digunakan dalam bentuk struktur martensite. - Penambahan chrom, nikel dan molibdenum meningkatkan kemampuan untuk perlakuan panas. - Baja yang telah mengalami perlakuan panas lebih kuat dari pada baja karbon rendah namun keuletan dan ketangguhannya menurun. - Aplikasi : roda kereta api, rel, roda gigi, crank shaft, dan komponen mesin yang membutuh kan kekuatan tinggi. Baja karbon tinggi - Kandungan karbon antara 0,60-1,4 %wt. - Mempunyai sifat : paling keras, paling kuat namun keuletan paling rendah. - Umumnya digunakan dalam kondisi sudah diperkeras dan distemper, sehingga tahan aus dan mampu menahan alat potong yang tajam. - Campuran bahan lain berupa chrom, vanadium, tungsten molybdenum dan banyak digunakan untuk baja tool dan baja cetak. 33

30 - Pemakaian : pisau, pisau cukur, gergaji, pegas dan kawat. High Speed Steel (HSS) Kandungan karbon: 0,70 % 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters. Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali dari pada carbon steel Penomoran Baja AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society of Automotive Engineers) mempunyai sistem pengelompokan seperti pada tabel 2.3. Dimana digunakan 4 atau 5 digit angka. Dua angka pertama merujuk pada elemen pemadu utama, dan dua atau tiga angka berikutnya merujuk kepada persentase karbon. Misal: baja AISI 1040 adalah baja karbon dengan kandungan karbon 0,40% [6]. Tabel 2.3 Komposisi beberapa baja BS dan AISI-SAE [6] 34

31 2.6. Beberapa Fasa Penting pada Baja Austenit Modifikasi besi dengan struktur pemusatan sisi atau Face Centre Cubic (FCC), disebut juga besi γ atau austenit. Austenit adalah bentuk stabil dari besi murni dengan campuran karbon maksimum 2,06 % di dalamnya, yang terbentuk pada suhu antara 912 C dan 1394 C. Austenit mempunyai sifat paramagnetic (magnetic lemah) [5]. Pada suhu dimana austenit dalam keadaan stabil, austenit lunak dan liat, oleh sebab itu baja austenit cocok untuk proses fabrikasi. Sebagian besar baja untuk operasi tempa dan rolling di ubah bentuk pada suu 1100 C atau lebih, dimana struktur besi adalah FCC. Gambar 2.14 Bentuk elemen kristal austenit Ferit Ferit disebut juga besi α, modifikasi struktur dari besi murni pada suhu ruang. Ferit lunak lunak dan ulet, dalam keadaan murni kekuatan tariknya kurang dari 310 MPa. Bersifat ferro magnetic pada suhu dibawah 770 C. Karena ferit mempunyai struktur kubik pemusatan ruang atau Body Centre Cubic (BCC), ruangan antar atom kecil dan pepat sehingga tidak dapat menampung atom karbon yang kecil sekalipun. Oleh sebab itu daya larut karbon dalam ferit rendah (1 karbon per 1000 atom besi) [5]. 35

32 Gambar 2.15 Bentuk elemen kristal ferit Perlit Perlit adalah campuran khusus terdiri dari dua fasa dan terbentuk sewaktu austenit dengan komposisi eutektoid bertransformasi menjadi ferit dan karbida. Pertumbuhan dimulai pada batas-batas butir austenit 727 C dan lapisan kedua fasa tersebut tumbuh kearah dalam, pada saat ini terjadi karbon memisah. Bila laju pendinginan dipercepat difusi terbatas pada jarak cepat, hasilnya adalah perlit halus dengan lapisan tipis yang lebih banyak [5] Bainit Beda antara struktur bainit dan perlit adalah terletak pada suhu awal pembentukannya dan waktu pendinginannya (kecepatan pendinginannya) pada suhu sekitar 550 C. Struktur bainit mulai terbentuk dan terpisahnya bersama perlit Martensit Pembentukan martensit terjadi akibat dekomposisi austenit dalam ferit + karbida, α + C. Jika pendinginan, dengan kecepatan yang tinggi, austenit akan mulai bertransformasi menuju struktur ferit. Dengan lebih sedikitnya ruangan bagi 36

33 atom-atom karbon pada besi α dibandingkan dari besi γ, atom-atom karbon akan memperluas kisi-kisi besi α. Keadaan yang dicapai oleh tekanan-tekanan dari atom karbon ini akan menambah kekerasan baja, kita katakana bahwa baja kita keraskan. Dengan demikian kita telah memperoleh suatu fasa baru dari baja yang disebut fasa martensit. Jadi martensit ini adalah suatu larutan padat yang sangat jenuh oleh karbon dalam besi α. Gambar 2.16 Bentuk elemen kristal martensit Pada gambar 2.16 menunjukkan model yang sederhana tentang bagaimana kita gambarkan tentang transformasi dari besi γ menjadi besi α selama pembentukan martensit. Atom-atom karbon memberikan suatu situasi pada tepitepi unit kubus martensit yang menyebabkan unit sel bertambah dalam satu arah, yang terbentuk kisi-kisi berbentuk tetragonal. Pembentukan martensit mulai pada suhu 220 C dan pada suhu 175 C bagian pokok dari austenit telah bertransformasi menjadi martensit, yaitu pada baja alloy tinggi yang mengandung nikel Sementit Pada paduan besi karbon, karbon, melebihi batas daya larut membentuk fasa kedua, yang disebut karbida besi (sementit). 37

34 Karbida besi mempunyai komposisi kimia, Fe 3 C. Hal ini tidak berarti bahwa karbida besi membentuk molekul-molekul Fe 3 C, akan tetapi sisi kristal mengandung atom besi dan karbon dalam perbandingan 3 : 1. Fe 3 C mempunyai sel satuan ortorombik dengan 12 atom besi dari 4 atom karbon per sel, jadi kandungan karbon : 6,7 % (berat) [5] Uji Kekerasan Kekerasan suatu bahan didefinisikan sebagai ketahanan suatu bahan terhadap penetrasi material lain pada permukaannya. Terdapat tiga jenis mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan pengujiannya. Ketiga jenis tersebut adalah : 1. Kekerasan goresan (Scratch hardness) 2. Kekerasan lekukan (Identation hardness) 3. Kekerasan pantulan (rewbound hardness) atau kekerasan dinamik (dynamic hardness) Untuk logam kekerasan lekukan yang sering dipergunakan. Berikut ini adalah jenis pengujian kekerasan lekukan : Uji Kekerasan Rockwell Pada pengujian kekerasan menurut Rockwell diukur kedalaman pembenaman (t) penekan. Sebagai penekan pada baja yang dikeraskan digunakan sebuah kerucut intan. Untuk menyeimbangkan ketidakrataan yang diakibatkan oleh permukaan yang tidak bersih, maka kerucut intan ditekankan keatas bidang uji, pertama dengan beban pendahuluan 10 kg. setelah itu, beban ditingkatkan menjadi 150 kg sehingga tercapai kedalaman pembenaman terbesar. Sebagai ukuran digunakan kedalaman pembenaman menetap t dalam mm yang 38

35 ditinggalkan beban tambahan. Sebagai satuan untuk ukuran t berlaku e = t dalam 0,002 mm. Kekerasan Rockwell Contoh : HHHHHH = 100 tt = 0,07 HHHHHH = 100 0,07 0,002 = = 65 HHHHHH tt 0,002 Pengujian Rockwell HRC sebagai cara yang paling cocok untuk pengujian bahan yang keras. Makin keras bahan yang diuji, makin dangkal masuknya penekan dan sebaliknya makin lunak bahan yang diuji, makin dalam masuknya. Cara Rockwell sangat disukai karena dengan cepat dapat diketahui kekerasannya tanpa menghitung dan mengukur. Nilai kekerassan dapat dibaca setelah beban utama dilepaskan, dimana beban awal masih menekan bahan Uji Kekerasan Brinell Uji kekerasan brinell merupakan suatu penekanan bola baja (identor pada permukaan benda uji). Bola baja berdiameter 10 mm, sedangkan untuk material uji yang sangat keras identor terbuat dari paduan karbida tungsten, untuk menghindari distorsi pada identor. Beban uji untuk logam yang keras adalah 3000 kg, sedangkan untuk logam yang lebih lunak beban dikurangi sampai 500 kg untuk menghindari jejak yang dalam. Lama penekanan detik dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut 39

36 dihilangkan. Permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak. Angka kekerasan Brinell (Brinell hardness number, BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan, persamaan untuk angka kekerasan tersebut adalah sebagai berikut : PP BBBBBB = ππππ 2 DD DD2 dd 2 Dimana : P = Beban yang digunakan (kg) D = Diameter identor (mm) d = Diameter lekukan (mm) Uji Kekerasan Vickers Uji kekerasan Vickers menggunakan identor yang berbentuk pyramid intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar dengan sudut 136. Angka kekerasan Vickers (Vickers hardness number, VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi dengan luas permukaan lekukan. VHN ditentukan oleh persamaan berikut : Dimana : VVVVVV = 2P sin θθ 2 LL 2 P = Beban yang digunakan (kg) L = Panjang diagonal rata-rata (mm) = 1,854PP DD 2 θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136 ) 40

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT Oleh : Nama : Ika Utami Wahyu Ningsih No. Pokok : 4410215036 Jurusan : Teknik Industri FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA HEAT TREATMENT Heat Treatment atau Perlakuan

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Proses Pengerasan Komponen Dies Proses Metalurgi Serbuk Untuk Pembuatan Sampel Uji Konduktivitas Thermal

TUGAS AKHIR. Analisa Proses Pengerasan Komponen Dies Proses Metalurgi Serbuk Untuk Pembuatan Sampel Uji Konduktivitas Thermal TUGAS AKHIR Analisa Proses Pengerasan Komponen Dies Proses Metalurgi Serbuk Untuk Pembuatan Sampel Uji Konduktivitas Thermal Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

PROSES PENGERASAN (HARDENNING) PROSES PENGERASAN (HARDENNING) Proses pengerasan atau hardening adalah suatu proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu benda kerja yang keras, proses ini dilakukan pada temperatur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Baja Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460 PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA K-460 Gunawan Dwi Haryadi 1) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kekerasan logam yaitu baja

Lebih terperinci

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) BAJA Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom) Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi,karbon dan unsur lainnya. Baja

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh

METALURGI SERBUK. By : Nurun Nayiroh METALURGI SERBUK By : Nurun Nayiroh Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C) MK: TRANSFORMASI FASA Pertemuan Ke-6 Sistem Besi-Karbon Nurun Nayiroh, M.Si Sistem Besi-Karbon Besi dengan campuran karbon adalah bahan yang paling banyak digunakan diantaranya adalah baja. Kegunaan baja

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK PADA BAJA K-460

PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK PADA BAJA K-460 PENGARUH SUHU TEMPERING TERHADAP KEKERASAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK PADA BAJA K-460 Gunawan Dwi Haryadi 1) Abstrak Pengaruh perlakuan panas tempering adalah untuk meningkatkan keuletan dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Baja perkakas (tool steel) merupakan baja yang biasa digunakan untuk aplikasi pemotongan (cutting tools) dan pembentukan (forming). Selain itu baja perkakas juga banyak

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan I. TINJAUAN PUSTAKA Teori yang akan dibahas pada tinjauan pustaka ini adalah tentang klasifikasi baja, pengaruh unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan martensit,

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik Definisi 2 Metal Alloys (logam paduan) adalah bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dari dua atau lebih unsur-unsur, dan sebagai unsur utama

Lebih terperinci

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY 1. DASAR BAJA 2. UNSUR PADUAN 3. STRENGTHENING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda logam yang keras dan kuat (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan menurut Setiadji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah merambah pada berbagai aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali di dunia industri manufacture (rancang

Lebih terperinci

ANNEALLING. 2. Langkah Kerja Proses Annealing. 2.1 Proses Annealing. Proses annealing adalah sebagai berikut:

ANNEALLING. 2. Langkah Kerja Proses Annealing. 2.1 Proses Annealing. Proses annealing adalah sebagai berikut: 1 ANNEALLING 1. Maksud dan Tujuan Yang dimaksud dengan annealing ialah menurunkan kekerasan suatu baja dengan jalan memanaskan baja tersebut pada temperatur di atas temperatur krisis maksimum 980 0 C,

Lebih terperinci

BAB VIII LOGAM BESI METAL FABRI CATION TECHNIQUES CASTING SAND DIE

BAB VIII LOGAM BESI METAL FABRI CATION TECHNIQUES CASTING SAND DIE BAB VIII LOGAM BESI PABRIKASI LOGAM METAL FABRI CATION TECHNIQUES FORMING OPERATIONS FORGING SAND EXTRUSION ROLLING LAIN-LAIN CASTING DRAWING INVESTMENT WELDING POWDER METALLURYGY DIE Forming operation

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper: PROSES TEMPER Proses temper adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan dengan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan ketangguhan yang tinggi. Proses temper terdiri

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340 ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 30 Sasi Kirono, Eri Diniardi, Seno Ardian Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak.

Lebih terperinci

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

09: DIAGRAM TTT DAN CCT 09: DIAGRAM TTT DAN CCT 9.1. Diagram TTT Maksud utama dari proses perlakuan panas terhadap baja adalah agar diperoleh struktur yang diinginkan supaya cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai Heat Treatment atau proses perlakuan panas adalah proses pemanasan yang diikuti proses pendinginan selama waktu tertentu dan bila perlu dilanjutkan dengan pemanasan serta pendinginan ulang. Perlakuan panas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

PROSES THERMAL LOGAM

PROSES THERMAL LOGAM 1 PROSES THERMAL LOGAM TIN107 Material Teknik Fungsi Proses Thermal 2 Annealing Mempersiapkan material logam sebagai produk setengah jadi agar layak diproses berikutnya. Hardening Mempersiapkan material

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *) PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian

Lebih terperinci

Perlakuan panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas (Heat Treatment) Perlakuan panas (Heat Treatment) Pertemuan Ke-6 PERLAKUAN PANAS PADA BAJA (Sistem Besi-Karbon) Nurun Nayiroh, M.Si Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING, MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN

Lebih terperinci

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760 Syaiful Rizal 1) Ir.Priyagung Hartono 2) Ir Hj. Unung Lesmanah.MT 3) Program Strata Satu Teknik Universitas

Lebih terperinci

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN

Simposium Nasional RAPI XII FT UMS ISSN PENGARUH PENGELASAN GAS TUNGTEN ARC WELDING (GTAW) DENGAN VARIASI PENDINGINAN AIR DAN UDARA PADA STAINLESS STEEL 304 TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN UJI IMPACT Agus Sudibyo

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Sasi Kirono,Eri Diniardi, Isgihardi Prasetyo Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Salah satu

Lebih terperinci

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA Ahmad Supriyadi & Sri Mulyati Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto, SH.,

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) HEAT TREATMENT PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Proses laku-panas atau Heat Treatment kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C Syaifudin Yuri, Sofyan Djamil dan M. Sobrom Yamin Lubis Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail:

Lebih terperinci

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Materi ini membahas tentang proses perlakuan panas pada baja. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan defenisi dari proses

Lebih terperinci

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya KLASIFIKASI BAJA KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA L U K H I M U L I A S 1 Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya 1) BAJA PEGAS Baja pegas adalah baja karbon yang mengandung 0,5-1,0% karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada bidang metalurgi, terutama mengenai pengolahan baja karbon rendah ini perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena erat dengan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN BAB III PROSEDUR PENELITIAN III.1 Umum Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi aditif (additive) yang efektif dalam pembuatan keramik

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM Pengertian perlakuan panas ialah suatu cara yang mengakibatkan perubahan struktur bahan melelui penyolderan atau penyerapan panas : dalam pada itu bentuk bahan tetap

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM

PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM PENGARUH ANNEALING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAHAT HSS DENGAN UNSUR PADUAN UTAMA CROM Bibit Sugito Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat II TINJAUAN PUSTAKA A. Heat Treatment Proses perlakuan panas (Heat Treatment) adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E Mochammad Ghulam Isaq Khan 2711100089 Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.Sc. Wikan Jatimurti

Lebih terperinci

11-12 : PERLAKUAN PANAS

11-12 : PERLAKUAN PANAS 11-12 : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan material yang terkontrol dengan maksud merubah sifat fisik untuk tujuan tertentu. Secara umum proses perlakuan panas adalah

Lebih terperinci

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN :

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN : PEMANFAATAN CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI ALTERNATIF CARBURIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING BAJA KARBON RENDAH ST.37 Saparin Jurusan Teknik Mesin, Universitas Bangka Belitung Kampus Terpadu Desa Balun Ijuk

Lebih terperinci

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal. Teknologi proses produksi secara umum : - Serbuk dipadatkan (di compressed/

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT TUGAS PENGETAHUAN BAHAN ALAT DAN MESIN FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT Oleh: RENDY FRANATA (1014071009) TIA YULIAWATI (1014071052) JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening),

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Sasi Kirono, Azhari Amri Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak:

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR II.1 LOGAM BUSA II.1.1 Definisi Logam Busa Logam busa atau yang dikenal dengan istilah Metal Foam merupakan suatu Advance Material yang memiliki struktur berongga pada material logam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

PERBEDAAN STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, DAN KETANGGUHAN BAJA HQ 705 BILA DIQUENCH DAN DITEMPER PADA MEDIA ES, AIR DAN OLI

PERBEDAAN STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, DAN KETANGGUHAN BAJA HQ 705 BILA DIQUENCH DAN DITEMPER PADA MEDIA ES, AIR DAN OLI PERBEDAAN STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, DAN KETANGGUHAN BAJA HQ 705 BILA DIQUENCH DAN DITEMPER PADA MEDIA ES, AIR DAN OLI Darmawi, (1) M. Amin Indra Putra (1) (1) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS KOMPONEN STUD PIN WINDER BAJA SKD-11 YANG MENGALAMI PERLAKUAN PANAS DISERTAI PENDINGINAN NITROGEN Naskah Publikasi ini disusun guna memenuhi Tugas

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA 28 Prihanto Trihutomo, Analisa Kekerasan pada Pisau Berbahan Baja Karbon Menengah.. ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

BAB VIII LOGAM BESI METAL FABRI CATION TECHNIQUES SAND DIE

BAB VIII LOGAM BESI METAL FABRI CATION TECHNIQUES SAND DIE BAB VIII LOGAM BESI PABRIKASI LOGAM METAL FABRI CATION TECHNIQUES FORMING OPERATIONS CASTING LAIN-LAIN FORGING EXTRUSION SAND INVESTMENT POWDER METALLURYGY WELDING ROLLING DRAWING DIE Forming operation

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS SEBELUM DAN SESUDAH PENEMPERAN TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA PERKAKAS HSS

ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS SEBELUM DAN SESUDAH PENEMPERAN TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA PERKAKAS HSS ANALISA PENGARUH PERLAKUAN PANAS SEBELUM DAN SESUDAH PENEMPERAN TERHADAP NILAI KEKERASAN PADA BAJA PERKAKAS HSS Anjar Asmara* * Abstract The purpose of this research is to understand the effect of heat

Lebih terperinci

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR MODEL PRAKTIKUM : HARDENABILITY TANGGAL PRAKTIKUM : 11 DESEMBER 2016 NAMA ASISTEN : ENGKOS NAMA PRAKTIKAN : TIO ERWINSYAH NIM/KELOMPOK : 2112162033/5 KELAS : EKSTENSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logam mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, hampir semua kebutuhan manusia tidak lepas dari unsur logam. Karena alat-alat yang digunakan manusia terbuat

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA Laporan Tugas Akhir Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT. Oleh: RICKY RISMAWAN : DADAN SYAEHUDIN :022834

LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT. Oleh: RICKY RISMAWAN : DADAN SYAEHUDIN :022834 LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT Oleh: RICKY RISMAWAN : 020571 DADAN SYAEHUDIN :022834 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MERCU BUANA

UNIVERSITAS MERCU BUANA BAB II DASAR TEORI 2.1. Perlakuan Panas Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu, yang dimaksud

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL Balkhaya 2114201007 Dosen Pembimbing Suwarno, ST., M.Sc., Ph.D. LATAR BELAKANG Alat potong bidang pertanian

Lebih terperinci