BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan. 1 Kebudayaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan. 1 Kebudayaan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kebudayaan. 1 Kebudayaan tersebut tersebar di berbagai daerah, salah satunya ada di pulau Jawa. Salah satu bentuk kebudayaan yang terdapat di pulau Jawa adalah kebudayaan Jawa. Pada masa kerajaan Mataram (abad 17 M) daerah Jawa dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu negarigung, mancanegari, dan pesisiran. Negarigung ialah wilayah yang menjadi pusat pemerintahan Mataram, (Yogyakarta dan Solo). Sebagai ibukota kerajaan, keduanya disebut sebagai Kota Negari (Kotanegara) tetapi sebagai kawasan pemerintahan, keduanya disebut sebagai daerah Negarigung. Perbedaan antara keduanya adalah soal istilah kepemimpinan yaitu Yogya dipimpin oleh seorang sultan sementara Solo dipimpin oleh seorang sunan. Baik istilah sultan maupun sunan keduannya adalah peminjaman dari sistem pemerintahan Islam. Oleh karena itu, pembagian pemerintahan Mataram tersebut terjadi setelah mengenal peradaban Islam (Thohir, 2006: 39). 1 Menurut Koentjaraningrat kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan: hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari budi daya yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa, karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu (Koentjaraningrat, 1979: 181).

2 2 Daerah-daerah yang ada di sekitar atau di luar kerajaan tetapi masih menjadi bagian kekuasaannya, disebut wilayah mancanegari. Dalam arti politik, daerah mancanegari merupakan daerah-daerah yang dipimpin oleh residen (bupati) yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram dan dalam arti kebudayaan, memiliki kemiripan dengan kebudayaan Jawa Negarigung tetapi dari segi kualitas peradabannya termasuk Tradisi Kecil sehingga tidak sehalus peradaban kraton. Sedangkan kebudayaan pesisiran merupakan kebudayaan yang hidup di sepanjang daerah pantai utara Jawa atau yang lebih dikenal dengan sebutan masyarakat pesisir atau orang pesisir 2 (Thohir, 2006: 39-40). Tradisi yang berkembang dan terkenal di daerah pesisir utara (Pemalang) ialah Tradisi baritan (selanjutnya disingkat TB). TB merupakan tradisi sedekah laut yang dilakukan oleh masyarakat Asemdoyong, Pemalang. Tradisi sedekah laut diharapkan bisa membuat kehidupan masyarakat (pelaku tradisi) berpenghasilan lebih melimpah dan terhindar dari segala musibah. 3 Upacara rakyat dalam hal ini TB dilakukan dan disebarkan secara turun temurun dari generasi satu ke generasi selanjutnya, sehingga menjadi sebuah tradisi 4 di dalam masyarakat. 2 Untuk kawasan pantai utara Jawa, mereka yang disebut orang pesisir adalah masyarakat Jawa yang tinggal di sepanjang daerah Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Lasem, Tuban, Sedayu, Gresik, Surabaya, dan Cengkal Sewu yang umumnya bersifat terbuka, lugas, dan egaliter (Thohir, 2006: 39). 3 Menurutt (Purwasita, 2003) tradisi merupakan adat kebiasaan yang diproduksi oleh suatu masyarakat berupa aturan atau kaidah yang biasanya tidak tertulis tetapi dipatuhi oleh masyarakat berupa petunjuk perilaku yang harus dan atau sebaliknya dilakukan, atau apa yang harus dan sebaiknya tidak dilakukan berupa tabu-tabu (larangan). Sedangkan bagi yang melanggar kaidah tersebut akan mendapatkan sanksi-sanksi yang biasanya bersifat sanksi sosial. 4 Tradisi dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang secara historis keberadaanya dan keberlangsungannya bersifat turun-temurun. Tradisi masyarakat dapat berupa adat atau budaya masyarakat setempat (Koentjaraningrat, 1994: 9).

3 3 Kajian terhadap upacara sedekah laut masyarakat Asemdoyong merupakan kajian pada ranah folklor. 5 Jan Harold Brundvand dalam Danandjaja (1984), menggolongkan folklor berdasarkan tipenya menjadi 3, yaitu : folklor lisan (verbal folklore); folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); dan folklor bukan lisan (non verbal folklore). Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan. Bentuk folklor lisan misalnya bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, prosa rakyat, dan nyanyian rakyat. Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, misalnya kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, dan pesta rakyat. Sedangkan folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Berdasarkan penggolongan di atas, TB termasuk kategori folklor sebagian lisan yang berupa ritual upacara rakyat. Ada beberapa macam upacara rakyat dalam kehidupan masyarakat terutama masyarakat Jawa, antara lain yaitu : a. Upacara adat yang berhubungan dengan bulan, tahun dan peristiwa tertentu, misalnya upacara bersih desa, nyadran, syuranan, ruwatan, syawalan dan lain-lain. 5 Kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk berarti kolektif atau kebersamaan. Kata lore berarti tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Dengan demikian definisi folklor secara keseluruhan adalah tradisi kolektif sebuah bangsa yang disebarkan dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat, sehingga tetap berkesinambungan dari generasi ke generasi (Danandjaja, 1984: 2).

4 4 b. Upacara yang berhubungan dengan perjalanan hidup (daur hidup), misalnya upacara sebelum kelahiran, setelah kelahiran, dan kematian seseorang. c. Upacara yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan, misalnya membangun rumah, membuat jalan baru, membuat sumur, menanam padi, dan lain-lain. Dilihat dari waktu pelaksanaannya, TB dilaksanakan pada setiap bulan Syura 6 (Muharram). Bulan Muharram bagi sebagian umat Islam, disambut dengan berbagai macam aktifitas, misalnya berpuasa Syura, membagikan bubur Syura kepada para tetangga dan saudara, membagikan hasil panen atau melakukan tradisi lainnya. Hal ini karena masyarakat Islam meyakini adanya keutamaan dan keistimewaan pada bulan Muharram. Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan yang dinamakan bulan haram (Sitanggal: 1991: 397). Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt sebagai berikut yang artinya. Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS. At Taubah: 36). 6 Bulan Syura merupakan bulan pertama dalam perhitungan kalender Jawa dan Muharram bulan pertama juga dalam perhitungan kalender Islam (Hijriyah). Menurut (Pranoto dkk, 2009: ) dalam tahun Islam terdapat 12 bulan, yaitu Muharram (30 hari), Shafar (29 hari), Rabi ul Awal (30 hari), Rabi ul Akhir (23 hari), Jumadil Awwal (30 hari), Jumadil Akhir (29 hari), Rajab (30 hari), Sya ban (29 hari), Ramadhan (30 hari), Syawal (29 hari), Dzulqa idah (30 hari), Dzulhijjah (29 atau 30 hari).

5 5 Dengan melakukan sambutan/kegiatan-kegiatan tersebut di atas, berarti masyarakat Islam telah memuliakan bulan Syura sebagai sarana untuk memperbaiki diri (introspeksi), menambah amal baik, dan melakukan kegiatankegiatan positif menurut ajaran Islam. Rangkaian TB di Asemdoyong Pemalang berlangsung selama satu minggu menjelang tanggal 1 Syura. Acara puncak TB terjadi pada tanggal 1 Syura, sehingga masyarakat Asemdoyong menyebut TB sebagai tradisi syuranan. Di antara acara yang diselenggarakan untuk memeriahkan TB di Asemdoyong yaitu permainan sepak bola, pertunjukan wayang, dan pasar rakyat. Pada acara pelarungan dalam TB, perahu-perahu pengiring sesaji dihias indah untuk menarik perhatian pengunjung dan memeriahkan acara. TB di Asemdoyong Pemalang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Akan tetapi, TB sempat berhenti setelah kemerdekaan Republik Indonesia (RI), karena pada saat itu suasana politik kekuasaan masih bergejolak dan masyarakat Asemdoyong merasa belum aman jika melaksanakan TB. TB baru dilaksanakan kembali pada tahun TB muncul karena adanya keyakinan masyarakat nelayan bahwa di laut ada penguasa laut. 7 7 Kalau di pesisir laut kidul (Selatan), masyarakat menganut kepercayaan agama raja-raja, Kraton Jogja-Solo. Akan tetapi wiliyah pesisir (laut) utara, menganut kepercayaan Nabi Khidir., sebagai penguasa laut utara atau konsep islamisasinya. (Thohir dalam SemNas Dies Natalis FIB Undip ke- 46 Membangun Masyarakat Indonesia dalam Perspektif Kebudayaan Semarang, 27/10/11)

6 6 Berdasarkan pengamatan peneliti sampai saat ini, TB yang ada di Asemdoyong Pemalang belum diteliti. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya dokumentasi yang terkait dengan TB yang terdapat di masyarakat dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang. Selain itu, teks lisan TB menghadapi ancaman kepunahan. Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya masyarakat yang mengetahui sejarah TB. Penurunan cerita sejarah TB hanya terjadi pada saat upacara TB berlangsung. TB di Asemdoyong merupakan satu-satunya tradisi keagamaan yang menjadi ikon kota Pemalang. TB di Asemdoyong selalu dilaksanakan tiap tahun. Uraian di atas dijadikan dasar bagi peneliti untuk meneliti TB. Penelitian ini difokuskan untuk mendokumentasikan prosesi TB dan mengungkapkan resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap cerita TB. 2. Permasalahan 1. Bagaimana suntingan cerita lisan TB di Asemdoyong, Pemalang? 2. Bagaimana prosesi ritual TB di Asemdoyong, Pemalang? 3. Bagaimana resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap makna simbolik TB di Asemdoyong, Pemalang?

7 7 B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: a. Membuat suntingan cerita lisan TB di Asemdoyong, Pemalang. b. Membuat deskripsi prosesi ritual TB di Asemdoyong, Pemalang. c. Mengungkap resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap makna simbolik TB di Asemdoyong, Pemalang. C. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini meliputi, manfaat praktis dan teoritis. 1. Manfaat Praktis a. Dengan penelitian ini warisan budaya leluhur masyarakat Asemdoyong dapat terlindungi dari ancaman kepunahan dengan menjadikannya sebuah tulisan sehingga generasi berikutnya tahu bahwa TB sebagai bagian dari kebudayan mereka. 2. Manfaat Teoritis a. Diperoleh secara lengkap penyebaran dan resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap TB. D. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Sebelumnya Sejauh pengamatan penulis, TB di Asemdoyong Pemalang belum pernah diteliti. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukan data hasil penelitian TB di

8 8 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang. 8 Beberapa penelitian terdahulu yang berobjek sedekah laut di antaranya adalah: a. Mitos Masyarakat terhadap Cerita Rakyat tentang Sumur dan Sedekah Laut di kecamatan Sarang Kabupaten Rembang karya Dwi Sulistyorini (1999). Penelitian Dwi Sulistyorini menggunakan pendekatan kualitatif dan hasilnya berupa deskripsi cerita rakyat mengenai sebuah sumur yang dianggap keramat dan tradisi sedekah laut yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang. Akan tetapi, pada penelitiannya, skripsi Dwi tidak menganalisis objek penelitiannya dengan teori apapun. b. Praktek Tradisi Ritual Sedekah Laut di Kecamatan Juawana Kabupaten Pati (Tinjauan Teoligis) karya Evanulia ( 2005). 9 Penelitian tersebut berisi deskripsi praktik ritual sedekah laut pada masyarakat Juwana. Masyarakat Juwana Pati menganggap tradisi sedekah laut dipandang sakral sehingga mereka melaksanakannya setiap tahun. Mereka beranggapan bahwa jika telah melakukan tradisi sedekah laut, maka mereka akan merasa hidup menjadi aman, hasil panen melimpah dan terhindar dari bencana-bencana, serta terhindar dari gangguan makhluk gaib. 8 Peneliti melakukan survei langsung ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemalang (Rabu, 3/8/11). 9 Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang (

9 9 Sebaliknya, jika tidak menyelanggarakannya, mereka beranggapan akan mendapat bencana, gangguan makhluk gaib, dan hasil panen yang menurun. Fokus penelitian Evanulia, diarahkan pada dokumentasi acara dan ditinjau dari segi theologis dengan menggunakan metode kualitatif dan fenomenologi. Dari kajian teologis dititikberatkan pada rangkaian acara ritual-ritual sedekah laut yang semula dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam, kemudian mengalami proses akulturasi. Hasil simpulan dari penelitian tersebut ialah bahwa tradisi ritual sdekah laut di Juwana merupakan warisan budaya nenek moyang yang patut dilestarikan. Tradisi sedekah laut ini sudah ada sebelum masuknya penyebaran agama Islam di Pati. Tradisi ini juga termasuk hasil akulturasi kebudayaan Islam. Bagi masyarakat Pati, tradisi sedekah laut ini berfungsi mewujudkan dan menumbuhkan solidaritas di antara warga masyarakat, karena mereka secara bersama-sama melakukan tradisi sedekah laut. Pada penelitian ini objek kajian dianalisis dari segi struktural atau deskripsi saja. c. Perbedaan Sikap dalam Tradisi Sedekah Laut di Masyarakat Pesisir Teluk Penyu Cilacap karya Muliana Dewi (2009). 10 Pada penelitian tersebut, Muliana Dewi mendeskripsikan perbedaan sikap masyarakat dalam menanggapi tradisi sedekah laut dengan tinjauan 10 Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. (

10 10 psikologi. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di desa Cilacap, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap. Sampel dalam penelitian adalah masyarakat di empat RT (RT 02, RT 05, RT 07, dan RT 14) dari 87 kelompok RT. Metode pengumpulan data menggunakan skala yaitu skala sikap tradisi sedekat laut. Hasil dari penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan sikap terhadap tradisi sedekah laut, antara masyarakat yang berpendidikan rendah dengan masyarakat berpendidikan tinggi; antara masyarakat nelayan dengan masyarakat bukan nelayan; dan antara kaum muda dengan kaum tua. Penelitian ini memfokuskan pada aspek kajian psikologi masyarakat di desa Cilacap terhadap tradisi sedekah laut, bukan fokus pada esensi ritual tradisi sedekah laut. d. Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Tradisi Upacara Sedekah Laut di Pantai Teluk Penyu Kabupaten Cilacap karya Atiq Murtadlo (2010). 11 Penelitian ini terfokus pada akulturasi Islam dan budaya lokal dalam upacara sedekah laut yang ada di Cilacap. Teori yang digunakan adalah teori akulturasi yang dapat diartikan sebagai masuknya nilai-nilai budaya asing ke dalam budaya lokal tradisional. Keduanya saling bertemu, budaya luar mempengaruhi budaya lokal yang telah mapan untuk menuju suatu keseimbangan. Dalam hal ini budaya luar atau asing adalah budaya Islam. 11 Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

11 11 Hasil dari penelitian ini adalah pertama, proses akulturasi Islam dan budaya lokal dalam pelaksanaan upacara sedekah laut, berawal dari dakwah Haji Hasan Masnawi, dia terlibat langsung dalam pelaksanaan upacara sedekah laut dan mendapat dukungan penuh dari bupati Cilacap. Sebagian besar masyarakat Cilacap menerima adanya proses akulturasi ini, karena pada masa itu sebenarnya masyarakat Cilacap sudah banyak yang beragama Islam. Kedua, nilai-nilai Islam yang terkandung dalam upacara sedekah laut adalah nilai aqidah seperti adanya pembacaan kalimat syahadat, nilai ibadah seperti adanya pembacaan doa selamat, dan nilai akhlak seperti kebersamaan dalam menjaga kebersihan. Masyarakat Islam Cilacap merespon baik upacara sedekah laut dengan harapan dalam pelaksanaan upacara sedekah laut, tidak terdapat nilai-nilai yang berbenturan dengan kaidah Islam. Sebaliknya, masyarakat Cilacap yang beragama Islam lemah, merespon secara negatif, karena mereka menginginkan keutuhan dan kemurnian pelaksanaan upacara sedekah laut. Sedangkan bagi masyarakat non-islam merespon secara positif, karena sebenarnya mereka juga tidak setuju dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Penelitian-penelitian tersebut di atas sebagian besar hanya mengkaji tradisi sedekah laut dari segi struktural tanpa dianalisis secara mendalam. Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti akan menyajikan deskripsi upacara TB yang

12 12 lengkap disertai tanggapan masyarakat terhadap makna simbolik TB sehingga tujuan untuk mengungkap makna TB bagi masyarakat dapat tercapai. 2. Landasan Teori Teori dibutuhkan sebagai pegangan-pegangan pokok secara umum. Teori adalah pendapat yang berdasarkan pada penelitian dan penemuan yang didukung oleh data dan argumen: asas atau hukum umum yang menjadi dasar suatu ilmu pengetahuan. Teori digunakan untuk menganalisis objek penelitian. Tanpa teori penelitian tersebut hanya menjadi pengetahuan tentang seperangkat fakta saja, tetapi tidak ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1997: 10). Teori adalah seperangkat penjelasan logis yang mempunyai nilai-nilai keilmiahan untuk memahami permasalahan atau objek yang akan dikaji. Teori digunakan sebagai alat untuk mengungkap hubungan sebab-akibat antara gejalagejala sosial yang ada dengan permasalahan penelitian, termasuk terhadap data yang dikumpulkan. 12 Fokus kajian dalam penelitian ini adalah sebuah teks lisan cerita TB dan resepsi masyarakat terhadap prosesi jalannya TB dan makna simbolik TB. Jadi, teori yang digunakan dalam penelitian ini tidak hanya teori folklor, tetapi juga menggunakan teori resepsi sastra. Pengertian resepsi di sini ialah pandangan atau tanggapan masyarakat Asemdoyong terhadap cerita TB. 12 Bimbingan dengan dosen pembimbing 1 (Kamis, 8/12/12).

13 13 Dengan demikian, resepsi masyarakat akan ditandai oleh indikatorindikator sebagai berikut: (1) kemampuan masyarakat Asemdoyong menerima TB; (2) kemampuan masyarakat Asemdoyong memahami TB; dan (3) kemampuan masyarakat menceritakan kembali cerita TB. a. Teori Folklor Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-menurun (Danandjaja 1984 : 1). Folklor biasa disebut dengan tradisi lisan sebab pada umumnya penyebarannya dilakukan melalui tutur kata. Selanjutnya Danandaja menerangkan bahwa sebenarnya istilah tradisi lisan lebih sempit dari folklor. Tradisi lisan hanya mecakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat; sedangkan folklor lebih dari itu misalnya mencakup tarian dan arsitektur rakyat (Danandjaja, 1984 : 5). Ciri-ciri folklor yaitu: 1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya. 2) Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). 3) Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation), folklor dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian, perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan. 4) Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi. 5) Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.

14 14 6) Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. 7) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum 8) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. 9) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya (Danandjaja, 1997: 4). Berdasarkan ciri-ciri di atas, TB di Asemdoyong, Pemalang memiliki hampir semua ciri-ciri tersebut, yaitu penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, bersifat tradisional, ada dalam versi dan varian-varian yang berbeda, memiliki fungsi bagi masyarakat, dan menjadi milik bersama. Jan Harold Brunvand menggolongkan Folklor ke dalam tiga kelompok besar yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan (Danandjaja, 1997: 21). TB termasuk dalam kelompok Folklor sebagian lisan, yaitu upacara rakyat karena bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Unsur lisan TB terdapat pada narasi kelisanan yang penyebarannya dilakukan secara turun temurun secara lisan dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Sedangkan unsur bukan lisan terdapat pada perlengkapan dan benda-benda yang berhubungan dengan jalannya upacara TB. Dalam penelitian ini, teori folklor digunakan untuk mendeskripsikan cerita dan upacara TB di Asemdoyong, Pemalang, Jawa Tengah. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti melakukan observasi langsung ke tempat pelaksanaan

15 15 upacara TB dan mengikuti prosesi jalannya upacara tersebut. Untuk mengumpulkan teks cerita dilakukan dengan observasi, wawancara dan penyebaran kuesioner. Hasil wawancara yang telah direkam ditranskip ke dalam bentuk tulisan kemudian disusun menjadi struktur cerita. Upaya untuk mendapatkan tanggapan atau resepsi penikmat cerita terhadap TB dibutuhkan wawancara mendalam kepada sejumlah penutur (informan) terpilih, lalu melakukan analisis guna memperoleh satuan narasi yang lengkap. Setelah narasi lengkap tentang TB tersusun, berikutnya ditanyakan ulang kepada para informan untuk diketahui respesi mereka tehadap TB. b. Teori Resepsi Sastra Konsep dasar resepsi sastra secara singkat dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Pembaca selaku pemberi makna adalah variabel menurut ruang, waktu dan golongan sosial budaya. Hal ini berarti bahwa karya sastra tidak sama pembacaan, pemahaman, dan penilaiannya sepanjang masa atau dalam seluruh golongan masyarakat tertentu. Menurut Jauss, apresiasi pembaca pertama terhadap sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya melalui tanggapan-tanggapan yang lebih lanjut dari generasi ke generasi (Jauss, 1982:12-13) Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan karya dengan seorang pembaca, elainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu (Ratna, 2004: 165).

16 16 Karya sastra (lisan maupun tulisan) bersifat dinamis. Karya sastra akan bermakna tergantung pembaca atau penerimanya. Junus menyebutkan (1985: 35) bahwa karya sastra baru mempunyai makna bila ia telah hidup dalam diri pembacanya. TB yang hidup dalam tradisi lisan bisa bertahan lama karena adanya tradisi yang dilakukan masyarakat Asemdoyong yaitu memperingati TB setiap tahun sebagai bentuk tanggapan masyarakat Asemdoyong terhadap TB (Endraswara, 2011: 122). Pada penelitian ini objek analisis adalah deskripsi cerita TB yang tergolong dalam kategori folklor. Sesuai dengan tingkat ingatan-ingatan perhatian warga terhadap TB, berkonsekuensi pada munculnya penggalan-penggalan cerita yang tidak lengkap. Dari sini penulis merangkainya menjadi cerita utuh. Setelah itu, ditanyakan tanggapan masyarakat. Dari sinilah teori resepsi sastra diaplikasikannya. Teori resepsi sastra ini dikategorikan pada kemampuan penerimaan yang mencakup kemampuan menerima, memahami dan menceritakan kembali cerita dan prosesi TB. Langkah-langkah penelitian resepsi sastra yang dilakukan secara eksperimenter (Teeuw, 1984) 14 adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan teks lisan yang terdapat di masyarakat (pembaca) dengan wawancara tak berstruktur untuk mendapatkan cerita yang utuh. 14 Bersifat eksperimental yaitu teks tertentu disajikan kepada para pembaca tertentu, baik secara individual, maupun secara berkelompok, agar mereka memberi tanggapan yang kemudian dianalisis dari segi tertentu. Penelitian semacam itu dapat dilakukan dengan daftar pertanyaan, kemudia jawaban para responden dianalisis secara siste,atik dan kuantitatif, dapat pula dipancing analisis yang tak terarah dan bebas, kemudian diberikan analisis kualitatif (Teww, 1984: ).

17 17 2) Pemberian daftar kuesioner kepada masyarakat Asemdoyong untuk menentukan variasi teks di masyarakat dan wawancara kepada tokoh masyarakat Asemdoyong untuk mendapatkan variasi teks. 3) Analisis cerita dengan teori resepsi sastra untuk mengetahui resepsi masyarakat terhadap cerita dan prosesi TB. E. Metode Penelitian Metode adalah cara atau jalan, yaitu cara kerja untuk memahami objek yang akan dijadikan bahan penelitian (Koentjaraningrat, 1985: 7). Sedangkan metode menurut (Potter dalam Thohir, 2007: 56) adalah alat, teknik-teknik untuk mengumpulkan data, teknik analisis, dan teknik menulis laporan. Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan penelitian dengan metode folklor yaitu pengumpulan data (inventarisasi), klasifikasi data (klasifikasi), dan analisis data. 1. Pengumpulan Data Data adalah bahan keterangan mengenai apa yang dialamai oleh individuindividu tertentu dari suatu warga dari suatu masyarakat yang sedang menjadi objek penelitian (Koentjaraningrat, 1977: 197) 15 Data diambil dari masyarakat yang dibatasi secara geografis dan kultural menjadi pemilih resepsi TB. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara kepada sejumlah informan, dan pengisian angket atau kuesioner dari sampel penelitian. 15 Menurut Harsono (1999: 78) data adalah segala keterangan atau informasi yang berkaitan dengan penelitian.

18 18 a. Populasi Populasi artinya keseluruhan objek yang akan diteliti (Harsono, 1999: 77). Populasi penelitian ini adalah masyarakat Asemdoyong yang dijadikan dua golongan yaitu: 1) Masyarakat Asemdoyong pada umumnya, hanya tahu TB secara umum. 2) Masyarakat Asemdoyong secara khusus, masyarakat yang tahu secara jelas tentang TB. Mereka adalah para sesepuh atau tokoh masyarakat Asemdoyong. b. Sampel Sampel merupakan bagian kecil yang memiliki kelompok. Sampel merupakan objek sesungguhnya dari penelitian (Koentjaraningrat, 1997: 98). Sampel data pada penelitian ini adalah bagian kecil dari populasi masyarakat Asemdoyong yang dijadikan objek penyebaran kuesioner. Sampel dipilih secara purposif (purposive sampling), 16 terdiri atas 30 responden dari jiwa penduduk Asemdoyong. Sampel dari 30 responden diambil berdasarkan klasifikasi usia, yaitu usia tahun diambil 10 responden, usia tahun diambil 10 responden, dan usia 45tahun ke atas diambil 10 responden Responden adalah individu yang diwawancarai untuk mendapatkan keterangan tentang diri pribadi, pendidirian atau pandangan dari individu yang diwawancara. Sedangkan informan adalah individu yang diwawancarai untuk mendapatkan keterangan dan data dari individu-individu tertentu untuk keperluan informasi (Koentjaraningrat, 1977: 163). 17 Sampling bertujuan atau purposive sampling adalah metode sampling dengan tujuan tertentu, untuk mendeskripsikan gejala sosial atau masalah sosial tertentu (Koentjaraningrat, 1977: 115). Dalam hal ini responden dipilih berdasarkan aspek pengetahuan, usia dan latar belakang.

19 19 Data penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan langsung, baik dalam bentuk observasi maupun wawancara kepada sejumlah narasumber yang meliputi cerita lisan TB, gambaran latar belakang sosial budaya lokasi penelitian, dan urutan jalannya TB. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapat di luar data primer yaitu data dari buku, jurnal, surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan objek penelitian. Data primer diperoleh melalui tiga cara, yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tak berstruktur 18 pada masyarakat Asemdoyong, observasi dengan cara memantau langsung prosesi TB, dan dokumentasi berupa foto dan video dari panitia atau peneliti TB. Teknik wawancara penelitian terbagi dalam dua cara yaitu wawancara berstruktur (daftar pertanyaan yang sudah ditentukan) dan wawancara tidak berstruktur (pertanyaan fleksibel, kondisional, sesuai kondisi saat wawancara). Kemudian dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner. 19 Selain cara-cara tersebut di atas, peneliti juga mengumpulkan data tertulis mengenai gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh secara langsung dari Kantor Kelurahan Asemdoyong. 18 Wawancara berstruktur (closed interview) adalah wawancara yang terdiri dari pertanyaanpertanyaan yang bentuknya sedemikian rupa sehingga kemungkinan jawaban dari responden atau informan amat terbatas, cenderung menjawab ya atau tidak. Wawancara tak berstruktur (open interview) memungkinkan jawaban dari responden atau informan lebih luas, tidak terbatas pada jawaban ya atau tidak (Koentjaraningrat, 1977: 175) 19 Kuesioner adalah sutau daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal atau dalam suatu bidang. Kuesioner dimaksudkan sebagai suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban-jawaban dari para responden {orang-orang yang menjawab} (Koentjaraningrat, 1977: 215).

20 20 Responden dipilih dan diklasifikasikan berdasarkan empat kriteria yaitu usia, pendidikan, budaya dan status kependudukan. Klasifikasi tersebut di atas dibuat berdasarkan penguasaan cerita, kemampuan menuturkan cerita dan kemampuan berkomunikasi. Dengan kriteria tersebut diharapkan mewakili tanggapan masyarakat Asemdoyong terhadap TB sehingga akan didapatkan informasi yang bervariasi dan memperkaya cerita yang tersimpan dalam memori masyarakat Asemdoyong tentang TB. Berikut rincian data primer yang diperoleh: 1) Data yang dikumpulkan dari teknik wawancara 20 berstruktur dan tidak berstruktur adalah: (a) Teks lisan cerita TB. (b) Tanggapan tokoh masyarakat Asemdoyong terhadap TB. 2) Data yang dikumpulkan menggunakan metode observasi adalah: (a) Kondisi sosial geografis Desa Asemdoyong, Pemalang. (b) Urutan prosesi TB. 3) Data berupa dokumentasi (foto dan video) dari panitia atau peneliti TB Asemdoyong, Pemalang. 20 Wawancara adalah suatu proses yang mengharuskan penafsiran dan penyesuaian terus menerus. Wawancara adalah salah satu cara untuk mencari fakta dengan meminjam indera (mengingat dan merekontruksi) sebuah peristiwa, mengutip pendapat narasumber. Kunci wawancara yang baik adalah memungkinkan narasumber mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan, bukan memikirkan apa yang mau dikatakan (Hikmat dan Purnama, 2009: 189).

21 21 2. Klasifikasi Data Data dan informasi yang telah diperoleh dari wawancara berwujud narasi atau cerita, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian. Pengklasifikasian dibagi berdasarkan perbedaan keutuhan cerita dari masing-masing cerita dengan kategori lengkap dan tidak lengkap. Fungsi dari pengklasifikasian tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana masyarakat yang bersangkutan menerima dan memahami makna cerita yang terkandung dalam TB. 3. Analisis Data Setelah semua data diperoleh dan diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, langkah selanjutnya adalah penganalisisan dengan menggunakan teori folklor dan teori resepsi sastra. Dengan memadukan teori-teori tersebut karena keduannya relevan dengan materi objek kajian yaitu tentang TB (folklor) sehingga inti dibalik makna TB dapat terungkap.

22 22 E. Sistematika Penulisan Penyajian hasil laporan menggunakan metode deskriptif, yaitu menggambarkan hasil analisis objek dengan sebenarnya, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, terdiri atas latar belakang dan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kondisi sosial geografis Desa Asemdoyong Pemalang terdiri atas kondisi geografis dan kondisi lingkungan sosial, mencakup deskripsi penduduk, mata pencaharian, pendidikan, dan agama. Bab III Deskripsi TB di Asemdoyong Pemalang Bab IV Analisis resepsi masyarakat Asemdoyong terhadap TB. Bab V Penutup, yang meliputi simpulan dan saran.

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi 1) Repustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Objek kajian karya sastra dapat berupa karya sastra tulis maupun sastra lisan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Objek kajian karya sastra dapat berupa karya sastra tulis maupun sastra lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Objek kajian karya sastra dapat berupa karya sastra tulis maupun sastra lisan. Sastra tulis adalah sastra yang teksnya berisi cerita yang sudah ditulis atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam adat dan kebudayaan yang berbeda, karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata

BAB II KAJIAN TEORI. Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Folklor Kata folklor berasal dari bahasa Inggris, yaitu folklore. Dari dua kata dasar, yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes (Danandjaja, 2007: 1-2), folk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda,

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda, 5 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Semiotik Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari tanda, lambang, maupun simbol-simbol. Tanda, lambang, dan simbol-simbol tersebut dapat kita

Lebih terperinci

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Modul ke: Folklore Fakultas 03FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta Mandra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang,

BAB I PENDAHULUAN. Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenangsenang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Menurut Nugroho, 2005:1, bahwa permainan

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi menyambut bulan Suro merupakan hal yang sudah menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di Jawa maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan. Upacara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai banyak kelebihan. Inilah yang disebut potensi positif, yakni suatu potensi yang menentukan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerita rakyat adalah salah satu budaya Indonesia yang menambah keragaman budaya di negeri kita dan patut dilestarikan. Setiap daerah di Indonesia pada umumnya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen Oleh: Mentari Nurul Nafifa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa mentarinurul.93@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Oleh : Ahmad Muhlasin program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa a_muhlasin@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang memiliki kekayaan budaya, bahasa, cara hidup, dan tradisi. Tradisi di Indonesia terdiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Untuk mencapai hasil penelitian yang objektif penulis berusaha menjelaskan variabel-variabel atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan penelitian ini. Variabel variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebudayaan antik (antiquarian) Inggris memperkenalkan istilah folklor ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Folklor merupakan khazanah sastra lama. Salah satu jenis folklor adalah cerita rakyat. Awalnya cerita rakyat merupakan cerita lisan yang dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Ketokohan Ki Gede Sebayu sebagai pendiri Tegal memang sudah tersohor

Lebih terperinci

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Budaya lahir dan dibentuk oleh lingkungannya yang akan melahirkan berbagai bentuk pola tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Berbicara tentang kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Dewan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Dewan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi secara garis besar adalah suatu budaya dan adat istiadat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

TAMAN BUDAYA PESISIR UTARA JAWA TENGAH DI SEMARANG

TAMAN BUDAYA PESISIR UTARA JAWA TENGAH DI SEMARANG P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN BUDAYA PESISIR UTARA JAWA TENGAH DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Modul ke: 03 Primi Fakultas FTPD ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Vernakular dalam Arsitektur Tradisional Artiningrum Program Studi Teknik Arsitektur Tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio, yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan sebagai objek wisata. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

BAB V UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DI SEKOLAH. Pada bagian ini membahas tentang upaya pelestarian kau kaudara yang

BAB V UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DI SEKOLAH. Pada bagian ini membahas tentang upaya pelestarian kau kaudara yang 175 BAB V UPAYA PELESTARIAN NYANYIAN RAKYAT KAU-KAUDARA DI SEKOLAH A. Pengantar Pada bagian ini membahas tentang upaya pelestarian kau kaudara yang dapat dilakukan di sekolah, antara lain (1) nyanyian

Lebih terperinci

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI)

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) Oleh: Yuli Ernawati program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Yuli.erna13@yahoo.com Abstrak:Rumusan

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Oleh : Muhamad Arif Susanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa MuhamadArif347@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teks sastra adalah teks artistik yang disusun dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pandangan sosiolinguistik menyebutkan bahwa bahasa lahir di dalam masyarakat. Melalui media bahasa, sebuah kebiasaan lisan terbentuk secara turun temurun di dalam masyarakat,

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,

Lebih terperinci

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi

TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI. Inka Septiana. Sosiologi Antropologi TRADISI METHIL SEBAGAI SALAH SATU WARISAN KEARIFAN LOKAL DI DESA KARANGMALANG KECAMATAN KASREMAN KABUPATEN NGAWI Inka Septiana Sosiologi Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Culture

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Negara Indonesia adalah Negara yang beranekaragam, baik

Lebih terperinci