ANALISIS KELAYAKAN USAHA MIE MENTAH JAGUNG (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN USAHA MIE MENTAH JAGUNG (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat)"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN USAHA MIE MENTAH JAGUNG (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MEGA ARI SURYANI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

2 RINGKASAN MEGA ARI SURYANI. Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA). Indonesia dengan kekayaan sumber daya alamnya yang besar memiliki aneka jenis pangan sumber karbohidrat, beberapa di antaranya seperti, beras, ubi kayu, sagu, dan jagung. Namun pada kenyataannya, sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yaitu beras. Salah satu bahan pangan alternatif non beras yang berpotensi dikembangkan di Indonesia yaitu jagung. Jagung dapat dikonsumsi secara langsung maupun diolah menjadi aneka panganan olahan. Salah satu produk olahan jagung yang disukai masyarakat yaitu mi jagung. Mi merupakan makanan pokok selain beras yang biasanya terbuat dari tepung terigu. Produk mi yang beredar di pasar hampir seluruhnya menggunakan bahan baku tepung terigu dari gandum yang merupakan produk impor. Jika ketergantungan Indonesia terhadap tepung terigu tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan membahayakan ketahanan pangan Indonesia. Jagung dapat digunakan sebagai subtitusi bagi industri mi pengguna terigu. Salah satu pengrajin mi di Kota Bogor yang berencana mengembangkan produk mi mentah jagung yaitu Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengkaji kelayakan aspek non finansial usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen di lokasi penelitian berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, dan aspek hukum; 2) Menganalisis kelayakan finansial usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen; dan 3) Menganalisis switching value usaha mi mentah jagung terhadap kenaikan harga input dan penurunan produksi output. Penelitian dilakukan di Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan pada bulan April Mei Data primer yang terkumpul diperoleh melalui wawancara dengan Bapak Sukimin selaku pemilik usaha, karyawankaryawan Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin, dan pemasok. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dari beberapa buku, skripsi, artikel-artikel terkait yang diperoleh dari internet, dan pengolahan data-data yang didapat dari dinasdinas terkait. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengkaji aspek-aspek nonfinansial yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, dan aspek hukum. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha mi mentah jagung. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial berupa NPV, IRR, Net B/C, Payback period, dan analisis switching value. Usaha pembuatan mi mentah jika dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial dan lingkungan layak untuk diusahakan. Namun dari aspek manajemen, usaha pembuatan mi mentah belum layak karena belum memiliki pembukuan dan pencatatan yang jelas atas segala transaksi bisnis yang dilakukan. ii

3 Selain itu dari aspek hukum, usaha ini belum memiliki perizinan dari pihak manapun sehingga dinilai belum layak karena tidak memiliki kekuatan secara hukum. Hasil perbandingan analisis finansial usaha mi mentah terigu, mi mentah jagung 30 persen, dan mi mentah jagung 100 persen menunjukkan bahwa dari ketiga jenis usaha, usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen merupakan usaha yang paling layak diusahakan. Nilai NPV usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen yang diperoleh sebesar Rp lebih besar dibandingkan usaha pembuatan mi mentah terigu maupun mi mentah jagung 30 persen, sehingga usaha mi mentah jagung 100 persen memberikan manfaat bersih yang lebih besar daripada usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Nilai Net B/C yang diperoleh juga lebih tinggi yaitu sebesar 3,96. Tingkat pengembalian investasi juga berbeda cukup besar pada tingkat diskonto 7,47 persen. Namun, nilai IRR yang diperoleh usaha mi mentah terigu memiliki nilai paling besar dibandingkan kedua usaha yang lain yaitu 39,06 persen. Nilai payback period usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen memiliki nilai lebih kecil daripada usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 100 persen. Hal ini berarti waktu yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran investasi adalah paling singkat dibandingkan umur proyek. Maka, usaha mi jagung 30 persen lebih layak untuk diusahakan dari segi nilai payback period. Hal ini berdasarkan kriteria investasi secara keseluruhan, usaha mi mentah jagung 100 persen merupakan usaha yang paling layak untuk diusahakan karena memiliki nilai NPV dan IRR yang paling besar. Analisis switching value pada ketiga usaha menunjukkan bahwa perubahan yang diakibatkan penurunan penjualan berpengaruh paling besar terhadap kelayakan usaha dibandingkan dengan perubahan lainnya. Perubahan penurunan penjualan pada ketiga usaha berkisar antara persen. Perubahan ini lebih kecil dibandingkan perubahan peningkatan harga bahan baku tepung yang berkisar antara persen. Sedangkan untuk perubahan yang terjadi karena kenaikan harga bahan baku tepung menjadi variabel yang kurang berpengaruh terhadap proyeksi aliran kas. iii

4 ANALISIS KELAYAKAN USAHA MIE MENTAH JAGUNG (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat) MEGA ARI SURYANI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat) : Mega Ari Suryani : H Disetujui, Pembimbing Dra. Yusalina, MSi NIP Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus: v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Mega Ari Suryani H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 17 April Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suparto Kimin dan Ibu Sukatmi. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kebon Pedes I Bogor dan lulus pada tahun Sekolah menengah pertama dilalui penulis di SMPN 5 Bogor dan lulus pada tahun Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 2 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK/ USMI sebagai mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kepanitiaan dan organisasi. Penulis menjadi anggota vocal group COAST FEM (2009) dan menjadi ketua vocal group COAST FEM (2010). Kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis yaitu panitia fieldtrip AGB 44 Goes to Garut-Tasikmalaya sebagai divisi Dokumentasi (2010), panitia Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen ORANGE FEM 2009 sebagai divisi Medis (2009), dan kepanitiaan lainnya. vii

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung (Studi Kasus: Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor, Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha pembuatan mi berbahan baku tepung jagung, baik mi jagung 30 persen maupun mi jagung 100 persen. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instiut Pertanian Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama penelitian berlangsung. Bogor, Oktober 2011 Mega Ari Suryani viii

9 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh berbagi pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Amzul Rifin, SP., MA. selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. 3. Siti Jahroh, Ph. D. selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Agribisnis pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, arahan, waktu, nasihat, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan di Departemen Agribisnis. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Agribisnis atas, terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 6. Pemilik UKM Mi Ayam yaitu Bapak Sukimin beserta keluarga dan seluruh karyawan atas kesediaan menjadi tempat penelitian penulis, atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 7. Bapak dan Mama yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tiada henti kepada penulis, I dedicated this for both of you. Serta adikadik tercinta Ibnu dan Novelia yang selalu menyemangati dan mendukung penulis. Kalian merupakan sumber semangat dan motivasi terbesarku. Semoga skripsi ini dapat menjadi persembahan terbaik. 8. Keluarga besar baik dari pihak Bapak maupun Mama, yang telah memberikan cinta, kasih sayang serta dukungan selama penyelesaian skripsi. 9. Saudari Leni Nurul Apriyani selaku pembahas seminar atas masukan dan saran yang telah diberikan. ix

10 10. Sahabat-sahabat terbaikku selama di Agribisnis, Anita, Asti, Nunu, Pipito, dan Tari. Terima kasih atas segala bantuan, diskusi, doa, dan dukungan kalian selama ini. Semoga persahabatan kita akan terus terjalin. 11. Teman-teman satu bimbingan skripsi Tia, Leni, dan Adi yang telah berbagi baik suka maupun duka selama penyusunan skripsi. 12. Teman-teman selama Gladikarya di Cibinong, Fia, Feby, Mahardi, dan Ganjar, terima kasih atas kebersamaan, kenangan, keceriaan yang kita lalui bersama selama mempelajari komoditi ikan hias. 13. Teman-teman Agribisnis 44, terimakasih atas semangat, dukungan, keceriaan, dan kebersamaan selama ini. AGB, Growing The Future!! 14. Teman-teman keluarga besar Agribisnis 43 dan 45, terima kasih atas dukungan semangat yang telah memotivasi penulis. 15. Teman-teman satu kursus Bahasa Korea di UPTB-IPB, Kak Rani, Anisa, Nita, dan teman-teman lain, terima kasih atas dukungan semangat selama ini. 16. Teman-teman sekamar saat TPB, Hana dan Mar ah, terima kasih atas dukungan yang telah diberikan. 17. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Bogor, Oktober 2011 Mega Ari Suryani x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup.. Halaman xiv xvi xvii II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras Teknologi Pembuatan Mi Pembuatan Mi secara Umum Teknologi Mi Jagung Analisis Kelayakan Usaha Produk Pangan Olahan... III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Studi Kelayakan Proyek Aspek Kelayakan Proyek Analisis Kelayakan Investasi Analisis Switching Value Laporan Laba Rugi Kerangka Pemikiran Operasional... IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Metode Analisis Data Analisis Kelayakan Finansial Analisis Sensitivitas Laporan Laba Rugi Asumsi-asumsi yang Digunakan dalam Penelitian... V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Berdirinya Perusahaan Profil Perusahaan Deskripsi Usaha. VI. ANALISIS NONFINANSIAL xi

12 6.1. Aspek Pasar Permintaan Penawaran Bauran Pemasaran Hasil Analisis Aspek Pasar 6.2. Aspek Teknis Lokasi Usaha Bahan Baku dan Peralatan Kapasitas Produksi Teknologi yang Digunakan Proses Produksi Layout Bangunan Hasil Analisis Aspek Teknis Aspek Manajemen Hasil Analisis Aspek Manajemen Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan Hasil Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan 6.5. Aspek Hukum Badan Hukum Perizinan Hasil Analisis Aspek Hukum VII. ANALISIS FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Usaha Mi Mentah Terigu Analisis Inflow Usaha Mi Mentah Terigu Analisis Outflow Usaha Mi Mentah Terigu Analisis Finansial Usaha Mi Mentah Terigu Analisis Switching Value Usaha Mi Mentah Terigu Laporan Laba Rugi Usaha Mi Mentah Terigu Analisis Aspek Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Analisis Inflow Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Analisis Outflow Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Analisis Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Analisis Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Laporan Laba Rugi Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Analisis Aspek Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis Inflow Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis Outflow Usaha Mi Mentah Jagung xii

13 Persen Analisis Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Laporan Laba Rugi Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis Perbandingan Usaha Mi Mentah Terigu, Mi Mentah Jagung 30 Persen, dan Mi Mentah Jagung 100 Persen VIII. KESIMPULAN SARAN 8.1. Kesimpulan 8.2. Saran V. DAFTAR PUSTAKA 104 VI. LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Konsumsi Jagung di Indonesia Tahun Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di 10 Provinsi Utama Penghasil Jagung di Indonesia Tahun Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Jagung untuk Provinsi Jawa Barat Tahun Kandungan Gizi Jagung Kuning Pipil dan Beras Perbandingan Nilai Energi Beberapa Bahan Pangan Pokok Perkembangan Konsumsi Mi Instan Indonesia Tahun Komposisi Kimia Tepung Jagung Varietas Pioneer Fungsi Alat-alat yang Digunakan dalam Produksi Mi Mentah Proyeksi Pendapatan Penjualan Usaha Mi Mentah Terigu per Tahun Nilai Sisa Barang-barang Investasi pada Usaha Mi Mentah Terigu Rician Biaya Operasional Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu Rincian Penerimaan Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung Substitusi Nilai Sisa Barang-barang Investasi pada Usaha Mi Mentah Jagung Substitusi Rincian Biaya Operasional Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung Substitusi.. 87 xiv

15 17. Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung Substitusi Proyeksi Pendapatan Penjualan Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen per Tahun Nilai Sisa Barang-barang Investasi pada Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Rincian Biaya Operasional Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 Persen Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 persen Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah Perbandingan Nilai Switching Value pada Ketiga Jenis Usaha Perbandingan Keuntungan yang Diperoleh dari Ketiga Jenis Usaha 101 xv

16 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Proses Umum dalam Produksi Mi dan Bihun/Soun Grafik Hubungan antara NPV dan IRR Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung pada Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin Saluran Pemasaran Mi Mentah Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin Mesin Adonan dan Mesin Press Adonan Mesin Kukus Adonan (Steaming Box) Proses Pembuatan Mi Mentah Terigu Proses Pembuatan Mi Mentah Jagung 30 Persen Proses Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 Persen Layout Ruang Produksi Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin Tahun xvi

17 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuisioner Penelitian Penyusutan dan Nilai Sisa Usaha Mi Mentah Terigu Biaya Investasi Usaha Mi Mentah Terigu dan Mi Mentah Jagung 30 Persen Cashflow Usaha Mi Mentah Terigu Switching Value Usaha Mi Mentah Terigu - Peningkatan Harga Tepung Terigu sebesar 27,725 Persen Switching Value Usaha Mi Mentah Terigu - Penurunan Penjualan sebesar 16,536 Persen Laba Rugi Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu Penyusutan dan Nilai Sisa Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Cashflow Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen - Peningkatan Harga Tepung Terigu sebesar 42,891 Persen Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen - Penurunan Penjualan sebesar 17,907 Persen Laba Rugi Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 30 Persen Penyusutan dan Nilai Sisa Usaha Mi Jagung 100 Persen Biaya Investasi Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Cashflow Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen - Peningkatan Harga Tepung Jagung sebesar 59,051 Persen Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen - Penurunan Produksi sebesar 23,55 Persen Laba Rugi Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 Persen xvii

18 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan kekayaan sumber daya alamnya yang besar memiliki aneka jenis pangan sumber karbohidrat, beberapa di antaranya seperti, beras, ubi kayu, sagu, dan jagung. Namun pada kenyataannya, sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yaitu beras. Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras begitu tinggi sehingga ketika kebutuhan beras dalam negeri tidak tercukupi, Indonesia harus mengimpor beras dari luar negeri. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan bahan pangan impor lainnya dengan mencari alternatif bahan pangan lain yang dapat tumbuh di Indonesia. Kegiatan pencarian bahan pangan alternatif lain tersebut dikenal dengan diversifikasi pangan (Fadlillah 2005). Salah satu bahan pangan alternatif non beras yang berpotensi dikembangkan di Indonesia yaitu jagung. Jagung memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan di beberapa daerah di Indonesia digunakan sebagai makanan pokok. Selain itu, Budiyah (2004) menyatakan bahwa di Indonesia, jagung merupakan komoditas serelia utama setelah beras, sekaligus sebagai bahan baku sumber karbohidrat utama setelah beras. Jagung berperan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri dan pakan. Selain itu, jagung merupakan bahan pangan alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, substitusi bagi industri pengguna terigu dan konsumen berpangan pokok beras. Jagung merupakan salah satu palawija (tanaman pangan non-padi) yang paling utama dan banyak ditanam di Indonesia. Perkembangan konsumsi jagung di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat secara konsumsi total. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 1. 1

19 Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Jagung di Indonesia Tahun Konsumsi Industri Pangan Industri Pakan Total Tahun Ribu Persen Ribu Persen Ribu Persen Ribu Persen Ton Ton Ton Ton , , , , , , , , , , , , , , , , , , Sumber : Departemen Pertanian (2007) Tabel 1 menunjukkan bahwa selama periode , total penggunaan jagung untuk konsumsi rumah tangga terus menurun dari tahun ke tahun. Penurunan konsumsi jagung pada konsumsi rumah tangga kemungkinan besar disebabkan oleh pergeseran konsumsi jagung dalam bentuk olahan. Hal ini dapat dilihat dari nilai konsumsi jagung pada industri pangan yang terus meningkat dari tahun yang kemudian turun kembali di tahun Berlawanan dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi jagung pada industri pakan terus mengalami peningkatan pada tahun Dengan demikian, secara total dapat dikatakan konsumsi jagung terus meningkat. Seiring dengan perkembangan ekonomi, saat ini produksi jagung dalam negeri sangat ditentukan oleh produksi delapan propinsi sentra jagung di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo (Siregar 2009). Pada tahun 2010 posisi produksi jagung Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi jagung Indonesia berada pada posisi ke-6. Produksi jagung propinsi-propinsi sentra jagung di Indonesia berdasarkan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2. 2

20 Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di 10 Provinsi Utama Penghasil Jagung di Indonesia Tahun 2010 No. Provinsi Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kuintal/Ha) Produksi (Ton) 1 Jawa Timur , Jawa Tengah , Lampung , Sumatera Utara , Sulawesi , Selatan 6 Jawa Barat , Gorontalo , Nusa Tenggara , Timur 9 Sulawesi Utara , DI Yogyakarta , Sumber: Badan Pusat Statistik, Peningkatan produksi jagung juga dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan perkembangan produksi jagung di Jawa Barat sejak tahun Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Jagung untuk Provinsi Jawa Barat Tahun Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Produksi (Ton) , , , , , Sumber : Badan Pusat Statistik (2010) 2. Berdasarkan data Tabel 3 terlihat bahwa jumlah produksi jagung di Jawa Barat cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan pada luas panen dan produktivitas jagung di Jawa Barat. Produksi 1 [BPS] Badan Pusat Statistik [17 Maret 2011] 2 [BPS] Badan Pusat Statistik Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Jagung untuk Provinsi Jawa Barat Tahun [17 Maret 2011] 3

21 jagung yang terus meningkat ini menunjukkan bahwa jagung perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya agar dapat mendorong terciptanya diversifikasi pangan selain beras demi mencapai ketahanan pangan. Jagung berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan pokok pengganti beras. Hal ini karena kandungan gizi jagung dapat dikatakan setara dengan beras. Secara lengkap kandungan gizi jagung dan beras diperlihatkan dalam Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Gizi Jagung Kuning Pipil dan Beras Kandungan gizi Jagung Beras Energi (kal) Karbohidrat (gr/100 gr) Protein (gr/100 gr) Lemak (gr/100 gr) Ca (mg/100 gr) 9 6 P (mg/100gr) Fe (mg/100 gr) Sumber: Beti et al. (1990) dalam Kamsiati dan Purwandari (2005) 3. Selama ini, jagung hanya dikonsumsi tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Jika dikonsumsi langsung, jagung tidak memiliki nilai tambah. Nilai tambah di mata konsumen dapat dilakukan dengan cara mengolah jagung menjadi berbagai jenis produk olahan. Produk pangan hasil olahan jagung ini dapat menjadi sebuah upaya peningkatan konsumsi jagung melalui program diversifikasi produk olahan jagung, seperti beras jagung instan, tepung jagung, tortila, emping jagung, dan mi jagung. Salah satu produk olahan jagung yang disukai masyarakat yaitu mi jagung. Jagung dapat diolah menjadi tepung jagung yang kemudian dapat digunakan sebagai subtitusi bagi industri mi pengguna terigu. Mi biasanya terbuat dari tepung terigu. Terdapat berbagai jenis mi yang ada di pasaran, yaitu mi basah, mi kering, dan mi instan. Ada dua tipe mi basah yaitu mi basah mentah yang biasa disebut mi ayam dan mi basah matang yang biasa disebut mi kuning atau mi 3 Kamsiati dan Purwandari Diversifikasi Pengolahan Jagung dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kalimantan Tengah. [15 Maret 2011] 4

22 soto. Produk mi yang beredar di pasar hampir seluruhnya merupakan mi dengan bahan baku tepung terigu dari gandum. Bahan baku lain sulit dibuat karena karakteristik fungsional protein gluten pada gandum yang tidak dimiliki oleh sumber bahan yang lain. Produk sejenis mi dari bahan non gandum biasanya menggunakan pati sebagai basis pembuatannya. Produk mi berbasis pati yang telah beredar di Indonesia diantaranya adalah soun, bihun dari pati beras, dan bihun dari pati jagung. Produk olahan jagung terutama mi jagung dapat menjadi substitusi mi terigu. Hal tersebut cukup penting dalam usaha lebih memasyarakatkan jagung, sebab menurut kajian preferensi konsumen terhadap produk-produk pangan nonberas, mi merupakan produk yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar konsumen sebagai makanan sarapan maupun sebagai makanan selingan (Juniawati 2003). Selanjutnya Juniawati (2003) menyatakan berdasarkan kajian preferensi konsumen terhadap produk-produk asal jagung, dapat diketahui bahwa semua responden menyukai produk-produk asal jagung. Oleh karena itu, pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung perlu dilakukan dalam upaya diversifikasi pangan. Keunggulan mi jagung berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati (2003) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan Nilai Energi Beberapa Bahan Pangan Pokok No. Bahan Pangan Pokok Nilai Energi (kalori) 1 Mi terigu Mi jagung Nasi Singkong Ubi jalar 123 Sumber: Juniawati (2003) Tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi. Namun, untuk keseimbangan konsumsi gizi, tetap dibutuhkan bahan pangan lain yang dapat mencukupi kebutuhan gizi seperti protein hewani, sayuran, dan buah-buahan. Selain itu, kandungan lemak pada mi jagung (2.27 gram) jauh lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada mi terigu (21.4 gram). Rendahnya lemak (low fat) pada mi jagung dapat menjadi nilai tambah bagi 5

23 produk tersebut terutama untuk masyarakat tertentu yang menghindari kegemukan. Mi dari tepung jagung merupakan salah satu alternatif produk yang perlu dikembangkan, mengingat kebutuhan mi di Indonesia yang sangat tinggi. Kebutuhan tersebut meningkat dari tahun ke tahun sampai mendekati ton pada tahun Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Mi Instan Indonesia Tahun Tahun Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Impor (Ton) Konsumsi (Ton) , ,4 572, , , ,4 608, , , , , , , ,8 282, , , ,5 631, , , , , , , , , ,9 Sumber: Indocommercial No. 294, Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa perkembangan konsumsi mi instan cenderung meningkat setiap tahun dari tahun 1995 hingga tahun Hal ini menunjukkan produk-produk mi seperti mi instan dapat menjadi alternatif makanan pokok pengganti nasi. Produk mi instan biasa diolah menjadi mi goreng, mi rebus, atau pelengkap bakso. Produk mi instan dan mi mentah merupakan produk yang relatif sama. Mi instan juga berawal dari mi mentah yang mengalami proses penggorengan sehingga memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan mi mentah. Oleh karena itu, karakteristik mi instan dengan mi mentah adalah sama. Meskipun permintaan mi cenderung meningkat, mi yang beredar di Indonesia hampir seluruhnya berbahan baku terigu yang merupakan produk impor. Jika ketergantungan Indonesia terhadap tepung terigu tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan membahayakan ketahanan pangan Indonesia. Mi jagung memiliki keunggulan dibandingkan mi terigu, yaitu tidak perlu menggunakan bahan pewarna makanan karena warna kuning mi jagung berasal 4 Anonim Prospek Industri dan Pemasaran Mie Instant di Indonesia. Majalah Indocommercial no. 294 Maret

24 dari pigmen kuning pada jagung, sedangkan warna kuning pada mi terigu menggunakan pewarna makanan tartrazine (Schmidt, 1991 dalam Budiyah, 2004). Keunggulan lain dari mi jagung adalah bahan bakunya dapat ditanam di Indonesia, sehingga dapat mengurangi ketergantungan impor terigu. Sejak tahun 1998 hingga saat ini, penelitian tentang pengembangan mi jagung telah dilakukan oleh Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center yang bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor melalui Riset Unggulan Strategi Nasional (RUSNAS) Diversifikasi Pangan Pokok. Penelitian pengembangan mi jagung ini akan menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi para pengrajin mi di daerah Bogor karena akan mendapat bimbingan langsung dari para peneliti IPB melalui kegiatan seminar-seminar dan pelatihan. Salah satu pengrajin mi di Kota Bogor yang berencana mengembangkan produk mi mentah jagung yaitu Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor Perumusan Masalah Perusahaan Mi Mentah milik Bapak Sukimin merupakan salah satu perusahaan UKM (Usaha Kecil Menengah) yang sudah memproduksi mi mentah berbahan baku tepung terigu selama kurang lebih 30 tahun. Perusahaan Bapak Sukimin yang berlokasi di Ciheuleut, Kota Bogor ini memiliki kapasitas produksi sebesar 125 kilogram per hari atau kilogram per bulan. Adapun kegiatan yang akan dikembangkan di Perusahaan Mi Mentah milik Bapak Sukimin adalah memproduksi mi mentah dengan bahan baku tepung jagung berupa mi mentah jagung 30 persen atau mi mentah jagung 100 persen. Selama ini, Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin selalu menggunakan bahan baku tepung terigu untuk mi yang diproduksinya. Tepung terigu yang beredar di Indonesia selama ini berasal dari gandum yang harus diimpor dari negara lain. Hal ini menyebabkan harga tepung terigu menjadi lebih mahal dibandingkan tepung yang berbahan dasar pangan lokal. Harga tepung terigu per kilogram berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 tetapi harga tepung jagung misalnya, hanya berkisar antara Rp ,00 Rp ,00. Mahalnya harga bahan baku tepung terigu ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap biaya produksi yang harus 7

25 dikeluarkan oleh pengusaha. Maka dari itu, perusahaan perlu mencari alternatif lain untuk mengatasi masalah bahan baku tersebut. Pada pengembangan usaha ini, penggunaan tepung jagung sebagai substitusi bahan baku pembuatan mi mentah memiliki potensi yang cukup besar. Potensi-potensi tersebut yaitu harga bahan baku tepung jagung yang lebih murah dibandingkan harga tepung terigu, pasokan tepung jagung yang dapat diperoleh dari dalam negeri, dan warna kuning alami yang dimiliki tepung jagung. Selain itu, beberapa alasan dikembangkannya teknologi mi jagung yaitu: Pertama, produk mi sudah dikenal dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Namun, mi yang ada di pasaran saat ini masih berbahan baku utama tepung terigu yang diimpor. Kedua, potensi produksi jagung yang cukup tinggi di Indonesia, sehingga perlu dikembangkan produk pangan yang dapat meningkatkan konsumsi produk olahan berbahan baku jagung. Ketiga, pengolahan jagung menjadi produk mi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah jagung dan dalam jangka panjang dapat mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu impor, serta dapat berkontribusi dalam program ketahanan pangan dan diversifikasi pangan (Kusnandar et al. 2009) Perusahaan melihat adanya alternatif solusi dalam menangani masalah bahan baku ini, yaitu dengan memproduksi mi mentah jagung 30 persen atau memproduksi mi mentah jagung 100 persen. Mi mentah jagung 30 persen merupakan mie mentah yang terbuat dari kombinasi tepung terigu dan tepung jagung dengan perbandingan 70:30. Sedangkan mi mentah jagung100 persen merupakan mi mentah yang 100 persen menggunakan tepung jagung. Meskipun pengembangan usaha mi mentah jagung ini memiliki banyak potensi, namun dari segi proses produksi memiliki beberapa perbedaan dengan proses produksi mi terigu. Pada proses produksi mi terigu dan mi jagung 30 persen jagung, tidak dibutuhkan proses pengukusan adonan sebelum dilanjutkan ke proses sheeting untuk memperoleh bentuk untaian mi. Sedangkan pada proses produksi mi jagung 100 persen, sebelum adonan digiling menjadi lembaran mi melalui proses sheeting, adonan mi jagung harus dikukus terlebih dahulu untuk menyempurnakan proses gelatinisasi sehingga untaian mi jagung yang dihasilkan dapat lentur atau elastis seperti mi terigu. 8

26 Adanya tambahan aktivitas pengukusan adonan pada mi jagung ini membuat perusahaan perlu melakukan investasi mesin pengukus dan mesin-mesin lainnya. Karena itu, diperlukan analisis studi kelayakan mengenai Perusahaan Mi Ayam Bapak Sukimin untuk melihat kelayakan usaha mi mentah dengan alternatif bahan baku dan penambahan investasi mesin pengukus. Selain menganalisis kelayakan usaha yang ada saat ini, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis tentang pengembangan usaha dengan menggunakan bahan baku alternatif tepung jagung, baik sebagai mi mentah jagung 30 persen maupun mi mentah jagung 100 persen. Selain itu, akan dilihat pula kelayakan usaha dengan melakukan tambahan investasi mesin pengukus. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dirumuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: 1) Bagaimanakah kelayakan aspek non finansial usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, dan aspek hukum? 2) Bagaimanakah kelayakan finansial usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen? 3) Bagaimanakah switching value usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen jika terjadi kenaikan harga input dan penurunan produksi output? 1.3. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengkaji kelayakan aspek non finansial usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen di lokasi penelitian berdasarkan aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, dan aspek hukum. 2) Menganalisis kelayakan finansial usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen. 3) Menganalisis switching value usaha mi mentah jagung terhadap kenaikan harga input dan penurunan produksi output. 9

27 1.4. Manfaat Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini antara lain: 1) Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pengusaha mi tentang kelayakan usaha dan pembuatan rencana usaha selanjutnya. 2) Sebagai sarana latihan dan pengembangan wawasan bagi penulis dalam penerapan teori yang sudah didapat selama kuliah. 3) Memberikan tambahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian ini hanya dilakukan di Perusahaan Mi Mentah Bapak Sukimin yang berlokasi di Ciheuleut, Kota Bogor. Penelitian ini membahas mengenai pengusahaan produksi mi mentah dengan menggunakan bahan baku tepung terigu dan tepung jagung. Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji aspek-aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial terdiri atas aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, dan aspek hukum. Sedangkan aspek finansial meliputi kriteria kelayakan investasi seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). Hasil perhitungan pada aspek finansial menggunakan cashflow yang diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel Hal ini dilakukan untuk meneliti kelayakan usaha mi mentah jagung pada perusahaan yang diteliti. 10

28 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras Penelitian mengenai bahan pangan pokok selain beras sudah banyak dilakukan oleh peneliti untuk mensukseskan program diversifikasi pangan pokok di Indonesia. Pengembangan pangan pokok non beras yang dikembangkan antara lain dalam bentuk mi, roti, atau nasi berbahan dasar sumber karbohidrat lokal seperti nasi jagung dan nasi tiwul. Sugiyono et al (2008), Wonojatun (2010), dan Gilang (2008) melakukan penelitian mengenai pengembangan pangan pokok dalam bentuk mi dengan menggunakan bahan baku non terigu. Selama ini, mi yang sudah dikenal masyarakat umumnya berbahan dasar terigu. Namun, bahan baku terigu ini menggunakan gandum yang hampir seluruh pasokannya berasal dari impor. Dengan demikian, perlu dicari alternatif bahan baku lain terutama bahan baku lokal untuk membuat mi. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyono et al (2008) mengembangkan pangan pokok non beras berbahan dasar sagu. Penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa diversifikasi pangan pokok diharapkan dapat menyediakan berbagai alternatif pilihan produk pangan, sehingga ketergantungan terhadap beras yang sampai saat ini masih menjadi pangan pokok kebanyakan penduduk Indonesia dapat dikurangi. Di Indonesia, tanaman sagu tersebar di Papua, Maluku, Sulawesi, dan Pulau Mentawai. Tanaman sagu ini kemudian diolah menjadi pati sagu yang sangat berpotensi untuk dijadikan bahan baku produk pangan pokok sumber karbohidrat. Sampai saat ini, masyarakat Papua masih menggunakan sagu sebagai bahan pangan pokok dan mengolahnya menjadi berbagai pangan tradisional seperti sagu lempeng, bagea, sinoli, kue kering dan sebagainya. Namun demikian, konsumsi sagu sebagai makanan pokok terus mengalami penurunan karena mulai tergeser oleh beras. Untuk dapat meningkatkan kembali konsumsi sagu terutama di wilayah timur Indonesia, diperlukan pengmbangan produk yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. 11

29 Sagu dapat digunakan untuk bahan baku produk mi yang merupakan produk yang digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Pengembangan produk mi dari sagu diharapkan dapat meningkatkan popularitas sagu yang selama ini dianggap sebagai pangan inferior. Pati sagu termodifikasi digunakan untuk membuat mi melalui sebuah studi formulasi dan perbaikan proses produksi. Formula yang digunakan adalah adanya penambahan STPP (Sodium tripolifosfat dan guargum). Aplikasi pati termodifikasi ikatan silang pada formula tersebut dapat menghasilkan mi dengan berat rehidrasi, cooking loss, dan kelengketan yang lebih baik. Aplikasi pati termodifikasi HMT (Heat Moisture Treatment) pada produk mi menghasilkan adonan dengan kualitas yang lebih baik antara lain menurunkan kelengketan dan memudahkan proses ekstruksi. Selain itu, mi yang dihasilkan juga memiliki waktu rehidrasi yang lebih singkat dibandingkan dengan mi dari pati alaminya, yaitu hanya mencapai dua menit. Wonojatun (2010) melakukan penelitian mengenai pembuatan mi berbahan dasar tepung sorgum. Sorgum bicolor (L.) Moench merupakan tanaman serealia yang tergolong dalam famili yang sama dengan padi, jagung, tebu, gandum, dan barley, yaitu famili Graminae. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk mi berbahan dasar sorgum dengan menggunakan bantuan ekstruder pasta. Sasaran dari penelitian ini adalah mendapatkan formulasi produk pasta berbasis 100 persen sorgum yang disukai konsumen, sehingga dapat dijadikan model untuk pengembangan produk pangan non beras atau non gandum di Indonesia. Bentuk produk mi yang akan dikembangkan adalah snack sorgum siap santap. Mi sorgum non sosoh juga memiliki total serat pangan yang lebih besar, yaitu 16,61 persen, angka ini memenuhi 33 persen pemenuhan AKG serat pangan. Sementara itu, total serat pangan dalam mi sorgum sosoh sebesar 14,03 persen memenuhi 28 persen AKG serat pangan, sehingga kedua produk mi sorgum ini dapat diklaim sebagai pangan tinggi serat. Secara keseluruhan mi sorgum non sosoh memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan mi sorgum sosoh, yaitu pada sisi total serat pangan, aktivitas antioksidan dan kandungan mineral Ca. 12

30 Gilang (2008) meneliti mi dengan bahan baku tepung jagung. Penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi pembuatan mi jagung dalam skala besar akan membutuhkan peningkatan skala formulasi yang terbaik secara bertahap, identifikasi terhadap beberapa aliran dan kondisi proses pembuatan mi jagung, analisis dan spesifikasi alat-alat yang dapat digunakan dalam produksi skala besar. Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut, terdapat beberapa hasil yang dapat digunakan sebagai tahapan produksi skala besar. Dalam proses pembuatan mi jagung, pencampuran bahan sebaiknya digunakan varimixer yang menggunakan tipe pengaduk bertipe jari-jari karena akan menghasilkan adonan yang cukup homogen dan merata. Pembuatan adonan yang dilakukan pada skala yang lebih besar akan mengalami kesulitan apabila dilakukan terhadap jumlah adonan mi yang lebih dari satu kilogram. Hal ini dikarenakan proses pencetakan lembaran dan pencetakan mi jagung harus kontinyu dan berkesinambungan. Apabila dipaksa dilakukan akan terdapat sebagian lembaran adonan harus menunggu untuk dilakukan proses selanjutnya. Akibat dari banyaknya jumlah adonan mi akan menghasilkan lembaran adonan yang kurang baik, patah-patah dan banyak adonan yang terbuang karena tidak tertekan dan tercetak dengan baik. Untuk pengukusan dalam penggandaan skala, tidak dapat digunakan alat pengukus dapur yang biasa dipakai, tetapi harus menggunakan alat steaming yang berkapasitas besar yang memiliki pengontrolan proses. Hal ini disebabkan pengukusan yang baik merupakan salah satu parameter proses penting atau titik kritis dalam pembuatan mi jagung. Pengukusan pertama dan kedua yang cukup memberikan hasil yang baik yaitu berturut-turut selama 15 menit dan 10 menit. Proses pembuatan mi basah dari tepung jagung terdiri atas pencampuran bahan-bahan, pengukusan, pengulian, pencetakan (pressing, slitting, dan cutting) dan perebusan. Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan dalam pembuatan mi. Selain itu, proses pencampuran bertujuan untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk gumpalan. Keseragaman distribusi partikel mempengaruhi waktu penetrasi air ke dalam granula pati. Proses pengukusan bertujuan untuk membentuk pati tergelatinisasi yang akan berperan sebagai zat pengikat dalam proses pembentukan lembaran mi. sedangkan proses pembuatan mi jagung kering terdiri 13

31 dari pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, dan pengeringan. Selain pengembangan produk pangan pokok non beras dalam bentuk mi, penelitian lain yang dilakukan Husnah (2010) dan Lisnan (2008) juga turut mendukung program diversifikasi pangan non beras di Indonesia. Husnah (2010) melakukan penelitian mengenai pembuatan roti tawar berbahan dasar ubi jalar ungu. Pemanfaatan ubi jalar ungu dalam pengolahan pangan masih terbatas, sehingga tujuan penelitian ini adalah mempelajari teknik pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki, mengaplikasikannya ke dalam formulasi roti tawar, mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi roti tawar yang dapat diterima dan mengetahui karakteristik fisikokimia roti tawar ubi jalar ungu. Pembuatan tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dapat dilakukan dengan memodifikasi proses agar diperoleh penampakan warna ungu yang optimal. Proses pengukusan potongan ubi jalar ungu setebal satu sentimeter selama tujuh menit sebelum proses penyawutan merupakan salah satu alternatif untuk memperbaiki penampakan warna ungu yang memudar pada tepung ubi jalar ungu di pasaran. Teknologi ini lebih tepat jika diterapkan pada industri rumah tangga atau kecil yang banyak melibatkan tenaga kerja. Tepung ubi jalar ungu varietas Ayamurasaki dapat diaplikasikan dalam pembuatan roti tawar. Penggunaannya dalam formulasi roti tawar mampu diterima oleh panelis hingga substitusi 40 persen dengan nilai tingkat kesukaan agak disukai hingga disukai secara keseluruhan. Bentuk yang sesuai untuk diterapkan dalam pembuatan roti tawar ubi jalar ungu adalah bentuk loaf utuh. Penelitian Lisnan (2008) membahas pembuatan beras artificial berbahan dasar kombinasi dari ubi kayu dan ubi jalar. Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang berpotensi namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok memungkinkan diversifikasi pangan dapat diwujudkan. Komoditi-komoditi pertanian yang masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih luas antara lain serealia (jagung, sorgum), umbi-umbian (ubi jalar, ubi kayu, kentang, talas, garut), serta tanaman pohon (sagu, pisang). 14

32 Penelitian ini bertujuan mengembangkan produk pangan baru berbasis ubi kayu dan ubi jalar yaitu beras artificial sebagai alternatif pangan pendamping nasi dan menentukan formula yang tepat dalam pembuatan beras artificial serta menganalisis sifat fisik, kimia dan sensorinya. Proses pembuatan beras artificial meliputi pencampuran tepung, pati, dan air, dilanjutkan dengan proses penghabluran menggunakan ayakan 8 mesh, proses pembutiran dengan mesin pembutir, penyangraian selama 5-7 menit pada suhu C, dan pengeringan menggunakan oven pada suhu 60 0 C selama 72 jam. Hasil rendemen pembuatan beras artificial ubi kayu dan ubi jalar menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pati dalam rasio formula maka rendemen semakin meningkat. Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan hasil analisis sensori, jumlah tepung yang digunakan dalam rasio formula, dan hasil rendemen. Formula terpilih untuk beras artificial ubi kayu adalah 70:30, sedangkan untuk beras artificial ubi jalar adalah 80:20 untuk perbandingan tepung:pati. Hasil analisis kimia beras artificial ubi kayu formula 70:30 meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat larut, serat tidak larut, kadar amilosa, dan daya cerna pati in vitro berturut-turut 6,0 persen, 0,7 persen (bk), 0,7 persen (bk), 1,9 persen (bk), 96,7 persen (bk), 6,0 persen, 7,1 persen, 29,6 persen, 62,4 persen. Sedangkan analisis kimia beras artificial ubi jalar formula 80:20 meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat larut, serat tidak larut, kadar amilosa, dan daya cerna pati in vitro berturut-turut adalah 6,3 persen, 1,0 persen (bk), 0,8 persen (bk), 2,3 persen (bk), 95,9 persen (bk), 4,8 persen, 7,1 persen, 31,7 persen, 54,8 persen Teknologi Pembuatan Mi Pembuatan Mi secara Umum Kusnandar (2008) menyatakan bahwa mi merupakan salah satu jenis produk pasta yang sudah dikenal masyarakat. Produk mi dapat dikelompokkan menjadi mi mentah, mi matang, mi kering, dan mi instan yang umumnya diproses dari tepung terigu. Mi mentah adalah mi dari proses pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35 persen. Mi matang adalah mi mentah yang sebelum 15

33 dipasarkan mengalami pengukusan lebih dahulu sehingga mengandung kadar air 52 persen. Mi kering adalah mi mentah yang mengalami pengukusan dan pengeringan (memiliki kadar air sekitar 10 persen), sedangkan mi instan adalah mi mentah yang telah mengalami pengukusan dan penggorengan. Perbedaan teknologi proses produksi antara mi mentah, mi kering dan mi instan dan bihun/soun dapat dilihat pada Gambar 1. Proses produksi mi kering mencakup tahapan proses formulasi bahan (terigu, garam, air), pembentukan lembaran adonan (sheeting), pembentukan untaian mi, pengukusan, pemotongan, dan pengeringan. Untuk produksi mi instan, proses pengeringan diganti dengan proses penggorengan, sedangkan untuk mi mentah tidak dilakukan proses pengeringan setelah pembentukan untaian mi, tetapi diberi pupur tepung tapioka. Mi matang adalah mi mentah yang direbus dan dipupuri dengan minyak. Bihun dan soun umumnya diproses dari tepung beras atau pati kacang hijau dengan menggunakan teknologi ekstruksi. Proses pengukusan dilakukan untuk menggelatinisasi pati agar dapat membentuk untaian bihun/soun pada saat diekstruksi (Kusnandar 2008). 16

34 Tepung, garam, air Formulasi Pencampuran Pengistirahatan campuran bahan Pengukusan Pembentukan lembaran (sheeting) Ekstruksi Pembentukan untaian mi (slitting) Pemupuran (dusting) Pengukusan (steaming) Pengukusan (steaming) Pemupuran dengan minyak Pengeringan Penggorengan Pengeringan Mi mentah Mi matang Mi kering Mi instan Bihun/soun Gambar 1. Proses umum dalam produksi mi dan bihun/soun Sumber: Kusnandar (2008) Teknologi produksi mi pada umumnya menggunakan teknologi sheeting. Secara umum, pembuatan mi dengan teknologi sheeting meliputi tahapan proses pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran (sheeting) dan 17

35 pembentukan untaian mi (slitting), pengukusan (steaming), pemotongan untaian mi, dan pengeringan (khusus untuk mi kering). Untuk memperoleh produk yang awet dan mudah dihidangkan, maka setelah pengukusan dilakukan penggorengan sehingga jadilah mi instan. Bahan-bahan yang digunakan (tepung, garam alkali, dan air) dicampurkan hingga homogen. Pencampuran dilakukan dengan mengguanakn dough mixer. Sebelum pembentukan lembaran, adonan biasanya diistirahatkan untuk memberi kesempatan penyebaran air dan pembentukan gluten. Pembentukan lembaran dengan roll press menyebabkan pembentukan serat-serat gluten yang halus dan ekstensibel. Untuk mendapatkan adonan yang baik, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah jumlah air yang ditambahkan, waktu dan suhu pengadukan. Garam diperlukan dalam jumlah sedikit karena adonan setelah bercampur air garam akan memiliki sifat fungsional yang penting, yaitu sebagai pengokoh, tekstur dan penguat flavor. Protein gandum akan larut sebagian dalam air dan membentuk massa protein yang lengket. Jenis protein yang membentuk massa lengket dengan larutan garam yang sangat encer disebut gliadin. Sebagian protein lain yang tidak larut, yaitu gluteninakan melemas dan membentuk struktur serat yang kokoh dengan protein yang larut tersebut, sehingga mampu membentuk adonan yang sangat fleksibel dan tahan banting. Air akan menyebabkan serat-serat gluten mengembang karena gluten menyerap air. Dengan peremasan, serat-serat gluten ditarik, disusun berselang dan terbungkus dalam pati. Dengan demikian, terbentuklah adonan yang lunak, halus serta elastis. Jumlah air yang ditambahkan berkisar antara persen, tergantung jenis terigunya. Lebih dari 38 persen akan menyebabkan adonan menjadi terlalu lembek. Sebaliknya jika terlalu sedikit, air adonan akan rapuh. Waktu pengadukan berkisar antara 2-10 menit, dengan suhu adonan yang baik berkisar antara C. Jika suhu lebih rendah dari 25 0 C, adonan menjadi keras, rapuh dan kasar. Sedangkan jika lebih tinggi dari 45 0 C, kegiatan enzim akan meningkat dan akan 18

36 merangsang perombakan gluten dengan akibat menurunnya densitas mi, sebaliknya akan meningkatkan kelengketan. Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan waktu untuk memberi kesempatan adonan untuk beristirahat sejenak. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan penyebaran air dan mengembangkan gluten (terutama bila phnya kurang dari 7,0). Pengistirahatan adonan mi yang lama dari gandum keras akan menurunkan kekerasan mi setelah direbus. Dalam proses pembentukan lembaran, adonan dimasukkan ke dalam roll press dengan tujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten. Dalam roll press, serat-serat gluten yang tidak beraturan segera ditarik memanjang dan searah oleh tekanan antara dua roller. Tekanan roller diatur sedemikian rupa sehingga mulamula ringan (clearance 4,0 mm), sampai kuat (clerance 1,6 mm) dengan reduksi clearance rata-rata sebesar 15 persen. Pada saat adonan mencapai roller terakhir, adonan yang pada awalnya memiliki ketebalan 1,0 cm dari roll pertama, direntangkan sampai mencapai lembaran adonan yang tipis yang siap untuk mengalami proses pengirisan memanjang (slitting), dengan ketebalan 1,0-1,5 mm yang kemudian diikuti dengan proses pemotongan dengan panjang mi sekitar 50 cm. Pada saat dipotong menjadi untaian mi, mi dapat dibentuk menjadi kriting dan rapat dengan mengatur kecepatan putar roller dan konveyor. Setelah dikukus, mi akan nampak kuning pucat dan bersifat setengah matang. Mi kemudian dipotong-potong menjadi bentuk segi empat dan dikeringkan hingga kadar air sekitar 10 persen. Parameter mutu mi dapat dilihat dari mutu fisik, kimia dan organoleptik. Mi kering yang bermutu baik (sebelum dimasak) memiliki tekstur yang kuat (tidak rapuh/mudah patah), permukaan yang halus dan warna kuning yang seragam. Apabila dimasak (direbus dalam air), mi cepat mengalami rehidrasi (untuk mi instan kurang dari tiga menit), tidak hancur/larut dalam air rebusan (cooking loss rendah, yaitu kurang dari dua persen), tidak lengket, cukup elastis, dan tidak terlalu mengembang. Mi terigu instan mengandung kadar air sekitar 7 persen, protein 10 persen, lemak 21 persen, dan karbohidrat 62 persen. 19

37 Teknologi Mi Jagung Jagung yang digunakan dalam pembuatan mi jagung adalah jenis jagung yang berwarna kuning. Setelah melewati proses pengeringan dan pemipilan, biji jagung kering diolah menjadi tepung jagung dengan ukuran 100 mesh. Tepung jagung inilah yang kemudian akan diolah menjadi mi jagung, baik sebagai mi jagung subtisusi maupun mi jagung 100 persen. Hasil penelitian Kusnandar (2008) menyatakan komposisi kimia tepung jagung yang dihasilkan dari penggilingan kering yang dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan utama dalam tepung jagung adalah karbohidrat sebesar 90,46 persen. Selain itu, tepung jagung juga mengandung protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 7,24 persen. Tabel 7. Komposisi Kimia Tepung Jagung Varietas Pioneer-21 No. Komponen Jumlah (%) 1 Kadar air Protein Lemak Abu Karbohidrat Sumber: Kusnandar (2008) Putra (2008) dalam Kusnandar (2008) menyatakan bahwa tepung jagung adalah tepung yang diproduksi dari jagung pipil kering dengan cara menggiling halus bagian endosperma jagung yang mengandung sekitar persen pati. Penepungan jagung mencakup tahap proses penggilingan kasar (penyosohan) dari jagung pipil untuk menghasilkan grits, perendaman untuk memisahkan bagian endosperma (grits) dari kulit dan lembaga, pengeringan dan penggilingan halus untuk menghasilkan tepung jagung, dan pengayakan untuk menghasilkan tepung jagung dengan ukuran 100 mesh. Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan sebagian atau semua tepung terigu dalam produksi mi. Penggunaan tepung jagung dalam mi memiliki keunggulan, yaitu: (a) dapat mengurangi biaya bahan baku dan produksi; (b) mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku terigu; (c) memberikan keunggulan terhadap mi, yaitu tanpa penggunaan pewarna makanan 20

38 sintetis dan adanya kandungan beta karoten. Mi jagung yang dihasilkan dari 100 persen tepung jagung berwarna lebih kuning dibandingkan mi terigu atau mi substitusi, karena kandungan beta karoten dalam mi jagung lebih banyak (Kusnandar 2008). Penggunaan tepung jagung dalam mi akan dibatasi oleh karakteristik fungsional tepung jagung, terutama disebabkan oleh kandungan protein gluten yang rendah dan karakteristik protein gluten jagung yang juga berbeda dengan yang ada dalam tepung terigu. Hal ini menyebabkan tepung jagung tidak mampu membentuk lembaran adonan yang elastik dan kompak sebagaimana tepung terigu. Pembentukan lembaran adonan tepung jagung dapat terbentuk apabila dilakukan proses pemanasan (pengukusan) terlebih dahulu untuk menggelatinisasi sebagian pati yang akan berfungsi sebagai binding agent dalam pembentukan lembaran adonan. Sebagai konsekuensinya, teknologi proses mi yang sudah ada di industri mi tidak bisa langsung diadopsi untuk memproduksi 100 persen mi jagung, karena harus menambah satu tahap proses pengukusan di antara tahap pencampuran bahan dan proses sheeting. Alternatif lain dari proses produksi mi jagung adalah dengan teknologi ekstruksi. Teknologi ekstruksi biasanya digunakan untuk memproduksi bihun atau soun. Mi jagung dapat diproses dengan memodifikasi teknologi sheeting yang sudah ada, yaitu dengan melakukan proses pengukusan sebagian tepung jagung sebelum dilakukan proses pembentukan lembaran adonan. Pengukusan ini diperlukan untuk mengatasi kesulitan pembentukan lembaran adonan, yaitu dengan mengandalkan pati jagung tergelatinisasi sebagai perekat (binding agent) selama proses sheeting. Secara umum, proses produksi mi jagung dengan teknologi sheeting mencakup tahapan formulasi bahan, pengukusan untuk menggelatinisasi sebagian tepung jagung (10 persen dari total tepung), pencampuran antara formulasi bahan yang tidak tegelatinisasi dengan tepung gelatinisasi (mixing), pembentukan lembaran adonan dan untaian mi (sheeting dan slitting) sehingga dihasilkan mi mentah. Jika dilanjutkan ke tahap pengukusan dan pengeringan maka akan dihasilkan mi kering (Kusnandar 2008) Hasil penelitian Juniawati (2003) menyatakan bahwa mi jagung mengandung nilai gizi yang baik, yaitu menyumbangkan 360 kalori/kemasan. 21

39 Tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung instan menunjukkan bahwa produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi. Kandungan lemak mi jagung juga rendah, karena tidak ada proses penggorengan. Mi jagung tidak menggunakan pewarna sintesis seperti halnya mi terigu instan, karena warna kuning mi jagung berasal dari pigmen beta karoten, lutein, dan xianthin yang secara alami terdapat dalam jagung. Keunggulankeunggulan tersebut dapat menjadi nilai jual dan promosi mi jagung. Selanjutnya, Juniawati (2003) dan Budiyah (2005) menjelaskan bahwa proses pembuatan adonan merupakan tahapan yang sangat kritis dalam pembuatan mi jagung, karena kualitas adonan akan sangat mempengaruhi karakteristik mi yang diperoleh. Untuk dapat menghasilkan adonan dan untaian mi yang kuat (tidak mudah patah), maka perlu ada bagian dari pati yang digelatinisasi. Pati tergelatinisasi ini berfungsi sebagai pengikat yang diperlukan pada saat pembentukan lembaran adonan yang kohesif dan cukup elatis untuk dapat dibentuk untaian mi. Hal ini disebabkan tepung jagung tidak mengandung protein gliadin dan glutenin sebagaimana pada tepung gandum yang bertindak sebagai pengikat (binding agent) untuk membentuk tekstur adonan yang elastic-cohesive bila ditambah air dan diuleni. Pengukusan adonan dengan menggunakan mesin steam blancher dilakukan pada suhu 90 0 C selama 15 menit. Pengurangan waktu pengukusan menyebabkan lembaran yang dihasilkan rapuh dan mudah sobek. Proses pregelatinisasi yang tepat akan menghasilkan gelatinisasi yang cukup dengan pati tergelatinisasi menjadi zat pengikat antar granula pati di dalam adonan (Sigit 2008) Analisis Kelayakan Usaha Produk Pangan Olahan Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha produk pangan olahan telah dilakukan oleh peneliti terdahulu namun dengan jenis produk yang berbeda-beda. Manijo (2005), Purnamawati (2007), dan Pramuji (2007) membahas mengenai kelayakan pembuatan tepung bahan pangan sumber karbohidrat dari sumber daya lokal. Usaha pembuatan tepung bahan pangan sumber karbohidrat ini akan 22

40 menjadi awal munculnya beragam produk makanan jadi yang dapat menjadi substitusi beras. Manijo (2005) melakukan analisis kelayakan pada proyek Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang yang bekerjasama dengan BPPT. Proyek tersebut yaitu mengembangkan proyek agribisnis unit pengolahan jagung di Kecamatan Sumedang Selatan yang terdiri dari budidaya jagung, pengolahan jagung menjadi pati, dan pemasaran pati jagung beserta produk sampingannya yang berupa dedak. Berdasarkan aspek teknis, daerah Sumedang Selatan layak untuk dijadikan tempat pengembangan proyek unit pengolahan jagung karena hasil analisis tanah, iklim, kondisi topografi dan kondisi tanah di lapangan, jumlah tenaga kerja yang tersedia, serta sarana penunjang dapat disimpulkan bahwa daerah ini memiliki lingkungan yang mendukung untuk pengembangan komoditas jagung. Hasil analisis aspek pasar menyatakan usaha unit pengolahan jagung ini memiliki prospek yang baik yaitu besarnya kebutuhan pati nasional selama ini yang berkisar anatar 1,5 2,0 juta ton per tahun. Dilihat dari aspek sosial, sebagian besar masyarakat sekitar proyek (90 persen) mendukung didirikannya unit usaha pengolahan jagung karena diharapkan akan membuka lapangan kerja baru. Berdasarkan hasil analisis finansial dan ekonomi, diperoleh nilai NPV pada analisis kelayakan finansial yaitu sebesar Rp ,78 dan Rp ,27 untuk kelayakan ekonomi, sehingga proyek ini layak dilakukan karena kedua NPV bernilai positif. Nilai Net B/C proyek ini memiliki nilai sebesar 2,84 untuk finansial dan 1,28 untuk ekonomi, sehingga proyek ini layak untuk dilaksanakan karena kedua nilai Net B/C telah lebih dari 1. Nilai IRR yang diperoleh proyek pengolahan pati jagung yaitu sebesar 60,50 persen untuk finansial dan 34,69 persen untuk ekonomi, dimana kedua nilai IRR ini sudah lebih besar dibandingkan nilai diskono yang digunakan yaitu 17 persen sehingga proyek ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai PBP yaitu sebesar 5,4 tahun untuk finansial dan 9,3 tahun untuk ekonomi, sehingga proyek ini layak dilaksanakan karena mampu mengembalikan modal sebelum umur ekonomis habis. Dengan demikian, secara keseluruhan usaha produksi pati jagung ini layak untuk dilaksanakan. 23

41 Purnamawati (2007) menganalisis kelayakan usaha pembuatan tepung talas Safira pada PT. Bogor Agro Lestari. Perusahaan tersebut melihat adanya peluang untuk memenuhi permintaan Jepang akan tepung talas yang selalu meningkat setiap tahunnya. Menanggapi permintaan tersebut, PT. Bogor Agro Lestari akan mendirikan pabrik yang berlokasi di daerah Subang untuk memproduksi Safira Powder. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen dan aspek kelembagaan petaniproyek. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek finansial dengan menggunakan kriteria investasi yang terdiri atas NPV, IRR, Net B/C, dan PBP. Kemudian dilakukan analisis sensitivitas sebagai lanjutan atas hasil analisis finansial untuk melihat tingkat kepekaan investasi usaha Safira Powder terhadap perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya. Hasil analisis aspek pasar menunjukkan usaha Safira Powder ini layak untuk diusahakan. Adanya permintaan dari Jepang dan pasar yang telah tersedia (captive market) merupakan peluang yang baik bagi perusahaan. Hasil analisis aspek teknis, bahan baku dan kelembagaan petani-proyek menunjukkan usaha Safira Powder ini layak dilakukan. Lokasi pabrik, teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta mendukung kelancaran proses produksi dan usaha.penyediaan bahan baku pun telah diatur dengan baik melalui pengaturan mulai dari tingkat petani, penerimaan dan penyimpanan di gudang sampai dengan penggunaan bahan baku untuk diolah lebih lanjut. Selain itu, pola kemitraan yang dibentuk dalam hal pengadaan bahan baku telah diatur dengan baik melalui perjanjian dan menguntungkan bagi kedua belah pihak yang bekerja sama. Analisis aspek manajemen menunjukkan usaha Safira Powder layak untuk dilakukan. Struktur organisasi yang digunakan adalah struktur organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing-masing jabatan telah diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang dibutuhkan pun telah terinci dengan baik. 24

42 Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank menunjukkan usaha Safira Powder menghasilkan NPV sebesar Rp , IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek fianansial pada pola yang menggunakan modal sendiri menunjukkan hasil NPV sebesar Rp , IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP selama 2 tahun 5,9 bulan. Berdasarkan hasil yang diperoleh kedua pola ini menunjukkan usaha Safira Powder layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PBP memenuhi kriteria kelayakan investasi. Berdasarkan perbandingan hasil kriteria penilaian investasi, penggunaan modal sendiri lebih baik dibandingkan dengan pola kombinasi penggunaan modal sendiri dan pinjaman bank. Hal ini terlihat dari nilai NPV pada pola penggunaan modal sendiri lebih besar dari pada nilai NPV pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank. Analisis sensitivitas hanya dilakukan pada pola kombinasi penggunaan modal sendiri dan pinjaman bank karena kombinasi penggunaan modal ini yang akan digunakan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masingmasing perubahan menunjukkan usaha ini tetap layak dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, dan kurang sensitif terhadap penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen. Pramuji (2007) juga meneliti mengenai kelayakan usaha agroindustri ubi jalar, yaitu pembuatan tepung ubi jalar. Analisis yang dilakukan oleh Pramuji (2007) mencakup analisis aspek non finansial dan aspek finansial. Hasil analisis aspek pasar dan bahan baku menunjukkan bahwa usaha pengolahan tepung ubi jalar ini tidak layak untuk dilaksanakan. Tingginya tingkat harga jual tepung ubi jalar dibandingkan dengan tepung lainnya dan juga tingkat persaingan dalam industri tepung yang cukup besar membuat perusahaan mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya. Berbeda dengan penelitian Purnamawati (2007), 25

43 dimana produk tepung talas Safira sudah memiliki permintaan yang terus meningkat dari Jepang. Belum adanya kontinuitas suplai bahan baku ubi jalar membuat proses produksi menjadi terhambat dan ini sangat mengganggu kegiatan operasional unit pengolahan tepung ubi jalar. Hasil analisis manajemen menunjukkan bahwa usaha pengolahan tepung ubi jalar ini layak untuk diusahakan. Struktur pengelola yang telah ada dan pembagian tugas dan wewenang yang telah diatur sedemikian baik membuat proses pengelolaan dan manajemen berjalan dengan lancar. Analisis finansial dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan kombinasi modal Pemda Kabupaten Bogor dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan modal dari Pemda Kabupaten Bogor saja. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan kombinasi modal Pemda Kabupaten Bogor dan pinjaman bank menunjukkan usaha pengolahan tepung ubi jalar menghasilkan NPV sebesar Rp , Net B/C sebesar 0,24 dan PBP selama 25 tahun 1 bulan. Untuk nilai IRR tidak bisa diperoleh karena nilai NPV yang negatif. Hasil analisis aspek finansial yang menggunakan seluruhnya modal dari Pemda Kabupaten Bogor menunjukkan usaha pengolahan tepung ubi jalar menghasilkan NPV sebesar Rp , Net B/C sebesar 0,16 dan PBP selama 36 tahun 6,1 bulan. Untuk nilai IRR tidak dapat diperoleh karena nilai NPV yang negatif. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua pola ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan tepung ubi jalar tidak layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PBP tidak memenuhi kriteria kelayakan investasi. Hasil uji sensitivitas menunjukkan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap penurunan harga bahan baku sebesar 10 persen dan 40 persen. Berdasarkan perbandingan hasil analisis sensitivitas, menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi modal dari Pemda Kabupaten Bogor dan pinjaman bank lebih layak daripada penggunaan modal seluruhnya dari Pemda Kabupaten Bogor. Hal ini terlihat dari NPV, IRR, dan Net B/C yang lebih besar dan PBP yang lebih pendek. Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa penurunan harga bahan baku sebesar 5,61 persen dan kenaikan harga jual sebesar 3,08 persen pada 26

44 penggunaan modal yang berasal dari Pemda Kabupaten Bogor dan pinjaman bank serta penurunan harga bahan baku sebesar 10,34 persen dan kenaikan harga jual sebesar 5,36 persen pada penggunaan modal yang berasal dari Pemda Kabupaten Bogor masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi sehingga usaha pengolahan tepung ubi jalar masih dapat dikatakan layak untuk terus diusahakan. Penelitian Manijo (2005) dan Purnamawati (2007) menunjukkan bahwa usaha produksi tepung bahan pangan yang dibahas layak untuk dilaksanakan, baik secara aspek non finansial maupun finansial. Namun, penelitian Pramuji (2007) menghasilkan kesimpulan bahwa usaha tepung ubi jalar yang diteliti tidak layak diusahakan. Hal ini disebabkan oleh harga jual tepung ubi yang terlalu tinggi dan tidak adanya kontinuitas pasokan bahan baku ubi jalar. Selain itu, analisis finansial pada kedua skenario dari usaha pembuatan tepung ubi jalar ini dinyatakan tidak layak karena hasil perhitungan NPV, IRR, Net B/C dan PBP tidak memenuhi kelayakan kriteria investasi. Putera (2006) menganalisis kelayakan usaha pada Restoran Mie Kondang yang berencana untuk berkembang menjadi usaha waralaba sehingga diperlukan evaluasi menggunakan analisis kelayakan. Berbeda dengan penelitian Manijo (2005), Purnamawati (2007), dan Pramuji (2007) yang menganalisis kelayakan usaha dari usaha produksi tepung untuk bahan baku pembuatan makanan, penelitian Putera (2006) menganalisis usaha yang ingin mengembangkan usaha makanan jadi yaitu mi ayam. Hasil analisis kelayakan non finansial seperti aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek pasar menunjukkan bahwa usaha Restoran Mie Kondang layak untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan oleh bauran pemasaran yang dilakukan oleh restoran sudah cukup baik, kemudahan teknologi yang digunakan sudah tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan, aspek hukum yang mendukung usaha berupa izin usaha dari pemerintah, dan struktur manajerial yang ringkas sehingga memudahkan koordinasi antar bagian organisasi. Hasil analisis aspek finansial pada tingkat diskonto 11,98 persen diperoleh nilai NPV sebesar Rp ,4, Net B/C sebesar 1,427, IRR sebesar 18,50 persen, dan PBP selama 3 tahun 5 bulan 25 hari. Berdasarkan hasil perhitungan 27

45 aspek finansial, usaha Restoran Mie Kondang ini layak dilaksanakan karena nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PBP sudah memenuhi syarat kelayakan investasi. Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa Restoran Mie Kondang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan nilai penjualan produk makanan dan terhadap perubahan biaya bahan baku. Penurunan nilai penjualan produk makanan yang melebihi 4,00 persen atau kenaikan biaya bahan baku yang melebihi 5,43 persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan oleh Restoran Mie Kondang menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat risiko yang relatif tinggi bagi Restoran Mie Kondang dalam menjalankan usahanya. Persamaan penelitian dengan penelitian kelayakan usaha terdahulu yaitu adanya kesamaan pada alat analisis yang digunakan. Studi kelayakan usaha yang digunakan pada penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digambarkan melalui analisis aspek-aspek non finansial, sedangkan analisis kuantitatif digambarkan melalui aspek finansial. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang telah ada yaitu bahwa penelitian ini akan menganalisis kelayakan usaha dari komoditas yang berbeda. Penelitian ini akan menganalisis kelayakan usaha dari hasil olahan tepung jagung yang berupa mi mentah, baik mi mentah 30 persen maupun mi mentah jagung 100 persen. Penelitian yang akan dilakukan ini menganalisis kelayakan usaha dari aspek non finansial dan finansial. Selain itu, belum ada penelitian mengenai kelayakan usaha mi mentah yang berasal dari bahan baku tepung jagung. 28

46 III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Studi Kelayakan Proyek Gittinger (1986) mendefinisikan proyek pertanian sebagai suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu. Akan tetapi, pada beberapa proyek biaya-biaya produksi atau pemeliharaan yang telah dikeluarkan diharapkan dapat memberikan keuntungan atau manfaat secara cepat, kira-kira dalam jangka waktu satu tahun. Menurut Soeharto (2002) kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu, dan bertujuan untuk menghasilkan produk (deliverable) yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa proyek memiliki ciri-ciri pokok seperti (1) Bertujuan menghasilkan lingkup (deliverable) tertentu berupa produk akhir atau hasil kerja akhir, (2) Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal, serta kriteria mutu, (3) Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas dimana titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas, (4) Bersifat non rutin atau tidak berulang-ulang dimana jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Menurut Suratman (2002) studi kelayakan proyek merupakan suatu studi untuk menilai proyek yang akan dikerjakan di masa mendatang. Penilaian yang dilakukan berupa rekomendasi apakah suatu proyek layak dilaksanakan atau sebaiknya ditunda dulu. Mengingat kondisi di masa mendatang yang penuh dengan ketidakpastian, maka studi yang dilakukan meliputi berbagai aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dari tim gabungan berbagai ahli sesuai dengan bidangnya masing-masing, seperti ekonom, ahli hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi, dan lain sebagainya. Tujuan dari studi kelayakan proyek adalah untuk mengetahui untung atau rugi yang akan didapat dari bisnis yang akan dijalankan. Studi kelayakan proyek dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehingga 29

47 pemilik proyek dapat mengetahui apakah investasi yang dilakukan akan menguntungkan. Suratman (2002) menyatakan bahwa tujuan studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari penyebab kegagalan pyoyek akibat kesalahan dalam memutuskan dan menilai alternatif investasi. Sehingga tujuan utama dari studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran investasi yang memakan dana relatif besar yang ternyata justru tidak memberikan keuntungan secara ekonomi. Selain itu, Soeharto (2002) menyatakan pengkajian kelayakan atas suatu usulan proyek bertujuan untuk mempelajari usulan tersebut dari segala segi secara profesional agar setelah usulan proyek tersebut diterima dan dilaksanakan, betulbetul dapat mencapai hasil sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya hasil yang jauh dari harapan setelah proyek selesai dibangun dan dioperasikan. Dengan demikian, analisis proyek bertujuan untuk memperbaiki pilihan investasi karena sumber-sumber yang tersedia terbatas, sehingga harus dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan dan menentukan prioritas investasi. Dalam menganalisis suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspekaspek yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut pada setiap tahap dalam perencanaan proyek. Sedangkan siklus pelaksanaannya adalah: mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai dalam suatu proyek, menghindari pemborosan sumber daya, memilih alternatif proyek yang menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi. Berdasarkan hasil analisis proyek, tingkat keuntungan dapat diketahui, pemborosan terhadap sumber daya dapat dihindarkan, serta memilih proyek yang paling menguntungkan di antara berbagai proyek investasi yang ada Aspek Kelayakan Proyek Studi kelayakan dan analisa proyek yang efektif dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang secara bersama-sama dapat mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Seluruh 30

48 aspek-aspek di dalam proyek ini saling berhubungan antara satu dengan lainnya, dan suatu putusan terhadap satu aspek akan mempengaruhi putusan-putusan bagi aspek-aspek yang lain. Seluruh aspek harus selalu dipertimbangkan pada setiap tahap (stage) dalam perencanaan proyek dan siklus perencanaannya. Menurut Gittinger (1986), terdapat enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam melaksanakan proyek pertanian, yaitu aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek komersial atau pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Soeharto (2002) menyatakan terdapat tujuh aspek yang harus dipertimbangkan dalam analisis proyek, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial, aspek sosial-ekonomi, aspek manajemen dan organisasi, aspek pendanaan proyek, serta aspek analisis dampak lingkungan. Sedangkan Suratman (2002) menyatakan terdapat lima aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu aspek pasar, aspek hukum-sosial-budaya, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen, dan aspek keuangan. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan terdapat enam aspek yang perlu dianalisis dalam studi kelayakan proyek, yaitu: 1) Aspek Pasar Aspek pasar dalam suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dari segi output, analisa pasar untuk hasil proyek sangat penting dilakukan untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan pada suatu harga yang menguntungkan karena produk harus dijual menurut harga pasar. Dari segi input, rencana-rencana yang cocok harus dibuat untuk menjamin tersedianya bahan baku yang akan diperlukan dalam menggunakan teknologi baru atau pola produksi baru. Masalah-masalah seperti ketersediaan saluran input, kapasitas yang cukup dan ketepatan waktu dari pemasok, dan pembiayaan bagi penyedia input merupakan masalah-masalah yang juga perlu dipertimbangkan oleh pemilik proyek karena hal-hal tersebut akan berpengaruh bagi pelaksanaan proyek. 31

49 a. Permintaan Kasmir dan Jakfar (2003) mendefinisikan permintaan sebagai jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Permintaan juga merupakan kegiatan yang didukung oleh daya beli atau akses untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Hukum permintaan menerangkan bahwa apabila harga suatu komoditas naik, maka jumlah komoditas yang diminta akan turun, dengan catatan bahwa variabel-variabel lainnya tetap. Variabel tersebut mencakup variabel lain yang dapat mempengaruhi jumlah komoditas yang diminta selain komoditas dimaksud, seperti tingkat pendapatan konsumen, selera konsumen, harga komoditas lain selain komoditas yang dibicarakan, jumlah penduduk, advertensi, distribusi, dan lain sebagainya. b. Penawaran Kasmir dan Jakfar (2003) mendefinisikan penawaran sebagai jumlah barang atau jasa yang ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga suatu komoditas naik, maka jumlah komoditas yang ditawarkan akan meningkat, dengan catatan bahwa variabel-variabel lainnya tetap (cateris paribus). c. Program pemasaran Program pemasaran terdiri dari empat aspek strategi bauran pemasaran (marketing mix) yaitu strategi produk (product), strategi harga (price), strategi lokasi dan distribusi (place), dan strategi promosi (promotion) (Kasmir dan Jakfar 2003). Jika suatu usaha memiliki peluang permintaan dan mampu memberikan penawaran yang sesuai dengan keinginan pasar serta memiliki program bauran pemasaran yang terencana, maka usaha tersebut layak berdasarkan aspek pasar. 2) Aspek Teknis Analisa teknis berhubungan dengan penyediaan input proyek dan produksi output berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal ini perlu dibuat secara jelas dan teliti di dalam kerangka kerja proyek. Aspek-aspek lain dari 32

50 analisa proyek hanya akan dapat berjalan bila analisa secara teknis dapat dilakukan, walaupun asumsi-asumsi teknis dari suatu perencanaan proyek mungkin sekali perlu direvisi sebagaimana aspek-aspek yang lain diteliti secara terperinci. Menurut Soeharto (2002), pengkajian aspek teknis mencakup hal-hal berikut: a) Menentukan lokasi Karena bersifat strategis, maka pemilihan lokasi harus didasarkan atas pengkajian seksama yang berkaitan dengan unit-ekonomi dari instalasi spesifik yang hendak dibangun, baik dari segi teknis konstruksi (keadaan tanah, iklim, gempa bumi) maupun kelangsungan operasi dan produksi di masa depan. Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan letak geografis lokasi yaitu mengidentifikasi daerah yang dilakukan berdasarkan faktor seperti dekat daerah pemasaran, tersedianya bahan baku, tersedianya tenaga kerja, kondisi iklim, dan gempa bumi. Selanjutnya, daerah pemilihan dapat dipersempit dengan menentukan lokasi yang pasti di daerah yang dianggap telah memenuhi persyaratan. Selain itu, faktor-faktor penunjang seperti utiliti, infrastruktur, fasilitas pelayanan umum, sikap masyarakat terhadap proyek atau investasi, masalah lingkungan hidup, dan peraturan-peraturan yang mendukung (pajak, perburuhan, bea masuk) juga perlu diperhatikan. b) Mencari dan memilih teknologi proses produksi Proses produksi dapat dikatakan sebagai teknik atau metode yang dipakai untuk meningkatkan kegunaan barang dan jasa, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjanjikan banyak pilihan sekaligus risiko yang terkandung. Di negara berkembang, proses produksi tidak menekankan pada efisiensi, tetapi juga memperhitungkan hal-hal lain yang terjadi di lingkungan sekitar, seperti menciptakan lapangan kerja sehingga perlu dipertimbangkan teknologi yang padat karya. Di samping perlu dipertimbangkan hal-hal yang langsung berpengaruh terhadap biaya, juga perlu dipertimbangkan hal-hal seperti tersedianya bahan baku, teknologi yang akan dipakai telah terbukti andal berdasarkan pengalaman pabrik- 33

51 pabrik sejenis, dan sedapat mungkin dipilih teknologi terbaru karena biasanya lebih efisien dan tidak segera usang. c) Menentukan kapasitas produksi Kapasitas produksi memberikan arti batas atas produksi yang dapat dicapai oleh suatu instalasi, atau batas atas beban yang dapat ditampung oleh suatu fasilitas hasil proyek. Besarnya kapasitas produksi merupakan parameter penting yang dapat dipakai sebagai masukan dalam perhitungan aspek ekonomi-finansial pada studi kelayakan dan sebagai dasar untuk membuat desain-engineering di tahap-tahap berikutnya. Sedangkan pada masa operasi dan produksi selalu dikaitkan antara kapasitas dan biaya operasi untuk menghasilkan per unit produk. Pada umumnya, semakin besar produksi semakin berkurang biaya produksi per unitnya. Oleh karena itu, dalam menentukan kapasitas suatu instalasi perlu dikaji seteliti mungkin berapa besar potensi penyerapan pasar, persediaan bahan baku, dan ongkos produksi sebelum menentukan angka kapasitas. d) Menyusun denah atau letak instalasi Pengaturan secara tepat tata letak instalasi beserta peralatannya atau disebut juga plant layout merupakan syarat penting karena erat hubungannya dengan efisiensi dan keselamatan selama operasi. Hal ini berarti bentuk dan tata ruang bangunan instalasi harus sesuai dengan maksud kegunaan atau fungsinya. Tujuan ini ditentukan dengan merancang atau merekayasanya sejak awal sewaktu mengkaji aspek teknis. Pada dasarnya menyiapkan denah instalasi meliputi kegiatan pengaturan letak serta hubungan antar fasilitas berikut: Penampungan dan penyimpanan produk serta bahan baku dan produk sampingan (by product) Peralatan untuk melaksanakan proses produksi yang diberikan alokasi ruang yang cukup, tidak terbatas hanya untuk tempat kedudukan masing-masing peralatan tetapi juga bagi ruang gerak operasi dan pemeliharaan Peralatan dan ruang gerak untuk handling material 34

52 e) Membuat bangunan instalasi (plant building) Gedung atau bangunan civil pabrik (plant building) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari fasilitas instalasi industri dengan fungsi pokok sebagai tempat kerja, tempat peralatan, produk, dan kadang-kadang juga bahan baku agar terlindung dari pengaruh cuaca yang dapat merusak, seperti panas, dingin, kelembaban, dan lain-lain. Selain itu, gedung ini berfungsi juga sebagai tempat penyimpanan yang aman, misalnya dari pencurian. Gedung atau bangunan civil pabrik dapat terdiri dari kantor pusat administrasi di mana pimpinan pabrik berada, kantor desainengineering, bangunan tempat peralatan/mesin produksi disusun, gedung pusat pengendalian, perbengkelan serta pemeliharaan, gudang, dan lainlain. 3) Aspek Manajemen Masalah-masalah manajerial merupakan hal yang menentukan untuk rancangan dan pelaksanaan proyek yang baik. Keahlian staf yang ada perlu disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan di dalam proyek. Bila ternyata kemampuan manajerial terbatas, maka latihan untuk meningkatkan kemampuan mereka harus dilakukan. Soeharto (2002) menyatakan hal-hal pokok yang terkandung dalam konsep manajemen proyek yaitu: Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan. Kegiatan yang dikelola berjangka pendek dengan sasaran yang telah digariskan secara spesifik. Hal ini memerlukan teknik dan metode pengelolaan yang khusus, terutama aspek perencanaan dan pengendalian. Memakai pendekatan sistem (system approach to management). Mempunyai hierarki horisontal di samping hierarki vertikal. Sedangkan proses mengorganisir mengikuti urutan sebagai berikut: Melakukan identifikasi dan klasifikasi pekerjaan; mengidentifikasi lingkup kegiatan proyek dan operasi yang terdiri dari sejumlah besar pekerjaan untuk mengetahui seberapa besar volume, macam, dan jenisnya dalam 35

53 rangka mengetahui sumber daya serta jadwal yang diperlukan sebelum diserahkan kepada individu yang akan menanganinya. Mengelompokkan pekerjaan ke dalam unit atau paket yang masing-masing telah diidentifikasikan biaya, jadwal, dan mutunya. Menyiapkan organisasi dan personel yang akan menangani pekerjaan, seperti memilih keterampilan dan keahlian kelompok yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan, serta memberitahukan sasaran yang ingin dicapai yang berkaitan dengan unit atau paket kerja yang akan menjadi tanggung jawabnya. Mengetahui wewenang dan tanggung jawab masing-masing peserta proyek agar hasil pekerjaan sesuai dengan harapan, dan untuk menghindari tumpang tindih dan duplikasi. Menyusun mekanisme koordinasi agar semua bagian pekerjaan proyek yang ditangani para peserta yang ikut menangani penyelenggaraan proyek dapat bergerak maju menuju sasaran secara sinkron. Jika suatu usaha sudah dapat melaksanakan proses mengorganisir dalam menjalankan usahanya, maka usaha tersebut sudah layak berdasarkan aspek manajemen. 4) Aspek Sosial Lingkungan Kelayakan proyek juga perlu mempertimbangkan pola dan kebiasaankebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Selain itu, implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang disusulkan juga perlu diteliti secara lebih cermat. Pertimbangan-pertimbangan sosial lain harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut. Hal lain yang juga penting untuk dipertimbangkan adalah masalah dampak lingkungan yang merugikan. Dampak bisnis terhadap lingkungan ekologi seperti adanya polusi udara, air, suara, dan limbah padat perlu dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan. Masalah seperti air limbah (waste) dari pabrik industri yang dapat merusak sumbersumber air masyarakat perlu mendapat perhatian khusus dari analis proyek 36

54 agar tidak merugikan masyarakat sekitar pabrik. Untuk menjaga kelestarian alam tersebut akan lebih baik dilakukan melalui rancangan proyek daripada setelah mengeluarkan biaya untuk penggunaan teknologi yang kurang tepat atau biaya penggantian tanah tetapi proyek tidak memberikan pengaruh baik terhadap lingkungan. Jika suatu usaha sudah mengelola limbah yang dihasilkannya dengan baik atau tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan, maka usaha tersebut layak berdasarkan aspek lingkungan. 5) Aspek Hukum Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi (2009) menyatakan aspek hukum diperlukan untuk mengidentifikasi bentuk badan usaha yang akan digunakan. Hal ini akan terkait dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya, dan mempelajari jaminan-jaminan yang dapat disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, serta izin. Disamping hal tersebut, aspek hukum dari suatu kegiatan bisnis diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama dengan pihak lain. Kasmir dan Jakfar (2003) menyatakan bahwa analisis mengenai aspek hukum perlu dilakukan secara teliti dan cermat dengan mencari sumbersumber informasi yang jelas sampai ke tangan yang memang berkompeten untuk mengeluarkan surat-surat yang hendak diteliti. Secara ringkas, dokumen-dokumen yang perlu dipersiapkan untuk analisis aspek hukum dari sebuah usaha yaitu Badan Hukum, Tanda Daftar Perusahaan, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), Surat Izin Usaha, Izin Domisili, Izin Mendirikan Bangunan, Bukti Diri (KTP atau SIM), dan izin-izin lainnya. Sedangkan perizinan lain yang dibutuhkan terutama bagi usaha berbasis pangan yaitu adanya sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Kesehatan, dan sertifikasi halal. 6) Aspek Finansial Aspek finansial bagi perusahaan-perusahaan swasta adalah untuk menentukan berapa banyak modal yang diperlukan untuk mengembangkan proyek yang ingin dijalankan, berapa besar hasil yang akan diterima oleh 37

55 perusahaan dari investasi yang telah ditanamkan, dan apakah besarnya keuntungan cukup menarik bagi perusahaan (Gittinger 1986) Analisis Kelayakan Investasi Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu usaha. Untuk mengukur manfaat proyek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan perhitungan berdiskonto dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto adalah suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang, sedangkan perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu: ukuran-ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger 1986). Kriteria investasi yang digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya suatu usaha menurut Kadariah (1988) adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). Net Present Value Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai sekarang penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran pada tingkat diskonto tertentu. Proyek akan menguntungkan jika NPV bernilai positif. NPV dapat diartikan juga sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi, sehingga untuk menghitungnya diperlukan tingkat bunga yang relevan (Nasution 2009). Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) atau Tingkat Pengembalian Internal adalah tingkat diskonto (discount rate) yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol, yaitu tingkat bunga atau tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan 38

56 menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Jika nilai IRR lebih besar dari nilai discount rate yang digunakan, maka usaha layak dijalankan. Grafik hubungan antara NPV dan IRR dapat dilihat pada Gambar 2. NPV NPV 1 IRR DR 1 Discount Rate (%) Gambar 2. Grafik Hubungan NPV dan IRR Sumber: Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi (2009) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit-Cost Ratio merupakan rasio keuntungan per biaya. Rasio ini merupakan pembanding antara jumlah present value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan ini digunakan untuk melihat tingkat manfaat yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Payback Period Payback Period atau Tingkat Pengembalian Investasi merupakan metode yang mengukur periode jangka waktu atau jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal (investasi). Periode pembayaran kembali yang didiskontokan adalah umur dimana tingkat diskonto tertentu, penerimaan bersih kumulatif sama dengan nol, dan menunjukkan pada umur berapa investasi dapat dikembalikan. Semakin cepat investasi modal dapat kembali, maka semakin baik suatu proyek diusahakan karena modal yang kembali dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain. 39

57 Analisis Switching Value (Nilai Pengganti) Semua biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh setiap tahun dihitung berdasarkan data yang ada. Sementara itu, kondisi lingkungan yang selalu berubah akan mempengaruhi biaya dan manfaat yang diperoleh, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya suatu kekeliruan dan ketidaktepatan biaya dan penerimaan akibat adanya perubahan-perubahan. Analisis switching value (nilai pengganti) mencoba melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila dilakukan perubahan-perubahan dalam biaya dan manfaat. Switching value dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana perubahan yang terjadi dapat ditoleransi untuk dilaksanakan. Pada analisis switching value, dicari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat yang terjadi, yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol (NPV = 0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan satu (cateris paribus). Artinya, sampai tingkat berapa proyek yang akan dijalankan mentoleransi peningkatan harga atau penurunan input dan penurunan harga atau jumlah output (Gittinger 1986) Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi ialah suatu laporan keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi. Laporan laba rugi juga merupakan suatu laporan yang menunjukkan hasil-hasil operasi perusahaan selama waktu tersebut (Gittinger 1986). Laba merupakan apa saja yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengeluaran-pengeluaran yang timbul di dalam memproduksi atau menjual barang dan jasa (Napitupulu 2009). Laporan laba rugi ini menghasilkan suatu perhitungan yang akhirnya dapat melihat apakah suatu proyek yang dijalankan mendapatkan keuntungan ataukah mendapatkan kerugian selama proyek berlangsung. 40

58 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya alternatif penggunaan bahan baku untuk membuat mi mentah yang selama ini menggunakan tepung terigu, yaitu dengan menggunakan tepung jagung. Selama ini, produsen mi mentah hanya menggunakan tepung terigu untuk membuat mi dimana tepung terigu tersebut berasal dari gandum yang harus diimpor dari luar negeri. Tepung jagung dapat menjadi alternatif bahan baku untuk pembuatan mi jagung karena selain harganya lebih murah dibandingkan tepung terigu, tepung jagung merupakan komoditas lokal yang tidak perlu diimpor karena dapat diperoleh dari dalam negeri. Selain itu, mi mentah yang menggunakan bahan baku tepung jagung tidak perlu lagi menggunakan tambahan pewarna makanan karena sudah memiliki warna kuning alami yaitu dari kandungan beta karoten yang terdapat di dalam jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha mi mentah dengan menggunakan bahan baku tepung jagung. Kelayakan pengembangan usaha mi mentah jagung ini dinilai melalui beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, aspek hukum, dan aspek finansial. Analisis finansial mengkaji NPV, IRR, Net B/C Ratio, Payback Period, dan analisis switching value. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengusaha mi mentah melalui informasi dan rekomendasi mengenai pengembangan usaha mi mentah yaitu Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. 41

59 Perusahaan Mie Mentah Bapak Sukimin mengolah mi mentah berbahan baku tepung jagung Analisis Kelayakan Usaha Skenario I Mi mentah 30 persen jagung Skenario II Mi mentah 100 persen jagung Aspek Non finansial: Aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, aspek hukum Aspek Finansial: NPV (Net Present Value) IRR (Internal Rate of Return) Net B/C (Net Benefit-Cost Ratio) PBP (Payback Period) Analisis Switching Value karena perubahan harga input atau output. Tidak Layak Layak Perbaikan usaha dengan reorientasi alokasi sumber daya Pengembangan usaha Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Mi Mentah Jagung pada Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin 42

60 IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin merupakan produsen mi mentah yang sudah sering mengikuti seminar dan pelatihan tentang mi jagung yang diadakan oleh Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center yang bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin belum pernah melakukan analisis kelayakan usaha maka penelitian kelayakan bisnis dilakukan di tempat ini. Pengambilan data di lapangan dilaksanakan pada bulan April Mei Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan selama umur usaha, baik investasi maupun operasional dan penerimaan selama satu tahun usaha. Data tersebut digunakan untuk membuat analisis kelayakan usaha produksi mi berbahan dasar tepung jagung. Data sekunder diperoleh dari beberapa buku, skripsi, dan artikel yang berkaitan dengan materi penelitian, serta pengolahan data yang diperoleh dari dinas-dinas terkait Metode Pengumpulan Data Data primer yang terkumpul diperoleh melalui wawancara dengan Bapak Sukimin selaku pemilik usaha, karyawan-karyawan Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin, dan pemasok. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dari beberapa buku, skripsi, artikel-artikel terkait yang diperoleh dari internet, dan pengolahan data-data yang didapat dari dinas-dinas terkait. 43

61 4.4. Metode Pengolahan Data kuantitatif yang diperoleh selama penelitian, terutama mengenai biaya-biaya dan penerimaan di dalam cashflow diolah menggunakan program Microsoft Excel Program ini dipilih karena telah lazim digunakan dan relatif mudah digunakan. Data kualitatif diolah dengan menggunakan penjelasan secara deskriptif Metode Analisis Data Analisis kelayakan usaha pembuatan mi jagung 30 persen dan mi jagung 100 persen dilakukan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kerugian pada saat rencana pengembangan usaha sudah berjalan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengkaji karakteristik dan aspek-aspek kelayakan usaha mi jagung di tempat penelitian. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, dan aspek hukum. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha mi mentah jagung. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menilai kriteria-kriteria investasi yang menyatakan layak atau tidak suatu usaha yang akan dijalankan. Kriteria-kriteria investasi tersebut yaitu: a. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi pada tingkat bunga tertentu. NPV juga dapat dikatakan sebagai selisih antara nilai bersih dari manfaat dan biaya pada setiap tahun kegiatan usaha. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009) : 44

62 Dimana : Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3,, n) Tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1, tergantung karakteristik bisnis. i = Tingkat Discount Rate (DR) (%) Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria investasi, yaitu: 1) NPV < 0, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan sehingga proyek tidak dapat dilaksanakan. 2) NPV = 0, proyek tidak untung dan juga tidak rugi. Proyek menghasilkan sebesar modal opportunity cost faktor produksi modal, pelaksanaan proyek tergantung pada penilaian pengambil keputusan. 3) NPV > 0, proyek menguntungkan karena dapat menghasilkan lebih besar dari modal opportunity cost faktor produksi modal, sehingga proyek dapat dilaksanakan. b. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga (discount rate) pada saat nilai NPV sama dengan nol. Sebuah usaha dapat dikatakan layak dilakukan jika nilai IRR lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang telah ditentukan. Berikut merupakan rumus IRR (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009) : Dimana : i 1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i 2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 = NPV positif NPV 2 = NPV negatif Suatu proyek dikatakan layak apabila nilai IRR yang diperoleh tersebut lebih besar dari tingkat diskonto. Sedangkan jika nilai IRR yang diperoleh lebih 45

63 kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. c. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit-Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah nilai bersih yang bernilai positif sebagai pembilang dan nilai bersih yang bernilai negatif sebagai penyebut. Analisis Net B/C ini digunakan untuk menilai tingkat efisiensi setiap rupiah yang dikeluarkan yang diperoleh dari penerimaan. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009) : Dimana: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = Discount rate (%) t = Tahun Suatu proyek dikatakan layak jika Net B/C Ratio lebih besar atau sama dengan satu (Net B/C Ratio 1). Hal ini berarti proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai Net B/C Ratio lebih kecil dari satu (Net B/C Ratio 1), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena berarti manfaat yang akan diperoleh dari suatu proyek lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek tersebut. d. Payback Period Payback Period merupakan jumlah tahun yang dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal dengan cara mengukur kecepatan proyek dalam mengembalikan biaya awal. Semakin kecil angka yang dihasilkan, maka usaha tersebut semakin baik untuk diusahakan. 46

64 Rumusan Payback period yaitu (Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi 2009): Dimana : I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya. Usaha mi mentah Bapak Sukimin memiliki umur bisnis selama 10 tahun. Hal ini berdasarkan umur ekonomis dari mesin-mesin produksi mi yang digunakan dalam usaha. Apabila selama proyek dapat mengembalikan modal sebelum berakhirnya umur proyek, maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan Analisis Switching Value Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak terhadap hasil analisis akibat dari suatu keadaan yang selalu berubah. Tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi, apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyekproyek yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu mendatang (Gittinger 1986). Analisis switching value merupakan variasi dari analisis sensitivitas. Menurut Gittinger (1986), pada analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Dalam penelitian ini, analisis switching value digunakan untuk mengetahui perubahan maksimal pada kenaikan harga input atau bahan baku dan penurunan jumlah penjualan, sehingga usaha ini masih layak untuk dilakukan. 47

65 Laporan Laba Rugi Perusahaan menggunakan laporan laba rugi untuk mengetahui perkembangan usaha dalam periode waktu tertentu. Komponen laba rugi pada usaha mi jagung 30 persen dan mi jagung 100 persen ini yaitu pendapatan penjualan hasil produksi, biaya operasional, biaya penyusutan, dan pajak penghasilan Asumsi-asumsi yang Digunakan dalam Penelitian Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Usaha dilakukan dengan menggunakan modal sendiri. 2) Keadaan ekonomi selama umur bisnis diasumsikan tetap. 3) Terdapat dua skenario rencana usaha yang akan dilakukan. Skenario pertama adalah usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen (campuran tepung terigu dan tepung jagung dengan perbandingan 70:30). Skenario kedua adalah mi mentah jagung 100 persen. 4) Tingkat diskonto yang digunakan adalah berdasarkan rata-rata suku bunga seluruh bank selama satu tahun terakhir sebesar 7,47 persen untuk deposito 12 bulan. 5) Umur proyek adalah 10 tahun didasarkan dari usia ekonomis mesin-mesin produksi mi. 6) Usaha mi mentah terigu merupakan usaha yang sudah berjalan. Oleh karena itu, penjualan pada usaha ini diasumsikan sudah 100 persen selama umur bisnis. 7) Usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen memiliki penjualan pada tahun ke-1 hanya 50 persen dari total penjualan karena perusahaan masih dalam tahap persiapan pengadaan mesin-mesin dan peralatan. Sementara pada tahun ke-2, perusahaan mulai melakukan produksinya menjadi 70 persen karena masih dalam tahap pengenalan produk kepada konsumen. Pada tahun ke-3 sampai ke-10, perusahaan sudah melakukan produksi 100 persen karena sudah memiliki pengalaman dan sudah dikenal oleh konsumen. 48

66 8) Inflow dan outflow merupakan proyeksi pada penelitian dan informasi yang didapatkan pada saat penelitian. 9) Kegiatan produksi dilakukan setiap hari selama 11 bulan. Satu bulan diasumsikan terdiri dari 30 hari. 10) Produksi mi mentah dilakukan selama 11 bulan. Sementara pada bulan Ramadhan, perusahaan hanya berfokus pada produksi jasa penggilingan pangsit saja. 11) Kapasitas Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin saat ini adalah menghasilkan 140 kilogram mi mentah dan 20 kilogram pangsit per hari. 12) Harga-harga yang digunakan adalah harga yang berlaku selama bulan April Mei 2011 dan konstan selama penelitian. Harga-harga tersebut adalah harga tepung terigu per bal yang digunakan oleh Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin yaitu terigu Cakra Kembar Rp , dan tepung jagung Rp Harga bahan-bahan lain yaitu garam Rp per bal, tartrazine Rp per kg, soda as Rp per kg, STPP Rp per kg, dan potasium karbonat Rp per kg. 13) Harga jual mi mentah terigu, mi mentah jagung 30 persen, dan mi mentah jagung 100 persen yaitu Rp per kg, pangsit basah Rp , pangsit kering Rp , dan jasa penggilingan pangsit Rp per kilogram terigu. 14) Total produksi adalah jumlah mi dalam satuan kilogram yang dihasilkan selama satu tahun. Nilai total penjualan adalah hasil kali antara total produksi dengan harga jual. 15) Biaya yang dikeluarkan untuk usaha produksi mi jagung ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. 16) Penyusutan dihitung menggunakan metode garis lurus. Penyusutan digunakan untuk menghitung pajak penghasilan dimana pajak penghasilan merupakan komponen dari laba rugi dan cash flow. 17) Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dimana harga beli dibagi dengan umur ekonomis. Nilai sisa 49

67 didapat dari hasil kali sisa umur ekonomis barang reinvestasi dengan nilai penyusutannya. 18) Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pasal 17 ayat 2a, yaitu: Pasal 17 ayat 1 b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 persen. Pasal 17 ayat 2 a. Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25 persen yang mulai berlaku sejak tahun pajak

68 V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah Berdirinya Perusahaan Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin berawal dari keinginan Bapak Sukimin untuk merubah hidup keluarganya menjadi lebih baik. Pada awalnya, Bapak Sukimin bekerja sebagai buruh bangunan di Jakarta. Penghasilan yang diterima sebagai buruh bangunan dirasakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Bekerja sebagai buruh bangunan akan sangat bergantung kepada ada atau tidaknya proyek pembangunan. Jika dalam satu bulan tidak ada proyek bangunan, maka selama waktu tersebut Bapak Sukimin tidak memperoleh pendapatan. Oleh karena itu, Bapak Sukimin berusaha mencari alternatif lain untuk mencari penghasilan. Pada tahun 1983, Bapak Sukimin bertemu dengan Bapak Tarno yang merupakan seorang pedagang mi ayam. Bapak Sukimin pun tertarik untuk belajar menjadi penjual mi ayam. Bapak Sukimin pun berhenti menjadi seorang buruh bangunan. Dan sejak saat itu, Bapak Sukimin bekerja dengan Bapak Tarno sebagai penjual mi ayam keliling. Bapak Sukimin memulai usaha mi ayam dengan membuat sendiri gerobak mi ayam keliling untuk berjualan. Gerobak tersebut diperoleh dari uang tabungan hasil bekerja sebagai buruh bangunan. Pada saat itu, pasokan mi masih diperoleh dari Bapak Tarno. Saat baru memulai membuat mi sendiri, banyak kesulitan yang dialami oleh Bapak Sukimin. Seringkali mi buatannya tidak memiliki kualitas yang baik sehingga harus mengulangi produksi. Hal ini tentu saja menyebabkan biaya produksi yang besar. Pada tahun 1985, Bapak Sukimin dan keluarga memutuskan untuk pindah ke Bogor. Bapak Sukimin melihat adanya peluang pasar yang lebih luas untuk produk mi ayam di Kota Bogor. Pada saat itu, pesaing usaha mi ayam masih belum banyak. Pada awalnya, usaha ini hanya memiliki satu gerobak mi ayam. Bapak Sukimin juga membuat gerobak lain untuk pedagang baru yang ingin berjualan mi ayam keliling. Namun seiring dengan berjalannya usaha, sekarang sudah ada 35 unit gerobak mi ayam yang digunakan oleh pedagang-pedagang mi ayam keliling. Keuntungan yang diperoleh akan ditabung untuk kemudian 51

69 dijadikan modal membuat gerobak mi ayam baru. Begitu seterusnya hingga mencapai jumlah yang sekarang. Kini, Bapak Sukimin sudah tidak lagi berjualan mi ayam dan lebih fokus untuk memproduksi mi mentah Profil Perusahaan Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin beralamat di Ciheuleut RT 01 RW 06, Kelurahan Tegal Lega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Bapak Sukimin pertama kali memulai usaha ini pada tahun Usaha mi ayam ini dipimpin langsung oleh Bapak Sukimin selaku pemilik. Pemilik dibantu oleh seorang karyawan yang bekerja di bagian produksi dan distribusi produk ke pelanggan. Selain memproduksi mi mentah, usaha ini juga memproduksi pangsit dan jasa penggilingan pangsit. Saat ini, Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin memiliki kapasitas produksi sebesar 125 kilogram tepung terigu setiap hari. Maka dalam satu bulan, usaha ini dapat memproduksi hingga kilogram tepung terigu. Omset yang diterima usaha ini dengan kapasitas produksi tersebut yaitu sebesar Rp ,00 per hari atau Rp ,00 per bulan. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin tergolong ke dalam usaha perorangan dimana Bapak Sukimin merupakan pemilik tunggal dari usaha ini. Bapak Sukimin tidak menerapkan perekrutan karyawan secara formal. Bapak Sukimin membuka kesempatan bagi siapapun yang ingin berjualan mi ayam bersama dengan beliau. Bapak Sukimin akan menyediakan gerobak lengkap dengan segala perlengkapan jualan secara gratis kepada penjual, namun dengan beberapa ketentuan yang telah disepakati bersama. Penjual mi ayam keliling hanya boleh mengambil pasokan mi mentah dari Bapak Sukimin. Jika penjual mi ayam keliling tersebut mengambil pasokan mi mentah dari produsen lain, Bapak Sukimin akan menarik kembali gerobak dan perlengkapan yang beliau pinjamkan di awal. Sistem seperti ini yang sering diterapkan oleh produsen-produsen mi ayam di Kota Bogor. Jika ada pedagang baru yang ingin mulai berjualan mi ayam, mereka dapat datang kepada Bapak Sukimin walaupun tanpa modal. Bapak Sukimin akan memberikan kemudahan dengan menyediakan perlengkapan untuk berjualan dan gerobak keliling secara gratis. Gerobak yang dipinjamkan ini dapat dibawa pulang 52

70 oleh peminjam, sehingga lebih memudahkan dalam proses berjualan. Peminjam gerobak dapat langsung mempersiapkan usaha mi ayam di rumah. Pada awal usaha, Bapak Sukimin menerapkan sistem sewa sampai pedagang baru tersebut mampu membeli barang-barang modalnya sendiri. Bapak Sukimin juga tidak menerapkan sistem kerja seperti atasan dan bawahan. Mereka yang datang untuk belajar berjualan mi ayam tidak memiiki ikatan untuk terus menjadi bawahan atau pegawai Bapak Sukimin. Mereka dapat membuka usaha sendiri jika merasa sudah mampu berwirausaha sendiri Deskripsi Usaha Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin belum melakukan kegiatan produksi mi mentah jagung dalam skala komersil. Sejak mengikuti beberapa seminar mengenai pembuatan mi mentah jagung pada tahun 2008 lalu, Bapak Sukimin masih melakukan kegiatan percobaan produksi di pabriknya sendiri. Produk yang dicoba yaitu mi mentah jagung 30 persen. Sementara itu, Bapak Sukimin sudah melakukan percobaan produksi mi jagung 100 persen saat mengikuti pelatihan pembuatan mi jagung yang diadakan oleh SEAFAST Center IPB. Produk-produk yang dihasilkan Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin didistribusikan secara langsung kepada para pemesan tanpa melalui distributor. Bapak Sukimin dan seorang karyawannya mensuplai produk mi mentah ke pedagang-pedagang mi ayam keliling di daerah sekitar Kota Bogor. Usaha yang dilakukan oleh Bapak Sukimin secara tidak langsung berada di bawah binaan Institut Pertanian Bogor. Hal ini karena Bapak Sukimin sering kali mendapatkan seminar-seminar mengenai sanitasi dan kebersihan dalam produksi, serta pelatihan-pelatihan mengenai pembuatan mi jagung yang baik. 53

71 VI ASPEK NON FINANSIAL Aspek-aspek non finansial yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, dan aspek hukum Aspek Pasar Sebelum menjalankan suatu usaha, penting untuk mengkaji aspek pasar untuk mengetahui adanya potensi pasar bagi suatu produk. Pada penelitian ini aspek pasar yang dianalisis meliputi permintaan, penawaran, serta bauran pemasaran yang terdiri dari aspek produk, harga, distribusi, dan promosi Permintaan Peluang pasar mi mentah masih terbuka karena didukung oleh pergeseran pola makan masyarakat Indonesia yang mulai mengkonsumsi pangan pokok selain nasi. Mi mentah yang diolah menjadi mi ayam sudah lazim menjadi makanan pokok pengganti nasi bagi masyarakat. Hal ini karena mi ayam merupakan makanan yang mudah ditemukan, mulai dari pusat perbelanjaan hingga di pinggir jalan. Berdasarkan kajian perilaku konsumen yang dilakukan oleh Juniawati (2003) dapat diketahui bahwa mi merupakan produk pangan non beras yang paling sering dikonsumsi dibandingkan dengan produk pangan non beras lainnya. Selain itu, tingginya potensi pasar untuk produk mi juga terlihat dari hasil produksi yang habis terjual. Mi mentah yang dihasilkan oleh perusahaan adalah sekitar kilogram mi mentah dalam satu kali produksi. Mi juga merupakan produk pangan yang memiliki cakupan segmentasi konsumen yang luas dan berasal dari berbagai kalangan. Produk mi dapat dinikmati oleh anak-anak hingga orang dewasa dari berbagai latar belakang ekonomi. Penelitian Juniawati (2003) juga menyatakan bahwa sebanyak 84 persen panelis menganggap bahwa produk mi jagung instan dapat menggantikan produk mi instan yang sudah ada. Selain itu, hasil kajian Juniawati (2003) menunjukkan 84 persen panelis berminat untuk membeli produk mi jagung instan apabila telah 54

72 tersedia di pasaran. Karakteristik produk yang diharapkan oleh konsumen secara umum terdiri dari kandungan zat gizi, harga terjangkau, tidak berdampak buruk bagi tubuh, produk bermutu tinggi, praktis untuk dikonsumsi, mudah didapat, kemasan menarik, dan memiliki beberapa pilihan rasa (Juniawati 2003). Hasil penelitian Putra (2009) juga menyatakan bahwa sebanyak 85 persen responden pedagang mi bakso menyatakan bersedia menggunakan mi jagung, sementara jumlah responden konsumen mi bakso yang bersedia adalah sebesar 87 persen. Penelitian Putra (2009) juga menghasilkan banyak alternatif penggunaan mi jagung yaitu mi bakso (87 persen), mi ayam (36,4 persen), soto mi (32,6 persen), dan mi goreng (12,4 persen) Penawaran Jumlah penawaran industri dapat dilihat dari jumlah produksi perusahaan karena seluruh hasil produksi perusahaan dijual ke pasar. Berdasarkan data dari Paguyuban Pedagang Mi Ayam Tunggal Rasa wilayah Bogor terdapat 20 orang produsen mi mentah di Bogor. Jika diasumsikan setiap produsen memproduksi rata-rata 50 kilogram mi mentah setiap harinya maka dapat disimpulkan bahwa penawaran industri di Bogor saja mencapai kilogram mi mentah setiap harinya atau mencapai 30 ton setiap bulannya. Dalam industri mi mentah di Bogor, setiap produsen menetapkan harga yang berbeda. Penetapan harga yang berbeda ini juga menunjukkan kualitas mi yang dijual. Bapak Sukimin menetapkan harga yang sedikit lebih tinggi daripada produsen lain yaitu Rp per kilogram. Harga jual mi mentah yang ditetapkan oleh produsen lain berkisar antara Rp Rp per kilogram. Bapak Sukimin berani menetapkan harga yang sedikit lebih tinggi karena mi mentah buatan Bapak Sukimin memiliki daya tahan yang lebih lama. Mi mentah buatan Bapak Sukimin mampu bertahan selama satu hari penuh tanpa berubah warna, tidak berbau asam, dan masih tetap kenyal Bauran Pemasaran Strategi bauran pemasaran diperlukan untuk menghadapi persaingan di pasar. Startegi bauran pemasaran yang dilakukan oleh Usaha Mi Mentah Bapak 55

73 Sukimin dalam memasarkan produknya adalah dengan menggunakan strategi 4P yaitu produk (Product), harga (Price), tempat (Place), dan promosi (Promotion). a. Produk (Product) Menurut Kotler dan Armstrong (2008), produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Jenis produk yang ditawarkan oleh usaha mi ayam Bapak Sukimin yaitu mi mentah, pangsit basah, pangsit kering dan jasa penggilingan pangsit. Mi mentah merupakan produk utama yang terbuat dari tepung terigu dan tepung jagung. Produk pangsit, baik pangsit basah maupun pangsit kering, merupakan produk yang biasa digunakan sebagai makanan pelengkap untuk mi ayam atau dapat juga dikonsumsi sebagai pelengkap batagor. Sedangkan produk jasa penggilingan pangsit merupakan jasa memproduksi pangsit mentah dimana bahan-bahan pangsit dibawa sendiri oleh konsumen. Produk jasa penggilingan pangsit ini biasa dilakukan saat bulan Ramadhan. Produk yang saat ini dihasilkan oleh Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin adalah mi mentah terigu. Sedangkan produk yang direncanakan untuk diproduksi yaitu mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen. Produk mi mentah dipasarkan dalam bentuk kemasan plastik dengan satuan kilogram. Berat masing-masing kemasan disesuaikan dengan pesanan dari konsumen. Menurut klasifikasinya, komoditi yang ditawarkan usaha ini termasuk ke dalam barang konsumsi tidak langsung. Hal ini karena produk mi mentah dibeli oleh pedagangpedagang mi ayam keliling untuk kemudian diolah dan dijual ke konsumen akhir. b. Harga (Price) Harga merupakan sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat memiliki atau menggunakan produk yang nilainya ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Harga yang ditetapkan untuk produk mi mentah terigu, mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah jagung 100 persen adalah sama yaitu Rp ,00 per kilogram. Harga jual untuk pangsit basah yaitu Rp ,00 dan pangsit kering yaitu Rp ,00. Harga untuk jasa penggilingan pangsit yaitu Rp 4.000,00 per kilogram terigu. 56

74 Harga jual ini ditetapkan berdasarkan perhitungan harga pokok produksi ditambah dengan tingkat keuntungan yang ingin diperoleh oleh pengusaha. Metode yang digunakan dalam menentukan harga jual produk adalah metode Cost Plus Pricing. Harga jual ditentukan dengan cara menambah sejumlah persentase tertentu dari harga pokok produksi pada harga jual produk. c. Distribusi (Place) Pemasaran produk mi mentah Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin saat ini hanya dilakukan di daerah sekitar Kota Bogor. Usaha Bapak Sukimin belum berencana untuk merambah ke daerah lain di luar Kota Bogor. Hal ini karena, Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin belum dapat memenuhi permintaan yang ada dari luar Kota Bogor. Pemasaran produk mi Bapak Sukimin hanya terdapat satu saluran distribusi yang digunakan. Saluran distribusi yang digunakan yaitu dari perusahaan langsung disampaikan ke pedagang-pedagang mi ayam keliling di Kota Bogor. Saluran distribusi Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin dapat dilihat pada Gambar 4. (Perusahaan) Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin (Konsumen) Pedagang mi ayam keliling Gambar 4. Saluran Pemasaran Mi Mentah Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) d. Promosi (Promotion) Sistem promosi yang digunakan yaitu dengan memberikan fasilitas gerobak komplit dengan perlengkapannya secara gratis bagi siapapun yang ingin memulai usaha berjualan mi ayam dengan memenuhi syarat tertentu. Syarat tersebut yaitu harus mengambil pasokan mi dari Bapak Sukimin. Sistem pinjaman gerobak ini memudahkan jalan usaha bagi calon penjual mi ayam keliling. Sistem seperti ini akan memperluas jaringan pemasaran melalui pedagang gerobak keliling sehingga dapat menjangkau konsumen yang lebih banyak. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin sampai sejauh ini masih menggunakan sistem promosi secara tradisional. Pemilik menawarkan produk 57

75 kepada relasi-relasinya sehingga promosi dilakukan dengan cara mouth to mouth. Selain promosi secara langsung, Bapak Sukimin juga kerap mengikuti pameran pangan berbasis terigu yang dilakukan oleh Bogasari. Media promosi yang digunakan oeh Bapak Sukimin masih terbatas pada pemberian kartu nama kepada relasi-relasi dan calon pelanggan. Sampai saat ini, beliau belum menggunakan media lain untuk mempromosikan usahanya Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan analisis aspek pasar, dapat disimpulkan bahwa usaha pembuatan mi mentah ini layak untuk dilaksanakan. Hal ini karena produk mi yang dihasilkan memiliki harga jual yang cukup tinggi jika dibandingkan harga yang ditetapkan oleh produsen lain. Namun harga jual yang lebih tinggi ini sepadan dengan kualitas yang ditawarkan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis aspek pasar diketahui bahwa potensi pasar bagi mi mentah masih sangat potensal bagi pemasaran produk tersebut. Strategi pemasaran meliputi strategi product, price, place, dan promotion yang dilakukan oleh perusahaan ikut mendukung berjalannya usaha. Dengan demikian, berdasarkan aspek pasar dapat disimpulkan bahwa usaha mi mentah ini layak untuk dilakukan Aspek Teknis Aspek teknis adalah suatu aspek yang akan berkenaan langsung dengan proses berjalannya proyek secara teknis dan pengoperasiannya di lapangan. Analisis dalam aspek teknis meliputi lokasi usaha, bahan baku dan peralatan, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan, proses produksi, dan layout bangunan Lokasi Usaha Lokasi usaha pembuatan mi mentah adalah di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Di Kelurahan Tegal Lega terdapat dua produsen mi mentah, yaitu Bapak Sukimin dan Bapak Sugi. Kapasitas produksi usaha mi mentah Bapak 58

76 Sukimin yaitu 125 kilogram per hari. Sedangkan kapasitas produksi mi Bapak Sugi yaitu 10 kilogram per hari dan untuk kebutuhan penjualan sendiri. Bapak Sukimin memilih lokasi di Kota Bogor karena lebih dekat dengan konsumen. Pertimbangan pemilihan lokasi di Kelurahan Tegal Lega karena lokasi tersebut dekat dengan kampus Universitas Pakuan sebagai target awal pasar mi ayam Bapak Sukimin. Lokasi ini juga dinilai cukup strategis karena terletak di pusat kota sehingga lebih memudahkan untuk menjangkau daerah-daerah tujuan distribusi pesanan mi mentah. Saat ini, sebaran pemasaran mi mentah Bapak Sukimin yaitu daerah Ciomas, Pasir Kuda, Sukasari, Makam Pahlawan, Tajur, Ciawi, Merdeka, dan Gunung Batu. Lokasi ini juga memudahkan pengusaha untuk mendapatkan pasokan bahan baku tepung terigu yang berasal dari Cilegon melalui gudang yang ada di Karadenan Kabupaten Bogor, karena lokasinya yang cukup strategis dengan akses transportasi yang sudah baik. Lokasi ini jauh dari pemasok-pemasok tepung jagung yang berasal dari Jawa Timur. Namun, terdapat alternatif pemasok tepung jagung lain yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Tengah walaupun tidak sebanyak pemasok dari Jawa Timur. Berdasarkan segi fasilitas, instalasi air, listrik, dan telepon sudah tersedia dengan baik. Akses jalan menuju lokasi juga sudah terbuka dengan adanya jalur angkutan umum. Tidak ada kesulitan untuk menuju lokasi usaha karena fasilitas jalan yang dapat diakses hingga kendaraan beroda empat Bahan Baku dan Peralatan Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi mi mentah cukup beragam. Bahan baku utama untuk pembuatan mi mentah terigu, mi mentah jagung 30 persen, dan mi mentah jagung 100 persen memiliki perbedaan. Bahan baku utama untuk pembuatan mi mentah terigu yaitu tepung terigu. Bahan baku utama untuk pembuatan mi mentah jagung 30 persen yaitu tepung terigu dan tepung jagung dengan perbandingan 70:30. Bahan baku utama untuk pembuatan mi mentah jagung 100 persen yaitu tepung jagung. Bahan baku lain yaitu tepung tapioka, garam, soda abu, dan bahan pewarna makanan tartrazine. 59

77 Data perkembangan konsumsi jagung di Indonesia pada tahun yang terdapat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perkembangan konsumsi jagung pada industri pangan cukup berfluktuasi. Perkembangan konsumsi jagung secara total memiliki rata-rata peningkatan sebesar 2,9 persen. Sedangkan perkembangan konsumsi jagung pada industri pangan memiliki rata-rata sebesar 3,8 persen. Sementara itu, ketersediaan jagung terutama di provinsi Jawa Barat memiliki perkembangan yang positif. Berdasarkan data produksi tanaman jagung untuk provinsi Jawa Barat tahun dapat diketahui bahwa rata-rata perkembangan produksi jagung di Jawa Barat mencapai 10,35 persen 5. Perkembangan produksi jagung terutama di Jawa Barat yang memiliki nilai lebih besar dibandingkan perkembangan konsumsi jagung pada industri pangan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku tepung jagung untuk memproduksi mi mentah jagung di kemudian hari. Pada produksi mi mentah terigu, pasokan bahan baku tepung terigu diperoleh dari gudang terigu di Karadenan Kabupaten Bogor. Pemesanan tepung terigu dilakukan melalui telepon kemudian terigu diantarkan ke tempat pemesan. Sedangkan pasokan tepung jagung diperoleh dari Ponorogo, Jawa Timur. Pengiriman dapat dilakukan dengan sistem paket melalui pengiriman antar kota. Standar dan spesifikasi bahan baku untuk pembuatan mi mentah yaitu harus menggunakan tepung terigu dengan kandungan protein sekitar 13 persen. Sedangkan spesifikasi tepung jagung yang digunakan harus berukuran 100 mesh. Penggunaan bahan tambahan makanan seperti soda as, STPP, potasium karbonat, guar gum, dan tartrazine harus disesuaikan dengan proporsi yang aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan pengalaman Bapak Sukimin, kualitas mi mentah yang baik yaitu mi mentah mampu bertahan selama 12 jam setelah diproduksi. Oleh karena itu, standar dan spesifikasi bahan baku yang digunakan harus sesuai dengan yang ditetapkan. 5 [BPS] Badan Pusat Statistik Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Jagung untuk Provinsi Jawa Barat Tahun (diolah). [13 September 2011] 60

78 Kapasitas Produksi Usaha produksi mi mentah Bapak Sukimin merupakan sebuah industri rumah tangga. Namun untuk saat ini, kegiatan produksi mi mentah belum dilakukan secara optimal. Hal ini karena masih terbatasnya wilayah cakupan distribusi mi. Saat ini, kapasitas produksi usaha mi ayam Bapak Sukimin pada hari normal berada pada kisaran 100 kilogram sampai 125 kilogram mi mentah per satu periode produksi. Satu periode produksi dilakukan dalam satu hari. Maka dalam satu bulan, kapasitas produksi mi mentah adalah kilogram sampai dengan kilogram setiap bulan. Produksi mi mentah cenderung stabil sepanjang tahun, kecuali pada bulan Ramadhan produksi mi mentah akan menurun drastis karena banyak pedagang mi ayam keliling yang libur. Namun, pada bulan Ramadhan produksi jasa penggilingan pangsit mentah cenderung meningkat. Masyarakat menyukai produk pangsit ini untuk dijadikan panganan camilan saat berbuka puasa atau camilan saat Hari Raya Teknologi yang Digunakan Teknologi pembuatan mi mentah dilakukan secara mekanik. Teknologi yang digunakan dalam pembuatan mi mentah pada Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin menggunakan teknologi calendering. Mesin utama yang digunakan dalam teknologi calendering ini yaitu mesin sheeting. Mesin sheeting yang digunakan dalam usaha kini sudah dilengkapi juga dengan mesin potong mi (slitting). Teknologi yang digunakan dalam pembuatan mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen adalah sama. Mesin-mesin yang digunakan dalam pembuatan mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen yaitu mesin adonan (dough mixer) dan mesin press adonan (sheeting). Sedangkan teknologi yang digunakan dalam pembuatan mi mentah jagung 100 persen terdiri dari mesin adonan (dough mixer), mesin pengukusan (steaming box), mesin penggiling daging (grinder), dan mesin press adonan (sheeting). 61

79 Gambar 5. Mesin Adonan (kiri) dan mesin press adonan (kanan) Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Setiap mesin yang digunakan dalam pembuatan mi mentah memiliki fungsi yang berbeda-beda. Mesin adonan (dough mixer) digunakan untuk mencampur bahan-bahan hingga homogen. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin menggunakan dua mesin adonan dengan kapasitas yang berbeda. Mesin adonan dengan kapasitas 25 kilogram digunakan untuk produksi mi mentah. Sedangkan mesin adonan dengan kapasitas 15 kilogram digunakan untuk produksi pangsit. Mesin press adonan (sheeting) digunakan untuk memadatkan dan memipihkan adonan sehingga terbentuk lembaran. Mesin potong (slitting) yang terdapat dalam mesin press berfungsi untuk memotong lembaran adonan menjadi untaian mi. Gambar 6. Mesin kukus adonan (steaming box) Sumber: Kusnandar F. (2010) 6 6 Kusnandar F Peluang Bisnis Mi Jagung dan Potensi Pengembangannya. [29 September 2010] 62

80 Pada pembuatan mi mentah jagung 100 persen terdapat mesin pengukusan (steaming box) yang berfungsi untuk mengukus sebagian adonan agar mengalami proses glutenisasi. Mesin penggiling daging (grinder) berfungsi untuk memampatkan dan menekan adonan agar lebih kompak sebelum diproses ke dalam mesin press. Rincian fungsi alat-alat yang digunakan dalam usaha pembuatan mi mentah dapat dilihat pada Tabel 8. 63

81 Tabel 8. Fungsi Alat-alat yang Digunakan dalam Produksi Mi Mentah. No. Peralatan Fungsi 1 Mesin adonan 25 kg Mengaduk adonan mi mentah agar homogen. 2 Mesin adonan 15 kg Mengaduk adonan pangsit agar homogen. 3 Mesin sheeting Memipihkan adonan mi dan memotong lembaran adonan mi menjadi untaian mi. 4 Mesin steaming box Mengukus sebagian adonan mi jagung untuk menyempurnakan proses gelatinisasi. 5 Mesin grinder Menggiling adonan mi jagung untuk memampatkan dan menekan adonan agar lebih kompak. 6 Meja besar Proses pengemasan mi mentah dan tempat pemotongan pangsit. 7 Timbangan digital Menimbang berat mi mentah dan pangsit. 8 Timbangan 20 kg Menimbang berat mi mentah dan pangsit. 9 Timbangan 60 kg Menimbang berat mi mentah dan pangsit. 10 Baskom sedang 11 Baskom besar Menyimpan adonan, mi mentah, atau pangsit mentah. Menyimpan adonan, mi mentah, atau pangsit mentah. 12 Ember Menampung air untuk bahan baku adonan. 13 Lumpang dan alu Menumbuk bumbu pangsit. 14 Toples besar Menyimpan bahan tambahan makanan. 15 Gentong besar Menyimpan tepung sagu. 16 Centong sagu Mengambil tepung sagu. 17 Pisau Memotong lembaran mi atau lembaran pangsit. 18 Strap besi Membersihkan mesin-mesin mi dari adonan yang sudah kering. 19 Bangku kecil kayu Tempat duduk saat proses produksi. 20 Bangku kecil plastik Tempat duduk saat proses produksi. 21 Sapu Alat kebersihan ruang produksi. 22 Serokan Alat kebersihan ruang produksi. 23 Celemek Pelindung baju agar tidak kotor terkena adonan. 24 Kain saring Alas adonan tepung jagung saat proses pengukusan di dalam mesin steam. 25 Motor Alat transportasi untuk distribusi produk. 26 Tas motor Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Tempat penyimpanan mi mentah siap antar yang diletakkan di atas motor. 64

82 Proses Produksi Proses produksi mi mentah terigu melalui beberapa tahap mulai dari persiapan bahan baku sampai proses pengemasan. Berikut adalah tahapan proses produksi mi mentah terigu: Bahan: terigu Cakra Kembar, tepung sagu, garam, soda as, STPP, potasium karbonat, dan air. Peralatan: timbangan, mesin adonan (dough mixer), mesin sheeting, meja besar, dan plastik kemasan. Prosedur proses produksi: 1. Menimbang bahan-bahan yang digunakan untuk formulasi mi mentah (per 1 kg tepung): tepung terigu, tepung sagu, garam dapur (1 persen), soda as (0,1 persen), STPP (1 persen), potasium karbonat (0,5 persen), dan air (40 persen). 2. Menyiapkan pada tempat terpisah, buat larutan garam dengan cara melarutkan garam, soda as, STPP, potasium karbonat ke dalam air. 3. Kemudian mencampur tepung tersebut dengan bahan-bahan lain sampai homogen. Campuran tepung dimasukkan dalam dough mixer dengan ditambah larutan garam sedikit demi sedikit, selama sekitar 10 menit. 4. Membentuk lembaran adonan dengan menggunakan mesin sheeting. Pengepressan dilakukan sekitar kali, sehingga dapat diperoleh ketebalan lembaran adonan 1,6 mm. 5. Setelah lembaran merata dengan ketebalan yang diinginkan kemudian dipotong dengan mesin slitting sehingga diperoleh untaian mi. Melakukan proses dusting dengan menggunakan tepung sagu selama proses slitting agar untaian mi tidak saling menempel. Kecepatan roll perlu diatur sehingga untaian mi berbelok-belok (keriting). Meletakkan mi secara merata di atas meja kemudian potong mi sesuai ukuran kemasan yang diinginkan. 6. Terakhir mengemas mi mentah terigu dalam plastik dan ditutup rapat. Bagan urutan proses pembuatan mi mentah terigu dapat dilihat pada Gambar 7. 65

83 Tepung terigu Pencampuran adonan dengan dough mixer Larutan garam (Garam, soda as, STPP, potasium karbonat, air) Pemipihan adonan sebanyak kali (sheeting) Pemupuran dengan tepung sagu (dusting) Pemotongan lembaran adonan menjadi untaian mi (slitting) Pemupuran dengan tepung sagu (dusting) Mi mentah terigu Gambar 7. Proses Pembuatan Mi Mentah Terigu Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Berikut adalah produksi mi mentah jagung 30 persen: Bahan: tepung jagung ukuran 100 mesh, tepung terigu Cakra Kembar, tepung sagu, garam, soda as, STPP, potasium karbonat, guar gum, dan air. Peralatan: timbangan, mesin adonan (dough mixer), mesin sheeting, meja besar, dan plastik kemasan. Prosedur proses produksi: 1. Menimbang bahan-bahan yang digunakan untuk formulasi mi mentah (per 1 kg tepung): tepung terigu (70 persen) dan tepung jagung (30 persen), garam dapur (1 persen), soda as (0,1 persen), STPP (1 persen), potasium karbonat (0,5 persen), guar gum (0,5 persen) dan air (40 persen). 2. Mencampur tepung terigu dan tepung jagung hingga merata. Pada tempat terpisah, membuat larutan garam dengan cara melarutkan garam, soda as, STPP, potasium karbonat, guar gum ke dalam air. 3. Kemudian mencampur kering tepung tersebut dengan bahan-bahan lain sampai homogen. Lalu campuran tepung dimasukkan dalam dough mixer dengan ditambah larutan garam sedikit demi sedikit, selama sekitar 10 menit. 66

84 4. Membentuk lembaran adonan dengan menggunakan mesin sheeting. Pengepressan dilakukan sekitar kali, sehingga dapat diperoleh ketebalan lembaran adonan 1,6 mm. 5. Setelah lembaran merata dengan ketebalan yang diinginkan, lembaran dipotong dengan mesin slitting sehingga diperoleh untaian mi. Mengatur kecepatan roll sehingga untaian mi berbelok-belok (keriting). Proses dusting dilakukan dengan menggunakan tepung sagu agar untaian mi tidak saling menempel. Meletakkan mi secara merata di atas meja kemudian mi dipotong sesuai ukuran kemasan yang diinginkan. 6. Mengemas mi mentah jagung 30 persen dalam plastik dan ditutup rapat. Bagan urutan proses pembuatan mi mentah jagung 30 persen dapat dilihat pada Gambar 8. Tepung terigu (70 persen) Tepung jagung (30 persen) Pencampuran adonan dengan dough mixer selama 10 menit Larutan garam (Garam, soda as, STPP, potasium karbonat, air) Pemipihan adonan sebanyak kali (sheeting) Pemupuran dengan tepung sagu (dusting) Pemotongan lembaran adonan menjadi untaian mi (slitting) Pemupuran dengan tepung sagu (dusting) Mi mentah jagung 30 persen Gambar 8. Proses Pembuatan Mi Mentah Jagung 30 Persen Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) 67

85 Berikut merupakan proses produksi mi mentah jagung 100 persen: Bahan: tepung jagung ukuran 100 mesh, tepung sagu, garam, guar gum, dan air bersih. Peralatan: timbangan, dough mixer, mesin sheeting, mesin steaming box, grinder, kain saring, dan plastik kemasan. Prosedur proses produksi: 1. Menimbang bahan-bahan untuk formulasi kering, yaitu tepung jagung (100 persen), garam (1 persen), guar gum (1 persen), dan air (50 persen). Tepung jagung dibagi ke dalam 2 wadah, yaitu 70 persen pada wadah pertama dan 30 persen pada wadah kedua. 2. Pada tempat yang terpisah, membuat larutan garam dengan cara melarutkan garam ke dalam air. 3. Mencampur tepung jagung pada wadah pertama (70 persen) dengan guar gum dengan dough mixer selama 5 menit. Lalu adonan dicampurkan dengan larutan garam yang telah dibuat, kemudian dicampur kembali selama 5 menit. 4. Meratakan adonan yang telah dicampur di atas kain saring yang terlebih dahulu ditempatkan di tray steam (ketebalan sekitar 0,5 cm). Adonan dikukus pada steaming box pada suhu 90 0 C selama 15 menit (suhu dipertahankan agar pengukusan konstan). 5. Setelah proses pengukusan selesai, adonan dikeluarkan dari steaming box, kemudian dicampurkan dengan bagian 30 persen tepung jagung kering (yang tidak dikukus). 6. Adonan campuran tersebut dimasukkan ke dalam grinder daging berdiameter 0,17 cm sebanyak dua kali. Adonan yang keluar dari grinder akan berbentuk pipa silinder panjang. 7. Dalam keadaan panas, adonan dilewatkan dalam mesin sheeting. Proses sheeting dilakukan selama kali sehingga diperoleh lembaran adonan mulai ketebalan 0,2 cm hingga 0,14 cm. Melakukan pemupuran (dusting) dengan menggunakan tepung jagung kering (12 gram per 1 kg formulasi) pada saat terbentuk ketebalan adonan sekitar 0,18 cm. 8. Setelah lembaran adonan seragam dengan ketebalan yang diinginkan, pemotongan dilakukan dengan mesin slitting. 68

86 9. Setelah semua lembaran adonan selesai dipotong, mi mentah jagung 100 persen dikemas dalam plastik dan ditutup rapat. Bagan urutan proses pembuatan mi mentah jagung 100 persen dapat dilihat pada Gambar 9. Tepung jagung (70 persen) Pencampuran adonan Tepung jagung dan guar gum diaduk selama 5 menit Aduk kembali adonan selama 5 menit Larutan garam (Garam, soda as, STPP, potasium karbonat, air) Pengukusan dengan steaming box pada suhu 90 0 C selama 15 menit Giling adonan dengan grinder sebanyak 2 kali Tepung jagung (30 persen) Pemipihan adonan sebanyak kali (sheeting) Pemupuran dengan tepung jagung (dusting) Pemotongan lembaran adonan menjadi untaian mi (slitting) Pemupuran dengan tepung jagung (dusting) Mi mentah jagung 100 persen Gambar 9. Proses Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 Persen Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) 69

87 Layout Bangunan Lokasi produksi terletak menyatu dengan rumah kediaman pemilik usaha dalam satu bangunan yang sama. Ruangan produksi memiliki luas 4 meter x 5 meter. Ruangan produksi ditata sesuai dengan alur proses produksi. Ruangan produksi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian penyimpanan bahan baku tepung, bagian mesin-mesin produksi, dan bagian pengemasan. Kegiatan pengolahan mulai dari pengadukan bahan, penggilingan, dan pengemasan dilakukan dalam satu ruangan yang sama. Setelah proses selesai, produk ditimbang dan dikemas, kemudian siap untuk didistribusikan. Tata letak ruang produksi dapat dilihat pada Gambar 10. Penyimpanan tepung Mesin adonan Meja besar Mesin adonan Mesin sheeting A A Meja besar B Gambar 10. Layout Ruang Produksi Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin Tahun 2011 Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Keterangan : A : Bahan tambahan makanan B : Tepung sagu 70

88 Hasil Analisis Aspek Teknis Berdasarkan hasil analisis aspek teknis, usaha produksi mi mentah dapat dikatakan layak untuk dilakukan. Hal ini karena, lokasi usaha yang berada di tengah kota Bogor sehingga mendukung kelancaran proses produksi karena dekat dengan sumber bahan baku utama yaitu tepung terigu. Selain itu, lokasi yang strategis ini juga mendukung kemudahan dalam melakukan proses distribusi produk kepada para pemesan. Hal lain yang juga mendukung kelayakan usaha ini dari segi aspek teknis yaitu ketersediaan fasilitas dan kemudahan dalam transportasi. Sedangkan lokasi usaha yang jauh dari bahan baku tepung jagung tidak terlalu berpengaruh signifikan karena pemenuhan bahan baku tepung jagung ini dapat diperoleh dengan mengganti pemasok yang semula berasal dari Jawa Timur menjadi pemasok yang lokasinya lebih dekat dengan lokasi usaha, misalnya seperti pemasok tepung jagung yang berada di Jawa Tengah atau Jawa Barat Aspek Manajemen Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin merupakan bentuk usaha perorangan. Usaha ini merupakan sebuah usaha keluarga yang dijalankan secara tradisional. Hal ini menyebabkan usaha dikelola secara non formal dan belum memiliki struktur organisasi yang jelas. Pemilik usaha yaitu Bapak Sukimin memegang kendali penuh atas semua keputusan yang berhubungan dengan usahanya. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin melibatkan dua personil dalam kegiatan produksi dan pemasaran mi mentah. Kedua personil tersebut yaitu Bapak Sukimin sendiri dan satu orang pegawai. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin tidak memiliki pegawai keluarga. Pegawai non keluarga berasal dari Madura atau berasal dari daerah yang sama dengan pemilik usaha. Pegawai non keluarga ini memperoleh gaji setiap bulan dan mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Pegawai tambahan saat bulan Ramadhan diperlukan untuk produksi jasa penggilingan pangsit. Pegawai tambahan ini berjumlah sekitar delapan orang dan berasal dari warga sekitar tempat usaha. Pegawai tambahan ini memperoleh upah di akhir bulan. Selain memberikan THR kepada pegawai tetap, Bapak Sukimin 71

89 juga memberikan THR kepada para pedagang keliling yang menggunakan gerobak dari beliau. Hal ini dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan para pedagang. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin ini tidak memiliki pembagian tugas yang jelas. Semua pekerjaan dilakukan bersama-sama. Mulai dari proses produksi hingga proses distribusi dilakukan oleh Bapak Sukimin dan satu pegawainya. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin belum menerapkan sistem pembukuan dalam menjalankan usahanya. Pencatatan dilakukan hanya untuk pelanggan yang mempunyai hutang. Sementara pencatatan lain tidak pernah dilakukan secara terperinci. Pemilik usaha hanya melakukan perkiraan jumlah penjualan berdasarkan penjualan yang biasa dilakukan setiap hari, sehingga pemilik usaha tidak memiliki data yang pasti Hasil Analisis Aspek Manajemen Berdasarkan hasil pembahasan, usaha ini dapat dikatakan kurang layak untuk dilakukan dari segi aspek manajemen. Usaha pembuatan mi mentah ini memang belum memiliki struktur organisasi formal tetapi telah memiliki pembagian tugas yang jelas antara pemilik usaha dengan pegawai. Hal ini karena usaha mi mentah ini masih tergolong usaha kecil-menengah yang dikelola secara sederhana. Dari segi administrasi, usaha ini juga belum memiliki pencatatan yang jelas dan terperinci atas setiap aktivitas usahanya Aspek Sosial dan Lingkungan Suatu usaha perlu memperhatikan keadaan lingkungan di sekitarnya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial ekonomi. Usaha yang baik adalah suatu usaha yang senantiasa memperhatikan keseimbangan lingkungan dalam setiap tahapan produksinya Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan Usaha mi mentah Bapak Sukimin memberikan dampak sosial yang baik, yaitu dengan membuka lapangan kerja baru bagi orang lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya sistem peminjaman gerobak gratis hanya dengan syarat mengambil 72

90 pasokan mi mentah dari Bapak Sukimin. Terutama saat bulan Ramadhan, saat pesanan jasa penggilingan pangsit mentah meningkat, perusahaan biasanya akan merekrut delapan orang dari warga sekitar untuk membantu proses produksi pangsit. Usaha mi mentah ini dapat membuka kesempatan kerja bagi penduduk sekitar maupun bagi penduduk pendatang. Usaha mi mentah ini telah membuka lapangan kerja terutama untuk tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Pegawai yang bekerja pada Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin ini tidak hanya mendapatkan upah atas hasil kerjanya. Para pekerja juga mendapatkan ilmu dan bimbingan langsung dari pemilik usaha dalam mempelajari pembuatan mi mentah dan pangsit. Dari segi keamanan lingkungan, usaha mi mentah Bapak Sukimin tidak menghasikan limbah yang dapat merusak lingkungan. Hal yang sama juga berlaku untuk usaha mi mentah jagung jika sudah berjalan nanti. Limbah yang dihasilkan oleh usaha ini hanya berupa debu dan remah-remah mi mentah yang dapat langsung dibuang ke tempat sampah. Usaha pembuatan mi mentah ini tidak menghasilkan limbah berbahaya atau beracun, sehingga aman bagi kesehatan lingkungan Hasil Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan Usaha mi mentah ini dapat dikatakan layak jika dilihat dari aspek sosial dan lingkungan. Dari aspek lingkungan, walaupun usaha mi mentah ini belum memiliki izin AMDAL yang menyatakan bahwa keseimbangan lingkungan di daerah sekitar lokasi produksi dapat dijaga namun hal ini dapat diterima dengan pertimbangan bahwa usaha mi mentah ini tidak menghasilkam limbah dalam jumlah besar dan limbah yang dihasilkan pun tidak membahayakan masyarakat. Limbah yang dihasilkan oleh usaha ini dapat dikelola oleh pemilik dengan membuat penampungan sampah Aspek Hukum Penelitian mengenai aspek hukum sangat penting dilakukan terhadap suatu usaha. Sebelum usaha tersebut dijalankan, maka segala prosedur yang berkaitan 73

91 dengan izin-izin atau berbagai persyaratan harus terlebih dahulu sudah dipenuhi. Hal ini dilakukan agar usaha tersebut memiliki kekuatan hukum yang dapat diakui oleh pemerintah sehingga mempermudah posisi usaha jika terlibat masalah Badan Hukum Usaha mi mentah Bapak Sukimin merupakan bentuk usaha perorangan dimana Bapak Sukimin adalah pemiliknya. Modal awal diperoleh dari tabungan pribadi. Kelebihan dari bentuk usaha perorangan yaitu seluruh keuntungan dapat dinikmati sendiri. Namun kekurangan dari bentuk usaha perorangan yaitu semua bentuk kerugian dan beban usaha sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemilik Perizinan Usaha mi mentah Bapak Sukimin belum memiliki surat izin usaha dari pihak manapun. Izin usaha yang perlu didapat oleh usaha mi mentah ini antara lain izin usaha dari pemerintah setempat seperti izin usaha dari Kepala Desa Kelurahan Tegal Lega, izin usaha dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, dan izin usaha dari pihak-pihak lain yang terkait dengan usaha makanan Hasil Analisis Aspek Hukum Berdasarkan hasil analisis aspek hukum, usaha mi mentah ini masih belum layak untuk dijalankan. Hal ini karena usaha ini belum memiliki izin usaha dari pihak manapun. Usaha mi mentah ini tidak memiliki kekuatan secara hukum sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan masalah di kemudian hari. 74

92 VII ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu usaha dari segi keuangan melalui keputusan pengalokasian sumber daya yang terbatas ke dalam suatu peluang investasi yang ada, sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin merupakan salah satu usaha kecil menengah yang melakukan aktivitas ekonomi yang menggunakan sumber daya modal dalam menjalankan usahanya, sehingga memerlukan perhitungan yang tepat untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima. Analisis kelayakan finansial ini ditujukan untuk mengetahui tingkat kelayakan Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periode (PBP) Analisis Aspek Finansial Usaha Mi Mentah Terigu Usaha pembuatan mi mentah yang berkembang di berbagai daerah biasanya menggunakan bahan baku tepung terigu sebagai input produksinya. Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin merupakan salah satu produsen mi mentah yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan baku utamanya. Skala produksi untuk analisis usaha ini adalah 140 kilogram mi mentah terigu dalam satu periode produksi. Selain memperoduksi mi mentah, usaha ini juga memproduksi pangsit basah, pangsit kering, dan jasa penggilingan pangsit Analisis Inflow Usaha Mi Mentah Terigu Arus manfaat dari Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin merupakan nilai penjualan total dari produk mi mentah, pangsit basah, pangsit kering, dan jasa penggilingan pangsit. Selain penerimaan dari hasil penjualan produk dan jasa tersebut, terdapat nilai sisa dari dari barang-barang investasi. Pendapatan penjualan diperoleh dari hasil kali total penjualan produk dengan harga jual. Karena usaha mi mentah terigu merupakan usaha yang sedang berlangsung, maka sepanjang umur bisnis jumlah produksi sudah mencapai

93 persen. Produksi optimal 100 persen yaitu sebesar 140 kilogram mi mentah, 10 kilogram pangsit basah, 10 kilogram pangsit kering, dan 90 kilogram tepung untuk jasa penggilingan pangsit. Pada tahun ke-1 hingga tahun ke-10, total penerimaan usaha mi mentah terigu adalah sebesar Rp 545,400,000,00. Rincian penerimaan usaha dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Proyeksi Pendapatan Penjualan Usaha Mi Mentah Terigu per Tahun Tahun ke- Produk Jumlah (kg) Harga (Rp) Pendapatan (Rp) 1-10 Mi mentah , ,000,000 Pangsit basah 10 10,000 33,000,000 Pangsit kering 10 12,000 39,600,000 Jasa penggilingan 90 4,000 10,800,000 pangsit Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Total Pendapatan (Rp) 545,400,000 Pendapatan lain diperoleh dari nilai sisa yang dipunyai barang-barang modal yang tidak habis terpakai selama umur bisnis dan dinilai pada saat tahun bisnis terakhir. Barang-barang yang mempunyai nilai sisa yaitu lahan, timbangan digital, timbangan 20 kg, timbangan 60 kg, motor, dan tas motor. Rincian penyusutan dan nilai sisa barang-barang investasi usaha mi mentah terigu dapat dilihat pada Lampiran 2. Lahan memiliki nilai Rp ,00 per m 2 dengan luas 125 m 2. Lahan yang tidak didirikan bangunan di atasnya digunakan sebagai tempat pembuatan gerobak, tempat penyimpanan gerobak baru, dan parkir motor. Timbangan digital, timbangan 20 kg, timbangan 60 kg, motor, dan tas motor merupakan barangbarang reinvestasi karena barang sudah tidak memiliki nilai ekonomis sebelum umur proyek berakhir. Perusahaan melakukan pembelian ulang untuk timbangan digital dan motor pada awal tahun ke-8. Perusahaan melakukan pembelian ulang untuk timbangan 20 kg, timbangan 60 kg, dan tas motor pada awal tahun ke-4, ke- 7, dan ke-10. Total nilai sisa adalah sebesar Rp Lahan tidak mengalami penyusutan, sehingga nilai lahan di akhir proyek adalah sama dengan nilai 76

94 awalnya ytiu Rp Timbangan digital memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp Timbangan 20 kg memiliki nilai sisa di akhir proyek sebesar Rp Timbangan 60 kg memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp Motor memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp untuk dua unit motor. Tas motor memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp untuk dua unit tas motor. Rincian barang-barang investasi yang memiliki nilai sisa dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai Sisa Barang-barang Investasi pada Usaha Mi Mentah Terigu No. Uraian Umur Nilai Beli (Rp) Nilai Sisa 1 Lahan Timbangan Digital Timbangan 20 kg Timbangan 60 kg Motor Tas motor Total Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Analisis Outflow Usaha Mi Mentah Terigu Arus pengeluaran dalam usaha pembuatan mi mentah terigu ini dibagi ke dalam dua kelompok yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan di awal pelaksanaan proyek. Jika terdapat aset yang umur ekonomisnya kurang dari umur bisnis, biaya investasi yang dikeluarkan selama proyek bisnis berlangsung disebut dengan biaya reinvestasi. Rincian biaya investasi yang dikeluarkan untuk pembuatan mi mentah terigu dapat dilihat pada Lampiran 3. Selain biaya investasi, biaya di dalam menjalankan suatu usaha dilihat dari biaya operasional. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala sesuai dengan umur ekonomis suatu barang selama usaha berjalan. Biaya operasional terdiri dari dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan dan nilainya sama setiap tahun. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan. 77

95 Biaya tetap yang dikeluarkan oleh usaha mi mentah Bapak Sukimin yaitu biaya telepon, gaji pegawai, tunjangan hari raya pegawai, tunjangan hari raya mitra usaha, Pajak Bumi Bangunan (PBB), service motor, service mesin-mesin, dan pajak motor. Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri atas biaya listrik, air, upah tenaga kerja tambahan, tepung terigu, tepung sagu, garam, soda as, STPP, potasium karbonat, tartrazine, bumbu pangsit, plastik kemasan, bahan bakar transportasi, spidol marker dan tinta spidol. Rincian biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel dapat dilihat pada Tabel

96 Tabel 11. Rincian Biaya Operasional Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu No. Uraian Satuan A. Biaya Tetap Jumlah per Tahun Harga per Satuan (Rp) Nilai per Tahun (Rp) 1 Telepon bulan Gaji pegawai bulan THR pegawai orang THR mitra usaha orang PBB tahun Service motor unit Service mesinmesin unit Pajak motor unit B. Biaya Variabel 9 Listrik bulan Air bulan Upah pegawai tambahan 12 Tepung terigu 13 Sagu 14 Garam orang kg (zak) 50 kg (zak) 3 lusin (bal) 1, Soda As kg STTP kg Potasium Karbonat kg Tartrazin kg Bumbu pangsit paket Plastik 20x35 bungkus Plastik 28x50 bungkus Plastik 40x60 bungkus Spidol Marker buah Tinta spidol marker Bensin transportasi botol liter 1, Total biaya Operasioanal Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) 79

97 Biaya tetap yang dibutuhkan dalam pembuatan mi mentah terigu yaitu sebesar Rp per tahun. Sedangkan biaya variabel yang dibutuhkan untuk memproduksi mi mentah terigu sebesar Rp per tahun Analisis Finansial Usaha Mi Mentah Terigu Kelayakan finansial usaha pembuatan mi mentah ini dapat dilihat dari beberapa kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period. Hasil cashflow pada usaha mi mentah terigu ini menunjukkan hasil yang tertera pada Tabel 12. Rincian lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 12. Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu Kriteria Hasil NPV Rp IRR 39,06 % Net B/C 2,76 PBP 4 tahun 4 bulan Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha pembuatan mi mentah terigu akan menghasilkan nilai NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp Hal ini menunjukkan usaha pembuatan mi mentah terigu yang dilaksanakan akan memberikan manfaat bersih kini sebesar Rp selama jangka waktu 10 tahun. Dengan demikian, berdasarkan kriteria NPV usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 39,06 persen di mana IRR tersebut lehih besar dari discount factor yang ditetapkan yaitu sebesar 7,47 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini mampu memberikan hasil sebesar 39,06 persen. Dengan demikian, berdasarkan kriteria IRR usaha pembuatan mi mentah terigu ini layak untuk dilaksanakan. Nilai Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar 2,76. Hal ini berarti setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 2,76. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga usaha pembuatan mi mentah terigu ini layak untuk dilaksanakan. Payback Period (PBP) yang diperoleh adalah 4,79 tahun atau sama dengan 4 tahun 4 bulan. Nilai Payback Period ini 80

98 lebih pendek dibandingkan umur proyek sehingga berdasarkan kriteria Payback Period usaha ini layak untuk dijalankan Analisis Switching Value Usaha Mi Mentah Terigu Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada biaya variabel dan penerimaan penjualan yang dapat ditolerir, sehingga usaha ini masih layak untuk diusahakan. Switching value ditentukan dengan uji coba, sehingga menghasilkan keuntungan normal berdasarkan kriteria investasi, yaitu NPV sama dengan nol, IRR mendekati atau sama dengan tingkat suku bunga, dan Net B/C sama dengan satu. Variabel yang dibahas dalam analisis switching value adalah variabel yang dianggap paling signifikan dalam mempengaruhi usaha atau proyek. Dalam penelitian ini variabel yang akan dibahas yaitu jumlah produksi mi mentah dari sisi inflow dan biaya bahan baku yaitu tepung terigu dari sisi outflow. Variabel tersebut digunakan karena berdasarkan hasil wawancara, usaha mi mentah terigu ini sangat bergantung kepada tepung terigu sebagai bahan baku utama yang memiliki harga fluktuatif di pasar. Selain itu, jumlah produksi mi mentah sebagai produk utama memiliki kemungkinan mengalami penurunan akibat penurunan penjualan. Variabel tingkat harga jual tidak digunakan dalam analisis nilai pengganti. Hal ini karena, harga jual mi mentah tidak pernah mengalami penurunan. Pemikiran ini berdasarkan fakta dan hasil wawancara di lokasi penelitian. Hasil analisis switching value usaha pembuatan mi mentah terigu dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Mi Mentah Terigu Perubahan Persentase (%) NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Penurunan penjualan mi mentah terigu 16, ,00 7,47 Kenaikan harga tepung terigu 27, ,00 7,47 Berdasarkan hasil analisis switching value, dapat dilihat perubahanperubahan variabel yang berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Dengan asumsi 81

99 cateris paribus, jika salah satu dari perubahan terjadi yaitu penurunan penjualan mi mentah terigu sebesar 16,54 persen atau kenaikan harga tepung terigu sebesar 27,73 persen usaha pembuatan mi mentah terigu ini masih layak untuk diusahakan dengan memperoleh keuntungan normal. Usaha pembuatan mi mentah terigu ini masih layak untuk dilaksanakan apabila penurunan penjualan mi mentah tidak melebihi 16,54 persen. Selain itu, jika kenaikan harga tepung terigu juga tidak melebihi 27,73 persen, usaha ini masih layak untuk dilaksanakan. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usaha pembuatan mi mentah terigu ini paling sensitif terhadap penuruna penjualan mi mentah. Sedangkan perubahan kenaikan harga tepung terigu menjadi variabel yang paling rendah pengaruhnya terhadap kelayakan usaha Laporan Laba Rugi Usaha Mi Mentah Terigu Analisis laba rugi digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam periode tertentu. Komponen laba rugi usaha pembuatan mi mentah ini terdiri atas, pendapatan penjualan hasil produksi, biaya operasional, biaya penyusutan, dan pajak penghasilan. Laba sebelum pajak (EBT) diperoleh dari pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya operasional dan biaya penyusutan. Laba setelah pajak (EAT) diperoleh dari laba sebelum pajak dikurangi pajak penghasilan. Ketentuan pajak penghasilan yang digunakan yaitu pajak flat sebesar 25 persen berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Laba rugi usaha pembuatan mi mentah terigu menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya. Pada tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-10, usaha pembuatan mi mentah terigu ini memperoleh keuntungan sebesar Rp Rincian perhitungan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran Analisis Aspek Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Usaha pembuatan mi mentah dapat menggunakan bahan baku campuran tepung terigu dan tepung jagung sebagai input produksinya. Penggunaan tepung terigu dan tepung jagung dilakukan dengan proporsi 70:30. Mi mentah yang 82

100 menggunakan tepung terigu dan tepung jagung sebagai bahan baku utamanya disebut mi mentah jagung 30 persen. Pada dasarnya proses pembuatan mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen adalah sama saja. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam manfaat dan biaya Analisis Inflow Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Pendapatan penjualan diperoleh dari hasil kali total penjualan produk dengan harga jual. Pendapatan penjualan diperoleh dari produk mi mentah terigu, pangsit mentah, pangsit kering, dan jasa penggilingan pangsit. Pada tahun ke-1 dan ke-2, usaha belum mampu berproduksi secara optimal. Nilai produksi pada tahun ke-1 dan ke-2 masing-masing sebesar 50 persen dan 70 persen. Hal ini karena usaha masih dalam tahap pengenalan produk kepada konsumen sehingga usaha membatasi jumlah produksinya. Sedangkan mulai tahun ke-3 sampai tahun ke-10 jumlah produksi sudah mencapai 100 persen. Produksi optimal 100 persen yaitu sebesar 140 kilogram mi mentah, 10 kilogram pangsit basah, 10 kilogram pangsit kering, dan 90 kilogram tepung untuk jasa penggilingan pangsit. Sedangkan harga yang ditetapkan untuk mi mentah jagung 30 persen sama dengan mi mentah terigu, yaitu Rp Penetapan harga dan kapasitas produksi pada mi mentah jagung 30 persen adalah sama dengan mi mentah terigu. Hal ini menyebabkan jumlah penerimaan mi mentah jagung 30 persen dan mi mentah terigu adalah sama saat kapasitas produksinya sudah 100 persen. Pada tahun ke-1, total penerimaan usaha mi mentah jagung 30 persen adalah sebesar Rp Pada tahun ke-2 total penerimaan usaha mi mentah jagung 30 persen adalah sebesar Rp Pada tahun ke-3 hingga tahun ke-10, total penerimaan usaha mi mentah jagung 30 persen adalah sebesar Rp Rincian penerimaan usaha dapat dilihat pada Tabel

101 Tabel 14. Rincian Penerimaan Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 30 persen Tahun ke- Produk Jumlah (kg) Harga (Rp) Pendapatan (Rp) 1 Mi mentah Pangsit basah Pangsit kering Jasa penggilingan pangsit 2 Mi mentah Pangsit basah Pangsit kering Jasa penggilingan pangsit Mi mentah Pangsit basah Pangsit kering Jasa penggilingan pangsit Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Total Pendapatan (Rp) Pendapatan lain diperoleh dari nilai sisa yang dipunyai barang-barang modal yang tidak habis terpakai selama umur bisnis dan dinilai pada saat tahun bisnis terakhir. Barang-barang yang mempunyai nilai sisa yaitu lahan, timbangan digital, timbangan 60 kg, motor, dan tas motor. Lahan memiliki nilai Rp per m 2. Lahan memiliki luas 125 m 2. Lahan yang tidak didirikan bangunan di atasnya digunakan sebagai tempat pembuatan gerobak, tempat penyimpanan gerobak baru, dan parkir motor. Timbangan digital, timbangan 60 kg, motor, dan tas motor merupakan barangbarang reinvestasi karena barang sudah tidak memiliki nilai ekonomis sebelum umur proyek berakhir. Perusahaan melakukan pembelian ulang untuk timbangan digital dan motor pada awal tahun ke-8. Perusahaan melakukan pembelian pembelian ulang untuk timbangan 60 kg, dan tas motor pada awal tahun ke-4, ke- 7, dan ke-10. Total nilai sisa adalah sebesar Rp Lahan tidak mengalami penyusutan, sehingga nilai lahan di akhir proyek adalah sama dengan nilai 84

102 awalnya ytiu Rp Timbangan digital memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp Timbangan 60 kg memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp Motor memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp untuk dua unit motor. Tas motor memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp untuk dua unit tas motor. Rincian barang-barang investasi yang memiliki nilai sisa dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai Sisa Barang-barang Investasi pada Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen No. Uraian Umur Nilai Beli (Rp) Nilai Sisa 1 Lahan Timbangan Digital Timbangan 60 kg Motor Tas motor Total Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Analisis Outflow Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Arus pengeluaran dalam usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini dibagi ke dalam dua kelompok yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan di awal pelaksanaan proyek. Jika terdapat aset yang umur ekonomisnya kurang dari umur bisnis, biaya investasi yang dikeluarkan selama proyek bisnis berlangsung disebut dengan biaya reinvestasi. Selain biaya investasi, biaya di dalam menjalankan suatu usaha dilihat dari biaya operasional. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala sesuai dengan umur ekonomis suatu barang selama usaha berjalan. Biaya operasional terdiri dari dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan dan nilainya sama setiap tahun. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini yaitu biaya telepon, gaji pegawai, tunjangan hari raya pegawai, 85

103 tunjangan hari raya mitra usaha, Pajak Bumi Bangunan (PBB), service motor, service mesin-mesin, dan pajak motor. Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri atas biaya listrik, air, upah tenaga kerja tambahan saat bulan Ramadhan, tepung terigu, tepung sagu, garam, soda as, STPP, potasium karbonat, tartrazine, guar gum, bumbu pangsit, plastik kemasan, bahan bakar transportasi, spidol marker dan tinta spidol. Rincian biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel dapat dilihat pada Tabel

104 Tabel 16. Rincian Biaya Operasional Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 30 persen Jumlah per Harga per Satuan Nilai per No. Uraian Satuan Tahun (Rp) Tahun (Rp) A. Biaya Tetap 1 Telepon bulan Gaji pegawai bulan THR pegawai orang THR mitra usaha orang PBB tahun Service motor unit Service mesinmesin unit Pajak motor unit B. Biaya Variabel 9 Listrik bulan Air bulan Upah pegawai tambahan 12 Tepung terigu 13 Tepung jagung 14 Sagu 15 Garam orang kg (zak) 25 kg (zak) 50 kg (zak) 3 lusin (bal) Soda As kg STTP kg Potasium Karbonat kg Guar gum kg Tartrazin kg Bumbu pangsit paket Plastik 20x35 bungkus Plastik 28x50 bungkus Plastik 40x60 bungkus Spidol Marker buah Tinta spidol marker Bensin transportasi botol liter Total biaya Operasioanal Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) 87

105 Biaya tetap yang dibutuhkan dalam pembuatan mi mentah jagung 30 persen yaitu sebesar Rp per tahun. Sedangkan biaya variabel yang dibutuhkan untuk memproduksi mi mentah terigu sebesar Rp per tahun. Pada tahun ke-1, biaya variabel yang dibutuhkan sebesar 50 persen dari kapasitas normal, yaitu sebesar Rp Pada tahun ke-2, biaya variabel yang dibutuhkan sebesar 70 persen dari kapasitas normal, yaitu sebesar Rp Sedangkan pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10, biaya variabel yang dikeluarkan yaitu Rp Maka, setelah kapasitas produksi mencapai 100 persen, total biaya operasional yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp Analisis Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Kelayakan finansial usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini dapat dilihat dari beberapa kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period. Hasil cashflow pada usaha mi mentah jagung 30 persen menunjukkan hasil yang tertera pada Tabel 17. Rincian lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 17. Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 30 Persen Kriteria Hasil NPV Rp IRR 32 % Net B/C 2,40 PBP 3 tahun 7 bulan Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen akan menghasilkan nilai NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp Hal ini menunjukkan usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen yang dilaksanakan akan memberikan manfaat bersih kini sebesar Rp selama jangka waktu 10 tahun. Dengan demikian, berdasarkan kriteria NPV usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 32 persen di mana IRR tersebut lebih besar dari discount factor yang ditetapkan yaitu sebesar 7,47 persen. Hal ini 88

106 menunjukkan bahwa usaha ini mampu memberikan hasil sebesar 32 persen. Dengan demikian, berdasarkan kriteria IRR usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini layak untuk dilaksanakan. Nilai Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar 2,40. Hal ini berarti setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 2,40. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini layak untuk dilaksanakan. Payback Period (PBP) yang diperoleh adalah 3,63 tahun atau sama dengan 3 tahun 7 bulan. Nilai Payback Period ini lebih pendek dibandingkan umur proyek sehingga berdasarkan kriteria Payback Period usaha ini layak untuk dijalankan Analisis Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada biaya variabel dan penerimaan penjualan yang dapat ditolerir, sehingga usaha ini masih layak untuk diusahakan. Switching value ditentukan dengan uji coba, sehingga menghasilkan keuntungan normal berdasarkan kriteria investasi, yaitu NPV sama dengan nol, IRR mendekati atau sama dengan tingkat suku bunga, dan Net B/C sama dengan satu. Variabel yang dibahas dalam analisis switching value adalah variabel yang dianggap paling signifikan dalam mempengaruhi usaha atau proyek. Dalam penelitian ini variabel yang akan dibahas yaitu jumlah produksi mi mentah dari sisi inflow dan biaya bahan baku yaitu tepung terigu dari sisi outflow. Variabel tersebut digunakan karena berdasarkan hasil wawancara, usaha mi mentah jagung 30 persen ini sangat bergantung kepada tepung terigu sebagai bahan baku utama. Tepung terigu ini dinilai memiliki harga yang berfluktuatif di pasar. Tepung terigu digunakan sebagai dasar perhitungan dalam analisis switching value ini karena memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan tepung jagung. Selain itu, jumlah produksi mi mentah sebagai produk utama memiliki kemungkinan mengalami penurunan produksi akibat penurunan penjualan. Variabel tingkat harga jual tidak digunakan dalam analisis nilai pengganti. Hal ini karena, harga jual mi mentah tidak pernah mengalami penurunan. Pemikiran ini berdasarkan 89

107 fakta dan hasil wawancara di lokasi penelitian. Hasil analisis switching value usaha pembuatan mi mentah terigu dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 30 persen Perubahan NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Penurunan penjualan mi mentah jagung 30 persen Kenaikan harga tepung terigu Persentase (%) 17, ,00 7,47 42, ,00 7,47 Berdasarkan hasil analisis switching value, dapat dilihat perubahanperubahan variabel yang berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Dengan asumsi cateris paribus, jika salah satu dari perubahan terjadi yaitu penurunan penjualan mi mentah jagung 30 persen sebesar 17,91 persen atau kenaikan harga tepung terigu sebesar 42,89 persen usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini masih layak untuk diusahakan dengan memperoleh keuntungan normal. Usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini masih layak untuk dilaksanakan apabila penuruna penjualan mi mentah tidak melebihi 17,91 persen. Selain itu, jika kenaikan harga tepung terigu juga tidak melebihi 42,89 persen, usaha ini masih layak untuk dilaksanakan. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini paling sensitif terhadap penurunan penjualan mi mentah. Sedangkan perubahan kenaikan harga tepung terigu menjadi variabel yang paling rendah pengaruhnya terhadap kelayakan usaha Laporan Laba Rugi Usaha Mi Mentah Jagung 30 Persen Analisis laba rugi digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam periode tertentu. Komponen laba rugi usaha pembuatan mi mentah ini terdiri atas, pendapatan penjualan hasil produksi, biaya operasional, biaya penyusutan, dan pajak penghasilan. Laba sebelum pajak (EBT) diperoleh dari pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya operasional dan biaya penyusutan. 90

108 Laba setelah pajak (EAT) diperoleh dari laba sebelum pajak dikurangi pajak penghasilan. Ketentuan pajak penghasilan yang digunakan yaitu pajak flat sebesar 25 persen berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Laba rugi usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya. Pada tahun ke-1, usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen memperoleh keuntungan sebesar Rp Pada tahun ke-2, usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini memperoleh keuntungan sebesar Rp Sedangkan pada tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10, usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen ini memperoleh keuntungan sebesar Rp Rincian perhitungan laba rugi usaha mi mentah jagung 30 persen dapat dilihat pada Lampiran Analisis Aspek Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Usaha pembuatan mi mentah yang berkembang di berbagai daerah biasanya menggunakan bahan baku tepung terigu sebagai input produksinya. Namun mi mentah juga dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku utama tepung jagung. Perbedaan dalam menggunakan bahan baku utama ini menyebabkan perbedaan pada biaya investasi dan biaya variabel yang digunakan dalam memproduksi mi mentah jagung 100 persen. Perbedaan-perbedaan ini tentunya akan berpengaruh terhadap perhitungan manfaat dan biaya. Skala produksi untuk analisis usaha mi mentah jagung 100 persen ini adalah 140 kilogram mi mentah dalam satu periode produksi Analisis Inflow Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Arus manfaat dari Usaha Mi Mentah Bapak Sukimin merupakan nilai penjualan total dari produk mi mentah, pangsit basah, pangsit kering, dan jasa penggilingan pangsit. Selain penerimaan dari hasil penjualan produk dan jasa tersebut, terdapat nilai sisa dari dari barang-barang investasi. Pendapatan penjualan diperoleh dari hasil kali total penjualan produk dengan harga jual. Pendapatan penjualan diperoleh dari produk mi mentah jagung 91

109 100 persen, pangsit mentah, pangsit kering, dan jasa penggilingan pangsit. Pada tahun ke-1 dan ke-2, usaha belum mampu berproduksi secara optimal. Nilai produksi pada tahun ke-1 dan ke-2 masing-masing sebesar 50 persen dan 70 persen. Hal ini karena usaha masih dalam tahap pengenalan produk kepada konsumen sehingga usaha membatasi jumlah produksinya. Sedangkan mulai tahun ke-3 sampai tahun ke-10 jumlah produksi sudah mencapai 100 persen. Produksi optimal 100 persen yaitu sebesar 140 kilogram mi mentah, 10 kilogram pangsit basah, 10 kilogram pangsit kering, dan 90 kilogram tepung untuk jasa penggilingan pangsit. Pada tahun ke-1, total penerimaan usaha mi mentah jagung 100 persen adalah sebesar Rp Pada tahun ke-2 total penerimaan usaha mi mentah terigu adalah sebesar Rp Pada tahun ke-3 hingga tahun ke- 10, total penerimaan usaha mi mentah terigu adalah sebesar Rp Rincian penerimaan usaha dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Proyeksi Pendapatan Penjualan Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen per Tahun Total Tahun Jumlah Harga Pendapatan Produk Pendapatan ke- (kg) (Rp) (Rp) (Rp) 1 Mi mentah Pangsit basah Pangsit kering Jasa penggilingan pangsit ,000 2 Mi mentah Pangsit basah Pangsit kering Jasa penggilingan pangsit Mi mentah Pangsit basah Pangsit kering Jasa penggilingan pangsit Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011)

110 Pendapatan lain diperoleh dari nilai sisa yang dipunyai barang-barang modal yang tidak habis terpakai selama umur bisnis dan dinilai pada saat tahun bisnis terakhir. Barang-barang yang mempunyai nilai sisa yaitu lahan, timbangan digital, timbangan 60 kg, motor, dan tas motor. Lahan memiliki nilai Rp per m 2 dengan luas 125 m 2. Lahan yang tidak didirikan bangunan di atasnya digunakan sebagai tempat pembuatan gerobak, tempat penyimpanan gerobak baru, dan parkir motor. Timbangan digital, timbangan 60 kg, motor, dan tas motor merupakan barang-barang reinvestasi karena barang sudah tidak memiliki nilai ekonomis sebelum umur proyek berakhir. Perusahaan melakukan pembelian ulang untuk timbangan digital dan motor pada awal tahun ke-8. Perusahaan melakukan pembelian pembelian ulang untuk timbangan 60 kg, dan tas motor pada awal tahun ke-4, ke-7, dan ke-10. Total nilai sisa adalah sebesar Rp Lahan tidak mengalami penyusutan, sehingga nilai lahan di akhir proyek adalah sama dengan nilai awalnya ytiu Rp Timbangan digital memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp Timbangan 60 Kg memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp Motor memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp untuk dua unit motor. Tas motor memiliki nilai sisa pada akhir proyek sebesar Rp untuk dua unit tas motor. Rincian perhitungan nilai sisa usaha mi mentah jagung 100 persen dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 20. Nilai Sisa Barang-barang Investasi pada Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen No. Uraian Umur Nilai Beli (Rp) Nilai Sisa 1 Lahan Timbangan Digital Timbangan 60 Kg Motor Tas motor Total Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) Analisis Outflow Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Arus pengeluaran dalam usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini dibagi ke dalam dua kelompok yaitu biaya investasi dan biaya operasional. 93

111 Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan di awal pelaksanaan proyek. Jika terdapat aset yang umur ekonomisnya kurang dari umur bisnis, biaya investasi yang dikeluarkan selama proyek bisnis berlangsung disebut dengan biaya reinvestasi. Rincian biaya investasi pada usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen dapat dilihat pada Lampiran 14. Selain biaya investasi, biaya di dalam menjalankan suatu usaha dilihat dari biaya operasional. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala sesuai dengan umur ekonomis suatu barang selama usaha berjalan. Biaya operasional terdiri dari dua macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan dan nilainya sama setiap tahun. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh usaha mi mentah Bapak Sukimin yaitu biaya telepon, gaji pegawai, tunjangan hari raya pegawai, tunjangan hari raya mitra usaha, Pajak Bumi Bangunan (PBB), service motor, service mesin-mesin, dan pajak motor. Biaya variabel yang dikeluarkan terdiri atas biaya listrik, air, upah tenaga kerja tambahan saat bulan Ramadhan, tepung terigu, tepung sagu, garam, soda as, STPP, potasium karbonat, tartrazine, bumbu pangsit, plastik kemasan, bahan bakar transportasi, spidol marker dan tinta spidol. Rincian biaya operasional yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel dapat dilihat pada Tabel

112 Tabel 21. Rincian Biaya Operasional Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 Persen No. Uraian Satuan A. Biaya Tetap Jumlah per Tahun Harga per Satuan (Rp) Nilai per Tahun (Rp) 1 Telepon bulan Gaji pegawai bulan THR pegawai orang THR mitra usaha orang PBB tahun Service motor unit Service mesinmesin unit Pajak motor unit B. Biaya Variabel 9 Listrik bulan Air bulan Upah pegawai tambahan 12 Tepung jagung 13 Tepung terigu 14 Sagu 15 Garam orang kg (zak) 25 kg (zak) 50 kg (zak) 3 lusin (bal) Soda As kg STTP kg Potasium Karbonat kg Guar gum kg Tartrazin kg Bumbu pangsit paket Plastik 20x35 bungkus Plastik 28x50 bungkus Plastik 40x60 bungkus Spidol Marker buah Tinta spidol marker botol Bensin transportasi liter 1, Kain saring lembar Total biaya Operasioanal Sumber: UKM Mi Mentah Bapak Sukimin (2011) 95

113 Biaya tetap yang dibutuhkan dalam pembuatan mi mentah jagung 100 persen yaitu sebesar Rp per tahun. Sedangkan biaya variabel yang dibutuhkan untuk memproduksi mi mentah jagung 100 persen sebesar Rp per tahun. Pada tahun ke-1, biaya variabel yang dibutuhkan sebesar 50 persen dari kapasitas normal, yaitu sebesar Rp Pada tahun ke-2, biaya variabel yang dibutuhkan sebesar 70 persen dari kapasitas normal, yaitu sebesar Rp Analisis Finansial Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Kelayakan finansial usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini dapat dilihat dari beberapa kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period. Hasil cashflow pada usaha mi mentah jagung 100 persen menunjukkan hasil yang tertera pada Tabel 22. Rincian lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 15. Tabel 22. Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah jagung 100 persen Kriteria Hasil NPV Rp IRR 38 % Net B/C 3,96 PBP 3 tahun 11 bulan Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen akan menghasilkan nilai NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp Hal ini menunjukkan usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen yang dilaksanakan akan memberikan manfaat bersih kini sebesar Rp selama jangka waktu 10 tahun. Dengan demikian, berdasarkan kriteria NPV usaha ini layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 38 persen di mana IRR tersebut lehih besar dari discount factor yang ditetapkan yaitu sebesar 7,47 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini mampu memberikan hasil sebesar 38 persen. Dengan demikian, berdasarkan kriteria IRR usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini layak untuk dilaksanakan. 96

114 Nilai Net B/C yang diperoleh yaitu sebesar 3,96. Hal ini berarti setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 3,96. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga usaha pembuatan mi mentah terigu ini layak untuk dilaksanakan. Payback Period (PBP) yang diperoleh adalah 3,93 tahun atau sama dengan 3 tahun 11 bulan. Nilai Payback Period ini lebih pendek dibandingkan umur proyek sehingga berdasarkan kriteria Payback Period usaha ini layak untuk dijalankan Analisis Switching Value Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada biaya variabel dan penerimaan penjualan yang dapat ditolerir, sehingga usaha ini masih layak untuk diusahakan. Switching value ditentukan dengan uji coba, sehingga menghasilkan keuntungan normal berdasarkan kriteria investasi, yaitu NPV sama dengan nol, IRR mendekati atau sama dengan tingkat suku bunga, dan Net B/C sama dengan satu. Variabel yang dibahas dalam analisis switching value adalah variabel yang dianggap paling signifikan dalam mempengaruhi usaha atau proyek. Dalam penelitian ini variabel yang akan dibahas yaitu jumlah produksi mi mentah dari sisi inflow dan biaya bahan baku yaitu tepung jagung dari sisi outflow. Variabel tersebut digunakan karena berdasarkan hasil wawancara, usaha mi mentah jagung ini sangat bergantung kepada tepung jagung sebagai bahan baku utama memiliki harga yang berfluktuatif di pasar karena belum banyak diproduksi. Selain itu, jumlah produksi mi mentah sebagai produk utama memiliki kemungkinan mengalami penurunan akibat penurunan produksi. Variabel tingkat harga jual tidak digunakan dalam analisis nilai pengganti. Hal ini karena, harga jual mi mentah tidak pernah mengalami penurunan. Pemikiran ini berdasarkan fakta dan hasil wawancara di lokasi penelitian. Hasil analisis switching value usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen dapat dilihat pada Tabel

115 Tabel 23. Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Mi Mentah Jagung 100 Persen Perubahan Persentase (%) NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Penurunan penjualan mi mentah 23, ,87 7,47 Kenaikan harga tepung jagung 59, ,87 7,47 Berdasarkan hasil analisis switching value, dapat dilihat perubahanperubahan variabel yang berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Dengan asumsi cateris paribus, jika salah satu dari perubahan terjadi yaitu penurunan penjualan mi mentah jagung 100 persen sebesar 23,55 persen atau kenaikan harga tepung jagung sebesar 59,05 persen usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini masih layak untuk diusahakan dengan memperoleh keuntungan normal. Usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini masih layak untuk dilaksanakan apabila penuruna penjualan mi mentah tidak melebihi 23,55 persen. Selain itu, jika kenaikan harga tepung jagung juga tidak melebihi 59,05 persen, usaha ini masih layak untuk dilaksanakan. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini paling sensitif terhadap penuruna penjualan mi mentah. Sedangkan perubahan kenaikan harga tepung jagung menjadi variabel yang paling rendah pengaruhnya terhadap kelayakan usaha Laporan Laba Rugi Usaha Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis laba rugi digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam periode tertentu. Komponen laba rugi usaha pembuatan mi mentah ini terdiri atas, pendapatan penjualan hasil produksi, biaya operasional, biaya penyusutan, dan pajak penghasilan. Laba sebelum pajak (EBT) diperoleh dari pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya operasional dan biaya penyusutan. Laba setelah pajak (EAT) diperoleh dari laba sebelum pajak dikurangi pajak penghasilan. Ketentuan pajak penghasilan yang digunakan yaitu pajak flat sebesar 25 persen berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

116 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Laba rugi usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya. Pada tahun ke-1, usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen memperoleh keuntungan sebesar Rp Pada tahun ke-2, usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini memperoleh keuntungan sebesar Rp Sedangkan pada tahun ke-3 sampai dengan tahun ke-10, usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen ini memperoleh keuntungan sebesar Rp Rincian perhitungan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran Analisis Perbandingan Usaha Mi Mentah Terigu, Mi Mentah Jagung 30 Persen, dan Mi Mentah Jagung 100 Persen Analisis perbandingan dilakukan dengan membandingkan hasil analisis kelayakan finansial dari ketiga jenis usaha dengan bahan baku yang berbeda. Berdasarkan hasi perhitungan analisis kelayakan finansial pada ketiga jenis usaha tersebut dengan tingkat diskonto 7,47 persen dapat disimpulkan bahwa ketiga usaha tersebut layak untuk diusahakan. Tabel 24. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembuatan Mi Mentah Kriteria Mi Mentah Terigu Mi Mentah Jagung 30 Mi Mentah Jagung Persen 100 Persen NPV Rp Rp Rp IRR 39,06 % 32 % 38 % Net B/C 2,76 2,40 3,96 PBP 4 tahun 4 bulan 3 tahun 7 bulan 3 tahun 11 bulan Hasil perbandingan yang dihasilkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 24 menunjukkan bahwa dari kedua jenis usaha, usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen merupakan usaha yang paling layak diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari kriteria kelayakan finansial dari usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen lebih besar dibandingkan usaha pembuatan mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Hal ini berdasarkan nilai NPV usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen yang diperoleh sebesar Rp lebih besar 99

117 dibandingkan usaha pembuatan mi mentah terigu maupun mi mentah jagung 30 persen, sehingga usaha mi mentah jagung 100 persen memberikan manfaat bersih yang lebih besar daipada usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Nilai Net B/C yang diperoleh juga paling tinggi dibandingkan usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen, yaitu sebesar 3,96. Berdasarkan kriteria IRR, usaha mi mentah terigu memiliki nilai yang paling besar dibandingkan usaha mi mentah jagung 30 persen dan usaha mi mentah jagung 100 persen. Usaha mi mentah terigu memiliki nilai IRR sebesar 39,06 persen. Hal ini berarti usaha mi mentah terigu mampu memberikan hasil yang paling besar dibandingkan tingkat discount factor yang digunakan. Tingkat pengembalian investasi juga berbeda cukup besar pada tingkat diskonto 7,47 persen. Nilai payback period usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen memiliki nilai paling kecil daripada usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 100 persen, yaitu selama 3 tahun 7 bulan. Hal ini berarti waktu yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran investasi pada usaha mi mentah jagung 30 persen adalah paling singkat dibandingkan umur proyek. Maka, usaha mi jagung 30 persen lebih layak untuk diusahakan dari segi nilai payback period. Hasil analisis switching value yang dilakukan terhadap ketiga usaha menunjukkan bahwa perubahan yang diakibatkan oleh penurunan jumlah penjualan merupakan variabel yang paling sensitif terhadap proyeksi penerimaan. Sedangkan untuk perubahan yang terjadi karena kenaikan harga bahan baku tepung menjadi variabel yang kurang berpengaruh terhadap proyeksi aliran kas. Batas maksimal perubahan yang terjadi pada masing-masing usaha ditampilkan pada Tabel 25. Tabel 25. Perbandingan Nilai Switching Value pada Ketiga Jenis Usaha Perubahan Penurunan penjualan mi mentah Kenaikan harga tepung Mi Mentah Terigu (persen) Mi Mentah Jagung 30 Persen (persen) Mi Mentah Jagung 100 Persen (persen) 16,54 17,91 23,55 27,73 42,89 59,05 100

118 Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa usaha pembuatan mi mentah terigu memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap perubahan yang disebabkan oleh kedua variabel dibandingkan dengan usaha mi mentah jagung 30 persen dan mi jagung 100 persen. Jadi usaha mi mentah terigu lebih peka terhadap perubahan. Perhitungan laba rugi dari ketiga jenis usaha menunjukkan bahwa usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen menghasilkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Pada tahun pertama, keuntungan yang dihasilkan pada usaha mi mentah jagung 100 persen sebesar Rp Keuntungan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang dihasilkan oleh usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Begitu pula dengan keuntungan pada tahuntahun berikutnya, keuntungan yang dihasilkan oleh usaha mi mentah jagung 100 persen lebih besar daripada usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Pada tahun kedua, usaha mi mentah jagung 100 persen menghasilkan keuntungan Rp Pada tahun ketiga dan selanjutnya, keuntungan yang dihasilkan dari usaha mi mentah jagung 100 persen adalah sebesar Rp Keuntungan dari kedua usaha ditampilkan pada Tabel 26. Tabel 26. Perbandingan Keuntungan yang Diperoleh dari Ketiga Jenis Usaha Keuntungan (Rp) Jenis Mi Mentah Tahun Ke-3 Tahun Ke-1 Tahun Ke-2 sampai Ke-10 Mi Mentah Terigu Mi Mentah Jagung 30 Persen Mi Mentah Jagung 100 Persen

119 VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada usaha pembuatan mi mentah baik dari aspek finansial maupun aspek non finansial, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Usaha pembuatan mi mentah jika dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial dan lingkungan layak untuk diusahakan. Namun dari aspek manajemen, usaha pembuatan mi mentah belum layak karena belum memiliki pembukuan dan pencatatan yang jelas atas segala transaksi bisnis yang dilakukan. Selain itu dari aspek hukum, usaha ini belum memiliki perizinan dari pihak manapun sehingga dinilai belum layak karena tidak memiliki kekuatan secara hukum. 2. Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha pembuatan mi mentah terigu layak untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar Rp , IRR sebesar 39,06 persen, net B/C sebesar 2,76 dan payback period selama 4 tahun 4 bulan. Sedangkan untuk usaha pembuatan mi mentah jagung 30 persen juga layak untuk diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar Rp , IRR sebesar 32 persen, net B/C sebesar 2,40 dan payback period selama 3 tahun 7 bulan. Usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen juga layak untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar Rp , IRR sebesar 38 persen, net B/C sebesar 3,96 dan payback period selama 3 tahun 11 bulan. 3. Analisis switching value pada ketiga usaha menunjukkan bahwa perubahan yang diakibatkan penurunan penjualan berpengaruh paling besar terhadap kelayakan usaha dibandingkan dengan perubahan lainnya. Perubahan penurunan penjualan pada ketiga usaha berkisar antara persen. Perubahan ini lebih kecil dibandingkan perubahan peningkatan harga bahan baku tepung yang berkisar antara persen. 4. Analisis perbandingan menunjukkan usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen lebih layak diusahakan jika dibandingkan dengan usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen. Keuntungan yang diperoleh pada 102

120 usaha pembuatan mi mentah jagung 100 persen pun lebih tinggi dibandingkan dengan usaha mi mentah terigu dan mi mentah jagung 30 persen Saran Adapun saran yang dapat diberikan adalah: 1. Usaha pembuatan mi mentah sebaiknya mulai melakukan pembukuan usaha yang meliputi data produksi, data pemesanan, data penjualan, dan data pengeluaran usaha agar diketahui secara pasti angka penjualan, pemasukan dan pengeluaran dari perusahaan. Pencatatan yang jelas akan memudahkan pemilik usaha untuk mengontrol usahanya. 2. Usaha pembuatan mi mentah sebaiknya mendaftarkan usahanya pada lembaga perizinan terkait agar memiliki kekuatan hukum yang jelas dan diakui keberadaanya oleh pemerintah. Perusahaan dapat memperoleh perizinan melalui pemerintah setempat dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Hal ini akan memudahkan perusahaan jika di kemudian hari timbul masalah. 3. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai usaha pembuatan mi mentah jagung agar semakin banyak masyarakat yang mengetahui usaha mi mentah jagung dan tertarik untuk mengusahakannya. Pemerintah juga memberikan pembinaan usaha kepada pengusaha mi mentah untuk memperbaiki manajemen usaha. 103

121 DAFTAR PUSTAKA Budiyah Pemanfaatan pati dan protein jagung (corn gluten meal) dalam pembuatan mi jagung instan. [skripsi]. Departemen Teknologi Pertanian dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Departemen Pertanian Indikator Pertanian. Jakarta: Direktorat Tanaman Pangan. Fadlillah H. N Verifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka penggandaan skala. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz D Peningkatan Daya Guna Jagung sebagai Bahan Pembuat Tortila dalam Rangka Penganekaragaman Makanan. Bogor: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gittinger J. Price Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi kedua. Jakarta: UI-Press. Gracecia D Profil mi basah yang diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Husnah S Pembuatan tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Ayamurasaki) dan aplikasinya dalam pembuatan roti tawar. [skripsi] Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Juniawati Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdsarkan kajian preferensi konsumen. [skripsi]. Departemen Teknologi Pertanian dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kadariah Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Kasmir dan Jakfar Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana. Kotler dan Armstrong Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi Ke-12. Jakarta: Erlangga. Kusnandar F, et al Modifikasi Sifat Fungsional Pati Jagung (Zea mays) dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung. Laporan Hasil Penelitian. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kusnandar F., Muhandri T., Subarna, Palupi N. S., Syah D Penelitian dan Pengembangan Mi Jagung di Institut Pertanian Bogor (Untuk Mendukung Program Diversifikasi Pangan). Bogor: Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. 104

122 Lisnan V Pengembangan beras artificial dari ubi kayu (Manihot esculenta Crant.) dan ubi jalar (Ipomoea batatas) sebagai upaya diversifikasi pangan. [skripsi]. Bogor:Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Manijo Analisis kelayakan usaha pengolahan jagung pada proyek agribisnis BPPT Pemda Sumedang di Desa Marga Mekar, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Muhandri T Karakterisasi Reologis pada Pengolahan Mi Jagung dengan Proses Ekstruksi Pencetak. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Napitupulu D Analisis kelayakan usaha pembuatan jus dan sirup belimbing manis dan jambu biji merah. [skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pramuji I Analisis kelayakan usaha agroindustri ubi jalar (Studi kasus pada Agroindustri unit pengolahan tepung ubi jalar di Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purnamawati D. A Analisis kelayakan investasi usaha tepung talas Safira (Safira powder) pada PT. Bogor Agro Lestari. [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Putra G. B Analisis preferensi pedagang dan konsumen mi bakso terhadap mi basah jagung dengan teknologi ekstruksi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Putera T. D Evaluasi kelayakan usaha pada restoran Mie Kondang Jakarta Selatan. [skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sigit Optimalisasi formula dan proses pembuatan mi jagung dengan metode kalendering. [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Pertanian dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Siregar G. S Analisis respon penawaran komoditas jagung dalam rangka mencapai swasembada jagung di Indonesia. [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 105

123 Soeharto I Studi Kelayakan Proyek Industri. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sugiyono, Thahir R., Kusnandar F., Purwani E. Y., Herawati D Peningkatan Kualitas Mi Instan Sagu Melaui Modifikasi Sifat Fisko-Kimia Pati Sagu dan Optimasi Formulasi serta Proses Produksi. Laporan Penelitian. Bogor: LPPM Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suratman Studi Kelayakan Proyek. Malang: Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Wonojatun Formulasi dan analisis nilai gizi produk mi berbasis sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench.). [skripsi] Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 106

124 L A M P I R A N 107

125 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN MI JAGUNG Pengrajin Mi I. IDENTITAS RESPONDEN No. Pertanyaan Jawaban 1 Nama 2 Usia tahun 3 Jenis Kelamin (1) Laki-laki (2) Perempuan 4 Pendidikan terakhir (1) SD/Sederajat (2) SMP/Sederajat (3) SMA/Sederajat (4) Diploma I, II, III (5) Strata I (6) Strata II (7) Strata III (8) 5 Pengalaman usaha mi mentah 6 Pelatihan/seminar tentang mi yang pernah diikuti 7 Usaha mi mentah menjadi pekerjaan utama 8 Alasan memilih melakukan usaha mi mentah (1) 1 tahun (2) 2 tahun (3) 3 tahun (4) 4 tahun (5) 5 tahun (6) > 6 tahun 9 Usaha mi mentah (1) Utama (2) Sampingan (1) Tidak pernah (2) Sanitasi dan kebersihan produksi (3) Seminar UKM (4) Pelatihan pembuatan mi jagung (5) (1) Ya (2) Tidak, maka pekerjaan utama : (1) Kemudahan produksi (2) Keuntungan yang lebih besar (3) 108

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras Penelitian mengenai bahan pangan pokok selain beras sudah banyak dilakukan oleh peneliti untuk mensukseskan program diversifikasi pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan jenis makanan yang digemari oleh berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketela pohon atau ubi kayu dengan nama latin Manihot utilissima merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia selain tanaman padi, jagung, kedelai, kacang

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

ASPEK NON FINANSIAL 6.1. Aspek Pasar Permintaan

ASPEK NON FINANSIAL 6.1. Aspek Pasar Permintaan VI ASPEK NON FINANSIAL Aspek-aspek non finansial yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan, dan aspek hukum. 6.1. Aspek Pasar Sebelum

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK SKRIPSI PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK (Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur) SKRIPSI Oleh : Fery Rois NPM : 0633010039 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan segala sesuatu yang bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Pangan diperuntukan bagi konsumsi manusia sebagai

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi kebiasaan konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh : PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI Oleh : PRAPTI AKHIRININGSIH NPM : 0533010001 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A 1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A14104104 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI Oleh MARGI KUSUMANINGRUM FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roti kini sudah menjadi salah satu makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahkan di kalangan remaja dan anak-anak, posisi makanan itu telah mulai menggeser nasi sebagai

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI Oleh : INDARTY WIJIANTI 0533010013 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pasta sebagai salah satu sumber karbohidrat merupakan jenis produk pangan

I PENDAHULUAN. Pasta sebagai salah satu sumber karbohidrat merupakan jenis produk pangan I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI Oleh : Indah Asriningrum 0333010052 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman bahan pangan yang melimpah. Bahan pangan memang melimpah namun Indonesia masih memiliki ketergantungan dengan impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakenaragaman (diversifikasi) pangan sudah diusahakan sejak tahun 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu belum dapat dihilangkan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROTI TAWAR DENGAN PROPORSI TEPUNG BERAS HITAM : TEPUNG TERIGU DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT SKRIPSI

PEMBUATAN ROTI TAWAR DENGAN PROPORSI TEPUNG BERAS HITAM : TEPUNG TERIGU DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT SKRIPSI PEMBUATAN ROTI TAWAR DENGAN PROPORSI TEPUNG BERAS HITAM : TEPUNG TERIGU DAN PENAMBAHAN GLISEROL MONOSTEARAT SKRIPSI oleh : Fitria Andhika Putri NPM : 0833010017 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, salah satu kebutuhan primer tersebut adalah makanan. Dalam sejarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu hal yang menarik untuk diamati dari Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola konsumsi pangan masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak dari masyarakat Indonesia yang terlalu bergantung pada beras, mereka meyakini bahwa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya seiiring dengan meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan dan Riset Jagung untuk Diversifikasi Pangan

Strategi Pengembangan dan Riset Jagung untuk Diversifikasi Pangan ferfr/t CENTER Strategi Pengembangan dan Riset Jagung untuk Diversifikasi Pangan Oleh Dahrul Syah Dian Herawati Antung Sima Firlieyanti Ratih Dewanti Hariyadi Feri Kusnandar Nurtleni Sri Palupi Sutrisno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, seperti ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

PERAN TEPUNG SINGKONG PADA KUALITAS MIE SAYUR SKRIPSI

PERAN TEPUNG SINGKONG PADA KUALITAS MIE SAYUR SKRIPSI PERAN TEPUNG SINGKONG PADA KUALITAS MIE SAYUR SKRIPSI Oleh : Dian Islamiyati NPM 0933010024 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penduduk di Indonesia kini mulai meminati makan mi sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan harga yang terjangkau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati Kebutuhan pangan selalu mengikuti trend jumlah penduduk dan dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan per kapita serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

SKRIPSI. KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH. Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM:

SKRIPSI. KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH. Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM: SKRIPSI KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM: 100801132 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Roseria Anggiarini Lestari NPM

SKRIPSI. Oleh : Roseria Anggiarini Lestari NPM EFEKTIFITAS GLISEROL MONOSTEARAT (GMS) TERHADAP MUTU DONAT LABU KUNING SKRIPSI Oleh : Roseria Anggiarini Lestari NPM. 0333010021 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI BUAH PISANG DALAM MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DI LAMPUNG SELATAN

INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI BUAH PISANG DALAM MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DI LAMPUNG SELATAN INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI BUAH PISANG DALAM MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DI LAMPUNG SELATAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung dituntut harus selalu ambil bagian dan tanggap dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makan yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan tidak bervariasi

BAB I PENDAHULUAN. makan yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan tidak bervariasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan masyarakat Indonesia semakin terancam akibat pola makan yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan tidak bervariasi seperti mengkonsumsi karbohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah dan cara pengolahan

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H24077027 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN

SKRIPSI. PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN iii SKRIPSI PENGEMBANGAN BERAS ARTIFICIAL DARI UBI KAYU (Manihot esculenta Crant.) DAN UBI JALAR (Ipomoea batatas) SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN Oleh : VERA LISNAN F24104106 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu)

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu) OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu) Process and Formula Optimizations on Dried Sago (Metroxylon sagu) Noodle Processing Adnan Engelen, Sugiyono, Slamet Budijanto

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Makanan tersebut dikenal baik disegala usia maupun tingkat sosial

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE KERING DARI TEPUNG KOMPOSIT (TERIGU DAN SERBUK UBI KAYU) YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG KACANG TUNGGAK

PEMBUATAN MIE KERING DARI TEPUNG KOMPOSIT (TERIGU DAN SERBUK UBI KAYU) YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG KACANG TUNGGAK PEMBUATAN MIE KERING DARI TEPUNG KOMPOSIT (TERIGU DAN SERBUK UBI KAYU) YANG DIFORTIFIKASI TEPUNG KACANG TUNGGAK SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata Satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya. PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk sementara lahan untuk budidaya untuk tanaman bijibijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI H

SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI H ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK KULIT SAPI DAN KULIT KERBAU (Studi Kasus: Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah) SKRIPSI ROCH IKA OKTAFIYANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN NaHCO 3 PADA PEMBUATAN TORTILLA SUBTITUSI AMPAS TAHU SKRIPSI. Oleh : Eka Bagus Setiawan NPM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN NaHCO 3 PADA PEMBUATAN TORTILLA SUBTITUSI AMPAS TAHU SKRIPSI. Oleh : Eka Bagus Setiawan NPM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN NaHCO 3 PADA PEMBUATAN TORTILLA SUBTITUSI AMPAS TAHU SKRIPSI Oleh : Eka Bagus Setiawan NPM. 0733010008 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci