BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Topik mengenai peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer hingga saat ini terus menjadi perbincangan yang esensial dalam skala multinasional, terlebih lagi dengan diberlakukanya SDGs (Sustainable Development Goals) yang menggantikan MDGs (Millenium Dvelopment Goals) pada tahun mendatang. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer erat kaitanya dengan penyebab terjadinya global warming dan perubahan iklim. Sejumlah bukti yang dikemukakan oleh Shakun et al (2012) memperlihatkan bahwa masalah pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca pada 50 tahun terakhir merupakan akibat dari aktivitas manusia. Dalam tulisannya, Shakun et al (2012) menyebutkan bahwasanya pembakaran energi fosil karbon dan konversi hutan hujan tropis menjadi penyebab utama pelepasan gas rumah kaca (radiatively active gases) seperti CO2, CH4, dan N2O yang merupakan penyebab utama naiknya rata-rata suhu global 0.3º C setiap kurun waktu 10 tahun. Karbon dioksida merupakan salah satu gas yang memiliki efek rumah kaca (green house effect) yaitu gas yang menyerap panas yang dilepaskan oleh bumi. Oleh karena itu, peningkatan kadar karbon dioksida berkorelasi secara positif dengan peningkatan suhu bumi (Hansen et al,1981). International Energy Agency (2012) menyebutkan bahwasanya pembakaran dari bahan bakar fosil yang dilakukan dalam kegiatan industri saat ini telah melepas sekitar juta ton per tahun CO2 (karbondioksida) ke dalam atmosfer pada tahun Hal ini disebabkan oleh tekanan penduduk di permukaan bumi dengan segala aktivitas antropogenik guna pemenuhan kebutuhannya akan energi dan makanan, sehingga eksploitasi sumberdaya alam berimplikasi terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. 1

2 Hingga saat ini, potensi carbon reservoir atau penyimpan karbon terbesar di alam merupakan batuan karbonat. Batuan karbonat merupakan batuan penyusun utama dari bentuklahan karst (solutional). Hasil penelitian sebelumnya Houghton & Woodwell, (1989), batuan karbonat memiliki potensi untuk mentyimpan 6.1x10 7 milyar ton karbon, dimana nilai tersebut merupakan 1694 kali lebih besar daripada kemampuan lautan dan 1.1x10 5 lebih besar daripada kemampuan vegetasi yang menutupi permukaan. Proses pembentukan bentuklahan karst ini didominasi oleh proses pelarutan atau yang sering disebut karstifikasi. Proses inilah yang berfungsi dalam penyerapan karbon di atmosfer maupun tanah. Proses pelarutan atau karstifikasi secara ringkas dirumuskan sebagai berikut (Liu dan Zhao, 2000; Grove, 2001; Daoxian, 2002) CaCO3 + H2O + CO2 Ca HCO3 2-.(1) Dilihat dari reaksi diatas, keberadaan karbondioksida CO2 memiliki peranan penting dalam proses pelarutan atau karstifikasi. CO2 dan air (H2O) berperan sebagai reaktan untuk membentuk ion H - yang kemudian melarutkan batuan karbonat. Hal ini menyebabkan besarnya konsentrasi CO2 akan mempengaruhi daya larut batuan karbonat (Haryono dan Adji, 2004). Berdasarkan hal tersebut, maka semakin tinggi laju pelarutan pada batuan karbonat maka semakin tinggi pula karbondioksida yang terserap. Kawasan karst dipermukaan bumi mencakup 22 milyar kilometer persegi (Daoxian, 1997). Indonesia sendiri diperkirakan memiliki wilayah karst kurang lebih seluas km 2. Dalam tulisanya, Haryono (2011) menyebutkan melalui proses denudasi (pelarutan) pada kawasan karst di Indonesia jumlah karbondioksida yang dapat terserap dari proses tersebut mencapai 13,482 Gg CO2/tahun. Dimana dalam tulisanya, Haryono (2011) menggunakan asumsi kehilangan 1 ton CaCO3 pada batuan karbonat akan menyerap 120 kg karbondioksida. Sementara pada tulisannya yang lain, Haryono dkk (2009) secara khusus menyebutkan bahwasanya potensi penyerapan karbon pada Karst Gunungsewu mencapai ,16 ton CO2/tahun dengan menggunakan metode yang sama. Melihat hasil penelitian tersebut maka dapat dikatakan kawasan Karst 2

3 Gunung Sewu memiliki peran yang penting dalam proses penyerapan karbon di atmosfer. Berbagai metode perhitungan penyerapan karbon dalam proses karstifikasi telah berkembang hingga saat ini. Selain Haryono (2009; 2011), metode penentuan penyerapan karbon sebelumnya pernah dilakukan oleh Daoxian (2002) dan Zhongceng (1999) dengan menggunakan pendekatan Karst Dynamic System (KDS). Metode tersebut dinamakan Standar Limestone Tablets dan Hidrokimia. Berbeda dengan asumsi yang digunakan oleh Haryono (2009; 2011), metode ini menggunakan pengukuran laju pelarutan langsung pada model batuan karbonat yang memiliki standar terukur dan kandungan alkalinitas pada mataair. Aplikasi dari kedua metode ini secara khusus memungkinkan dapat dilakukan analisis kuantitatif mengenai hubungan antara proses karstifikasi dan penyerapan karbondioksida di atmosfer dalam suatu Daerah Tangkapan Air (DTA) kawasan karst. Oleh karena kedua metode ini dapat menjelaskan lebih detil mengenai proses KDS, maka kedua metode tersebut digunakan dalam penelitian ini dalam menghitung penyerapan karbondioksida pada kawasan karst. Kawasan Karst Gunungsewu merupakan salah satu kawasan karst yang terbesar di Indonesia. Keberadaan mataair yang merupakan penciri khas hidrologi pada Kawasan Karst Gunungsewu merupakan salah satu sumber penting dalam ketersediaan air yang banyak dimanfaatkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Selain memiliki nilai ekonomis, mataair karst juga memiliki nilai keilmuan yang sangat menarik untuk dikaji. Kecamatan Purwosari dan sekitarnya memiliki beberapa mataair karst yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan domestik salah satunya adalah Mataair Ngeleng. Mataair Ngeleng dirasa cocok dijadikan sebagai lokasi kajian dikarenakan mataair tersebut merupakan mataair parenial dan juga terdapat berbagai variasi kondisi lahan pada DTA mataair. Selain itu, keberadaan data penunjang dalam perhitungan penyerapan karbondioksida dan minimnya riset penyerapan karbon di Kawasan Karst Gunungsewu melatarbelakangi dilakukannya penelitian mengenai laju pelarutan dan potensi penyerapan karbon pada DTA Mataair Ngeleng. 3

4 1.2.Rumusan Masalah Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer dan permukaan air laut. Secara sederhana dapat dipahami bahwa pemanasan global adalah akibat dari meningkatnya konsentrasi gas gas radiatif salah satunya adalah karbondioksida. Karbondioksida memiliki peran dalam menjebak gelombang panjang panas matahari yang dipantulkan bumi ke angkasa luar. Kondisi tersebut meningkatkan suhu di permukaan bumi sehingga menimbulkan berbagai dampak di permukaan bumi. Penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, wilayah karst juga memiliki kemampuan sebagai penyerap gas rumah kaca sehingga kawasan ini perlu dijaga kelestariannya. Pembentukan bentuklahan karst sangat erat kaitannya dengan siklus karbon. Proses pelarutan ini memanfaatkan gas CO 2 dalam reaksinya sehingga bentuklahan karst memiliki andil besar dalam pengurangan gas CO2 yang berada di alam. Dengan menganalisis pelarutan Limestone Tablets yang merupakan model pelarutan batuan karbonat dan juga analisa alkalinitas perairan di Mataair Karst Ngeleng maka dapat diketahui potensi penyerapan karbon pada daerah kajian. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana variasi laju pelarutan batuan gamping pada berbagai kondisi lahan di daerah tangkapan air Mataair Ngeleng? 2. Berapa jumlah karbon yang terserap pada proses pelarutan batuan karbonat di daerah peneltian dengan menggunakan metode Limestone Tablets dan metode Hidrokimia? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan tersebut maka penelitian yang akan dilakukan ini berjudul TINGKAT LAJU PELARUTAN DAN PENYERAPAN KARBON DI KAWASAN KARST GUNUNG SEWU MENGGUNAKAN STANDARD LIMESTONE TABLETS DAN HIDROKIMIA STUDI DTA MATA AIR NGELENG, GIRITIRTO, PURWOSARI, GUNUNG KIDUL. 4

5 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis laju pelarutan batuan gamping pada variasi kondisi lahan di daerah tangkapan air Mataair Ngeleng. 2. Menghitung jumlah potensi serapan karbon pada proses pelarutan batuan karbonat di daerah penelitian menggunakan metode Standard Limestone Tablets dan metode Hidrokimia 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat utama dari penelitian ini adalah mengetahui potensi penyerapan karbondioksida pada Mataair Karst Gunungsewu. Hasil dari komparasi dua metode yang digunakan diharapkan memberikan gambaran mengenai metode penyerapan karbon yang efektif pada Kawasan Karst terutama Kawasan Karst Gunungsewu. Selain itu, metode penelitian yang digunakan belum pernah digunakan pada penelitian dengan tema serupa sehingga diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan bidang ilmu pengetahuan geografi maupun bidang lain. Oleh karena itu, secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu referensi terkait dengan penelitian mengenai penyerapan karbondioksida dikawasan karst. Kajian mengenai ini diharapkan juga dapat menjadi salah satu acuan dalam pengelolaan mataair kawasan karst secara berkelanjutan. Publikasi mengenai hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pentingnya konservasi kawasan karst, terutama terkait dalam hal fungsinya sebagai penyerap karbon. 1.5.Telaah Pustaka Bentuklahan Karst Kawasan karst identik dengan kondisi lingkungan yang kering. Karst adalah sebuah istilah dalam Bahasa Jerman yang diturunkan dari Bahasa Slovenia yang berarti lahan gersang berbatu (Adji, 2006). Istilah tersebut sebenarnya menggambarkan kondisi yang sering ditemui di banyak daerah yang berbatuan karbonat atau batuan lain yang memiliki sifat mudah larut. Definisi yang lebih 5

6 spesifik diungkapkan oleh Ford dan Williams (1992) yang mendefinisikan karst sebagai medan dengan karakteristik hidrologi dan bentuklahan yang diakibatkan oleh kombinasi batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang dengan baik. Saat ini, istilah ini sudah jamak digunakan untuk menyebutkan bentuklahan yang secara dominan terbentuk akibat pelarutan batuan (Veni dan DuChene, 2001). Karst di wilayah Gunungkidul pertama kali diperkenalkan oleh Danes (1910) dan Lehmann (1936) dan lebih dikenal di dunia dengan nama karst Gunungsewu. Karst ini dicirikan oleh perkembangan kubah karst (kegelkarst), salah satu bentuklahan positif yang lebih dikenal dengan kubah sinusoidal. Pembentukan model sistem karst (gambar 1.1.) diistilahkan sebagai proses karstifikasi. Karstifikasi terjadi akibat proses pelarutan pada batuan soluble. Sebagian besar batuan penyusun bentuklahan karst di Indonesia adalah batuan karbonat. Haryono dan Adji (2004) menyebutkan bahwa terdapat 2 faktor utama yang berpengaruh terhadap proses karstifikasi yaitu faktor pengontrol dan faktor pendorong. Faktor pengontrol adalah faktor yang menentukan keberlangsungan terjadinya karstifikasi, sedangkan faktor pendorong berperan dalam kecepatan dan kesempurnaan karstifikasi. Gambar 1.1. Model Sistem Bentanglahan Karst ( Sumber : Bakalowicz, 2005 ) 6

7 Pelarutan Dalam Proses Karstifikasi Lebih jauh dijelaskan dalam Haryono dan Adji (2004) bahwa faktor pengontrol terdiri dari tingkat kelarutan batuan, kekompakan, ketebalan, dan perkembangan rekahan batuan. Besarnya curah hujan (>2500 mm/tahun), serta ketinggian batuan terekspos yang memungkinkan dapat terjadinya perkembangan drainase vertikal juga menjadi salah satu faktor pengotrol. Faktor pendorong terdiri dari temperatur dan tutupan hutan. Kedua faktor tersebut akan sangat menentukan dalam perkembangan bentuklahan karst. Fakor pengontrol karstifikasi dapat dilihat pada gambar 1.2. Proses pelarutan pada batuan karbonat dijelaskan pada reaksi berikut CO2 + H2O H2CO3... (2) Selanjutnya larutan asam akan terurai menjadi ion ion untuk mencapai kestabilan (3) dengan reaksi kimia sebagai berikut Gambar 1.2 Faktor Karstifikasi Pengaruhnya dalam Proses Pelarutan (Sumber : Trudgil, 1985 dalam Haryono dan Adji,2004) 7

8 H2CO3 H + + HCO (3) Batugamping (CaCO3) akan mengalami penguraian menjadi ion ion (5) yang nantinya akan berinteraksi dengan ion H + (5) dengan reaksi kimia sebagai berikut. CaCO3 Ca 2+ + CO (5) CO H + HCO (6) Reaksi ion ion yang berasal dari dissosiasi CaCO3 dan H + yang berasal dari dissosiasi CO2 akan menghasilkan ketidakseimbangan antara pco2 dalam air. Hal ini akan menyebabkan lebih besar terdifusi dari udara ke dalam air dan selanjutnya akan terjadi reaksi kimia sebagai berikut. CaCO3 + H2O + CO2 Ca HCO (1) Kesemua reaksi pelarutan di atas secara sederhana dapat dilihat pada gambar sebagai berikut. Gas Cair CO 2 (gas) CO 2 (aq) H 2 O H 2 CO 3 HCO 3 2- Padat Ca 2+ H + CaCO 3 HCO 3 2- Gambar 1.3 Skema proses pelarutan batugamping (Sumber : Trudgil, 1985 dalam Haryono dan Adji (2004)) Dilihat dari proses kimianya, keberadaan karbondioksida (CO2) memiliki peranan penting dalam proses pelarutan atau karstifikasi. Karbondioksida (CO2) dan air (H2O) berperan sebagai reaktan untuk membentuk ion H - yang akan 8

9 melarutkan batuan karbonat. Hal ini menyebabkan besarnya konsentrasi karbondioksida (CO2) akan mempengaruhi terhadap daya larut batuan karbonat (Haryono dan Adji, 2004). Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam proses pelarutan atau karstifikasi maka semakin tinggi pula daya larut batuan karbonat. Hubungan antara konsentrasi karbondioksida (CO2) dengan daya larut batuan karbonat ditunjukkan oleh gambar berikut. Gambar 1.4. Grafik Hubungan Konsentrasi CO2 dengan Daya Larut Batuan Karbonat dalam Perairan (Sumber : Haryono dan Adji, 2004) Karst Dynamic System Pembentukan rongga-rongga dan saluran bawah permukaan yang dikontrol oleh porositas sekunder menyebabkan bentuklahan karst memiliki respon hidrologis yang dinamis. Karakter aliran yang didukung oleh keberadaan air pada musim yang berbeda akan memberikan respon aliran yang berbeda. Perbedaan respon terhadap hujan akan menyebabkan hidrograf dengan karakter yang khas dan atau hidrograf yang dinamis. Proses karstifikasi merupakan salah satu proses yang termasuk dalam siklus karbon global. Transfer karbon melalui fase padat, cair, dan gas terjadi pada saat pelarutan batuan karbonat. Air berperan besar dalam melarutkan karbon atmosfer sehingga terjadi kontak dengan batuan karbonat sehingga terjadi penyerapan karbon. Karbon atmosfer terserap dalam bentuk karbondioksida (CO2). Karbondioksida memiliki peranan cukup penting dalam proses karstifikasi. Melalui persamaan (1) ditunjukkan bahwa karbondioksida berperan besar dalam 9

10 pelarutan batuan karbonat. Siklus karbon pada proses karstifikasi terkait dengan Karst Dynamic System (KDS) atau Sistem Dinamis Karst. Daoxian (2002) menyebutkan bahwa KDS meliputi transfer energi dan materi yang berisi siklus karbon, air serta kalsium / magnesium. Berikut gambar mengenai serapan karbon saat pelarutan batuan karbonat (gambar 1.5) : Gambar 1.5. Penyerapan karbon saat pelarutan batuan karbonat (Dreybroadt, 2004 dalam Haryono, 2011) Lebih jauh dijelaskan bahwa siklus karbon pada KDS meliputi fase padat, cair, dan gas yang terjadi pada litosfer, hidrosfer, biosfer dan atmosfer yang mengontrol pembentukan bentuklahan karst (gambar 2.2.). Proses pelarutan batuan karbonat merupakan salah satu proses penyerapan karbondioksida dari atmosfer. Pada jenis gamping, setiap 1 mol CaCO3 yang terkorosi atau produksi 2 mol HCO3 - maka proses karstifikasi akan mengambil 2 mol CO2 yang berada di atmosfer atau tanah., sedangkan untuk dolomit 1 mol CaMg(CO3)2 yang terkorosi maka proses membutuhkan 2 mol CO2 untuk diserap dalam proses. Haryono, dkk (2009) menjelaskan setiap pelarutan 1 ton CaCO3 akan diikuti oleh pelepasan 120 Kg karbon Fase padat dalam KDS didominasi oleh berbagai tipe batuan karbonat dengan jaringan kompleks rekahan dan lipatan. Fase cair terdiri atas air yang mengandung Ca 2+, Mg 2-, HCO 3 -, CO 3 2-, H + dan CO 2 terlarut dalam air. Fase gas terdiri dari CO 2 atau karbondioksida sebagai sebuah gas. KDS adalah sebuah sistem terbuka dan 10

11 tidak hanya dipengaruhi oleh pembentukan bentuklahan karst tetapi juga terhubung dengan litosfer, hidrosfer, atmosfer, dan biosfer. Sistem Karst Dinamis dan keberlangsungannya dapat diidentifikasi melalui 4 parameter yaitu suhu, ph, HCO3 -, dan CO Siklus Karbon Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas penyusun atmosfer yang memiliki presentase sekitar 0,033% dari seluruh gas penyusun atmosfer (Effendi,2003). Karbondioksida tersusun atas sebuah atom karbon yang berikatan kovalen dengan Oksigen. Karbondioksida merupakan salah satu gas yang menyerap panas sehingga memiliki kontribusi dalam meningkatkan suhu bumi atau dalam proses global warming. Karbon yang terdapat di dalam bumi ini mengalami siklus pertukaran yang sering dikenal dengan siklus karbon. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer. Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (biasanya termasuk pula sistem air tawar dan material non-hayati organik seperti karbon tanah (soil carbon), lautan (termasuk karbon inorganik terlarut dan biota laut hayati dan nonhayati), dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil). Pergerakan karbon, pertukaran karbon antar reservoir, terjadi karena proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermacam-macam (Begon et al, 1990). Karbondioksida (CO2) di atmosfer diserap oleh tumbuhan dan organisme berklorofil untuk melakukan proses fotosintesis. Karbondioksida (CO2) saat proses fotosintesis diubah menjadi karbohidrat, protein, dan lemak yang membentuk biomasa tumbuhan. Proses penimbunan karbon (C) atau biomasa tumbuhan ini dinamakan proses penyerapan karbon (C-sequestration). Biomasa tumbuhan ini kemudian dialirkan ke organisme lainnya melalui proses rantai makanan. Karbon dalam biomasa tumbuhan dapat langsung kembali ke atmosfer melalui proses respirasi. Sementara saat proses dekomposisi berlangsung karbon akan terakumulasi di dalam tanah. Karbon di dalam tanah dan atmosfer dapat terlarut 11

12 oleh air hujan dan terbawa ke perairan dalam bentuk karbon organik terlarut atau partikel karbon organik (Ulumuddin dan Kiswara, 2010). Adapun secara sederhana siklus karbon tergambar dalam gambar 1.4. Gambar 1.6. Siklus Karbon di Permukaan Bumi Sumber : Effendi, 2003 Daur karbon terdiri dari dua komponen utama: biomassa di atas tanah dan bahan organik di dalam tanah. Di dalam suatu ekosistem yang tidak terganggu, jumlah dan proporsi kedua komponen relatif konstan, dan bahan organik yang dihasilkan oleh vegetasi berangsur-angsur dikembalikan ke dalam tanah. Kejadiankejadian alami seperti kebakaran, pohon tumbang dan tanah longsor menyebabkan perubahan lokal, tetapi penebangan hutan atau tanaman tahunan menyebabkan perubahan yang cukup besar (Whitten et al., 1999). Dari siklus karbon tersebut terbentuk kesetimbangan pertukaran karbon (antara yang masuk dan keluar) antar reservoir karbon atau antara satu putaran (loop) spesifik siklus karbon (misalnya atmosfer - biosfer). Analisis neraca karbon dari sebuah kolam atau reservoir dapat memberikan informasi tentang apakah kolam atau reservoir berfungsi sebagai sumber (source) atau penyerapan (sink) karbondioksida. Bentuk lain deposit karbon di Bumi tersimpan dalam bentuk karbon anorganik, misalnya batuan karbonat dan dalam bentuk karbon organik. Pelapukan, pelarutan batuan karbonat, dan aktivitas vulkanik juga akan berperan dalam 12

13 mengembalikan karbon dalam bentuk karbondioksida. (Effendi, 2003). Meningkatnya aktifitas antropogenik akan meningkatkan kadar karbon di atmosfer. Pembakaran bahan bakar fosil akan melepas karbondioksida ke atmosfer yang menghasilkan gas rumah kaca, sehingga meningkatkan temperatur, melelehkan es di kutub dan menaikkan muka air laut di bumi ( Clark, 1982) Metode Standard Limestone Tablets dan Hidrokimia Metode Standard Limestone Tablets Proses karstifikasi terdiri dari proses pelarutan dan deposisi dari batuan karbonat. Pelarutan dari batuan karbonat merupakan proses dari pengambilan CO2 di udara dan pengkonsumsianya, dimana proses tersebut dapat dijelaskan sebagaimana reaksi kimia no. 5. Pada kondisi terbuka, batuan karbonat secara langsung tertutup oleh vegetasi dan tanah maka karbondioksida lebih banyak diambil dari proses pembentukan tanah. Melalui teori tersebut Daoxian (1988) pertama kali mengenalkan metode standard limestone tablets dan diimplementasikan secara luas pada IGCP 299 Project Geology,climate, hydrology and karst formation ( ) yang bertujuan untuk mengetahui korelasi dari intensitas proses karstifikasi pada perbedaan latarbelakang geologi, iklim dan hidrologi. Pengukuran dan perhitungan mengenai laju pelarutan batuan karbonat telah banyak dilakukan yakni Hidrokimia-runoff (Ellway et al.1990), formula corbel (Corbel,1959), DBL chemcial-dynamic (Dreybroadt,1991), micro-erosion meter (Trudgill et al, 1981) dan cosmogenic chlorine-36 (Bogli,1961). Metode-metode tersebut merupakan metode yang membutuhkan jangka panjang dalam pengambilan data parameter. Selain itu, metode tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit karena selain pengambilan data yang cukup lama juga diperlukan analisis lab pada unsur-unsur kimia parameter. Standard Limestone Tablets tidak membutuhkan waktu jangka panjang dalam monitoring dan pengambilan data serta dimensi tablet dan litologi mudah untuk disiapkan. 13

14 Metode Hidrokimia Karstifikasi pada batuan karbonat terutama batugamping (CaCO3) terbentuk karena reaksi dengan air dan karbondioksida ( CO2). Karbondioksida akan larut dalam air membentuk anion bikarbonat. Anion bikarbonat merepresentasikan alkalinitas dalam air. Alkalinitas adalah kemampuan anion dalam air dalam menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas menggambarkan kemampuan air dalam menetralkan asam. Alkalinitas juga dikatakan sebagai kapasitas penyangga tehadap perubahan ph dalam air. Salah satu anion penyusun alkalinitas adalah bikarbonat (HC3 - ). Bikarbonat dalam air menunjukkan tingkat kejenuhan terhadap kalsium karbonat (Daoxian, 2002; Liu,2000) Pengukuran alkalinitas terutama anion bikarbonat dapat digunakan untuk prediksi potensi jumlah serapan karbon atmosfer. Debit juga sangat berpengaruh terhadap jumlah serapan karbondioksida dan kandungan bikarbonat. Semakin besar debit maka kandungan ion bikarbonat akan menurun karena konsentrasinya dalam air menurun. Melalui data debit dan kandungan bikarbonat akan dihitung potensi serapan karbon atmosfer. Penggunaan kedua metode Standard Limestone Tablets dan Hidrokimia pertama kali digunakan oleh Zhongcheng (1999) untuk penyerepan karbon kawasan karst di China Penelitian Sebelumnya Penelitian karst di Indonesia masih tergolong baru dan dalam proses perkembangan menuju kemajuan. Penelitian sejenis pernah dilakukan Haryono (2009;2011) mengenai serapan karbon pada saat proses karstifikasi. Penelitian ini menghitung potensi serapan karbon atmosfer pada proses denudasi karst di Indonesia dan secara spesifik di karst Gunungsewu. Penelitian ini menggunakan metode corbel dalam menghitung laju pelarutanya. Penelitian ini menghasilkan nilai laju pelarutan sebesar 82.9 m 3 /km 2 /tahun di Indonesia dan m 3 /km 2 /tahun di Karst Gunungsewu. Karbondioksida yang terserap di Indonesia sebesar 13,482 Gg/tahun di Indonesia dan ton/tahun di Karst Gunungsewu. Penelitian 14

15 ini juga membandingkan jumlah serapan karbon dan jumlah emisi karbon dari kegiatan industri, pembakaran bahan bakar fosil, dan yang lainnya. Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh oleh Zhongcheng (2009) mengenai penyerapan dan pelepasan karbondioksida melalui proses karstifikasi. Penelitian ini menghitung potensi serapan karbon atmosfer menggunakan metode limestone tablet dan Hidrokimia pada keseluruhan wilayah karst di China. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya kemiripan hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut dalam hal perhitungan penyerapan karbon. Penyerapan karbon yang dilakukan dalam proses karstifikasi memiliki nilai yang lebih besar daripada nilai yang dihasilkan saat pelepasan karbon. Lebih lanjut Penyerapan CO2 oleh karst memiliki hubungan dengan gas rumah kaca, dimana saat terjadi proses pengendapan penyerapan karbon akan terjadi. Penelitian mengenai laju pelarutan menggunakan metode limestone tablets secara spesifik dilakukan oleh Plan (2005), Cheng (2011) dan Urushibara (1997). Plan (2005) melakukan penelitian menggunakan metode di lokasi pengunungan Alps utara Austria. Hasil yang ditemukan oleh Plan (2005) menunjukan Faktor litologi, morfologi, bentuk permukaan, ketinggian dan iklim mempengaruhi laju pelarutan, sementara vegetasi kurang mempengaruhi laju pelarutan. Berbeda dengan Plan (2005), Cheng (2011) secara khusus mengukur laju pelarutan pada perbedaan penggunaan lahan. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan penggunanlahan secara kuat mempengaruhi laju pelarutan batuan karbonat. Selain itu, perbedaan rata-rata hujan wilayah merupakan faktor pengontrol yang dominan dibandingkan dengan perbedaan suhu. Urushibara (1997) juga secara spesifik mengukur pelarutan batuan karbonat menggunakan limestone tablets di area karst Jepang. Hasil yang diperoleh adalah laju pelarutan pada horizon B memiliki koefisien hubungan tinggi dengan hujan, sedangkan laju pelarutan tablet yang berada dipermukaan memiliki nilai hubungan yang tinggi terhadap (Water Surplus- Water Deficit) Thornwite. Tingginya laju pelarutan yang berada di udara dan didalam tanah merupakan representasi dari kondisi basah/lembab yang dimiliki oleh Jepang. 15

16 Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan No Peneliti Lokasi, Tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil 1 Lukas Plan Northern Austrian ALps,2005 Factor Controlling Carbonate Dissolution Rates Quantified in Austrian Alps Mengetahui faktor yang memperngaruhi pelarutan batuan karbonat Menggunakan metode limestone tablets dan kalkulasi mass balance Faktor litologi, bentuk permukaan,ketinggian dan iklim mempengaruhi laju pelarutan 2 Jiang Zhongcheng & Yuan daoxian Daratan China, 1999 CO2 Source-sink in Karst Processes in karst areas of China Mengetahui penyerapan karbondioksida melalui proses karstifikasi Menggunakan metode limestone tablets Penyerapan CO2 oleh karst memiliki hubungan dengan gas rumah kaca, dimana saat terjadi proses pengendapan penyerapan karbon akan terjadi 3 Eko Haryono Indonesia,2011 Atmospheric carbon dioxide sequesration trough karst denudation processes (Estimated from Indonesia Karst Region) Mengetahui potensi serapan karndioksida pada proses denudasi karst Perhitungan jumlah emisi karbon dan potensi jumlah serapan karbondioksida saat proses denudasi karst menggunakan formula corbel. Estimasi jumlah serapan karbon dioksida pada proses denudasi karst di wilayah karst Indonesia. 16

17 4 Eko Haryono Karst gunungsewu, 2009 Atmospheric Carbon Dioxide Sequestration Trough Karst Denudation Process Preliminary Estimation From Gunung Sewu Karst Mengetahui potensi serapan karndioksida pada proses denudasi karst dikkarst Gunungsewu Perhitungan jumlah emisi karbon dan potensi jumlah serapan karbondioksida saat proses denudasi karst menggunakan formula corbel. Estimasi jumlah serapan karbon dioksida pada proses denudasi karst di wilayah karst gunungsewu 5 Zhang Cheng Dataran Cina,2011 Carbonate Rock Dissolutional Rates In Different Landuses And Their Carbon Sink Effect Mengetahui Laju Pelarutan di perbedaan penggunaan lahan dan nilai penyerapan karbon Metode Limestone Tablets Penggunanlahan secara kuat mempengarhui laju pelarutan batuan karbonagt 6 Urushibara Dataran Jepang, 1997 The Solution Rate of Limestone Tablets And Co2 Measurement in Limestone Area of Japan Menghitung laju pelarutan limestone tablets dan pengukuran CO2 di jepang Metode Limestone Tablets Laju pelarutan pada horizon B memiliki koefisien hubungan tinggi dengan hujan 7 Ghufran Zulqisthi Mataair Ngeleng, Giritirto, Purwosari, gunungkidul,2013 Tingkat Laju Pelarutan Dan Penyerapan Karbon Di Kawasan Karst Gunung Sewu Menggunakan Standard Limestone Tablets Dan Hidrokimia Studi Dta Mata Air Ngeleng, Giritirto, Purwosari, Gunung Kidul Menghitung jumlah potensi serapan karbon pada proses pelarutan batuan karbonat di daerah penelitian menggunakan metode Limestone Tablets dan metode Hidrokimia Pengukuran langsung menggunakan limestone tablet dan alkalinitas mata air dilapangan Penggunaan lahan dan nilai absolut karbondioksida mempengaruhi laju pelarutan. Nilai penyerapan karbon memiliki variasi yang tinggi pada setiap metode Sumber: Hasil Telaah Pustaka,

18 1.7. Kerangka Pemikiran Bentuklahan karst merupakan bentuklahan yang banyak berkembang pada batuan karbonat. Bentuklahan ini dicirikan oleh keberadaan porositas sekunder yang menyebabkan sistem hidrologis bawah tanah lebih berkembang. Bentuklahan karst terbentuk akibat proses pelarutan yang dikontrol oleh batuan yang mudah larut, curah hujan, dan ketinggian terekspos sehingga memungkinkan berkembangnya sistem bawah permukaan. Karstifikasi pada batuan karbonat terutama batugamping (CaCO3) terbentuk karena reaksi dengan air dan karbondioksida ( CO2). Karbondioksida akan larut dalam air membentuk anion bikarbonat. Anion bikarbonat merepresentasikan alkalinitas dalam air. Alkalinitas adalah kemampuan anion dalam air dalam menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas menggambarkan kemampuan air dalam menetralkan asam. Alkalinitas juga dikatakan sebagai kapasitas penyangga tehadap perubahan ph dalam air. Salah satu anion penyusun alkalinitas adalah bikarbonat (HCO3 - ). Bikarbonat dalam air menunjukkan tingkat kejenuhan terhadap kalsium karbonat (CaCO3). Pada proses pelarutan batuan karbonat, air akan yang kontak dengan batuan karbonat mengikat karbondioksida dari udara. Hasil reaksi dari air, karbondioksida, dan kalsium karbonat akan menghasilkan kation kalsium dan anion bikarbonat, sebagaimana reaksi berikut: CaCO3 + H2O + CO2 Ca HCO3 - (1) Proses karstifikasi atau pelarutan batuan karbonat akan diikuti oleh penyerapan karbon atmosfer. Karbondioksida merupakan salah satu gas penyusun efek rumah kaca. Gas rumah kaca akan memberi pengaruh terhadap pemanasan global. Menigkatnya jumlah emisi karbon dari kegiatan manusia akan berdampak pada kenaikan suhu bumi, melelehnya es di kutub, meningkatkan muka air laut, dan berbagai masalah pemanasan global yang lain. Proses karstifikasi memiliki peranan penting dalam mereduksi jumlah gas rumah kaca karena menyerap karbon atmosfer saat pelarutan batuan karbonat. Proses karstifikasi juga terkait dengan siklus karbon global. Pengaruh karstifikasi dalam siklus karbon dijelaskan dalam kajian Karst Dynamic System 18

19 (KDS). KDS menjelaskan bahwa proses karstifikasi diikuti oleh transfer karbon pada 3 fase, yaitu padat, cair dan gas seperti yang terdapat dalam gambar 1.5. Fase padat didominasi oleh batuan karbonat, fase cair terdiri dari kandungan ion seperti asam karbonat dan bikarbonat, serta fase gas tersusun atas karbondioksida. Salah satu indikator kandungan karbon dalam air adalah anion bikarbonat. Kandungan bikarbonat menyatakan kejenuhan air terhadap kalsium karbonat. Pengukuran alkalinitas terutama anion bikarbonat dapat digunakan untuk prediksi potensi jumlah serapan karbon atmosfer. Debit juga sangat berpengaruh terhadap jumlah serapan karbondioksida dan kandungan ion bikarbonat. Semakin besar debit maka kandungan ion bikarbonat akan menurun karena konsentrasinya dalam air menurun. Melalui data debit dan kandungan bikarbonat akan dihitung potensi serapan karbon atmosfer. Selain menggunakan kandungan ion bikarbonat, laju pelarutan batuan karbonat juga dapat digunakan dalam perhitungan penyerapan karbon. Dimana korosi dari 1 mol CaCO3 atau produksi dari 2 mol 2 HCO3 - membutuhkan konsumsi 1 mol CO2 dari atmosfer. Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan untuk menghitung flux penyerapan karbon. Konsep perhitungan penyerapan karbon secara sederhana dapat dilihat dari bagan dibawah (Gambar 1.7) Gambar 1.7. Bagan Konsep Perhitungan Potensi Penyerapan Karbon (Sumber: Hasil Telaah Pustaka, 2013) 19

20 1.8. Batasan Operasional Karst adalah medan dengan kondisi hidrologi yang khas dan berkembang pada batuan yang mudah larut dengan porositas sekunder yang berkembang baik (Ford dan Williams, 2007). Siklus karbon merupakan proses transfer karbon antara atmosfer, hidrosfer, litosfer, dan biosfer (Daoxian, 2002). Karstifikasi adalah pembentukan bentuklahan karst yang didominasi oleh proses pelarutan (Haryono dan Adji, 2004). Alkalinitas adalah kuantitas anion dalam air untuk menetralkan kation hidrogen (Effendi, 2003). Karst Dynamic System (KDS) adalah sistem karst dengan respon aliran yang dinamis dan melewati fase padat, cair, dan gas (Daoxian,2002). Sekuestrasi karbon, adalah proses penyimpanan karbon dari atmosfer ke dalam tampungan karbon dalam waktu yang lama dan dapat dikembalikan lagi ke atmosfer (Lal, 2007). Karbondioksida adalah senyawa kimia yang terdiri dari atom oksigen yang terikat kovalen dengan sebuah atom karbon berbentuk gas dengan ciri tidak berwarna dan tidak berbau. (Kirschbaum,2001) Mataair, pemusatan dari pelepasan airtanah menunju ke permukaan tanah menjadi aliran permukaan (Todd, 1980) Variasi Kondisi Lahan, istilah ini hanya merujuk pada variasi penggunaan lahan yakni tegalan dan hutan serta variasi topografi yakni lembah dan lereng bukit. 20

PENGANTAR. bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Sebenarnya istilah ini

PENGANTAR. bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Sebenarnya istilah ini PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Karst merupakan istilah dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Sebenarnya istilah ini berkaitan dengan batugamping

Lebih terperinci

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN TERSEDIA SECARA ONLINE http://journal2.um.ac.id/index.php /jpg/ JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI: Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi Tahun 22, No. 1, Januari 2017 Halaman: 1621

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA

PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA 1 PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA Ahmad Cahyadi Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada ahmadcahyadi@geo.ugm.ac.id INTISARI Karst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Kenampakan Bentuklahan Karst

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Kenampakan Bentuklahan Karst BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karst merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelarutan. Bentuklahan karst tergolong dalam bentuklahan yang unik dimana di dalamnya memiliki kondisi

Lebih terperinci

Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang

Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang Kajian Variabilitas CaCO3 Terlarut Untuk Mengetahui Tingkat Pelarutan dan Penyerapan Karbon Atmosfer Dalam Proses Karstifikasi Kawasan Karst Rembang Munif Prawira Yudha munifpy@gmail.com Eko Haryono e.haryono@geo.ugm.ac.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR Daur Air/H 2 O (daur/siklus hidrologi) 1. Air di atmosfer berada dalam bentuk uap air 2. Uap air berasal dari air di daratan dan laut yang menguap (evaporasi) karena panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA 4.DAUR BIOGEOKIMIA 4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA Dalam lingkungan, unsur-unsur kimia termasuk juga unsur protoplasma yang penting akan beredar di biosfer mengikuti jalur tertentu yaitu dari lingkungan

Lebih terperinci

5 Kimia dalam Ekosistem. Dr. Yuni. Krisnandi

5 Kimia dalam Ekosistem. Dr. Yuni. Krisnandi 5 Kimia dalam Ekosistem Dr. Yuni. Krisnandi 13-10-06 Pendahuluan: apakah ekosistem itu? Suatu ekosistem teridiri dari komunitas biologi yang terjadi di suatu daerah, dan faktor-faktor kimia dan fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

SIKLUS CARBON DI PERAIRAN DANAU

SIKLUS CARBON DI PERAIRAN DANAU SIKLUS CARBON DI PERAIRAN DANAU Disusun oleh : Kelompok 8 Sari Sistyawati R 26010114140072 Nur kharimah 26010114140073 Danang Adi S 26010112120013 Agi Prayoga P 26010112140015 Hida Rizki Aini 26010112130028

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah dan Pemanasan Global Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaikai

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya SIKLUS OKSIGEN Pengertian, Tahap, dan Peranannya Apa yang terbesit dalam pikiran anda bila mendengar kata oksigen? Seperti yang kita tahu, oksigen bagian dari hidup kita yang sangat kita butuhkan keberadaannya.

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM Serial Powerpoint Presentasi: KOMPONEN- KOMPONEN ALIRAN KARST Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM SISTEM HIDROLOGI KARST A. Pendahuluan Karst Gunung Sewu dikenal sebagai kawasan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta

KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR. Chabibul Mifta KARAKTERISTIK MATAAIR KARST DI KECAMATAN TAMBAKBOYO, KABUPATEN TUBAN, JAWA TIMUR Chabibul Mifta bibul.mifta@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id ABSTRACT Discharge measurements and analyzing

Lebih terperinci

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

BULETIN ILMIAH GEOGRAFI LINGKUNGAN INDONESIA Edisi 1, Vol. 1, Tahun 2017, Nomor DOI /OSF.IO/FZRKP Tautan unduh: https://osf.

BULETIN ILMIAH GEOGRAFI LINGKUNGAN INDONESIA Edisi 1, Vol. 1, Tahun 2017, Nomor DOI /OSF.IO/FZRKP Tautan unduh: https://osf. BULETIN ILMIAH GEOGRAFI LINGKUNGAN INDONESIA Edisi 1, Vol. 1, Tahun 2017, 13-25 Nomor DOI 10.17605/OSF.IO/FZRKP Tautan unduh: https://osf.io/fzrkp/ Kelompok Studi Airtanah Fakultas Geografi UGM Judul VARIASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

mengakibatkan Kabupaten Gunungkidul dikatakan sebagai daerah miskin air dan bencana kekeringan menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki ibukota Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul sebesar

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBANGAN GAMPING TERHADAP FUNGSI PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO2) ATMOSFER DI KAWASAN KARST KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENGARUH PENAMBANGAN GAMPING TERHADAP FUNGSI PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO2) ATMOSFER DI KAWASAN KARST KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL PENGARUH PENAMBANGAN GAMPING TERHADAP FUNGSI PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO2) ATMOSFER DI KAWASAN KARST KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Ahmad Cahyadi 1 dan Anggit Priadmodjo 2 1 Program BEASISWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok yang mutlak harus dipenuhi sehari-hari. Tanpa adanya air, manusia tidak dapat bertahan hidup karena air digunakan setiap harinya untuk

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

Rizka Ratna Sayekti, Slamet Suprayogi dan Ahmad Cahyadi. Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Rizka Ratna Sayekti, Slamet Suprayogi dan Ahmad Cahyadi. Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Estimasi Potensi Penyerapan Karbondioksida Atmosfer di Daerah Tangkapan Air Sistem Sungai Bawah Tanah Goa Pindul sebagai Upaya untuk Menekan Pemanasan Global Rizka Ratna Sayekti, Slamet Suprayogi dan Ahmad

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

Company LOGO ILMU TANAH. Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc

Company LOGO ILMU TANAH. Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Company LOGO ILMU TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Topik: Konsepsi Tanah Isi: 13 23 3 4 Pendahuluan Pengertian Tanah Susunan Tanah Fungsi Tanah 1. PENDAHULUAN Gambar 1 Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO 2 Tanah Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi CO 2 atmosfer. Hampir 10% CO 2 dari tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci

Global Warming. Kelompok 10

Global Warming. Kelompok 10 Global Warming Kelompok 10 Apa itu Global Warming Global warming adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan

Lebih terperinci

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Nama NIM Tugas :Wiwi Widia Astuti :E1A012060 :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK Dalam beberapa tahun terakhir, isu pemanasan global semakin sering dibicarakan baik dalam skala kecil sampai tingkat internasional.

Lebih terperinci

JAWABAN PERTANYAAN EVOLUSI TUGAS

JAWABAN PERTANYAAN EVOLUSI TUGAS JAWABAN PERTANYAAN EVOLUSI TUGAS disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evolusi Oleh: Kelompok 10 Pendidikan Biologi A 2014 Ane Yuliani 1400537 Hanifa Ahsanu A. 1403883 Meilinda Alfiana 1403318

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang penting untuk kehidupan manusia karena hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan. Fungsi lingkungan dari hutan salah

Lebih terperinci

KONSEP EKOSISTEM Living in the Environment BI2001 Pengetahuan Lingkungan SITH ITB 2013

KONSEP EKOSISTEM Living in the Environment BI2001 Pengetahuan Lingkungan SITH ITB 2013 2 KONSEP EKOSISTEM BI2001 Pengetahuan Lingkungan Sumber utama materi dan ilustrasi: Miller, G.T. & S.E. Spoolman. 2012. Living in the Environment. Seventeenth edition. Brooks/Cole, Belmont, CA (USA) Topik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM Transformasi Energi dan Materi dalam Ekosistem KONSEP ENERGI Energi : kemampuan untuk melakukan usaha Hukum Thermodinamika 1 : Energi dapat diubah bentuknya ke bentuk lain,

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya perkembangan perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade belakangan ini dapat dilihat dari pesatnya perkembangan infrastruktur, industri dan pemukiman penduduk.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Abstact... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Intisari... Abstact... i ii ii iv x xi xvi xviii xix BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Fitria Nucifera Program Beasiswa Unggulan BPKLN

Fitria Nucifera Program Beasiswa Unggulan BPKLN PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN KARST BERBASIS ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN DAN PEMETAAN KAWASAN LINDUNG SUMBERDAYA AIR Studi Kasus di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta Ahmad

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan, baik itu kehidupan manusia maupun kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Air adalah merupakan bahan yang sangat vital

Lebih terperinci

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) Berkaitan dengan siklus oksigen Siklus karbon berkaitan erat dengan peristiwa fotosintesis yang berlangsung pada organisme autotrof dan peristiwa respirasi yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 RQ = Respiration Quotient (1) N = Lama inkubasi (4 jam) 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem CO 2 4.1.1 Selat Nasik Parameter sistem CO 2 yang diukur terdiri dari ph, DIC, total alkalinitas dan tekanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM) Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM) AIR DI DAERAH KARST Ilmu yang mempelajari air di bumi adalah HIDROLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kab. Gunungkidul terdiri atas 3 (tiga) satuan fisiografis atau ekosistem bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi pembagian satuan

Lebih terperinci

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm Sifat fisika air Rumus molekul Massa molar Volume molar Kerapatan pada fasa Titik Leleh Titik didih Titik Beku Titik triple Kalor jenis Air H 2 O 18.02 g/mol 55,5 mol/ L 1000 kg/m 3, liquid 917 kg/m 3,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi penduduk dunia pertengahan 2012 mencapai 7,058 milyar dan diprediksi akan meningkat menjadi 8,082 milyar pada tahun 2025 (Population Reference Bureau, 2012).

Lebih terperinci

VARIABILITAS CaCO 3 TERLARUT DAN POTENSI PENYERAPAN KARBON ATMOSFER MELALUI PROSES KARSTIFIKASI DI KARST GUNUNGSEWU

VARIABILITAS CaCO 3 TERLARUT DAN POTENSI PENYERAPAN KARBON ATMOSFER MELALUI PROSES KARSTIFIKASI DI KARST GUNUNGSEWU VARIABILITAS CaCO 3 TERLARUT DAN POTENSI PENYERAPAN KARBON ATMOSFER MELALUI PROSES KARSTIFIKASI DI KARST GUNUNGSEWU Raras Endarto raras_endarto_geo_geo@yahoo.co.id Eko Haryono e.haryono@geo.ugm.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, sebagai bahan makanan ternak dan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci