BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan wilayah merupakan sebuah langkah untuk mengembangkan suatu kawasan secara holisti. (Susantono, 2012). Pembangunan wilayah ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Selain itu, pembangunan wilayah juga dapat berfungsi sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya dalam hal pertumbuhan, pemerataan pembangunan dan perkembangan wilayah. Salah satu faktor yang dapat memicu perkembangan wilayah adalah transportasi. Dengan adanya transportasi suatu wilayah akan mudah untuk berinteraksi dengan wilayah tersebut maupun antar wilayah lainnya. Transportasi dapat menghubungkan pusat-pusat sub wilayah dan pusat-pusat pertumbuhan guna meningkatkan perkembangan wilayah. Adanya transportasi ini memerlukan dukungan dari infrastruktur yang ada berupa jalan. infrastruktur jalan dan transportasi tidak dapat dipisahkan dalam perannya mempengaruhi perkembangan wilayah. Karena pentingnya infrastruktur jalan dalam mempengaruhi perkembangan wilayah inilah yang menjadi salah satu alasan bagi pemerintah untuk membangun akses jalan di daerah-daerah yang belum bisa dikatakan memiliki kemajuan pembangunan. Pemerintah dan masayrakat luas menghendaki agar pembangunan tidak terpusat namun juga dapat merata seperti halnya yang terjadi di Pulau Jawa. Pembangunan yang semula hanya terpusat di wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura) telah dirasakan oleh masyarakat di wilayah pesisir pantai selatan Pulau Jawa. Untuk mengurangi kesenjangan yang ada pemerintah pusat membuat sebuah mega proyek pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan yang membentang dari Jawa Barat hingga Jawa Timur. Proyek pembangunan JJLS ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka dispasitas yang ada di wilayah selatan pantai selatan Jawa. 1

2 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang wilayah bagian selatan juga dilalui oleh JJLS ini memanfaatkan momentum adanya mega proyek yang digagas oleh pemerintah pusat tersebut. Dengan latar belakang dan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah pantai selatan pemerintah provinsi menggagas JJLS sebagai pintu masuk ke wilayah Provinsi DIY Sehingga dengan adanya tujuan tersebut, pemerintah menggagas untuk membuka pintu masuk ke Provinsi DIY dari sisi selatan. Mega proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang dirancang dari wilayah Anyer sampai Panarukan ini tentunya akan memakan anggaran negara yang berlebih. Hal tersebut dapat dipastikan karena pembangunan mega proyek JJLS ini membutuhkan high cost dan waktu yang lama karena mega proyek JJLS ini akan melintasi beberapa wilayah yang dihuni oleh permukiman warga. Seperti halnya di Provinsi DIY. Terdapat dua kategori wilayah yang akan dilintasi JJLS ini, yaitu Sultan Ground (SG) dan tanah atas hak milik warga. Sejauh ini mega proyek JJLS di wilayah Kulon Progo dan Gunungkidul telah rampung dikerjakan. Sedangkan di wilayah Kabupaten Bantul masih belum terselesaikan karena tinggi harga tanah yang harus dibebaskan di beberapa wilayah. Yang menjadi permasalahan adalah kenaikan harga tanah yang siginifikan usai rencana pembangunan JJLS ini ditetapkan. Harga tanah yang harus dibebaskan dari hak milik warga menjadi hak pemerintah ini sebagian dipatok dengan harga yang cukup tinggi. Meskipun demikian, pembangunan JJLS ini tetap dilaksanakan karena sebagian besar lahan di sekitar rencana JJLS tersebut dibangun merupakan lahan milik Sultan atau Sultan Ground. Peningkatan harga lahan yang signifikan ini tentunya dipengaruhi oleh spekulasi bahwa akan ada perkembangan wilayah yang pesat di sekitar JJLS ketika jalan tersebut sudah dioperasikan sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Disisi lain pembangunan JJLS yang merupakan jalan nasional dengan lebar jalan 24 meter ini akan memakan banyak lahan. Petani di sekitar pesisir pantai selatan memiliki kekhawatiran bahwa lahan pertanian mereka akan hilang karena adanya pembangunan JJLS ini. Hal tersebut yang menjadi alasan dalam penelitian ini, adanya manfaat dan kerugian yang akan dirasakan masayrakat secara umum 2

3 ini merupakan dampak dari pembangunan JJLS. Sebagai akibatnya, muncul pro dan kontra masyarakat terkait pembangunan JJLS tersebut. Munculnya dua kelompok warga pro dan kontra atas pembangunan JJLS yang melintasi Kabupaten Bantul inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana sesungguhnya persepsi masyarakat terhadap pembangunan JJLS tersebut dengan judul penelitian Persepsi Masyarakat Kepesisiran Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Terhadap Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Kabupaten Bantul. 1.2 Perumusan Masalah Pembangunan merupakan upaya untuk melakukan sebuah perubahan yang lebih baik. Pembangunan wilayah di suatu daerah diharapkan akan memberikan dampak positif yang baik bagi lingkungan maupun masyarakat setempat. Pembangunan wilayah seperti pembangunan infrastruktur jalan tentunya akan memicu pertumbuhan ekonomi di kiri kanan jalan yang mana akan banyak mengubah tata guna lahan dan penggunaan lahan di daerah tersebut. Tetapi, seringkali pembangunan tidak sejalan dengan lingkungan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan aspirasi dan keinginan dari masyarakat luas. Ketidakseiringan pembangunan terhadap lingkungan dan masyarakat memunculkan berbagai dampak negatif baik secara langsung dirasakan oleh lingkungan maupun secara tidak langsung yang didapatkan dari perilaku masyarakat. Disisi lain pemerintah telah banyak menanamkan investasi untuk menyediakan prasarana publik, misalnya infrastruktur jalan. Namun, dalam pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan jalan, pemerintah seringkali mengalami kesulitan dalam menterjemahkan sikap dari masyarakat tersebut yang sering kontradiktif terhadap penyediaan prasarana publik ini. Lambatnya proses pengadaan tanah untuk prasarana publik misalnya akibat komunikasi yang buntu antara pemerintah dengan masyarakat yang disebabkan oleh munculnya spekulan tanah ini akan menyulitkan pemerintah dalam melakukan negoisasi dengan warga. 3

4 Hal tersebutlah yang seringkali menghambat proses pembangunan sehingga pembangunan seringkali tidak tepat sasaran dan tepat waktu. Sikap kontradiktif terhadap prasarana yang diberikan pemerintah secara umum tidak dimiliki oleh seluruh masyarakat. Adapula masyarakat yang memiliki sikap pro terhadap penyediaan prasarana oleh pemerintah. Perbedaan dari sikap yang dimiliki oleh masyarakat terhadap penyediaan sarana prasarana dari pemerintah menunjukkan adanya variasi pendapat yang dimiliki oleh masyarakat secara umum. Variasi pendapat yang cenderung mengarah ke perbedaan pendapat ini dapat memunculkan konflik sosial dan ekonomi yang terdapat di lingkungan masyararakat. Hal tersebut pun juga terjadi pada pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan yang melintasi di kawasan kepesisiran Kecamatan Sanden. Untuk dapat mengetahui variasi pendapat yang dimiliki oleh masyarakat serta untuk dapat mengetahui keinginan, kebutuhan, dan harapan dari masyarakat diperlukan sebuah upaya peningkatan komunikasi antara pemerintah dengan warga masyarakat. Dari uraian permasalahan tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian : 1. bagaimanakah persepsi masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden terhadap pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Kabupaten Bantul? 2. faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden terhadap pembangunan JJLS di Kabupaten Bantul? 3. bagaimanakah harapan masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden terhadap keberlanjutan pembangunan JJLS yang melintasi wilayah Kabupaten Bantul? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, penelitian ini memiliki tujuan : 1. mengkaji persepsi masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden terhadap pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Kabupaten Bantul. 2. mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden terhadap pembangunan JJLS di Kabupaten Bantul. 4

5 3. mengkaji harapan masyarakat kepesiran Kecamatan Sanden terhadap keberlanjutan pembangunan JJLS yang melintasi wilayah kabupaten Bantul. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. manfaat dalam ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang lingkungan dan pendekatan pembangunan dengan melibatkan masyarakat. b. manfaat praktis yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah : 1. memberikan pertimbangan kepada pemerintah dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja pelaksanaan pembangunan JJLS Kulon Progo-Bantul-Gunungkidul. 1.5 Tinjauan Pustaka Ilmu geografi Geografi diartikan sebagai ruang atau wilayah dengan berbagai pendekatan. Terdapat tiga pendekatan yang digunakan dalam ilmu geografi yaitu pendekatan keruangan, ekologikal, dan pendekatan kompleks wilayah yang digunakan untuk mempelajari bumi dan isi serta interaksi yang terjadi di dalamnya. Pendekatan keruangan merupakan pendekatan yang digunakan dalam ilmu geografi yang mengkaji wilayah dengan membandingkan antar wilayah melalui persamaan dan perbedaan serta interaksi antarwilayah secara interdependensi. Pendekatan ekologikal merupakan pendekatan dalam geografi yang mengkaji hubungan atau interaksi antar organisme hidup maupun organisme hidup lain dengan lingkungannya. Dalam fenomena geografi, setiap wilayah memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga fenomena geografi yang terjadi pun berbeda. Oleh karena perbedaan-perbedaan tersebut akan memunculkan interaksi antar wilayah tersebut untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing wilayah. 5

6 Dengan berbagai fenomena geografi yang terjadi maka di dalam mempelajari geografi dibutuhkan sebuah pendekatan yang dapat mencakup semua kajian wilayah tersebut, yaitu pendekatan kompleks wilayah. Berbagai fenomena geografis yang terjadi di muka bumi ini memunculkan berbagai ide bagi para geograf untuk mengeksplorasi setiap perubahan fenomena yang terjadi. Fenomena geografis yang terjadi dikaji menggunakan tiga pendekatan dalam geografi. Dalam penelitian ini pendekatan geografi yang digunakan adalah pendekatan ekologikal yang mana pendekatan tersebut mengkaji organisme hidup (dalam penelitian ini adalah manusia) dan lingkungannya terutama menganai persepsi dan sikap dari masyarakat terhadap objek pembangunan di sekitarnya yaitu Jalur Jalan Lintas Selatan Wilayah Kepesisiran Wilayah kepesisiran (coastal area) merupakan wilayah dengan sumberdaya alam yang melimpah dan berpotensi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Wilayah kepesisiran dapat dipandang sebagai bentanglahan yang dimulai garis batas wilayah laut (sea) yang ditandai oleh terbentuknya zona pecah gelombang (breakers zone) dan ke arah darat hingga pada suatu bentanglahan yang secara genetik pembentukannya masih dipengaruhi oleh aktivitas marin, seperti dataran aluvial kepesisiran (coastal aluvial plain) (Gunawan, dkk, 2005 : 5). Menurut Sugandhy (1976) dalam Gunawan, dkk (2005) wilayah kepesisiran merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut, wilayah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan lebar wilayah yang ditentukan oleh kelandaian pantai. Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa wilayah kepesisiran memiliki banyak potensi dan bersifat dinamik sehingga sangat berpengaruh terhadap nilai lahan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, wilayah kepesisiran memerlukan penanganan lebih serius dan perlu untk dikembangkan. Alasan tersebut juga menjadi dasar pertimbangan dalam pembangunan JJLS yang melintas dari wilayah kepesisiran Jawa Barat hingga Jawa Timur. Dengan 6

7 dibukanya akses jalan nasioanal berupa JJLS ini perkembangan di sekitar wilayah kepesisiran diharapkan dapat maju dan lebih berkembang seperti yang telah terjadi di jalur pantai utara (Pantura) Persepsi masyarakat Secara teoritis persepsi manusia dibagi menjadi dua jenis, yaitu persepsi personal dan persepsi sosial. Person perception adalah suatu proses pembentukan kesan berdasar pengamatan ataupun penalaran terhadap suatu hal, yang mempunyai pengaruh pada aspek psikologi (Harvey dan Smith dalam Ritohardoyo, 2002). Persepsi sosial merupakan suatu proses pembentukan kesan berdasarkan pengamatan atau penalaran melalui berbagai metode, seperti interaksi langsung, melalui media massa maupun melalui orang lain terhadap suatu hal sehingga membentuk suatu kesan tersendiri. Persepsi sosial juga dikenal dengan persepsi masyarakat. Implikasi persepsi dalam tatanan perilaku sangat penting karena persepsi dapat mempengaruhi hingga mengubah tatanan perilaku sosial dalam hidup dan kehidupan lingkungan sosial maupun lingkungan biogeofisik (Ritohardoyo, 2002). Oleh karena persepsi sangat berpengaruh pada perilaku masyarakat maka suatu persepsi dapat memunculkan sikap masyarakat sesuai dengan refleksi dari persepsi itu sendiri. Sikap positif dan negatif yang muncul dari refleksi persepsi tersebut bergantung pada interperetasi atau kesan yang terbentuk. Apabila interpretasi atau kesan yang terbentuk positif, maka akan muncul pula sikap yang positif, begitupun sebaliknya. Sikap manusia merupakan suatu cara bereaksi terhadap suatu rangsangan atau kecenderungan untuk melakukan reaksi dengan cara tertentu terhadap suatu rangsangan ataupun situasi yang dihadapi. Dalam sikap terlihat unsur-unsur penilaian suka atau tidak suka, positif atau negatif pada suatu objek tertentu. Persepsi masyarakat yang terbentuk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 7

8 1. pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. 2. target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip. 3. situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita (Robbins, 2001 : 89) Penelitian ini mengkaji kesan dan penilaian masyarakat terhadap objek kajian pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan yang dianggap memunculkan berbagai permasalahan Pembangunan Pembangunan (development) berarti mengadakan sesuatu atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada. Pembangunan meningkatkan sesuatu yang sudah ada (Jayadinata, 1999:4). Pembangunan merupakan sebuah proses pembuktian keberhasilan suatu wilayah atau negara dalam mengembangkan wilayah. Di Indonesia pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Pembangunan nasional meliputi negara dengan menekankan pada perekonomian. Dengan wilayah yang luas, dalam melakukan pembangunan atau pengembangan setiap wilayah di Indonesia, negara Indonesia membagi wilayahnya ke dalam beberapa koridor ekonomi untuk mempermudah pengembangan setiap wilayah sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki. Dari pembagian koridor ekonomi tersebut diperlukan suatu sarana untuk menghubungkan antar wilayah. Sehingga pembangunan infrastruktur jalan sangat diperlukan. 8

9 Penelitian ini mengkaji mengenai persepsi dari pembangunan infrastruktur jalan lintas selatan Kulon Progo-Bantul-Gunungkidul yang keberadaannya memiliki urgensi yang sangat penting. Pembangunan jalur jalan lintas selatan ini dimaksudkan untuk membuka akses ke provinsi DIY, yang diprioritaskan guna mengembangkan wilayah pantai selatan Jawa terutama provinsi DIY Infrastruktur Infrastruktur merupakan kebutuhan dasar fisik bagi suatu wilayah untuk dapat menjalankan kegiatan dan kativitasnya serta untuk dapat berinteraksi dengan wilayah lainnya. infrastruktur juga dapat berperan dalam menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Infrastruktur dapat berupa sarana dan prasarana fisik maupun non fisik. Infrastrukrur dapat dikatakan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian struktur yang diperlukan untuk jaminan sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian berjalan dengan baik ( Infrastruktur dalam perkembangan wilayah menjadi salah satu faktor pemicu yang kuat. Infrastruktur yang dimaksud dalam hal ini ialah infrastruktur transportasi berupa jaringan jalan. Jaringan jalan yang baik mencerminkan aksesibilitas dan interaksi yang baik antar wilayah sehingga dapat meningkatkan perkembangan wilayah. Di Indonesia ketersediaan jaringan jalan sudah cukup memadai, namun perlu diketahui bahwa sebagian besar wilayah yang jauh dari pusat kota tidak memiliki perkembangan wilayah yang cukup pesat. Hal tersebut juga terjadi di Pulau Jawa. Pulau Jawa bagian selatan memiliki perkembangan yang lebih lambat dari pada Jawa bagian utara sehingga gagasan untuk mengembangkan Jawa bagian selatan dengan membangun jalan lintas menjadi solusi awal pemerintah dalam mengembangkan Jawa bagian selatan Jalur Jalan Lintas Selatan Jalan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 diartikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya. Keberadaan jalan 9

10 diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Berdasarkan pasal 8 pembagian jalan menurut fungsinya dikelompokkan menjadi : 1. Jalan Arteri Adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan Kolektor Adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal Adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan Lingkungan Adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Kulon Progo-Bantul- Gunungkidul adalah bagian upaya untuk mengembangkan wilayah DIY bagian selatan yang mana pembangunan dan perkembangan wilayah di Jawa cenderung hanya terpusat di wilayah Jawa bagian utara. JJLS yang dibangun membentang dari Provinsi Banten hingga Provinsi Jawa Timur. Pembangunan JJLS yang diharapkan dapat mengembangkan wilayah Jawa bagian selatan. Selain itu, keuntungan yang didapat dari pembangunan JJLS di wilayah DIY dimaksudkan sebagai pintu gerbang atau pintu masuk kegiatan perekonomian di DIY serta mengurangi kemacetan di Jalur Ringroad Selatan yang mana sudah tidak feasible. Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) merupakan jalan yang masuk dalam kategori jalan arteri. Sebagaimana jalan pada umumnya, JJLS sebagai jalan arteri primer yang menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan 10

11 nasional dan atau pusat kegiatan nasional dengan kegiatan wilayah memiliki ketentuan-ketentuan yang mengikat seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan. Persyaratan teknis jalan secara umum berdasarkan paragraf 2 pasal 12 meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas, jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan, penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya, dan tidak terputus. Persyaratan tersebut harus memenuhi aspek keamanan, keselamatan dan aspek lingkungan. Berdasarkan pasal 13 ketentuan jalan arteri primer meliputi : 1. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter. 2. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. 3. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. 4. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi. 5. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan. 6. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus. 1.6 Penelitian Sebelumnya Penelitian dengan tema persepsi masyarakat telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti lain di berbagai wilayah di Indonesia. Kajian persepsi masyarakat yang belakangan diteliti oleh akademisi ialah persepsi masyarakat kepesisiran. Dari berbagai penelitian yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terdapat kesamaan kajian yang dilakukan yaitu persepsi masyarakat atau stakeholder terhadap pembangunan jalan lintas di Solok dan Gunungkidul. Meskipun memiliki kesamaan dalam kajian namun terdapat beberapa perbedaan yang medasar dari penelitian ini dengan penelitian lainnya. 11

12 Beberapa penelitian serupa disajikan dalam bentuk tabel dengan menampikan tujuan, metode dan hasil dari penelitian sebelumnya seperti yang disajikan dalam Tabel 1.1 Lynda Refnitasari dalam penelitiannya tahun 2014 menjelaskan bahwa tujuan penelitiannya ialah mengkaji persepsi masyarakat untuk arahan pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi di Kabupaten Trenggalek. Sasaran penelitiannya ialah untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra di tahun , persepsi masyarakat terhadap perubahan status pelabuhan dan arahan pelabuhan Perikanan Samudra di Kabupaten Trenggalek sesuai dengan persepsi dan kebijakan pemerintah. Surani Hasnawati dalam penelitiannya menjelaskan bahwa tujuan penelitiannya adalah mengkaji persepsi stakeholder terhadap implementasi penataan ruang di kawasan pesisir Pantai Parangtritis dengan studi kasus di wilayah Dusun Mancingan. Sasaran dari penelitian Surani adalah mengkaji keragaman persepsi dan harapan stakeholder terkait implementasi penataan ruang di kawasan pesisir Pantai Parangtritis. Peneliti lain yang juga mengakaji persepsi masyarakat terhadap Pembangunan Jalan Lintas Utara Kota Solok Provinsi Sumatera Barat yaitu Roni Oktora. Penelitian yang dilakukan di tahun 2011 tersebut bertujuan untuk mengkaji status kepemilikan dan rencana perubahan tata guna lahan di sekitar kawasan pembangunan jalan lintas utara Kota Solok, pengaruh dan manfaat jalan lintas utara Kota Solok terhadap kelancaran transportasi, dan dampak lingkungan akibat pembangunan jalan lintas utara Kota Solok. Valentine Kirana Herhayuningtiyas dalam penelitiannya menjelaskan bahwa tujuan penelitiannya adalah mengkaji persepsi stakeholder terhadap implementasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selantan yang melalui Kabupaten Gunungkidul dengan sasaran penelitiannya adalah keragaman persepsi stakeholder dan harapan keragaman stakeholder terhadap JJLS di masa yang akan datang. Analisis data yang digunakan antara lain konsep pemahaman masyarakat dan stakeholder terkait pengetahuan dan manfaat dari pembangunan JJLS, alih fungsi lahan dan permasalahan tata ruang lainnya serta adanya kemungkinan yang terjadi di masa 12

13 depan. Alat analisis yang digunakan meliputi analisis dan penjelasan mendalam dari wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan. Sylvira A. Azwar dkk dalam jurnalnya yang berjudul Model of Sustainable Urban Infrastructure at Coastal Reclamation of North Jakarta bertujuan untuk mengkaji masyarakat mengenai kota ekologis. Hasil dari peneilitian yang dilakukan nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam melaksanakan program pengembangan reklamasi lahan. Alat analisis yang digunakan antara lain kondisi sosial ekomomi masyarakat, pemahaman masyarakat mengenai penggunaan energi, dan keterlibatan pemerintah dalam memberikan pendampingan untuk masyarakat dalam memahami konsep kota ekologis. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang lain berupa konsep permasalahan yang dimiliki oleh Kecamatan Sanden yang merupakan wilayah kepesisiran yang memiliki potensi pariwisata. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah belum disebutkannya faktor yang mempengaruhi persepsi dari masyarakat. Selain itu permasalahan yang ingin dikaji juga memiliki perbedaan dengan kajian di tempat lain dikarenakan lokasi penelitian yang merupakan wilaytah kepesisiran sebagian lahannya merupakan milik Sultan Ground yang digunakan oleh penduduk sekitar untuk kegiatan mereka sehari-hari. Sasaran yang ingin dicapai penulis adalah mengkaji keberagaman dari persepsi masyarakat dan faktor yang mempengaruhi keberagaman tersebut. Dari metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian lainnya yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan mempertimbangkan cara pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling dan dengan mengkaji harapan dari masyarakat. Teknik simple random sampling merupakan teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak dan dilakukan langsung di lapangan. 13

14 Tabel 1.1 Matriks Penelitian Sebelumnya No Judul 1. Persepsi Masyarakat untuk Arahan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi di Kabupaten Trenggalek Peneliti dan Tahun Lynda Refnitasari 2014 Skripsi Tujuan Metode Hasil - Mengetahui kebijakan pemerintah Kabupaten Trenggalek dalam rangka mendukung pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra di tahun Mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra di Kabupaten Trenggalek dan faktor-faktor yang menentukan persepsi tersebut. - Mengetahui arahan pengembangan pelabuhan Perikanan Samudra di Kabupaten Trenggalek yang sesuai dengan kebijakan dari pemerintah dan aspirasi dari masyarakat. Kualitatif dan Kuantitatif dengan deskripsi pengamatan/ observasi, transkrip wawancara, dan penelaahan dokumen - Pemerintah sangat mendukung untuk peningkatan status Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) menjadi Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS). - Masyarakat memiliki persepsi yang positif terhadap rencana peningkatan status pelabuhan. Dan dari beberapa aspek persepsi yang dikaji dipengaruhi oleh fakor tempat tinggal, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden. - Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka pengembangan Pelabuhan Perikanan Prigi, antara lain : a. menambah aspek keterlibatan masyarakat dalam pembangunan; b. meningkatkan manajemen lingkungan di sekitar pelabuhan; c. melakukan perbaikan sarana prasarana pendukung pelabuhan; d. meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintahan; dan; e. mempersiapkan SDM nelayan yang unggul. 14

15 Lanjutan tabel 1.1 No Judul 2. Persepsi Stakeholder terhadap Implementasi Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan di Kabupaten Gunungkidul 3. Persepsi Stakeholder terhadap Implementasi Penataan Ruang kawasan Pesisir Pantai Parangtritis (Studi Kasus Dusun Mancingan) Peneliti dan Tahun Valentine Kirana Herhayuningtyas 2012 Skripsi Surani Hasanati 2009 Skripsi Tujuan Metode Hasil - Mendeskripsikan keragaman persepsi stakeholder terhadap implementasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di kabupaten Gunungkidul - Mengkaji harapan stakeholder dari implementasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan di kabupaten Gunungkidul - Mendeskripsikan keragaman persepsi stakeholder terhadap implementasi penataan ruang kawasan pantai parangtritis di Dusun Mancingan - Mengkaji harapan stakeholder dari implementasi penataan ruang kawasan pantai paangtritis di Dusun Mancingan Kualitatif dengan deskripsi pengamatan/ observasi, transkrip wawancara, dan penelaahan dokumen Kualitatif - Terdapat keragaman persepsi stakeholder terhadap implementasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di kabupaten Gunungkidul yang menunjukkan dukungan penuh terhadap pembangunan JJLS meskipun masing-masing stakeholder tetap memperhatikan aspek-aspek lain seperti lingkungan dan kondisi sosial, budaya dan ekonomi sebagai dampaknya. - Adanya harapan terhadap implementasi pembangunan JJLS Kabupaten Gunungkidul yaitu pembangunan agar tidak tertinggal dengan wilayah lain dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. - Hubungan negatif konsep yang hadir dari keteraitan antar tema merujuk pada penataan yang gagal dari segi sosial-ekonomi dikarenakan persoalan ekonomi yang dilandasi atas asumsi yang salah dalam penataan tentang sumber pendapatan masyarakat dan tempat hunian - Adanya sinergi antara pemerintah dengan masyarakat, kepastian program penataan tahap berikutnya dan peningkatan pendapatan masyarakat lokal dan PAD 15

16 Lanjutan tabel 1.1 No Judul 4. Persepsi Masyarakat terhadap Pembangunan Jalan Lintas Utara Kota Solok Provinsi Sumatera Barat 5. Model of Sustainable Urban Infrastructure at Coastal Reclamation of North Jakarta Peneliti dan Tahun Roni Oktora 2011 Tesis Sylvira A. Azwar, Emirhadi Suganda, Prijono Tjiptoherijanto, Henita Rahmayanti 2012 Jurnal Tujuan Metode Hasil Mengkaji persepsi masyarakat terhadap status kepemilikan dan rencana perubahan tata guna lahan di sekitar kawasan pembangunan jalan lintas utara Kota Solok, pengaruh pembangunan jalan lintas utara Kota Solok terhadap perkembangan kawasan, manfaat jalan lintas utara Kota Solok terhadap kelancaran transportasi, dan dampak lingkungan akibat pembangunan jalan lintas utara Kota Solok. Mengkaji pemahaman masyarakat mengenai kota ekologis sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam melaksanakan program pengembangan reklamasi lahan. Deskriptif analitis Structural Equation Modelling (SEM) - Terdapat 88 % masyarakat yang akan mengubah tata guna lahan yang dimilikinya. - Terdapat berbagai persepsi masyarakat terkait keberlanjutan dan dampak dari implementasi pembangunan jalan terhadap perkembangan wilayah - Adanya harapan masyarakat terkait efisiensi dan efektifitas biaya dan waktu tempuh. - Terdapat dampak lingkungan akibat pembangunan jalan lintas utara namun pengaruhnya terhadap masyarakat tidak terlalu signifikan. - Pemahaman masyarakat mengenai kota ekologis masih kurang, terutama hubungan antara jaringan infrastruktur dan transportasi untuk penggunaan energi. - Faktor masyarakat berpenghasilan rendah dengan standar hidup yang rendah menjadi perhatian utama dari pemerintah dalam merencanakan bagaimana mengembangkan konsep kota ekologis yang harus diperhitungkan daya dukung lingkungan, sosial dan ekonomi komponen. 16

17 Lanjutan Tabel 1.1 No Judul 6. Persepsi dan Sikap Masyarakat Kepesisiran Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul Terhadap Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Kabupaten Bantul Peneliti dan Tahun Tri Nofitasari 2014 Skripsi Tujuan Metode Hasil a. mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pembangunan JJLS yang melintasi pesisir kabupaten Bantul. b. mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap pembangunan JJLS yang melintasi pesisir kabupaten Bantul. c. mendeskripsikan harapan masyarakat terhadap keberlanjutan pembangunan JJLS yang melintasi wilayah kabupaten Bantul. Deskriptif kualitatif dan kuantitatif - Pengembangan reklamasi lahan dan revitalisasi terpadu kawasan pesisir harus dilakukan bersama-sama ditetapkan sebagai perencanaan daerah. Diimplementasikan secara terintegrasi melalui saling menguntungkan kemitraan usaha antara pemerintah daerah, masyarakat dan bisnis - Masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden memberikan dukungan dan memiliki harapan tinggi terhadap pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). - Keberagaman persepsi masyarakat kepesisiran Kecamatan Sanden terhadap pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) secara menyeluruh tidak begitu dipengaruhi oleh faktor-faktor penentu seperti jarak tempat tinggal, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. - Masyarakat memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan yang dilakukan pemerintah dalam bentuk apapun dengan syarat tidak mengabaikan kepentingan masyarakat dan kearifan lokal yang ada di wilayah masyarakat Kecamatan Sanden. 17

18 1.7 Kerangka Pemikiran Tujuan dibangunnya Jalur Lintas Selatan di wilayah Pulau Jawa adalah untuk mengurangi kepadatan arus transportasi di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) serta untuk memajukan wilayah pesisir selatan Jawa yang dirasa tidak bisa berkembang pesat seperti yang tgerjadi di wilayah Pantura. Diharapkan dengan dibangunnya jalur selatan pulau Jawa ini dapat merangsang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan agar nantinya juga dapat bermanfaat dan mensejahterakan masyarakat sekitar. pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) telah dimulai sejak tahun Jalur Jalan Lintas Selatan sepanjang km ini secara keselurhan akan menghubungkan wilayah Labuan (Banten) hingga Banyuwangi (Jawa Timur). JJLS ini dibangun untuk menghubungkan beberapa provinsi di Plau Jawa diantaraya adalah Provinsi Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta JJLS dibangun sepanjang 157 km yang melalui wilayah Kecamatan Srandakan, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Kretek. Pembangunan JJLS di wilayah DIY pun bertujuan untuk mengembangkan kawasan pesisir guna meningkatkan kepariwisataan di wilayah DIY terutama bagian pesisir dengan menjadikan wilayah selatan DIY ini menjadi salah satu pintu masuk ke Provinsi D.I. Yogyakarta. Hal ini merupakan langkah lanjutan dari pemerintah guna mendukung adanya pembangunan bandara dan pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Pembangunan pada dasarnya memiliki tujuan yang baik yaitu untuk mengembangkan wilayah dan mensejahterakan masyarakat. Pembangunan tidak akan berjalan apabila tidak ada aspirasi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh masyarakat tidak hanya sebagai objek pembangunan namun juga sebagai subjek pembangunan. Aspirasi masyarakat tidak selalu harus terjun ke lapangan. Pendapat dan suara masyarakat merupakan hal yang penting dalam setiap pembangunan. Dari aspirasi masyarakat dapat diketahui kebutuhan dan urgensi dari pembangunan tersebut. Meskipun sebagian besar proses pembangunan di Indonesia telah melibatkan masyarakat, masih terdapat pro dan kontra dari masyarakat di setiap pembangunan. Pro dan kontra masyarakat terbangun karena 18

19 adanya perbedaan sudut pandang dalam melihat dampak dari pembangunan tersebut. Begitu pula dalam pembangunan JJLS di wilayah DIY terutama di pesisir Kecamatan Sanden, terdapat adanya pro kontra dan beragam persepsi masyarakat mengenai pembangunan JJLS. Pembangunan JJLS tentu memiliki dampak untuk masyarakat secara langsung. Penilaian persepsi masyarakat menjadi sangat penting. Persepsi masyarakat yang menyangkut a) informasi dan transparansi pembangunan JJLS, b) persepsi masarakat terhadap pembangunan JJLS, c) perubahan pemanfaatan lahan, dan d) dampak lingkungan yang ditimbulkan dapat digunkaan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka keberlanjutan program dan rencana pemerintah dalam hal ini pembangunan. Keempat aspek persepsi yang perlu dipertimbangkan pemerintah tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penentu, diantaranya faktor pelaku (karakteristik masyarakat), target/ objek yaitu Jalur Jalan Lints Selatan (JJLS), dan situasi atau kondisi terkini JJLS dan sekitarnya. Semua informasi tersebut dapat diketahui dari hasil observasi lapangan, wawncara, dan dokumentasi. Untuk mengetahui besar pengaruh faktor-faktor penentu terhadap keemapt aspek persepsi tersebut dilakukan tabulasi silang (crosstab), barulah kemudian dapat dilakukan analisis deskriptif terkait persepsi masyarakat terhadap pembangunan JJLS. Dalam penelitian kualitatif-kuantitatif, sangat diperlukan pertimbanganpertimbangan berupa regulasi terkait yang mengikat objek pembangunan. Selain itu, kondisi terkini terkait isu-isu permasalahan seputar JJLS dipertimbangkan juga. Sehingga nantinya dapat didapatkan hasil dari persepsi masyarakat yang dapat digunakan sebagai pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan serta sebagai bahan evaluasi pemerintah terhadap pembangunan yang serupa di masa mendatang. Kerangka pemikiran dari penelitian ini secara lebih ringkas dapat dilihat pada Gambar

20 Gambar 1.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 20

21 1.8 Batasan Operasional 1. Harapan merupakan suatu kepercayaanmengenai sesuatu yang diyakini akan didapatkan di masa mendatang. 2. Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. 3. Masyarakat merupakan sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. 4. Masyarakat Kepesisiran Kecamatan Sanden merupakan masyarakat yang tinggal di wilayah di sekitar kepesisiran kecamatan Sanden. 5. Pembangunan merupakan upaya untuk secara terus menerus mengubah keadaan sekarang menjadi keadaan yang lebih baik untuk kesejahteraan 6. Persepsi merupakan pandangan seseorang atau sekolompok orang terhadap fenomena tertentu. 7. Persepsi masyarakat merupakan pemikiran masyarakat mengenai pandangan mereka terhadap fenomena yang ada di sekitarnya. 8. Infrastruktur merupakan fasilitas fisik maupun sosial pendukung kegiatan atau aktivitas manusia. 9. Jalur Jalan Lintas Selatan merupakan jaringan jalan yang dibangun sebagai upaya pengembangan wilayah. 21

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT KEPESISIRAN KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL TERHADAP PEMBANGUNAN JALUR JALAN LINTAS SELATAN (JJLS) DI KABUPATEN BANTUL

PERSEPSI MASYARAKAT KEPESISIRAN KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL TERHADAP PEMBANGUNAN JALUR JALAN LINTAS SELATAN (JJLS) DI KABUPATEN BANTUL PERSEPSI MASYARAKAT KEPESISIRAN KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL TERHADAP PEMBANGUNAN JALUR JALAN LINTAS SELATAN (JJLS) DI KABUPATEN BANTUL Tri Nofitasari trinofitasari@gmail.com Eko Prakoso ekoprak@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan belasan ribu pulau besar dan kecil beserta juga dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia (Christanto,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok Kawasan Telah Berkembang di Indonesia, merupakan wilayah dengan perkembangan perekonomian yang sangat

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Sleman 7574,82 Km 2 atau 18% dari luas wilayah DIY,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan wilayah dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 % dari luas wilayah Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo -

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo - BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029 telah tertuang rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah wilayah sangat dipengaruhi oleh tersedianya prasarana antara lain jalan dan moda transportasi. Menurut Warpani (2002), prasarana jalan dan trasnportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur mempunyai peranan yang vital dalam pemenuhan hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, dengan populasi lebih dari 237 juta jiwa pada tahun 2010, Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraiakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, sistematika pembahasan. Untuk lebih jelasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sistem transportasi merupakan prasarana dan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. lift, eskalator maupun lainnya. Di lingkungan masyarakat luar akses banyak sekali

BAB. I PENDAHULUAN. lift, eskalator maupun lainnya. Di lingkungan masyarakat luar akses banyak sekali BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Pentingnya Akses (Jalan) di dalam Dunia Pendidikan Akses tidak hanya terdapat di dalam sebuah bangunan, seperti adanya tangga, lift, eskalator maupun lainnya. Di

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan Negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS,

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun Badan Pusat Statistik (BPS, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 % pada tahun 2000-2010. Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) mempublikasikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang satu pihak bersifat

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima wilayah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2 (15,90% dari luas wilayah Provinsi DIY) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun 2015 ini," ujar Andi G Wirson. Hal tersebut menandakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun 2015 ini, ujar Andi G Wirson. Hal tersebut menandakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang General Manager PT Angkasa Pura II (Persero) Bandara Adisutjipto Andi G Wirson mengatakan tren penumpang angkutan udara di DIY pada tahun 2015 cenderung dikisaran rata-rata

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang telah dinobatkan sebagai kota pendidikan dan juga merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3. 54 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 dengan perbatasan wilayah dari arah Timur : Kabupaten Wonogiri di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan (17.508 pulau) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Brasil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan desa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya dari masyarakat perdesaaan agar mampu lebih berperan secara aktif dalam pembangunan desa.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2017

RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2017 RANCANGAN RKPD DINAS PERTANAHAN DAN TATA RUANG DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2017 Disampaikan Dalam Rangka MUSRENBANG FORUM SKPD 2017 Yogyakarta, 23 Maret 2016 KONTRIBUSI FORUM TEMATIK Tema

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja OPD (Renja OPD) adalah dokumen perencanaan OPD untuk periode satu tahun, yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa jalan

Lebih terperinci

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana sebagian besar dari seluruh luas Indonesia adalah berupa perairan. Karena itu indonesia memiliki potensi laut yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke bawah justru mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini ditunjukkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. ke bawah justru mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini ditunjukkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ditengah keadaan ekonomi masyarakat yang belum stabil di Indonesia perkembangan dunia usaha dan perdagangan, khususnya dalam usaha menengah ke bawah justru

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Henny Mahmudah *) *) Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan email : henymahmudah@gmail.com Abstrak Wilayah pesisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

STUDI SEKTORAL (12) TRANSPORTASI DARAT

STUDI SEKTORAL (12) TRANSPORTASI DARAT Studi Implementasi Rencana Tata Ruang Terpadu Wilayah Metropolitan Mamminasata STUDI SEKTORAL (12) KRI International Corp. Nippon Koei Co., Ltd STUDI IMPLEMENTASI TATA Daftar Isi 1. SEKTOR TRANSPORTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya pembangunan suatu wilayah. Transportasi menjadi sektor tersier, yaitu sektor yang menyediakan jasa pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang terletak LS dan BT, dengan. sebelah selatan : Kabupaten Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang terletak 6 55-7 6 LS dan 110 15-110 31 BT, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah utara : Laut Jawa sebelah selatan : Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di banyak negara, fenomena kesenjangan perkembangan antara wilayah selalu ada sehingga ada wilayah-wilayah yang sudah maju dan berkembang dan ada wilayah-wilayah yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archiphelagic state). Lebih dari 17.500 baik pulau kecil maupun pulau besar tersebar di Indonesia. Seluruh provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak yang dikelilingi oleh laut seluas 7,7

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak yang dikelilingi oleh laut seluas 7,7 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 18.110 yang dikelilingi oleh laut seluas 7,7 juta km 2. Pulau-pulau tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR

ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Transportasi merupakan unsur penting untuk

Lebih terperinci

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 I. UMUM Jawa Barat bagian Selatan telah sejak lama dianggap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan sintesa dari hasil kajian indikator ekonomi dalam transportasi berkelanjutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian utama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pertahun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran masyarakat bahwa hidup diperkotaan lebih terjamin dibandingkan dengan hidup dipedesaan telah menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya urbanisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci