Bab III. Analisa Perancangan Firetube dan Process Coil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III. Analisa Perancangan Firetube dan Process Coil"

Transkripsi

1 Bab III Perpindahan panas mencakup perpindahan energy karena perbedaan temperature diantara dua benda atau material. Disamping itu perpindahan panas juga meramalkan laju perpindahan panas pada kondisi tertentu. Persamaan fundamental di dalam perpindahan panas merupakan persamaan kecepatan yang menghubungkan kecepatan perpindahan panas diantara dua system dengan sifat termodinamis dalam system tersebut. Gabungan persamaan kecepatan, kesetimbangan energy dan persamaan keadaan termodinamis menghasilkan persamaan yang dapat memberikan distribusi temperature dan kecepatan perpindahan panas Desain Fire Tube Water Bath Heater Beberapa hal mendasar dalam design sistim Indirect Fired Water Bath Heater adalah sbb; A. BTU/hr : Process heat duty, yaitu panas yang dibutuhkan untuk ditambahkan atau dihilangkan dari fluida proses untuk menciptakan perubahan temperature yang dibutuhkan. = ( )( ) = ( ).. ( 3.1 ) 42

2 Dimana : Q = Total Heat Transfer atau heat required, satuan BTU/hr = Total heat transfer coefficient, BTU/hr-ft2- F A = Total heat transfer area (coil area), ft2 =The log mean temperature difference, F B. Heat Required: Untuk gas streams dengan tekanan tinggi, heat required bisa mungkin dinyatakan dalam rumus sbb: Q = (G) (ℎ ℎ ) atau Q (Kcal) = M(c) ( atau ) Q (Btu/hr )= Wcp (T2 T1) ( 3.2 ) Dimana : Q = Heat required (total heat transfer) dalam BTU/hr G = Gas flowrate, MMSCFD ℎ ℎ = perbedaan enthalpy suhu inisial dan suhu final, BTU/lb-mol = gas mass flowrate, lb/hr = specific heat at average or mean temperature, BTU/lb- F = perbedaan suhu inlet dan outlet F C. Log Mean Temperature Difference Log mean temperature difference antara fluida dalam shell heater dan fluida dalam coil bisa ditentukan dengan rumus berikut : = ( ).. ( 3.3 ) 43

3 Dimana : = log mean temperature difference GTD ( Greater Temperature Difference ) = (suhu heat media) (suhu inlet fluida proses) LTD ( Least Temperature Difference ) = (suhu heat media) - (suhu outlet fluida proses) In = Natural Logarithm. Suhu fluida media (cairan pemanas) harus diketahui atau diasumsikan, juga suhu fluida proses juga harus diketahui untuk menemukan penghitungan yang tepat. Berdasarkan datasheet yang sudah disebutkan pada bab , Net Heat Duty heater yang diperlukan adalah : Q = wcp T Di mana : W = flowrate : lb/hr ( 190 MMSCFD ) Cp = specific heat ( Cp natural gas : 0.68 Btu/lb F ) T = = 71.6 F 50 F => 21.6 F ( -5,77 C ) Q = x 0.68 x 21.6 = Btu/hr 44

4 Firetube, disebut radiant tubes digunakan dalam aplikasi water bath heater. Hasil pembakaran yang tampak oleh mata, yaitu api pembakaran yang disebarkan dalam firetube yang terendam dalam media air dalam tangki, dimana kemudian terjadi mekanisme perpindahan panas konveksi oleh panas pada permukaan firetube ke heating media. Dan selanjutnya panas dari media cairan memanaskan bahan pipa dan kemudian panas ditransfer ke fluida process dalam pipa coil. Konfigurasi firetube, material dan ketebalan serta luas (panjang dan lebar) mempunyai pengaruh yang besar terhadap efisiensi thermal pada perpindahan panas di luar permukaan tabung api. Firetube terbagi menjadi banyak jenis, kategori utama adalah non-recirculating dan recirculating firetube. Non-recirculating tube adalah konfigurasi tube yang mana gas panas tidak bersikulasi dalam tube melainkan langasung keluar ke pipa gas pembuangan. Sedangkan recirculating tube adalah konfigurasi tube dengan mensirkulasikan gas panas dengan beberapa putaran tube untuk tujuan menaikkan thermal efisiensi dan untuk meningkatkan keseragaman temperature. Masing-masing dari dua kategori tersebut terbagi menjadi banyak jenis sesuai dengan konfigurasi dari firetube tersebut. Ada beberapa jenis konfigurasi tube yaitu U-tube, Trident-tube, W-tube. Gambar 3.1 Jenis Konfigurasi Fire tube 45

5 Pada disain firetube Water Bath Heater ini menggunakan jenis nonrecirculating dengan konfigurasi U-tube seperti terlihat pada gambar 3.1. Konfigurasi U-tube di bawah ini. Keunggulan dari jenis konfigurasi U-tube nonrecirculating adalah efisiensi thermal yang dihasilkan burner bisa mencapai 48%. Nilai ini lebih tinggi dibanding dengan konfigurasi straight-tube, dimana gas panas langsung keluar ke cerobong pembakaran sebagai gas pembuangan. Gambar 3.2 Konfigurasi U-tube Belokan ( bending ) pada U-tube adalah 180 derajat dengan material yang berbentuk U dibeli sudah dalam bentuk U dan kemudian di welding dengan pipa lurus menggunakan metode GTAW ( Gas Tungsten Arc Weld ) atau metode lain yang diijinkan sesuai ASME. Gambar 3.3. Material seamless pipe 180 derajat belokan 46

6 Ketentuan dalam perancangan Indirect Fired Water Bath Heater sesuai API 12 K yang mengatur maximal nilai heat flux rata-rata adalah maksimal Btu/hr/ft2 dan maximum heat density pada Btu/hr/in2 untuk natural draft burner. Nilai-nilai tersebut diatas akan menjadi acuan ukuran firetube dan kemudian setelah itu dapat dihitung ukuran komponen lain dari water bath heater, yakni pipa coil dan shell heater. Ini terjadi karena jika acuan dari nilai heat flux dan heat density ditentukan tidak boleh melebihi dari angka-angka tersebut dalam aturan API 12 K, maka secara otomatis ini akan berpengaruh kepada besar kecilnya ukuran firetube. Misalnya kita membutuhkan heater dengan kapasitas Btu/hr, dengan nilai maximal heat flux pada firetube adalah Btu/hr/ft2. Mengacu pada nilai heat transfer surface area kita dapat melakukan melakukan seleksi panjang dan diameter firetube. Diameter firetube sesuai standard API 12 K mempunyai maksimal 30 inch ( 0,762 m ). Sesuai trial and error calculation untuk menyesuaikan diameter dan panjang yang sesuai dengan ukuran process coil dan ukuran shell heater, diasumsikan diameter firetube 30 inch ( 2.5 feet ) dan panjang firetube 70 feet (21,3 meter). Mengacu ke spesifikasi API 12 K diameter firetube tidak boleh melebihi 30 inch ( 0,762 ). Karena space tersedia di ORL PL adalah 3,5 m (W) x 27 m (L) frame skid untuk satu heater. Karena lebar frame skid yang hanya 3,5 meter, maka diameter heater dijinkan maksimal 2,5 meter. Sementara jika panjang space yang 27 m, maka yang hanya bisa digunakan untuk menempatkan heater adalah paling tidak 7,5 m. Ini dikarenakan untuk proses perawatan ( maintenance ) secara regular per tahunnya, proses coil harus ditarik keluar dari shell heater kearah posisi header pipe untuk dibersihkan dan diinspeksi kondisinya. Itu berarti space yang diperlukan untuk melakukan perawatan heater memerlukan panjang yang sama dengan heater karena proses coil mempunyai panjang yang sama dengan heater. Sementara pada saat firetube perlu pembetulan ( repair ) maka firetube juga perlu dikeluarkan dari heater ke arah yang menuju burner. Jadi jika panjang area yang tersedia adalah 27 m, maka panjang shell heater hanya bisa 7,5 m atau 7 m. Masing-masing dari proses coil dan firetube adalah di welding secara permanen terhadap piringan ujung 47

7 heater ( heater end plate ) dan pemasangan piringan ujung heater tersebut dipasang ke heater shell dengan cara di baut (bolted). Arah coil ditarik, kearah header pipe. Arah firetube ditarik, kearah burner/exhaust stack Gambar. 3.4 Arah menarik keluar firetube dan process coil Desain Fire Tube Water Bath Heater dengan spesifikasi API 12 K Berikut adalah perhitungan untuk mengetahui ukuran heater mengacu kepada dasar hitungan nilai heat-flux rata-rata pada firetube. Kita mencoba mencari diameter dan panjang firetube yang sesuai dengan diameter heater dan nilai heatflux di bawah sesuai spesifikasi API 12 K, sbb : Heat Transfer Surface Area = Process Heat Duty ( 3.4 ) Max. Allowable Heat Flux = = 457,6 ( 42,5 m2 ) 48

8 3.1.2 Desain Fire Tube dengan heat flux , diameter pipa 20 in dan 30 in. Heat flux = 12,000 Btu/ft2 Heat transfer surface area = 457,6 ft2 ( 42,5 m2 ) Diameter pipe = 1,666 ft ( 20 inch ) Maka panjang firetube adalah ; L ft = surface area ( ft2) ( 3.5 ) ( pi. d ft2) = 457,6 ( 3,14. 1,666 ) = 87,4752 ft ( 26,66 meter ) JIka dirancang firetube sesuai hasil perhitungan diatas, maka disain dan konfigurasi firetube heater dapat dibuat beberapa laluan sbb: Gambar 3.5 Sket rancangan firetube 20 in dengan 3 laluan 49

9 Terlihat pada gambar 3.5 konfigurasi tiga laluan, masing-masing panjang laluan adalah 8,8 m ( 26,6 m / 3 ). Dengan panjang tube 8,8 m berarti memerlukan panjang shell heater kurang lebih 10 m. Dan jika kita lihat hasil tiga laluan tersebut memakan space 2,5 m, maka setidaknya memerlukan shell heater dengan diameter setidaknya 3,5 m. Gambar 3.6 Sket rancangan firetube 20 in dengan 2 laluan Sementara jika kita lihat pada gambar 3.6 yang menggunakan dua laluan, maka panjang firetube adalah 13,3 m dan diameter space yang dibutuhkan untuk dua laluan 1,5 m. Untuk diameter heater 2,5 m, space bisa masuk akan tetapi untuk panjang shell heater 13,3 m sangat tidak mungkin karena terlalu panjang. Maka 50

10 kesimpulannya adalah bahwa diameter firetube 20 inch ( 0,508 m ) dengan nilai acuan heat flux tidak mungkin digunakan karena menghasilkan ukuran heater yang sangat besar dari ukuran area yang disediakan. Jika kita menghitung ukuran heater dengan heat flux Btu/ft2 dan diameter firetube 30 inch ( 0,762 m ) ( 2,5 ft ). L ft = surface area ( ft2) ( pi. d ft2) = 457,6 ( 3,14. 2,5 ) = 58,29 ft ( 17,76 meter ) Gambar 3.7 Sket rancangan firetube 30 in dengan 2 laluan 51

11 Terlihat pada konfigurasi dua laluan dengan panjang 8,9 m dan dengan dua laluan memerlukan space diameter 2,2 m. Maka dari diameter shell heater yang hanya 2,5 m menjadi tidak cocok karena diameter shell heater yang dibutuhkan untuk 2,2 m firetube adalah minimal 3,5 m dan panjang shell 12 m. Maka dibutuhkan ukuran frame skid 4m (W) x 14 m (L). Pada kasus ini dibutuhkan ukuran heater lebih kecil akan tetapi sesuai hitungan, maka konsekwensinya adalah ukuran firetube harus lebih kecil diameternya disesuaikan dengan ukuran diameter heater dan nilai heat flux yang masih bisa ditampung oleh material firetube tersebut. Pada kondisi firetube yang lebih kecil maka konsekwensinya adalah nilai heat flux dan heat density harus dinaikkan. Efeknya adalah temperature firetube ini juga lebih tinggi walaupun secara thermal efisiensi menjadi lebih rendah karena energi panas yang berlebih karema kecilnya diameter firetube menjadi terbuang ke atmospher, akan tetapi efisiensi thermal yang dilihat dari ukuran heater yang lebih kecil dengan media penghantar panas yang berjumlah lebih kecil membuat efisiensi heater menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan efisiensi heater dengan ukuran yang lebih besar. Ini dikarenakan ukuran heater yang besar dengan volume media penghantar panas yang besar membutuhkan pemanasan yang lebih banyak, jika dalam istilah burner dikatakan firing rate menjadi semakin besar. Ini berimbas kepada konsumsi bahan bakar yang lebih banyak Desain Fire Tube dengan ukuran heater yang dibatasi 7m (L) x 2,5 m (D) Pada perhitungan pada bab sudah dihitung rancangan firetube dengan mengacu kepada nilai heat flux sesuai ketentuan API 12 K. Akan tetapi hasilnya adalah tidak sesuai dengan kondisi yang nyata dimana keterbatasan area yang dialokasikan tidak cukup untuk ukuran heater tersebut. Maka kita akan menganalisa ukuran heater yang berada di lapangan yang mana ukuran heater sangat sesuai dengan area yang dialokasikan. Proses penghitungan dengan trial and error penulis lakukan beberapa tahap dan menemukan hasil bahwa pihak manufaktur melakukan adjustment pada nilai heat flux yang lebih tinggi melampaui 52

12 nilai maksimal penggunaan air sebagai media penghantar panas yakni Btu/hr/ft2. Ini menjadi deviasi terhadap API 12 K. Jika API Monogram diharuskan untuk digunakan pada proyek ini, maka konsekwensinya adalah pihak API tidak akan memberikan Monogram. Akan tetapi API Monogram hanya masalah administrative belaka yang tidak ada pengaruh terhadap operasional alat tersebut. Sebab secara keseluruhan alat tersebut tetap didisain dan dibangun dengan standar safety level yang dianjurkan. Trial and error firetube dengan diameter 10 inch force draft burner - heat flux Btu/hr Heat flux = Firetube diameter = 10 inch ( 0,254 m ) ( 0,833 ft ) Heat Transfer Surface Area =. =. = 305,1 ft2 ( 28,34 m2 ) Length firetube = {µ. = {. (,., ( )} ) } = 116,65 ft (35,55 meter ) 53

13 Gambar 3.8 Sket firetube diameter 10 in dengan 6 laluan tumpang tindih. Pada sctech diatas, diameter 10 inch dan total panjang firetube 35,5 m, maka firetube bisa dikonfigurasikan menjadi enam laluan dengan panjang satu laluan 5,9 m dan jumlah tiga laluan ada dibawah kemudian memutar keatas tiga laluan. Sementara space diameter adalah 1,77 m. Maka kesimpulan bahwa nilai heat flux Btu/hr/ft2 dengan diameter firetube 10 inch adalah pilihan yang tepat. Konsekwensi dari deviation terhadap nilai heat flux yang tinggi berarti membaut disain ini menjadi tidak mengikuti rule of thumb API 12 K dan resiko hanya tidak mendapat API monogram. Akan tetapi itu hanya berupa konsekwensi secara administrative saja. Secara engineering, nilai heat flux yang lebih tingggi akan tetapi masih dalam tingkat yang relevan tidak akan mengakibatkan atau memberikan permasalahan apapun terhadap ketahanan firetube. Justru nilai firetube dengan diameter yang lebih kecil dan menggunakan burner tipe force draft memiliki efisiensi operasi yang lebih baik karena pemakaian bahan bakar yang lebih sedikit. 54

14 Sebetulnya nilai GTE ( Gross Thermal Eficiency ) dan NTE ( Net Thermal Eficiency ) dalam firetube Water Bath Heater disebutkan dalam buku Francis S. Manning bahwa penggunaan natural draft burner ( API 12 K ) membuat efisiensi firetube dinyatakan hanya 65%. Sedangkan dengan menggunakan force draft burner ( dengan heat flux diatas aturan API 12 K ) mempunyai efisiensi minimal 75%. Gambar 3.9 Rancangan firetube 6 laluan tumpang tindih dalam drawing 3D Dengan demikian dengan rancangan firetube diameter 10 inch dan heat flux Btu/hr/ft2, total area yang dibutuhkan adalah 0,76 m ke atas. Bisa dihitung bahwa sisa space yang ada pada bagian atas firetube untuk penempatan process coil adalah 2,5 m 0,76 m = 1,74 m. Sementara ke samping adalah 0,254 m x 7 ( termasuk jeda antara masing-masing tube ) menjadi 1,788 m. Ini berarti sisa space shell ke samping adalah 2,5 m 1,788 = 0,712 m. 55

15 Gambar 3.10 Firetube diameter 10 in dengan 6 laluan tampak samping dengan total space terpakai 0,76 m ke atas. Gambar 3.11 Konfigurasi firetube 10 in 6 laluan tumpang tindih tampak dari atas. 56

16 Space tersedia di shell adalah 7 m (L), 2,5 m (W). Mengacu pada nilai heat transfer surface area kita dapat melakukan melakukan seleksi panjang dan diameter firetube. Dengan demikian ukuran firetube yang sesuai dengan ukuran shell heater yang dikehendaki sudah diketahui Perhitungan LMTD Tc2 Tc1 Th2 Th1 1 Gambar Desain Indirect Fired Water Bath Heater Karena pada umumnya media pemanas yang digunakan untuk memanaskan gas adalah air, maka suhu limit set point media fluida pemanas adalah antara range 190 F ( 88 C ) 200 F ( 93,3 C ) agar tidak mencapai suhu evaporasi air. ( Arnold-K and Stewart-M, Surface Production and Operations, Vol. 2- Edition 2, hal.113 ). Suhu set-point ini ditetapkan pada angka 190 F ( 88 C ) adalah karena secara umum Indirect Fired Water Bath Heater ditujukan untuk pemanasan proses 57

17 dengan temperatur rendah dibawah antara F ( 22 C - 26 C ) atau dibawah suhu ambient. Maka yang menjadi kunci disain alat ini selain dari heat-flux rata-rata pada firetube yang menentukan ukuran firetube, juga nilai LMTD yang ada pada media penghantar panas ( bath fluid ) dan hubungannya dengan flowrate dari fluida proses. Setelah kita ketahui ukuran firetube yang tepat untuk ukuran shell heater 7 m (L) x 2,5 m ( D ) dan ditentukan bahwa firetube yang cocok sesuai hitungan diatas tadi adalah diameter 10 inch, maka kita harus menghitung ukuran process coil apakah sesuai dengan ukuran heater dengan sisa space setelah penempatan firetube di dalam shell heater, sebab desain process coil harus tetap memperhitungkan flowrate dari fluida proses. Process coil bisa saja di disain sekecil mungkin mengikuti ukuran yang tersisa pada shell heater, akan tetapi karena fluida proses adalah cairan bertekanan tinggi dan mempunyai flowrate yang tinggi, maka rancangan process coil harus sesuai dengan tekanan dan flowrate yang ada. Karena bertekanan tinggi, umumnya standar kode yang digunakan adalah ASME Sec VIII Div 2 yang mengatur mengenai bejana bertekanan. Juga dapat mengacu kepada ASME B 31.3 yang mengatur mengenai pipa bertekanan. Bath Water: LMTD = yang akan kita cari Th2 ( T air after heat adsorbtion ) = kita cari Th1 = T air awal konstan = 190 0F (87,777 0C )( asumsi ) Coil : Tc1 = 100C ( 50 F ) Tc2 = 220C ( 71,6 F ) Flow rate m = lb/ hr Heat transfer requirement= q = Btu/hr = kw Panjang Shell = 7 m Diameter shell = 2,5 m Maka luas shell heater total = 58

18 A shell = = 3,14 x 2,52 x 7 4 = 34,36 m2 Mencari Th2 = q = mccc Tc = mhch Th Th = q/ (mhch) =, Th2 = 21,6 F = X 190 F / = 21,6 F = 190 F F = 168,4 F ( 75,77 C ) Perhitungan LMTD mengacu pada asumsi Th2 rencana yaitu 190 F adalah sebagai berikut : LMTD = [ ( Th1-Tc1) ( Th2 Tc2 )] atau ln [( Th1-Tc1) / ( Th1 Tc2 )] GTD - LTD In ( GTD/LTD) LMTD = [ ( 190 F- 50 F ) ( 190 F 71,6 F )] ln [ ( 190 F- 50 F)/ (190 F 71,6 F )] 59

19 LMTD = ,4 ln (140/118,4 ) = 128,9 F ( 53,83 C ) 3.3. Perhitungan Desain Process Coil Header pipe ( 16 inch OD) ASME Sec VIII Header cap Coil Branch (cabang coil) ASME B31.3 Gambar Rancangan pipa header dan process coil Lokasi process coil adalah pada inlet dan outlet header pipe. Material coil adalah API 5L-X52 seamless pipe, pada umumnya diameter process coil adalah 4 inch. Mengenai schedule pipa dan acuan tekanan diatur dalam ASME Sec VIII atau ASME B 31.3 yang disesuaikan dengan tekanan dan flowrate fluida proses. Semakin besar LMTD antara fluida proses dan media pemanas, maka semakin kecil surface area coil yang dibutuhkan untuk heat transfer yang sama. 60

20 Selalu diingat bahwa suhu bath fluid selalu konstan begitu pula tekanan tetap 1 atm dan flowrate konstan ( diam). Pada coil proses umumnya terjadi pressure drop dengan nilai maksimal yang ditetapkan oleh kondisi pipeline agar proses transportasi gas dengan jalur pemipaan bisa tercapai dengan kondisi yang ada. Akan tetapi pada umumnya pressure drop tidak menjadi hal penting karena tujuan utama dalam dalam sebuah Water Bath Heater adalah diijinkan adanya pressure drop yang tinggi, akan tetapi pada umumnya pressure drop yang terjadi pada umumnya adalah 1 bar. Secara umum konfigurasi coil terdapat pada gambar dibawah ini : Gambar 3.14b. Coil side view (4 passes) Gambar 3.14a Konfigurasi Process Coil tampak atas Diameter = 4 in = ( 0,1016 m ) atau 0,3333 ft Diameter coil 4 inch adalah diameter yang pada umumnya dipilih untuk digunakan dalam Water Bath Heater. Akan tetapi diameter coil bisa dihitung dengan rumus sbb : 61

21 1/2 D= ( 11, V, )Q Arnold-K and Stewart-M, Surface Production Facility Vol 2 Dimana : D = diameter pipa dalam, in. Z = factor gas compressibility R = rasio gas/liquid, ft3/bbl T = operating temperature, R P = pressure, psia Q1 = liquid flowrate, bbl/day V = maximum allowable velocity, ft/sec Akan tetapi dalam Tugas Akhir ini, karena ini adalah analisa perancangan sebuah heater yang sudah dibangun dan beroperasi, maka penulis menggunakan acuan dari pabrik yang sudah menentukan diameter pipa coil yaitu 4 inch. Nilai minimal total panjang coil yang bisa disesuaikan dengan ukuran shell heater, mengacu dari diameter coil yang sudah dipilih yaitu 4 inch adalah sbb : L coil = 12 Q > Arnold-K and Stewart-M, Surface Production Facility Vol 2 ( LMTD ) U d Dimana : 12 = nilai mutlak Q = heat duty, Btu/hr U = Overall heat transfer coefficient ; mengacu pada process calculation dari pabrik U = 119,44 Btu/hr-ft2- F d = diameter pipa coil, inch. 62

22 Pada spesifikasi API 12 K, pada Annex D point D.4. ditulis sebagaimana dibawah ini. Bahwa nilai Overall-U yang umumnya dilakukan oleh pihak manufaktir, berdasarkan pengalaman secara laboratorium atau pengalaman di lapangan, maka dengan ini tugas akhir ini menggunakan acuan dari manufaktur yaitu 119,44 Btu/hr-ft2- F. Overall Heat Transfer Coefficient adalah kombinasi dari internal film koefisien, dinding tube ( process coil ) thermal konduktivitas, external film koefisien, dan fouling factor. Agar supaya energi bisa ditransfer melalui dinding pipa, energi harus melalui sebuah film pada dinding bagian dalam sebuah tube. Film tersebut memproduksi sebuah ketahanan pada transfer panas yang disebut inside film coefficient untuk perpindahan panas konveksi. Setelah itu panas akan melalui dinding daripada tube/coil melalui proses konduksi yang dikontrol oleh thermal konduktivitas dinding tube dan juga ketebalan dinding tube. Transfer panas dari bagian luar dinding tube ke fluida diluarnya adalah kembali menjadi proses konveksi. Ini dikontrol oleh outside film coefficient. Lt Coil ft (m ) = 12 x (3,14) (128,90) (119,44) (4) = 340,79 ft (103,87 m ) 63

23 Maka total suplai surface ara coil adalah : Coil surface area supplied : A = Lt. π. do = 103,87 x 3,14 x 0,1016 = 33m2 ( 356,336 ft2 ) Dalam Water Bath Heater adalah umum bahwa process coil terdiri dari 4 laluan. Ini karena header pipe inlet dan outlet terdapat pada sisi end plate heater yang sama, jadi putaran coil inlet dan outler harus berada pada sisi yang sama. Outlet header Inlet header Gambar 3.15 Lokasi header pipe I/O 64

24 Maka n tube coil = Total L coil..( 3.6 ) Asumsi passes coil = 103,87 4 = 25,9 tube 26 tube Masing-masing panjang tube = 103,63 25,9 = 4,0 m Jika terdapat 4 laluan/passes, maka n tube = 26 / 4 = 6,5 pcs tube = 7 tube Nilai ini sesuai dengan panjang shell heater yang maksimal pada 7 m. Akan tetapi kita perlu mengetahui apakah dengan 4 passes dan 7 tube, diameter heater 2,5 m mampu menampung seluruh tube tersebut. Gambar 3.16 Sket rancangan process coil dengan 4 laluan dan 7 tube 65

25 Dengan total area yang dibutuhkan untuk space terletak diatas firetube sebesar 1,12 m. Maka jumlah 4 passes/laluan dengan masing-masing diameter pipa termasuk belokan adalah 10,16 cm. Maka sisa space yang ada sebesar 1,74 m mampu menampung process coil sesuai pada disain tersebut. Sementara untuk jumlah tube sebanyak 7 buah, dengan total area yang dibutuhkan adalah 10,16 x 13 ( termasuk jeda belokan pipa 180 derajat ) adalah 1,32 m. Dengan shell diameter 2,5 meter, maka coil tube sebanyak 7 buah sesuai dan cocok. Pada desain heater yang dibuat dan sudah beroperasi, ditetapkan coil tube berjumlah 6 buah dengan 4 passes. Ini dilakukan untuk memaksimalkan panjang masing-masing tube yang tadinya hanya 4 meter per tube menjadi lebih panjang untuk koneksi ke pipa header dengan kurang lebih panjang rata-rata masing-masing tube dikondisi actual heater adalah 6 m. Untuk mengetahui apakah 4 laluan dengan total 6 tube dengan masing-masing panjang tube 6 m ( 19,6 ft ) mampu menampung flowrate lb/hr adalah sbb: asumsi Di ( diameter inside ) coil 3.8 inch ( 0,316 ft) A coil = π D2 4 = 3,14 x 0, = 0,078 ft2 Process coil terdiri dari 4 laluan dan berjumlah 6 tube, maka seluruh total flow area pada coil adalah 0,078 ft2 x 6 tube = 0,468 ft2. Maka kita buktikan apakah velocity massa pada coil hasil desain tersebut mampu menampung seluruh flowrate yang ada. G mass = Flowrate lb/hr. ( 3.7 ) Acoil total tube 66

26 = / 0,468 = ,4 lb/hr/ft2 Gambar 3.17 Hasil desain process coil 6 tube 4 laluan dalam bentuk 3D. Dengan seluruh hasil analisa perancangan firetube dan process coil yang dijabarkan dalam hitungan diatas, telah ditemukan kalkulasi rancangan dari panjang dan diameter untuk firetube dan process coil. Panjang process coil yang didesain untuk heater melebihi dari panjang process coil yang diijinkan untuk memaksimalkan ukuran shell heater yang ada setelah penempatan firetube dengan ukuran maksimal. Maka terdapat excess-area pada process coil. Dengan adanya excess-area pada process coil, maka ini menguntungkan untuk ketetapan suhu set point pada media pemanas pada 190 F ( 88 C ) adalah sangat mungkin. Penghitungan desain process coil dengan metode LMTD tersebut terbukti hasilnya. Dan dengan suhu set point pada media penghantar panas ( water bath/bath fluid ) 67

27 yang masih dibawah suhu titik didih air, maka untuk heater ini bisa menggunakan air sebagai media penghantar panas. Mengenai setting untuk suhu bath fluid ( media air ) agar bisa mentransfer panas ke fluida proses dengan suhu outlet yang diinginkan, adalah dihitung dengan detail mengenai heat exchange yang terjadi antara suhu media pemanas dan korelasinya dengan flowrate dan tekanan fluida proses. Penghitungan tersebut dilakukan dalam proses desain kalkulasi oleh pihak manufatur yang kemudian menentukan titik set point media pemanas. Hitungan proses dari manufaktur terlampir dalam lampiran dihalaman berikut. Hasil hitungan analisa perancangan firetube dan processs coil dalam Indirect Fired Water Bath Heater sesuai yang diterangkan diatas terlampir pada halaman berikut: 68

28 Gambar 3.18 Hasil desain firetube 1 tube 6 laluan, diameter 10 inch. 69

29 Gambar 3.19 Hasil desain process coil 6 tube 4 laluan, diameter 4 inch. 70

30 Gambar 3.20 Hasil desain heater sesuai ukuran 7 m (L) x 2,5 m (W) 71

31 Gambar 3.21 General Arrangement Drawing 72

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sistem pemanas dengan prinsip perpindahan panas konveksi, konduksi dan radiasi adalah teknologi yang umum kita jumpai dalam kehidupan seharihari, baik alat pemanas

Lebih terperinci

BAB III TUGAS KHUSUS

BAB III TUGAS KHUSUS BAB III TUGAS KHUSUS 3.1 Judul Menghitung Efisiensi Heat Exchanger E-108 A Crude Distiller III di Unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju Palembang. 3.2 Latar Belakang Heat Exchanger E-108 A

Lebih terperinci

PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

PERANCANGAN HEAT EXCHANGER One Shell Pass and One Tube Pass PERANCANGAN HEAT EXCHANGER Abdul Wahid Surhim Pengertian HE adalah alat yang berfungsi sebagai alat penukar panas (kalor) Dilihat dari fungsinya dapat dinamakan : Pemanas

Lebih terperinci

BAB III TUGAS KHUSUS. Evaluasi Performance Hot gas Oil Heat Exchanger 6-2 Crude Distiller III Di Unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) Ru III Plaju

BAB III TUGAS KHUSUS. Evaluasi Performance Hot gas Oil Heat Exchanger 6-2 Crude Distiller III Di Unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) Ru III Plaju BAB III TUGAS KHUSUS 3.1 Judul Tugas Khusus Evaluasi Performance Hot gas Oil Heat Exchanger 6-2 Crude Distiller III Di Unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) Ru III Plaju 3.2 Latar Belakang Heat Exchanger

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Teknologi pemanas sangat diperlukan untuk berbagai proses produksi, teknologi pemanas mencakup prinsip-prinsip konveksi dan konduksi dalam ilmu heat transfer dan thermodinamika.

Lebih terperinci

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember 2009 Makalah Profesional IATMI 09 004 Simulasi Line Packing Sebagai Storage pada Pipa Transmisi Gas Studi Kasus:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah Ilmu termodinamika yang membahas tentang transisi kuantitatif dan penyusunan ulang energi panas dalam suatu tubuh materi. perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas/Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB III TUGAS KHUSUS. 3.1 Judul Evaluasi kinerja Reboiler LS-E6 pada Unit RFCCU di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong.

BAB III TUGAS KHUSUS. 3.1 Judul Evaluasi kinerja Reboiler LS-E6 pada Unit RFCCU di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong. 55 BAB III TUGAS KHUSUS 3.1 Judul Evaluasi kinerja Reboiler LS-E6 pada Unit RFCCU di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong. 3.2 Latar Belakang Dalam suatu industri perminyakan, banyak ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

Bab 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Bab 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan Industri kimia di Indonesia sudah cukup maju seiring dengan globalisasi perdagangan dunia. Industri pembuatan Nylon yang merupakan salah satu industri

Lebih terperinci

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 34 BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES 3.1. Tangki Tangki Bahan Baku (T-01) Tangki Produk (T-02) Menyimpan kebutuhan Menyimpan Produk Isobutylene selama 30 hari. Methacrolein selama 15 hari. Spherical

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Alat penukar kalor (Heat Exchanger) merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menukarkan energi dalam bentuk panas antara fluida yang berbeda temperatur yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Mustaza Ma a 1) Ary Bachtiar Krishna Putra 2) 1) Mahasiswa Program Pasca Sarjana Teknik Mesin

Lebih terperinci

TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER

TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER TUGAS I MENGHITUNG KAPASITAS BOILER Oleh : Mohammad Choirul Anam 4213 105 021 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2014 BOILER 1. Dasar Teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penukar kalor, mekanisme perpindahan kalor pada penukar kalor, konfigurasi aliran fluida, shell and tube heat exchanger, bagian-bagian shell

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 27 BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR 4.1 Pemilihan Sistem Pemanasan Air Terdapat beberapa alternatif sistem pemanasan air yang dapat dilakukan, seperti yang telah dijelaskan dalam subbab 2.2.1 mengenai

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1. Perhitungan Ketebalan Pipa (Thickness) Penentuan ketebalan pipa (thickness) adalah suatu proses dimana akan ditentukan schedule pipa yang akan digunakan. Diameter pipa

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER Rianto, W. Program Studi Teknik Mesin Universitas Muria Kudus Gondangmanis PO.Box 53-Bae, Kudus, telp 0291 4438229-443844, fax 0291 437198

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas/Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

HEAT EXCHANGER ALOGARITAMA PERANCANGAN [ PENUKAR PANAS ]

HEAT EXCHANGER ALOGARITAMA PERANCANGAN [ PENUKAR PANAS ] -07504046-Indra wibawads- HEAT EXCHANGER [ PENUKAR PANAS ] ALOGARITAMA PERANCANGAN. Menuliskan data-data yang diketahui Data-data dari fluida panas dan fluida dingin meliputi suhu masuk dan suhu keluar,

Lebih terperinci

DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air

DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER I. TUJUAN - Mengetahui unjuk kerja alat penukar kalor jenis pipa ganda (Double Pipe Heat Exchanger). - Menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efektivitas dan

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang digunakan sebagai penggerak mula dari generator

Lebih terperinci

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR Sugiyanto 1, Cokorda Prapti Mahandari 2, Dita Satyadarma 3. Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Jln Margonda Raya 100 Depok.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1 Uraian Proses 3.1.1 Persiapan Bahan Baku Proses pembuatan Acrylonitrile menggunakan bahan baku Ethylene Cyanohidrin dengan katalis alumina. Ethylene Cyanohidrin pada T-01

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prinsip dan Teori Dasar Perpindahan Panas Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik SUHERI SUSANTO NIM

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik SUHERI SUSANTO NIM ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR SHELL AND TUBE SEBAGAI PEMANAS MARINE FUEL OIL ( MFO ) UNTUK BAHAN BAKAR BOILER PLTU UNIT 4 DI PT. PLN (PERSERO) SEKTOR PEMBANGKITAN BELAWAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA

BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA BAB IV HASIL PENGAMATAN & ANALISA 4.1. Spesifikasi Main Engine KRI Rencong memiliki dua buah main engine merk Caterpillar di bagian port dan starboard, masing-masing memiliki daya sebesar 1450 HP. Main

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA Oleh Audri Deacy Cappenberg Program Studi Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta ABSTRAK Pengujian Alat Penukar Panas Jenis Pipa Ganda Dan

Lebih terperinci

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, Vol.I, No.2, Oktober 2013, 161-168 161 Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow Mustaza Ma a Program

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator

BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR Perencanaan Modifikasi Evaporator BAB III PERANCANGAN EVAPORATOR 3.1. Perencanaan Modifikasi Evaporator Pertumbuhan pertumbuhan tube ice mengharuskan diciptakannya sistem produksi tube ice dengan kapasitas produksi yang lebih besar, untuk

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G.

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G. EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G. Santika Department of Mechanical Engineering, Bali State Polytechnic,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Salah satu proses dalam sistem pembangkit tenaga adalah proses pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan ini memerlukan beberapa kebutuhan

Lebih terperinci

Analisa Teoritis Berat Jenis dan Panas Spesifik Gas Pembakaran Pada Ketel Uap Mini Model Horizontal Di Tinjau Dari Susunan Pipa (Tubes)

Analisa Teoritis Berat Jenis dan Panas Spesifik Gas Pembakaran Pada Ketel Uap Mini Model Horizontal Di Tinjau Dari Susunan Pipa (Tubes) TURBO Vol. 5 No.. 016 p-issn: 301-6663, e-issn: 477-50X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo Analisa Teoritis Berat Jenis dan Panas Spesifik Gas Pembakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penukar panas (heat exchanger), mekanisme perpindahan panas pada heat exchanger, konfigurasi aliran fluida, shell and tube heat exchanger,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Waktu Waktu penelitian dilakukan setelah di setujui sejak tanggal pengesahan judul usulan tugas akhir dan berkas seminar proposal oleh pihak jurusan

Lebih terperinci

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah.

Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Proses Desain dan Perancangan Bejana Tekan Jenis Torispherical Head Cylindrical Vessel di PT. Asia Karsa Indah. Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, telah diciptakan suatu alat yang bisa menampung,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number

Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number Evaluasi Performa Lube Oil Cooler pada Turbin Gas dengan Variasi Surface Designation dan Reynolds Number Siti Duratun Nasiqiati Rosady 1), Bambang Arip Dwiyantoro 2) 1) Program Studi Pascasarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Muhamad dangga A 2108 100 522 Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar Krishna

Lebih terperinci

Pengaruh Pemilihan Jenis Material Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Panas pada Perancangan Heat Exchanger Shell-Tube dengan Solidworks

Pengaruh Pemilihan Jenis Material Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Panas pada Perancangan Heat Exchanger Shell-Tube dengan Solidworks Pengaruh Pemilihan Jenis Material Terhadap Nilai Koefisien Perpindahan Panas pada Perancangan Heat Exchanger Shell-Tube dengan Solidworks Arif Budiman 1,a*, Sri Poernomo Sari 2,b*. 1,2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

Analisa Heat Balance Thermal Oxidizer dengan Waste Heat Recovery Unit

Analisa Heat Balance Thermal Oxidizer dengan Waste Heat Recovery Unit JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-165 Analisa Heat Balance Thermal Oxidizer Waste Heat Recovery Unit Alfian Bani Susiloputra dan Bambang Arip Dwiyantoro Jurusan

Lebih terperinci

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan V. SPESIFIKASI ALAT Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan pabrik furfuril alkohol dari hidrogenasi furfural. Berikut tabel spesifikasi alat-alat yang digunakan.

Lebih terperinci

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48 PENGARUH SIRIP CINCIN INNER TUBE TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER Sujawi Sholeh Sadiawan 1), Nova Risdiyanto Ismail 2), Agus suyatno 3) ABSTRAK Bagian terpenting dari Heat excanger

Lebih terperinci

VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN Harto Tanujaya, Suroso dan Edwin Slamet Gunadarma Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA 2.1 Konsep Dasar Thermodinamika Energi merupakan konsep dasar termodinamika dan merupakan salah satu aspek penting dalam analisa teknik. Sebagai gagasan dasar bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari perpindahan energi karena perbedaan temperatur diantara benda atau material. Apabila dua benda yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Larutan benzene sebanyak 1.257,019 kg/jam pada kondisi 30 o C, 1 atm dari tangki penyimpan (T-01) dipompakan untuk dicampur dengan arus recycle dari menara

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN LAJU PERPINDAHAN PANAS ALAT PENUKAR KALOR TYPE PIPA GANDA DI LABORATORIUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

ANALISIS PERHITUNGAN LAJU PERPINDAHAN PANAS ALAT PENUKAR KALOR TYPE PIPA GANDA DI LABORATORIUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA ANALISIS PERHITUNGAN LAJU PERPINDAHAN PANAS ALAT PENUKAR KALOR TYPE PIPA GANDA DI LABORATORIUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA Harini Fakultas Teknik, Program Study Teknik mesin, Universitas 17 Agustus

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER ALIRAN SATU FASA

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER ALIRAN SATU FASA A.10. Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Pitch Coiled Tube... (Rianto Wibowo) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI PITCH COILED TUBE TERHADAP NILAI HEAT TRANSFER DAN PRESSURE DROP PADA HELICAL HEAT EXCHANGER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan kalor meliputu proses pelepasan maupun penyerapan kalor, untuk

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Keluatan Institut Teknolgi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Lebih terperinci

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR (HRSG) YANG MEMANFAATKAN GAS BUANG TURBIN GAS DI PLTG PT. PLN (PERSERO) PEMBANGKITAN DAN PENYALURAN SUMATERA BAGIAN UTARA SEKTOR BELAWAN Tekad Sitepu, Sahala Hadi

Lebih terperinci

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia. Desain Rancang Heat Exchanger Stage III pada Pressure Reduction System pada Daughter Station CNG Granary Global Energy dengan Tekanan Kerja 20 ke 5 Bar Taufik Ramuli (0639866) Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER DENGAN METODE FOULING FAKTOR. Bambang Setyoko *)

EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER DENGAN METODE FOULING FAKTOR. Bambang Setyoko *) EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER DENGAN METODE FOULING FAKTOR Bambang Setyoko *) Abstract The performance of heat exchangers usually deteriorates with time as a result of accumulation of deposits on heat

Lebih terperinci

2.10 Caesar II. 5.10Pipe Strees Analysis

2.10 Caesar II. 5.10Pipe Strees Analysis 2.8 Pipe Support Karena pipa dipengaruhi oleh ekspansi termal. Mendukung dalam sebuah langkah sistem perpipaan termal dalam arah yang berbeda. Pipe support oleh dua jenis support-kaku (rigid support) dan

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube

Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak, Jumlah dan Diameter Tube JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-388 Analisa Unjuk Kerja Secondary Superheater PLTGU Dan Evaluasi Peluang Peningkatan Effectiveness Dengan Cara Variasi Jarak,

Lebih terperinci

Aisyah [1] Prodi S1 Ilmu Komputasi, Fakultas Informatika, Universitas Telkom [1] [1]

Aisyah [1] Prodi S1 Ilmu Komputasi, Fakultas Informatika, Universitas Telkom [1] [1] Pemodelan dan Simulasi Penurunan Tekanan pada Pipa Transmisi Menggunakan Metode Iterasi Titik Tetap Modeling and Simulation Pressure Drop in Transmission Pipeline Using Fixed Point Iteration Method Abstrak

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gas alam adalah bahan bakar fosil bentuk gas yang sebagian besar terdiri dari metana (CH4). Pada umumnya tempat penghasil gas alam berlokasi jauh dari daerah dimana

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS TON PER TAHUN

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS TON PER TAHUN EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA TUGAS PRARANCANGAN PABRIK SIRUP MALTOSA BERBAHAN DASAR TAPIOKA KAPASITAS 30000 TON PER TAHUN Disusun Oleh : Gita Lokapuspita NIM L2C 008 049 Mirza Hayati

Lebih terperinci

PERENCANAAN KETEL UAP TEKANAN 6 ATM DENGAN BAHAN BAKAR KAYU UNTUK INDUSTRI SEDERHANA RUSNOTO

PERENCANAAN KETEL UAP TEKANAN 6 ATM DENGAN BAHAN BAKAR KAYU UNTUK INDUSTRI SEDERHANA RUSNOTO PERENCANAAN KETEL UAP TEKANAN 6 ATM DENGAN BAHAN BAKAR KAYU UNTUK INDUSTRI SEDERHANA RUSNOTO ABSTRAK Ketel uap/boiler adalah suatu pesawat yang mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan dan uap tersebut

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

RANCANGAN SISTEM PENDINGIN UDARA MASUK PADA PLTG MENGGUNAKAN ABSORPTION CHILLER

RANCANGAN SISTEM PENDINGIN UDARA MASUK PADA PLTG MENGGUNAKAN ABSORPTION CHILLER RANCANGAN SISTEM PENDINGIN UDARA MASUK PADA PLTG MENGGUNAKAN ABSORPTION CHILLER Design of Air inlet cooling system at Gas Turbine Power Plant using Absorption chiller Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 B-169 Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine yang Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas

Lebih terperinci

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Pada bab ini akan dilakukan pemodelan dan analisis tegangan sistem perpipaan pada topside platform. Pemodelan dilakukan berdasarkan gambar isometrik

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm)

ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine rpm) ANALISA PERFORMANSI HEAT EXCHANGER PADA SISTEM PENDINGIN MAIN ENGINE FIREBOAT WISNU I (Studi Kasus untuk Putaran Main Engine 600-1200 rpm) Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 6308030042 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-132 Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin Anson Elian dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES BAB III PERANCANGAN PROSES 3.1. Uraian Proses Pabrik Fosgen ini diproduksi dengan kapasitas 30.000 ton/tahun dari bahan baku karbon monoksida dan klorin yang akan beroperasi selama 24 jam perhari dalam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Panas atau kalor merupakan salah satu bentuk energi. Panas dapat berpindah dari suatu zat ke zat lain. Panas dapat berpndah melalui tiga cara yaitu : 2.1.1

Lebih terperinci

E V A P O R A S I PENGUAPAN

E V A P O R A S I PENGUAPAN E V A P O R A S I PENGUAPAN Faktor yang mempengaruhi laju evaporasi Laju dimana panas dapat dipindahkan ke cairan Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan setiap satuan massa air Suhu maksimum yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses pertukaran panas yang terjadi antara benda panas dan benda dingin, yang masing masing disebut source and receiver (sumber dan

Lebih terperinci

Studi Pemanfaatan Condensate Outlet Steam Trap Sebagai Air Umpan Boiler di Pabrik Amoniak Pusri-IB

Studi Pemanfaatan Condensate Outlet Steam Trap Sebagai Air Umpan Boiler di Pabrik Amoniak Pusri-IB 20 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 7, No. 1, 2013 Studi Pemanfaatan Condensate Outlet Steam Trap Sebagai Air Umpan Boiler di Pabrik Amoniak Pusri-IB Alfa Widyawan* dan Ferlyn Fachlevie PT. Pupuk Sriwidjaja

Lebih terperinci

Kondisi Abnormal pada Proses Produksi Migas

Kondisi Abnormal pada Proses Produksi Migas Di dalam proses produksi migas (minyak dan gas), ada beberapa kejadiaan merugikan yang tidak diinginkan yang bisa mengancam keselamatan. Jika tidak ditangani dengan baik, kejadian tersebut bisa mengarah

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG 2002 Belyamin Posted 29 December 2002 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2002 Dosen : Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Lebih terperinci

ANALISA PELETAKAN BOOSTER PUMP PADA ONSHORE PIPELINE JOB PPEJ (JOINT OPERATING BODY PERTAMINA PETROCHINA EAST JAVA)

ANALISA PELETAKAN BOOSTER PUMP PADA ONSHORE PIPELINE JOB PPEJ (JOINT OPERATING BODY PERTAMINA PETROCHINA EAST JAVA) ANALISA PELETAKAN BOOSTER PUMP PADA ONSHORE PIPELINE JOB PPEJ (JOINT OPERATING BODY PERTAMINA PETROCHINA EAST JAVA) O l e h : D eb r i n a A l f i t r i Ke n t a n i a 4 3 1 0 1 0 0 0 7 9 D o s e n Pe

Lebih terperinci

Pemodelan dan Simulasi Penurunan Tekanan pada Pipa Transmisi Menggunakan Metode Secant

Pemodelan dan Simulasi Penurunan Tekanan pada Pipa Transmisi Menggunakan Metode Secant Pemodelan dan Simulasi Penurunan Tekanan pada Pipa Transmisi Menggunakan Metode Secant Modeling and Simulation Pressure Drop in Transmission Pipeline Using Secant Method Kaisa S P Prodi S Ilmu Komputasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, hampir semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROGRAM KOMPUTASI PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TIPE SHELL & TUBE DENGAN FLUIDA PANAS OLI DAN FLUIDA PENDINGIN AIR

PENYUSUNAN PROGRAM KOMPUTASI PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TIPE SHELL & TUBE DENGAN FLUIDA PANAS OLI DAN FLUIDA PENDINGIN AIR PENYUSUNAN PROGRAM KOMPUTASI PERANCANGAN HEAT EXCHANGER TIPE SHELL & TUBE DENGAN FLUIDA PANAS OLI DAN FLUIDA PENDINGIN AIR Afdhal Kurniawan Mainil, Rahmat Syahyadi Putra, Yovan Witanto Program Studi Teknik

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO 4205 100 009 TUJUAN PENELITIAN Membuat desain alat penukar panas yang optimal

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Studi Eksperimental Pengaruh Perubahan Debit Aliran... (Kristian dkk.) STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN DEBIT ALIRAN PADA EFISIENSI TERMAL SOLAR WATER HEATER DENGAN PENAMBAHAN FINNED TUBE Rio Adi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci