TINJAUAN PUSTAKA. Daging. Tabel 1 Komposisi kimiawi otot skelet mamalia (persen berat daging segar)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Daging. Tabel 1 Komposisi kimiawi otot skelet mamalia (persen berat daging segar)"

Transkripsi

1 5 TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Menurut Soeparno (2005), daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengonsumsinya. Organ-organ yang termasuk kategori daging adalah hati, ginjal, paru-paru, jantung, limpa, dan pankreas. Protein merupakan komponen bahan kering terbesar yang terkandung di dalam daging, disamping komponen penting lainnya (Tabel 1). Tabel 1 Komposisi kimiawi otot skelet mamalia (persen berat daging segar) No Komponen Jumlah (%) 1 Air 75 2 Protein Lipid 3 4 Substansi non protein nitrogen Karbohidrat dan substansi non nitrogen 1 6 Konstituen anorganik (potasium, sulfur, klorin, sodium, dll) dan vitamin Sumber : Soeparno (2005) 1 Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi 6 yaitu : (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan; (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin); (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan; (4) daging masak; (5) daging asap; (6) daging olahan (Soeparno 2005). Pertumbuhan dan perkembangan komposisi karkas pada ternak pedaging, dapat distimulasi dengan perlakuan diantaranya adalah pemberian antibiotika dan

2 6 hormon. Antibiotika yang sering ditambahkan di dalam pakan adalah penisilin, klortetrasiklin, dan oksitetrasiklin (Lawrie 2003; Soeparno 2005). Antibiotika Antibiotika adalah suatu zat kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri, yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti cendawan (penisilin), bakteri (tetrasiklin dan eritromisin), atau bahan sintetik (sulfonamide dan florkuinolon) atau semi sintetik (amoksisilin, klarithromisin dan doksisiklin) (Guardabassi dan Kruse 2008). Menurut spektrum aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi dua yaitu antibiotika berspektrum sempit dan antibiotika berspektrum luas. Antibiotika berspektrum sempit antara lain penisilin, eritromisin, dan oleandomisin yang efektif terhadap bakteri Gram positif serta gentamisin dan streptomisin yang efektif terhadap bakteri Gram negatif. Berbeda dengan antibiotika berspektrum sempit yang hanya berefek sebagai anti bakteri terhadap beberapa jenis bakteri, antibiotika berspektrum luas mempunyai efek anti bakteri lebih luas baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Contoh antibiotika berspektrum luas adalah kloramfenikol dan tetrasiklin (Wattimena et al. 1991). Menurut Oka et al. (1995), berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu beta laktam; aminoglikosida; tetrasiklin; makrolida; peptida; polieter polisakarida; kloramfenikol; sulfonamida (Tabel 2).

3 7 Tabel 2 Golongan antibiotika beserta turunannya Golongan Turunan Beta Laktam Penisilin, Benzyl Penisilin, Amoksisilin, Ampisilin, Kloksasilin, Diklosasilin, Mesilinam, Nafsilin, Cephalonium, Cephazolin, Asam klavulanat Aminoglikosida Apramisin, Destomisin A, Dihidrostreptomisin, Fradiomisin, Hygromisin B, Gentamisin, Kanamisin, Streptomisin, Neomisin, Amikasin, Kanamisin sulfat, Framisetin Tetrasiklin Klortetrasiklin, Doksisiklin, Oksitetrasiklin HCL, Minosiklin HCL Makrolida Eritromisin, Kitasamisin, Mirosamisin, Spiramisin, Tylosin, Roxithromisin, Azithromisin Peptida Avoparcin, Bacitracin, Kolistin, Thiopeptin, Virginamisin Polieter Flavophospholipol, Lasalosid, Monensin, Salinomisin, Avilamisin Kloramfenikol Kloramfenikol, Tiamfenikol Sumber : Oka et al. (1995) Antibiotika yang banyak digunakan pada ternak adalah beta laktam, tetrasiklin, aminoglikosida, inkosamid, makrolida, pleuromutilan, dan sulfonamid. Antibiotika ini diberikan melalui suntikan (sub kutan, intramuskular atau intravena), melalui oral yang ditambahkan dalam pakan, olesan pada permukaan kulit, intramammaria atau intrauterin. Seluruh rute pemberian antibiotika tersebut dapat menimbulkan residu pada bahan pangan asal hewan yang dihasilkan (Mitchell et al. 1998). Munculnya residu pada bahan pangan asal hewan terkait dengan tidak diperhatikannya lama waktu henti obat (withdrawal time) dan setiap obat memiliki masa waktu henti obat yang berbeda-beda.

4 8 Beta Laktam Antibiotika golongan beta laktam diberi nama berdasarkan adanya cincin beta laktam. Sifat-sifat dari antibiotika beta laktam sangat tergantung dari ikatan cincin beta laktam dan ikatan gugus asam pada karbon yang terikat pada nitrogen beta laktam. Cincin beta laktam merupakan kunci aktifitas antibiotika golongan beta laktam. Jika salah satu cincin tersebut tidak ada atau terlepas, maka antibiotika tidak mampu untuk menghambat enzim transpeptidase pada pembentukan lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Antibiotika beta laktam telah banyak dikembangkan dan ditemukan turunan baru dari golongan tersebut yang memiliki kemampuan menghambat bakteri yang lebih baik. Beberapa turunan beta laktam dengan strukturnya ditampilkan pada Tabel 3 (Morin dan Gorman 1995; Madigan et al. 2006). Tabel 3 Karakteristik dan struktur kimia turunan Beta Laktam Karakteristik Penisilin Alami Benzylpenisilin (penisilin G) - bekerja efektif terhadap bakteri Gram positif - sensitif terhadap enzim beta laktamase Penisilin Semisintetik Methisilin - stabil terhadap asam - resisten terhadap enzim beta laktamase Ampisilin - spektrum luas (terutama Gram negatif) - stabil terhadap asam - sensitif terhadap enzim beta laktamase Carbenisilin - spektrum luas terutama Pseudomonas aeruginosa - stabil terhadap asam, namun tidak efektif diberikan melalui oral - sensitif terhadap enzim beta laktamase Sumber : Madigan et al. (2006) Struktur kimia

5 9 Mekanisme kerja antibiotika beta laktam dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi transpeptidase yang dikatalis oleh enzim transpeptidase (Penicillin binding proteins = PBPs) dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai peptida dan glukan. Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotika beta laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis reaksi transpeptidase, walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi. Pemberian secara oral hanya 5-30% dari dosis yang diserap, tergantung pada stabilitas asam dan ikatan pada makanan. Setelah penyerapan, penisilin tersebar luas dalam jaringan dan cairan tubuh (Adam 2002). Aminoglikosida Aminoglikosida merupakan golongan antibiotika dengan sifat kimia, antimikrobial, farmakologi, dan toksisitas yang sama serta mempunyai polar basa organik. Golongan antibiotika ini dihasilkan oleh bakteri dari golongan Streptomyces dan Micromonospora (Tjay dan Rahardja 2008). Golongan antibiotika ini terdiri dari streptomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, apramisin, amikasin, dihidrostreptomisin, dan neomisin. Antibiotika golongan aminoglikosida banyak digunakan pada pengobatan manusia maupun hewan. Antibiotika ini efektif terhadap bakteri Gram negatif maupun bakteri Gram positif, diantaranya adalah bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klabsiela, Proteus, Seratia, dan Salmonella (Hisao et al. 1995). Aktivitas antibiotika golongan aminoglikosida ini bersifat bakterisidal, berdasarkan kemampuannya untuk menembus dinding sel bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel, merusak translasi RNA dan DNA sehingga biosintesa protein terganggu (Tjay dan Rahardja 2008). Aminoglikosida yang diberikan secara parenteral dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran dan organ keseimbangan (ototoksis), terutama pada lansia. Selain itu efek negatif penggunaan antibiotika ini dapat merusak ginjal, kelemahan otot dan depresi

6 10 pernafasan. Pada penggunaan secara oral, nausea, muntah, dan diare khususnya pada pemberian dosis tinggi. Aminoglikosida dapat melewati plasenta dan merusak ginjal serta menimbulkan ketulian pada bayi, sehingga antibiotika ini tidak dianjurkan selama kehamilan (Salyers dan Whitt 2005; Tjay dan Rahardja 2008). Aminoglikosida bersifat larut di dalam air, stabil pada ph asam maupun basa, serta tahan terhadap pemanasan. Antibiotika ini biasanya digunakan sebagai feed additives yang dicampurkan pada pakan atau air minum atau dapat pula diberikan melalui injeksi (Hisao et al. 1995). Resistensi bakteri terhadap antibiotika golongan aminoglikosida dapat terjadi akibat kemampuan bakteri menghasilkan enzim yang dapat merombak struktur antibiotika. Resistensi bakteri terhadap streptomisin dan kanamisin dilaporkan sering terjadi, dengan pemberian yang dikombinasikan bersama antibiotika beta laktam dapat menghambat terjadinya resistensi dan pemberian kombinasi tersebut dapat saling memperkuat potensi obat (Tjay dan Rahardja 2008). Makrolida Makrolida merupakan golongan antibiotika yang kerjanya bersifat bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif. Mekanisme kerjanya sama seperti tetrasiklin yaitu melalui pengikatan reversibel pada ribosom bakteri, sehingga menghambat sintesa protein. Antibiotika ini merupakan pilihan pertama pada penyakit infeksi paru-paru, infeksi usus yang disebabkan Campylobacter jejuni dan menjadi pilihan kedua bila terjadi resistensi atau hipersensitifitas terhadap penisilin. Efek samping dari golongan antibiotika ini adalah terjadi gangguan usus dan lambung seperti nyeri perut, diare, nausea, pada dosis tinggi dapat mengakibatkan ketulian dan antibiotika ini dapat mengganggu fungsi hati. Pemberian makrolida pada hewan coba yang sedang bunting mengakibatkan gangguan pada janin, sehingga penggunaan makrolida dilarang pada trimester pertama kehamilan (Adam 2002; Tjay dan Rahardja 2008).

7 11 Tetrasiklin Tetrasiklin adalah antibiotika yang umum digunakan sebagai obat hewan dan diisolasi dari bakteri Streptomyces aureofaciens. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama kali ditemukan adalah klortetrasiklin dari Streptomyces aurofaciens, kemudian oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Golongan ini merupakan antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein mikroba. Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas, artinya antibiotika ini memiliki kemampuan melawan sejumlah bakteri patogen (Yuningsih et al. 2005). Antibiotika golongan tetrasiklin biasanya digunakan pada infeksi saluran pernafasan dan paru-paru, saluran kemih, kulit, dan mata (Tjay dan Rahardja 2008). Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus, di dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar antibiotika golongan tetrasiklin hanya 10-20% dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa, dan sumsum tulang serta di sentin dan gigi (Karlina et al. 2009). Efek samping penggunaan antibiotika golongan tetrasiklin adalah sifat penyerapannya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada janin dan anak-anak sehingga semua golongan tetrasiklin dilarang untuk diberikan pada usia kehamilan setelah bulan keempat, ibu menyusui serta anak-anak sampai usia mencapai delapan tahun. Pembentukan kompleks tetrasiklin-kalsiumfosfat dapat menimbulkan gangguan pada struktur kristal gigi serta pewarnaan dengan kuning kecoklatan yang lebih mudah berlubang (caries), efek lain adalah fotosensitasi yaitu kulit menjadi lebih peka terhadap cahaya, menjadi kemerahan dan gatal (Tjay dan Rahardja 2008). Bakteri yang telah resisten terhadap antibiotika ini diantaranya adalah Staphylococcus dan Streptococcus, bakteri Gram negatif seperti Pseudomonas, Proteus, Klabsiella, Enterobacter, dan Serratia (Tjay dan Rahardja 2008).

8 12 Penggunaan Antibiotika di Peternakan Penggunaan antibiotika pada hewan sama seperti pada manusia, yaitu untuk mengobati infeksi bakteri, membasmi agen penyakit, menyelamatkan hewan dari kematian, mengembalikan kondisi hewan untuk berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan mencegah penyebaran mikroorganisme ke lingkungan sekitarnya yang dapat mengancam kesehatan hewan dan manusia (Butaye et al. 2003). Ditemukannya residu antibiotika pada karkas juga dapat terjadi karena penambahan antibiotika pada pakan ternak. Residu antibiotika ini menimbulkan dampak yang lebih besar bila antibiotika digunakan sebagai pemacu pertumbuhan. Efek yang dihasilkan dengan penambahan antibiotika pada pakan yang utama adalah peningkatan deposit protein, biasanya terkait dengan penurunan penggunaan lemak dan meningkatkan produksi daging. Hal ini terjadi akibat meningkatnya efisiensi konversi pakan menjadi daging. Residu antibiotika yang ditimbulkan pada produk asal ternak, berakibat buruk bagi kesehatan manusia (Reig dan Toldra 2008). Antibiotika sebagai imbuhan pakan digunakan secara luas di banyak negara, sehingga keberadaan residu antibiotika pada daging tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Sebagai gambaran, hasil survei keberadaan residu antibiotika di Amerika Serikat tahun 2008 dilaporkan pada hewan domestik dapat dilihat pada Tabel 4.

9 13 Tabel 4 Survei residu antibiotika di Amerika Serikat tahun 2008 dengan jumlah total sampel ekor Antibiotika Jumlah sampel positif Penisilin 34 Gentamisin Sulfat 39 Neomisin 178 Oksitetrasiklin 12 Tetrasiklin 7 Tilmikosin 6 Sulfamethazin 27 Sulfametoxazol 28 Flunixin 42 Desfuroylceftiofur DCA 19 Sumber : FSIS (2009) Antibiotika olaquinodik, basitrasin, tilosin, dan virginiamisin sudah dilarang penggunaannya sebagai imbuhan pakan di Eropa sejak tahun Berdasarkan Feed Additive Compendium, ada beberapa antibiotika yang direkomendasikan sebagai imbuhan pakan pada pakan unggas dan hewan lain, seperti penisilin, basitrasin, streptomisin, eritromisin, tilosin, neomisin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin, linkomisin, spiramisin, dan virginiamisin (Butaye et al. 2003). Beberapa peneliti melaporkan bahwa dibutuhkan antibiotika dalam jumlah banyak untuk pengobatan, pencegahan, dan sebagai pemacu pertumbuhan pada ternak penghasil daging. Di Australia, penggunaan antibiotika pada peternakan masih digunakan sebagai pengobatan yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, dan jamur (NRS 2010). Penggunaan antibiotika sebagai pengobatan maupun pemacu pertumbuhan ternak masih banyak digunakan di Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di beberapa daerah menunjukkan banyak ditemukan residu antibiotika pada produk hewan (Tabel 5).

10 14 Tabel 5 Data survei residu antibiotika pada daging segar dan daging olahan di beberapa daerah di Indonesia Jenis antibiotika (n = 572) (n = 412) (n = 100) Bali, NTB, NTT NTB dan NTT Kab. Badung Penisilin 31 (5.4%) 8 (1.9%) 10 (10%) Tetrasiklin 2 (0.3%) 7 (1.7%) 3 (3%) Aminoglikosida 18 (3.1%) 6 (1.4%) 2 (2%) Makrolida 83 (14.5%) 4 (0.9%) 4 (4%) Sumber : Dewi et al. (2002); Handayani et al.(2003); Handayani et al. (2004) Laporan World Health Organization (WHO) menyebutkan munculnya resistensi bakteri patogen terhadap antibiotika menjadi permasalahan di seluruh dunia. Munculnya fenomena resistensi bakteri patogen tersebut diantaranya disebabkan oleh penggunaan antibiotika yang tidak tepat pada ternak. Resistensi bakteri patogen terhadap antibiotika pada hewan dapat ditularkan ke manusia, akibat terbawanya gen resisten tersebut dalam bahan pangan asal hewan seperti daging, telur, dan susu yang dikonsumsi (Barber et al. 2003; WHO 2011). Dampak Residu Antibiotika Residu adalah senyawa asal dan atau metabolitnya yang terdapat dalam jaringan produk hewan dan termasuk residu hasil uraian lainnya dari obat tersebut. Semua cara pemberian antibiotika dapat menyebabkan terjadinya residu dalam pangan asal hewan seperti daging, susu, dan telur (Phillips et al. 2004). Batas maksimum residu (BMR) antibiotika ditampilkan pada Tabel 6.

11 15 Golongan antibiotika Tabel 6 Batas Maksimum Residu (BMR) antibiotika Turunan antibiotika Negara (ppb) SNI Aus Codex Beta Laktam Penisilin Ampisilin Amoksilin Benzylpenisilin Aminoglikosida Apramisin Gentamisin Streptomisin, Tetrasiklin Klortetrasiklin Doksisiklin Oksitetrasiklin Makrolida Eritromisin Spiramisin Tilosin Sumber : SNI (2000); Codex (2006); NRS (2010) Pakan yang mengandung antibiotika akan berinteraksi dengan jaringan (organ) dalam tubuh ternak, walaupun dalam jumlah kecil tetapi akan berefek kronis dan tetap berada dalam tubuh ternak. Senyawa induk dan metabolitnya sebagian akan dikeluarkan dari tubuh melalui urin dan feses, tetapi sebagian lagi akan tetap tersimpan di dalam jaringan (organ tubuh) yang disebut sebagai residu. Jika pakan dicampur antibiotika secara terus menerus, maka residu antibiotika tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dengan konsentrasi yang bervariasi diantara organ tubuh (Adam 2002). Keberadaan residu dalam produk hewan disebabkan karena tidak diperhatikannya waktu henti obat (withdrawal time) saat hewan dipotong. Masing-masing antibiotika memiliki waktu henti obat yang berbeda-beda, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.

12 16 Tabel 7 Lama waktu henti (withdrawal time) antibiotika yang digunakan pada ternak sapi di Canada Jenis antibiotika Cara pemberian Maksimal lama waktu henti obat pada daging (hari) Penisilin Suntikan 5 Ampisilin Suntikan 6 Tetrasiklin Oral 5 Oksitetrasiklin Imbuhan pakan 28 Klortetrasiklin Bervariasi 18 Gentamisin Bervariasi 30 Neomisin Imbuhan pakan 7 Tilosin Bervariasi 21 Eritromisin Bervariasi 14 Tilmikosin Suntikan 21 Sumber: Oka et al. (1995) Residu antibiotika dalam pangan asal hewan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia diantaranya menyebabkan reaksi alergi, efek toksik, mengganggu keseimbangan flora usus, dan efek biologis resistensi mikroorganisme (Bahri et al. 2005). Reaksi Alergi Alergi atau intoleransi adalah reaksi abnormal yang berhubungan dengan substansi alami yang tidak membahayakan banyak individu (Nhiem 2005). Reaksi alergi pada individu yang sensitif terhadap antibiotika banyak dilaporkan, khususnya terhadap penisilin. Prevalensi reaksi alergi terhadap penisilin diperkirakan sebesar 3-10%. Reaksi alergi yang muncul mulai dari reaksi ringan seperti bintik-bintik pada kulit sampai terjadinya reaksi anafilaksis yang dapat berakibat fatal (Doyle 2006).

13 17 Efek Toksik Antibiotika dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung antibiotika memiliki sifat toksik bagi manusia, sebagai contoh khloramfenikol memiliki efek samping yang cukup serius, yaitu penekanan aktivitas sumsum tulang yang berakibat pada gangguan pembentukan sel-sel darah merah. Kondisi ini dapat menyebabkan aplastik anemia yang secara potensial berakibat fatal (Naim 2002). Efek toksik pada manusia akibat residu antibiotika yang terdapat dalam bahan pangan asal hewan, erat hubungannya dengan dosis dan jangka waktu pengunaan antibiotika pada ternak (Focosi 2005). Mengganggu Keseimbangan Flora Usus Penggunaan antibiotika tidak hanya menyebabkan resistensi pada bakteri patogen yang sedang ditangani tetapi juga pada mikroorganisme lain yang ada dalam saluran pencernaan. Kemungkinan lain adalah adanya gangguan terhadap flora normal yang ada pada saluran pencernaan manusia karena adanya residu antibiotika pada makanan. Berkurangnya flora normal dalam saluran pencernaan akan mengakibatkan berkembangnya bakteri patogen (Reig dan Toldra 2008). Penambahan antibiotika dalam pakan akan menekan mikroorganisme dalam usus sehingga dapat membantu memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan bobot ternak. Namun, pengunaan antibiotika sebagai feed additive dikhawatirkan merubah proporsi dari bakteri spesifik di dalam saluran pencernaan (seperti Enterococcus faecium, Campylobacter spp., E. coli) yang terus membentuk koloni lebih banyak dari spesies bakteri yang tidak berbahaya, sehingga menekan pertumbuhan bakteri yang tidak berbahaya (Metzler et al. 2005). Semakin lama waktu bakteri terpapar dengan antibiotika maka akan semakin tinggi kesempatan terjadinya mutasi, sehingga menimbulkan strain yang kurang sensitif terhadap antibiotika tersebut. Otoritas kesehatan pangan Eropa melaporkan bahwa residu antibiotika pada daging yang dikonsumsi akan menimbulkan reaksi alergi dan resistensi bakteri patogen terhadap antibiotika dapat ditularkan ke manusia melalui rantai makanan. Dampak lain yang

14 18 ditimbulkan dari residu antibiotika pada pangan segar asal hewan adalah dampak yang ditimbulkan terhadap mikroflora normal yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia yang secara normal berfungsi sebagai barier terhadap bakteri patogen. Akibat adanya residu antibiotika pada makanan yang dikonsumsi akan mengurangi jumlah mikroflora normal yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia (Reig dan Toldra 2008). Berkurangnya mikroflora normal dalam saluran pencernaan akan mengakibatkan bakteri patogen yang tidak diinginkan tumbuh semakin banyak. Residu antibiotika akan mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri patogen seperti Salmonella sp, Clostridum difficele, Campylobacter sp, Entero-Phatogenic E. coli, Staphylococcus aureus, Candida sp terhadap antibiotika. Berkembangnya bakteri patogen ini akan mengakibatkan diare atau enterocolitis. Residu antibiotika ini juga dapat mengakibatkan meningkatnya ketebalan dan atau aktifitas enzim beberapa bakteri di dalam usus, namun belum diketahui akibatnya secara pasti (Corpet 2000). Efek Biologis Masalah resistensi mikroba terhadap antibiotika bukanlah masalah yang baru. Sejak tahun 1963, WHO telah mengadakan pertemuan tentang aspek kesehatan masyarakat dari penggunaan antibiotika dalam makanan dan bahan makanan. Penggunaan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotika yang umum digunakan untuk terapi. Konferensi WHO pada tahun 1997 di Berlin membahas tentang dampak medis akibat penggunaan antibiotika pada pakan ternak (Angulo 2004). Berdasarkan The Committee for Veterinary Medical Products, istilah resistensi antibiotika mengacu pada dua pengertian, yaitu resistensi mikrobial dan resistensi klinik. Resistensi mikrobial adalah suatu proses biologik yang terkait dengan berbagai mekanisme resistensi yang melibatkan peran gen resistensi pada satu bakteri. Resistensi mikrobial dipengaruhi oleh suatu enzim yang membuat antibiotika tidak aktif. Resistensi klinik adalah resistensi bakteri yang bergantung pada respon dari bakteri tersebut terhadap pengobatan yang diberikan. Dalam pengertian resistensi klinik keberhasilan pengobatan antibiotika tergantung pada

15 19 dosis antibiotika yang diberikan, spesies agen penyakit, mekanisme farmakokinetik antibiotika, status pertahanan tubuh inang, dan konsentrasi antibiotika yang dapat mencapai bakteri dalam organ atau jaringan tubuh inang (EMEA 1999; Fluit et al. 2001). Munculnya resistensi bakteri terhadap antibiotika dipengaruhi oleh adanya gen resistensi yang terdapat dalam plasmid, transposon, atau dalam kromosom bakteri. Resistensi beta laktam umumnya diakibatkan oleh kemampuan mikroba mensintesis enzim penisilinase yang mampu memecah cincin beta laktam penisilin menjadi penicilloic acid yang tidak aktif (Nastasi et al. 2000). Gen bakteri yang mengendalikan sifat resistensi antibiotika umumnya spesifik terhadap antibiotika atau golongan antibiotika tertentu, tapi beberapa gen resisten dapat mengendalikan satu jenis atau golongan antibiotika yang sama. Sebagai contoh, pada golongan beta laktam terdapat paling sedikit 25 gen resisten, golongan aminoglikosida terdapat 18 gen resisten, golongan ampisilin terdapat 4 gen resisten, golongan tetrasiklin terdapat 24 gen resisten, golongan kloramfenikol terdapat 7 gen resisten, dan golongan trimetoprim-sulfametoksasol terdapat 15 gen resisten (Salyers dan Whitt 1994; Fluit et al. 2001; Cabrera et al. 2004; Chen et al. 2004) Konsekuensi dari penggunaan antibiotika dalam dunia peternakan adalah kemungkinan terjadinya transfer dari gen-gen resisten yang berasal dari isolat hewan pada bakteri patogen dalam tubuh manusia. Hal ini menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat karena adanya suatu penemuan yang memperlihatkan bahwa bakteri tersebut dapat masuk ke dalam rantai makanan manusia dan dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada mikroba dalam tubuh manusia yang akhirnya akan mempengaruhi kesehatan (Nicholls 2000; Barber et al. 2003). Beberapa peneliti melaporkan bahwa permasalahan resistensi bakteri patogen terhadap antibiotika pada hewan dan manusia disebabkan oleh pemakaian yang salah dan berlebihan pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh, Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin, Pseudomonas aeruginosa yang multiresisten, Mycobacterium tuberculosis, Salmonella typhi, dan

16 20 Salmonella enteritidis yang resisten terhadap fluorokuinolon (Piddock 1995; Wain et al. 1997). Penggunaan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan dilarang sejak tahun 1986, sejak saat itu antibiotika hanya diijinkan digunakan oleh dokter hewan sebagai terapi untuk penyembuhan atau pencegahan penyakit. Kemudian pada tahun 1999, European Union Scientific Steering Committee telah meninjau ulang penggunaan antibiotika sebagai pengobatan dan non pengobatan dalam European Commission Health and Consumer Protection Directorate Sebagai konsekuensinya maka penggunaan antibiotika dalam pakan di Eropa telah dilarang pada tahun 1999 sebagai sebuah tindakan percobaan pengukuran untuk meminimalisir risiko peningkatan bakteri yang resisten dan untuk menjaga efektivitas kegunaan beberapa antibiotika dalam pengobatan (Metzler et al. 2005). Selama beberapa dekade, peningkatan bakteri yang resisten terhadap antibiotika menimbulkan persoalan tentang penggunaan antibiotika, terkait dengan residu pada bahan pangan dan peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotika. Berbagai usaha terus dilakukan untuk mengawasi penggunaan antibiotika baik sebagai terapi maupun pemacu pertumbuhan (Reig dan Toldra 2008). Metode Pengujian Residu Antibiotika Pengujian residu antibiotika dapat dilakukan dengan beberapa cara mulai dari pengujian rapid test, screening test sampai uji konfirmasi. Beberapa pilihan rapid test diantaranya Premi Test, Beta star, SNAP. Pemeriksaan residu dengan metode screening dapat dilakukan dengan menggunakan bioassay, ELISA, TLC. Sedangkan untuk uji konfirmasi digunakan HPLC atau HPLC/MS/M) (Nisha 2008). Rapid Test Premi Test (rapid test) merupakan alat yang dapat digunakan untuk uji screening golongan antibiotika secara umum yang terdapat di dalam daging (sapi, babi, unggas), ikan, telur, pakan, dan urin. Premi Test menggunakan Bacillus stearothermophilus yang merupakan bakteri yang sensitif terhadap antibiotika

17 21 golongan beta laktam, tetrasiklin, makrolida dan sulfonamide. Premi Test telah diakreditasi oleh AFNOR (asosiasi kenormalan Prancis). Validasi dilakukan dengan cara membandingkan Premi Test dengan standar pengujian Prancis (uji empat cawan) dan protokol STAR (uji lima cawan) (Gaudin 2011). Substansi Beta laktam Tabel 8 Limit deteksi Premi Test (ppb) Daging ayam Daging babi Daging sapi Telur Urin Madu Amoksisilin <12.5 Ampisilin Penisilin <12.5 Tetrasiklin Clortetrasiklin Oxytetrasiklin Tetrasiklin Aminolikosida Gentamisin Streptomisin Neomisin Makrolida Tylosin Erytromisin Lincomisin Sumber : R-biopharm 2010 Hasil uji dapat diperoleh dalam waktu kurang dari 4 jam. Prinsip kerja dari Premi Test ini adalah kemampuan menghambat bakteri Bacillus stearothermophilus yang sensitif terhadap antibiotika dan komponen sulfa. Alat ini mudah diaplikasikan dan mudah digunakan sebagai uji screening oleh peternak, petugas rumah potong hewan, pengolah daging dan lain-lain. Dibandingkan dengan meode konvensional, Premi Test ini lebih efektif dan efisien.

18 22 Bioassay (Uji Tapis) Bioassay merupakan suatu pengujian menggunakan mikroorganisme untuk mendeteksi senyawa antibiotika yang masih aktif. Uji tapis dengan menggunakan bioassay pada daging, telur, dan susu dapat dilakukan untuk mendeteksi residu antibiotika golongan penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida. Prinsip pengujian ini adalah bahwa residu antibiotika akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar. Penghambatan dapat dilihat dengan terbentuknya daerah hambatan di sekitar kertas cakram. Untuk pengujian residu penisilin digunakan bakteri Bacillus stearothermophilus American Type Culture Collection (ATCC) 7953, untuk pengujian residu tetrasiklin digunakan Bacillus cereus ATCC 11778, untuk pengujian residu aminoglikosida digunakan Bacillus subtilis ATCC 6633, dan untuk pengujian residu makrolida digunakan Kocuria rizophila (Micrococcus luteus) ATCC High Performance Liquid Chromatography (HPLC) High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. Kerja HPLC pada prinsipnya adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa geraknya. Perbedaan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah HPLC menggunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan kecepatannya untuk sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah. Teknik ini sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai afinitas selektif antara fase diam tertentu dan fase gerak tertentu sehingga dapat diperoleh kromatogram yang memuat waktu tambat serta tinggi puncak suatu senyawa (Evans 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Residu Antibiotik Pengujian residu antibiotik pada daging ayam dan sapi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode uji tapis (screening test) secara bioassay, sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat yang sehat dan produktif dapat terwujud melalui perlindungan dan jaminan keamanan produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Salah satu upaya yang harus

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Susu Susu adalah cairan yang berasal dari ambing ternak perah yang sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar sesuai ketentuan yang berlaku yang

Lebih terperinci

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan asal hewan sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia dini yang karena laju pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan sampel berdasarkan jumlah susu pasteurisasi yang diimpor dari Australia pada tahun 2011 yaitu 39 570.90 kg, sehingga jumlah sampel yang diuji dalam penelitian ini sebanyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia, terutama broiler saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa pemeliharaan broiler untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan asal hewan merupakan sumber zat gizi, termasuk protein yang banyak mengandung asam amino, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor sehingga bermanfaat bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak ditemukannya antibiotik oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh peternak ayam petelur adalah gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi meliputi manajemen,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi yolk sac merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan pada anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Infeksi yolk sac dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

2.2. Mekanisme kerja Antibiotika Beta- laktam

2.2. Mekanisme kerja Antibiotika Beta- laktam TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotika Antibiotika adalah senyawa berat dengan molekul rendah yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika dihasilkan oleh mikroorganisme, khususnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian residu antibiotika terhadap sampel daging bagian paha, sayap, dada, hati, ginjal dan kaki ayam pedaging menggunakan metode Bio-Assay atau Screening Test yang mengacu pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flora Normal Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke. dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu

I. PENDAHULUAN. Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke. dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIKA Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Dewasa ini berbagai jenis antimikroba telah tersedia untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat anti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip pengobatan kombinasi terhadap suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan kuno. Masyarakat Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria sering menggunakan

Lebih terperinci

KEBERADAAN RESIDU ANTIBIOTIKA DALAM PRODUK PETERNAKAN (SUSU DAN DAGING)

KEBERADAAN RESIDU ANTIBIOTIKA DALAM PRODUK PETERNAKAN (SUSU DAN DAGING) KEBERADAAN RESIDU ANTIBIOTIKA DALAM PRODUK PETERNAKAN (SUSU DAN DAGING) YUNINGSIH Balai Penelitian Veteriner Jl. RE. Martadinata No. 30, P.O. Box. 151, Bogor 16114 ABSTRAK Beberapa macam antibiotika dipergunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia karena temperatur yang tropis, dan kelembaban

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat.

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat. 23 METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Pengambilan sampel daging sapi impor untuk penelitian ini dilakukan di Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH). Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Balai Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Antibiotik merupakan obat yang banyak diresepkan pada pasien, namun penggunannya sering kali tidak tepat. Akibatnya terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap

Lebih terperinci

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit demam tifoid berdasarkan pada angka kejadiannya, masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI

PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI PENGARUH SUHU PEMANASAN TERHADAP KANDUNGAN RESIDU ANTIBIOTIK DALAM AIR SUSU SAPI ELLIN HARLIA, ROOSTITA L. BALIA dan DENNY SURYANTO Jurusan Teknologi Hasil Ternak Fakultas an Universitas Padjadjaran ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya 1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan berperan dalam pembentukan hormon-hormon anak ginjal, testis, dan ovarium. Kolesterol merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Campylobacter jejuni yang diuji dalam penelitian ini berasal dari wilayah Demak dan Kudus. Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terdapat perbedaan karakter pola resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri komensal dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010). Streptococcus pneumoniae menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Susu Bubuk

TINJAUAN PUSTAKA Susu Bubuk 4 TIJAUA PUSTAKA Susu Bubuk Salah satu metode untuk memperpanjang masa simpan susu adalah dengan mengubahnya menjadi susu bubuk. Susu bubuk telah dihasilkan mulai 100 tahun yang lalu dan berkembang pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 100 genus Actinomycetes hidup di dalam tanah. tempat-tempat ekstrim seperti daerah bekas letusan gunung berapi.

BAB I PENDAHULUAN. 100 genus Actinomycetes hidup di dalam tanah. tempat-tempat ekstrim seperti daerah bekas letusan gunung berapi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Actinomycetes adalah bakteri gram positif, filamentus, membentuk spora dan mempunyai kandungan G+C tinggi (57-75%). Actinomycetes sering dianggap kelompok peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan Keamanan pangan didefinisikan dalam Undang-Undang Pangan RI Nomor 7 tahun 1996 sebagai suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang. Ayam pedaging merupakan ternak yang paling ekonomis bila

I. PENDAHULUAN. Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang. Ayam pedaging merupakan ternak yang paling ekonomis bila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang dipelihara secara intensif. Daging ayam pedaging yang berkualitas tinggi memiliki warna merah terang dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt 1. ANTIBAKTERIA Alexander Flemming (1881-1955) Penicillin ANTIBAKTERIA Bakteri memasuki tubuh penetrasi ke jaringan tubuh terjadi infeksi Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap individu biasanya terdapat 100 hingga 200 spesies. Jika saluran akar telah terinfeksi, infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan penyebab berbagai macam penyakit yang telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). Mikroorganisme berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengawet adalah substansi kimia yang berguna untuk melindungi produksi makanan, stimulan, produksi obat-obatan, dan kosmetik untuk melawan perubahan berbahaya yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Subjek Penelitian Dari data pasien infeksi saluran kemih (ISK) yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada jangka waktu Januari 2001 hingga Desember 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Staphylococcus aureus adalah jenis bakteri. Ini Gram positif noda dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini ditemukan dalam anggur seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Mojosari merupakan itik lokal yang berasal dari Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Itik ini merupakan petelur unggul. Telur itik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit dan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi

Lebih terperinci