I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak dan gas bumi (migas) adalah sumber daya alam tidak terbarukan yang bernilai ekonomis dan strategis. Sampai saat ini migas masih merupakan sumber energi yang menjadi pilihan utama bagi industri, transportasi dan rumah tangga. Selain itu, pemanfaatan berbagai produk akhir atau produk turunan (derivative) minyak bumi juga semakin meningkat sehingga peningkatan akan permintaan minyak dan gas bumi di seluruh dunia telah mengakibatkan pertumbuhan dan ekspansi pada kegiatan eksplorasi dan pengolahan minyak mentah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu daerah yang melakukan kegiatan eksploitasi dan pengolahan minyak mentah cukup tinggi di Indonesia adalah Propinsi Jawa Barat yang menempati peringkat kelima terbesar setelah Riau, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Lampung, dengan volume produksi mencapai 4,31 % dari produksi total Indonesia. Sedangkan untuk gas alam, Jawa Barat yang mempunyai 84 lapangan migas ( menempati peringkat ketiga dengan produksi 11,27 % dari produksi total gas alam Indonesia. Produksi migas tahunan Jawa Barat pada tahun 2004 sebesar barrel oil perday (BOPD) dan 468 million matric standard cubic feet perday (MMSCFD). Kegiatan produksi minyak dan gas bumi merupakan suatu rangkaian proses yang kompleks dengan melibatkan berbagai kegiatan industri minyak bumi, mulai dari hulu (upstream) sampai hilir (downstream). Kegiatan hulu (Upstream) meliputi kegiatan eksplorasi (pencarian), eksploitasi (pengangkatan) melalui kegiatan pengeboran dan penyelesaian sumur, sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan minyak mentah untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan minyak. Kegiatan hilir (downstream) meliputi kegiatan prosessing (pengolahan) melalui kegiatan kilang minyak (refinery) untuk memproduksi bahan bakar beserta turunannya dan marketing serta distribusi melalui kegitan penyimpanan (storage). Minyak bumi di lapangan minyak (oilfields) umumnya diproduksi dari beberapa sumur minyak (oilwell). Sumur-sumur minyak ini menghasilkan fluida yang mengandung campuran minyak bumi, gas bumi dan air. Fluida yang dihasilkan dari beberapa sumur minyak ini dikumpulkan ke pusat pengolahan yang memiliki berbagai fasilitas produksi yang disebut sebagai stasiun

2 2 pengumpul (gathering station atau GS) untuk memisahkan produk minyak bumi dari komponen-komponen lain yang terdapat di dalam fluida, yaitu gas bumi dan air. Pada saat fluida di permukaan, gas yang terlarut di dalam fluida akan terpisahkan lebih dahulu karena tekanan di dalam reservoir (tempat terkumpulnya dan terjebak minyak dan gas bumi secara alami di bawah tanah) lebih tinggi dibandingkan di bubblepoint (suhu pertama kalinya suatu cairan terbentuk gelembung gas, yang menandakan cairan itu mulai mendidih). Gas yang terlarut dalam fluida ini disebut sebagai associated gas, yang lebih dikenal dengan nama gas ikutan (flaring gas). Gas ikutan atau associated gas (flaring gas) ini terproduksi pada lapangan minyak (oil field), pada waktu pengeboran (drilling) atau pada pekerjaan lanjutan (workover), kilang minyak (refinery) pada waktu proses pengolahan minyak mentah, pabrik kimia (chemical plant) dan lahan sampah (landfill). Gas ikutan yang dibahas pada penelitian ini adalah gas ikutan yang terproduksi pada lapangan minyak. Gas ikutan tersebut pada umumnya digunakan sendiri untuk keperluan operasi produksi di lapangan (own use) atau di recovery (ditangkap) sisanya biasanya dibakar (flare) atau di buang keatmosfer (venting) berdampak pada pencemaran udara. Kegiatan industri minyak dan gas bumi umumnya berpotensi menimbulkan dampak pada lingkungan. Baik pada proses produksi, pengolahan minyak bumi, penyimpanan maupun industri yang menggunakan minyak bumi, akan dihasilkan bahan-bahan yang merupakan salah satu sumber pencemar lingkungan (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi secara Biologis; dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.129 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi). Bahan-bahan pencemar ini pada akhirnya akan masuk ke dalam lingkungan sehingga jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah pada lingkungan. Jumlah gas ikutan yang dihasilkan dari kegiatan industri migas sektor hulu (Upstream) di Indonesia relatif tinggi. Sebagai gambaran jumlah gas ikutan yang dibakar (flare gas) di Indonesia adalah sebesar 3,7 % (300,5 mmscfd) dari total gas yang diproduksi (Yunus, 2005). Padahal dengan masih potensialnya gas ikutan, maka gas ikutan dalam jumlah yang memenuhi syarat (cukup), dapat digunakan kembali untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan ini bisa dilakukan

3 3 setempat atau di industri lainnya yang lokasinya jauh dari lokasi gas tersebut diproduksi, dengan jalan memipakan gas (pipe line) yang dikompresikan terlebih dahulu. Kelebihan gas ikutan yang tidak dapat digunakan untuk keperluankeperluan tersebut dapat digunakan untuk gas lift, direinjeksikan kembali ke dalam sumur, dibakar (gas flaring), atau dibuang langsung ke atmosfer (venting). Pembakaran gas ikutan dan venting dilakukan untuk alasan (i) safety mengingat di dalam gas ikutan ini masih terdapat senyawa-senyawa yang mudah terbakar, yang apabila terlepas secara langsung di sekitar fasilitas pengolahan minyak dan gas bumi akan mudah terbakar, (ii) ketidakekonomisan melakukan recovery gas di fasilitas produksi, sehingga dibutuhkan unit pembakar dan vent stack. Adanya pembakaran gas ikutan ini selain akan menimbulkan pencemaran lingkungan, juga secara tidak langsung mengakibatkan terbuangnya potensi sumberdaya yang sebenarnya masih sangat potensial untuk dimanfaatkan. Padahal jumlah yang dihasilkan seharusnya sudah dapat memasok bahan baku industri seperti pada industri petrokimia. Hal ini sesuai dengan laporan Pusdatin ESDM (2006) yang mengatakan bahwa gas yang digunakan untuk bahan baku industri petrokimia (termasuk pupuk) besarnya 7,3 % (591,0 mmscfd). Oleh karena itu Badan Pengatur Minyak dan Gas (BP Migas) (08 May 2007) melalui program zero flaring berupaya untuk meminimalkan gas ikutan dengan cara memanfaatkan gas ikutan yang berada di lapangan produksi minyak bumi yang terbuang percuma dalam upaya pemanfaatan sebagai energi alternatif karena selain memiliki nilai ekonomis juga memiliki nilai strategis dan sekaligus mendukung program pengurangan pemanasan global (global warming). Berkaitan dengan hal tersebut pada telah diluncurkan Global Gas Flaring Reduction Public-Private Partnership (GGFR) pada World Summit on Sustainable Development di Bulan Agustus GGFR beranggotakan negaranegara penghasil minyak (OPEC), perusahaan minyak baik yang dimiliki negara maupun perusahaan multi nasional lainnya. Tujuan GGFR adalah memfasilitasi dan mendukung penurunan gas ikutan di dunia dengan cara bersama-sama untuk memanfaatkan gas ikutan sebagai energi yang bersih dan mencairkan hambatan-hambatan dalam pemanfaatan gas ikutan tersebut. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) juga sudah mencanangkan program penurunan cemaran gas ikutan dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan, yang tercermin pada rencana aksi kebijakan energi nasional secara terpadu. Salah satu

4 4 kebijakan untuk mendukung hal tersebut tertuang pada Blueprint Pengelolaan Energi Nasional yang memuat program-program utama pengelolaan energi nasional. Salah satu program utama yang tertuang pada blueprint tersebut adalah melakukan pemanfaatan kembali (reutilization) gas ikutan yang dihasilkan dari proses produksi minyak bumi (program utama ke enam) menjadi bahan yang bernilai ekonomis sehingga akan menguntungkan secara finansial. Hal ini juga sudah ditindak lanjuti oleh Direktorat Jenderal (Ditjend) Minyak dan Gas (Migas) yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang minyak dan gas bumi melalui program GOGII (Green Oil Gas Industry Initiative) (25 Juli 2008) untuk menjadikan industri migas yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan program zero flare, zero discharge, clean air and go renewable. Walaupun sudah ada kebijakan dari Dirjen MIGAS melalui Program GOGII namun hingga saat ini kajian yang ada kaitannya dengan pengurangan dan pemanfaatan kembali gas ikutan yang dihasilkan dari proses produksi bahan bakar fossil (BBF) masih sangat terbatas, bahkan penelitian ke arah pemanfaatan gas ikutan yang akan memberikan dampak terbesar pada sektor ekonomi, ekologi dan sosial hingga saat ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan clean development mechanism (CDM) untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, maka penelitian model pemanfaatan gas ikutan di perusahaan MIGAS secara terpadu dan holistik sangat penting untuk dilakukan. Pada saat ini gas ikutan di beberapa lokasi produksi minyak dan gas bumi sudah mulai dimanfaatkan menjadi LPG, bahan pembangkit tenaga listrik (power generator) atau sebagai kondensat. Selain itu juga telah dilakukan kajian terhadap gas ikutan, yakni oleh Indriani (2005) yang melakukan studi secara komprehensif mengenai potensi clean development mechanism (CDM) ditinjau secara teknik dan ekonomi penurunan gas ikutan di Indonesia pada sektor minyak dan gas. Peneliti lainnya adalah Dewi dan Chandra (2007) yang melakukan kajian tentang pemanfaatan gas ikutan dari fasilitas produksi minyak untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) di bawah mekanisme pembangunan bersih (CDM). Penelitian tentang pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, maka perlu dikaji pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam

5 5 mendukung pembangunan berkelanjutan yang mempunyai manfaat maksimal dengan dampak negatif pada lingkungan yang minimal serta dapat menjadikan perusahaan hidup berdampingan secara harmonis dengan masyarakat sekitarnya. Juga dilakukan penelitian model pemanfaatan gas ikutan di perusahaan migas dalam rangka mendukung mekanisme pembangunan bersih, sehingga dari sini akan dapat diketahui strategi mana yang paling menguntungkan secara ekologi, ekonomi dan sosial. Dalam hal ini apakah gas ikutan tersebut dijadikan LPG, bahan bakar (lean gas) power generator atau menjadi kondensat. Dalam rangka mendapatkan kebijakan pengelolaan gas ikutan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, maka penelitian model pemanfaatan gas ikutan di perusahaan MIGAS perlu segera dilakukan Tujuan Penelitian Penelitian ini, secara umum bertujuan untuk mengembangkan suatu model pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam rangka mendukung mekanisme pembangunan bersih. Penelitian difokuskan pada pemanfaatan kembali gas ikutan sebagai energi yang ramah lingkungan. Untuk membangun model pengelolaan eksploitasi minyak, beberapa tujuan spesifik yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui kondisi sistem pengolahan gas ikutan yang ada saat ini dan potensi pemanfaatannya 2. Mengetahui kelayakan ekonomi pemanfaatan gas ikutan dalam eksploitasi migas. 3. Mengembangkan disain model pengelolaan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site specific. 4. Menentukan strategi kebijakan pengelolaan gas ikutan yang menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan standar dalam pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak bumi dalam mendukung mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism in oil industry) Kerangka Pemikiran Kegiatan ekploitasi migas merupakan salah satu bagian pengelolaan sumberdaya alam yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, selain dihasilkan minyak dan gas, kegiatan

6 6 ekploitasi tersebut selalu menghasilkan gas ikutan dan limbah yang berpotensi menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Gas ikutan yang dihasilkan pada umumnya langsung dibakar. Pembakaran gas ikutan ini akan menghasilkan gas-gas emisi yang akan terlepas ke udara dan sebagian gas-gas emisi ini (CO 2, CH 4, dan H 2 O) akan terakumulasi di atmosfer bumi yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global (global warming). Demikian pula halnya dengan gas yang dilepas melalui vent stack (cerobong) berupa gas CH 4 (methan) yang merupakan salah satu dari komponen gas-gas rumah kaca. Selain mengakibatkan efek rumah kaca, kelebihan gas ikutan yang pada saat ini tidak digunakan dan kemudian dibakar atau venting (dibuang langsung ke atmosfer) juga merupakan salah satu kegiatan inefisiensi mengingat gas ikutan yang dibakar masih memiliki kandungan energi yang cukup untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar atau kandungan komponen-komponen gas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku LPG, kondensat, feed stock industri petrokimia (petrochemical), dan lain-lain. Hal ini juga dinyatakan pada Protokol Kyoto yang mendorong dunia untuk mengupayakan pengurangan gas-gas emisi rumah kaca dalam rangka mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim, terutama oleh negara-negara industri (developed countries) yang termasuk dalam Annex-I countries pada Protokol Kyoto. Protokol Kyoto juga memungkinkan negaranegara berkembang (developing countries) yang bukan termasuk negara-negara yang wajib menurunkan emisi rumah kaca (non-annex I countries) untuk dapat ikut serta dalam pelaksanaan pengurangan dampak perubahan iklim dan pemanasan global melalui mekanisme pembangunan bersih atau yang dikenal dengan clean development mechanism (CDM). Sejalan dengan Protokol Kyoto dan implementasi dari Protokol Kyoto tersebut, BP Migas telah berusaha untuk melakukan pembangunan bersih melalui anjuran pengurangan emisi gas ikutan dengan melakukan pengolahan dan pemanfaatan gas tersebut. Aplikasi CDM pada pengurangan gas ikutan di lokasi proses produksi minyak akan mendorong perusahaan-perusahaan yang mengusahakan pengolahan migas untuk melakukan pengurangan gas ikutan, mengingat aplikasi CDM memberikan keuntungan tambahan berupa revenue dari penjualan certified emission reduction (CER) yang dihasilkan dari kegiatan reduksi gas ikutan yang berkontribusi pada peningkatan dampak pemanasan global. Kegiatan reduksi

7 7 gas flaring yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan gas ikutan sebelum gas ini dibakar atau dibuang langsung ke atmosfer (venting) atau menginjeksikannya kembali (reinjection) dan menyimpannya di dalam formasi minyak bumi. Hal ini mengandung arti bahwa gas ikutan yang hendak dibakar, dimanfaatkan menjadi bahan baku produksi LNG, LPG, kondensate, atau produk-produk petrokimia atau sebagai bahan bakar pembangkit listrik dan steam melalui pemipaan gas yang telah dikompresikan terlebih dahulu (CNG= compessed natural gas), sehingga dapat memberikan keuntungan secara finansial yang cukup menarik. Melalui pengolahan gas ikutan menjadi produk LPG, kondensat dan lean gas maka akan diperoleh dampak positif secara ekonomi, ekologi dan sosial. Secara ekonomi, produk yang dihasilkan merupakan bahan bakar yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang dapat meningkatkan pendapatan perusahan dan PDRB daerah. Pengolahan gas ikutan juga akan mereduksi jumlah gas ikutan yang dibakar, yang berarti menurunkan pencemaran udara yang dihasilkan dalam proses pembakaran tesebut. Selain itu, usaha pengolahan gas ikutan tersebut akan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat dan masyarakat sekitar berpeluang mendapatkan pembinaan melalui kegiatan corporate social responsibility dari perusahaan pengolah gas ikutan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian pengembangan model pengelolaan gas ikutan yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, ramah lingkungan dan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar. Model tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai arahan dalam merumuskan kebijakan eksploitasi minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Secara ringkas kerangkan pemikiran tersebut di atas dapat dilihat pada bagan alir Gambar Perumusan Masalah Sampai saat ini pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia belum memperhatikan kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan secara holistik, baik kaidah lingkungan binaan dan lingkungan alam, maupun kaidah lingkungan sosial. Konsep pengelolaan lingkungan masih sebatas secara fisik saja, sehingga kurang memperhatikan aspek ekologi dan sosial. Pengelolaan kegiatan eksploitasi minyak bumi sebagai hanya terfokus kepada komoditas minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam yang

8 memiliki nilai ekonomi tinggi, padahal disisi lain kegiatan eksploitasi minyak bumi juga menghasilkan gas ikutan. Gas ikutan tersebut jika tidak dimanfaatkan 8 Pengelolaan SDA Protokol Kyoto Eksploitasi Migas Penurunan Gas Rumah kaca Gas Alam (Natural Gas) Minyak Mentah Minyak Mentah mengandung gas ikutan Clean Development Mechanism (CDM) Flare (di Bakar) Pengolahan (Utilization) Pencemaran Udara Dampak Positif Sosial Ekonomi Ekologi Model Pengelolaan Gas Ikutan Kebijakan Eksploitasi Minyak Bumi Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran

9 9 kembali akan masuk ke lingkungan (atmosfir) untuk selanjutnya akan mencemari udara. Produksi gas ikutan di Indonesia menduduki rangking empat setelah Nigeria, Angola, Irak di antara negara penghasil minyak anggota GGFR (Global Gas Flaring Reduction) yakni organisasi yang tidak mencari keuntungan (nirlaba) bernaung di bawah Bank Dunia yang beranggotakan negara penghasil minyak (OPEC) dan perusahaan minyak milik negara maupun perusahaan minyak multinasional lainnya. Saat ini sudah dilakukan studi pemanfaatan kembali gas ikutan menjadi bahan dan sumber energi baru yang menguntungkan secara ekonomi. Kajian tersebut meliputi konversi dari gas ikutan menjadi LPG, menjadi bahan bakar (lean gas) pembangkit listrik (power generator) atau sebagai kondensat. Dalam rangka membangun model pemanfaatan gas ikutan guna mendukung pelaksanaan mekanisme produksi bersih pada kegiatan eksploitasi minyak dan gas sebagai landasan penyusunan rekomendasi kebijakan pengelolaan migas yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, ada beberapa pertanyaan yang perlu dipecahkan, yaitu: 1. Bagaimana kondisi sistem pengolahan gas ikutan yang ada saat ini dan bagaimana potensinya untuk dapat dimanfaatkan? 2. Bagaimana kelayakan ekonomi pemanfaatan gas ikutan dalam eksploitasi migas? 3. Bagaimana disain model pengelolaan gas ikutan dalam kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site spesific?. 4. Bagaimana strategi kebijakan pengelolaan gas ikutan yang menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan kajian ilmiah dengan menggunakan pendekatan sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan yang setiap kajian terkait satu sama lain sebagai satu kesatuan. Secara ringkas perumusan masalah penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

10 10 EKSPLOITASI MIGAS PENGOLAHAN GAS IKUTAN CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM Kajian kondisi existing system pengolahan dan potensi pemanfaatan gas ikutan Studi kelayakan Ekonomi pemanfaatan gas ikutan Pengembangan desain model pengelolaan gas ikutan Perumusan arahan kebijakan dan strategi pengelolaan migas ramah lingkungan yang berkelanjutan Gambar 2. Bagan alir perumusan masalah 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memiliki kontribusi dalam pengembangan ilmu lingkungan berupa konsep model pengelolaan eksploitasi minyak bumi dalam mendukung pembangunan berkelanjutan secara ekologi, ekonomi dan sosial dengan pemanfaatan kembali gas ikutan. Selain itu, penelitian ini secara praktis bermanfaat sebagai: 1. masukan tentang pemanfaatan gas ikutan yang menguntungkan secara ekologi, ekonomi dan sosial. 2. alternatif model pemanfatan gas ikutan dalam eksploitasi migas. 3. alternatif kebijakan yang bersifat operasional dalam pengelolaan gas ikutan yang berwawasan lingkungan dalam pola pembangunan berkelanjutan. 4. referensi dalam pengelolaan gas ikutan di industri migas.

11 Novelty Kajian tentang pemanfaatan gas ikutan telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain: - Indriani (2005) melakukan studi secara komprehensif mengenai potensi clean development mechanism (CDM) ditinjau secara teknik dan ekonomi penurunan gas ikutan pada sektor minyak dan gas di Indonesia. - Dewi dan Chandra (2007) melakukan kajian tentang pemanfaatan gas ikutan dari fasilitas produksi minyak untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) dibawah mekanisme pembangunan bersih (CDM). Kebaruan penelitian ini adalah applicability CDM pada pemanfaatan associated gas (flaring gas) di lapangan PT Pertamina EP yang memiliki karakteristik cadangan (reservoir) berlapis dan sangat terbatas (site spesific) sehingga harus dikembangkan dengan hati-hati terutama dalam penetapan target serta tingginya kandungan karbon dioksida (CO 2 ) dan hydrogen sulfide (H 2 S). PT Pertamina EP belum pernah membuat kajian tentang pengelolaan gas ikutan pada lapangan minyak, sehingga srategi konversi gas ikutan yang berwawasan lingkungan dan model pemanfaatan gas ikutan yang bersifat holistik, yang menggambarkan hubungan antar sub sistem ekologi, teknoekonomi dan sosial pada kegiatan eksploitasi minyak bumi yang bersifat site specific secara dinamis serta model kebijakan dan pengelolaan eksploitasi minyak bumi yang nantinya dapat dijadikan sebagai arahan dalam merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi pengelolaan migas berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kebaruan dari penelitian ini gas ikutan yang selama ini langsung dibuang ke lingkungan atau dibakar dapat dimanfaatkan menjadi LPG, sehingga dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomis karena LPG nya dapat dijual secara langsung dan dijual melalui mekanisme perdagangan karbon (carbon trade mechanism) serta dapat memberikan keuntungan pada lingkungan karena dapat meminimalkan terjadinya pencemaran udara (air pollution), hujan asam (acid rain) dan pemanasan global (global warming) serta menguntungkan secara sosial (social benefit) karena dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kemakmuran rakyat secara berkeadilan.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan energi dari fosil seperti minyak dan gas bumi (migas) telah mempengaruhi segala bidang kehidupan manusia saat ini dan diprediksikan akan terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

ZULKIFLI RANGKUTI P

ZULKIFLI RANGKUTI P MODEL PEMANFAATAN GAS IKUTAN DI PERUSAHAAN MIGAS DALAM RANGKA MENDUKUNG MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (STUDI KASUS LAPANGAN EKSPLOITASI MIGAS TUGU BARAT, INDRAMAYU, JAWA BARAT) ZULKIFLI RANGKUTI SEKOLAH

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dalam areal wilayah kuasa pertambangan (WKP) PT Pertamina EP (Eksplorasi dan Produksi) Region Jawa area operasi timur

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai 2324,7 juta ton/tahun (Ditjenbun, 2007).

I. PENDAHULUAN. mencapai 2324,7 juta ton/tahun (Ditjenbun, 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki luas perkebunan kelapa nomor satu di dunia. Luas kebun kelapa Indonesia 3,712 juta hektar (31,4% luas kebun kelapa dunia)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP; Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam namun mengabaikan masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap lingkungan dan komponennya.

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

POTENSI CDM (CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM) DALAM PENURUNAN GAS BUANG (FLARING GAS) SEKTOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA

POTENSI CDM (CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM) DALAM PENURUNAN GAS BUANG (FLARING GAS) SEKTOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA 2006 Zulkifli Rangkuti Posted 7 Nov. 06 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor Sem 1, 2006/07 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng Prof. Dr.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP; Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan gas bumi di Indonesia adalah sangat penting mengingat hasil pengolahan gas bumi digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri maupun transportasi.

Lebih terperinci

kerosin, dan gasoline, kondensat, dan lean gas. Produk yang tidak termasuk bahan bakar tersebut diperoleh melalui hasil pengolahan sekunder atau

kerosin, dan gasoline, kondensat, dan lean gas. Produk yang tidak termasuk bahan bakar tersebut diperoleh melalui hasil pengolahan sekunder atau IX. PEMBAHASAN UMUM Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumberdaya energi tak terbarukan yang memiliki peran strategis dan sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat terlihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian TPA Sumur Batu, Bantar Gebang, Kota Bekasi adalah TPA milik Kota Bekasi yang terletak di sebelah tenggara Kota Bekasi dan berdekatan dengan TPA Bantar

Lebih terperinci

2.1 MANUSIA DAN LINGKUNGAN

2.1 MANUSIA DAN LINGKUNGAN 2.1 MANUSIA DAN LINGKUNGAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN 1. Kependudukan Indonesia: Karakter penduduk Indonesia (jumlah, struktur umur, distribusi, pendapatan) Pertumbuhan penduduk Komposisi penduduk Mobilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini dan perubahan tersebut terjadi akibat dari ulah manusia yang terus mengambil keuntungan dari

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

: PT P T PL P N N (P

: PT P T PL P N N (P PLTP Gunung Tangkuban Perahu dipegang oleh PT Geothermal Indonesia dengan konsorsium PT Indonesia Power bersama Leisser AS "Apabila semuanya berjalan lancar, target pada 2010 PLTP Tangkuban Perahu itu

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal No.480, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara di bumi memiliki beberapa unsur yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan. Udara untuk kehidupan sehari-hari tersebut terdapat di atmosfer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN Nomor 11 Tahun 2014 WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUSAHAAN ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses BAB V KESIMPULAN Dinamika hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang telah mengalami berbagai perkembangan, mulai dari masa penjajahan, kerjasama ekonomi hingga bidang politik dan keamanan. Politik luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permintaan minyak dunia diprediksi terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian. Hal tersebut berdampak

Lebih terperinci

PROBLEM OPEN-ENDED OSN PERTAMINA 2014 BIDANG KIMIA

PROBLEM OPEN-ENDED OSN PERTAMINA 2014 BIDANG KIMIA PROBLEM OPEN-ENDED OSN PERTAMINA 2014 BIDANG KIMIA TOPIK 1 BIOMASSA SEBAGAI SUMBER ENERGI Biomasa merupakan bahan organik yang tersedia secara terbarukan, umumnya berasal dari tumbuhan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan energi nasional sebagai blue print bagi penggunaan berbagai macam energi pada tahun 2025 untuk mengamankan pasokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok yang cukup penting bagi manusia dalam kehidupan. Saat ini, hampir setiap kegiatan manusia membutuhkan energi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produktivitas merupakan satu hal yang sangat penting bagi perusahaan sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran produktivitas dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669

Lebih terperinci

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KODE KEAHLIAN DESKRIPSI KEAHLIAN 03 BIDANG ENERGI 03.01 PERENCANAAN ENERGI 03.01.01 PERENCANAAN PENYEDIAAN ENERGI Keahlian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, menempatkan manusia sebagai subjek utama yang mengambil. hidup sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, menempatkan manusia sebagai subjek utama yang mengambil. hidup sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan dapat dipengaruhi oleh aktivitas dan perilaku manusia. Kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang turut aktif dalam menandatangani kesepakatan internasional tahun 1972 di Stockholm Swedia, terkait dengan penerapan konsep

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD I ndikator kinerja menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 010 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri Minyak dan Gas Bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG)

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) PT. SEMEN PADANG 2013 0 KATEGORI: Gedung Industri Special Submission NAMA

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT

ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia,

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang berbagai aspek di bidang ekonomi dan sosial. Seringkali energi digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan kebutuhan utama pada semua sektor kehidupan. Seiring bertambahnya kebutuhan manusia, maka meningkat pula permintaan energi listrik. Suplai

Lebih terperinci

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

2015 PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE DAN PENERAPAN CARBON MANAGEMENT ACCOUNTING TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara alami perusahaan memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan maksimal untuk mempertahankan keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability). Keberlanjutan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

BAB I PENDAHULUAN. saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian keuntungan semata.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI IDENTIFIKASI SUMBER EMISI DAN PERHITUNGAN BEBAN EMISI Oleh: *) Martono ABSTRAK Agar mampu menghitung beban emisi langkah pertama kita harus memahami sumber emisi dan beban emisi sehingga mampu mengestimasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Oleh: Drs. Setiadi D. Notohamijoyo *) Ir. Agus Sugiyono *)

I. PENDAHULUAN. Oleh: Drs. Setiadi D. Notohamijoyo *) Ir. Agus Sugiyono *) POLA PEMAKAIAN DAN DISTRIBUSI GAS BUMI DI INDONESIA PADA PERIODE PEMBANGUNAN TAHAP KEDUA ABSTRAK Oleh: Drs. Setiadi D. Notohamijoyo *) Ir. Agus Sugiyono *) Minyak dan gas bumi masih sangat berperan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI

SUMBER DAYA ENERGI MATERI 02/03/2015 JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA MINYAK BUMI MATERI SUMBER DAYA ENERGI Energi fosil Dampak penggunaan energi fosil Energi alternatif Upayapenurunan penurunan emisi gas rumah kaca Kyoto Protocol JENIS ENERGI DAN PENGGUNAANNYA Apakah ada aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat pemakaian bahan bakar terutama bahan bakar fosil di dunia semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya populasi manusia dan meningkatnya laju

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti

Lebih terperinci

2017, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara

2017, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara No.569, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. Perizinan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir ini, aktivitas operasional perusahaan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan dan sosial, Hal ini menyebabkan berbagai pihak

Lebih terperinci

bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap

bahwa untuk memberikan kepastian hukum terhadap rui«w*- MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI ENERGI

Lebih terperinci

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA Oleh : Sulistyono ABSTRAK Saat ini sektor transportasi merupakan sektor pengguna energi terbesar dari minyak dan gas

Lebih terperinci

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah 1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan (UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH). Pengelolaan Sampah diatur melalui UU 18/2008 (berwawasan lingkungan)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu demi waktu kini industri baik industri rumahan maupun pabrik semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri meskipun letaknya dekat

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kendaraan bermotor di negara-negara berkembang maupun di berbagai belahan dunia kian meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mobilitas dan pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun

Lebih terperinci

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,

Lebih terperinci

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG AUDIT LINGKUNGAN HIDUP USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI Kriteria penetapan usaha dan/ kegiatan berisiko

Lebih terperinci

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL PROSES PENGOLAHAN GAS ALAM CAIR (Liquifed Natural Gas) Gas alam cair atau LNG adalah gas alam (metana terutama, CH4) yang telah diubah sementara untuk bentuk cair untuk kemudahan penyimpanan atau transportasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berusaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan primer maupun sekundernya. Sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. berusaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan primer maupun sekundernya. Sumber BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan yang tak terbatas dengan ketersediaan kebutuhan yang terbatas. Manusia sebagai konsumen selalu berusaha mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki

BAB I PENDAHULUAN. (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam bisnis kilang modern yang sangat dinamis dan kompetitif (BFO, mei 2010), mendorong kilang-kilang kelas dunia terus berusaha memperbaiki performance operasionalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di dunia industri terutama dibidang petrokimia dan perminyakan banyak proses perubahan satu fluida ke fluida yang lain yang lain baik secara kimia maupun non kimia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao yang dihasilkan sebanyak 70% diekspor dalam bentuk biji kakao (raw product). Hal ini

Lebih terperinci