Budhy Munawar Rachman Pendayagunaan Derma Keagamaan Harus Lebih Universal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Budhy Munawar Rachman Pendayagunaan Derma Keagamaan Harus Lebih Universal"

Transkripsi

1 Budhy Munawar Rachman Pendayagunaan Derma Keagamaan Harus Lebih Universal Sumber: Judul buku Ditulis ulang dari : Pengarusutamaan Filantropi Islam untuk Keadilan Sosial di Indonesia: Proyek yang Belum Selesai : Jurnal Galang, Vol.1 No.3 April 2006, PIRAC, 2006, Opini, Hal Setiap agama atau kepercayaan mengajarkan konsep kasih sayang dan memberi kepada orang yang membutuhkan. Konsep ini memberi peluang kepada lembaga-lembaga keagamaan untuk mengelola potensi tersebut dan mendayagunakannya untuk kemaslahatan umat. Namun, apakah pengelolaan dan distribusinya sudah cukup produktif, mengapa ada kesan terjadi kemandegan dalam pendayagunaannya, bagaimana pula upaya mengatasi problem yang muncul dari konsep hirarki tersebut. Berikut wawancara redaktur galang (Hamid Abidin dan Yuni Kusumastuti) dengan Budhy Munawar Rachman, Program Officer Islam dan Masyarakat Sipil, The Asia Foundation. Bagaimana Anda melihat perkembangan religious philanthropy secara umum, menurut Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain di Indonesia, baik dari aspek penggalangan, pengelolaan dan pendayagunaannya? S ebenarnya filantropi itu termasuk dari salah satu ajaran keagamaan pada semua agama. Bahkan sumber-sumber daya keagamaan itu diperoleh justru berdasarkan konsep filantropi yang ada dalam agama itu. Misalnya, di dalam tradisi agama Kristen, mereka mempunyai tradisi per-sepuluhan. Orang Syiah juga punya qumus; semacam kewajiban dari seorang anggota komunitas muslim Syiah, yaitu sekitar 20% dari pendapatannya diberikan kepada agama. Kemudian dalam tradisi Sunni, konsep zakat yang prakteknya sebenarnya lebih banyak dipakai untuk soal-soal yang konsumtif di Indonesia. Zakat maal misalnya, jumlahnya antara 2,5% - 10% dari hasil pertanian, dan sebagainya. Jadi bagaimanapun kondisinya sekarang ini filantropi termasuk bagian dari ajaran keagamaan dan biasanya kekuatan keagamaan atau komunitas yang berdasarkan keagamaan dibangun dari filantropinya; berdasarkan suatu rasa tanggung jawab dari komunitas tersebut untuk membangun keagamaannya atau lebih tepat komunitas keagamaannya. Jika hal itu dikelola dengan sangat baik, biasanya komunitas itu berkembang. Tetapi jika hal itu tidak dikelola dengan baik, maka sebetulnya filantropi akan menjadi sesuatu yang tidak bermakna; ini hanya menjadi bagian dari konsep give and take. Kita bisa melihat banyak dalam tradisi keagamaan, banyak institusi-institusi keagamaan yang menjadi berkembang cepat karena filantropi. Saya pernah mengunjungi satu sekte dari agama Kristen, namanya agama Mormon di Amerika. Satu sekte yang filantropinya sangat kuat dan mungkin juga karena ghirah keagamaannya yang sudah mapan sehingga bisa mengelola dengan baik sehingga bisa mengirimkan hasil dari filantropi anggota komunitasnya ke negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia. Dan sebenarnya kalau kita lihat, sebagian besar lembaga-lembaga donor muncul dari tradisi keagamaan atau komunitas-komunitas semacam ini. Sejauh ini baru derma yang berkaitan dengan Islam yang banyak terekspos, seperti zakat, infak, sedekah, sementara derma-derma lainnya belum banyak diketahui. Kenapa hal ini bisa terjadi?

2 S aya kira faktornya karena kita tidak punya ketertarikan untuk mempelajari apa yang terjadi pada agama lain. Masyarakat kita tidak punya suatu rasa ingin tahu yang kuat untuk mengetahui agama lain. Karena tidak tertarik mengetahui agama lain akhirnya juga tidak tertarik untuk mengetahui persoalan filantropi ini. Mungkin juga hal ini muncul karena rasa superioritas yang masih melekat pada banyak orang Islam sebagai suatu kelompok yang di masa lalu memimpin peradaban. Sampai sekarang sebenarnya orang Islam sudah tidak memimpin peradaban lagi, tapi mental itu masih melekat. Ada split of personality yang menghinggapi orang Islam sehingga orang Islam tidak mau melihat atau tidak tahu bagaimana perkembangan di agama lain. Saya kira di dalam tradisi-tradisi keagamaan yang bukan Islam di Indonesia ini, mereka berkembang karena filantropi. Misalnya tradisi-tradisi di kelompok Kristen atau Katholik. Filantropi di dalam Katholik merupakan kultur, sudah menjadi bagian apalagi dalam satu sekte keagamaan yang baru. Sekte keagamaan yang baru pasti kuat filantropinya karena kelangsungan hidup sektenya bergantung dari dana filantropi ini. Dan orang yang sangat tersentuh dan mau masuk ke sekte tersebut biasanya juga mau memberikan sebagian hartanya untuk pengembangan sekte tersebut. Juga kalau kita melihat kelompok-kelompok seperti new age, yang sebenarnya di Indonesia juga banyak berkembang kelompokkelompok spiritual semacam itu. Biasanya kelompok-kelompok spiritualitas ini juga berkembang berdasarkan filantropi; mereka dihidupi oleh anggotanya, jemaatnya. Misalnya lagi dalam tradisi agama Hindu di Jakarta, mereka punya center meditasi (yoga) yang besar sekali dan kita benar-benar terkesan. Center-nya betul-betul modern. Bagaimana mereka bisa mempunyai suatu center meditasi yang bagus sekali? Saya yakin disebabkan loyalitas anggotanya dalam melakukan filantropi. Ada hal yang harus dikembangkan untuk membuat orang peduli dengan kepentingan orang lain. Salah satunya dengan menekankan mengenai humanisme sehingga fungsi dari lembaga-lembaga filantropi agama lain dapat lebih terekspos. Saya kira semua lembaga keagamaan mempunyai tradisi dan nilai-nilai derma yang mendasar. Sejauh yang saya tahu dalam teologi Kristen bahkan itu menjadi bagian dari pelajaran keagamaan. Agama Kristen dibangun dari jemaat yang begitu solid, ada keanggotaan dari suatu komunitas. Tetapi kalau di Islam sebenarnya tidak ada hal semacam itu, tidak ada keanggotaan masjid. Jadi kita bisa ke masjid di mana saja sehingga menjadi begitu longgar aturannya. Biasanya yang memiliki komunitas ini adalah orang-orang di sekitar tapi hal itu tidak mengikat. Seperti keanggotaan dalam suatu gereja atau pesantren biasanya seorang kiai diikuti oleh umat yang banyak sekali; tentunya ada protensi derma yang besar sekali. Dalam lingkungan semacam inilah filantropi berkembang di dunia Islam; di dalam lingkungan yang lebih solid filantropi berkembang di dunia Kristen. Di dunia Kristen, pengelolaan filantropinya sudah jauh lebih baik karena sistem dari keagamaan itu sendiri, hierarkis. Jadi seorang jemaat, misalnya, dia tahu di mana gerejanya sehingga dia tahu di mana akan berderma. Tetapi kalau Islam di mana-mana bisa, tergantung dia maunya di mana. Syukur sebenarnya dalam stuasi seperti ini lembaga-lembaga dengan manajemen baru berkembang, seperti Dompet Dhuafa (DD) atau sekarang di PKS itu ada PKPU, dan seterusnya. Itu satu perkembangan baru yang saya kira bisa menjadi satu model di mana dana-dana derma dari masyarakat yang menaruh kepercayaan dapat ditampung. Jadi DD, PKPU,PDU-DT sudah jauh lebih rasional, atas dasar trust. Orang mau, misalnya menyalurkan zakat dan kurbannya ke DD, karena ada trust di situ. Padahal keanggotaan dari orang yang berderma ke DD atau lembaga LAZIS lainnya tidak didasarkan pada satu ikatan emosional, lain dengan di gereja, lain dengan di pesantren. Jadi, menurut saya lembaga filantropi di dalam Islam harusnya membangun suatu tantangan atau kepercayaan dari masyarakatnya dulu. Banyak sekali LAZIS-LAZIS atau BAZIS atau sejenis itu dilingkungan kita tetapi, karena tidak ada kepercayaan dan tidak ada akuntabilitas yang jelas, sehingga orang kemudian tidak percaya dan biasanya lembaga tersebut akhirnya tidak berkembang.

3 Bagaimana upaya untuk mengembangkan ajaran derma yang awalnya hanya berdasarkan kewajiban atau menuruti perintah Tuhan agar bisa digeser ke hal yang lebih produktif dan berjangka panjang? D ari segi teologi Islam saya kira ini akibat dari pandangan keagamaan bahwa hasil dari zakat itu harus segera didistribusikan. Dan suatu pemikiran mengenai zakat yang lebih produktif, pendayagunaan yang lebih produktif yang dapat dijadikan modal berkelanjutan (revolving fund), belum ada fikihnya. Mungkin nanti lembaga-lembaga Islam akan membuat fikihnya. Tapi, hal itu memang sudah menjadi tradisi keagamaan yang ratusan tahun dan untuk mengubahnya sangat sulit sehingga kita tidak pernah melihat, misalnya suatu penggunaan yang lebih produktif dari lembaga-lembaga zakat yang ada di dalam masyarakat. Hal ini hanya bisa dilakukan pada lembaga yang bekerja secara profesional untuk bidang ini. Kalau seperti lembaga zakat yang ada di masjid-masjid, mereka hanya membuka dan menerima sumbangan masyarakat pada waktu Ramadhan, menyalurkan zakat, dan mereka juga tahu bahwa ini harus disalurkan habis. Segi produktif yang bisa mereka gunakan biasanya untuk pembangunan dan pengembangan masjid. Dompet Dhuafa merupakan salah satu contoh yang bagus. Mereka menginvestasikan, misalnya untuk membangun sekolah dan rumah sakit. Ini merupakan tradisi yang sangat baru dan ide yang sangat brilian. Dompet Dhuafa menginvestasikan kembali bantuan masyarakat atau zakat Islam untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan. Intinya adalah pengembangan humanisme. Salah satu fungsi dari lembaga-lembaga filantropi adalah memberikan bantuan humanitarian. Dan ini yang masih sangat kurang di kita. Humanisme berarti bahwa satu derma akan digunakan untuk kemaslahatan dalam arti yang seluas-luasnya dan bahkan sudah tidak lagi berdasarkan suatu keagamaan tertentu. Hal ini sudah sangat maju di dunia yang tingkat kemakmurannya melimpah, seperti di Eropa, Amerika, Australia. Kita masih belum sampai kesana, tetapi memang sudah semestinya dipikirkan bagaimana lembaga filantropi bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer. Misalnya, memberantas kemiskinan atau memberikan bantuan untuk pengembangan sumber daya manusia. Program semacam ini saya kira akan berjalan bersama dengan peningkatan kemakmuran. Kalau pertumbuhan ekonomi suatu komunitas meningkat, filantropi bisa diharapakan meningkat juga. Karena hanya orang-orang yang punya kelebihan yang bisa memberikan derma lebih banyak. Dari aspek penggalangan, sekarang sudah ada perkembangan luar biasa. Ada SMS charity, ada zakat on line, dan sebagainya. Namun, dari aspek pendayagunaannya nampaknya masih mandeg. Misalnya masih lebih banyak berkaitan dengan hal yang bersifat konsumtif, charity. Faktor apa saja yang membuat demikian? S aya yakin hal itu berhubungan dengan kebijaksanaan dan orientasi dari lembaga filantropi yang bersangkutan dan itu hal yang wajar. Bahkan lembaga donor pun sangat tergantung dari visi yang mereka miliki dalam menjalankan programnya. Ada banyak lembaga donor, misalnya, lembaga donor dibiayai dari filantropi masyarakatnya atau negara di mana mereka berasal untuk membantu pembangunan infrastruktur, membantu bencana alam, pemberdayaan program kesehatan, atau untuk pengembangan sumber daya, dan seterusnya. Jadi memang sangat bergantung dari misi kelembagaannya dan saya kira charity merupakan sesuatu yang sangat mendasar di dalam suatu lembaga filantropi; suatu kegiatan lembaga memang dimulai dengan charity dulu. Apakah aspek pemahaman hukum agama, misalnya ajaran Islam berkaitan dengan pendayagunaan Zakat untuk 8 asnaf, turut berkontribusi terhadap kemandegan tersebut? K epada siapa sedekah tersebut diberikan sebenarnya tidak ada masalah karena hal ini bisa di transformasikan. Yang menjadi problem adalah cara menyalurkannya. Kalau ada orang miskin, misalnya, mereka harus mendapatkan bantuan langsung, itu harus dilewati dulu.

4 Tapi kalau ada dana yang berkelebihan itu memang harus dikelola secara produktif. Charity itu sangat penting, misalnya, lagi-lagi satu contoh dari Mormon yang saya lihat. Dari derma komunitasnya, mereka membuat satu pabrik roti yang besar sekali. Setiap hari mereka menghasilkan makanan yang sudah dibungkus rapi dan ada petugas yang setiap siang bertugas keliling kota untuk melihat siapa, misalnya, gelandangan yang tidak punya rumah. Pada level itu mereka punya institusinya. Mereka membangun dulu pabriknya, kemudian ketika pabrik sudah dapat berjalan dan memberikan kontribusi langsung untuk membantu mengatasi salah satu persoalan mendasar masyarakat miskin, mereka mulai membantu untuk kebutuhan yang lebih produktif dalam arti mencoba membuat orang mulai bisa mandiri. Misalnya, bantuan sekolah atau beasiswa, dan seterusnya. Model seperti ini hanya salah satu contoh dari bagaimana menyalurkan dana. Mengenai asnaf saya kira tetap saja seperti itu karena ayatnya sudah jelas. Untuk mengubah pemaknaan miskin bukan sebagai orang miskin tapi kemiskinan dibutuhkan pengetahuan yang mendalam. Dan saya kira para pengelola filantropi harus mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan yang lebih luas itulah yang akan membuat dia secara kreatif mengembangakn seperti apa lembaga filantropinya. Jika diamati puluhan atau ratusan lembaga LAZIS-LAZIS itu masih dalam tahap menyalurkan bantuan saja. Belum sampai pada tingkat yang lebih luas. Dengan pendayagunaan dana yang sifatnya charity itu membuat alokasi dana sosial menjadi timpang. Organisasi-organisasi Islam yang bergerak di bidang charity lebih banyak disumbang, seperti anak yatim atau masjid. Sementara lembaga yang bergerak di bidang advokasi, pemberdayaan perempuan, yang isunya lebih strategis, tetapi mungkin lebih abstrak dan berjangka panjang, tidak banyak mendapat sumbangan. Bagaimana menggeser pola menyumbang yang sifatnya charity agar lebih terorganisir atau lebih punya prospektif jangka panjang? K arena itu sudah menjadi tradisi, susah untuk diubah. Tapi, lagi-lagi kalau kita bisa membentuk suatu lembaga filantropi yang dipercaya masyarakat, maka lembaga tersebut akan menjadi pengelola banyak program. Jadi tergantung pengelolaannya dan saya kira satu institusi yang punya visi yang jauh akan bisa memanfaatkan derma dari masyarakat ini untuk soal yang berjangka panjang. Mungkin kita masih belum seperti lembaga-lembaga donor yang sudah punya pikiran jauh ke depan. Mereka bisa membiayai program atau membiayai suatu pengembangan sumber daya manusia. Pereusahaan seperti Ford Foundation juga melakukan filantropi kepada masyarakat dunia. Peruntukan zakat, infak, sedekah akan tetap untuk program-program karitas jika masih dikelola dengan cara seperti sekarang. Apalagi masjid-masjid tidak pernah mendapatkan pelatihan bagaimana mengelola dana-dana dari komunitasnya. Jadi ini juga berkaitan dengan kecerdasan dan kemampuan intelektual dari masyarakat kita. Tapi saya sangat yakin kalau seandainya kemakmuran itu lebih tinggi di masa depan, itu semua akan berubah. Kalau orang Islam yang berpendidikan tinggi lebih banyak, banyak hal yang barubah. Saya kira pada beberapa lembaga LAZIS dan BAZIS yang ada juga memikirkan program-program yang lebih produktif ketika mereka mempunyai dana yang besar dari masyarakat. Pemahaman masyarakat tentang filantropi juga masih kurang, belum menjadi sesuatu yang fenomena. Filantropi seolah-olah bagaimana orang memberikan zakatnya kemudian lembaga sosial menyalurkannya. Kemudian di hari raya dilaporkan berapa zakat terkumpul dan berapa yang sudah disalurkan. Itu sudah menjadi tradisi masyarakat kita. Tapi, saya percaya bahwa sesuai dengan perkembangan, lembaga-lembaga dana ini akan mengalami banyak kemajuan. Nah, bagaimana mengubah mindset yang menganggap surga menyumbang terdapat pada hal-hal yang bersifat charity dan berbau keagamaan? Bagaimana mengubah paradigma bahwa berderma itu bukan hanya menciptakan surga di akhirat tapi juga kemaslahatan di dunia?

5 S aya kira ini berkaitan dengan konsep akherat kita yang masih sempit. Anda membuat masjid pasti akan banyak yang ingin membantu. Tapi kalau pemberdayaan perempuan atau pemberantasan buta huruf, sedikit yang akan membantu. Membangun masjid adalah investasi, itu kaitannya dengan keagamaan. Tetapi pemberdayaan perempuan, itu urusan dunia. Cara berpikir semacam itu yang membuat saya heran. Misalnya, ketika pulang kampung saya melihat di desa-desa itu masjidnya jauh lebih bagus daripada kampungnya, kampung orang-orang yang menyumbangnya. Mereka mau berderma kalau untuk masjid, tapi kalau untuk perbaikan kampung, sikap mereka sebaliknya. Padahal mereka miskin, tapi kalau menyumbang untuk masjid, menurut mereka ada ketenangan batin. Jadi mindset dari kita memang sangat berpengaruh dalam konsep derma ini. Untuk mencegah pola berpikir semacam ini, tentunya harus mengembangkan pendidikan dan meningkatkan kecerdasan masyarakat. Pemahaman semacam itu dibutuhkan wawasan yang lebih luas karena lebih abstrak. Sementara mungkin kita belum sampai pada tingkat yang seperti itu. Mengapa pemahaman seperti itu belum berkembang di kalangan organisasi keagamaan, misalnya di kalangan NU dan Muhammadiyah? Mereka belum mendorong masyarakatnya untuk berderma ke arah yang lebih progresif, strategis, dan berorientasi masa depan? Itu karena masih mengentalnya patrenalisme dalam soal pengelolaan lembaga. Pesantren yang sebagian besar dikelola NU memang belum bisa diubah dengan manajemen yang lebih modern. Sebenarnya pesantren itu dimiliki dan dikelola keluarga, khususnya keluarga kiai. Pengelolaan ini juga berpengaruh dalam pengelolaan derma. Banyak yang beranggapan untuk agama itu menjadi derma untuk kiai. Padahal mungkin orang memberikan derma tersebut bukan untuk kiainya, tetapi untuk agama. Dia mau sedekah melalui kiai dan diharapkan sang kiai kemudian menyalurkannya sesuai dengan tuntunan agama. Problem yang terjadi selanjutnya adalah minimnya akuntabilitas. Kalau itu dibongkar, pasti akan membongkar struktur manajemen pesantren dan akan mempertanyakan kredibilitas kiai atau hak kiai untuk melakukan seperti itu. Saya kira hal-hal yang lebih progresif hanya bisa dilakukan oleh masyarakat yang lebih modern, dan Muhammadiyah lebih bisa dalam soal seperti ini. Jadi Muhammadiyah itu pengelolaan filantropinya akan berbeda dengan di NU. Di NU akan sangat tergantung dari kesadaran kiainya, sementara di Muhammadiyah sangat tergantung dari kesadaran institusinya. Tetapi dua-duanya belum mempunyai contoh yang bagus berkenaan dengan kepemilikan lembaga filantropi. NU dan Muhammadiyah belum memiliki lembaga semacam ini, padahal mereka mempunyai aset masyarakat yang besar sekali. Jika dilihat klaim mereka, katanya Muhammadiyah sebanyak 30 juta, NU 40 juta. Tadi diceritakan bahwa di agama-agama lain pola dermanya sudah lebih universal bahkan sekat-sekat agama tidak ada lagi. Apakah itu dimungkinkan, misalnya untuk derma keagamaan seperti zakat, persepuluhan dan lain-lain? S angat dimungkinkan. Ambil contoh, beberapa negara Timur Tengah di mana filantropi atau zakat itu dikelola oleh negara. Terutama negara-negara yang makmur seperti Kuwait, dan beberapa negara di Teluk, di mana ada, misalnya, komunitas nonmuslim di situ. Mereka memberi bantuan dari zakat untuk pembangunan gereja. Itu adalah sesuatu yang belum terpikirkan untuk kondisi kita sekarang ini. Masih terjadi perdebatan dalam fikih lintas agama apakah memberi zakat kepada nonmuslim itu boleh atau tidak. Kalau dalam fikihnya menurut pandangan yang hidup di masyarakat, zakat tidak boleh diberikan kepada nonmuslim. Makanya dalam fikih lintas agama, mungkin Anda pernah melihat yang dibuat di Paramadina, di situ diberikan satu argumen bahwa zakat boleh diberikan kepada nonmuslim kalau mereka memerlukannya. Dan menurut saya sudah sangat tidak relevan bagi suatu dana dari masyarakat tertentu hanya untuk komunitasnya sendiri dalam situasi seperti sekarang ini. Misalnya terjadi bencana, longsor atau banjir dan

6 kemudian orang mulai pilih-pilih mana yang muslim, mana yang bukan muslim. Hal ini benar-benar tidak masuk akal, lagi-lagi masalah teologi yang menentukan. Tetapi melihat beberapa kasus atau perkembangan, contoh di Timur Tengah itu menarik, di mana gereja diberikan bantuan setiap bulannya oleh negara dan dananya dari zakat masyarakat. Karena zakat dikelola oleh negara, jadi mereka tidak membedakan zakat dengan pajak seperti yang berlaku di sini. Karena itu suatu dana masyarakat, kalau diambil oleh negara, masyarakat tidak punya dana lagi. Sebenarnya, ini dari sisi teologi, Masdar Mas udi memikirkan bahwa seharusnya yang namanya pajak itu adalah zakat dilihat dari sudut pandang keagamaan. Dilihat daari sudut pandang negara, sekarang pajak itu adalah zakat. Jadi tidak ada dualisme. Tetapi implikasi penerapan semacam itu di dalam suatu masyarakat yang zakat sudah sangat menjadi bagian dari kehidupan sosial sangat susah. Kita tidak bisa membuat seperti itu, menjadi pajak adalah zakat, zakat adalah pajak. Ini sama artinya dengan menyerahkan sumber daya keuangan masyarakat ke negara. Karena di zaman dulu, yang namanya membayar zakat sebenarnya membayar pajak kepada negara. Tapi dualisme ini sudah terjadi dan saya kira pemerintah tidak terlalu tertarik untuk masuk dalam persoalan ini. Bahkan kemudian yang terjadi adalah munculnya Undang-undang zakat. Itu jadi lebih rumit lagi dan sepertinya pemerintah berpikir ini urusan keagamaan. Sehingga akhirnya orang bayar zakat dan pajak. Orang beranggapan kalau membayar pajak itu urusannya duniawi, sedangkan membayar zakat itu urusannya keagamaan: ada pahala dan dosanya. Tetapi kalau membayar pajak tidak ada pahala dan dosanya. Bisakah filantropi Islam ini menjadi semacam mekanisme alternatif di luar mekanisme negara dan pasar dalam mengatasi persoalan sosial kemasyarakatan? K alau kita bicara mengenai civil society, kekuatan civil cociety ini adalah filantropi. Civil society berarti satu kelompok di mana masyarakat membangun kemandiriannya, juga dari intervensi negara. Karena kemandirian inilah masyarakat bisa kritis terhadap negara. Misalnya, kalau negara mampunyai policy yang masyarakat memandang itu merugikan masyarakat, masyarakat dapat mengajukan kritik terhadap kebijakan itu dan masyarakat punya kekuatan karena mereka punya sumber daya; salah satunya uang. Sumber daya inilah yang menjadi kekuatan atau tulang punggung dari civil society. Sayangnya, masyarakat sipil yang ada di Indonesia belum kuat. Sehingga beralasan jika kadang-kadang negara begitu mudah mengintervensi masyarakat karena kita memang tidak mempunyai suatu civil society yang kuat. Dan kalau kita berbicara filantropi, ternyata filantropi di dalam masyarakat tidak mendukung civil society ini. Tapi kenyataannya mereka justru tenjebak dalam mekanisme pasar. Misalnya, banyak lembaga sosial mendirikan sekolah atau rumah sakit yang menerapkan mekanisme dalam memberikan pelayanan. Pelayanan mereka lebih banyak dinikmati orang-orang kaya dari pada masyarakat miskin yang jauh lebih membutuhkan. Lembaga-lembaga sosial itu lebih memilih masuk ke mekanisme pasar dibandingkan dengan pemberdayaan masyarakat. Bagaimana Anda mencermati hal ini? Itu konsekuensi akibat dari adanya investasi. Suatu contoh, pengelola sekolah membutuhkan uang yang banyak sekali untuk membangun infrastrukturnya. Yayasan biasanya tidak akan sanggup jika mengerjakan secara swadaya. Dan itu hanya bisa dilakukan kalau mengundang investor. Ketika mengundang investor, logikanya bukan lagi logika yayasan yang lebih sosial, tetapi logikanya sudah logika bisnis. Nah, disini kemudian sekolah dikelola secara bisnis; dan itu berarti uang yang sudah diinvestasikan harus kembali. Itu adalah logika dagang yang biasa. Jadi, diperlukan satu pemikiran yang kreatif bagaimana wakaf bisa dikembalikan kepada masyarakat. Sekolah Lazuardi yang dikelola Haidar Bagir merupakan salah satu contoh yang bagus di mana dia berpikir seperti ini. Tetapi dia tahu bahwa kalau dilakukan sepenuhnya secara sosial, sekolahnya tidak akan sustainable. Dan sudah punya pengalaman banyak dengan sekolah yang didirikan

7 sebelumnya. Berdasarkan pengalaman tersebut, kemudian dia membangun suatu sistem di sekolah supaya orang-orang miskin juga bisa menikmati sistem yang ada di sekolah yang dibangun dengan infrastruktur yang mahal ini. Jadi ada dua sekolah pararel, satu sekolah katakan untuk orang kaya dan satu sekolah untuk orang miskin. Tapi ada masa di mana anak yang dari sekolah miskin yang kurikulumnya sama, dia bisa mengambil fasilitas di sekolah yang lebih bagus. Ada saat-saat tertentu terjadi pembaruan di mana kemudian anak-anak dari orang kaya bisa tahu mengenai realitas sesungguhnya mengenai kemiskinan, lewat teman-temannya yang miskin, yang kadang-kadang datang bersamasama mungkin, ikut dalam suatu olah raga, acara bersama atau mengikuti mata pelajaran yang sama. Penyediaan layanan sosial seperti pendidikan dan kesehatan seharusnya menjadi tanggung jawab sosial negara. Negara lebih punya peluang untuk menyelenggarakannya karena dia bisa mengelola dana-dana dari pajak. Pajak memang bukan filantropi, tetapi pajak termasuk sumber daya yang sangat penting untuk negara. Karena negara masih sangat tergantung dari pajak, negara banyak mendapatkan pandapatan dari masyarakat dan seharusnya dikembalikan kepada masyarakat. Tetapi karena negara ini makin sulit akhirnya menyerahkan kepada masyarakat dan masyarakat kini logika kapitalisme yang berlaku. Itu yang kemudian mengakibatkan kita tidak punya lagi sekolah yang seperti dulu, di mana orang biasa mampu menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik. Sekarang hampirhampir sekolah yang negeri pun mahal, bahkan mungkin lebih mahal dari swasta dan itu ironi. Bagaimana dengan aspek transparansi dan akuntabilitas lembaga-lembaga sosial yang mengelola derma keagamaan tersebut? S ebenarnya hal itu merupakan suatu yang sangat memperihatinkan karena sebagian lembaga zakat belum transparan. Sebagian besar mereka tidak mengundang akuntan publik untuk memeriksa keuangannya dan kemudian melaporkan kepada masyarakat mengenai akuntabilitas dari sistem keuangannya. Nah, itu kelemahan yang paling besar sehingga tidak pernah ada laporan yang sudah diaudit dari masjid-masjid bahkan lembaga zakat sekalipun. Mudah-mudahan Dompet Dhuafa dan lembaga besar lainnya yang sudah mempunyai tradisi audit seperti itu bisa memberi contoh. Transparansi dan akuntabilitas merupakan sarana untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Mereka bisa mengekspos lewat media cetak, misalnya, orang pasti akan percaya.

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Wakaf diambil dari kata waqafa, menurut bahasa berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama

Lebih terperinci

Akuntabilitas. Belum Banyak Disentuh. Erna Witoelar: Wawancara

Akuntabilitas. Belum Banyak Disentuh. Erna Witoelar: Wawancara Wawancara Erna Witoelar: Akuntabilitas Internal Governance LSM Belum Banyak Disentuh K endati sejak 1990-an tuntutan publik terhadap akuntabilitas LSM sudah mengemuka, hingga kini masih banyak LSM belum

Lebih terperinci

Rustam Ibrahim Filantropi Keadilan Sosial Tidak Identik dengan Advokasi

Rustam Ibrahim Filantropi Keadilan Sosial Tidak Identik dengan Advokasi Rustam Ibrahim Filantropi Keadilan Sosial Tidak Identik dengan Advokasi Sumber: Judul buku Ditulis ulang dari : Filantropi Keadilan Sosial di Indonesia : Jurnal Galang, Vol.1 No.1 Oktober 2005, PIRAC,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Menurut data dari Badan Perencana Pembangunan (Bappenas) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah

Lebih terperinci

Manajemen Aset Wakaf Jumat, 01 November :16

Manajemen Aset Wakaf Jumat, 01 November :16 Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dengan fakta tersebut, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengembangan perekonomian nasional.

Lebih terperinci

POTENSI ZAKAT, INFAK & SHADAQAH (ZIS) BAGI DANA KEMANUSIAAN (Pemanfaatan dana

POTENSI ZAKAT, INFAK & SHADAQAH (ZIS) BAGI DANA KEMANUSIAAN (Pemanfaatan dana POTENSI ZAKAT, INFAK & SHADAQAH (ZIS) BAGI DANA KEMANUSIAAN (Pemanfaatan dana publik umat bagi pelayanan kemanusiaan) Husnan Nurjuman, S.Ag, M.Si POTENSI ZIS BAGI DANA KEMANUSIAAN (Pemanfaatan dana publik

Lebih terperinci

PEMERINGKATAN (RATING) LPZ DI INDONESIA

PEMERINGKATAN (RATING) LPZ DI INDONESIA PEMERINGKATAN (RATING) LPZ DI INDONESIA Oleh Hertanto Widodo Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM: Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia (Hamid Abidin & Mimin Rukmini)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan senantiasa menarik dikaji karena merupakan masalah serius

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan senantiasa menarik dikaji karena merupakan masalah serius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Permasalahan kemiskinan senantiasa menarik dikaji karena merupakan masalah serius yang menyangkut dimensi kemanusiaan. Kemiskinan tetap merupakan masalah yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu secara finansial. Zakat menjadi salah satu rukun islam keempat setelah puasa di bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zakat sebagai sistem jaminan sosial bagi penanggulangan kemiskinan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Zakat sebagai sistem jaminan sosial bagi penanggulangan kemiskinan sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zakat sebagai sistem jaminan sosial bagi penanggulangan kemiskinan sangat penting, karena dalam pandangan Islam setiap individu harus secara layak di tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya karena kefakiran. Karena itu seperti sabda Nabi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan terhadap kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi cukup strategis.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN

Lebih terperinci

Mam MAKALAH ISLAM. Remaja Masjid Solusi Atasi Kegalauan Remaja

Mam MAKALAH ISLAM. Remaja Masjid Solusi Atasi Kegalauan Remaja Mam MAKALAH ISLAM Remaja Masjid Solusi Atasi Kegalauan Remaja 21 November 2014 Makalah Islam Remaja Masjid Solusi Atasi Kegalauan Remaja Ahmad Syamsuddin (Reporter bimasislam.kemenag.go.id, Redaktur Jurnal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta

BAB I PENDAHULUAN. harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedudukan manusia di muka bumi adalah sebagai wakil Allah yang harus memelihara dan melestarikan bumi, mengambil manfaatnya serta mengelola kekayaan alam untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk besar yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, dimana dalam ajaran Islam terdapat perintah yang harus

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara tentang kesejahteraan tidak akan lepas dengan lembaga keuangan. Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat

Lebih terperinci

Berderma dan Sejarah Sosial Politik Islam Indonesia

Berderma dan Sejarah Sosial Politik Islam Indonesia BOOK REVIEW Berderma dan Sejarah Sosial Politik Islam Indonesia DOI 10.18196/AIIJIS.2015. 0052. 268-272 MUKHLIS RAHMANTO Dosen di Jurusan Muamalah (Ekonomi dan Perbankan Islam), Fakultas Agama Islam, Universitas

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. kesimpulan mengenai strategi Baitul Maal Al-Muthi in dalam menggalang

BAB VI PENUTUP. kesimpulan mengenai strategi Baitul Maal Al-Muthi in dalam menggalang BAB VI PENUTUP Penutup berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh. Seperti kesimpulan mengenai strategi Baitul Maal Al-Muthi in dalam menggalang dana ZIS, program-program yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh makhluk. Menurut (Wijaya, 2014) Al-quran meyakinkan bahwa sumber daya itu tersedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dibincangkan, yaitu: Pertama, isu pendidikan, yang concern terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan dibincangkan, yaitu: Pertama, isu pendidikan, yang concern terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbagai upaya peningkatan mutu bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, namun selalu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Terdapat tiga faktor utama

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN. melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan Lembaga

BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN. melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan Lembaga BAB V PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab 4, peneliti mencoba melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Di Indonesia kemiskinan masih menjadi isu utama pembangunan, saat ini pemerintah masih belum mampu mengatasi kemiskinan secara tuntas. Hingga tahun 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan (filantropi) dalam konteks masyarakat Muslim. Zakat merupakan kewajiban bagian dari setiap

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data statistik pada tahun 2014 baik di kota maupun di desa sebesar 544.870 jiwa, dengan total persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menciptakan. Manifestasi dari kesadaran tersebut, bagi manusia akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. Menciptakan. Manifestasi dari kesadaran tersebut, bagi manusia akan tercapai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspek ruhiyah harus senantiasa dimiliki oleh manusia dalam menjalani setiap aktivitasnya, yaitu kesadaran akan hubungannya dengan Allah Yang Maha Menciptakan. Manifestasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paket kebijakan tentang percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada 8 Juni 2007 telah diterbitkan oleh pemerintah.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM

PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM Visi dan Misi Sebagaimana dimaklumi bahwa visi dan misi memainkan peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini makin sering terdengar ungkapan ya ng mengatakan. bahwa dunia moder n sudah memasuki era informasi.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini makin sering terdengar ungkapan ya ng mengatakan. bahwa dunia moder n sudah memasuki era informasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini makin sering terdengar ungkapan ya ng mengatakan bahwa dunia moder n sudah memasuki era informasi. Artinya, semakin disadari oleh banyak pihak

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PEMBAYARAN ZAKAT MELALUI LAYANAN MOBILE-ZAKAT (M-ZAKAT) MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DIAN NOVITA Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep dianovita79@yahoo.co.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum Good Corporate Governance merupakan sebuah sistem yang terdapat pada sebuah perusahaan atau badan usaha baik yang mencari laba maupun nirlaba yang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia. Kondisi ini memiliki keuntungan tersendiri bagi proses pembangunan menuju masyarakat muslim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut didalam Al-Quran, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 43 : yang rukuk. (QS. Al-Baqarah Ayat 43)

BAB I PENDAHULUAN. disebut didalam Al-Quran, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 43 : yang rukuk. (QS. Al-Baqarah Ayat 43) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang di dalamnya terdapat unsur ibadah, sosial dan ekonomi, yang mana setiap orang muslim mempunyai kewajiban melaksanakan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu serta menjadi unsur dari rukun Islam. Zakat merupakan pilar utama dalam Islam khususnya dalam perannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zakat merupakan salah satu rukun islam yang wajib ditunaikan oleh umat muslim atas harta kekayaan seorang individu yang ketentuannya berpedoman pada Al-Qur an

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjelaskan dan mengajak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjelaskan dan mengajak masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertulis pada sila ke-5 yaitu tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjelaskan dan mengajak masyarakat untuk aktif dalam memberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia 230.641.326 juta jiwa, dimana mayoritas penduduknya adalah muslim dengan jumlah 88,1

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui.

BAB III PENYAJIAN DATA. Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui. BAB III PENYAJIAN DATA Pada bab ini, merupakan data yang disajikan dari hasil penelitian di kelurahan Ukui. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang kinerja pengelola zakat Masjid Raya Nurul

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan. Hal

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan. Hal 117 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan positif dan signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yusuf Qaradhawi, Spektrum Zakat, Zikrul Hakim Jakarta, 2005, hlm. 24

BAB I PENDAHULUAN. Yusuf Qaradhawi, Spektrum Zakat, Zikrul Hakim Jakarta, 2005, hlm. 24 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang, masalah yang utama pada negara-negara berkembang adalah kemiskinan. Adapun persoalan kemiskinan itu sudah ada sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang fitrah. Sedangkan universalitas Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang fitrah. Sedangkan universalitas Islam menunjukkan bahwa Islam merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam merupakan salah satu ajaran agama yang begitu kompleks dan universal. Kompleksitas ajaran dalam agama Islam tersebut mencakup berbagai lini kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga zakat adalah lembaga yang berada ditengah-tengah publik sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ) dalam

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yayasan merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Yayasan merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yayasan merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan yang didirikan oleh karena masyarakat menilai bahwa negara belum mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PERPUSTAKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PERPUSTAKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR, PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PERPUSTAKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan salah satu fungsi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 90-an dan setelah tahun 90-an memiliki beberapa perbedaan yang mendasar. Pada

BAB I PENDAHULUAN. 90-an dan setelah tahun 90-an memiliki beberapa perbedaan yang mendasar. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut sejarahnya pengelolaan zakat di negara Indonesia sebelum tahun 90-an dan setelah tahun 90-an memiliki beberapa perbedaan yang mendasar. Pada tahun 90-an belum

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang manusiawi dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini tidak saja terjadi tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara. 95 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang-barang dan jasa-jasa yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Para penganut sistem ekonomi kapitalisme berpendapat bahwa inti masalah ekonomi adalah masalah produksi. Mereka berpendapat bahwa penyebab kemiskinan adalah

Lebih terperinci

tidak dapat memilih untuk membayar atau tidak. (Nurhayati, 2014)

tidak dapat memilih untuk membayar atau tidak. (Nurhayati, 2014) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu praktek akuntansi merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis, tetapi dalam entitas nirlaba ilmu dan praktek akuntansi tidak begitu diperhatikan (Simanjuntak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 telah

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan telah menjadi isu utama pembangunan diberbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 telah memporak-porandakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Penghimpunan Dana ZIS (Zakat, Infaq dan Shadaqah) untuk Beasiswa Bagi Ustadz atau Ustadzah di KSPPS BMT Tamzis Bina Utama Wonosobo Setiap KSPPS memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional bangsa di Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental spiritual, antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangan beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu. Dan juga Ibn. Abbas r.a dalam Laroche (1996) mengatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. jangan beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu. Dan juga Ibn. Abbas r.a dalam Laroche (1996) mengatakan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 7 telah disebutkan bahwa harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu. Dan juga Ibn Abbas r.a dalam Laroche

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian 98 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari hasil penelitian mengenai lembaga Filantropi Islam dan Pemberdayaan Anak Dhuafa (Studi Kasus Pada Program Pendidikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi

BAB I PENDAHULUAN. secara layak. Menurut Siddiqi mengutip dari al-ghazali dan Asy-Syathibi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya lembaga filantropi di dalam memberdayakan usaha mikro agar dapat menjadikan manusia yang produktif melalui peran penyaluran dana ZIS yang telah dikumpulkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam dibangun di atas lima pilar yang terangkum dalam rukun Islam. Zakat yang merupakan rukun ketiga dari lima rukun Islam tersebut tidak seperti shalat ataupun puasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA Istutik (2013) meneliti mengenai penerapan standar akuntansi Zakat Infak/Sedekah (PSAK: 109) pada pertanggungjawaban keuangan atas aktivitas penerimaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. bahwa pergeseran pemahaman wakaf tuan guru di Lombok menjiwai karakteristik

BAB V PENUTUP. bahwa pergeseran pemahaman wakaf tuan guru di Lombok menjiwai karakteristik BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian yang telah dipaparkan di bab-bab sebelumnya, dapat dipahami bahwa pergeseran pemahaman wakaf tuan guru di Lombok menjiwai karakteristik dasar pemikiran fiqh, termasuk

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BUTA. AKASARA SEBAGAI CAPAIAN MDGs

BAB III STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BUTA. AKASARA SEBAGAI CAPAIAN MDGs BAB III STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BUTA AKASARA SEBAGAI CAPAIAN MDGs 3. Strategi Pemerintah Indonesia Pengukuran keberhasilan dari suatu pemberdayaan dapat dilakukan dengan melihat

Lebih terperinci

Reposisi Manajemen Keuangan dalam Menjawab Tuntutan Transparansi-Akuntabilitas Organisasi Nirlaba di Indonesia

Reposisi Manajemen Keuangan dalam Menjawab Tuntutan Transparansi-Akuntabilitas Organisasi Nirlaba di Indonesia Reposisi Manajemen Keuangan dalam Menjawab Tuntutan Transparansi-Akuntabilitas di Indonesia Lokakarya Keuangan bagi Para Pimpinan Mitra ICCO, Jakarta, 12 13 April 2012 Mengelola Keuangan Memang Tidaklah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus 195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah

Lebih terperinci

BAB IV RESPON MASYARAKAT HINDU TERHADAP PERAYAAN HARI RAYA IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO

BAB IV RESPON MASYARAKAT HINDU TERHADAP PERAYAAN HARI RAYA IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO 63 BAB IV RESPON MASYARAKAT HINDU TERHADAP PERAYAAN HARI RAYA IDUL FITRI SUKU TENGGER WONOKERTO SUKAPURA PROBOLINGGO A. Representasi Umum Masyarakat Hindu di Desa Wonokerto Betapapun pentingnya kondisi

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71.

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1987), h.71. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Al-Amin (dapat dipercaya). Rasulullah mewajibkan kepada kita untuk dapat selalu

BAB I PENDAHULUAN. Al-Amin (dapat dipercaya). Rasulullah mewajibkan kepada kita untuk dapat selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang menarik untuk di kaji adalah mengenai kepercayaan muzakki terhadap lembaga amil zakat. Zakat sebagai salah satu rukun islam mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia khususnya bangsa Indonesia, dan tidak sedikit umat yang jatuh

BAB I PENDAHULUAN. manusia khususnya bangsa Indonesia, dan tidak sedikit umat yang jatuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan, kemelaratan dan kelaparan merupakan bahaya besar bagi umat manusia khususnya bangsa Indonesia, dan tidak sedikit umat yang jatuh peradabannya hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tua. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tua. Kehadiran anak dapat menguji diri seseorang, orang tua dapat melaksanakan amanah tersebut atau tidak.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PROGRAM MICROFINANCE SYARI AH BERBASIS MASYARAKAT (MISYKAT) DAN MANAJEMEN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PROGRAM MICROFINANCE SYARI AH BERBASIS MASYARAKAT (MISYKAT) DAN MANAJEMEN BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PROGRAM MICROFINANCE SYARI AH BERBASIS MASYARAKAT (MISYKAT) DAN MANAJEMEN PEMBIAYAANNYA DI DOMPET PEDULI UMMAT DAARUT TAUHID (DPU-DT) CABANG SEMARANG A. ANALISIS PRAKTEK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT I. UMUM Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

Lebih terperinci

Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik

Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik Wawancara Johanes Danang Widoyoko: Informasi Mengenai LSM itu Hak Publik S ebagai organisasi masyarakat sipil yang mengiritisi berbagai persoalan seperti korupsi, LSM kerap mendapat pertanyaan kritis yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Key Success Factor BAZNAS

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Key Success Factor BAZNAS BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas strategi untuk meningkatkan pengumpulan dana BAZNAS. Strategi yang dilakukan adalah pengelompokan faktor-faktor internal dan eksternal, membuat Matriks IE, Matriks

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan masalah kemiskinan berarti membicarakan suatu masalah yang sebenarnya telah berlangsung lama dalam kehidupan manusia. Kemiskinan merupakan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERPUSTAKAAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERPUSTAKAAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERPUSTAKAAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan salah satu fungsi negara yang dinyatakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam, 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagaimana telah diuraikan dalam bab pendahuluan, bahwa penelitian ini akan diarahkan guna menjawab rumusan masalah yang telah penulis angkat dalam mengkaji pendidikan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pendidikan dan Kemajuan 2.2 Peranan Pendidikan Terbuka dalam Mempersiapkan SDM Berkualitas

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pendidikan dan Kemajuan 2.2 Peranan Pendidikan Terbuka dalam Mempersiapkan SDM Berkualitas BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pendidikan dan Kemajuan Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dewasa kepada manusia yang belum dewasa dengan tujuan untuk mempengaruhi ke arah

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA UNIT PENGUMPUL ZAKAT. BAB I KETENTUAN

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA UNIT PENGUMPUL ZAKAT. BAB I KETENTUAN No.1847, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAZNAS. UPZ. Pembentukan dan Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA UNIT PENGUMPUL

Lebih terperinci

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan

yang diwajibkan Allah kepada orang-orang yang berhak. mensucikan orang yang mengeluarkannya dan menumbuhkan pahala. Sedangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Zakat dan Infak Sedekah a. Zakat Dari segi bahasa, zakat berarti tumbuh, bersih, berkah, berkembang dan baik. Sedangkan dari segi istilah, zakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Pada bab ini akan diuraikan Kesimpulan, Implikasi dan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Pada bab ini akan diuraikan Kesimpulan, Implikasi dan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi penelitian berdasarkan pembahasan dan kajian teori tentang pemberdayaan peranserta masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dan Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. 1 Agama Islam memiliki instrumen penting yang bergerak

Lebih terperinci