Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perenungan atau Rumination Definisi Perenungan Perenungan atau rumination didefinisikan sebagai cara individu dalam merespon distress yang melibatkan pemikiran berulang dan pasif mengenai gejala depresi serta penyebab dan akibat yang mungkin disebabkan oleh gejala tersebut (Nolen- Hoeksema, Wisco, & Lyubomirsky, 2008). Sementara itu, Martin & Tesser (1996) mendefinisikan perenungan sebagai berpikir secara berulang-ulang mengenai pemikiran yang berhubungan dengan kejadian traumatis, hal tersebut meliputi membuat kejadian traumatis dapat dimengerti, pemecahan masalah, mengenang, dan antisipasi. Pada literatur mengenai kejadian traumatis, perenungan didefinisikan sebagai keterlibatan proses kognitif atau proses kognitif dalam memahami trauma dan akibatnya (Calhoun & Tedeschi, 2006) The Response Style Theory Teori ini menyatakan bahwa, ketika merenung, individu berulang kali memikirkan hal seperti Mengapa saya tidak dapat keluar dari masalah ini? apa yang salah dengan diri saya? Saya tidak yakin akan dapat keluar dari permasalahan ini. Perenungan tidak mengarahkan individu pada pemecahan masalah melainkan membuat individu terpaku pada masalah dan perasaan mereka mengenai masalah tersebut tanpa mengambil tindakan apapun (Nolen-Hoeksema, Wisco, & Lyubomirsky, 2008). Menurut teori response style dalam konteks gejala depresi, perenungan dapat memperburuk dan memperpanjang gejala depresi. 8

2 Terdapat empat mekanisme yang membuat perenungan dapat memperpanjang depresi. Pertama, perenungan meningkatkan efek perasaan depresi pada proses berpikir, sehingga membuat individu berpikir secara negatif mengenai masa lalu, masa sekarang dan masa depannya. Perilaku tersebut cenderung stabil bahkan pada individu yang telah mengalami perubahan tingkat depresi. Kedua, perenungan mempengaruhi proses pemacahan masalah dengan membuat individu berpikir secara lebih pesimis dan fatalistis. Individu yang melakukan perenungan seringkali mengatakan bahwa ia melakukan itu untuk memahami dan memecahkan permasalahan mereka. Namun sayangnya, meski individu yang mengalami depresi berhasil menemukan solusi untuk permasalahannya, perenungan dapat menghambatnya dalam menerapkan solusi tersebut. Penelitian menunjukan bahwa individu yang merenung cenderung untuk tidak percaya diri mengenai solusi yang Ia temukan dan berpikir dua kali sebelum menerapkannya. Ketiga, perenungan mempengaruhi prilaku instrumental. Perenungan dapat membuat individu meragukan kemampuannya dan mengurangi motivasi serta insiasi individu untuk melakukan tindakan. Penelitian menunjukan bahwa meski individu yang depresi mengetahui kegiatan yang dapat memperbaiki suasana hati mereka, namun individu tersebut menolak untuk melakukannya. Dalam konteks kesehatan, hal ini dapat membahayakan individu. Penelitian menunjukan bahwa pasien kanker payudara yang banyak melakukan perenungan, mengalami stress ketika mengenali gejala penyakit tersebut dan menunda 2 bulan untuk segera menemui dokter dibandigkan pasien kanker yang tidak melakukan perenungan. Dan keempat, individu yang terus menerus melakukan perenungan dapat kehilangan dukungan social sehingga memperparah depresi yang dialaminya. Individu yang sering merenung dianggap tidak menguntungkan bagi orang lain. Perenungan dikaitkan dengan karakteristik kepribadian yang tidak diinginkan, termasuk dependen, kelekatan yang berlebihan pada 9

3 orang lain, dan kecenderungan agresif yang mungkin membuat individu kehilangan dukungan social. Individu yang melakukan perenungan secara berlebihan seringkali berusaha untuk mencari dukungan social namun tidak jarang mereka mengalami perselisihan dan hanya mendapatkan sedikit dukungan emosional dari orang lain. Sebuah penelitian menunjukan bahwa teman dan keluarga mengalami frustasi ketika harus menghadapi individu yang terus menerus ingin berbicara tentang trauma dan maknanya bagi mereka selama berbulan-bulan setelah kejadian tersebut (Nolen-Hoeksema, Wisco, & Lyubomirsky, 2008). Pada awalnya Nolen Hoeksema (1996) memfokuskan teori ini untuk mengkaji sisi maladaptive dari perenungan. Namun penelitian longitudinal terkini yang mereka lakukan menunjukan bahwa Perenungan secara reflective mungkin merupakan cara memecahkan masalah yang efektif dan dalam jangka waktu panjang diasosiasikan dengan menurunnya tingkat depresi, namun dalam jangka waktu pendek dapat menghasilkan efek negatif. Sebaliknya, perenungan secara brooding diasosiasikan dengan meningkatnya depresi baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang (Treynor, Gonzalez, & Nolen-Hoeksema, 2003) Goal Progress Theory Goal Progress Theory adalah teori yang dikemukakan oleh Martin & Tesser (2006) untuk menjelaskan proses perenungan atau rumination. Berdasarkan teori ini perenungan didefinisikan sebagai pikiran sadar yang mengarah pada suatu objek selama jangka waktu tertentu. Hal ini dipicu ketika individu tidak mengalami kemajuan dalam mencapai tujuan yang penting dan hal tersebut akan berhenti baik ketika individu mencapai tujuannya, mengalami kemajuan dalam mencapai tujuannya, atau menyerah pada tujuan tersebut. Teori ini dibangun berdasarkan beberapa asumsi dasar, yaitu: 10

4 A. Perenungan merupakan hasil dari tidak adanya kemajuan dalam mencapai tujuan Informasi yang berhubungan dengan tujuan yang tidak tercapai tetap aktif di ingatan individu untuk waktu yang lama dibandingkan informasi yang berhubungan dengan tujuan yang tercapai. Pada sebuah eksperimen subyek diminta untuk memilih sinonim yang tepat bagi kata-kata tertentu. Pada salah satu percobaan, subyek akan diarahkan untuk meyakini bahwa sinonim yang ia pilih salah (tujuannya tidak tercapai), sementara pada percobaan lain, subyek akan diarahkan untuk menyakini bahwa sinonim yang dipilihnya benar (tujuannya tercapai). Selanjutnya, subyek diinstrusikan untuk menyebutkan suatu kata yang tertulis di layar computer begitu mereka mendengar nada. Setiap tampilan kata dilengkapi dengan pilihan kata sinonim baik yang pada percobaan sebelumnya dianggap benar ataupun salah. Hasil penelitian membuktikan bahwa subyek menyebutkan kata yang dituju secara lebih lambat ketika kata tersebut disajikan dilayar bersama dengan kata sinonim yang pada percobaan sebelumnya dianggap salah (tujuan yang tidak tercapai). Dengan kata lain, informasi yang berhubungan dengan tujuan yang tidak tercapai secara otomatis menyita perhatian subyek meskipun subyek secara sadar tengah fokus pada hal lain (Martin & Tesser, 2006). B. Semakin penting tujuan yang tidak tercapai, semakin besar perenenungan yang dilakukan individu Selama hidupnya, individu berpotensi untuk memiliki banyak tujuan yang tidak tercapai, namun tidak semuanya akan direnungkan oleh individu melainkan individu hanya akan merenungkan mengenai kegagalannya dalam mencapai tujuan yang penting atau lebih diprioritaskan olehnya. Pada sebuah penelitian, partisipan diminta mengisi buku harian 11

5 selama 2 minggu untuk menuliskan setiap kejadian, menilai suasana hati mereka mengenai hal yang paling menganggu mereka, menilai tingkat kebingungan mereka akan konsep diri mereka ( contoh : Apakah kejadian tersebut membuatmu mempertanyakan keyakinanmu mengenai dirimu sendiri?), dan menilai tingkat perenungan (contoh : setelah kejadian tersebut berlalu apakah kamu masi memikirkanya?). Hasil penelitian membuktikan bahwa ketika subyek mengalami kejadian negatif yang mempengaruhi tujuan yang mereka anggap penting maka subyek akan mengalami dampak negatif yang lebih besar dibandingkan ketika kejadian negatif lain mempengaruhi tujuan yang tidak terlalu dianggap penting. Subyek melaporkan mengalami terlalu berfokus pada diri sendiri, konsep diri yang kacau, dan perenungan (Martin & Tesser, 2006). C. Mencari sarana lain untuk mencapai tujuan dapat menghentikan perenungan Individu akan mulai merenung ketika ia tidak berhasil mencapai tujuan melalui sarana tertentu yang telah ia tentukan sebelumnya, namun ketika ia mengganti sarana tersebut maka ia akan berhenti merenung. Pada sebuah penelitian terhadap mahasiswa baru di suatu universitas, subyek diminta untuk mengidetifikasi orang yang sebelum ia masuk universitas merupakan orang yang akrab dengannya. Subyek juga diminta untuk menyebutkan aktivitas apa yang dulu dia dan orang tersebut lakukan dan telah ditemukan penggantinya saat subyek masuk kuliah. Pada akhirnya, subyek akan dinilai berdasarkan sejauh apa mereka merenungkan tentang orang tersebut (misalnya, kenangan tentang hal yang dulu kami lakukan bersama muncul ketika saya mencoba untuk belajar ; saya menghabiskan waktu untuk berpikir tentang ketika kami masih bisa bertemu ). 12

6 Hasil penelitian membuktikan bahwa semakin banyak aktivitas yang subyek temukan penggantinya maka semakin sedikit ia merenung (Martin & Tesser, 2006). D. Membatasi cara mencapai tujuan akan mempersulit individu untuk berhenti merenung Ketika individu membatasai cara untuk mencapai tujuan maka ia akan kehabisan pilihan ketika cara tersebut gagal dan tujuannya tidak tercapai. Pada tahap tersebut, perenungan sulit untuk dihentikan. Sebagai contoh, ketika seorang wanita memiliki tujuan yang spesifik untuk memiliki anak secara biologis, maka memiliki anak adopsi bukanlah pilihan baginya dan selama tujuannya belum tercapai atau ia belum menyerah maka ia akan tetap merenung. Penlitian yang melibatkan wanita dengan infertilitas mencoba mengukur sejauh apa subyek percaya bahwa memiliki anak secara biologis merupakan hal yang penting bagi kebahagiaan dan kepuasaan hidup mereka. Hasil penelitian membuktikan semakin besar kepercayaan subyek bahwa memiliki anak secara biologis berhubungan dengan kebahagiaan mereka (contoh: Saya tidak akan bahagia kecuali saya memiliki anak secara biologis ) maka semakin tinggi tingkat perenungan dan distress yang mereka laporkan (Martin & Tesser, 2006). E. Melepaskan tujuan yang tidak tercapai akan mengurangi perenungan Pada suatu penelitian, subyek diminta untuk mendaftar beberapa tujuan yang telah berhenti mereka kejar. Kemudian, mereka diminta menilai kemampuan mereka untuk melepaskan diri dari tujuan (misalnya, Sangat mudah bagi saya untuk mengurangi usaha saya arah tujuan) dan kembali terlibat dalam tujuan-tujuan lain (misalnya, saya berpikir tentang tujuan-tujuan baru lainnya untuk mengejar). 13

7 Subyek juga diminta untuk menilai kesejahteraan mereka (misalnya, seberapa sering mereka merasa gugup dan tertekan) dan sejauh mana mereka merenung (misalnya, saya terbangun di malam hari memikirkan masalah saya). Hasil penelitian membuktikan bahwa semakin besar seseorang dapat melepaskan diri dari tujuan yang tidak tercapai maka semakin rendah perenungan dan semakin besar kesejahteraan psikologis yang mereka rasakan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa membuka diri untuk tujuan baru dapat mengurangi perenungan (Martin & Tesser, 2006). Disamping ke-5 prinsip tersebut, Martin dan Tesser (2006) lebih jauh juga menyatakan bahwa ketika individu memiliki lebih dari satu tujuan maka individu tersebut akan melakukan yang terbaik dalam mencapai semua tujuan mereka secara bersamaan, namun mereka jarang berhasil. Penyebabnya adalah kemajuan pada salah satu tujuan dapat menghambat kemajuan pada tujuan lain, dan faktor situasi (contohnya tekanan social) dapat memfasilitasi kemajuan pada satu tujuan (contohnya berkumpul dengan temanteman) seraya menghambat kemajuan pada tujuan lain (contohnya belajar). Hasilnya, individu akan membuat sejumlah pertukaran untuk mencapai jalan tengah dengan setidaknya beberapa (mungkin banyak) dari tujuan penting mereka yang tidak terpenuhi.inilah alasan mengapa mereka melakukan perenungan dan mengapa perenungan tersebut berlanjut. Perenungan berfungsi untuk membantu individu mengevaluasi kembali tujuan mereka dan menfasilitasi individu untuk melepaskan tujuan yang sulit atau tidak dapat dicapai serta membantu individu untuk fokus pada tujuan 14

8 yang lebih sesuai dengan keadaannya (Martin & Tesser, 2006). Sehubungan dengan trauma, teori ini meyatakan bahwa perenungan juga dapat membantu individu merangkum tingkat kemajuannya dalam mencapai tujuan. Pandangan tersebut memiliki 2 implikasi yaitu : (1) suatu kejadian dapat menyebabkan trauma hanya ketika kejadian tersebut menganggu keyakinan dalam assumptive world individu yang penting bagi perkembangan ia dalam mencapai tujuannya, dan (2) meski perenungan dapat mengarahkan individu untuk memiliki sudut pandang baru mengenai trauma, individu akan tetap merenung selama sudut pandang tersebut tidak membuat individu mendapatkan kemajuan dalam mencapai tujuannya (Martin & Tesser, 2006) Bentuk Perenungan Calhoun & Tedeschi (2006) mengklasifikasikan perenungan ke dalam dua bentuk yaitu perenungan yang tidak disengaja atau intrusive rumination dan perenungan yang disengaja atau deliberate rumination. Intrusive rumination adalah pemikiran yang tidak diingankan, menyusahkan dan tidak dikendalikan oleh individu mengenai suatu kejadian tertentu. Bentuk perenungan ini sering kali dilakukan oleh individu yang mengalami trauma terutama pada periode waktu segera setelah individu mengalami kejadian traumatis. Intrusive rumination yang berlanjut secara terus menerus seringkali berhubungan dengan depresi. Meskipun begitu, intrusive rumination dianggap sebagai pelopor bagi bentuk perenungan deliberate, dimana intrusive rumination membantu mempersiapkan individu untuk melakukan proses kognitif lebih lanjut seperti deliberate rumination dan intrusive rumination juga merupakan sebuah permulaan yang dibutuhkan untuk memulai proses 15

9 posttraumatic growth. Sementara itu, deliberate rumination adalah sebuah pemikiran yang sengaja dilakukan oleh individu mengenai suatu kejadian dengan tujuan untuk memahami kejadian tersebut serta memahami dampaknya. Bentuk perenungan ini memiliki hubungan positif dengan posttraumatic growth. Selain itu, Berjalannya waktu, individu yang mengalami trauma akan cenderung lebih banyak merenung secara deliberate dibandingkan dengan secara intrusive seiring dengan kemampuan mereka mengendalikan stress dan sanggup mulai berusaha memahami kejadian tersebut dan menggabungkan informasi yang baru mereka terima ke dalam skema baru mereka mengenai diri mereka sendiri, orang lain dan dunia (Taku, Cann, Tedeschi, & Calhoun, 2009). Konsep lain mengenai perbedaan bentuk perenungan membagi perenungan kedalam dua bentuk yaitu brooding dan reflective. Definisi Brooding meliputi bentuk perenungan yang pasif, berfokus pada penyebab dan konsekuensi dari emosi negatif atau pengalaman, perbandingan yang dilakukan secara berulang antara situasi yang dialami individu dengan tujuan yang tidak tercapai, memikirkan permasalahan terus menerus sehingga menghambat individu untuk memecahkan permasalahan tersebut. Sementara itu, reflective rumination didefinisikan sebagai perenungan yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan untuk dapat menemukan jalan keluar dari suatu permasalahan (Treynor, Gonzalez, & Nolen-Hoeksema, 2003) Frekuensi Perenungan Pearson, Brewin, Rhodes, & McCarron (2008) melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi mengenai perenungan pada sampel klinis. Mereka meneliti 22 orang subyek (6 laki-laki dan 16 perempuan) yang sedang menerima perawatan maupun menunggu perawatan di sebuah klinik kesehatan mental 16

10 masyarakat. Ke-22 subyek melaporkan bahwa mereka melakukan perenungan paling tidak sebanyak satu kali atau lebih per hari Durasi Perenungan Penelitian yang dilakukan pada sampel non klinis dengan subyek berjenis kelamin perempuan melaporkan bahwa rata-rata subyek merenung selama 26, 2 menit (Watkins, Moulds, & Mackintosh, 2005). Sementara itu, penelitian yang dilakukan pada sampel klinis melaporkan bahwa rata-rata subyek merenung selama 2, 8 jam per hari (Pearson, Brewin, Rhodes, & McCarron, 2008) Valensi Perenungan Valensi adalah sifat konseptual lingkungan psikologis. Itulah nilai daerah itu untuk seseorang. Ada dua macam nilai, yakni positif dan nilai negatif. Daerah yang bernilai positif merupakan daerah yang mengandung objek tujuan yang akan mereduksikan tegangan apabila pribadi memasuki daerah tersebut. Misalnya suatu daerah yang mengandung makanan akan memiliki valensi positif bagi pribadi yang lapar. Daerah yang bernilai negatif adalah daerah yang meningkatkan tegangan. Bagi individu yang takut pada anjing, bertemu dengan anjing memiliki valensi negatif (Hall, Lindzey, & Campbell, 1998). Perenungan dapat dibedakan dari segi valensinya. Sebagai contoh, Pada individu yang merupakan veteran perang, memikirkan kembali mengenai rasa sakit dan ketakukan ketika mengalami luka akibat peperangan mungkin memiliki valensi negatif yang sangat kuat. Sementara itu, memikirkan kembali mengenai tindakan rekanrekannya yang tidak egois dengan memberikan pertolongan dan memberikan bantuan segera kepadanya ketika ia terluka, mungkin memiliki valensi positif (Calhoun & Tedeschi, Handbook of posttraumatic growth, 2006). 17

11 2.1.8 Konten Perenungan Terdapat berbagai pandangan yang berbeda mengenai isi perenungan atau the content of rumination. Pada literature mengenai trauma, tedeschi & Calhoun (2006) menyatakan bahwa hal yang dipikirkan oleh individu yang mengalami trauma biasanya mencakup elemen yang tidak menyenangkan terkait dengan kejadian traumatis dan konten pikirannya mungkin sebagian besar berhubungan dengan kejadian traumatis. Namun, pemikiran yang memuat konten lain mungkin juga terjadi berulang kali setelah kejadian traumatis. Menurut Watkins ( 2008), isi perenungan secara umum memuat gambaran yang tidak spesifik mengenai kejadian atau tindakan, berfokus pada nilai dari tujuan ataupun hasil, karakteristik global atau sifat kepribadian, dan pertanyaan mengapa yang berhubungan dengan perbedaan antara hasil yang diraih dan hasil yang ingin diraih. Pendapat lain menyatakan bahwa isi perenungan berbeda dalam fokusnya terhadap periode waktu. Beberapa teori menyatakan isi perenungan dapat memuat keadaan atau kejadian di masa lalu, saat ini dan masa dengan dengan asumsi bahwa isi perenungan cenderung berfokus seputar masa lalu atau masa sekarang. Namun, penelitian terkini menemukan bahwa terjadi perubahan orientasi waktu selama perenungan, sehingga pada awalnya isi perenungan individu berfokus pada masa lalu dan kemudian berganti menjadi pemikiran tentang masa sekarang dan masa depan (Smith & Alloy, 2009). Sementara itu, Martin & Tesser (1996) menyatakan bahwa isi perenungan individu ditentukan oleh teori yang diyakini oleh individu tersebut. Ketika tujuan yang dimiliki individu tidak dapat tercapai, maka ia akan merasa bahwa ada sesuatu yang hilang dari kehidupannya, namun ia tidak benar-benar tau hal apakah itu. Setelah itu, isi perenungannya akan dipenuhi oleh topic yang 18

12 berdasarkan teori yang ia pegang merupakan hal yang membuat tujuannya tidak tercapai. Selain itu, topic yang ia renungkan juga merupakan topic yang lebih mudah diakses olehnya dan bukan merupakan pancingan sementara dari lingkungan. Misalnya, ketika individu dengan tingkat self-esteem tinggi, tidak memiliki pasangan maka ia akan merenung mengenai sedikitnya pasangan yang sesuai dengan ekspetasinya, namun individu dengan tingkat self-esteem yang rendah, akan merenung mengenai betapa buruknya kemampuan bersosialisasi yang ia miliki. Lebih jauh, Martin & Tesser (1996) juga mengemukakan 3 faktor lain yang mempengaruhi isi perenungan individu. Pertama, isi perenungan individu akan memuat topic-topik mengenai tujuan yang ia yakini tengah terancam keberhasilannya. Tujuan ini dapat berupa tujuan yang sebenarnya, maupun hanya berupa tujuan pengganti dari tujuan yang sebenarnya karena tujuan yang sebenarnya tidak sesuai dengan pandangan yang individu tersebut miliki. Misal saat motor balap milik seseorang rusak, ia akan mulai merenung tentang betapa ia merindukan melakukan hobinya yaitu balapan, namun sesungguhnya melakukan hobi bukan merupakan tujuan yang sebenarnya melainkan merupakan tujuan pengganti dari saya naik motor balap untuk menggoda wanita yang individu tersebut tolak ia renungkan karena ia sudah memiliki istri dan berdasarkan pandangannya itu bukan hal yang pantas untuk direnungkan. Oleh karena itu, ketika terdapat lebih dari satu tujuan, maka perenungan individu akan diisi seputar tujuan yang lebih menonjol dan lebih mudah dituju. Faktor ke-2 yang mempengaruhi isi perenungan individu adalah tingkat terhambatnya tujuan. Ketika proses mencapai tujuan hanya sedikit terhambat, maka individu akan merenungkan tujuan yang tidak terlalu penting. Namun ketika tujuan individu sangat terhambat atau gagal, maka ia akan merenungkan mengenai tujuan yang lebih penting baginya. Sebagai contoh, ketika seorang gitaris 19

13 bertujuan untuk menghibur penonton, namun senar gitarnya patah, maka ia hanya akan merenungkan tujuan yang tidak penting yaitu mengganti nada yang harus diamainkan oleh senar tersebut. Akan tetapi, ketika itu terbukti sulit untuk dilakukan maka gitaris itu akan mengganti fokus perenungannya mengenai tujuan yang lebih penting seperti Apa ada hal lain yang dapat saya lakukan untuk menghibur peonton? apa dampak kejadian ini bagi karir saya? (Martin & Tesser, 1996). Faktor ke-3 yang mempengaruhi isi perenungan adalah jarak antara individu dengan tujuan. Ketika individu semakin dekat untuk mencapai tujuan, maka hal itu akan menimbulkan efek positif sedangkan semakin jauh individu dengan tujuannya, maka akan timbul efek negatif dan semakin cepat pergerakan individu, semakin kuat dampaknya. Tujuan yang tidak tercapai, namun diikuti dengan perkembangan individu akan menimbulkan perenungan yang bersifat positif (contohnya antisipasi), namun jika tidak diikuti oleh perkembangan, maka akan menimbulkan perenungan yang bersifat negatif (contohnya kekhawatiran) (Martin & Tesser, 1996). Budaya juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi isi perenungan individu. Salah satunya adalah pengaruh budaya individualistis dan kolektivitis. Budaya individualistis akan menciptakan individu dengan sifat independen, mereka mendefinisikan diri mereka dengan bagaimana mereka berbeda dari orang lain, keunikan mereka, dan prestasi pribadi mereka; mereka lebih memilih tindakan perorangan dan berusaha untuk memenuhi tujuan pribadi. Sementara itu, budaya koletivitis akan menghasilkan individu yang bersifat interdependen, Individu interdependen fokus pada hubungan mereka dengan orang lain; mereka lebih memilih tindakan kolektif dan mencoba untuk tidak terpisah dari kelompok, mencari harmoni dengan orang lain dan menjadi peka terhadap pengaruh mereka pada orang lain. Isi perenungan individu interdependen setelah mengalami trauma akan 20

14 dipenuhi opini bahwa tindakan mereka terhadap kejadian tersebut akan berpengaruh terhadap orang lain sebagaimana kejadian tersebut berpengaruh terhadap diri mereka sendiri. Isi perenungan yang terkait dengan kejadian traumatis tersebut akan disaring berdasarkan bagaimana kejadian tersebut akan dilihat oleh orang lain dalam kelompok acuan mereka. Penelitian telah membuktikan bahwa individu yang bersifat interdependen akan cederung berpikir tetang tindakan mereka sendiri dengan menggunakan perspektif orang lain, bukan dengan perspektif mereka sendiri, dan mereka lebih peduli dengan bagaimana pandangan orang lain tentang diri mereka dibandingkan individu yang bersifat individualistis.selain itu, Didalam budaya kolektivitis, individu cenderung lebih mudah mengekspresikan emosi positif dibandingkan emosi negatif. Hal ini disebabkan karena pengekspresian emosi negatif dapat berpotensi menganggu keharmonisan kelompok. Dengan demikian, individu interdependen yang mengalami trauma mungkin akan terlihat baikbaik saja, namun pikiran mereka mungkin saja dipenuhi oleh emosi negatif yang harus mereka tangani secara internal (Calhoun, Cann, & Tedeschi, 2010) Pengaruh Budaya Terhadap Proses Berpikir Budaya timur dan budaya barat memberikan setidaknya tiga pengaruh berbeda terhadap proses berpikir individu ketika mengalami kejadian traumatis. Yang pertama adalah Kontrol diri, dimana Individu yang berasal dari budaya barat cenderung lebih merasa bertanggung jawab terhadap kejadian traumatis tersebut dan oleh karena itu berusaha memahami kejadian tersebut berdasarkan apa yang ia lakukan. Sementara itu, Individu yang berasal dari budaya timur hanya merasa sedikir bertanggung jawab dan cenderung mencari cara untuk menyesuaikan diri. Kemudian, ketika ia merenung, ia melihat dunia secara berbeda tanpa mengenali perubahan dalam diri mereka sendiri. Yang kedua adalah sumber 21

15 penyebab, dimana orang barat berfokus pada kualitas pribadi ketika berusaha memahami kejadian traumatis. Ia akan mempertanyakan Apakah diri saya sendiri yang menyebabkan kejadian ini?. Disisi lain, orang timur berusaha mencari makna dari kejadian tersebut dan mempertanyakan Bagaimana saya bisa beradaptasi dengan situasi ini? atau Bagaimana saya bisa menghindarinya? Yang ketiga adalah asumsi mendasar tentang stabilitas dan perubahan dari waktu ke waktu, dimana orang barat meyakini bahwa masa depan dapat diprediksi sedangkan orang timur mengantisipasi perubahan dan konflik yang mungkin terjadi (Calhoun, Cann, & Tedeschi, 2010) Pengaruh budaya terhadap proses kognitif individu juga dapat ditemui di Indonesia. Salah satu, kearifan local yang dapat mempengaruhi proses berpikir individu setelah mengalami kejadian traumatis yaitu konsep nrimo yang berasal dari budaya Jawa Nrimo Definisi nrimo dalam falsafah jawa, berarti setiap hal yang terjadi diterima dengan kesungguhan hati dan dianggap sebagai karunia Tuhan. Di dalam nrimo terkandung usaha keras dalam kehidupan dunia dan usaha tersebut kemudian disandarkan kepada hubungan vertical dengan tuhan. Nrimo dapat membantu mengurangi kekecewaan apabila yang terjadi kemudian ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh individu (Endraswara, 2012). Berdasarkan beberapa literatur, terdapat dua pandangan yang berbeda megenai nrimo yaitu, nrimo sebagai sikap dan nrimo sebagai strategi coping. Sebagai sebuah sikap, Nrimo pada mulanya terbentuk dengan upaya menghayati diri sendiri, baik secara kognisi dan emosi. Menghayati di sini tidak hanya sebatas mengerti apa yang terjadi pada diri sendiri tetapi lebih mendalam dari itu hingga individu menemukan realitas baru tentang diri. Sikap Nrimo terdiri dari 3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan prilaku. Aspek kognisi 22

16 biasanya sering terlihat dalam puntu, yaitu upaya berupa dialog dalam diri untuk menenangkan diri dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Aspek afektif nrimo merupakan perasaan menerima secara terbuka segala sesuatu yang telah terjadi. Aspek perilaku ditunjukkan dengan melakukan segala sesuatu secara maksimal sesuai dengan kemampuan. (Hasanah, 2012). Disisi lain, menurut (Soeparno, 2010) terdapat tiga makna nrimo yaitu, nrimo sebagai strategi coping, nrimo sebagai respon menyerahkan kepada tuhan dalam coping ketidakberdatyaan, dan nrimo sebagai respon menyerahkan kepada tuhan. Konsep nrimo sebagai strategi coping didukung oleh hasil penelitian Subandi, Rahayu, & Husaini (2014) yang menyatakan bahwa nrimo merupakan salah satu strategi coping yang dilakukan oleh para korban bencana erupsi Gunung Merapo untuk mengurangi trauma pasca-bencana. Penelitian terdahulu mengenai nrimo menunjukan bahwa Nrimo cenderung menjadi motivator, dimana nrimo membuat orang mampu menghadapi aneka tantangan kerja, khususnya tantangan yang tak terelakkan (Saptoto, 2009). Selain itu, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuniarti (2009) yang melaporkan bahwa 90 % survivor gempa bumi di Yogyakarta pada bulan Mei 2006 (n=6677) berpikir bahwa nrimo berperan sebagai energi positif 2.2 Pertumbuhan Psikologis Pasca Trauma Atau Posttraumatic Growth Definisi Posttraumatic Growth Posttraumatic growth (PTG) atau pertumbuhan psikologis pascca trauma adalah pengalaman berupa perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan seseorang dalam menghadapi tantangan krisis kehidupan yang tinggi. PTG tidak hanya kembali pada keadaan semula (normal), tetapi juga merupakan sebuah perbaikan kehidupan yang pada beberapa orang terjadi dengan sangat luar biasa (Tedeschi & Calhoun, 2004). 23

17 PTG bukan merupakan hasil langsung yang terjadi setelah pengalaman traumatik. PTG merupakan perjuangan individu dalam menghadapi realita baru setelah mengalami kejadian traumatik. Kejadian psikologis yang mengguncang dapat menyiksa atau mengurangi pemahaman seseorang dalam memahami sesuatu, mengambil keputusan dan perasaan berarti. Kejadian yang mengguncang dapat membuat seseorang menganggap bahwa kejadian tersebut merupakan suatu tantangan yang berat, melakukan penyangkalan, atau mungkin kehilangan kemampuan untuk memahami apa yang terjadi, penyebab dan alasan kejadian tersebut terjadi, dan dugaan abstrak seperti apa tujuan dari kehidupan manusia. Setelah mengalami kejadian yang mengguncang seseorang akan membangun kembali proses kognitifnya. Hal ini dapat diibaratkan dengan membangun kembali bangunan fisik yang telah hancur setelah terjadi gempa bumi. Struktur fisik dirancang agar seseroang dapat lebih bertahan atau melawan kejadian traumatik di masa depan, yang merupakan hasil pelajaran dari gempa bumi sebelumnya mengenai apa yang dapat bertahan dari guncangan dan apa yang tidak. Ini merupakan hasil dari sebuah kejadian yang dapat menimbulkan PTG (Tedeschi & Calhoun, 2004). 24

18 2.2.2 Model Posttraumatic growth Skema Model Posttraumatic Growth (Calhoun, Cann, & Tedeschi, 2010) Pada skema di atas, dapat digambarkan beberapa karakteristik individu dan gaya seseorang dalam mengatur emosinya dapat meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mengalami pengalaman PTG. Selanjutnya, tingkat self-disclosure seseorang tentang keterbukaannya akan emosi dan perspektif mereka akan krisis yang dihadapi, mungkin juga memegang peranan dalam terjadinya PTG pada seseorang. Kemudian juga 25

19 dapat digambarkan bagaimana cognitif process dalam menghadapi kejadian traumatik, seperti proses pemikiran berulang atau perenungan (ruminative thoughts) juga berhubungan dengan munculnya PTG. Hal ini dapat diargumentasikan bahwa proses kognitif seseorang dalam keadaan krisis memainkan peranan yang penting dalam proses PTG. Terakhir, PTG dapat secara signifikan berhubungan dengan kebijaksanaan dan narasi kehidupan individu (the individuals life narrative) Aspek-aspek Posttraumatic Growth. Calhoun & Tedeschi (2004) menyebutkan perubahan dalam diri seseorang pasca kejadian traumatik yang juga merupakan elemen PTG antara lain: A. Appreciation for life (Pernghargaan terhadap hidup) Pengalaman traumatik menyebabkan munculnya filosofi baru yang mengubah asumsi dasar seseorang tentang kehidupan dan arti dari kehidupan. Perubahan yang mendasar adalah perubahan mengenai prioritas hidup seseorang yang juga dapat meningkatkan penghargaan kepada hal-hal yang dimilikinya misalnya menghargai kehidupannya. B. Relating to others (Hubungan dengan orang lain) Merupakan perubahan seperti hubungan yang lebih dekat dengan orang lain, lebih intim dan lebih berarti. C. Personal strength (Kekuatan dalam diri) Mereka yang mengalami pengalaman traumatik menunjukkan adanya kemampuan untuk lebih kuat dan mandiri dalam menjalani hidup, sehingga tampak bahwa hidup melalui trauma menyediakan banyak informasi dalam kompetensi mengevaluasi diri dalam kesulitan dengan cara yang tegas (optimis) dan menghadapinya (coping). 26

20 D. New possibilities (Kemungkinan-kemungkinan baru) Mereka yang mengalami pengalaman traumatik akan menjadi lebih menikmati hidupnya dan menjalankan hidup lebih semangat dengan menemukan adanya peran baru dan orang-orang baru. E. Spritual Development (Perkembangan spiritual) Peningkatan kepercayaan terhadap agama dapat muncul ketika mereka mencoba memahami peristiwa traumatik. Hal ini juga menunjukkan adanya penguatan keyakinan dalam agama yang dapat meningkatkan rasa kontrol diri, kedekatan terhadap agama dan menemukan makna hidup sesuai dengan agama yang diyakininya. Namun, Individual yang tidak religius atau tidak memiliki agama juga dapat mengalami PTG. Mereka dapat mengalami pertempuran yang hebat dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang mendasar atau pertempuran tersebut mungkin dijadikan sebagai pengalaman PTG. 2.3 Kanker Payudara Definisi Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal/ terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang dari asalnya yang disebut metastasis. Sel kanker bersifat ganas dan dapat menyebabkan kematian, dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis sel di tubuh manusia. Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jarring-an penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara (Direktorat pengendalian penyakit tidak menular, 2009). Seseorang dinyatakan sebagai survivor kanker payudara ketika Ia didagnosis menderita kanker, dan tetap dinyatakan sebagai survivor kanker payudara selama Ia menjalani pengobatan dan selama sisa hidupnya (L.Park, 2013). 27

21 2.3.2 Epidemi Kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian yang diakibatkan kanker pada perempuan di seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/ wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/ wanita dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/ atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki laki dengan frekuensi sekitar 1% (Komite nasional penanggulangan kanker, 2015). Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diketahui bahwa kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru (setelah dikontrol oleh umur) tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dan persentase kematian (setelah dikontrol oleh umur) akibat kanker payudara sebesar 12,9% (Kementrian kesehatan Republik Indonesia, 2015) Berdasarkan penelitian pada tahun 2013, penderita kanker payudara stadium 0 memiliki harapan hidup sebesar 93% sementara pasien penderita stadium I harapan hidupnya adalah 88%. Untuk Penderita kanker payudara tahap IIA, angka harapan hidupnya turun menjadi 81% dan turun lagi menjadi 74% untuk penderita stadium IIB. Untuk pasien penderita stadium IIIA, harapan hidup mereka setelah menjalani pengobatan adalah 67% sementara untuk penderita kanker payudara stadium IIIB harapan hidupnya turun drastic menjadi 41%. Angka ini secara mengejutkan naik sebesar 8% menjadi 49% untuk penderita kanker stadium IIIC namun kemudian turun drastic menjadi hanya 15% untuk penderita kanker payudara stadium 4 (Kankerpayudara.co.id, 2013) Pemeriksaan Kanker Payudara Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan oleh penderita itu sendiri dengan cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya dilakukan 28

22 setiap satu bulan sekali sesudah masa menstruasi. Sementara itu, pemeriksaan medis yang biasa dianjurkan oleh dokter untuk memeriksa keberadaan kanker payudara adalah Mammografi, yaitu pemeriksaan dengan menggunakan sinar rontgen. (Sjamsuhadjat & Jong, 2005) Pengobatan Kanker Payudara Menurut Sjamsuhidajat&Jong (2005), pengobatan kanker payudara dapat dilakukan dengan tiga cara yakni kemoterapi, radiasi, dan operasi. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari ketentuan pasien dalam berobat dan tergantung pada stadiumnya. 1. Operasi Dilakukan dengan mengambil sebagian atau seluruh payudara untuk membuang sel-sel kanker yang ada dalam payudara. Jenis-jenis operasi yang dilakukan adalah: a) Lampektomi: Merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat tumor payudara beserta jaringan sekitarnya. Dengan menyisakan sebagian jaringan payudara. Dilakukan pada kasus kanker payudara dini, saat ukurannya masih kecil b) Masektomi: Merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat payudara beserta kankernya, kadang beserta otot dinding dada c) Operasi pengangkatan kelenjar getah bening: Operasi yang dilakukan jika diduga ada penyebaran kanker dikelenjar getah bening di ketiak. 2. Radioterapi Merupakan pengobatan yang dilakukan dengan penyinaran dengan tujuan merusak sel-sel kanker. Radiotherapi dapat dilakukan sesudah operasi ataupun sebelum operasi. 29

23 3. Kemoterapi Adalah pengobatan dengan menggunakan obat anti kanker untuk merusak sel-sel kanker. 4. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Pengobatan Setelah operasi perlu dilakukan rehabilitasi, seperti melakukan gerakan-gerakan untuk mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan Angka Ketahanan Hidup Pengobatan kanker dapat dikatakan berhasil bila penyembuhan yang diperoleh penderita kanker dapat dibuktikan mempunyai harapan hidup (life expectancy) yang sama dengan penduduk yang tidak menderita penyakit kanker. Life expectancy dapat dinilai dengan melakukan perbandingan antara angka kematian dari seluruh penduduk dengan umur dan seks yang sama. Bila angka kematian tersebut sebanding maka dapatlah dibuat kesimpulan bahwa penderita tersebut telah menikmati life expectancy yang normal. Sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan kanker payudara adalah angka ketahanan hidup lima tahun atau 5-year survival rate (Wahyuna, 2006). Berdasarkan data yang didapatkan dari PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) tahun 2003, prognosis ketahanan hidup penderita kanker payudara berdasarkan stadium adalah sebagai berikut: A. Stadium 0: 10-years survival ratenya 98% (nonpalpable cancer yang terdeteksi oleh mammografi/ USG) B. Stadium I: 5-years survival ratenya 85% C. Stadium II: 5-years survival ratenya 60 70% D. Stadium III: 5-years survival ratenya 30 50% E. Stadium IV: 5-years survival ratenya 15% (Departemen kesehatan republik Indonesia, 2010) 30

24 2.3.6 Periode Waktu Kelangsungan Hidup Survivor Kanker Payudara (Cancer Survivorship Phases) Park (2013) menyatakan bahwa pengalaman menderita penyakit kanker sejak didiagnosis hingga jangka waktu panjang digambarkan melalui suatu kontinum atau garis waktu yang terdiri dari 3 fase berbeda yaitu, hidup dengan kanker (Living with cancer), hidup melalui kanker (living through cancer), dan hidup di luar kanker (Living beyond cancer. Fase pertama yaitu, hidup dengan kanker, mengacu pada periode waktu diagnosis dan pengobatan aktif. Pada fase ini, cancer sering menjadi fokus kehidupan tidak hanya bagi pasien tapi juga teman dan keluarga pasien. Fase ini mungkin melibatkan perenungan yang intensif dan segera mengenai permasalahan medis, pengambilan keputusan, respon emosi yang kacau seperti ketakutan, harapan, rasa sakit, dan berduka. Fase kedua, yaitu hidup melalui kanker, mengacu pada periode waktu setelah pengobatan aktif selesai dilakukan. Periode ini merupakan periode transisi yang sangat penting. Walaupun, pasien merasa kelegaan akan banyak hal pada fase ini, namun fase ini membawa stress tersendiri seperti, perubahan aktivitas rutin, penyesuaian terhadap efek dari pengobatan, perasaan tidak tenang karena harus menghadapi kanker sendirian setelah sebelumnya mendapatkan pendampingan dari tenaga medis. Secara psikologis, pada fase ini, survivor biasanya berada pada kondisi siaga menunggu, dengan perasaan takut yang besar pada potensi kambuh atau metastasis sel kanker. Fase ketiga, hidup di luar kanker, mengacu pada periode waktu ketika potensi penyakit kanker untuk kambuh atau bermetastasis sangat kecil. Pada fase ini, survivor sering merenungkan pengalam mereka ketika menderita kanker dan melengkapi kisah hidup (Life narrative) mereka dengan pengalaman tersebut. Para survivor pada fase ini memandang bahwa menjadi 31

25 survivor kanker merupakan aspek yang penting dalam identitas diri mereka. Walaupun begitu, pada fase ini, perasaan rentan, perasaan takut akan kekambuhan, dan masalah psikososial yang berhubungan dengan kanker masih umum dijumpai pada survivor Kanker Payudara Sebagai Kejadian Traumatis Penyakit kanker payudara merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang dapat mengancam nyawa seseorang. Pengalaman individu dalam mengalami kejadian yang mengancam nyawa tercantum dalam DSM-V atau diagnostic, statistical and manual of mental disorder, edisi ke-5 (American Psychiatric Association, 2013) sebagai salah satu penyebab trauma. Selengkapnya, DSM-V mendefinisikan trauma sebagai pengalaman individu mengalami kejadian yang berhubungan dengan kematian atau mengancam nyawa, cedera serius, atau kekerasan seksual dalam satu (atau lebih) dari cara berikut: (1) Langsung mengalami peristiwa traumatis tersebut, (2) menyaksikan kejadian tersebut terjadi kepada orang lain; mengetahui bahwa peristiwa traumatis terjadi pada anggota keluarga dekat atau teman dekat (Dalam kasus ini kematian atau ancaman kematian tersebut harus terjadi secara bengis atau tidak terduga); (4) berulang kali harus berhubungan dengan rincian kejadian traumatis (misalnya, polisi yang berulang kali harus mempelajari rincian mengenai kejadian pelecehan pada anak). Selain ancaman kematian, Penelitian yang dilakukan oleh (Rachmawati & Halimah, 2015) menunjukan bahwa trauma psikologis pada pasien kanker payudara juga dapat disebabkan oleh proses pengobatan mastektomi. Subjek pada penelitian tersebut mengatakan bahwa ketika mereka menjalani pengobatan mastektomi menimbulkan trauma psikologis tersendiri dibandingkan dengan pengobatan lain seperti kemoterapi dan radiasi. Mereka berpikir bahwa dengan kehilangan salah satu 32

26 payudaranya bukan berarti kanker yang menyerang tubuhnya menjadi hilang, namun dibutuhkan beberapa pengobatan setelah mastektomi sesuai dengan bagaimana kondisi penderita. Oleh karena itu, trauma yang dialami mereka yaitu mereka tidak menginginkan pengobatan selanjutnya karena penderita merasa tidak mampu untuk menahan sakitnya lagi. Menurut Joseph & Linley (2008), Kanker payudara sebagai kejadian traumatis dapat mengarahkan Individu untuk mengalami posttraumatic growth. Lebih jauh, mereka juga menyatakan bahwa Fenomena posttraumatic growth pada survivor kanker payudara dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, ancaman utama yang ditimbulkan oleh kanker adalah kematian yang berorientasi masa depan. Hal tersebut disamping menimbulkan kecemasan namun dapat juga mendorong pasien untuk mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan olehnya selama sisa waktu yang ia miliki. Pertanyaan ini dapat menuntun pada perubahan dalam hal prioritas, nilai-nilai, cara mengapresiasi hidup, dan pendekatan-pendekatan lain dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, penyakit kanker dan pengobatannya telah menganggu aktivitas normal pasien selama berbulan-bulan. Seiring waktu, pasien harus menyusun aktivitas baru serta membuat keputusan mengenai aspek apa dalam kehidupan mereka yang ingin dipertahankan, dibuang, diubah, atau diperioritaskan secara berbeda. Hal ini dapat menuntun pasien pada perubahan arah hidup, cara mengapresiasi, dan cara memaknai kehidupan. Ketiga, banyak penderita kanker yang membutuhkan perawatan fisik dan dukungan emosional yang lebih daripada sebelumnya dari teman dan keluarga. Kondisi ini memberikan pengalaman interpersonal yang lebih beragam bagi pasien kanker. Pengalaman interpersonal baik yang positif ataupum negatif dapat mendorong pasien kanker untuk mengevaluasi kembali hubungan mereka dengan orang lain, serta berpotensi untuk meningkatkan apresiasi mereka terhadap orang lain, dan meningkatkan kepuasan 33

27 mereka dengan beberapa hubungan. Keempat, kanker menghadapkan individu dengan kematian mereka. Ketika individu merada dirinya sedang sekarat, banyak yang memilih untuk merenungkan makna kehidupan, tujuan mereka di dunia, kepercayaan mereka (atau ketiadaan) pada Tuhan, dan spiritualitas. Hal ini bagi beberapa individu dapat meningkatkan apresiasi terhadap kehidupan dan menguatkan rasa spiritualitas. 2.4 Kerangka Berpikir Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat mengancam nyawa individu. Pengalaman individu dalam mengalami kejadian yang mengancam nyawa tercantum dalam DSM-V sebagai salah satu penyebab trauma. Oleh karena itu, penyakit kanker dapat digolongkan sebagai kejadian traumatis. Kejadian traumatis dapat menjadi hambatan yang membuat individu kesulitan atau mungkin tidak sanggup untuk mencapai tujuan yang telah ia rencanakan sebelumnya. Ketika hal tersebut terjadi, individu membutuhkan waktu untuk memahami Apa yang terjadi memang benar-benar terjadi, maka akan terdapat jeda waktu antara kejadian traumatis dan penghargaan terhadap kejadian yang tidak dapat diubah ataupun ditarik kembali. Selama jeda waktu, individu akan mulai merenung (Calhoun & Tedeschi, 2006). Perenungan dapat membantu individu dalam mengevaluasi kembali tujuan-tujuan yang mereka miliki. Melalui perenungan, individu dapat menyusun prioritas tujuan, memilih tujuan yang harus dihilangkan, dan membantu individu mengeevaluasi tujuan lewat sudut pandang baru. Dengan menyusun ulang tujuan hidupnya, individu dapat bebas untuk mengejar tujuan-tujuan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai inti dan keadaan mereka setelah mengalami trauma. Perubahan tersebut dapat mengarahkan individu untuk mengalami pertumbuhan pasca trauma atau posttraumatic growth. Akan tetapi, meski perenungan dapat mengarahkan individu untuk memiliki sudut pandang baru mengenai trauma, individu akan tetap merenung selama sudut pandang tersebut tidak membuat individu 34

28 mendapatkan kemajuan dalam mencapai tujuannya (Martin & Tesser, 2006). Isi perenungan pada individu yang mengalami trauma biasanya mencakup elemen yang tidak menyenangkan terkait dengan kejadian traumatis dan konten pikirannya mungkin sebagian besar berhubungan dengan kejadian traumatis. Namun, pemikiran yang memuat konten lain mungkin juga terjadi berulang kali setelah kejadian traumatis (Tedeschi&Calhoun, 2006). Lebih jauh, Calhoun, Cann, & Tedeschi (2010) menyatakan bahwa isi perenungan pada Individu yang mengalami trauma dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Isi perenungan individu yang berasal dari budaya koletivitis setelah mengalami trauma akan dipenuhi opini bahwa tindakan mereka terhadap kejadian tersebut akan berpengaruh terhadap orang lain. Selain itu, individu tersebut cenderung berpikir tetang tindakan mereka sendiri dengan menggunakan perspektif orang lain, bukan dengan perspektif mereka sendiri. Disisi lain, isi perenungan mereka mungkin saja dipenuhi oleh emosi negatif yang harus mereka tangani secara internal, walaupun mereka tampak baik-baik saja di luar. Sedangkan menurut Park (2013), fokus perenungan survivor pada fase hidup dengan kanker, hidup melewati kanker, dan hidup di luar kanker dapat berbedabeda. Penelitian terdahulu yang dilakukan Edward, dkk (2015) pada pasien penyakit kronis melaporkan bahwa isi perenungan tidak hanya memuat tema seputar penyakit kanker dan dampaknya, namun juga dapat memuat tema atau konten pekerjaan, keluarga, hubungan dengan orang lain, keuangan, dan kesehatan secara keseluruhan. Untuk lebih jelasnya, penulis mengambarkan kerangka berpikir kedalam bentuk skema di bawah ini : 35

29 Skema 2.4 Kerangka berpikir Kanker payudara sebagai kejadian traumatis Survivor kanker payudara Merenung Isi perenungan pada fase : Pengaruh Hidup dengan kanker Hidup melewati kanker Hidup di luar kanker budaya Survivor kanker payudara mengalami post traumatic growth 36

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kanker merupakan penyakit dengan jumlah kematian tertinggi kedua setelah penyakit jantung di dunia (Kementrian kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, namun biasanya tidak dapat disembuhkan melainkan hanya diberikan penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti oleh para wanita adalah kanker payudara (Rahmah, 2009). Menurut data organisasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya.

BAB I PENDAHULUAN. selesaikan oleh individu untuk kemudian di lanjutkan ketahapan berikutnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan hidup manusia selalu di mulai dari berbagai tahapan, yang di mulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut Hawari (dalam Mahledi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam

BAB I PENDAHULUAN. kematian pada seseorang di seluruh dunia. National Cancer Institute (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara (Depkes RI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. selalu bergerak di luar sadar manusia. Artinya, manusia tidak sadar akan menderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. selalu bergerak di luar sadar manusia. Artinya, manusia tidak sadar akan menderita 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit kanker merupakan kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan,

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak terjadi pada wanita (Kemenkes, 2012). seluruh penyebab kematian (Riskesdas, 2013). Estimasi Globocan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1999), masa dewasa awal dimulai pada umur 18 40 tahun, saat perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel maupun lobulusnya) dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payudara merupakan salah satu bagian tubuh wanita yang memiliki kedudukan istimewa baik secara lahir maupun batin. Bagian tubuh ini memainkan peran dalam identitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Posttraumatic Growth (PTG) 2.1.1 Pengertian Posttraumatic Growth is the experience of positive change that occurs as a result of the strunggle with highly challenging life cries

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Sejarah kasus dari penyakit dan serangkaian treatment atau

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Sejarah kasus dari penyakit dan serangkaian treatment atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang mematikan di dunia. Kanker menjadi salah satu penyakit yang menakutkan bagi setiap orang. Setiap orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pengalaman baik positif maupun negatif tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Pengalaman-pengalaman tersebut akan memberi pengaruh yang pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padjajaran, 1974, hlm. 8 4 S.d.a

BAB I PENDAHULUAN. Padjajaran, 1974, hlm. 8 4 S.d.a BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Kanker sebetulnya bukanlah nama penyakit atau rasa sakit. Kanker merupakan sebuah nama untuk sekelompok besar bermacam-macam perasaan tidak sehat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dimana kanker tersebut tumbuh dan tipe dari sel kanker tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dimana kanker tersebut tumbuh dan tipe dari sel kanker tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker (Karsono, 2006). Kanker merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULIAN. Keperawatan holistik adalah pemberian asuhan keperawatan untuk. kesejahteraan bio-psikososial dan spiritual individu, keluarga dan

BAB 1 PENDAHULIAN. Keperawatan holistik adalah pemberian asuhan keperawatan untuk. kesejahteraan bio-psikososial dan spiritual individu, keluarga dan BAB 1 PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan holistik adalah pemberian asuhan keperawatan untuk kesejahteraan bio-psikososial dan spiritual individu, keluarga dan masyarakat. Keperawatan holistik berasal

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI. Skripsi

STRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI. Skripsi STRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Diajukan oleh : DONA ENDARJANTI

Lebih terperinci

GAMBARAN ISI PERENUNGAN SURVIVOR KANKER PAYUDARA YANG MENGALAMI POSTTRAUMATIC GROWTH DI BUDAYA JAWA

GAMBARAN ISI PERENUNGAN SURVIVOR KANKER PAYUDARA YANG MENGALAMI POSTTRAUMATIC GROWTH DI BUDAYA JAWA GAMBARAN ISI PERENUNGAN SURVIVOR KANKER PAYUDARA YANG MENGALAMI POSTTRAUMATIC GROWTH DI BUDAYA JAWA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kanker payudara seperti dapat melakukan sadari (periksa payudara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu penyakit kronik yang paling banyak ditemukan pada wanita dan ditakuti karena sering menyebabkan kematian. Angka kematian akibat

Lebih terperinci

2014 D INAMIKA PSIKOLOGIS PENERIMAAN D IRI PASIEN KANKER PAYUD ARA PRIA

2014 D INAMIKA PSIKOLOGIS PENERIMAAN D IRI PASIEN KANKER PAYUD ARA PRIA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Payudara (buah dada) adalah bagian tubuh manusia yang tidak asing lagi, terutama bagi pemiliknya. Kebanyakan orang berpikir bahwa pria tidak memiliki payudara. Faktanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecemasan merupakan istilah yang menggambarkan keadaan khawatir dalam kehidupan sehari-hari (Dalami, 2005). Kecemasan dapat ditimbulkan dari peristiwa sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini berbagai bencana terjadi di Indonesia. Dimulai dari gempa bumi, tsunami, banjir bandang hingga letusan gunung merapi. Semua bencana tersebut tentu saja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan jumlah penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun 2012 yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for Reasearch on Cancer (IARC)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. negara-negara maju penyebab kematian karena kanker menduduki urutan kedua

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. negara-negara maju penyebab kematian karena kanker menduduki urutan kedua 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker kini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks di Indonesia, yang perlu ditanggulangi secara menyeluruh, terpadu, efisien, ekonomis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan ca mammae adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan mammae. Merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah keganasan yang menyerang kelenjar air susu, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara (Arkhan, 2008).Saat ini kanker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori acuan karena dalam teori Post Traumatic Growth sesuai dengan fenomena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori acuan karena dalam teori Post Traumatic Growth sesuai dengan fenomena 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori Post Traumatic Growth dari Tadeschi & Calhoun digunakan sebagai teori acuan karena dalam teori Post Traumatic Growth sesuai dengan fenomena yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran kanker tidak terkontrol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel kanker tumbuh dengan cepat, sehingga sel kanker dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam perkembangan hidup manusia selalu dimulai dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam perkembangan hidup manusia selalu dimulai dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan hidup manusia selalu dimulai dari berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka penderita kanker di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. Angka penderita kanker di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka penderita kanker di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Data Departemen Kesehatan Depkes (2015), menyatakanbahwapenyakit kanker merupakan salah satu penyebab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Post traumatic Growth (PTG) 1. Pengertian post traumatic growth Menurut Tedeschi & Calhoun (2004), post traumatic growth adalah pengalaman berupa perubahan positif yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. serta dapat menjalar ke ke tempat yang jauh dari asalanya yang disebut metastasis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. serta dapat menjalar ke ke tempat yang jauh dari asalanya yang disebut metastasis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tidak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh melampaui batas normal yang kemudian dapat menyerang semua

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh melampaui batas normal yang kemudian dapat menyerang semua digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang tumbuh melampaui batas normal yang kemudian dapat menyerang semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Payudara atau kelenjar mammae merupakan pelengkap alat reproduksi wanita dan berfungsi memproduksi susu untuk nutrisi. Terletak diantara tulang iga kedua dan keenam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menglami peristiwa traumatis. Post traumatic Growth bukan hanya. dengan orang lain dan falsafah hidup.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menglami peristiwa traumatis. Post traumatic Growth bukan hanya. dengan orang lain dan falsafah hidup. 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Post Traumatic Growth 1. Pengertian Post Traumatic Growth Post-traumtic Growth menurut Tedeschi dan Calhon (2006) adalah suatu perubahan positif seorang menuju level yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dalam perkembangannya, sel-sel tersebut dapat. kelenjar getah bening (King, 2006). Saat ini, kanker merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dalam perkembangannya, sel-sel tersebut dapat. kelenjar getah bening (King, 2006). Saat ini, kanker merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan kumpulan dari berbagai penyakit dengan ciri utama pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, yang kemudian dalam perkembangannya, sel-sel tersebut

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Posttraumatic Growth 1. Pengertian Posttraumatic Growth Posttraumatic Growth (PTG) telah dimasukkan sebagai kontruksi di cabang psikologi positif (Buxton, 2011). Psikologi positif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengalaman yang sering kali disebut pengalaman dekat dengan kematian atau Near-Death Experience (NDE) dialami oleh sebagian individu. Para peneliti menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat menyerang siapa saja. Kanker muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari selsel jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa, vagina dan mengalami proses menstruasi, hamil, melahirkan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa, vagina dan mengalami proses menstruasi, hamil, melahirkan serta 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wanita ialah perempuan dewasa yang diciptakan memiliki alat kelamin yang berupa, vagina dan mengalami proses menstruasi, hamil, melahirkan serta payudara untuk menyusui.

Lebih terperinci

Kanker Testis. Seberapa tinggi kasus kanker testis dan bagaimana kelangsungan hidup pasiennya?

Kanker Testis. Seberapa tinggi kasus kanker testis dan bagaimana kelangsungan hidup pasiennya? Kanker Testis Apa yang dimaksud dengan kanker testis? Kanker testis merupakan tumor ganas pada jaringan testis. Kanker testis dibagi menjadi 2 jenis yaitu sel spermatogonium kanker dan sel spermatogonium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disabilitas fisik. Individu yang memiliki disabilitas fisik sudah sewajarnya memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. disabilitas fisik. Individu yang memiliki disabilitas fisik sudah sewajarnya memiliki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sudah tentu manusia tidak dapat terlepas dari stres. Hal tersebut pasti terjadi tanpa pengecualian, termasuk pada individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bab ini terdapat empat kesimpulan berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan. Kesimpulan pertama berkaitan dengan kenyataan yang dialami keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya kehidupan dewasa ini disemaraki oleh banyaknya kegagalan dalam membina rumah tangga yang utuh. Seringkali banyak keluarga memilih untuk berpisah dari hubungan

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan tidak terkendali (Diananda, 2009). Kanker menjadi penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan tidak terkendali (Diananda, 2009). Kanker menjadi penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kanker adalah suatu kondisi sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian seorang ayah. Kematian adalah keadaan hilangnya semua tanda tanda kehidupan secara permanen

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era sekarang ini banyak penyakit yang membuat resah masyarakat, salah satunya yaitu penyakit kanker. Data dari World Health Organization dan Serikat Pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan, baik di Negara maju maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan yang semakin responsiv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia dan meliputi pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau lebih. Komunikasi

Lebih terperinci

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kanker payudara menjadi penyebab kematian kedua terbanyak bagi wanita Amerika pada tahun 2013

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak dan belum termasuk pada kategori orang dewasa. Masa remaja merupakan tahap perkembangan kehidupan yang dilalui setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama yang dapat menyusup dan menekan jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Spiritualitas merupakan bagian inti dari individu (core of individuals) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Spiritualitas merupakan bagian inti dari individu (core of individuals) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spiritualitas merupakan bagian inti dari individu (core of individuals) yang tidak terlihat (unseen, invisible) yang berkontribusi terhadap keunikan dan menyatu dengan

Lebih terperinci