IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABILITAS IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT JAVID ATTAURRAHMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABILITAS IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT JAVID ATTAURRAHMAN"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABILITAS IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT JAVID ATTAURRAHMAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Javid Attaurrahman H

4

5 ABSTRAK JAVID ATTAURRAHMAN, Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat. Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR Wilayah Indonesia bagian selatan katulistiwa kini mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek tetapi dengan curah yang lebih tinggi. Hal itu juga terjadi pada indikator iklim di Kota Bogor berupa suhu, curah hujan, jumlah hari hujan, dan jumlah hari tanpa hujan. Variabilitas iklim secara tidak langsung diduga akan memberi dampak pada strategi adaptasi dan pengeluaran masyarakat. Penelitian ini bertujuan menganalisis persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim, menganalisis adaptasi masyarakat menghadapi perubahan iklim menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat, dan mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pengeluaran untuk adaptasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini adalah adaptasi masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi melalui peninggian atap sebesar 6%, 14%, dan 36% sedangkan penggunaan kipas angin sebesar 38%, 70%, dan 62%. Pada kondisi adaptasi terhadap perubahan curah hujan dan hari hujan masyarakat melakukan perbaikan atap sebesar 48%, 66%, dan 66% dan penggunaan payung sebesar 76%, 74%, dan 86%. Pengeluaran masyarakat untuk adaptasi saat suhu meningkat melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah dan penggunaan barang rumahtangga sebesar Rp , Rp , dan Rp , pada perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan sebesar Rp , Rp , dan Rp Kata kunci: variabilitas iklim, persepsi masyarakat, adaptasi, pengeluaran

6 ABSTRACT JAVID ATTAURRAHMAN, Identification of Climate Variability Effect on Adaptation and Household Expenditure in Bogor City. Supervised by RIZAL BAHTIAR Indonesian territory south of the equator is now going on a longer dry season and the rainy season is shorter but with a higher rainfall. It also occurs in Bogor on climate indicator of temperature, rainfall, number of rainy days, and the number of days without rain. Climate variability is expected to impact the adaptation strategies and household expenditure indirectly. This study aims to analyzed the public perception about climate change, analyze the community adaptation to face the climate change, analyzed the impact of climate change on household expenditure, and identified factors that affect the community in adapting to climate changes. This study used a descriptive method and multiple linear regression analysis. The results of this study is that the adaptation of temperature increased on low-income, medium-income, and high-income community through roof improvement amount of 6%, 14%, and 36%, and used the fan amount of 38%, 70%, dan 62%. In adaptation from changed the rainfall and rainy days through roof fixing amount of 48%, 66%, and 66%, and used umbrella amount of 76%, 74%, and 86%. Increasing temperature affected on household expenditure for adaptation through home improvement or addition and the use of household goods amount of Rp , Rp , Rp and household expenditure by climate change with changing the rainfall and rainy days amount of Rp , Rp , Rp Keywords: climate variability, public perseption, adaptation, household expenditure

7 IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABILITAS IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT JAVID ATTAURRAHMAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjanan Ekonomi Pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat Nama : Javid Attaurrahman NIM : H Disetujui oleh Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Tanggal Lulus :

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai Juli 2014 adalah variabilitas iklim dengan judul Identifikasi Pengaruh Variabilitas Iklim Di Kota Bogor Terhadap Adaptasi dan Pengeluaran Masyarakat. Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua penulis tercinta, (Alm) Asep Husaeni dan Salehastuti ; kakak penulis tersayang, Zafar dan Naila, serta adik tercinta Ivana dan Irenka atas bantuan, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada Rizal Bahtiar, S.Pi M.Si selaku dosen pembimbing. Terima kasih kepada Dr. Ir. Eka Intan KP, MS dan Dessy Rachmawatie, S.Pt, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi. Terima kasih juga kepada teman sebimbingan, yang banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis, sahabat penulis atas motivasi, semangat, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi, serta seluruh teman-teman ESL 47 atas kebersamaannya. Bogor, Desember 2014 Javid Attaurrahman

12

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Cuaca dan Iklim Perubahan Iklim dan Pemanasan Global Dampak Perubahan Iklim Secara Umum Dampak Ekonomi Perubahan Iklim di Indonesia Persepsi Masyarakat Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Biaya yang Dikeluarkan Akibat Perubahan Iklim III. KERANGKA PEMIKIRAN IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Pengolahan dan Analisis Data Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Adaptasi Masyarakat Menghadapi Perubahan Iklim Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pengeluaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Beradaptasi Terhadap Perubahan Iklim Hipotesis... 31

14 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Kondisi Topografis Demografi Kondisi Iklim Karakteristik Responden Jenis Kelamin Responden Tingkat Pendidikan Pekerjaan Responden Tingkat Usia Responden Pendapatan Rumahtangga Lama Menetap Jumlah Tanggungan Keluarga VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Persepsi Masyarakat Dalam Mendengar Istilah Perubahan Iklim Sumber Informasi Masyarakat Persepsi Masyarakat Mengenai Pengetahuan Definisi Perubahan Iklim dan Pemahaman Penyebab Perubahan Iklim Persepsi Masyarakat Mengenai Kesadaran dan Kerugian Akibat Perubahan Iklim Persepsi Masyarakat Terhadap Suhu Udara Persepsi Masyarakat Terhadap Curah Hujan Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Hujan Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Adaptasi Terhadap Suhu yang Meningkat Adaptasi Terhadap Perubahan Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Serta Penurunan Suhu... 63

15 6.3 Biaya yang Dikeluarkan Masyarakat Untuk Beradaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pengeluaran Untuk Beradaptasi Terhadap Suhu yang Meningkat Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Perubahan Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan, dan Penurunan Suhu Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Dalam Melakukan Adaptasi Implikasi Kebijakan VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

16 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data, dan Metode Analisis Data Identifikasi Pengeluaran Untuk Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Rendah Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Menengah Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Tinggi Persepsi Kesadaran Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Persepsi Kerugian Masyarakat Akibat Perubahan Iklim Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan barang Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan Barang DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Diagram Alur Berpikir Jenis Kelamin Responden Tingkat Pendidikan Responden Pekerjaan Responden Jumlah Tanggungan Keluarga Persepsi Masyarakat Tentang Mendengar Istilah Perubahan Iklim Sumber Informasi Masyarakat Persepsi Responden Tentang Arti Perubahan Iklim dan Penyebab Perubahan Iklim Persepsi Masyarakat Terhadap Suhu Udara Data Suhu Udara Di Kota Bogor Tahun Persepsi Masyarakat Terhadap Curah Hujan Data Curah Hujan Di Kota Bogor Tahun Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Hujan... 55

17 14. Data Jumlah Hari Hujan Di Kota Bogor Tahun Persepsi Masyarakat Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan Data Jumlah Hari Tanpa Hujan Di Kota Bogor Tahun Tingkat Keperluan Masyarakat Untuk Melakukan iadaptasi Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Penggunaan Barang Rumahtangga Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Penggunaan Barang Rumahtangga DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuesioner Penelitian Jumlah Responden yang Berpendapat Suhu, Curah Hujan, dan Jumlah Hari Hujan Mengalami Peningkatan Hasil Regresi Model Pengeluaran Adaptasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Hasil Regresi Model Pengeluaran Adaptasi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Hasil Regresi Model Pengeluaran Adaptasi Masyarakat Berpenghasilan Tinggi Data Suhu udara, Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan, dan Jumlah Hari Kering Pengeluaran dan Strategi Adaptasi Masyarakat

18

19 1

20

21 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan manusia berupa kegiatan industri, transportasi dan rumahtangga menghasilkan gas rumah kaca yang jumlahnya terus meningkat, terutama gas karbondioksida, yang diemisikan ke atmosfer (Diposaptono et al. 2009). Diperkirakan antara tahun konsentrasi karbondioksida di atmosfer meningkat dari sekitar 280 ppm (parts per million) menjadi 379 ppm per tahun dan terus meningkat dengan kecepatan 1.9 ppm per tahun. Akibatnya suhu global akan meningkat antara C C pada tahun 2100 (UNDP Indonesia 2007). Dampak dari peningkatan suhu tersebut tersebut adalah terjadinya pemanasan global yang ditandai dengan adanya pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang bersamaan (Susanta dan Sutjahjo 2008). Peningkatan suhu juga terjadi di Indonesia. Secara umum laju peningkatan temperatur di Indonesia tahun sebesar C/tahun. Laju kenaikan suhu meningkat cepat setelah tahun 1960-an (LAPAN 2006). Beberapa wilayah di Indonesia gejala perubahan cuaca mulai dirasakan, diantaranya musim kemarau yang berlangsung dari tahun ke tahun semakin panjang, dan musim penghujan dengan intensitas yang lebih tinggi, tetapi waktunya lebih singkat serta bergeser dari waktu yang biasanya. Di sebagian wilayah barat Indonesia selama kurun waktu dan , awal musim hujan menjadi terlambat 10 hingga 20 hari dan awal kemarau menjadi terlambat 10 hingga 60 hari (UNDP Indonesia 2007). Di sebagian wilayah Indonesia yang terletak di sebelah selatan katulistiwa, akan mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek tetapi dengan curah yang lebih tinggi (UNDP Indonesia 2007). Perubahan suhu, curah hujan, serta jumlah hari hujan dan tanpa hujan kini telah terjadi di berbagai tempat termasuk di Kota Bogor. Keempatnya telah mengalami perubahan terutama selama tahun Suhu udara mengalami kenaikan rata-rata sebesar C. Curah hujan mengalami perubahan rata-rata sebesar mm. Jumlah hari hujan dan tanpa hujan mengalami kenaikan rata-rata

22 2 sebesar 7.15 hari dan hari (BMKG Kota Bogor 2014). Perubahan iklim dan cuaca yang terjadi selama beberapa tahun terakhir pada akhirnya akan memberi dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat (Barker dalam Berina 2011). Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat tersebut akan berubah sesuai tingkat kemampuan adaptasi mereka. Masyarakat yang memiliki pemahaman terhadap perubahan iklim diduga akan bertindak reaktif dan melakukan antisipasi terhadap dampak yang terjadi akibat dari perubahan iklim (Gallopin 2006). Tindakan adaptasi ini merupakan salah satu upaya masyarakat dalam merespon dampak lingkungan yang mereka terima akibat perubahan iklim. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan adaptasi yaitu pendidikan, pendapatan, dan kesehatan, dengan beberapa faktor khusus yang mempengaruhi kapasitas adaptasi yaitu tingkat kerentanan, institusional, pengetahuan dan teknologi (Smit dan Wandel 2006). Terdapat perbedaan pada kemampuan beradaptasi antara masyarakat kaya dan miskin. Masyarakat lapisan menengah ke atas memiliki lebih banyak pilihan untuk beradaptasi, misalnya membangun tempat tinggal (menambah lantai) hingga pindah ke tempat lain. Berbeda dengan masyarakat miskin yang cenderung tidak memiliki banyak pilihan karena dampak lingkungan akibat perubahan iklim, yang terjadi melebihi daya adaptasi mereka (Caljouw et al. dalam Berina 2011). Adaptasi yang dilakukan masyarakat dapat digunakan untuk menilai biaya atau resiko yang terjadi akibat perubahan iklim (Grothmann dan Anthony dalam Kurniawati 2012). Ketika menghadapi bencana akibat perubahan iklim dan cuaca, masyarakat perlu melakukan suatu tindakan adaptasi. Upaya adaptasi yang dilakukan terhadap perubahan iklim akan menimbulkan biaya bagi pemerintah maupun masyarakat (Barker dalam Berina 2011). Contoh kasus adalah adaptasi masyarakat akibat banjir rob di Jakarta. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk pencegahan dan adaptasi berupa pengeluaran melalui penambahan bangunan adalah sebesar Rp (Berina 2011). Kasus lain adalah adaptasi yang dilakukan masyarakat akibat kekeringan di Baluran, Situbondo. Diperlukan biaya untuk pembuatan sumur, pembelian selang air dan mesin pompa perawatannya pembelian minyak yang harganya Rp 4 000/liter (Sylviani dan Sakuntaladewi 2010). Biaya yang dikeluarkan untuk

23 3 tindakan responsif ini tidaklah sedikit, khususnya yang berupa tindakan pencegahan terhadap nilai kerugian yang tinggi. Bentuk biaya adaptasi yang dikeluarkan masyarakat juga berbeda-beda. Hal ini tergantung pada faktor sosial dan ekonomi, serta tingkat dampak yang diterima oleh masing-masing individu (Berina 2011). Penduduk di Kota Bogor terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan yang berbeda serta lokasi pemukiman yang beragam (BPS Kota Bogor 2013). Hal ini diduga mengakibatkan terjadinya perbedaan strategi adaptasi dan pengeluaran masyarakat saat beradaptasi terhadap perubahan iklim. 1.2 Rumusan Masalah Variabilitas iklim terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kota Bogor. Suhu udara, curah hujan, dan jumlah hari hujan mengalami perubahan selama tahun 2010 hingga 2012 (BPS Kota Bogor 2013). Sementara pada akhir tahun 2006 dan awal 2007 curah hujan kota bogor mencapai nilai angka tertinggi selama tahun yaitu sebesar 136 mm yang sempat mengakibatkan banjir di Jakarta juga beberapa wilayah di Kota Bogor. Curah hujan yang besar tersebut masuk dalam kategori variabilitas iklim. Variabilitas iklim berupa curah hujan besar juga terjadi di tahun 2013 meskipun dengan angka yang tidak sebesar saat tahun Variabilitas iklim maupun perubahan cuaca di Kota Bogor berupa peralihan antara musim hujan ke kemarau juga terjadi di tahun Menurut BMKG saat itu puncak perubahan cuaca ekstrim terjadi pada Bulan November. Kejadian perubahan cuaca tersebut berupa intensitas curah hujan tinggi, angin kencang, disertai petir besar hingga mengakibatkan kerugian harta dan jiwa. Kondisi iklim di Kota Bogor saat ini tidak lagi dapat diprediksi sesuai jadwalnya. Bahkan terkadang terjadi panas terik, namun sore hingga malam hari terjadi hujan deras. Hal ini diprediksi akan memberi pengaruh pada ekonomi mikro masyarakat/rumah tangga, khususnya pada kasus pengeluaran atau biaya. Iklim dan cuaca yang berubah diduga membuat beberapa masyarakat melakukan tindakan adaptasi. Tindakan adaptasi membuat masyarakat atau rumahtangga mengeluarkan biaya untuk melakukan adaptasi tersebut (Barker

24 4 dalam Berina 2011). Misalkan, ketika intensitas dan curah hujan meningkat baik siang maupun malam hari, potensi terjadinya banjir dan tanah longsor semakin besar. Selain itu mengakibatkan kecepatan angin meningkat. Hal tersebut membuat masyarakat melakukan pengeluaran/biaya untuk adaptasi melalui konsumsi barang, jasa, dan makanan. Dalam hal ini juga akan timbul hal penting yang harus diteliti yaitu pengaruh faktor-faktor apa saja yang membuat masyarakat atau rumahtangga melakukan adaptasi variabilitas iklim, serta pilihan strategi adaptasi yang menurut mereka tepat untuk dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim? 2. Bagaimana adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim? 3. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pengeluaran untuk adaptasi terhadap perubahan iklim? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menganalisis persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim. 2. Mengidentifikasi adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim. 3. Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

25 5 2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak perubahan iklim terhadap strategi adapatasi dan pengeluaran masyarakat. 3. Menjadi dasar pertimbangan bagi Pemerintah Kota Bogor untuk menentukan kebijakan dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa batasan, diantaranya: 1. Responden yang ditujukan adalah penduduk di enam kecamatan yang ada di Kota Bogor yang memiliki tempat tinggal dengan kriteria responden masyarakat berpenghasilan tinggi (kaya), sedang (menengah), dan rendah (miskin). Definisi kaya, sedang, miskin, dijelaskan di bab selanjutnya. 2. Persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dilihat dari pengetahuan masyarakat tentang perubahan suhu udara, curah hujan, jumlah hari hujan, dan hari tanpa hujan pada tahun Pengeluaran masyarakat untuk beradaptasi yang dimaksud adalah dilihat dari pengeluaran tahun yang khusus untuk adaptasi terhadap perubahan iklim melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah, dan penggunaan barang, sedangkan adaptasi melalui pengeluaran konsumsi makanan dan minuman hanya dilihat pada tahun Strategi adaptasi masyarakat dilihat dari tindakan masyarakat pada tahun yang khusus untuk adaptasi terhadap perubahan iklim melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah, penggunaan barang, dan konsumsi makanan dan minuman. 5. Tindakan adaptasi yang sulit dihitung melalui nilai moneter yaitu selain tindakan berupa perbaikan atau penambahan bangunan rumah, penggunaan barang, dan konsumsi makanan dan minuman tidak dijadikan sebagai strategi adaptasi di penelitian ini. 6. Faktor suku bunga tidak dimasukan dalam jumlah biaya adaptasi karena jumlah biaya dalam penelitian ini bersifat membandingkan sehingga nilainya akan tetap sama.

26 6 7. Data yang diinput pada variabel pengeluaran untuk adaptasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat berdaptasi terhadap perubahan iklim hanya pengeluaran tahun Penelitian ini tidak menganalisis pola dan strategi adaptasi per kecamatan.

27 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Iklim dan Cuaca Cuaca dan iklim merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dimana jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja (pagi hari, siang hari atau sore hari), dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan meliputi wilayah yang luas (Sarjani dalam Ndela 2011). Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi bumi, sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan. b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu: a. Suhu atau temperatur udara Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. b. Tekanan udara Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya berat dari lapisan udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu saat berubah-ubah. Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan udaranya. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya udara yang menekan. c. Angin Angin adalah udara yang bergerak daridaerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. d. Kelembaban udara

28 8 Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu. e. Curah hujan Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. 2.2 Perubahan Iklim dan Pemanasan Global Diposaptono et al. (2009) menyatakan bahwa perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50 sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). GRK paling penting yang menangkap panas di dalam atmosfer adalah uap air dan karbondioksida (CO 2 ). Gas lain yang terdapat secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu, ada juga gas buatan yang mempunyai efek rumah kaca amat kuat, yakni kloro fluoro karbon (CFC). Menurut Susanta dan Sutjahjo (2008) pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer, air laut, dan daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati dan dirasakan oleh siapapun. Hal tersebut ditandai dengan adanya pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, hujan badai disertai angin puting beliung yang sering terjadi dimanamana, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang bersamaan, penyakit yang mewabah di banyak tempat, serta terumbu karang yang memutih (Susanta dan Sutjahjo 2008). Pemanasan global disebabkan oleh semakin tingginya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang dilepaskan oleh permukaan bumi. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global. Salah satu akibat peningkatan atau penurunan suhu global adalah perubahan iklim. Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk po la atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim

29 9 berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh kegiatankegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan persampahan (KLH) 2009). Pemanasan global menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju), perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis (KLH 2009). Menurut Konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Trenberth et al. (1995) dalam Ndela (2011), perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Diposaptono et al. (2009), salah satu unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara. Perubahan iklim dicirikan oleh berubahnya nilai rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila dalam periode waktu yang panjang ada kecenderungan data suhu naik dari waktu ke waktu dan atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi. 2.3 Dampak Perubahan Iklim Secara Umum Potensi dampak dari perubahan iklim adalah peningkatan permukaan air laut, peningkatan temperatur bumi, perubahan pola hujan, penurunan produktivitas pertanian dan perikanan, perubahan tata guna dan fungsi hutan, pengurangan kuantitas dan kualitas air. Ryutaro (2000) dalam Ndela (2011) menyatakan dampak perubahan iklim terhadap manusia merupakan konsekuensi dari peristiwa hidrologi. Air merupakan isu paling menonjol terhadap perubahan iklim yaitu dengan adanya kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Penduduk daerah pantai secara langsung terancam oleh

30 10 naiknya permukaan laut, dan ratusan orang beresiko terkena banjir akibat badai hujan. Berdasarkan laporan IPCC keempat tahun 2007, dari dua belas tahun-tahun terpanas sejak 1850, sebelas tahunnya terjadi dalam rentang tahun 1995 hingga Peningkatan suhu ini juga meningkatkan suhu permukaan laut global hingga kedalaman 3000 m, yang menyebabkan pengembangan air laut yang berkontribusi terhadap naiknya muka air laut rata-rata global. Kenaikan muka air laut ini juga disebabkan karena penurunan tutupan salju dan es di daerah kutub. Laju rata-rata naiknya muka air laut selama rentang waktu 1961 hingga 2003 adalah 1.8 mm per tahun. Laju ini lebih cepat selama rentang waktu 1993 hingga 2003, yaitu sekitar 3.1 mm per tahun (KLH 2009). Dampak perubahan iklim terjadi di berbagai belahan dunia dan mengakibatkan kerugian akibat bencana yang dihasilkan. Di Kota Benin, Nigeria, Afrika, selama tahun terjadi terjadi bencana banjir dan erosi besar akibat curah hujan yang berubah-ubah serta suhu udara yang semakin meningkat, dengan nilai kerugian dan kerusakan mencapai $23.9 juta (Odjugo 2012), jika dikonversikan ke dalam rupiah menjadi Rp (asumsi $1=Rp ). Peningkatan suhu yang besar terjadi pada daerah lintang tinggi, sehingga akan menimbulkan perubahan lingkungan global yang terkait dengan pencairan es di kutub, distribusi vegetasi alami, dan keanekaragaman hayati. Daerah tropis atau lintang rendah akan terpengaruh dalam hal produktivitas tanaman, distribusi hama dan penyakit tanaman dan manusia. Peningkatan suhu pada gilirannya akan mengubah pola distribusi dan curah hujan. Kecenderungannya adalah bahwa daerah kering akan menjadi makin kering dan daerah basah menjadi semakin basah sehingga kelestarian sumberdaya air akan terganggu (LAPAN 2006). Studi yang dilakukan oleh Handoko et al. (2008) mengenai dampak sosio-ekonomi akibat perubahan iklim diantaranya : 1. Penurunan produksi dan produktivitas 2. Penurunan pangsa GDP sektor pertanian 3. Fluktuasi harga produk pertanian di pasar dunia 4. Perubahan distribusi geografis dari rezim perdagangan 5. Peningkatan jumlah penduduk yang beresiko kelaparan dan ketidakamanan pangan.

31 11 Ditjen (2002) dalam Ndela (2011) menyatakan bahwa perubahan iklim juga membawa pengaruh penataan ruang. Secara umum dampak negatif iklim terhadap aspek-aspek penataan ruang, meliputi pemanfaatan lahan budidaya berupa penurunan atau bahkan kegagalan berproduksi usaha pertanian, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi sehingga memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara menyebabkan terjadinya kekeringan sehingga berdampak pada penurunan ketersediaan air dan juga kebakaran hutan. Dampak lainnya yaitu kenaikan temperatur yang mempercepat siklus hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat (Diposaptono et al. 2009) Dampak Ekonomi Perubahan Iklim di Indonesia Dampak perubahan iklim diperparah oleh masalah lingkungan, kependudukan, dan kemiskinan, karena lingkungan rusak, alam akan lebih rapuh terhadap perubahan iklim. Dampak terhadap penataan ruang dapat terjadi antara lain apabila penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi, memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam, berupa banjir dan tanah longsor. Daerah rawan bencana menjadi perhatian perencanaan dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang (LAPAN 2006). Perubahan-perubahan pada pola iklim di Indonesia terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Misalnya saja,

32 12 meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia tentu saja menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir. Daerah-daerah pantai serta pulau-pulau kecil di Nusantara yang jumlahnya mencapai ribuan tentu saja terancam tenggelam dan hilang (KLH 2009). Perubahan iklim juga memberikan dampak pada sektor kehutanan di Indonesia, dimana meningkatnya suhu dapat memicu terjadi kebakaran hutan secara alami akibat meningkatnya kekeringan. Keanekaragaman hayati Indonesia yang sebagian besar berada di daerah hutan terancam dengan terjadinya kebakaran hutan. Perubahan iklim juga berkaitan dengan ketersediaan pangan. Berdasarkan hasil pemantauan kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan mencapai lebih dari ha dengan lahan puso (gagal panen) mencapai sekitar ha atau setara dengan kehilangan ton gabah kering giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir mencapai luas ha dengan puso sekitar ha (setara dengan ton GKG). Selain itu peningkatan suhu udara yang mengakibatkan penurunan produksi pangan seperti padi, jagung dan kedelai sekitar % selama 40 tahun yang akan datang. Penciutan lahan dan degradasi sawah produktif sekitar hektar atau 3.7% di Jawa akibat peningkatan muka air laut diproyeksikan sampai dengan tahun Kondisi ini berdampak serius terhadap pertanian di daerah pesisir. Contoh kasus terjadi di Kabupaten Karawang dan Subang dimana produksi beras berkurang sekitar ton, produksi jagung berkurang ton karena genangan. Naiknya permukaan air laut juga menimbulkan salintas dan instrusi air laut yang mengancam sumber air bersih. Bidang Aplikasi Klimatologi dan Lingkungan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) dalam Kurniawati (2011) menyatakan bahwa produktivitas pertanian di daerah tropis diperkirakan akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global antara C sehingga meningkatkan risiko bencana kelaparan. Meningkatnya frekuensi kekeringan dan banjir diperkirakan akan memberikan dampak negatif pada produksi lokal, terutama pada sektor penyediaan pangan d i

33 13 daerah subtropis dan tropis. Terjadinya perubahan musim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang dan cenderung kering dengan trend hujan makin turun sehingga menyebabkan gagal panen, krisis air bersih dan kebakaran hutan. Pola musim mulai tidak beraturan sejak 1991 yang mengganggu swasembada pangan nasional hingga kini tergantung impor pangan. Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan, akibatnya Indonesia harus mengimpor beras. Selain itu, dengan meningkatnya intensitas curah hujan akibat iklim yang berubah tidak menentu mengakibatkan banjir lebih sering terjadi dan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kulit dan diare serta tercemarnya sumber air (KLH 2009). Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk penyembuhan dan kehilangan sumber air bersih. 2.4 Persepsi Masyarakat Leavitt (1978) dalam Festiani (2011) Persepsi dalam arti sempit merupakan suatu penglihatan bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas yaitu pandangan atau pengertian bagaimana seseorang memandang atau mengerti sesuatu. Menurut Muchtar (1998) dalam Yuwono (2006), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada dan dapat menentukan tindakannya. Menurut Schiffman and Kanuk (1987), setiap individu mempunyai pandangan yang spesifik dalam melihat suatu realita. Empat orang yang secara bersama-sama melihat suatu kejadian yang sama, dapat menuliskan empat macam laporan yang ditulis secara jujur tetapi isinya berbeda-beda satu sama lain. Hal ini terjadi karena bagi setiap orang realita adalah suatu fenomena yang bersifat individual tergantung dari kebutuhan, keinginan, nilai yang dipegang dan pengalaman dari individu tersebut. Cara memandang suatu kenyataan yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan lainnya disebut persepsi. Salah satu pihak yang paling terkena dampak akibat perubahan iklim adalah petani. Keterbatasan informasi yang dimiliki petani diduga menyebabkan petani memiliki persepsi tersendiri mengenai perubahan iklim.

34 Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Adaptasi adalah sistem respon yang paling dasar untuk mengubah sistem tersebut akibat adanya gangguan atau bisa diartikan proses suatu perubahan diatasi dengan respon dari perubahan tersebut (Gallopin 2006). Proses adaptasi merupakan suatu bagian dari proses evolusi kebudayaan yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaiakan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang berupa bencana, yaitu kejadian yang mengancam kelangsungan hidup organisme termasuk manusia, sehingga dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan akibat bencana tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk pola-pola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi (Mulyadi 2005). Ketika menghadapi suatu bencana, masyarakat perlu melakukan suatu tindakan adaptasi. Hal ini merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dalam menyikapi perubahan lingkungan (Berina 2011). Biaya yang dikeluarkan untuk tindakan responsif ini tidaklah sedikit, khususnya yang berupa tindakan pencegahan terhadap nilai kerugian yang tinggi. Biaya adaptasi yang diterima masyarakat juga berbeda-beda. Hal ini tergantung pada faktor sosial dan ekonomi, serta tingkat dampak yang diterima oleh masing-masing individu (Berina 2011). Menurut KLH (2009), adaptasi terhadap perubahan iklim berarti mengurangi atau meminimalkan kerusakan-kerusakan yang diproyeksikan dapat terjadi pada aspek sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik pada iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berupa adaptasi secara otomatis, dan adaptasi terencana. Adaptasi otomatis biasanya dilakukan langsung oleh alam, sedangkan adaptasi terencana contohnya adalah kegiatan adaptasi yang dilakukan melalui perbaikan sistem pada sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui penggunaan teknologi yang dapat mencegah atau mengurangi dampak dan/atau resiko yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi biaya yang diperlukan dibandingkan dengan apabila tidak dilakukan kegiatan adaptasi. Adaptasi mencakup cara-cara menghadapi perubahan iklim dengan melakukan

35 15 penyesuaian yang tepat untuk mengurangi berbagai pengaruh negatifnya, atau memanfaatkan efek-efek positifnya (UNDP Indonesia 2007). Umumnya pilihanpilihan yang banyak dilakukan adalah adaptasi melalui penggunaan teknologi. Walaupun demikian, usaha adaptasi dapat pula dilakukan secara individu atau masyarakat dengan cara yang mudah, murah dan sederhana. Adaptasi merupakan hal yang penting dalam perubahan iklim. Adaptasi juga memberikan peluang untuk menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan (KLH 2009). Pada sektor pertanian, adaptasi merupakan suatu proses dimana masyarakat membuat dirinya menjadi lebih baik menghadapi ketidakpastian hasil panen pertanian dimasa mendatang. Adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan suatu proses bagi masyarakat yang memiliki kemampuan dari dalam dirinya sendiri dalam menghadapi ketidakpastian iklim di masa mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mampu mengembangkan cara-cara tertentu yang dapat mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim dengan melakukan penyesuaian dan perubahan secara tepat pada aktivitas mereka. Hal ini dapat berupa penyesuaian teknologi hingga perubahan tingkah laku individual, seperti perubahan jenis tanaman ketika ketersediaan air mulai menipis (Las 2007). Secara umum, bentuk adaptasi yang dilakukan dimaksudkan untuk merespon dampak perubahan iklim yang tidak menentu, tidak bisa diperkirakan kapan datangnya, untuk berapa lama, dan seberapa besar dampaknya. Keragaman pilihan bentuk adaptasi merupakan cermin dari keragaman musim di sekitar mereka dan dampak (sosial, ekonomi dan lingkungan) yang telah mereka rasakan. Pilihan bentuk adaptasi juga menggambarkan kapasitas adaptasi yang mereka punya. Kapasitas adaptasi dipengaruhi juga oleh pendampingan dari pihak luar, seperti pemerintah daerah dan LSM (Puspijak 2013). Beberapa pilihan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim diantaranya peningkatan sistem teknologi seperti meningkatkan keamanan laut atau melindungi kawasan pemukiman di sekitar pesisir pantai, merubah pola pikir seseorang untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, mengurangi penggunaan air pada saat terjadi kekeringan, dan menggunakan insektsida pembasmi hama. Upaya perbaikan sistem informasi mengenai kondisi iklim yang terjadi di suatu wilayah

36 16 perlu dilakukan dalam rangka memperkuat perencanaan dan koordinasi, melakukan investasi pada pengembangan teknologi dan menciptakan sistem keuangan yang efektif dalam upaya antisipasi perubahan iklim (World Bank 2008 dalam Handoko et al. 2008). 2.6 Biaya yang Dikeluarkan Akibat Perubahan Iklim Berdasarkan penelitian Berina (2011) mengungkapkan bahwa perubahan iklim mengakibatkan masyarakat/rumahtangga mengeluarkan biaya tambahan untuk adaptasi terhadap banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Biaya adaptasi yang dikeluarkan masyarakat diantaranya biaya peninggian lantai dasar, penambahan lantai bangunan, dan pembuatan tanggul dibagian depan rumah. Nilai biaya total yang dikeluarkan responden untuk pencegahan dan adaptasi berupa peninggian lantai dasar rumah sebesar Rp Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya adaptasi tersebut adalah pendapatan rumah tangga, jarak rumah ke tepi laut, status kepemilikan rumah, dan jenis bangunan. Pada kasus lain, berdasarkan penelitian Indonesia Initiative for Social Ecology Studies (IISES) (2009), mengungkapkan bahwa pada beberapa bulan tertentu Situ Cinangneng, Desa Cibanteng, Bogor, mengalami kondisi kekeringan atau kelebihan air akibat perubahan iklim yang drastis dan perilaku masyarakat sekitar yang membangun pemukiman disekitar aliran situ. Pada saat musim kering, sumur-sumur milik warga mengalami kekeringan akibatnya kebutuhan air tidak mencukupi sehingga mereka mengeluarkan biaya tambahan untuk menambah kedalaman sumur, bagi mereka yang mampu bisa membeli air dalam kemasan galon. Penelitian lain dilakukan oleh Syahbana (2010) mengenai analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang, Kecamatan Muaragembong, Bekasi. Perubahan iklim yang terjadi diwilayah yang diteliti menyebabkan gagal panen dan kerugian bagi para petambak udang. Penurunan volume produksi udang 25-50% dan peningkatan biaya produksi sebesar %, yaitu meningkat dari Rp menjadi Rp akibat adanya perubahan iklim. Perubahan iklim telah mendorong para petambak udang

37 17 melakukan adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan nelayan melalui pembuatan atau peninggian tanggul untuk menahan banjir, menanam mangrove di sekitar tambak, serta melakukan perubahan waktu penangkapan. Penelitian di Desa Mojo, jawa Tengah dan Desa Langensari Jawa Barat menunjukan musim hujan yang berkepanjangan menjadikan produksi bunga melati di desa Mojo, Jawa Tengah, mudah sekali membusuk. Musim yang tidak menentu di desa Mojo dan Langensari juga menjadikan udang tambak stres dan mati, serta bandeng tambak menurun kualitasnya karena salinitas air yang sulit dikontrol. Petani tambak dapat mengalami kerugian hingga Rp /ha sekali panen. Disamping itu, gempuran ombak yang besar banyak merusak tanggul tambak ikan, menjadikan petani tambak harus mengeluarkan tambahan biaya untuk perbaikan tambak. Bentuk adaptasi yang dijumpai ada yang dilakukan secara individu atau berkelompok, dan ada pula yang dilakukan tanpa atau dengan bantuan serta pendampingan intensif dari pemerintah dan LSM. Bantuan pemerintah diberikan untuk tindakan adaptasi dengan biayanya tinggi, seperti pembangunan saluran irigasi dan kebun bibit desa untuk tanaman mangrove yang menelan biaya hingga puluhan juta rupiah (Puspijak 2013).

38 18

39 19 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Kota Bogor menjadi salah satu kota yang mengalami beberapa kali perubahan iklim dan cuaca. Kondisi aktivitas ekonomi yang cukup pesat memberi dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Polutan dan penurunan luas lahan hijau yang dihasilkan dari berbagai aktivitas ekonomi tersebut menjadi kontributor bagi terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Sehingga iklim yang pada awalnya terjadi sesuai waktuya menjadi berubah dan sulit diprediksi. Masalah perubahan iklim dan pemanasan global diduga akan menciptakan persepsi yang berbeda pada beberapa penduduk. Selama iklim yang berubah-ubah tidak memberi kerugian biaya apapun bagi mereka, maka mereka tidak terlalu peduli dengan perubahan iklim tersebut. Persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim berhubungan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka. Masyarakat yang memiliki pendidikan lebih tinggi diduga akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi tentang perubahan iklim dibanding dengan masyarakat yang memiliki pendidikan lebih rendah. Begitu pula dengan usia dan lama menetap, jika nilai keduanya tinggi, diduga akan memberi pengetahuan yang lebih tinggi terhadap perubahan iklim, dibanding mereka yang memiliki usia dan lama menetap yang lebih rendah. Dalam kasus penilaian tentang persepsi masyarakat digunakan metode primer untuk menilai, melalui wawancara mendalam dan pengisian kuesioner oleh responden. Kondisi iklim di Kota Bogor yang saat ini tidak lagi menentu diprediksi akan memberi pengaruh pada ekonomi mikro masyarakat/rumah tangga, khususnya pada kasus pengeluaran atau biaya. Iklim dan cuaca yang berubah membuat beberapa masyarakat melakukan perubahan adaptasi. Ketika intensitas dan curah hujan meningkat baik siang maupun malam hari, potensi terjadinya banjir dan tanah longsor semakin besar. Selain itu mengakibatkan suhu menjadi turun karena kecepatan angin yang meningkat. Hal tersebut membuat masyarakat melakukan pengeluaran/biaya untuk adaptasi melalui konsumsi barang dan makanan. Misalkan, ketika sering terjadi banjir dan tanah longsor, masyarakat yang memiliki kemampuan lebih (kaya) dan sedang (menengah) bisa memilih

40 20 untuk meninggikan bangunan rumah mereka dan membangun tanggul penahan longsor guna mengurangi potensi kerugian, bahkan mereka yang kaya bisa memilih untuk membeli rumah baru dilokasi yang tidak berpotensi bencana. Tentunya bagi masyarakat miskin, adaptasi pada kondisi tersebut akan berbeda, begitu pula pada kondisi suhu tinggi. Kasus terakhir adalah faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam beradaptasi. Indikator yang digunakan adalah dengan model melalui biaya yang mereka keluarkan untuk adaptasi. Melalui model tersebut akan diduga variable yang mempengaruhi adaptasi masyarakat. Variabel yang akan diduga diantaranya pendapatan, jumlah anggota keluarga, luas rumah, lama menetap, dan tingkat pemahaman. Semua variable tersebut diduga berpengaruh terhadap pengeluaran masyarakat untuk adaptasi. Sebagian variable akan memiliki hubungan positif yaitu jika nilai variable tersebut bertanda positif maka akan diikuti oleh kenaikan pengeluaran untuk beradaptasi. Sebaliknya pula pada hubungan negatif.

41 21 Variabilitas Iklim mempengaruhi adaptasi dan pengeluaran masyarakat Masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi Perubahan suhu Perubahan curah hujan, hari hujan dan hari tanpa hujan Persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim Strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat beradaptasi Analisis deskriptif dan skala likert Tidak melakukan adaptasi Melakukan adaptasi Regresi linier berganda Analisis pilihan adaptasi Pengeluaran untuk adaptasi Keterangan : :ibukan iifokus iipenelitian Analisis biaya adaptasi Saran kebijakan Gambar 1. Diagram Alur Berpikir

42 22

43 23 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Juni Lokasi yang dipilih adalah di enam kecamatan yang ada di Kota Bogor, yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Selatan, Timur, Barat, Utara, dan Kecamatan Tanah Sareal. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor memang mengalami perubahan iklim dan pemanasan global yang berdampak pada lingkungan serta berdampak pada biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tesebut dipilih untuk menjadi responden dalam penelitian ini. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian adalah jenis data primer dan sekunder. Menurut Muljono (2012), data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan oleh peneliti sebagai objek penulisan. Metode wawancara yang mendalam digunakan untuk memperoleh data dari narasumber. Pada penelitian ini pencarian data akan lebih ditekankan pada penggunaan kuesioner. Data primer pada penelitian ini meliputi data mengenai persepsi masyarakat, strategi adaptasi masyarakat, serta faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat beradaptasi terhadap perubahan iklim, serta data lain yang diperlukan. Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti dalam artian peneliti harus mencari, misalkan melaui dokumen. Dokumen tersebut diperoleh dari studi literature dan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan penelitian melalui pengumpulan data mengenai perubahan suhu, jumlah curah hujan jumlah hari hujan, dan jumlah hari kering di Kota Bogor yang didapat dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Bogor, serta data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Kecamatan Bogor Tengah, Selatan, Barat, Utara, Timur, dan Kecamatan Tanah Sareal. Data sekunder yang

44 24 diperlukan merupakan data time series yang terdiri dari jumlah penduduk dan data iklim Kota Bogor tahun , serta data lainnya yang mendukung. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Pemilihan kota dan kecamatan dilakukan secara purposive. Pengambilan data primer dilakukan berdasarkan informasi data sekunder sebelum penelitian, dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor memang mengalami perubahan iklim dan pemanasan global, sehingga penelitian tepat dilakukan di daerah tersebut. Untuk teknik pengambilan sampel adalah dengan cara stratified random sampling. Muljono (2012) menyatakan bahwa metode ini memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok-kelompok yang disebut dengan strata. Kemudian sampel diambil secara random dari tiap strata yang dibentuk. Strata dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Masyarakat berpenghasilan rendah : pendapatan kurang dari Rp (UMK Kota Bogor 2014) 2. Masyarakat berpenghasilan sedang : pendapatan antara Rp Rp i Masyarakat berpenghasilan tinggi : pendapatan diatas Rp (Sumber: republika.com 2013) Total sampel yang dipilih berjumlah 150 responden di seluruh kecamatan di Kota Bogor. 4.4 Pengolahan dan Analisis Data Data yang didapatkan dalam penelitian diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual serta komputer dan melalui program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 17. Keempat tujuan penelitian dianalisis dengan metode yang berbeda. Berikut dijelaskan pada tabel.

45 25 Tabel 1. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Tujuan penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Menganalisis persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim Data primer (wawancara menggunakan kuesioner) Analisis deskriptif dan skala likert menggunakan Microsoft Excel Menganalisis adaptasi masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim 3 Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pengeluaran masyarakat 4 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim Data primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data primer (wawancara menggunakan kuesioner) Data primer (wawancara menggunakan kuesioner) Analisis pilihan adaptasi Microsoft Excel 2007 Analisis biaya adaptasi menggunakan Microsoft Excel 2007 Model regresi linier berganda dengan SPSS Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Pada kasus ini, metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir 2005). Analisis deskriptif merupakan metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, tata cara yang berlaku, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Withney dalam Nazir 2005). Analisis persepsi tersebut dilakukan melalui wawancara kepada masyarakat dengan menggunakan kuesioner. Hasil kuesioner akan diolah dan disajikan dalam bentuk diagram atau tabel untuk mempermudah dalam melakukan analisis. Sehingga interpretasi yang didapat bisa sesuai dengan hipotesis. Dalam analisis ini juga digunakan metode penilaian atau skoring dengan skala. Persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim akan dinilai mengenai seberapa jauh masyarakat menyadari dan merasakan kerugian akibat perubahan iklim 2004 hingga Metode skala yang digunakan adalah metode skala likert.

46 26 Metode ini sering digunakan untuk mengukur sikap dan persepsi seseorang atau masyarakat terhadap objek maupun fenomena. Hasilnya berupa kategori persepsi/ sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Suryabrata (2000) dalam Sappaile (2007) menyatakan, dalam skala likert pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Dalam pengukuran atribut non-kognitif diperlukan jenis ekspresi respons yang tak dapat diyatakan benar atau salah, atau seringkali dikatakan semua respon benar menurut alasannya masing-masing. Maka digunakanlah skala likert yang tergantung dari konsep yang hendak diukur. Misalnya yang kita ukur adalah sikap terhadap kejadian, tentu yang lebih tepat digunakan adalah kategori: sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju, sangat setuju. Kategori yang digunakan dalam penelitian ini untuk persepsi kesadaran masyarakat adalah: 1. Tidak menyadari (TM) 3. Ragu-ragu (RR) 4. Menyadari (M) 5. Sangat menyadari (M) Sedangkan kategori untuk persepsi pada kerugian masyarakat adalah: 1. Tidak dirugikan (TD) 3. Ragu-ragu (RR) 4. Dirugikan (D) 5. Sangat dirugikan (SD) Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Metode Analisis yang digunakan untuk menganalisis strategi adaptasi masyarakat menggunakan metode analisis pilihan adaptasi. Prosedur yang dilakukan dalam kasus ini tidak jauh berbeda dengan prosedur penelitian pada kasus persepsi masyarakat. Analisis pada strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim dilakukan guna mengetahui solusi yang dilakukan oleh masyarakat akibat dampak dari perubahan iklim. Solusi tersebut dilakukan karena mereka memprediksi di waktu yang akan datang potensi kerugian akibat

47 27 perubahan iklim akan tetap mereka alami. Selain itu, juga berdasarkan pertimbangan bahwa mereka pernah mengalami kerugian tersebut di masa lalu atau masa sekarang. Sehingga mereka melakukan strategi dan adaptasi guna mengurangi kerugian yang akan didapat jika sewaktu-waktu perubahan iklim membawa dampak yang tidak baik bagi mereka. Pertanyaan tentang adaptasi yang diajukan kepada responden berupa tindakan yang mereka lakukan pada tahun 2004 hingga 2013 dalam menghadapi perubahan iklim yang meliputi perubahan suhu, curah hujan, jumlah hari hujan, dan hari kering. Hasil wawancara dari seluruh responden akan diolah dalam bentuk tabel ataupun persentase dan akan didapat pilihan adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di Kota Bogor Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pengeluaran Perubahan iklim mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi mikro masyarakat. Pada kasus ini ekonomi mikro yang akan diteliti dari sisi pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk beradaptasi. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis biaya adaptasi. Responden akan diberikan pertanyaan tentang biaya yang mereka keluarkan guna beradaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim diduga akan merubah pengeluaran tersebut akibat biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk beradaptasi seperti biaya untuk makanan dan minuman, barang-barang rumahtangga, menambah atau memperbaiki bangunan rumah. Pengeluaran masyarakat akibat adaptasi yang akan diidentifikasi adalah biaya yang dikeluarkan mulai tahun 2004 hingga Berikut daftar pengeluaran masyarakat yang akan diidentifikasi sebagai pilihan adaptasi saat terjadi perubahan iklim.

48 28 Tabel 2. Identifikasi Pengeluaran Untuk Adaptasi Terhadap Variabilitas Iklim Masa Biaya No Jenis Pengeluaran Tahun Beli Habis (Rp) (Tahun) 1 Memperbaiki/Menambah Bangunan - Meninggikan lantai - Menambah lantai - Meninggikan atap - Memperbaiki atap - Menambah ventilasi Konsumsi Barang Penyeimbang Iklim - Blower - Kipas angina - Air conditioner (AC) - Penghangat ruangan - Selimut - Kaos oblong - Jaket/sweater - Kaos kaki - Payung - Jas hujan - Sepatu boot - - Frekuensi Pengeluaran Untuk memudahkan responden menjawab, peneliti bertanya dan wawancara langsung dengan terperinci serta tidak membatasi waktu bagi responden untuk menjawab agar responden bisa menjawab pertanyaan dengan tenang dan jelas. Melalui pendekatan ini diharapkan data yang didapat valid dan mampu dianalisis secara deskriptif serta diinterpretasikan dengan jelas. Setiap biaya yang responden keluarkan akibat perubahan iklim akan langsung ditanyakan kembali sejak tahun berapa biaya tersebut dikeluarkan serta berapa kali biaya tersebut dikeluarkan jika barang yang digunakan mengalami masa habis pakai atau kerusakan. Hingga pada akhirnya akan didapat data total pengeluaran seluruh responden dan dapat diolah menjadi hasil yang valid dan bisa diinterpretasikan dengan jelas.

49 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Beradaptasi Terhadap Perubahan Iklim Metode yang digunakan pada kasus faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat beradaptasi adalah metode analisis regresi linier berganda. Tujuan dari metode ini adalah memberi gambaran atau deskripsi secara sistematis mengenai suatu fakta yang terjadi. Model regresi linier berganda mempunyai asumsi bahwa variabel dependent Y merupakan fungsi linier dari beberapa variabel independent X 1, X 2,...,X k dan komponen sisaan ε (error). Model ini juga memiliki pengertian model yang menjelaskan hubungan linear antara satu variabel dependent dengan dua atau lebih variabel independent (Juanda 2009). Berikut persamaan pengeluaran adaptasi masyarakat yang dimodelkan dalam regresi linier berganda: PUA = β 0 + β 1 JTK + β 2 PDP + β 3 LAM + β 4 USI + β 5 PND + β 5 D1 + β 5 D2 + ε Keterangan : PUA = Pengeluaran untuk adaptasi (Rp 000 per responden) JTK = Jumlah tanggungan keluarga (orang) PDP = Pendapatan rumahtangga (Rp 000) LAM = Lama menetap (tahun) USI = Tingkat Usia (tahun) PND = Tingkat pendidikan (1-6 untuk SD, 9 untuk SMP, 12 untuk SMA, 15 iiiiiiiiiuntuk diploma, 16 untuk sarjana, 18 untuk magister, dan 22 untuk iiiiiiiiiidoktor) D1 = Dummy adaptasi (0 = adaptasi pada suhu meningkat, 1 = adaptasi iiiiiiiiiipada curah hujan meningkat) D2 = Dummy lokasi tempat tinggal (0 = lokasi tidak banyak pepohonan, 1 iiiiiiiii=ibanyak pepohonan) ε = Error term Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model dalam penelitian ini adalah kriteria uji statistik dan uji ekonometrika. Kriteria uji statistik dilakukan dengan memperhatikan nilai adjusted-r 2, nilai F-hitung model yang digunakan serta nilai dari t-hitung masing-masing parameter yang diestimasi. Kriteria uji ekonometrika dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran asumsi pada model. Berikut penjelasan kedua tahapan tersebut:

50 30 a. Kriteria Uji Statistik Adjusted-R 2 merupakan besaran yang paling lazim digunakan untuk mengukur kebaikan-suai (goodness of fit) garis regresi. jika nilai Adj-R 2 semakin \mendekati satu berarti semakin besar keragaman hasil permintaan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Uji signifikansi model untuk menguji model secara keseluruhan atau dengan kata lain apakah variabel independent secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependent (Juanda 2009). Uji signifikansi variabel dilakukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independent terhadap variabel dependent. Kriteria penarikan kesimpulan dalam uji ini adalah jika nilai-p (dari output komputer) lebih kecil dari alpha maka hipotesis nol ditolak. b. Kriteria Uji Ekonometrika Uji ekonometrika yang dilakukan untuk melihat ada atau tidak pelanggaran asumsi pada model adalah sebagai berikut: 1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linear antar variabel independent. Multikolinearitas terjadi pada analisis regresi berganda dan tidak terjadi pada analisis regresi sederhana karena melibatkan beberapa variabel independent. Untuk mendeteksi masalah multikolinearitas, dapat dilihat langsung melalui output komputer. Apabila nilai Varian Inflation Factor VIF< 10, maka tidak ada masalah multikolinearitas. 2. Uji heteroskedastisitas Suatu model regresi dikatakan terdapat masalah heteroskedastisitas jika ragam sisaan tidak sama atau Var(ε i )= E(ε 2 i )= σ 2 i untuk setiap pengamatan ke-i dari variabel independent dalam model regresi (Juanda 2009). Heteroskedastisitas sering terjadi pada data yang bersifat data silang (cross section) dibanding data time series. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan menggunakan beberapa metode salah satunya adalah uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel independent terhadap nilai absolute residualnya (Gujarati 2006). Apabila terdapat nilai signifikan dari hasil uji Glejser lebih besar dari α maka tidak terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya.

51 31 3. Uji autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat time series namun dimungkinkan autokorelasi ditemukan pada data yang bersifat cross section. Masalah autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Koefisien DW disebut juga dengan nilai d yang akan berada di kisaran 0 hingga 4 dan dapat dibuat tabel uji DW. Asumsi yang dipakai diantaranya jika nilai DW diantara maka tidak terdapat autokorelasi. 4.5 Hipotesis Perubahan iklim diduga mempengaruhi pengeluaran masyarakat untuk beradaptasi. Ketika perubahan iklim semakin terasa, maka diduga akan diikuti dengan pengeluaran masyarakat untuk makanan, barang. Semakin besar dampak perubahan iklim yang dirasakan masyarakat, misalkan terjadinya kekeringan, banjir besar, ataupun hujan deras disertai angin kencang maka diduga biaya yang dikeluarkan masyarakat juga semakin besar. Perubahan iklim juga mempengaruhi strategi adaptasi masyarakat. Persepsi serta keadaan sosial dan ekonomi yang berbeda tiap masyarakat diduga akan memberikan perbedaan pada strategi adaptasi masyarakat. Pengeluaran masyarakat untuk adaptasi diduga disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pendapatan, lama menetap, jumlah tanggungan keluarga, pendidikan, jenis dan frekuensi adaptasi, dan lokasi tempat tinggal. Pendapatan berbanding lurus dengan pengeluaran untuk adaptasi. Semakin besar pendapatan, maka diduga akan meningkatkan pengeluaran. Pada faktor jumlah tanggungan keluarga, bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka diduga pengeluaran adaptasi semakin kecil karena lebih banyak digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak. Sebaliknya pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Lama menetap seseorang diduga juga akan mempengaruhi keputusan untuk melakukan pengeluaran dalam beradaptasi. Semakin lama menetap diduga akan mengurangi pengeluaran untuk adaptasi. Hal tersebut disebabkan masyarakat telah `terbiasa dengan kejadian di lingkungan sekitar sehingga mereka tidak

52 32 terlalu banyak mengeluarkan biaya. Selain itu, kemungkinan besar mereka telah beradaptasi di waktu sebelumya sehingga tidak perlu lagi melakukan pengeluaran untuk adaptasi. Pada faktor pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat diduga akan meningkatkan pengeluaran. Hal itu disebabkan pengetahuan terhadap perubahan iklim dapat disebabkan oleh tingginya pendidikan seseorang sehingga mereka akan melakukan suatu adaptasi jika mulai terasa akan terjadi perubahan iklim di lain waktu. Pada kasus jenis dan frekuensi adaptasi adaptasi, masyarakat yang melakukan adaptasi pada suhu meningkat diduga memiliki rata-rata pengeluaran yang lebih tinggi dari adaptasi saat suhu dingin, sedangkan rata-rata pengeluaran adaptasi saat curah hujan meningkat lebih besar dari adaptasi saat suhu meningkat, dan rata-rata pengeluaran untuk gabungan adaptasi memiliki nilai paling besar diantaranya keempatnya.

53 33 BAB V GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum terdiri dari beberapa hal penting terkait lokasi penelitian. Adapun gambaran umum yang dibahas antara lain kondisi geografis, kondisi topografis, demografi, maupun kondisi iklim Kondisi Geografis Kota Bogor terletak di Provinsi Jawa Barat.Secara geografis Kota Bogor terletak di antara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Luas Wilayah Kota bogor sebesar Ha. Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Selatan, Bogor Utara, dan Tanah Sareal, serta terdiri dari 68 wilayah kelurahan Kondisi Topografis Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m diatas permukaan laut. Sebagian besar wilayah berada pada kemiringan landai ( ) yaitu sebesar (68.8 %). Sebagian lahan pertanian di Kota Bogor adalah lahan bukan sawah yaitu sebesar ha atau sekitar 76 %. Sementara 24 % sisanya adalah lahan sawah, dan sebagian berlokasi di Kecamatan Bogor Selatan (283 ha), Bogor Barat (272 ha) dan Bogor Timur (178 ha) Demografi Penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 sebanyak jiwa, yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. Dibandingkan

54 34 dengan tahun 2011 jumlah penduduk pada tahun 2012 bertambah sebanyak orang atau meningkat sebanyak 3.87 %. Dengan luas wilayah km 2, kepadatan penduduk pada tahun 2012 mencapai orang per km 2. Berdasarkan hasil survey angkatan kerja nasional, jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) pada tahun 2012 sebanyak orang. Dari seluruh penduduk usia kerja, sebanyak orang termasuk kedalam kelompok angkatan kerja. Sebanyak orang adalah penduduk yang bekerja dan sisanya sebanyak orang adalah pengangguran yang sedang mencari pekerjaan. Pada umumnya penduduk yang bekerja di Kota Bogor terserap pada lapangan pekerjaan perdagangan dan jasa-jasa. Dengan rincian sebanyak orang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, orang bekerja pada lapangan pekerjaan perdagangan, rumah makan dan hotel, dan yang bekerja pada lapangan pekerjaan jasa-jasa terdapat sebanyak orang, serta sebanyak bekerja dibidang lainnya. Penduduk yang bekerja di Kota Bogor menurut pendidikan terdapat sebanyak orang yang tidak sekolah ataupun tidak tamat SD, sebanyak berpendidikan tamat SMP, berpendidikan tamat SMA sebanyak orang dan sebanyak orang berpendidikan akademi/sekolah tinggi dan universitas Kondisi Iklim Kondisi suhu rata-rata di Kota Bogor pada tahun 2012 rata-rata tiap bulan sebesar 32.1 o C dengan suhu terendah 22.4 o C dengan suhu tertinggi 33.7 o C. Kelembaban udara 92.0%. Curah hujan rata-rata setiap bulan maksimum sebesar mm dan minimum sebesar mm dengan curah hujan terbesar pada bulan November dan Februari. Terjadi perbedaan suhu dibanding tahun 2011, yaitu suhu rata-rata maksimum perbulan pada tahun 2011 sebesar 30.9 o C dan minimum sebesar 22.9º C. Begitu pula dengan curah hujan, terjadi perbedaan pada tahun 2011, yaitu rata-rata curah hujan maksimum sebesar mm dan minimum sebesar mm.

55 Karakteristik Responden Karakteristik umum responden dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 150 responden. Kelompok responden ini didapat dari enam wilayah yang terdiri dari enam kecamatan yaitu, Kecamatan Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, dan Tanah Sareal. Karakteristik umum dari responden terdiri dari jenis kelamin, pekerjaan, usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumah tangga, lama tinggal, status kepemilikan rumah, dan jenis bangunan Jenis Kelamin Responden Berdasarkan hasil penelitian, pada strata masyarakat yang berpenghasilan rendah jumlah responden perempuan sebesar 64%, sedangkan jumlah responden laki-laki sebesar 36%. Pada strata masyarakat berpenghasilan menengah jumlah responden perempuan sebesar 52% dan responden laki-laki sebesar 38%. Sedangkan pada strata masyarakat berpenghasilan tinggi jumlah responden perempuan sebesar 54% dan responden laki-laki sebesar 46%. Berikut dijelaskan pada Gambar 2. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 2. Jenis Kelamin Responden Terlihat pada gambar bahwa dari ketiga strata sebagian besar responden adalah perempuan. Hal ini disebabkan wawancara lebih banyak dilakukan pada hari kerja ketika kepala keluarga (laki-laki) sedang bekerja mencari nafkah. Akan tetapi responden dengan jenis kelamin perempuan pada umumnya bisa lebih

56 36 mengerti tentang pengeluaran rumah tangga dan barang-barang yang ada didalam rumah mereka. Hal tersebut lebih membantu peneliti dalam memperoleh informasi mengenai pendapatan, pengeluaran rumah tangga untuk adaptasi terhadap perubahan iklim Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan memberi pengaruh kepada pola pikir dan pengetahuan seseorang, dapat pula berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan dan wawasan seseorang terhadap suatu kejadian, sehingga akan mempengaruhi keputusan terhadap kejadian tersebut. Begitu pula pengaruh tingkat pendidikan seseorang terhadap pengetahuan dan wawasan tentang kejadian atau fenomena perubahan iklim dan bentuk adaptasi yang dilakukan. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 3. Tingkat Pendidikan Responden Dalam penelitian ini masyarakat berpenghasilan rendah sebagian besar berpendidikan akhir hingga tamat SMP, yaitu sebesar 36%, berpendidikan akhir SD sebesar 28%, tidak lulus SD sebesar 6% dan berpendidikan akhir SMA sebesar 30%. Pada masyarakat berpenghasilan menengah mayoritas responden berpendidikan akhir tamat SMA yaitu sebesar 38%, tamat SD sebesar 2%, tamat SMP sebesar 22%, diploma sebesar 6%, dan sarjana sebesar 32%. Pada

57 37 masyarakat berpenghasilan tinggi mayoritas responden berpendidikan akhir hingga sarjana, yaitu sebesar 54%, tamat SMA sebesar 22%, diploma sebesar 6% dan berpendidikan akhir pascasarjana sebesar 18% Pekerjaan Responden Jenis perkerjaan responden dalam penelitian ini sangat beragam, diantaranya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, wirausaha, dan Ibu Rumah Tangga (IRT). Responden yang bekerja sebagai wirausaha memiliki profesi yang beragam. Profesi yang dimaksudkan yaitu profesi atau usaha yang dibangun sendiri oleh individu seperti mulai dari usaha kecil hingga menengah ke atas seperti warung, toko makanan, pedagang sayur dan buah-buahan, konveksi, toko alat rumahtangga hingga usaha skala besar, serta profesi lainnya seperti buruh bangunan, buruh tani, maupun petugas kemanan (satpam). Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta yang dimaksud adalah yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan di instansi milik swasta. Sedangkan responden yang bekerja sebagai PNS yaitu responden yang bekerja di instansi milik pemerintah. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 4. Pekerjaan Responden Berdasarkan Gambar 4 pekerjaan responden pada masyarakat berpenghasilan rendah relatif tidak beragam karena hanya ada dua pekerjaan yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wirausaha, masing-masing sebesar 60% dan 40%. Hal ini mungkin berpengaruh dari tingkat pendidikan mereka karena sebagian besar responden hanya berpendidikan SMP dan SMA sehingga kurang memiliki

58 38 kompetensi untuk mendapat pekerjaan sebagai pegawai kantor atau instansi. Pada masyarakat berpenghasilan menengah mayoritas responden juga bekerja sebagai IRT, yaitu sebesar 38%. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi 30% responden bekerja sebagai pegawai swasta Tingkat Usia Responden Salah satu faktor yang menyebabkan manusia memiliki peningkatan berpikir adalah faktor usia. Pada dasarnya semakin tinggi tingkat usia seseorang, semakin tinggi pula kemampuan dan sikap seseorang dalam mengambil dan menentukan keputusan. Faktor usia juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang maupun rumahtangga. Semakin tinggi usia seseorang, cenderung semakin tinggi penghasilan yang didapat. Sehingga dalam hal ini faktor usia menjadi penting. Begitu pula dalam penelitian ini. Responden dengan usia yang lebih tinggi umumnya lebih memiliki sikap dalam menentukan pengeluaran yang harus mereka keluarkan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim sebab relatif lebih memiliki pola pikir yang lebih baik serta pengalaman lebih banyak. Berikut dijelaskan pada tabel 3, 4, 5. Tabel 3. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Rendah No Tingkat Usia Jumlah (Orang) Persentase (%) % % % % % % % % 9 >64 0 0% Total % Sumber: Data primer (diolah) Pada strata masyarakat berpenghasilan rendah rata-rata usia yaitu tahun, dengan usia terendah dan tertinggi yaitu 25 tahun dan 57 tahun.

59 39 Tabel 4. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Menengah No Tingkat Usia Jumlah (Orang) Persentase (%) % % % % % % % % 9 >64 0 2% Total % Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan menengah rata-rata usia sebesar 46.2 tahun, dengan usia terendah sebesar 28 tahun dan tertinggi 60 tahun. Tabel 5. Tingkat Usia Masyarakat Berpenghasilan Tinggi No Tingkat Usia Jumlah (orang) Persentase (%) % % % % % % % % 9 >64 0 2% Total % Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan tinggi rata-rata usia yaitu 48.6 tahun, dengan usia terendah 26 tahun dan tertinggi 63 tahun Pendapatan Rumahtangga Responden Pendapatan rumahtangga umumnya menunjukan tingkat kesejahteraan pada suatu rumahtangga. Kesejahteraan tersebut menjadikan ukuran bagi rumahtangga dalam kemampuan memiliki ataupun membeli barang rumahtangga termasuk juga dalam membeli/konsumsi barang untuk adaptasi terhadap perubahan iklim. Umumnya semakin tinggi pendapatan suatu rumahtangga semakin tinggi pula kemampuan rumahtangga tersebut dalam mengkonsumsi/membeli barang maupun fasilitas rumahtangga, termasuk juga

60 40 barang-barang yang digunakan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Dalam penelitian ini strata pendapatan rumahtangga dibagi tiga, yaitu pendapatan dibawah Upah Minimum Kota (UMK) sebesar Rp /bulan atau termasuk kategori penghasilan rendah, pendapatan diantara UMK hingga Rp atau termasuk kategori penghasilan menengah, dan pendapatan diatas Rp atau termasuk kategori penghasilan tinggi. Dengan masing-masing strata berjumlah 50 responden. Pendapatan rumahtangga responden dalam penelitian ini sangat variatif. Pada masyarakat berpenghasilan rendah pendapatan rumahtangga mereka ratarata sebesar Rp /bulan, dengan pendapatan rumahtangga tertinggi sebesar Rp /bulan dan terendah sebesar Rp /bulan. Pada masyarakat berpenghasilan menengah pendapatan rumahtangga rata-rata sebesar Rp /bulan, dengan pendapatan tertinggi sebesar Rp /bulan dan terendah sebesar Rp /bulan. Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi pendapatan rumahtangga rata-rata, tertinggi, dan terendah masing-masing sebesar Rp /bulan, Rp /bulan, dan Rp /bulan Lama Menetap Lama menetap atau lama tinggal seseorang berpengaruh terhadapkeputusan adaptasi pada kondisi lingkungan sekitarnya. Seseorang yang belum lama tinggal di suatu tempat kemungkinan belum terbiasa akan perubahanperubahan lingkungan yang biasa terjadi disekitar, sedangkan seseorang yang telah lama tinggal relatif terbiasa dan lebih berpengalamanpada kejadian tersebut. Responden yang telah tinggal lama di daerah tersebut sebagian besar bersikap biasa saja terhadap perubahan iklim sebab mereka telah melakukan upaya pencegahan dan adaptasi terlebih dahulu. Akan tetapi responden yang belum lama tinggal di daerah tersebut cenderung tidak tahu tindakan adaptasi yang harus dilakukan ketika perubahan iklim terjadi tetapi ada pula beberapa yang mengerti tindakan yang harus dilakukan namun tidak melakukan tindakan adaptasi tersebut. Dalam penelitian ini responden pada strata penghasilan rendah rata-rata telah menetap selama tahun, sedangkan paling lama (maksimum) menetap selama 57 tahun dan paling cepat (minimum) 5 tahun. Pada strata masyarakat

61 41 berpenghasilan menengah rata-rata responden telah menetap selama tahun, serta maksimum telah menetap selama 47 tahun dan minimum 3 tahun. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi rata-rata telah menetap selama 19.3 tahun, serta maksimum dan minimum lama menetap masing-masing 53 tahun dan 4 tahun Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga umumnya menjadi ukuran bagi rumahtangga dalam melakukan pengeluaran. Semakin banyak tanggungan keluarga, maka semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga termasuk juga untuk pengeluaran untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Namun hal tersebut tidak terlihat pada masyarakat berpenghasilan rendah. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 5. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga pada penelitian ini relatif seragam, yaitu 2 hingga 5 orang. Pada strata penghasilan rendah jumlah tanggungan keluargapaling banyak 3 orangyaitu sebesar 44% dan paling sedikit jumlah tanggungan keluarga sebanyak 1 orang, yaitu sebesar 8%. Pada masyarakat berpenghasilan menengah mayoritas responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 3 orang dan paling sedikit responden yang tidak memiliki tanggungan, masing-masing sebesar 42% dan 2%. Responden terbanyak dengan jumlah tanggungan keluarga 3 orang juga

62 42 ada pada masyarakat berpenghasilan tinggi, yaitu sebesar 38%, dan paling sedikit responden yang tidak memiliki tanggungan dan memiliki tanggungan lebih dari 5 orang, yaitu masing-masing sebesar 2%.

63 43 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Persepsi Dalam Mendengar dan Melihat Istilah Perubahan Iklim Identifikasi persepsi masyarakat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat dapat menilai dan memahami terhadap iklim yang terjadi di Kota Bogor selama sepuluh tahun terakhir ( ). Berdasarkan hasil survey, sebanyak 50% masyarakat berpenghasilan rendah pernah mendengar istilah perubahan iklim dan 50% sisanya belum pernah mendengar. Pada strata masyarakat berpenghasilan menengah hampir semua responden yaitu sebesar 92% pernah mendengar istilah perubahan iklim. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi semua responden (100%) pernah mendengar istilah perubahan iklim. Berikut persentase tersebut dijelaskan pada. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 6. Persepsi Masyarakat Tentang Mendengar Istilah Perubahan Iklim Dalam penelitian ini responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim yang dimaksud adalah adalah responden yang selama kehidupan sehariharinya mereka pernah mendengar istliah perubahan iklim. Istilah tersebut didengar atau dilihat responden melalui media, teman, kegiatan ilmiah maupun saat mereka masih mengenyam pendidikan. Berdasarkan data yang didapat, diketahui bahwa sebagian besar masyarakat dalam penelitian ini pernah mendengar istilah perubahan iklim dan tidak asing dengan istilah tersebut. Hal ini diduga disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang sudah termasuk

64 44 cukup, serta kemampuan mengakses informasi yang sudah memadai, dan pengalaman kehidupan yang baik. Akan tetapi terdapat perbedaan antara masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi. Responden terbanyak yang pernah istilah perubahan iklim adalah dari kalangan masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu sebanyak 50 orang dan yang paling sedikit dari masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 25 orang. Ini diduga disebabkan perbedaan tingkat pendidikan dan kemampuan responden dalam mengakses informasi. Istilah perubahan iklim biasa dijelaskan dari berbagai jenis media. Responden dengan pendidikan yang lebih tinggi relatif lebih memiliki kemampuan dan ketertarikan dalam mencari informasi dari media dalam hal ini informasi mengenai perubahan iklim. Beberapa hal tersebut yang diduga menjadi penyebab perbedaan jumlah responden di ketiga strata yang pernah mendengar dan melihat istilah perubahan iklim Persepsi Sumber Informasi Masyarakat Dalam Mendengar Istilah Perubahan Iklim Media elektronik maupun cetak merupakan sumber utama dan terpenting bagi masyarakat guna mendapatkan informasi terkait kejadian disekitar termasuk kejadian atau fenomena perubahan iklim. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 7. Sumber Informasi Masyarakat Sebanyak 100% responden pada 25% masyarakat berpenghasilan rendah yang pernah mendengar/melihat istilah perubahan iklim pertama kali dan paling sering dari media elektronik, yaitu televisi. Pada 92% masyarakat berpenghasilan

65 45 menengah yang pernah mendengar/melihat istilah perubahan iklim, 96% diantaranya mendengar dari televisi dan 2% tahu dari tulisan/artikel ilmiah maupun media cetak. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi, seluruh responden (100%) yang pernah mendengar istilah perubahan iklim 80% diantaranya mendengar dari media elektronik, sedangkan sisanya dari buku/artikel ilmiah dan media cetak masing-masing 8% dan 12%. - Media Elektronik Responden yang mendengar atau melihat istilah perubahan iklim melalui media elektronik yang dimaksud adalah responden yang pertama kali dan paling sering mendengar atau melihat istilah tersebut melalui media elektronik. Seluruh media elektronik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah media televisi. Berdasarkan data yang didapat sebagian besar responden pertama kali dan paling sering mendengar istilah perubahan iklim dari televisi. Responden yang paling banyak mendengar dan melihat melalui televisi adalah dari kalangan masyarakat berpenghasilan menengah, yaitu sebanyak 44 orang dan yang paling sedikit adalah dari masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 25 orang. Secara tidak langsung hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden telah mempunyai televisi dan menjadikannya sebagai sumber informasi. - Media Cetak Responden yang mendengar atau melihat istilah perubahan iklim melalui media elektronik yang dimaksud adalah responden yang pertama kali dan paling sering mendengar atau melihat istilah tersebut melalui media cetak. Dalam hal ini media cetak yang dimaksud responden berupa koran, selebaran/leaflet, dan majalah. Pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi keduanya pernah melihat istilah perubahan iklim dari ketiga jenis media cetak tersebut. Sebanyak 1 orang dan 6 orang dari masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi yang pertama kali dan paling sering melihat istilah perubahan iklim dari media cetak. Beberapa responden pada kedua strata tersebut pertama kali melihat istilah perubahan ikim dari media cetak diduga disebabkan pendidikan dan wawasan mereka yang lebih memadai dibanding responden pada masyarakat berpenghasilan rendah serta keingintahuan mereka terhadap perubahan

66 46 lingkungan sehari-hari, sehingga mereka tidak hanya mengakses media elktronik tetapi juga media cetak. - Buku/Artikel/Literatur Ilmiah Selain dari media elektronik dan media cetak beberapa responden juga melihat dan mendengar istilah perubahan iklim dari buku, artikel dan literatur ilmiah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan artikel dan literatur ilimiah adalah artikel dan literatur yang ditulis oleh akademisi ataupun peneliti berupa makalah, essay, dan jurnal yang didapat dari internet, kerabat, maupun dari koleksi buku tempat mereka bekerja. Pada penelitian ini responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim melalui media tersebut adalah responden pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, yaitu sebanyak 1 orang dan 4 orang. Penyebab hal tersebut hampir sama dengan penyebab responden mendengar/melihat istilah perubahan iklim melalui media cetak Persepsi Masyarakat Mengenai Pengetahuan Definisi dan Pemahaman Penyebab Perubahan Iklim Sebagian besar responden telah familiar pada istilah perubahan iklim. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak paham definisi perubahan iklim dan tidak paham penyebab dari perubahan iklim tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, pada masyarakat berpenghasilan rendah 50% responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim 88% diantaranya memahami definisi perubahan iklim tetapi dari 88% yang memahami hanya 86% diantaranya yang memahami penyebab dari perubahan iklim. Pada masyarakat berpenghasilan menengah 92% responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim 91% diantaranya memahami definisi perubahan iklim, namun dari 91% responden yang memahami definisi tersebut hanya 86% yang mengerti penyebabnya. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi, 100% responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim, 96% diantaranya memahami definisinya dan seluruhnya (100%) dari 96% responden mengerti penyebab perubahan iklim tersebut. Berikut dijelaskan pada Gambar 8.

67 47 Sumber: Data primer (diolah) Gambar 8. Persepsi Masyarakat Tentang Arti Perubahan Iklim dan Penyebab Perubahan Iklim - Pengetahuan Responden Tentang Arti Perubahan Iklim Perubahan iklim memiliki artiperubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang (Trenberth et al dalam Ndela 2011). Salah satu unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara (Diposaptono et al. 2009). Responden dalam penelitian ini menyebutkan beberapa definisi perubahan iklim yang disebutkan responden diantaranya perubahan suhu yang semakin meningkat, perubahan hari hujan yang semakin tidak terprediksi, serta semakin sering terjadinya fenomena alam yang ekstrim, seperti angin kencang serta hujan yang sangat deras kadang dalam bentuk butiran es. Akan tetapi secara keseluruhan sebagian besar responden mengartikan perubahan iklim sebagai perubahan suhu

68 48 udara yang semakin meningkat. Melihat keseluruhan pendapat, secara umum definisi yang disebutkan responden relatif mirip dengan definisi perubahan iklim secara ilmiah. Responden terbanyak yang mengetahui arti perubahan iklim adalah pada masyarakat berpenghasilan tinggi, yaitu sebanyak 48 orang sedangkan yang paling sedikit pada masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu sebanyak 22 orang. Secara tidak langsung perbedaan ini diduga berhubungan dengan tingkat pendidikan masing-masing masyarakat. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi sebagian besar responden berpendidikan sarjana sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah berpendidikan SMP. Hal ini mengakibatkan perbedaan kemampuan mereka dalam mengakses dan mendapatkan informasi yang menambah wawasan mereka terutama mengenai perubahan iklim. Perbedaan jumlah responden yang memahami perubahan iklim juga disebabkan pernah atau tidaknya responden mendengar atau melihat istilah perubahan iklim yang disebutkan sebelumnya. Secara langsung maupun tidak responden yang telah mendengar istilah perubahan iklim mengerti arti istilah tersebut karena dari istilah yang disebutkan juga dijelaskan arti ataupun definisinya baik secara singkat maupun lengkap. - Pengetahuan Responden Tentang penyebab Perubahan Iklim Perubahan iklim disebabkan adanya pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfer yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Diposaptono et al. 2009). Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer (KLH 2009). Dalam penelitian ini beberapa penyebab perubahan iklim yang disebutkan oleh responden diantaranya berkurangnya pepohonan (areal hijau), semakin banyaknya pabrik, gedung-gedung dan perumahan, serta semakin banyaknya kendaraan yang mengakibatkan polusi. Secara keseluruhan pendapat yang diutarakan responden tidak berbeda jauh dengan penjelasan secara ilmiah. Berdasarkan hasil penelitian, responden terbanyak yang memahami penyebab perubahan iklim adalah pada masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu sebanyak 48 orang, sedangkan yang paling sedikit pada masyarakat berpenghasilan rendah, sebanyak 19 orang. Perbedaan ini berhubungan dengan

69 49 kondisi tahu atau tidaknya responden dengan arti perubahan iklim yang disebutkan sebelumnya. Perbedaan tersebut hampir mirip dengan persepsi pengetahuan responden tentang arti perubahan iklim. Perbedaan tersebut diduga juga berhubungan dengan pengetahuan responden tentang arti perubahan iklim. Responden yang mengetahui arti perubahan iklim sebagian besar juga memahai penyebab dari perubahan iklim tersebut karena dari arti maupun definisi yang disebutkan juga dijelaskan penyebab perubahan iklim secara singkat ataupun lengkap Persepsi Masyarakat Mengenai Kesadaran dan Kerugian Akibat Perubahan Iklim Persepsi masyarakat pada kasus ini dianalisis berdasarkan pendapat mereka mengenai menyadari atau tidaknya terhadap perubahan iklim serta dirugikan atau tidaknya akibat perubahan iklim yang terjadi. Tabel 6. Persepsi Kesadaran Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Persepsi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Masyarakat Berpenghasilan Rendah Masyarakat Berpenghasilan Rendah Tidak Menyadari 0% 0% 2% Ragu-Ragu 12% 26% 26% Menyadari 46% 48% 34% Sangat Menyadari 42% 26% 38% Total 100% 100% 100% Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan rendah responden terbanyak berpendapat menyadari, yaitu sebanyak 23 orang. Kategori persepsi menyadari yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi kesadaran responden terhadap perubahan iklim sehari-hari selama tahun Pada masyarakat berpenghasilan menengah responden terbanyak berpendapat menyadari, yaitu sebanyak 24 orang. Pada masyarakat berpenghasilan rendah responden terbanyak berpendapat menyadari, yaitu sebanyak 23 orang. Kategori sangat menyadari yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi responden yang sangat menyadari terjadinya perubahan iklim sehari-hari selama tahun Tidak ada indikator khusus untuk persepsi sangat menyadari. Persepsi tersebut hanya berdasarkan jawaban

70 50 responden. Sementara itu responden juga diwawancara tentang persepsi mereka mengenai kerugian akibat adanya perubahan iklim. Berikut dijelaskan pada tabel. Tabel 7. Persepsi Kerugian Masyarakat Akibat Perubahan Iklim Persepsi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Masyarakat Berpenghasilan Rendah Masyarakat Berpenghasilan Rendah Tidak Dirugikan 28% 34% 28% Ragu-Ragu 28% 24% 24% Dirugikan 26% 38% 34% Sangat Dirugikan 18% 4% 14% Total 100% 100% 100% Sumber: Data primer (diolah) Pada masyarakat berpenghasilan rendah responden terbanyak merasa tidak dirugikan dan ragu-ragu, yaitu masing-masing sebanyak 14 orang (28%). Kategori tidak dirugikan yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi ketidakrugian yang dirasakan responden oleh terjadinya perubahan iklim sehari-hari atau perubahan iklim tidak memberi dampak kepada mereka. Pada masyarakat berpenghasilan menengah responden terbanyak merasa dirugikan, yaitu sebanyak 19 orang (38%). Kategori dirugikan yang diberikan yang dimaksud yaitu persepsi kerugian yang dirasakan responden oleh perubahan iklim sehari-hari atau perubahan iklim memberi dampak kerugian kepada mereka Persepsi Responden Terhadap Suhu Udara Perubahan iklim memberi pengaruh terhadap kondisi suhu udara. Dalam kurun waktu tahun peningkatan suhu bumi mencapai C akibat peningkatan gas rumah kaca di atmosfer (IPCC dalam Murdiyarso 2003). Peningkatan suhu juga terjadi di daerah lintang rendah atau daerah tropis (contoh, Indonesia) yang mengakibatkan kecenderungan pada daerah kering akan semakin kering (Murdiyarso 2003). Dalam penelitian ini hampir semua responden menyatakan bahwa suhu udara di Kota Bogor beberapa tahun belakangan telah mengalami perubahan. Pada masyarakat berpenghasilan rendah menengah dan tinggi, masing-masing sebesar 92%, 90%, dan 94% merasakan perubahan suhu yang semakin meningkat.

71 51 Sumber: Data Primer (diolah) Gambar 9. Persepsi Responden Terhadap Suhu Udara Di Kota Bogor Kota dengan kecepatan pembangunan (jumlah penduduk, kendaraan bermotor, dan industri lainnya) yang begitu cepat akan menyebabkan kecepatan kenaikan suhu meningkat. Pembangunan ini juga akan menyebabkan lahan kota semakin sempit, pengerasan lahan, debu-debu, dan polusi udara (CO 2, NO 2, SO 2 ) yang dihasilkan oleh industri (Mas at 2010). Begitu pula yang terjadi di Kota Bogor. Sebanyak 46 orang, 45 orang, dan 47 orang masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berpendapat bahwa suhu udara di Kota Bogor telah meningkat. Waktu awal terjadinya peningkatan tersebut sangat beragam yang mereka sadari. Pada masyarakat berpenghasilan rendah 46 orang yang berpendapat bahwa suhu naik, 9 orang atau 20% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Pada masyarakat berpenghasilan menengah 10 orang atau 22% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Pada masyarakat berpenghasilan tinggi 10 orang atau 21% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Berdasarkan persepsi selama tahun awal kenaikan suhu udara paling banyak dirasakan mulai tahun 2007 dan Jika melihat sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa suhu udara di Kota Bogor mengalami peningkatan maka hal ini relatif sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yang menjelaskan bahwa suhu udara di Kota Bogor memang mengalami peningkatan.

72 52 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 10. Data Pengamatan Terhadap Suhu Udara Di Kota Bogor Tahun Kondisi suhu udara Kota Bogor tahun mengalami kenaikan, dengan nilai rata-rata selama 10 tahun sebesar C/tahun meskipun tahun 2006 hingga 2010 perubahan tersebut cukup fluktuatif dan beberapa kali terjadi perubahan yang negatif Persepsi Responden Terhadap Curah Hujan Hasil penelitian sebelumnya mengenai curah hujan di Indonesia lebih beragam dibanding dengan suhu. Handoko (2008) menyatakan bahwa sebagian besar wilayah Jawa Barat mengalami penurunan curah hujan. Sementara penelitian lain menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi CO 2 mengakibatkan peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah selatan Indonesia (Kaimuddin dalam Handoko 2008). Curah hujan di Indonesia mengalami perubahan selama tahun akibat perubahan iklim (Nurdin 2012). Hal tesebut tentu secara langsung maupun tidak berpengaruh kepada curah hujan di Kota Bogor tahun Dalam penelitian ini sebagian besar responden berpendapat bahwa curah hujan mengalami peningkatan selama tahun Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi yaitu sebesar 50%, 44%, dan 46% berpendapat bahwa curah hujan mengalami peningkatan.

73 53 Sumber: data primer (diolah) Gambar 11. Persepsi Responden Terhadap Curah Hujan Di Kota Bogor Sebanyak 25 orang, 22 orang, dan 23 orang masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berpendapat bahwa curah hujan di Kota Bogor telah meningkat. Waktu awal terjadinya peningkatan tersebut sangat beragam yang mereka sadari. Pada masyarakat berpenghasilan rendah 25 orang yang berpendapat bahwa curah hujan naik, 6 orang atau 24% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun 2009 dan Pada masyarakat berpenghasilan menengah 7 orang atau 32% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi 6 orang atau 26% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Berdasarkan wawancara terkait persepsi tersebut, pada tahun awal kenaikan curah hujan paling banyak dirasakan mulai tahun Jika melihat sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa curah hujan di Kota Bogor mengalami peningkatan maka hal ini relatif tidak sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yang menjelaskan bahwa curah hujan di Kota Bogor memang mengalami penurunan.

74 54 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 12. Data Pengamatan Terhadap Curah Hujan Di Kota Bogor Tahun Hasil wawancara menunjukan sebagian besar responden berpendapat bahwa curah hujan di Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal ini relatif tidak sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yaitu kondisi curah hujan di Kota Bogor selama tahun mengalami penurunan, dengan nilai rata-rata selama 10 tahun sebesar mm/tahun Persepsi Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan Perubahan iklim memberi dampak pada jumlah hari hujan. Beberapa wilayah di bagian selatan Indonesia pada tahun mengalami perubahan musim penghujan yang lebih pendek (UNDP Indonesia 2007). El-Nino Southern Oscilation (ENSO) yang terjadi di wilayah Indoenesia mengakibatkan keterlambatan awal musim hujan antara satu sampai dua bulan (Boer dalam Handoko 2008). Dalam penelitian ini sebagian besar responden di Kota Bogor justru berpendapat bahwa jumlah hari hujan mengalami peningkatan selama tahun Berdasarkan hasil penelitian, pada masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 58% diantaranya berpendapat bahwa jumlah hari hujan mengalami peningkatan. Pada masyarakat berpenghasilan menengah 52% diantaranya merasakan peningkatan sementara pada masyarakat berpenghasilan tinggi 64% diantaranya menyatakan terjadinya peningkatan.

75 55 Sumber: data primer (diolah) Gambar 13. Persepsi Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan Di Kota Bogor Sebanyak 29 orang, 26 orang, dan 32 orang masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berpendapat bahwa jumlah hari hujan di Kota Bogor telah meningkat. Waktu awal terjadinya peningkatan tersebut sangat beragam yang mereka sadari. Pada masyarakat berpenghasilan rendah 29 orang yang berpendapat bahwa jumlah hari hujan naik, 8 orang atau 28% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Pada masyarakat berpenghasilan menengah 8 orang atau 31% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi 6 orang atau 19% diantaranya berpendapat kenaikan tersebut mulai terasa saat tahun Masyarakat yang berpendapat bahwa jumlah hari hujan semakin meningkat yang dimaksud adalah masyarakat yang berpendapat bahwa kondisi jumlah hari hujan sehari-hari, baik saat musim hujan ataupun tidak telah terjadi peningkatan atau semakin sering. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa jumlah hari hujan di Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal ini relatif sesuai dengan data dari BMKG Kota Bogor yaitu kondisi jumlah hari hujan di Kota Bogor selama tahun mengalami sedikit kenaikan, dengan nilai rata-rata sebesar hari/tahun.

76 56 Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 14. Data Pengamatan Terhadap Jumlah Hari Hujan Di Kota Bogor Tahun Persepsi Responden Terhadap Hari Tanpa Hujan Perubahan iklim akan mempengaruhi jadwal hari tanpa hujan dan memperpanjang musim kemarau. Surmaini dan Boer (2011) menunjukkan ENSO di Pasifik tropis mempunyai hubungan yang signifikan terhadap curah hujan. Secara signifikan mengakibatkan mundurnya awal musim hujan, memperpanjang periode musim kemarau, dan menurunkan jumlah curah hujan sampai di bawah normal. Sumber: data primer (diolah) Gambar 15. Persepsi Responden Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan Di Kota Bogor Dalam penelitian ini sebagian besar responden berpendapat bahwa jumlah hari tanpa hujan di Kota Bogor berubah. Pada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah sebesar 32%, 34% berpendapat bahwa jumlah hari tanpa hujan

77 57 tidak berubah. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi 32% diantaranya merasakan peningkatan dan tidak merasakan perubahan. Perubahan jumlah hari tanpa hujan tidak dirasakan responden terutama pada sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Akan tetapi pada masyarakat berpenghasilan tinggi ada beberapa yang berpendapat terjadinya peningkatan yaitu sebanyak 16 orang atau 32%, dan 12% diantaranya merasakan peningkatan jumlah hari tanpa hujan sejak tahun Masyarakat yang berpendapat bahwa jumlah hari tanpa hujan tidak berubah adalah masyarakat yang berpendapat bahwa kondisi jumlah hari tanpa hujan sehari-hari, baik saat musim kemarau ataupun tidak tidak terjadi perubahan. Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor (diolah) Gambar 16. Data Pengamatan Terhadap Jumlah Hari Tanpa Hujan Di Kota Bogor Tahun Jika dibandingkan dengan data BMKG persepsi responden tentang jumlah hari tanpa hujan relatif tidak sesuai. Berdasarkan BMKG kondisi jumlah hari tanpa hujan di Kota Bogor selama tahun mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 9.43 hari/tahun. 6.2 Adaptasi Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim Pengeluaran rumahtangga baik disadari maupun tidak oleh responden ternyata beberapa diantaranya merupakan salah satu langkah atau strategi yang mereka lakukan terhadap perubahan iklim, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Sebagian responden menyadari dari awal bahwa tindakan mereka merupakan strategi adaptasi karena iklim berubah, sedangkan sebagian lainnya menyadari

78 58 setelah mereka membeli, memperbaiki, atau menggunakan barang yang berguna saat perubahan iklim terjadi. Kriteria adaptasi responden dijelaskan melalui biaya yang mereka keluarkan pada tahun yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun responden yang tidak mengeluarkan biaya selama tahun tersebut tetapi melakukan adaptasi tetap masuk dalam penelitian. Persepsi masyarakat dalam menentukan adaptasi atau tidaknya dijelaskan dalam gambar berikut. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 17. Tingkat Keperluan Masyarakat Untuk Melakukan iadaptasi Hasil pengolahan data pada gambar menunjukan bahwa sebagian masyarakat berpenghasilan rendah berpendapat perlu adaptasi, yaitu sebesar 46% responden. Sementara 20% dan 34% berpendapat ragu-ragu dan tidak perlu. Pada masyarakat berpenghasilan menengah sebesar 38% diantaranya berpendapat perlu adaptasi, sedangkan 28% dan 34% berpendapat ragu-ragu dan tidak perlu. Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi 40% diantaranya berpendapat tidak perlu serta 24% dan 36% berpendapat ragu-ragu dan perlu. Terlihat bahwa terdapat perbedaan persepsi pada keperluan masyarakat dalam melakukan adaptasi yaitu sebanyak 23 orang. Responden yang paling banyak berpendapat perlu melakukan adaptasi adalah pada masyarakat berpenghasilan rendah. Menurut Smit dan Wandel (2006) kemampuan adaptasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya teknologi dan pemahaman. Secara relatif masyarakat berpenghasilan rendah memiliki tingkat pemahaman dan akses teknologi yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Hal tersebut diduga akan mengakibatkan persepsi pada

79 59 masyarakat rendah bahwa variabilitas iklim memberi dampak kepada mereka dan mereka perlu melakuakan suatu adaptasi Adaptasi Terhadap Suhu yang Meningkat Kondisi suhu udara yang berubah dan mengalami peningkatan mengakibatkan masyarakat melakukan adaptasi guna penyesuaian diri mereka dengan kondisi tersebut. Beberapa responden menyebutkan perlu melakukan adaptasi karena kondisi rumah mereka yang harus diberikan perilaku adaptasi serta kondisi tubuh mereka yang juga perlu diberikan penyesuaian. Strategi atau pilihan adaptasi yang responden lakukan dalam kondisi ini sangat beragam. Berikut dijelaskan pada gambar. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 18. Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah - Meninggikan Atap Berdasarkan penelitian dilapang, responden yang melakukan peninggian atap adalah responden yang melakukan peninggian atap rumah mereka. Strategi adaptasi melalui atap rumah yang ditinggikan paling banyak dilakukan oleh responden masyarakat berpenghasilan tinggi, yaitu sebesar 36% atau sebanyak 18 orang. Hal ini diduga karena mereka lebih memiliki kemampuan untuk mengeluarkan biaya termasuk untuk meninggikan atap rumah mereka dibanding masyarakat berpenghasilan menegah dan rendah. Terlihat bahwa responden yang paling sedikit melakukan adaptasi ini adalah pada masyarakat berpenghasilan rendah, yaitu 6% atau sebanyak 3 orang.

80 60 Sebagian besar responden tidak secara sengaja meninggikan atap untuk beradaptasi terhadap suhu yang meningkat karena mereka meninggikan atap bersamaan dengan kebutuhan untuk merenovasi rumah. Kondisi dilapangan menunjukan bahwa hampir seluruh responden yang melakukan adaptasi berupa peninggian atap rumah baru menyadari efek meniggikan atap tersebut serta bukan secara sengaja mereka melakukannya karena suhu yang panas. Mereka berpendapat bahwa setelah atap rumah ditinggikan kondisi suhu udara didalam rumah menjadi lebih sejuk sehingga mereka bisa lebih nyaman dan menyesuaikan diri dengan suhu udara sehari-hari. - Menambah Ventilasi Sebagian responden melakukan adaptasi terhadap perubahan suhu melalui penambahan vetilasi rumah mereka. Hal tersebut dilakukan guna menambah sirkulasi udara yang masuk kedalam rumah sehingga kondisi dalam rumah lebih sejuk. Beberapa responden menambah ventilasi rumah mereka dibagian ruang depan bawah dan beberapa dibagian depan atas. Dalam penelitian hanya responden pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi yang melakukan strategi adaptasi ini. Sebanyak 4 orang dan 12 orang atau sekitar 8% dan 24% responden masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi melakukan adaptasi melalui cara menambah ventilsai rumah. Perbedaan ini diduga juga disebabkan adanya perbedaan kemampuan dalam mengeluarkan biaya. Penelitian dilapangan menunjukan sebagian besar mereka yang melakukan penambahan ventilasi secara tidak sengaja karena bersamaan dengan renovasi rumah seperti halnya mereka meninggikan atap. Seluruh responden yang melakukan adaptasi melelui penambahan ventilasi merasakan adanya perubahan suhu didalam rumah mereka, yaitu menjadi lebih sejuk. - Menanam Pohon Beberapa respoden berpendapat bahwa melalui penanaman pohon di halaman rumah bisa mengurangi suhu udara panas yang mereka rasakan sehingga mereka melakukan tindakan tersebut. Berbeda dengan strategi adaptasi meninggikan atap dan menambah ventilasi, responden dengan sengaja menanam pohon karena merasa suhu yang panas disekitar rumah mereka sehingga

81 61 responden merasa perlu melakukan penyesuaian. Strategi adaptasi melalui penanaman pohon hanya dilakukan oleh responden pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, yaitu masing-masing hanya sebanyak 2 orang dan 1 orang atau sebesar 4% dan 2%. Selain adaptasi melalui penambahan atau perbaikan bangunan rumah dilakukan pula adaptasi melalui konsumsi atau penggunaan barang pelengkap rumah tangga yang dapat digunakan untuk menyesuaiakan kondisi tubuh ketika terjadi perubahan suhu yang semaikn panas. Berikut dijelaskan pada gambar. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 19. Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Penggunaan Barang Rumahtangga - Penggunaan Blower Blower yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penghasil angin dalam bentuk lain namun bukan termasuk air conditioner (AC). Penggunaan blower hanya ditemukan pada responden masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal ini diduga karena bagi masyarakat berpenghasilan rendah menggunakan kipas angin saja sudah sudah cukup sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah juga hanya menggunakan satu macam alat penghasil angin seperti kipas angin ataupun AC. Sebanyak 4 orang responden atau sebesar 8% menggunakan blower untuk beradaptasi saat suhu panas. Jumlah tersebut sedikit karena mayoritas responden juga berpendapat bahwa menggunakan alat penghasil angin satu atau dua macam sudah cukup. Responden yang memiliki blower merasa blower dapat mengurangi

82 62 kondisi saat suhu panas namun strategi tersebut tidak banyak dilakukan karena mereka lebih sering menggunakan AC ataupun kipas angin biasa. Penggunaan kaos oblong saat suhu terasa panas juga tidak banyak dilakukan oleh responden. Hanya 4% responden atau sebanyak 2 orang pada masyarakat berpenghasilan menengah yang melakukan adaptasi tersebut. Responden yang menggunakan kaos oblong tersebut berpendapat bahwa suhu yang kadang terasa panas membuat tubuh mereka mudah berkeringat dan terasa gerah jika mereka menggunakan baju kaos biasa sehingga mereka perlu melakukan adaptasi menggunkan kaos oblong tersebut. - Kipas Angin Penggunaan kipas angin sebagai strategi adaptasi masyarakat terhadap perubahan suhu yang meningkat paling banyak dilakukan. Hal ini diduga karena kipas angin memiliki harga yang lebih murah dibanding alat penghasil angin lainnya. Penggunaan kipas angin juga lebih sederhana. Sebanyak 17 orang, 34 orang dan 31 orang atau sebesar 34%, 68%, dan 62% pada masing-masing masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi melakukan adaptasi menggunakan barang tersebut. Responden yang beradaptasi menggunakan kipas angin berpendapat bahwa penggunaan kipas angin cukup membantu mereka dalam kondisi suhu panas. Akan tetapi beberapa responden juga tidak sering menggunakan kipas angin meskipun kondisi suhu sedang meningkat. Hal ini terutama terlihat pada masyarakat berpenghasilan rendah. Sebagian dari mereka yang memiliki kipas angin jarang menggunakannya karena dengan cara membuka pintu rumah bagi mereka sudah cukup membantu menyesuaikan dengan kondisi suhu yang meningkat. - Penggunaan Air Conditioner (AC) Sebagian masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi menggunakan AC sebagai barang untuk adaptasi saat suhu terasa meningkat. Namun strategi tersebut tidak digunakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Hal tersebut diduga karena biaya yang cukup besar untuk membeli AC. Sebanyak 2 orang dan 23 orang atau sebesar 4% dan 46% masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi menggunakan AC sebagai strategi untuk beradaptasi.

83 63 Akan tetapi penggunaan AC sebagai strategi untuk adaptasi juga tidak semua dilakukan oleh responden yang memiliki barang tersebut. Sebagian responden merasa AC lebih tepat untuk berjaga-jaga jika penggunaan kipas angin dan blower kurang dirasa nyaman. Namun secara umum responden berpendapat bahwa penggunaan AC membantu mereka dalam beradaptasi saat suhu udara meningkat Adaptasi Terhadap Perubahan Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Serta Penurunan Suhu Adaptasi dilakukan oleh masyarakat juga dilakukan masyarakat saat mulai terjadi perubahan curah hujan dan hari hujan serta penurunan suhu. Sesuai data BMKG tahun terjadi perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan, meskipun perubahan rata-rata pada jumlah hari hujan tidak terlalu terlihat. Kejadian-kejadian variabilitas iklim beberapa kali terjadi di Kota Bogor, diantaranya curah hujan yang sangat deras pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007, tahun 2011, dan beberapa kali terjadi di tahun Curah hujan dengan durasi yang lama juga diduga mengakibatkan turunnya suhu menjadi lebih dingin dari suhu biasanya. Tentunya hal ini secara langsung maupun tidak memberi pengaruh kepada adaptasi masyarakat. Berikut adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 20. Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan Rumah

84 64 - Meninggikan Lantai Berdasarkan Gambar 23 sebesar 6%, 12%, dan 12% atau sebanyak 3 orang, 6 orang, dan 6 orang pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi melakukan adaptasi melalui peninggian lantai dasar rumah mereka. Strategi adaptasi berupa peninggian lantai dilakukan oleh beberapa responden yang pernah terjadi banjir pada rumahnya saat terjadi hujan yang terus menerus serta deras. Hal tersebut dilakukan guna mencegah air masuk kedalam rumah mereka di lain waktu saat terjadi hujan yang terus menerus. Setelah dilakukan peninggian lantai tidak pernah terjadi banjir lagi pada rumah mereka. Dalam tahun terjadi beberapa kali hujan yang berdurasi lama dan kadang deras pula. Hal tersebut mengakibatkan air di kali menjadi lebih cepat naik dan mengakibatkan banjir di rumah sekitarnya. Kejadian tersebut dialami oleh responden dalam penelitian ini. Responden berpendapat pada tahun belum terjadi perubahan curah hujan dan hari hujan sehingga belum pernah terjadi banjir pada rumah mereka. Pada penelitian dilapangan, peninggian lantai yang dilakukan responden adalah berupa meninggikan lantai rumah secara keseluruhan atau hanya bagian depan rumah, serta hanya membuat tanggul dibagian pintu masuk rumah. - Menambah Lantai Strategi adaptasi menambah lantai rumah memiliki penyebab yang sama dengan strategi meninggikan lantai. Sebanyak 3 orang dan 2 orang atau sebesar 6% dan 4% pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi melakukan adaptasi melalui penambahan lantai tersebut. Seluruh responden yang melakukan adaptasi ini disebabkan oleh air genangan banjir yang masuk kerumah mereka akibat hujan yang berdurasi lama sehingga kali atau selokan disekitar rumah mereka meluap. Responden yang melakukan tindakan menambah lantai tidak sebanyak responden yang meninggikan lantai karena sebagian menurut mereka air yang masuk kerumah mereka tidak terlalu tinggi, hanya sebatas mata kaki orang dewasa. Selain itu besarnya biaya untuk menambah lantai daripada meninggikan lantai. Sedangkan responden yang melakukan penambahan lantai selain untuk

85 65 mencegah banjir juga sebagai alasan kenyaman dan kemudahan menyimpan barang jika mungkin suatu saat terjadi lagi banjir. - Memperbaiki Atap Gambar 21 menunjukan bahwa sebagian besar responden melakukan adaptasi melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah berupa perbaikan atap, dengan persentase pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi masing-masing sebesar 48%, 66%, dan 66% atau sebanyak 24 orang, 33 orang, dan 33 orang. Tindakan adaptasi yang dilakukan berupa perbaikan atap rumah dilakukan sebagian besar responden karena kondisi atap rumah yang rusak maupun untuk pencegahan dari kerusakan di lain waktu. Hujan yang terus menerus serta semakin tidak terprediksi kedatangannya dan kadang diselingi oleh panas terik menjadikan semakin mudahnya kondisi bangunan rumah mengalami kerusakan. Hal tersebut mengakibatkan responden melakukan perbaikan pada atap rumah mereka. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden tindakan adaptasi yang dilakukan meliputi menambal atau mennganti asbes yang bolong dan rusak, mengganti genteng baru, serta memperbaiki atau mengganti plafon yang rusak. - Mengecat Tembok Kondisi lain yang disebabkan oleh hal yang sama yaitu hujan dengan berdurasi lama dan kadang diselingi dengan panas terik adalah lunturnya cat dinding rumah. Hal itu mengakibatkan responden pada masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah melakukan tindakan adaptasi melalui mengecat tembok bagian depan rumah mereka. Tindakan adaptasi melalui pengecatan tembok dilakukan oleh 10%, 18%, dan 12% atau sebanyak 5 orang, 9 orang, dan 6 orang masing-masing masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi. Secara keseluruhan menurut responden perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan sejalan dengan memberi dampak pada kondisi struktur rumah mereka. Responden berpendapat beberapa tahun belakangan curah hujan dan jumlah hari hujan maskin menignkat sehingga hal tersebut menjadi penyebab utama mereka perlu melakukan suatu strategi adaptasi melalui penyesuaian kondisi bangunan rumah mereka.

86 66 Perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan terkadang juga membuat masyarakat melakukan adaptasi melalui penyesuaian bangunan rumah. Sebagian responden merasa bahwa perlu melakukan penyesuaian menggunakan barang rumahtangga yang mereka miliki. Berikut dijelaskan oleh gambar. Sumber: Data primer (diolah) Gambar 21. Strategi Adaptasi Masyarakat Melalui Penggunaan Barang Rumahtangga - Penggunaan Penghangat Ruangan Penggunaan penghangat ruangan sebagai barang untuk adaptasi ketika suhu terasa dingin hampir tidak dilakukan oleh semua responden. Hanya sebesar 2% atau sebanyak 1 orang responden pada masyarakat berpenghasilan menengah yang melakukan adaptasi tersebut. Responden berpendapat bahwa hujan kini makin tidak terprediksi serta terkadang terjadi secara terus menerus serta deras mengakibatkan suhu udara menjadi tidak stabil dan cenderung mengakibatkan suhu menjadi lebih dingin dari biasanya. Alasan tersebut bagi responden perlu menggunakan barang atau perlengkapan yang bisa menghangatkan ruangan dan tubuh mereka termasuk penggunaan penghangat ruangan. Akan tetapi penggunaan penghangat ruangan mungkin tidak terlalu efektif melihat sangat sedikit responden yang melakukan adaptasi menggunakan barang tersebut. - Penggunaan Selimut, Jaket/Sweater,dan Kaos Kaki Responden yang menggunakan selimut, jaket dan kaos kaki sebagai barang atau pakaianyang digunakan untuk beradaptasi memiliki alasan yang hampir sama dengan penggunaan penghangat ruangan. Suhu kadang terasa lebih

87 67 dingin akibat hujan yang berdurasi lama bahkan kadang suhu dingin terjadi sore ataupun malam hari dengan sendirinya tanpa diawali dengan hujan. Hal tersebut yang membuat sebagian responden perlu menggunakan pakaian tersebut untuk adaptasi. Sebanyak 17 orang, 24 orang dan 19 orang atau sekitar 34%, 48%, dan 38% responden pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi melakukan adaptasi terhadap suhu dingin menggunakan selimut. Kemudian 18 orang, 25 orang, dan 22 orang atau 36%, 50%, dan 44% responden pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi adaptasi menggunakan jaket/sweater. Pada penggunaan kaos kaki untuk adaptasi terhadap suhu dingin dilakukan oleh 2 orang, 5 orang, dan 4 orang pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi atau masing-masing sebesar 4%, 10%, dan 8%. Berdasarkan penelitian dilapang penggunaan selimut lebih sering digunakan oleh responden dibanding menggunakan jaket saat didalam rumah. Penggunaan selimut yang lebih mudah dan nyaman dibanding jaket ketika didalam rumah menjadi salah satu alasan mereka lebih memilih jaket dibanding selimut. Akan tetapi ketika berada diluar rumah sebagian responden lain lebih memilih menggunakan jaket. Beberapa hal yang berhubungan dengan kenyamanan tersebut yang menjadi pembeda antara penggunaan selimut dan jaket/sweater ketika terjadi suhu yang lebih dingin dari biasanya. Responden yang menggunakan kaos kaki sebagai barang adaptasi tidak sebanyak yang menggunakan selimut atau jaket. Hal tersebut diduga disebabkan penggunaan selimut atau jaket didalam rumah sudah dirasa cukup oleh mereka. Selain itu akibat suhu dingin yang dirasakan oleh mereka lebih membutuhkan untuk menghangatkan tubuh. Dalam penelitian ini responden yang menggunakan selimut, jaket, dan kaos kaki sebagai kebiasaan sehari-hari tentu tidak dijadikan sebagai acuan dalam penelitian karena tidak berhubungan dengan adaptasi. - Penggunaan Payung Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi paling banyak melakukan adaptasi saat terjadi perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan menggunakan barang yaitu berupa pencegahan dengan menggunakan payung, yaitu masing-masing

88 68 sebesar 76%, 74%, dan 86% atau sebanyak 38 orang, 37 orang, dan 43 orang. Sebagian besar responden menggunakan payung sebagai barang yang paling sering digunakan untuk adaptasi. Hal tersebut disebabkan dalam kondisi hujan yang semakin tidak menentu dan tidak bisa diprediksi sehingga membuat responden sering berjaga-jaga/beradaptasi dengan membeli atau menggunakan payung. Berdasarkan wawancara kepada responden penggunaan payung tersebut tidak hanya digunakan saat kondisi hujan tetapi juga saat terkadang dalam kondisi hari panas, terkadang juga digunakan bukan saat musim hujan atau terjadinya hujan diwaktu musim kemarau. Sehingga faktor tersebut salah satu yang menjadikan payung barang yang paling banyak digunakan untuk beradaptasi. Akan tetapi sebagian responden juga berpendapat bahwa penggunaan atau ketersediaan payung lebih disebabkan oleh faktor kebutuhan tiap tahun saat musim hujan karena hujan yang memang selalu ada tiap tahunnya. - Penggunaan Jas Hujan Selain penggunaan payung, pengunaan barang lainnya yang juga banyak digunakan untuk adaptasi adalah penggunaan jas hujan yaitu sebesar 44% pada masyarakat berpenghasilan rendah atau sebanyak 22 orang dan 62% atau sebanyak 31 orang pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Penggunaan jas hujan sebagai barang yang digunakan untuk adaptasi disebabkan alasan yang sama dengan penggunaan, yaitu sebagai tindakan adaptasi dan berjaga-jaga saat hari hujan tidak bisa diprediksi. Sebagian besar responden menggunakan jas hujan saat berkendara. Mereka berpendapat bahwa kini hujan semakin tidak dapat diprediksi bahkan sering terjadi disaat jadwal musim kemarau sehingga jika mereka tidak melakukan adaptasi dan pencegahan menggunakan jas hujan bisa menghambat mereka ketika berkendara sehari-hari. Sebagian responden juga menggunakan jas hujan saat bekerja terutama mereka yang berprofesi sebagai buruh bangunan dan petani. - Penggunaan Sepatu Boot Responden yang menggunakan sepatu boot untuk beradaptasi paling sedikit setelah penggunaan penghangat ruangan. Hanya masing-masing sebesar 6% dan 4% atau sebanyak 3 orang dan 2 orang pada masyarakat berpenghasilan

89 69 menengah dan tinggi yang melakukan adaptasi tersebut. Responden yang menggunakan sepatu boot memiliki alasan yang hampir sama dengan penggunaan jas hujan, yaitu untuk berjaga-jaga jika suatu saat terjadi hujan baik dimusim hujan maupun kemarau. Seluruh responden menggunakan sepatu boot saat berkendara. Seperti halnya alasan penggunaan jas hujan bahwa jika mereka tidak menggunakan sepatu boot akan mengahambat mereka ketika diperjalanan. 6.3 Biaya yang Dikeluarkan Masyarakat Untuk Beradaptasi Terhadap Perubahan Iklim Perubahan iklim secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi tindakan masyarakat dalam menghadapi perubahan tersebut. Dengan cara yang berbeda-beda, masyarakat secara sadar maupun tidak melakukan tindakan adaptasi. Adaptasi yang dilakukan diantaranya berupa pembelian atau penggunaan barang dan pencegahan serta perubahan strategi yang diantaranya membutuhkan biaya. Dalam penelitian ini pengeluaran yang dihitung adalah biaya yang dikeluarkan untuk adaptasi terhadap perubahan iklim pada tahun Pengeluaran Untuk Beradaptasi Terhadap Suhu yang Meningkat Salah satu unsur perubahan iklim yang dapat diamati adalah perubahan pada suhu udara. Dalam hal ini perubahan suhu yang dimaksud adalah perubahan yang semakin meningkat atau suhu menjadi panas. Biaya yang dikeluarkan masyarakat menjadi salah satu ukuran mereka dalam melakukan tindakan adaptasi. Berikut dijelaskan pada tabel. Tabel 8. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan iiibangunan Rumah Jenis Adaptasi Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Masyarakat Masyarakat Masyarakat Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Menengah (Rp Rendah (Rp 000) Tinggi (Rp 000) 000) Meninggikan Atap Menambah Ventilasi Menanam Pohon Jumlah Sumber: Data primer (diolah)

90 70 Tiap pengeluaran strategi adaptasi dibagi jumlah responden yang melakukan adaptasi tersebut. Total pengeluaran rata-rata strategi masyarakat untuk adaptasi saat suhu meningkat melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp Tabel 9. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan Barang Jenis Adaptasi Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Masyarakat Masyarakat Masyarakat Berpenghasilan Berpenghasilan Berpenghasilan Menengah (Rp Tinggi (Rp Rendah (Rp 000) 000) 000) Blower Kipas Angin Air Conditioner (AC) Kaos Oblong Jumlah Sumber: Data primer (diolah) Total pengeluaran rata-rata masyarakat untuk adaptasi saat suhu meningkat melalui konsumsi atau penggunaan barang adalah sebesar Rp Perbaikan dan Penambahan Bangunan Rumah Tindakan adaptasi melalui perbaikan dan atau penambahan bangunan rumah dilakukan oleh ketiga strata masyarakat. Tindakan tersebut berupa peninggian atap, penambahan ventilasi dan penanaman pohon. Pada tindakan meninggikan atap masyarakat berpenghasilan rendah mengeluarkan biaya paling kecil diantara ketiga strata masyarakat yaitu sebesar Rp sedangkan masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi mengeluarkan biaya sebesar Rp Rp Tindakan menambah ventilasi dilakukan masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, dengan biaya sebesar Rp dan Tindakan adaptasi berupa menanam pohon juga dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi dengan masing-masing sebesar Rp dan Total pengeluaran rata-rata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan suhu yang meningkat melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp

91 71 - Penggunaan/Konsumsi Barang Tindakan adaptasi berupa penggunaan dan konsumsi barang pelengkap rumahtangga dilakukan melalui penggunaan barang-barang seperti blower, AC, kipas angin, dan kaos oblong. Penggunaan blower untuk adaptasi saat suhu udara panas hanya masyarakat berpenghasilan tinggi, dengan pengeluaran sebesar Rp Penggunaan kipas angin dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan, tinggi, dengan pengeluaran biaya masing-masing sebesar Rp , Rp , dan Rp Penggunaan Air Conditioner (AC) dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi. Biaya yang dikeluarkan masing-masing sebesar Rp dan Rp Kemudian penggunaan kaos oblong untuk beradaptasi saat suhu udara panas hanya dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dengan pengeluaran sebesar Rp Total pengeluaran rata-rata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan suhu yang meningkat melalui konsumsi atau penggunaan barang pelengkap rumahtangga adalah sebesar Rp Total Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Suhu Meningkat Ketika suhu udara terasa meningkat masyarakat melakukan adaptasi melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah dengan total pengeluaran rata-rata sebesar Rp Selain itu tindakan adaptasi melalui penggunaan barang pelengkap rumahtangga dengan total pengeluaran sebesar Rp Total pengeluaran rata-rata untuk ketiga strategi adaptasi saat suhu meningkat sebesar Rp , sedangkan masing-masing strata pengeluaran rata-rata untuk adaptasi yang didapat sebesar Rp , Rp , dan Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Terjadi Perubahan Curah Hujan, Hari Hujan dan Penurunan Suhu Perubahan iklim juga meliputi perubahan pada curah hujan dan jumlah hari hujan. Dalam hal ini, yang diteliti adalah pengeluaran rumahtangga yang dikeluarkan pada tahun untuk beradaptasi ketika terjadi perubahan curah hujan, hari hujan, dan penurunan suhu. Berikut dijelaskan pada tabel.

92 72 Tabel 10. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Perbaikan atau Penambahan Bangunan irumah Jenis Adaptasi Pengeluaran Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Rp 000/Tahun) Pengeluaran Masyarakat Berpenghasilan Menengah (Rp 000/Tahun) Pengeluaran Masyarakat Berpenghasilan Tinggi (Rp 000/Tahun) Meninggikan Lantai Menambah Lantai Memperbaiki Atap Mengecat Tembok Jumlah Sumber: Data primer (diolah) Total pengeluaran rata-rata masyarakat untuk adaptasi saat terjadi perubahan curah hujan, jumlah hari hujan dan penurunan suhu melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp Tabel 11. Biaya Adaptasi Masyarakat Melalui Konsumsi/Penggunaan Barang Jenis Adaptasi Pengeluaran Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Rp 000/Tahun) Pengeluaran Masyarakat Berpenghasilan Menengah (Rp 000/Tahun) Pengeluaran Masyarakat Berpenghasilan Tinggi (Rp 000/Tahun) Penghangat Ruangan Selimut Jaket/sweater Kaos Kaki Payung Jas Hujan Sepatu Boot Jumlah Sumber: Data primer (diolah) Total pengeluaran rata-rata masyarakat untuk adaptasi saat terjadi perubahan curah hujan, jumlah hari hujan dan penurunan suhu melalui konsumsi atau penggunaan barang adalah sebesar Rp Perbaikan dan Penambahan Bangunan Rumah Pada tindakan adaptasi meninggikan lantai dasar masyarakat berpenghasilan tinggi mengeluarkan biaya paling besar diantara ketiga strata masyarakat yaitu sebesar Rp sedangkan masyarakat penghasilan rendah paling kecil sebesar Rp Tindakan menambah lantai dilakukan

93 73 responden pada masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi, dengan pengeluaran sebesar Rp dan Rp Pengeluaran untuk adaptasi berupa memperbaiki atap terbesar dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan tinggi yaitu sebesar Rp Kemudian pengeluaran untuk mengecat tembok paling besar dilakukan oleh masyarakat berpengasilan tinggi sebesar Rp Jumlah pengeluaran rata-rata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan curah hujan, hari hujan, dan suhu rendah melalui penambahan dan atau perbaikan bangunan rumah adalah sebesar Rp Penggunaan/Konsumsi Barang Tindakan adaptasi berupa penggunaan dan konsumsi barang pelengkap rumahtangga dilakukan melalui penggunaan barang-barang seperti penghangat ruangan, selimut, jaket, kaos kaki, payung, jas hujan, dan sepatu boot. Pengeluaran terbesar masyarakat adalah untuk penggunaan jaket/sweater, yaitu total masing-masing pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi sebesar Rp , Rp , dan Rp Total pengeluaran ratarata masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan curah hujan, hari hujan, dan suhu rendah melalui konsumsi atau penggunaan barang rumahtangga adalah sebesar Rp Total Pengeluaran Untuk Beradaptasi Saat Terjadi Perubahan Curah Hujan, Hari Hujan dan Penurunan Suhu Ketika terjadi perubahan curah hujan, hari hujan dan penurunan suhu masyarakat melakukan adaptasi melalui perbaikan atau penambahan bangunan rumah dengan total pengeluaran rata-rata sebesar Rp Tindakan adaptasi melalui penggunaan barang pelengkap rumahtangga dengan total pengeluaran rata-rata sebesar Rp Total pengeluaran rata-rata dari tiga strategi adaptasi tersebut sebesar Rp , sedangkan masing-masing strata pengeluaran rata-rata untuk adaptasi sebesar Rp , Rp , dan Rp

94 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Dalam Melakukan Adaptasi Faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim di Kota Bogor dianalisis dengan model regresi linear berganda. Variabel tak bebas yang digunakan (dependent) adalah besarnya pengeluaran rumahtangga responden yang dilihat dari besarnya jumlah pengeluaran responden untuk adaptasi pada tahun Kemudian variabel tak bebas (independent) adalah jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumahtangga, lama menetap, usia, tingkat pendidikan, frekuensi adaptasi, dan lokasi tempat tinggal. Regresi linear berganda yang digunakan meliputi pengujian hipotesis untuk mengetahui berapa besar dan nyata pengaruh faktor-faktor tersebut pengeluaran responden untuk beradaptasi. Pada masyarakat berpenghasilan rendah didapatkan hasil estimasi model regresi sebagai berikut. PUA = JTK PDP LAM USI PND D D2 Pada masyarakat berpenghasilan menengah estimasi model yang didapat. PUA = JTK PDP 4899 LAM USI PND D D2 Pada masyarakat berpenghasilan tinggi estimasi model sebagai berikut. PUA = JTK PDP LAM USI PND D D2 Keterangan : PUA = Pengeluaran untuk adaptasi (Rp 000 per responden) JTK = Jumlah tanggungan keluarga (orang) PDP = Pendapatan rumahtangga (Rp 000) LAM = Lama menetap (tahun) USI = Tingkat usia (tahun) PND = Tingkat pendidikan (1-6 untuk SD, 9 untuk SMP, 12 untuk SMA, 15 untuk diploma, 16 untuk sarjana, 18 untuk magister, dan 22 untuk doktor)

95 75 D1 = Dummy adaptasi (0 = adaptasi suhu meningkat, 1 = adaptasi pada curah hujan meningkat) D2 = Dummy lokasi tempat tinggal (0 = lokasi tidak banyak pepohonan, 1 = banyak pepohonan) Berdasarkan hasil pengolahan data pada persamaan regresi linier berganda didapatkan hasil sebagai berikut. 1. Koefisien Determinasi (Adj-R 2 ) Masyarakat Berpenghasilan Rendah: Model Summary Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Durbin- Watson Dependent Variable: PUA Masyarakat Berpenghasilan Menengah: Model Summary Adjusted R Multiple R R Square Square Standard Error Durbin- Watson Dependent Variable: PUA Masyarakat Berpenghasilan Tinggi: Model Summary Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Durbin- Watson Dependent Variable: PUA Hasil analisis model pada masyarakat berpenghasilan rendah didapatkan nilai Adj-R 2 sebesar 65.54%, yang berarti bahwa keragaman jumlah pengeluaran masyarakat untuk adaptasi dapat dijelaskan oleh variabel JTK, PDP, LAM, USI, PND, D1, dan D2 sebesar 65.54%, sedangkan 34.46% sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Pada masyarakat berpenghasilan menengah nilai Adj-R 2 sebesar 68.60%, yang berarti variabel bebas JTK, PDP, LAM, USI, PND, D1, dan D2 mampu menjelaskan keragaman variabel PUA sebesar 68.60% dan 31.40% sisanya dijelaskan oleh faktor lain diluar model. Pada masyarakat berpenghasilan tinggi nilai Adj-R 2 sebesar 61.34%, artinya variabel bebas JTK, PDP, LAM, USI, D1, dan D2 mampu menjelaskan keragaman variabel PUA sebesar 61.34%, sedangkan 38.66% dijelaskan oleh faktor lain diluar model.

96 76 2. Uji Signifikansi Model Masyarakat Berpenghasilan Rendah: ANOVA df SS MS F Significance F Regression E-09 Residual Total Dependent Variable: PUA Masyarakat Berpenghasilan Menengah: ANOVA df SS MS F Significance F Regression E-10 Residual Total Dependent Variable: PUA Masyarakat Berpenghasilan Tinggi: ANOVA df SS MS F Significance F Regression E E-08 Residual E Total E+08 Dependent Variable: PUA Uji signifikansi model adalah uji keseluruhan pada model, yaitu semua koefisien yang terlibat secara simultan memberikan pengaruh nyata terhadap variabel dependent. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai sig. pada tabel ANOVA dengan pengeluaran untuk adaptasi sebagai variabel dependent. Dalam model masyarakat berpenghasilan rendah nilai sig. pada tabel ANOVA sebesar 0.000, pada masyarakat berpenghasilan menengah nilai sig. sebesar 0.000, dan pada masyarakat berpenghasilan tinggi nilai sig. sebesar ketiga nilai sig. yang didapat lebih kecil dari alpha 10%, yang berarti variabel bebas dalam tiap model secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel tidak bebas dalam tiap model.

97 77 3. Uji Sigifikansi Variabel Bebas Masyarakat Berpenghasilan Rendah: Coefficient Coefficients Standard Error Sig. VIF Intercept JTK PDP E LAM USI PND D D Dependent Variable: PUA Masyarakat Berpenghasilan Menengah: Coefficient Coefficients Standard Error Sig VIF Intercept JTK PDP E LAM USI PND D D Dependent Variable: PUA Masyarakat Berpenghasilan Tinggi: Coefficient Coefficients Standard Error Sig VIF Intercept JTK PDP E LAM USI PND D D Dependent Variable: PUA Uji signifikansi variabel bebas dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tak bebas atau uji masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Pada model masyarakat berpenghasilan rendah variabel bebas yang berpengaruh nyata adalah variabel

98 78 PDP dan D1 disebabkan variabel tersebut memiliki nilai sig. dibawah alpha 10%, yaitu masing-masing sebesar dan Pada model masyarakat berpenghasilan menengah variabel bebas yang berpengaruh nyata yaitu variabel PDP dan D1 dengan nilai sig. sebesar dan Kemudian pada masyarakat berpenghasilan tinggi variabel bebas yang berpengaruh nyata yaitu PDP dan LAM dengan nilai sig. masing-masing sebesar 0.000, a. Pendapatan Rumahtangga Pada model masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi ketiganya memiliki variabel bebas yang signifikan pada variabel pendapatan. Variabel pendapatan rumah tangga sangat berpengaruh terhadap jumlah pengeluaran rumahtangga dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim. Nilai sig. yang dihasilkan yaitu sebesar 0.000, 0.000, dan dan signifikan pada taraf nyata alpha 10%. Nilai koefisien pendapatan masing-masing sebesar 0.274, 0.425, Nilai tersebut memiliki arti jika pendapatan total rumahtangga meningkat sebesar Rp 1 000, rata-rata pengeluaran rumahtangga untuk berdaptasi akan meningkat sebesar Rp 274 Rp 425, dan Rp 334 cateris paribus. Tanda positif koefisien sesuai dengan dugaan awal bahwa semakin tinggi pendapatan rumahtangga, semakin tinggi pula besar pengeluaran dalam beradaptasi. Pendapatan rumahtangga merupakan salah satu faktor penentu besarnya aset yang dimiliki masing-masing rumah. Berdasarkan hasil wawancara di lapang, rumahtangga yang memiliki pendapatan lebih tinggi cenderung memiliki fasilitas atau barang yang lebih banyak untuk adaptasi. Selain itu, rumahtangga yang memiliki pendapatan lebih tinggi juga lebih mampu mengeluarkan biaya memperbaiki atau menambah bangunan struktural rumah ketika gejala variabilitas iklim terjadi seperti hujan yang terus menerus dan beberapa kali diselingi oleh panas terik. b. Lama Menetap Variabel lama menetap berpengaruh nyata pada model masyarakat berpenghasilan tinggi karena nilai sig. yang didapat lebih kecil dari taraf nyata 10%. Sementara nilai koefisien yang didapat sebesar Tanda koefisien yang negatif memiliki arti bahwa antara lama menetap dan pengeluaran untuk adaptasi memiliki hubungan terbalik, sehingga diiterpretasikan bahwa setiap

99 79 peningkatan lama menetap selama satu tahun akan menurunkan pengeluaran untuk adaptasi sebesar Rp Hal tesebut relatif sesuai hipotesis. Lama menetap seseorang disuatu lokasi menentukan tindakan dan keputusan dalam menghadapi kejadian dilokasi tersebut. Semakin lama seseorang menetap, diduga akan semakin terbiasa dengan fenomena yang terjadi didaerah tersebut sehingga tindakan pencegahan atau perbaikan dapat dilakukan sedini mungkin untuk menghadapi kejadian yang sama yang mungkin terjadi di lain waktu. Sebaliknya pada seseorang yang relatif masih baru menetap disuatu lokasi. c. Jenis Adaptasi Variabel dummy adaptasi berpengaruh nyata pada model masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah karena nilai sig. yang didapat lebih kecil dari taraf nyata 10%. Tanda koefisien yang positif dengan nilai dan memiliki arti bahwa pada masyarakat berpenghasilan rendah saat adaptasi pada suhu meningkat dan saat curah hujan meningkat terdapat perbedaan rata-rata besar pengeluaran sebesar Rp , sedangkan pada masayarakat berpenghasilan menengah sebesar Rp Tanda yang positif juga mengartikan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah mengeluarkan biaya adaptasi yang lebih tinggi pada saat terjadi kenaikan curah atau jumlah hari hujan dibandingkan adaptasi pada saat suhu meningkat. Hal tersebut disebabkan setiap jenis adaptasi memerlukan strategi adaptasi yang berbeda dalam artian bahwa pengeluaran untuk adaptasi saat curah hujan yang meningkat lebih besar disbanding saat suhu meningkat. Besarnya pengeluaran untuk adaptasi pada masyarakat penghasilan rendah dan menengah lebih kecil dibanding dengan masyarakat berpenghasilan tinggi. Namun proporsi pengeluaran mereka untuk adaptasi saat suhu meningkat dan curah hujan meningkat lebih terlihat perbedaannya dibanding proporsi pengeluaran untuk adaptasi pada masyarakat berpenghasilan tinggi. Hal tersebut salah satu yang mengakibatkan variabel D1 pada kedua strata tersebut menjadi signifikan. 4. Uji Multikolinearitas Mulitikolinearitas adalah kondisi terjadinya hubungan linear antar variabel independent. Untuk mendeteksi masalah multikolinearitas dapat langsung dilihat melalui nila VIF tiap variabel bebas. Apabila nilai VIF seluruh variabel bebas

100 80 lebih dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil analisis, seluruh variabel bebas pada ketiga model memiliki nilai VIF kurang dari 10. Hal ini menunjukan bahwa pada model tidak terdapat masalah multikolinearitas. 5. Uji Heteroskedastisitas Masalah heteroskedastisitas sering terjadi pada data cross section, sehingga masalah tersebut sangat mungkin terjadi pada penelitian yang banyak menggunakan data primer termasuk penelitian ini. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi menggunakan uji glejser, yaitu pada sig. tabel ANOVA dengan asbolut residual (ABS_RES) sebagai variabel dependent. Jika nilai sig. lebih dari alpha 10% maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Pada model masyarakat berpenghasilan rendah nilai sig. absolut residual yang didapatkan sebesar 0.302, masyarakat berpenghasilan menengah sebesar 0.112, dan pada masyarakat berpenghasilan tinggi sebesar Hal ini menunjukan bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas pada model masyarakat berpenghasilan rendah. 6. Uji Autokorelasi Masalah autokorelasi dapat dideteksi dengan uji Durbin-Watson (DW). Jika nilai DW pada hasil analisis diantara maka tidak terdapat autokorelasi. Berdasarkan hasil analisis, pada model masyarakat berpenghasilan rendah nilai DW yang didapat sebesar 2.136, pada model masyarakat berpenghasilan menegah sebesar 1.653, dan pada model masyarakat berpenghasilan tinggi sebesar Nilai tersebut menunjukan bahwa pada model tidak terdapat masalah autokorelasi. 7. Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji kenormalan, untuk melihat galat menyebar normal atau tidak. Jika nilai Asymp sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha 10%, maka galat menyebar normal. Pada model masyarakat berpenghasilan rendah nilai Asymp sig. (2-tailed) yang didapat sebesar 0.366, pada model masyarakat menengah sebesar 0.651, dan pada model masyarakat berpenghasilan tinggi sebesar Hal tersebut menunjukan bahwa model yang memiliki galat menyebar normal adalah pada model masyarakat penghasilan rendah dan tinggi, sedangkan pada model masyarakat berpenghasilan menengah galat tidak menyebar normal.

101 Implikasi Kebijakan Terjainya variabilitas iklim di Kota Bogor mempengaruhi tindakan adaptasi masyarakat. Bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan adaptasi semakin kesulitan dalam mempertahankan diri mereka dari terjadinya variabilitas iklim tersebut. Kerugian tersebut diduga paling akan dirasakan bagi masyarakat yang memiliki penghasilan rendah karena mereka kurang memiliki akses dan kemampuan adaptasi atau kapasitas adaptasi. Kapasitas adaptasi itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah teknologi, pengetahuan, dan institusi (Smit dan wandel 2006). Oleh karena itu perlu adanya kebijakan dari pemerintah pusat ataupun setempat terkait adaptasi tersebut, seperti: 1. Sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan pengetahuan atau informasi mengenai fenomena variabilitas iklim atau perubahan iklim kepada masyarakat di Kota Bogor agar dapat melakukan penyesuaian sedini mungkin terhadap fenomena perubahan iklim yang terjadi. 2. Memperbaiki infrastruktur dengan kualitas yang lebih baik seperti kondisi tanggul di pinggir sungai, jembatan, saluran irigasi, hingga sumber air kota yang pernah mengalami kerusakan akibat terkena fenomena perubahan iklim seperti curah hujan deras, disertai angin kencang atau fenomena panas terik yang berkepanjangan. 3. Perlu dibangun sistem peringatan dini yang mampu menunujukan terjadi fenomena curah hujan yang besar ataupun panas terik. Hal itu akan membuat masyarakat mampu meningkatkan kewaspadaan mereka dan melakukan adaptasi. 4. Perlu adanya analisis resiko lokasi serta masyarakat yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, yang meliputi identifikasi resiko, prioritas resiko, pilihan adaptasi yang mampu mengurangi resiko, dan rencana aksi/kegiatan (Diposaptono 2009). 5. Perlu adanya sistem terpadu terkait adaptasi diantaranya rencana yang meliputi: rencana strategis yang menentapkan tindakan dan kerangka waktu atas stakeholder yang terlibat, rencana kebutuhan penguatan kapasitas,

102 82 rencana pembiayaan, rencana komunikasi/outreach, rencana keberlanjutan, dan rencana pengawasan kinerja adaptasi (USAID dalam Diposaptono 2009). 6. Penguatan kembali dan implementasi peraturan nasional yang telah dibuat oleh pemerintah seperti yang tertera dalam Undang-Undang nomor 24, 26, dan 27 tahun 2007 terkait resiko, penataan ruang, ancaman bahaya, dan perlindungan asset sumberdaya manusia dan infratsruktur dari ancaman bahaya bencana termasuk ancaman perubahan iklim (Diposaptono 2009). 7. Perlu kinerja dan kerjasama multipihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat yang terencana dengan baik dan berlanjut agar sistem adaptasi terus berjalan.

103 83 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar responden pada masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi pernah mendengar atau melihat istilah perubahan iklim yaitu masing-masing sebesar 50%, 92%, dan 100%. Istilah tersebut pertama kali dan paling sering mereka dapatkan dari media elektronik, yaitu televisi. Sebagian besar responden yang pernah mendengar istilah perubahan iklim mengetahui arti atau definisi tersebut dan mayoritas yang mengetahui definisi tersebut juga memahami penyebab dari perubahan iklim yang dimaksud. Sebagian besar masyarakat masuk dalam kategori menyadari akan adanya perubahan iklim dan masuk dalam kategori dirugikan akibat perubahan iklim. 2. Adaptasi yang dilakukan masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi ketika suhu meningkat yaitu meninggikan atap (6%, 14%, dan 36%) dan menggunakan kipas angin (38%, 70%, dan 62%). Sementara strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat ketika terjadi perubahan curah hujan, jumlah hari hujan, dan penurunan suhu yaitu memperbaiki atap, (48%, 66%, dan 66%) dan menggunakan payung (76%, 74%, dan 86%). 3. Perubahan iklim memberi dampak pada pengeluaran. Pengeluaran tersebut sebagai ukuran adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap perubahan iklim. Pengeluaran rata-rata masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi untuk adaptasi saat suhu yang meningkat sebesar Rp , Rp , dan Rp atau total sebesar Rp Sementara pengeluaran rata-rata masyarakat saat terjadi perubahan curah hujan dan jumlah hari hujan serta penurunan suhu sebesar Rp , Rp , Rp atau total sebesar Rp Pengeluaran untuk adaptasi yang dilakukan masyarakat terhadap perubahan iklim dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan identifikasi pada masyarakat berpenghasilan rendah variabel yang berpengaruh nyata pada pengeluaran untuk adaptasi terhadap perubahan iklim adalah pendapatan

104 84 rumahtangga (PDP), dan jenis dan frekuensi adaptasi (D1). Pada masyarakat berpenghasilan menengah yang berpengaruh nyata variabel PDP dan D1 sementara pada masyarakat berpenghasilan tinggi variabel yang berpengaruh nyata adalah variabel PDP, LAM. 7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, saran-saran yang diberikan peneliti sebagai rekomendasi kebijakan dan program oleh pihak-pihak terkait dan pemerintah, yaitu: 1. Persepsi responden secara respresentatif menunjukan seberapa besar pengetahuan masyarakat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan perubahan iklim. Sebagian masyarakat yang belum memiliki pengetahuan yang memadai perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Hal ini bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam melakukan tindakan sosialisasi untuk lebih menyadarkan masyarakat tentang perubahan iklim serta cara yang harus dilakukan mencegah perubahan iklim di masa mendatang. 2. Adaptasi yang dilakukan masyarakat serta besaran biaya yang dikeluarkan untuk adaptasi tersebut menunjukkan seberapa besar masyarakat mampu melakukan upaya tindakan adaptasi maupun pencegahan dalam menghadapi perubahan iklim. Keinginan masyarakat yang rendah dalam melakukan upaya adaptasi juga perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Hal tersebut diharapkan menjadi pertimbangan untuk pemerintah agar melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perlunya melakukan upaya adaptasi untuk mengurangi kerugian dan menciptakan masyarakat yang responsif terhadap perubahan iklim. 3. Perlu adanya pengembangan penelitian ini di lain waktu baik yang berkaitan dengan kondisi mikro maupun makro pada masyarakat di Kota Bogor dan hubungannya dengan perubahan iklim. Hal tersebut berguna untuk menjadi referensi dan pertimbangan bagi pemerintah dan bagi masyarakat di Kota Bogor secara umum.

105 85 DAFTAR PUSTAKA Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Data Iklim Bulanan Tahun Bogor (ID): Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. [BPS] Badan Pusat Stastistik Bogor Kota Dalam Angka Bogor (ID): BPS. Berina D Strategi dan biaya adaptasi masyarakat Teluk Jakarta terhadap dampak banjir rob akibat perubahan iklim [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Diposaptono S, Budiman, Agung F Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Bogor (ID): Penerbit Buku Ilmiah Populer. Festiani RA Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan Faktor- Faktor Penentu Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gallopin GC Linkages between vulnerability, resilience, and adaptive capacity. Global Environmental Change. 16: doi: /j.gloenvcha Gujarati D Erlangga. Dasar-Dasar Ekonometrika. Volume ke-1. Jakarta (ID): Handoko, Sugiarto Y, Syaukat Y Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang Perdagangan dan Pembangunan. Bogor (ID): Seameo Biotrop. Juanda B Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup Valuasi Ekonomi Dampak Perubahan Iklim. Jakarta (ID): KLH. Kurniawati F Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan Faktor- Faktor Penentu Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kurniawati F Pengetahuan dan Adaptasi Petani Sayuran Terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasus: Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat) [tesis]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Las I Strategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim. Jakarta (ID): Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian.

106 86 [LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan Di Indonesia. [Editor: Tursilowati L, Susanti I, Adetya E]. Seminar Nasional. 9 November Bandung (ID): Hal 176 dan 333 Mas at A Dampak Pembangunan Terhadap Variasi Iklim Di Wilayah DKI Jakarta. Jakarta (ID): BMKG Sub Bidang Website dan Internet. Mayangsari N Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan Perahu Motor Tempel di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muljono P Metodologi Penelitian Sosial. Bogor (ID): IPB Press. Mulyadi S Ekonomi Kelautan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Murdiyarso D Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas. Ndela L Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro Terhadap Permintaan Wisata Di Kawasan Puncak Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurdin Antisipasi Perubahan Iklim Untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan. Gorontalo (ID): Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Odjugo PAO Valuing the Cost of Environmental Degradation In the Face of Changing Climate: on Flood and Erosion In Benin City, Nigeria. African Journal of Environmental Science and Technology. 6 (1): Doi: /AJEST [PUSPIJAK] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Adaptasi Masyarakat Pesisir: Mengelola Ketidakpastian Dampak Perubahan Iklim. 7(8): 1-7. ISSN: X. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Sappaile BI Pembobotan Butir Pernyataan Dalam Bentuk Skala Likert Dengan Pendekatan Distribusi Z. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Tahun ke : 4-7. Schiffman LG, Kanuk LL. (1987). Consumer Behaviour. Third Edition. New Jersey (US): Prentice Hall-International Editions. Smit B, Wandel J Adaptation, Adaptive Capacity, and Vulnerability. Global Environmental Change. 16: doi: /j.gloenvcha Surmaini E, Boer R Impact of Extreme Climate Events on Rice-Based Farming System : Case Study at Bandung District. Jurnal Tanah Dan Iklim. 33: ISSN Susanta G, Sutjahjo H Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global?. Jakarta (ID): Penebar Plus..

107 87 Syahbana N Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal dan Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sylviani, Sakuntaladewi N Dampak Perubahan Musim Dan Strategi Adaptasi Pengelola Dan Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 7 (3): [UNDP] United Nations Development Program Indonesia Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Jakarta (ID): UNDP Indonesian Country Office. Yuwono S Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatra Selatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

108 88

109 LAMPIRAN 89

110 90

111 91 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jalan Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor Telp. (0251) Fax. (0251) KUESIONER PENELITIAN Hari / Tanggal :... Nomor Sampel :... Nama Responden :... Alamat Responden :... No. Telepon / HP :... Kuesioner ini digunakan sebagai acuan dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam skripsi IDENTIFIKASI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP STRATEGI ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT oleh Javid Attaurrahman, Mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan objektif, lengkap, dan teliti. Kerahasian informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan terjamin dan tidak untuk dipublikasikan, serta tidak terkait dengan kepentingan politik pihak mana pun. Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-laki / Perempuan Usia Tahun Status Menikah / Belum Menikah / Duda / Janda Pendidikan Terakhir SD / SMP / SMA / Perguruan Tinggi (D3 / S1 / S2 / S3) Pekerjaan Jumlah Tanggungan Jiwa Lama Menetap Tahun Status Rumah Milik Sendiri / Sewa / Lainnya Luas Rumah m 2 Jumlah Lantai Rumah Lantai Umur Bangunan Tahun Jenis Bangunan Permanen / Semi Permanen / Lainnya Pendapatan Rumahtangga Responden No. Sumber Pendapatan Tahun 2013 Rp/Hari Rp/Minggu Rp/Bulan Rp/Tahun 1 Gaji

112 92 - Suami - Istri - Anak 2 Usaha Lainnya - Warung - Ojek - Lainnya 3 Menyewakan Rumah 4 Menyewakan Tanah 5 Menyewakan Kendaraan 6 Warisan 7 Pensiunan 8 Pemberian / Hadiah 9 Kiriman dari Luar Negeri Lainnya (Sebutkan) B. Persepsi terhadap Perubahan Iklim 1. Apakah Anda pernah mendengar istilah perubahan iklim? a. Ya b. Tidak 2. Jika Ya, dari mana Anda mengetahui istilah tersebut? a. Buku / Literatur Akademik / Ilmiah d. Kerabat / Teman b. Media Elektronik e. Penyuluhan c. Media Cetak f. Lainnya Apakah Anda memahami maksud dari istilah perubahan iklim tersebut? a. Ya (jelaskan)... b. Tidak 4. Apakah Anda mengetahui penyebab perubahan iklim? a. Ya (jelaskan)... b. Tidak 5. Apakah Anda menyadari akan adanya perubahan iklim? 1. Sangat Tidak Menyadari 4. Menyadari 2. Tidak Menyadari 5. Sangat Menyadari 3. Ragu-ragu 6. Apakah Anda merasa dirugikan dengan perubahan iklim ini? 1. Sangat Tidak Dirugikan 4. Dirugikan 2. Tidak Dirugikan 5. Sangat Dirugikan 3. Ragu-ragu

113 93 7. Menurut Anda, apa saja dampak perubahan iklim di tempat tinggal Anda? Dampak Perubahan Tidak Meningkat Tetap Menurun Iklim Tahu Suhu Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Jumlah Hari Kering 8. Sejak kapan Anda merasakan adanya perubahan iklim? Dampak Perubahan Iklim Tahun Jumlah Hari Suhu Curah Hujan Hujan Jumlah Hari Kering 9. Menurut Anda, bagaimana dampak perubahan iklim terhadap kondisi sehari-hari? Dampak Perubahan Siang Hari Malam Hari Iklim Panas Dingin Panas Dingin Suhu Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Jumlah Hari Kering C. Strategi Adaptasi terhadap Perubahan Iklim 1. Apakah Anda perlu melakukan suatu adaptasi (penyesuaian) akibat dari adanya perubahan iklim? 1. Sangat Tidak Perlu 4. Perlu 2. Tidak Perlu 5. Sangat Perlu 3. Ragu-ragu 2. Jika ya, adaptasi (penyesuaian) apakah yang telah Anda lakukan? Perubahan Iklim No. Strategi Adaptasi Curah Hari Suhu Hujan Hujan 1 Memperbaiki/Menambah Bangunan Rumah - Meninggikan Lantai - Menambah Lantai Hari Kering

114 94 - Meninggikan Atap - Memperbaiki Atap - Menambah Ruangan - Menambah Ventilasi Konsumsi Barang Penyeimbang Iklim - Blower - Kipas Angin - Air Conditioner (AC) - Penghangat Ruangan - Selimut - Jaket / Sweater - Kaos Kaki - Kaos Oblong - Payung - Jas Hujan - 3 Peningkatan Konsumsi Makanan dan Minuman - Minuman Hangat - Minuman Dingin - Makanan Panas - Makanan Ringan Sejak kapan Anda melakukan adaptasi (penyesuaian)? Memperbaiki/Menambah Bangunan Rumah Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun Keterangan (*) : 1. Meninggikan Lantai 6. Menambah Ventilasi 2. Menambah Lantai Meninggikan Atap Memperbaiki Atap 9.

115 95 5. Menambah Ruangan 10. Konsumsi Barang Penyeimbang Iklim Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun Keterangan (*) : 1. Blower 6. Jaket / Sweater 2. Kipas Angin 7. Kaos Kaki 3. Air Conditioner (AC) 8. Sarung Tangan 4. Penghangat Ruangan 9. Payung 5. Selimut 10. Jas Hujan Peningkatan Konsumsi Makanan dan Minuman Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun Keterangan (*) : 1. Minuman Hangat 6. Makanan Ringan 2. Minuman Dingin Makanan Panas Makanan Pokok Lauk Pauk 10. Perubahan Pola Hiburan dan Wisata Besaran Biaya Strategi Adaptasi* (Rp 000) Tahun

116 Keterangan (*) : 1. Belanja di Supermarket 6. Outbound 2. Wisata ke Puncak Wisata ke Pantai Pemandian Air Panas Olahraga 10.

117 97 Lampiran 2. Jumlah Responden yang Berpendapat Suhu, Curah Hujan, dan Jumlah Hari Hujan Mengalami Peningkatan Jumlah Responden yang Merasa Suhu Meningkat Jumlah Responden yang Merasa Curah Hujan Meningkat

118 98 Jumlah Responden yang Merasa Jumlah Hari Hujan Meningkat

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Perubahan Iklim Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi seperti sekarang, maka diperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perubahan Iklim Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata perubahan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Global warming merupakan isu lingkungan terbesar dalam kurun waktu terakhir. Jumlah polutan di bumi yang terus bertambah merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global (global warming) merupakan isu lingkungan yang hangat diperbincangkan saat ini. Secara umum pemanasan global didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Iklim merupakan rata-rata dalam kurun waktu tertentu (standar internasional selama 30 tahun) dari kondisi udara (suhu,

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Penebangan hutan yang liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi. Akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Peningkatan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Padi (Oryza Sativa) Tanamanpadimerupakantanamansemusim,termasukgolonganrumputrumputandenganklasifikasisebagaiberikut:

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah semua yang berada di

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM: Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor FENNY KURNIAWATI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL MAKALAH PEMANASAN GLOBAL Disusun Oleh : 1. MUSLIMIN 2. NURLAILA 3. NURSIA 4. SITTI NAIMAN AYU MULIANA AKSA 5. WAODE FAJRIANI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang disusunnya makalah ini

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman padi dapat hidup baik pada daerah yang beriklim panas yang lembab, sehingga pada tanaman padi sawah membutuhkan air yang cukup banyak terutama pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu pemanasan global yang diindikasikan sebagai penyebab perubahan iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah kondisi dimana terdapat

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim di bumi tidak pernah statis, tapi berbeda-beda dan berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang

Lebih terperinci

Makalah Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim

Makalah Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim Makalah Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim Mata Kuliah Dosen : Penyehatan Udara- B : Hamsir Ahmad, SKM.,M.Kes Makalah Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim Disusun Oleh : NURUL FAHMI PO.71.4.221.13.2.038

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM MINAPADI SEBAGAI UPAYA PENANGANAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI PROVINSI JAMBI Yusma Damayanti Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Haneda Sri Mulyanto Bidang Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup Bogor, 16 Januari 2010 Keterkaitan antara Pembangunan dan Perubahan

Lebih terperinci

sebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah

sebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di dunia yang memiliki kekayaan tanah, air dan udara, dengan sejumlah kekayaan tersebut merupakan nikmat yang

Lebih terperinci

15B08063_Kelas C SYAMSUL WAHID S. GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI

15B08063_Kelas C SYAMSUL WAHID S. GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) SYAMSUL WAHID S 15B08063_Kelas C PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI GEJALA PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL A. Kompetensi Dasar 3.9

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasi pelaksanaan fungsi administrasi pemerintahan dan perekonomian Republik Indonesia. Hal ini memicu pesatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 Apakah Erosi Tanah? Erosi tanah adalah proses geologis dimana partikel

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4 1. Penanaman pohon bakau di pinggir pantai berguna untuk mencegah.. Abrasi Erosi Banjir Tanah longsor Jawaban a Sudah

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

Kementerian PPN/Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas + Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) Kementerian PPN/Bappenas Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia 2013 + OUTLINE 2 I. LATAR BELAKANG II. III. IV. HISTORI KONDISI IKLIM INDONESIA

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi

Lebih terperinci

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi Outline Perubahan Iklim dan resikonya Dampak terhadap lingkungan dan manusia Kebijakan Iptek Penutup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam wilayah kepesisiran dan pulau-pulau kecil di Indonesia sangat beragam. Kekayaan sumberdaya alam tersebut meliputi ekosistem hutan mangrove,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.7/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 TENTANG PEDOMAN KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA VARIABILITAS IKLIM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI KOTA MANADO TAHUN 2012-2016 Elisabeth Y. Lumy*, Angela F. C. Kalesaran*, Wulan P J Kaunang* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC,2001), konsentrasi gas-gas rumah kaca, khususnya CO2, CH4, dan N2O dalam dua abad terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid 11 Nomor 1, April 2015 ISSN 1858-330X ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR 1) Intan Pabalik, Nasrul Ihsan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 10/25/2009 STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN Tim BBSDLP BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009 Latar Belakang Ancaman Bagi Revitalisasi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makhluk hidup lainnya, yang berperan penting di berbagai sektor kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dan makhluk hidup lainnya, yang berperan penting di berbagai sektor kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang mutlak diperlukan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya, yang berperan penting di berbagai sektor kehidupan. Dalam siklus hidrologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang Abstrak Cuaca akhir-akhir ini sulit diprediksi dan tidak menentu, sering terjadi cuaca ekstrem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (2009) iklim adalah suatu sistem energi yang memperoleh tenaga dari matahari.

II. TINJAUAN PUSTAKA. (2009) iklim adalah suatu sistem energi yang memperoleh tenaga dari matahari. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Iklim Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Dana Mitra Lingkungan (2009) iklim adalah suatu sistem energi yang memperoleh tenaga dari matahari. Iklim merupakan pola

Lebih terperinci

PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM ABSTRAK MAKALAH PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM OLEH DIREKTUR JENDERAL PENATAAN RUANG DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Makalah berisikan uraian mengenai sistem penataan

Lebih terperinci

Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Perubahan Siklus Air Yang Memicu Kelangkaan Air Dunia

Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Perubahan Siklus Air Yang Memicu Kelangkaan Air Dunia Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Perubahan Siklus Air Yang Memicu Kelangkaan Air Dunia Paul Rizky Mayori Tangke* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci

Draft Komik. Tema : Perubahan Iklim dan REDD. Judul :

Draft Komik. Tema : Perubahan Iklim dan REDD. Judul : Draft Komik Tema : Perubahan Iklim dan REDD Judul : 2. Ditempat lain digambarkan petani sedang menatap lesu ke areal ladangnya yang belum digarap. Bulan Oktober seharusnya sudah masuk musim tanam. Tapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Semenjak manusia pada jaman purbakala sampai dengan jaman sekarang, manusia telah mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilewatinya yang telah kita

Lebih terperinci