TINJAUAN PUSTAKA. ternak seperti sapi, kerbau, kambing, babi dan ayam, dan lain-lain dalam suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. ternak seperti sapi, kerbau, kambing, babi dan ayam, dan lain-lain dalam suatu"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Gas Bio Gas Bio adalah gas yang dapat dihasilkan dari fermentasi feces (kotoran) ternak seperti sapi, kerbau, kambing, babi dan ayam, dan lain-lain dalam suatu ruangan yang disebut digester. Proses fermentasi dilakukan oleh bakteri anaerob, dengan waktu fermentasi 7-10 hari (Prihandana, et,.al. 2007). Menurut Akella et al,. (2009), menyatakan bahwa banyak hal yang menyebabkan gas bio mulai diperhatikan untuk dimanfaatkan. Antara lain berkurangnya cadangan minyak, pencabutan subsidi, kesadaran masyarakat bahwa terjadinya penurunan kualitas lingkungan akibat green house effect dikarenakan penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan. Gas Bio adalah kombinasi dari beberapa macam gas yang mudah terbakar. Gas Bio dihasilkan akibat proses digesti yang dilakukan mikroorganisme antara lain metanogenesis terhadap bahan organik (Demired and Scherer, 2008). Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi gas yang terdapat pada gas bio. Persentase terbesar adalah gas metan sehingga gas bio dapat menyala. Bila persentase gas metan mendekati 80% artinya daya bakar dari gas tersebut semakin tinggi. Tabel 1. Komposisi gas dari gas bio Kandungan Persentase (%) CH CO H 2 S 0,05-0,5 H N O Sumber : Rajakovic (2006). Manfaat gas bio antara lain sebagai penerangan; 1 m³ dapat digunakan untuk menyalakan lampu 60 watt selama 7 jam. Hal ini berarti bahwa 1 m³ gas

2 bio dapat menghasilkan energi 60 W x 7 jam = 420 Wh = 0,42 KWh, dimana 1 m 3 setara dengan 2 ekor sapi dewasa dengan feses 15 kg/hari (Nukulchai et al., 1985). Menurut Almansyah., et.al. (2009) kotoran ternak (ruminansia) sebagai sumber energi panas mempunyai kestabilan suhu panas sehingga dapat dipergunakan dalam berbagai aktifitas manusia. Biogas adalah campuran beberapa gas hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi tanpa udara (anaerobik), dimana methan (CH 4 ) dan karbon dioksida (CO 2 ) merupakan komponen gas terbanyak. Sebagai sumber energi, biogas dapat dibakar dengan nilai kalor tinggi yaitu pada kisaran kkal/m 3. Nilai kalor biogas ditentukan oleh perbandingan gas methan (CH 4 ), terhadap karbon dioksida (CO 2 ). Semakin tinggi persentase gas methan maka nilai kalor biogas tersebut pun semakin tinggi. Intinnya Biogas memiliki nilai kalor KcaI/m 3 dengan komposisi volume % Cl dan % CO 2 Bahan baku gas bio adalah kotoran sapi dan kerbau yang berbentuk padatan, namun padatan tersebut harus berbentuk halus dan butiran kecil. Bila bahan baku berbentuk padatan yang sulit dicerna harus digiling terlebih dahulu sebelum dicampur dengan air agar pembentukan gas bio berlangsung sempurna, misalnya padatan kotoran kambing. Sebaliknya bila berbentuk padatan yang mudah dicerna maka bahan baku tersebut langsung dapat dicampur dengan air secara merata. Kandungan padatan bahan baku ini sebaiknya 7-9 % (Yunus, 1995). Setiap kotoran / bahan baku akan berbeda sifat pengencerannya. Kotoran sapi segar misalnya kandungan bahan keringnya 18%, untuk mencapai bahan

3 isian 7-9% bahan bakunya, perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 bagian bahan baku dicampur dengan 2 bagian air (Yunus, 1995) Bakteri pembentuk gas bio adalah bakteri anaerob, bakteri anaerob adalah bakteri yang dapat hidup dan berkembang biak tanpa udara dan oksigen, bakteri tersebut memperoleh oksigen dari dekomposisi bahan organik. Bakteri anaerob harus bekerja dalam keadaan gelap dan tidak terkena sinar matahari, bakteri ini akan membusukkan kotoran sehingga akan menghasilkan gas bio (Ward et al., 2008). Teknologi Pencernaan Anaerobik Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor gas bio yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga (Ward et al., 2008). Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas (Tabel 2). Tabel 2. Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerobik Parameter Nilai Temperatur Mesofilik 35 ºC Termofilik 54 ºC ph 7-8 Alkalinitis 2500 mg/l minimum Waktu retensi hari Laju Terjenuhkan 0,15 0,35 kg VS/m³/hari Hasil gas bio 4,5 11 m³/kg VS Kandungan Metana 60-70% Sumber : Engler et al., (2000).

4 Pembentukan gas bio meliputi tiga tahap proses yaitu: (a) Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer; (b) Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia ; serta (c) Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida (Bagi et al., 2007). Ginting (2010), untuk mendapatkan gas yang stabil dalam digester maka perlu dilakukan pengisian bahan baku (kotoran) setiap harinya dan mikroorganisme yang ada dalam digester memerlukan makanan untuk hidup dan berkembang biak. Menurut Haryati (2006), biogas dihasilkan oleh proses pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri anaerob dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester. Pada dasarnya proses pencernaan anaerob berlangsung atas tiga tahap yaitu hidrolisis, pengasaman dan metanogenik. Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N, temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan./ Kondisi optimum yaitu pada temperatur sekitar C atau C dan ph antara 6,8-8. Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas. Biogas umumnya mengandung gas metan (CH 4 ) sekitar 60 -

5 70% yang bila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 British Thermal Unit/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3. Kandungan metan dalam gas bio yang dihasilkan tergantung jenis bahan baku yang dipakai, sebagai contoh komposisi gas bio ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi gas (%) yang berasal dari limbah kotoran ternak dan sisa pertanian. Jenis gas Kotoran sapi Campuran kotoran ternak dan limbah pertanian Metana (CH 4 ) 65, Karbondioksida (CO 2 ) 27, Nitrogen (N 2 ) 2,3 0,5-3,0 Karbonmonoksida (CO) 0,0 0,1 Oksigen (O 2 ) 0,1 6,0 Propana (C 3 H 8 ) 0,7 - Hydrogen Sulfida (H 2 S) Tidak terukur Sedikit sekali Nilai kalor (kkal/m³) Sumber : Harahap et a.l (1978). Jutaan meter kubik metan dihasilkan per tahun dalam bentuk gas rawa yaitu hasil dari proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari ternak maupun sayuran. Hal ini nyaris sama seperti gas alam yang dipompa dari bumi oleh perusahaan minyak dan digunakan untuk berbagai keperluan manusia seperti penerangan rumah dan memasak. Pada TPA yang mendapat kiriman sampah sebanyak meter kubik per hari bisa dihasilkan gas sebanyak meter kubik per hari atau setara dengan 31,25 juta Watt listrik yang bisa mengalirkan listrik bagi sekitar rumah tangga (Haryati, 2006). Metan sebagai komponen utama gas bio adalah gas tak berbau dan tak berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 BTU/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3. Gas bio dapat diubah menjadi beberapa

6 bentuk energi, yaitu energi panas atau dengan bantuan generator diubah menjadi energi listrik maupun mekanik, sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Konversi energi gas bio dan penggunaannya Penggunaan Energi 1m³ gas bio Penerangan Sebanding dengan lampu Watt selama 6 jam Memasak Untuk memasak 3 jenis makana untuk 5-6 orang Pengganti bahan bakar Sebanding dengan 0,7 kg bensin Tenaga pengangkut Menjalankan motor 1 pk selama 2 jam Listrik Sebanding dengan 1,25 KWH listrik Sumber : Kristoferson dan Bolkaders (1991). Menurut Rajakovic (2006), reaksi pembakaran metan (CH 4 ) : CH 4 + 2O 2 CO 2 + H 2 O + Energi. Pada pembakaran yang sempurna 1 m³ metan melepas kkal panas. Dimana 1 m³ CH4 setara dengan 0,48 kg gas LPG, 0,52 liter minyak solar, 0,8 liter bensin, 0,62 liter minyak tanah, 0,62 liter minyak mentah, 1,4 kg batubara, 4,7 kwh listrik dan setara dengan 3,5 kg kayu bakar. Teknologi Digester Terdapat dua teknologi umum digunakan untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang baru ini dikembangkan yaitu menangkap gas metan dari lokasi tumpukan pembuangan sampah tanpa harus membuat digester khusus (Haryati, 2006) Dilihat dari konstruksinya ada tiga desain digester dasar. Masing-masing berbeda biaya pembuatannya, kecocokan dengan iklim dan juga konsentrasi solid kotoran yang akan difermentasi (Haryati, 2006).

7 Covered lagoon digester (digester bak tertutup) : sesuai dengan namanya, merupakan kolam penampung kotoran ternak dengan tutup. Tutup menangkap gas yang dihasilkan selama proses dekomposisi kotoran. Jenis ini merupakan yang termurah biayanya. Menutupi bak yang berisi kotoran ternak merupakan desain yang paling sederhana dari teknologi digester yang digunakan untuk kotoran cair dengan kandungan solid kurang dari 3%. Tutupnya berupa bahan tak tembus (impermeable) dan menutupi seluruh permukaan bak. Bak tersebut terbuat dari cor beton dan ditutupi hingga kedap. Metan yang dihasilkan terperangkap di bawah tutup. Gas yang akan digunakan dikeluarkan melalui pipa. Digester jenis ini memerlukan kolam yang besar dan temperatur yang hangat dan tidak cocok untuk daerah dingin atau daerah yang basah (Haryati, 2006). Complete mix digester terbuat dari baja, cocok untuk volume kotoran ternak yang besar dan mempunyai kandungan solid antara 3-10%. Tangki yang dilengkapi pemanas juga pengaduk mekanik dan selama proses fermentasi bahan diaduk secara terus menerus sehingga solid tetap dalam keadaan tersuspensi. Biogas yang terbentuk terakumulasi di bagian atas digester. Digester bisa diinstalasi di atas atau terkubur di bawah tanah. Digester jenis ini mahal biaya pembuatan, operasional dan pemeliharaannya (Haryati, 2006). Plugflow digester cocok untuk limbah yang berasal dari kotoran ruminansia yang mempunyai kandungan padatan antara 11 sampai 13%. Ciri khas jenis ini memiliki tempat pengumpulan kotoran, tempat pencampuran dan tangki digester. Pada tempat pencampuran, penambahan air diatur sehinggga slurry mempunyai konsistensi yang optimal. Digester biasanya persegi panjang,

8 kedap air dan dengan tutup yang dapat dirubah. Bahan baku dimasukkan dari salah satu sisi dan mendorong keluar buangan yang telah terfermentasi pada sisi lainnya. Waktu retensi rata-rata solid tertahan dalam digester yaitu sekitar hari. Biogas yang dihasilkan terperangkap di bawah penutup impermeable yang menutupi tangki kemudian gas disalurkan melalui pipa yang berada di bawah penutup menuju generator. Digester jenis ini memerlukan pemeliharaan yang minimal dan panas buangan dari mesin generator digunakan untuk memanasi digester. Di dalam digester, pipa sirkulasi air panas akan memanaskan slurry dan menjaga temperaturnya pada C, temperatur yang cocok bagi bakteri metanogen. Pada peternakan perorangan, desain plugflow skala kecil atau digester bak tertutup merupakan desain yang sederhana dan dapat memproduksi biogas untuk memenuhi kebutuhan listrik dan pemanas (Haryati, 2006). Desain digester Kalau dilihat dari cara pengoperasian digester, ada dua desain digester yaitu: Continuous feeding Proses pencernaan anaerobik dari limbah kotoran sapi memakan waktu sekitar 8 jam dalam temperature hangat (35 C). Sepertiga biogas akan dihasilkan pada minggu pertama, seperempatnya pada minggu kedua dan sisanya akan dihasilkan pada minggu ketiga sampai kedelapan (Haryati, 2006). Produksi gas dapat dipercepat dan konsisten dengan sistem pemasukan bahan baku yang kontinyu (continuous feeding) serta sejumlah kecil buangan proses setiap hari. Proses juga akan menyisakan nitrogen pada slurry buangan

9 yang kemudian digunakan untuk pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem kontinyu adalah tangki harus cukup besar untuk menampung semua bahan yang term menerus dimasukkan selama proses pencernaan berlangsung. Kondisi yang ideal untuk sistem ini yaitu menggunakan dua buah tangki digester, konsumsi limbah berlangsung dalam dua tahap, metan diproduksi pada tahap pertama dan tahap kedua dengan laju yang lebih lambat (Haryati, 2006). Batch feeding Umumnya didesain untuk limbah padatan seperti sayuran/hijauan. Desain yang tidak perlu pipa alir, tangki tunggal merupakan desain yang paling baik untuk digunakan. Tangki dapat dibuka dan slurry buangan proses dapat dikeluarkan dan digunakan sebagai pupuk kemudian bahan baku yang baru dimasukkan lagi. Tangki ditutup dan proses fermentasi diawali kembali. Tergantung dari jenis bahan limbah dan temperatur yang dipakai, sistem batch akan mulai berproduksi setelah minggu kedua sampai minggu keempat, laju peningkatan produksi menjadi lambat lalu menurun setelah bulan ketiga atau keempat. Sistem batch biasanya dibuat dalam beberapa set sekaligus sehingga paling tidak ada yang beroperasi dengan baik. Limbah sayuran mempunyai rasio C : N yang tinggi dibandingkan Limbah kotoran ternak sehingga perlu ditambahkan sumber nitrogen (Haryati, 2006). Teknologi biometanisasi dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Gallert and Winter (2002) menyatakan bahwa bakteri flora yang kompleks bekerja dalam proses perombakan biomas menjadi gas bio, gas bio inilah yang dapat digunakan manusia untuk segala aktifitasnya termasuk penetasan. Menurut

10 Ginting (2010), bahwasannya 1 kg kotoran sapi akan menghasilkan liter gas yang dapat langsung digunakan untuk berbagai kegiatan. Telur Struktur Telur Telur ayam memiliki struktur khusus yang sebagian besar terdiri dari bahan makanan dan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan embrio, sebagai hasil pembuahan dari sel telur tunggal ayam jantan. Telur ayam terdiri dari kulit telur, selaput putih telur dan kuning telur. Struktur kulit telur ayam keras tetapi porus dan terbentuk dari garam anorganik (terutama Calcium Carbonat). Keporusan tersebut berfungsi untuk pernafasan embrio (Taringan dan Hermanto, 2001). Air menyusun sekitar 45% dari kerabang telur. Sekitar 74% di isi oleh bagian isi telur. Kandungan air pada albumen tinggi, bagian yang padat hamper seluruhnya protein dan sejumlah kecil karbohidrat. Sekitar separuh dari yolk berupa air, tetapi bagian yang padat tersusun dari sebagian besar lemak, protein, vitamin dan mineral (Suprijatna, 2005). Mesin Tetas Mesin tetas merupakan sebuah peti atau lemari dengan konstruksi yang dibuat sedemikian rupa sehingga panas didalamnya tidak terbuang. Suhu di dalam ruangan mesin tetas dapat diatur sesuai dengan ukuran derajat panas yang dibutuhkan selama periode penetasan (Paimin, 2011). Penetasan telur dengan menngunakan mesin tetas sudah banyak dilakukan oleh peternak. Jenis mesin tetas yang digunakan juga sangat beragam,

11 mulai dari mesin tetas yang terbuat dari kotak kayu atau triplek sederhana hingga menggunakan incubator yang dapat dikontrol suhu dan kelembabannya secara otomatis. Sebelum telur dimasukkan kedalam mesin tetas harus dinyalakan minimal 24 jam agar kondisi suhu didalamnya stabil sekitar 37 ºC 39 ºC. Setelah itu, telur dimasukkan secara berhati-hati agar tidak pecah dan posisi penempatan telur harus benar (Widjaja, 2003). Sebelum telur ditetaskan, baik pada indukan ayam buras maupun mesin penetas, maka terlebih dahulu dibersihkan. Tujuannya agar telur terbebas dari kuman yang mungkin terbawa dari induknya. Selain itu, agar pori pori cangkang tidak tertutup oleh kotoran. Gunakan air bersih atau kain yang lembut untuk keperluan membersihkan kotoran di permukaan telur. Disarankan agar tidak menggunakan sabun, sebab dikhawatirkan mencemari isi telur ( merembes melalui pori-pori cangkang) (Marhiyanto, 2000). Pemasukan telur dalam mesin tetas sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar sepanjang hari itu jalannya mesin tetas dapat diawasi, terutama pengawasan terhadap suhu udara dalam ruangan mesin tetas tersebut. Udara segar banyak mengandung zat pembakar (O2) perlu ditambahkan dan zat asam arang (CO2) perlu dikeluarkan untuk menjamin pertumbuhann embrio dalam telur. Caranya cukup dengan membuka pintu mesin tetas lebar-lebar pada waktu pembalikan telur dan diangin-anginkan (Mufarid, 2006).

12 Bagian-bagian Utama Mesin Tetas Alat pemanas Alat pemanas dapat bersumber dari listrik (kawat yang berpijar), lampu minyak, lampu pijar dan aliran air panas. Yang sering digunakan adalah sumber kawat pijar dari listrik dan atau api. Ruang penetasan Ruang ini merupakan suatu kamar tertutup dengan ventilasi yang teratur, didalamnya terdapat rak-rak telur tetas/ rak anak ayam bila menetas, kipas perata panas, thermometer dan bak air. Baik air dimaksudkan untuk memberikan suasana lembab yang dikehendaki. Bahan penyekat Badan mesin tetas/ dinding mesin tetas harus dibuat/ terdiri dari bahan yang tidak bersifat sebagai penghantar panas. Bahan yang sering dipakai untuk memenuhi persyaratan itu adalah kayu, tripleks, plastik kertas dan bahan-bahan sejenisnya. Bahan penyekat macam ini sangat penting terutama pada ruang alat penetasan yang serba tertutup sebagai penyejuk (Rasyaf, 1995). Persiapan Sebelum Penetasan Membersihkan mesin tetas Mesin tetas sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan cara desinfeksi menggunakan desinfektan. Kegiatan ini sangat diperlukan karena kemungkinan didalam mesin tetas terdapat bakteri. Penggunaan desinfektan bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri yang menyebar diseluruh bagian mesin tetas, bila bakteri tersebut dibiarkan kemungkinan anak tetas yang akan

13 dihasilkan terkena penyakit. Jenis desinfektan yang digunakan adalah larutan formalin atau larutan soda 4%. Posisi mesin tetas Mesin tetas dalam ruangan penetasan diletakkan ditempat yang tenang dan rata. Diusahakan agar mesin tetas tidak terkena panas matahari secara langsung. Ventilasi ruang penetasan diatur sehingga keadaan udara didalam ruangan sama dengan diluar ruangan penetasan. Selain itu, mesin tetas sebaiknya tidak diletakkan di ruangan yang berbau tidak enak. Posisi mesin tetas sangat berpengaruh pada kesegaran dan keselamatan telur atau anak tetas yang dihasilkan (Paimin, 2004). Daya tetas Daya tetas merupakan persentase telur yang menetas dari sekelompok telur yang fertil. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu : a. Berat telur Berat telur yang ditetaskan sangat berpengaruh terhadap anak ayam yang akan dihasilkan. Berat telur yang dianggap baik untuk ayam ras berkisar 55-60g, ayam kampung 45-50g, itik sekitar 65-70g. b. Bentuk telur Bentuk telur tetas yang baik adalah bulat telur dengan perbandingan lebar dan panjang 3:4. Telur yang terlalu bundar atau terlalu lonjong biasanya tidak banyak menetas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur yang berbentuk bulat telur dapat menetas hingga 70-75%, sedangkan yang terlalu bulat atau panjang hanya mencapai 30-35%. Hal ini disebabkan isi bagian-bagian telur tidk seimbang.

14 c. Keadaan kulit telur Keadaan kulit telur yang akan ditataskan hendaknya rata, bersih dan tidak ada yang retak. Telur yang kulitnya tebal, benjol-benjol bintik-bintik, kotor dan terlalu tebal atau tipis biasanya jarang menetas. d. Kebersihan telur Telur yang bersih berdaya tetas lebih baik daripada telur yang kotor. Biasanya kotoran yang melekat pada telur mengandung kuman penyakit atau organisme lain yang dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur. Akibatnya, isi telur akan dirusak oleh bakteri atau mikroorganisme lain (Paimin, 2004) e. Fertilitas telur Fertilitas diartikan sebagai persentase telur-telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan tanpa memperhatikan telur itu menetas atau tidak. Semakin tinggi fertilitas, maka daya tetas cenderung semakin tinggi (Card, 2006). Kartasudjana dan Suprijatna (2002), menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi fertilitas telur tetas diantaranya ransum, ransum erat hubungannya dengan produksi ternak tak terkecuali produksi sperma, produksi sperma akan tereduksi akibat kekurangan jumlah makanan atau defisiensi suatu zat makanan. Misalnya jika ransum kekurangan vitamin E maka akan menyebabkan sterilitas pada jantan. Oleh karena itu kualitas dan kuantitas ransum harus baik.

15 f. Ruang udara dalam telur Telur tetas yang baik adalah yang letak ruang udaranya tetap, yaitu dibagian ujung telur yang tumpul. Ruang udara ini erat hubungannya dengan posisi pertumbuhan embrio dalam telur. Cara melihat ruang udara dalam telur adalah dengan kotak pemeriksa telur yang diberi lampu listrik 40 Watt atau dengan lampu baterai di dalamnya. Sedangkan menurut Greenberg (1981), cara yang lebih akurat dalam menentukandaya tunas telur (fertilitas) adalah membuka telur dan melihat adanya germinal disc dengan mata telanjang ataupun dengan bantuan mikroskop. g. Umur telur tetas Tempat penyimpanan tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin, lembab, atau terkena banyak angin. Suhu yang paling sesuai untuk penyimpanan telur tetas adalah 10-13ºC. Wyeld dan Wyeld (1999), menyarankan agar telur tetas dikumpulkan sesegera mungkin setelah telur tersebut dikeluarkan oleh induknya, hal ini untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme penyakit yang masuk melalui pori-pori kulit telur serta meminumkan evaporasi cairan telur. Rahayu Iman, et,. al (2011), telur sebaiknya tidak disimpan lebih dari satu minggu sebab penyimpanan yang semakin lama akan mengurangi fertilitas daya tetasnya dan menyebabkan bertambahnya waktu yang diperlukan untuk menetas. h. Pemutaran telur Menurut North (2006), pemutaran telur bertujuan untuk meratakan panas yang diterima telur selama periode penetasan. Selain itu juga untuk mencegah agar embrio tidak lengket pada salah satu sisi kerabang.

16 Pemutaran telur yang tidak teratur dapat mengakibatkan tingkat kematian embrio menjadi tinggi. Dengan pemutaran yang lebih sering akan membuat telur lebih cepat menetas karena kandungan air di dalamnya tidak akan banyak hilang dan dapat membuat bobot badan DOC meningkat sehingga pertumbuhan bobot badan ayam kampung menjadi lebih baik sampai masa dewasa, dan sebaliknya pemutaran yang tidak sering akan tidak membuat telur tidak menetas dengan baik pula, sehingga terjadi penguapan yang berlebihan dan kadar air di dalam telur akan berkurang yang dapat membuat bobot badan DOC akan berkurang. Pemutaran sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 2 kali sehari atau lebih baik diputar 6 sampai 8 kali sehari dengan setengah putaran, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh frekuensi pemutaran terhadap daya tetas telur fertil ayam Kampung Frekuensi pemutaran per hari Daya tetas dari telur yang fertil (%) 2 68,2 4 71,3 6 74,6 8 74, ,7 Sumber : North, dalam kartasudjana dan suprijatna (2010). Pengaruh frekuensi pemutaran telur terhadap mortalitas dapat dilihat bahwa semakin banyak dilakukan pemutaran maka semakin rendah angka mortalitasnya (Tarigan, 2006). Rasyaf (1995) disitasi Tarigan (2006), yang mengemukakan bahwa pemutaran telur sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 2x atau lebih baik diputar 6,8 sampai 12x sehari dengan setengah putaran. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah pencemaran mikroba dan jamur yang dapat menyebabkan mortalitas tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

17 Tarigan dan Hermanto (2001), bahwa telur yang terkontaminasi mikroba akan menyebabkan timbulnya evaporasi cairan telur sehingga dapat membuat mortalitas menjadi tinggi. Menurut Siregar (1996), yang menyatakan bahwa pemutaran telur mempunyai efek langsung dengan kematian embrio, bila pemutaran dilakukan sedikit sekali selama penetasan akan mengakibatkan kematian embrio yang tinggi dibandingkan dengan pemutaran yang lebih banyak. Mudsan (2000), mengatakan bahwa pemutaran telur berpengaruh sangat besar bagi daya tetas telur tersebut, karena meratanya penerimaan suhu pada permukaan kerabang dan juga untuk mencegah penempelan embrio pada kulit telur dan menyebabkan kematian pada embrio. Pemutaran telur sampai 8 kali sehari dapat meningkatkan daya tetas telur. Pengoperasian mesin tetas Cara-cara yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan mesin tetas yang baik adalah : 1. Sebelum dibersihkan sebaiknya mesin tetas dibersihkan dan disucihamakan. Penyucihamaan ini bukan hanya dilakukan bila mesin tetas tersebut kotor, melainkan setiap kali akan digunakan. Suci hama mesin tetas diawali dengan pencucian dengan menggunakan air bersih atau air hangat, setelah itu dilap dengan menggunakan 2-3% larutan desinfektan. Setelah kering dilanjutkan dengan fumigasi. Fumigasi dilakukan agar bibit penyakit yang masih hidup dan tersisa dalam mesin tetas menjadi mati. Fumigant yang umum digunakan berupa campuran formalin dan kalium permanganate (KMNo4). Perlakuan fumigasi yang tidak benar seperti terlalu lama atau terlalu keras akan menyebabkan kematian embrio yang sangat dini (Smith, 2000).

18 2. Isilah bak penampung air dengan air bersih, kemudian tutuplah dengan lap bersih pula sampai terendam. Fungsinya untuk menjaga kelembaban dalam mesin tetas ini. 3. Setelah suhu dalam mesin tetas tetap, tidak naik turun, yaitu panasnya antara 37-39ºC, telur ayam mulai dimasukkan. Kemudian untuk menjaga agar suhu dalam mesin tetap, maka penempatannya harus dalam ruangan yang tidak mudah dipengaruhi oleh suhu dan angin. Suprijatna (2005), menyatakan bahwa panas dalam inkubator penetasan berpengaruh positif terhadap daya mortalitas, apabila suhu dalam penetasan tidak stabil maka akan meningkatkan angka mortalitas. 4. Telur ayam diletakkan dengan posisi bagian yang lancip dibawah (jangan terbalik). 5. Setelah melampaui 3 hari telur mulai diputar dan untuk selanjutnya setiap hari sampai pada hari ke -18. Jika hari terlalu panas pemutaran telur dapat ditambah satu atau dua kali. 6. Pada hari ke-4 mulai didinginkan sehari sekali, caranya dengan meletakkan telur diluar mesin tetas dalam ruangan penetasan. Jika sudah tidak hangat telur dapat dimasukkan kembali tetapi jangan sampai telur terlalu dingin. Kalau dihitung dengan waktu, lamanya pendinginan telur sekitar menit. 7. Pada hari ke-4 telur dapat diperiksa dengan jalan meneropong. Telur yang nampak tetap terang berarti tidak ada bibitnya, sedangkan terdapat gumpalan yang dilingkari darah berarti telur itu sudah mati bibitnya. Telur yang baik yakni ada bibitnya akan tampak seperti ada sarang laba-laba di dalamnya. Setelah 14 hari lamanya ruangan dalam telur akan dipenuhi semua kecuali pada bagian kecil ujungnya.

19 8. Pada hari yang ke-19 biasanya telur sudah mulai retak-retak, mesin tetas jangan terlalu sering dibuka karena akan mengakibatkan suhu dalam mesin menjadi dingin dan akan hilang kelembabannya. 9. Pada hari yang ke-21 hampir semua telur menetas menjadi anak ayam dan berumur sekitar 24 jam, bulu anak ayam akan nampak sudah mongering (Mufarid, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Masyarakat di Indonesia Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia sangat problematik, hal ini di karenakan konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) melebihi produksi dalam

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bahan organik dalam kondisi anaerob. Menurut Basuki (1985), gas bio adalah gas

TINJAUAN PUSTAKA. bahan organik dalam kondisi anaerob. Menurut Basuki (1985), gas bio adalah gas TINJAUAN PUSTAKA Gas Bio Gas bio merupakan campuran senyawa hasil dekomposisi mikrobia dari bahan organik dalam kondisi anaerob. Menurut Basuki (1985), gas bio adalah gas yang timbul dari proses fermentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis yang berasal dari Afrika danelaeis oleiferayang berasal dari Amerika.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah sampah menjadi permasalahan yang sangat serius terutama bagi kota-kota besar seperti Kota Bandung salah satunya. Salah satu jenis sampah yaitu sampah

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari TINJAUAN LITERATUR Biogas Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Limbah Kotoran Ternak Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

Lebih terperinci

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakinÿ meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga

Lebih terperinci

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( ) Adelia Zelika (1500020141) Lulu Mahmuda (1500020106) Biogas adalah gas yang terbentuk sebagai hasil samping dari penguraian atau digestion anaerobik dari biomasa atau limbah organik oleh bakteribakteri

Lebih terperinci

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK SUGENG WIDODO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, BOGOR 16002 RINGKASAN Dengan melaksanakan tatalaksana penetasan telur itik secara baik akan didapatkan hasil yang maksimal.

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN Disusun Oleh: Ir. Nurzainah Ginting, MSc NIP : 010228333 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2007 Nurzainah Ginting

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan bahan organik oleh mikroorganisme (bakteri) dalam kondisi tanpa udara (anaerobik). Bakteri ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Tofik Hidayat*, Mustaqim*, Laely Dewi P** *PS Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal ** Dinas Lingkungan

Lebih terperinci

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob. Biogas dapat dihasilkan pada hari ke 4 5 sesudah biodigester

Lebih terperinci

APROKSIMASI PERSAMAAN MAXWELL-BOLZTMANN PADA ENERGI ALTERNATIF

APROKSIMASI PERSAMAAN MAXWELL-BOLZTMANN PADA ENERGI ALTERNATIF APROKSIMASI PERSAMAAN MAXWELL-BOLZTMANN PADA ENERGI ALTERNATIF Heltin Krisnawati, Fitryane Lihawa*, Muhammad Yusuf** Jurusan Fisika, Program Studi S1. Pend. Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

BIOGAS. KP4 UGM Th. 2012

BIOGAS. KP4 UGM Th. 2012 BIOGAS KP4 UGM Th. 2012 Latar Belakang Potensi dan permasalahan: Masyarakat banyak yang memelihara ternak : sapi, kambing dll, dipekarangan rumah. Sampah rumah tangga hanya dibuang, belum dimanfaatkan.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional yang dihadapi saat ini dan harus segera dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya adalah masalah kelangkaan sumber energi terutama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi.

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT Biogas merupakan salah satu jenis biofuel, bahan bakar yang bersumber dari makhluk hidup dan bersifat terbarukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BB PNDHULUN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Yommi Dewilda, Yenni, Dila Kartika Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Pembentukan biogas berlangsung melalui suatu proses fermentasi anaerob atau tidak berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasinya merupakan suatu oksidasi - reduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang cepat dan perkembangan industri yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi cukup besar. Eksploitasi sumber energi yang paling banyak

Lebih terperinci

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free-range Chicken) Irawati Bachari,

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS Pembentukan biogas dipengaruhi oleh ph, suhu, sifat substrat, keberadaan racun, konsorsium bakteri. Bakteri non metanogen bekerja lebih dulu dalam proses pembentukan biogas untuk

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen dalam biogas terdiri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Bakteri Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Feses Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Data pertumbuhan populasi bakteri anaerob pada proses pembentukan biogas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak dunia. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak dunia. Meskipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak dunia. Meskipun mempunyai sumber daya minyak melimpah, Indonesia masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **)

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **) SISTEM PRODUKSI BIOGAS YANG TERINTEGRASI (Sebuah Aplikasi Teknologi Tepat Guna melalui Pemanfaatan limbah ) Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **) PENDAHULUAN Krisis bahan bakar di indonesia dewasa ini

Lebih terperinci

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013 Pemanfaatan Sampah Organik Pasar dan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Alternatif Energi Biomassa (Studi Kasus : Pasar Pagi Arengka, Kec.Tampan, Kota Pekanbaru, Riau) 1 Shinta Elystia, 1 Elvi Yenie,

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI Oleh : DENNY PRASETYO 0631010068 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA 2011

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI Inechia Ghevanda (1110100044) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat Triwikantoro, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 1, Januari 2010, Halaman 43 54 ISSN: 2085 1227 Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF

PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMANFAATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF Bulkaini *, Chairussyuhur Arman, Muhzi, dan Mastur Fakultas Peternakan Universitas Mataram. * Korespondensi: bulkaini@yahoo.com Diterima

Lebih terperinci

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran Bintang Rizqi Prasetyo 1), C. Rangkuti 2) 1). Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti E-mail: iam_tyo11@yahoo.com 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan ini didorong oleh perkembangan pengetahuan manusia, karena dari waktu ke waktu manusia

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan permintaan terhadap produk hasil ternak. Produk hasil unggas merupakan produk yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

PEMBIBITAN DAN PENETASAN

PEMBIBITAN DAN PENETASAN PENUNTUN PRAKTIKUM PEMBIBITAN DAN PENETASAN DISUSUN OLEH : TIM PENGAJAR LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2015 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI TURBO Vol. 5 No. 1. 2016 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEJARAH BIOGAS Biogas merupakan suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen (Prihandana & Hendroko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi dewasa ini semakin meningkat. Segala aspek kehidupan dengan berkembangnya teknologi membutuhkan energi yang terus-menerus. Energi yang saat ini sering

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS 1 Ari Rahayuningtyas, 2

Lebih terperinci