PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS"

Transkripsi

1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/8/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2008 telah ditetapkan Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas; b. bahwa dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi rekayasa genetik, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/8/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2008 sudah tidak sesuai lagi; c. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, serta memperlancar pelaksanaan pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas, perlu meninjau kembali Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/8/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2008; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 338

2 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4043); 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4414); 5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resources For Food and Agriculture (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman Untuk Pangan dan Pertanian) (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4612); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3616); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4498); 10. Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1971 tentang Badan Benih Nasional; 11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 339

3 12. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 14. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik; 15. Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Negara Pangan dan Hortikultura Nomor 998/Kpts/OT.210/9/1999, Nomor 790.a/Kpts- IX/1999, Nomor 1145.A/MENKES/SKB/IX/1999, dan Nomor 015.A/Meneg PHOR/ 09/1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik; 16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3599/Kpts/PD.310/10/2009 tentang Jenis Komoditas Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, dan Direktorat Jenderal Hortikultura; 17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 734/Kpts/OT.140/12/2006 tentang Pembentukan Komisi Nasional Sumber Daya Genetik; 18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 593/Kpts/OT.160/11/2007 tentang Tim Penilai dan Pelepas Varietas (TP2V); 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/7/2011 tentang Pelestarian Dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 435); Memperhatikan : Surat Ketua Badan Benih Nasional Nomor 60/BBN.TP/10/2011; 340

4 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pelepasan varietas adalah pengakuan pemerintah terhadap suatu varietas hasil pemuliaan di dalam negeri dan/atau introduksi yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Pertanian bahwa varietas tersebut merupakan suatu varietas unggul yang dapat disebarluaskan. 2. Varietas tanaman, selanjutnya disebut varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurangkurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. 3. Silsilah adalah asal-usul suatu varietas, yang mencakup induk persilangan, proses dalam mendapatkannya dan tahun penemuan atau perolehannya. 4. Varietas pembanding adalah varietas unggul, yang digunakan sebagai pembanding dalam uji adaptasi dan observasi untuk mengetahui keunggulan galur harapan dan/atau calon varietas yang diuji. 5. Varietas unggul adalah varietas yang telah dilepas oleh pemerintah yang mempunyai kelebihan dalam potensi hasil dan/atau sifat-sifat lainnya. 6. Varietas introduksi adalah varietas yang pertama kali dimasukkan dari luar negeri. 7. Varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh Negara. 8. Varietas asal adalah varietas yang digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan Varietas Turunan Esensial yang meliputi varietas yang mendapat PVT dan varietas yang tidak mendapat PVT tetapi telah diberi nama dan didaftar oleh Pemerintah. 341

5 9. Varietas Turunan Esensial adalah varietas hasil perakitan dari Varietas Asal dengan menggunakan seleksi tertentu sedemikian rupa sehingga varietas tersebut mempertahankan ekspresi sifat-sifat Esensial dari Varietas Asalnya tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan Varietas Asalnya dari sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri. 10. Produk Rekayasa Genetik yang selanjutnya disingkat PRG adalah organisme hidup, bagian-bagiannya dan/atau hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi modern. 11. Tanaman produk rekayasa genetik, selanjutnya disebut tanaman PRG adalah tanaman yang dihasilkan dari penerapan teknik rekayasa genetik. 12. Unik adalah sifat khusus yang dimiliki suatu varietas, yang dapat dibedakan dengan ciri varietas lainnya, baik secara morfologi maupun genetik. 13. Seragam adalah sifat/karakter yang homogen dalam suatu varietas, dan berbeda dengan populasi varietas lain. 14. Stabil adalah sifat varietas yang tidak berubah secara genetik dalam beberapa siklus tanam pada kondisi sama. 15. Pemulia Tanaman yang selanjutnya disebut pemulia adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman. 16. Pemuliaan Tanaman adalah rangkaian kegiatan untuk mempertahankan kemurnian jenis dan/atau varietas yang sudah ada atau menghasilkan jenis dan/atau varietas baru yang lebih baik. 17. Penyelenggara Pemuliaan adalah badan usaha, badan hukum atau instansi pemerintah yang menyelenggarakan rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas. 18. Badan Benih Nasional yang selanjutnya disebut BBN adalah suatu badan yang berfungsi untuk membantu Menteri Pertanian untuk merencanakan dan merumuskan kebijakan di bidang perbenihan. 19. Tim Penilai dan Pelepas Varietas yang selanjut selanjutnya disebut TP2V adalah tim yang mempunyai tugas memberikan saran rumusan prosedur penilaian, pelepasan dan penarikan varietas-varietas tanaman dalam program pertanian. 20. Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, yang selanjutnya disebut KKH, adalah komisi yang mempunyai tugas memberi rekomendasi kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam menyusun dan menetapkan kebijakan serta menerbitkan sertifikat keamanan hayati PRG. 342

6 21. Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, yang selanjutnya disebut TTKH, adalah tim yang mempunyai tugas membantu KKH dalam melakukan evaluasi dan pengkajian teknis keamanan hayati serta kelayakan pemanfaatan PRG. 22. Uji adaptasi adalah kegiatan uji lapang di beberapa agroekologi bagi tanaman semusim, untuk mengetahui keunggulan dan interaksi varietas terhadap lingkungan. 23. Uji observasi adalah kegiatan uji lapang di beberapa agroekologi bagi tanaman tahunan, untuk mengetahui sifat-sifat unggul dan daya adaptasi varietas terhadap lingkungan, atau bagi tanaman semusim yang sudah merupakan varietas lokal untuk pemutihan varietas. 24. Lapangan uji terbatas, selanjutnya disebut LUT adalah suatu areal penelitian tanaman PRG yang memerlukan tindakan pembatasan seperti isolasi reproduktif, bahan tanaman dan gen baru agar tetap berada di dalam lokasi penelitian. 25. Standar Mutu Varietas adalah mutu genetik yang dinyatakan antara lain dengan unik, stabil dan seragam. 26. Keamanan hayati produk rekayasa genetik adalah keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan produk rekayasa genetik. 27. Keamanan lingkungan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya risiko yang merugikan keanekaragaman hayati sebagai akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik. 28. Keamanan pangan produk rekayasa genetik adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pangan produk rekayasa genetik. 29. Keamanan pakan produk rekayasa genetik adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan hewan dan ikan, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pakan produk rekayasa genetik. Pasal 2 Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar dalam pelaksanaan pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian atas keunggulan varietas yang tidak merugikan masyarakat, dan/atau merusak lingkungan. 343

7 Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan ini meliputi pengujian, penilaian, pelepasan, pemberian nama dan penarikan varietas. BAB II PENGUJIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Varietas hasil pemuliaan di dalam negeri, atau berasal dari introduksi yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi bagi tanaman semusim atau uji observasi bagi tanaman tahunan. (2) Uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di beberapa lokasi pengembangan dan/atau laboratorium dengan jumlah unit pengujian disesuaikan dengan jenis tanaman. (3) Uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diselaraskan dengan uji untuk kepentingan Perlindungan Varietas Tanaman seperti uji kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kestabilan (BUSS). (4) Uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk calon varietas yang spesifik lokasi, pelaksanaannya terbatas pada lokasi pengembangan spesifik. (5) Untuk tanaman tahunan dan tanaman semusim dapat dilakukan uji observasi apabila jenis tanaman/spesies atau varietas memenuhi kriteria: a. diproduksi secara terbatas dengan respon genetik sangat spesifik terhadap lingkungan tumbuh; atau b. varietas lokal yang sudah berkembang di masyarakat sejak 5 (lima) tahun terakhir dan sampai saat ini masih berkembang dengan baik. Pasal 5 (1) Uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan oleh penyelenggara pemuliaan atau institusi lain. (2) Institusi lain untuk dapat melakukan uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki dan/atau menguasai: 344

8 a. paling sedikit 1 (satu) orang agronomis dan 1 (satu) orang entomologis dan/atau fitopatologis berpengalaman, dalam melakukan pengujian; b. paling sedikit 3 (tiga) orang petugas lapangan; dan c. sarana dan prasarana uji adaptasi atau observasi. (3) Dalam hal institusi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mempunyai tenaga pemulia dalam melakukan uji adaptasi atau uji observasi harus didampingi oleh pemulia dari lembaga penyelenggara pemuliaan/penelitian. Pasal 6 (1) Penyelenggara uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sebelum melakukan pengujian terlebih dahulu harus melaporkan kepada Ketua BBN. (2) Ketua BBN setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menugaskan TP2V untuk melakukan supervisi ke lokasi pengujian. Pasal 7 Uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan penyelenggara uji adaptasi atau uji observasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), harus mengikuti metoda baku seperti tercantum pada Lampiran 1 sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Bagian Kedua Tanaman PRG Pasal 8 Jenis tanaman PRG meliputi tanaman pangan PRG, tanaman perkebunan PRG dan tanaman hijauan pakan ternak PRG. Pasal 9 (1) Uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG sesuai komoditas seperti tercantum pada Lampiran 1 sebagai bagian tidak terpisahkan dengan peraturan ini, dapat dilakukan setelah melalui proses pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT atau bersamaan dengan proses pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT dengan tetap mengikuti ketentuan LUT dan ketentuan pelepasan varietas tanaman. (2) Permohonan uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan bersamaan dengan proses pengkajian keamanan lingkungan 345

9 tanaman PRG di LUT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tembusan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ketua KKH, Ketua BBN, dan Kepala Badan Karantina Pertanian. (3) Permohonan uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG di LUT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan: a. isian formulir seperti tercantum pada Lampiran 3 sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini; b. jawaban daftar pertanyaan seperti tercantum pada Lampiran 4 sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini; c. lampiran informasi dan data yang diperlukan, serta proposal uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG di LUT; (4) Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima permohonan, harus sudah mengusulkan kepada Ketua KKH untuk penerbitan rekomendasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilakukan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT. Pasal 10 Tata cara pemberian rekomendasi dari Ketua KKH dan ijin uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas nama Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 seperti tercantum pada Lampiran 2 sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. BAB III PENILAIAN Pasal 11 (1) Hasil uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan oleh penyelenggara uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 9 dilampirkan pada dokumen usulan pelepasan varietas. (2) Usulan pelepasan varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dan dinilai oleh TP2V. 346

10 (3) Hasil evaluasi dan penilaian TP2V sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Ketua BBN sebagai bahan pertimbangan usulan pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian. Pasal 12 (1) Evaluasi dan penilaian oleh TP2V sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan terhadap keunggulan dan kesesuaian calon varietas yang akan dilepas. (2) Keunggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain: a. daya hasil; b. ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan utama; c. ketahanan terhadap cekaman lingkungan; d. kecepatan berproduksi; e. mutu hasil tinggi dan/atau ketahanan simpan; f. toleransi benih terhadap kerusakan mekanis; g. tipe tanaman yang keindahan dan/atau nilai ekonomis; dan/atau h. batang bawah untuk perbanyakan klonal, harus mempunyai perakaran yang kuat, ketahanan terhadap hama/penyakit akar dan kompatibilitas. (3) Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi sejarah, kebenaran silsilah, deskripsi dan metoda pemuliaan. BAB IV PELEPASAN Pasal 13 (1) Calon varietas yang diusulkan untuk dilepas dapat berasal dari pemuliaan di dalam negeri atau berasal dari introduksi. (2) Calon varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa galur murni, komposit, kultivar, klon, mutan, hibrida, tanaman PRG dan/atau hasil teknik pemuliaan lain. (3) Calon varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilepas apabila memenuhi persyaratan: a. silsilah tanaman meliputi asal usul, nama tetua, daerah asal, nama pemilik atau penemu, perkiraan umur bagi tanaman tahunan atau lama penyebaran bagi tanaman semusim yang telah berkembang di masyarakat (varietas lokal) dan metoda pemuliaan yang digunakan; b. tersedia deskripsi yang lengkap dan jelas, untuk identifikasi dan pengenalan varietas secara akurat; 347

11 c. menunjukkan keunggulan terhadap varietas pembanding; d. unik, seragam dan stabil; e. pernyataan dari pemilik bahwa benih penjenis (breeder seed) tersedia baik dalam jumlah maupun mutu yang cukup untuk perbanyakan lebih lanjut; dan f. dilengkapi data hasil pengujian lapangan seluruh lokasi dan/atau laboratorium. (4) Untuk varietas introduksi selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus melampirkan ijin dari pemilik varietas. (5) Untuk hibrida selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) deskripsi tetua harus dilampirkan. Pasal 14 Calon varietas tanaman PRG yang diusulkan untuk selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus memenuhi ketentuan keamanan hayati. Pasal 15 (1) Varietas dari pemuliaan silang balik yang ditujukan untuk perbaikan sifat dan/atau penambahan satu sifat baru dengan tidak merubah sifat-sifat lain sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas tanpa melalui uji adaptasi atau uji observasi. (2) Varietas dari pemuliaan silang balik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai data bukti kesesuaian deskripsi asli melalui uji petak pembanding. (3) Petak pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah varietas asli yang dijadikan pembanding untuk melihat kesamaan deskripsi dari varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap mengikuti prosedur pelepasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. Pasal 16 (5) Tanaman PRG yang berasal dari varietas non PRG dan telah dilepas, selanjutnya dilakukan perbaikan sifat dan/atau penambahan satu sifat baru dengan tidak merubah sifat-sifat lain sesuai deskripsi aslinya, dapat dilepas tanpa melalui uji adaptasi atau uji observasi dengan tetap mengikuti ketentuan pelepasan varietas sebagaimana dimaksud dalam pasal

12 (6) Tanaman PRG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai data bukti kesesuaian deskripsi asli melalui uji petak pembanding. (7) Petak pembanding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu varietas asli yang dijadikan pembanding untuk melihat kesamaan deskripsi dari tanaman PRG sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (8) Tanaman PRG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilepas, apabila dilengkapi bukti kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan sertifikat dan rekomendasi keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan terlebih dahulu. Pasal 17 Varietas lokal dapat dilepas sebagai varietas unggul apabila: a. merupakan varietas yang sudah ditanam secara luas oleh masyarakat di suatu wilayah dan mempunyai keunggulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2); b. telah dibudidayakan lebih dari 5 (lima) tahun untuk tanaman semusim atau 5 (lima) tahun panen untuk tanaman tahunan; dan c. merupakan varietas yang telah terdaftar pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perijinan Pertanian. Pasal 18 (1) Pemohon sebagai pemulia, penyelenggara pemuliaan atau pemilik calon varietas baik perorangan maupun institusi mengajukan permohonan pelepasan calon varietas yang telah diuji dengan disertai nama dan deskripsi calon varietas secara tertulis kepada Menteri melalui Ketua BBN dengan melampirkan dokumen kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12 dan/atau Pasal 13. (2) Calon varietas hibrida introduksi yang benihnya dapat diproduksi di Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilengkapi surat jaminan dari pengusul; (3) Surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi pernyataan pemohon bahwa dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak pelepasan, benih hibrida (F1) akan diproduksi di dalam negeri. Sedang untuk benih padi hibrida (F1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak pelepasan benih hibrida akan diproduksi di dalam negeri. (4) BBN setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sudah selesai memeriksa kelengkapan dokumen. 349

13 (5) Apabila dalam pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) masih ada kekurangan, Ketua BBN memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi kekurangan dokumen. (6) Apabila dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan pemohon belum dapat melengkapi kekurangan dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali. Pasal 19 (1) Dokumen permohonan pelepasan varietas yang telah lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 oleh Ketua BBN disampaikan kepada Ketua TP2V. (2) Ketua TP2V setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengundang pemohon untuk menyajikan hasil kajian kelayakan calon varietas dalam sidang TP2V. (3) Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal pelaksanaan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua TP2V harus sudah menyampaikan hasil penilaian kelayakan calon varietas kepada Ketua BBN dan pemohon. Pasal 20 Ketua BBN setelah menerima hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dapat : a. mengusulkan untuk pelepasan; b. menyarankan perbaikan kepada pemohon untuk melengkapi data dan informasi; c. melakukan sidang ulang; atau d. menolak. Pasal 21 (1) Berdasarkan usulan dari Ketua BBN sebagaimana dalam Pasal 19 huruf a, Menteri dapat menerima atau menolak pelepasan calon varietas yang diusulkan. (2) Calon Varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disetujui pelepasannya diterbitkan dalam Keputusan Menteri mengenai pelepasan varietas. (3) Calon Varietas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditolak pelepasannya diberitahukan kepada pemohon oleh Ketua BBN secara tertulis dengan disertai alasan penolakan. 350

14 BAB V PEMBERIAN NAMA Pasal 22 (1) Calon verietas yang diusulkan oleh Ketua BBN kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus diberi nama. (2) Penamaan calon varietas yang diusulkan untuk dilepas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan: a. mencerminkan identitas varietas bersangkutan; b. tidak menimbulkan kerancuan karakteristik, nilai atau identitas suatu varietas; c. tidak menggunakan nama varietas yang sudah ada; d. tidak menggunakan nama orang terkenal, kecuali seijin yang bersangkutan atau ahli warisnya; e. tidak menggunakan nama alam yaitu sungai, laut, teluk, danau, waduk, gunung, planet, dan batu mulia; f. tidak menggunakan nama lambang Negara; g. tidak menggunakan merek dagang untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari bahan propagasi seperti : benih atau bibit, atau bahan yang dihasilkan dari varietas lain, jasa tranportasi atau penyewaan tanaman. (3) Pemberian nama dengan menggunakan nama Balai Penelitian, Kebun Percobaan, Perusahaan atau Perorangan boleh dengan singkatan. (4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. jumlah huruf tidak lebih dari 30 (tiga puluh); b. tidak ditafsirkan sebagai memperbesar nilai sesungguhnya dari varietas tersebut, misalnya terbaik, paling enak, wangi sekali; c. tidak menggunakan kata-kata yang dilarang, seperti: persilangan, hibrida, kelompok, bentuk, mutan, bibit, strain, varietas, atau bentuk jamak dari kata-kata tersebut seperti: yang diperbaiki atau yang ditransformasi ; d. tidak menggunakan tanda baca apapun, seperti titik, titik dua, koma; dan e. tidak menggunakan nama jenis atau spesies atau nama botani untuk penggunaan kata tunggal. (5) Penggantian nama suatu varietas yang sudah dilepas diajukan kepada Menteri melalui Ketua BBN dengan disertai alasannya. (6) Suatu varietas yang diperdagangkan harus tetap mencantumkan nama varietas sesuai dengan keputusan pelepasannya. 351

15 (7) Untuk varietas yang telah terdaftar pada kantor Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, nama yang diusulkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam pendaftaran. Pasal 23 (1) Penamaan varietas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 untuk tanaman PRG harus ditambahkan kode PRG (event). (2) Penamaan varietas yang berasal dari varietas yang telah dilepas harus menggunakan nama varietas yang telah dilepas dengan ditambahkan kode PRG. BAB VI PENARIKAN VARIETAS Pasal 24 (1) Varietas yang telah dilepas sebagai varietas unggul, manfaat dan kelayakannya dievaluasi secara berkala oleh BBN. (2) Varietas dianggap tidak memberikan manfaat dan/atau tidak memenuhi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat: a. menyebarkan organisme pengganggu tumbuhan, hama dan/atau penyakit baru yang berbahaya; dan/atau b. menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan/atau kesehatan hewan. (3) Varietas yang dinilai tidak memberikan manfaat dan/atau tidak layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Ketua BBN diusulkan kepada Menteri untuk ditarik dan dikeluarkan dari daftar varietas yang telah dilepas. (4) Usulan penarikan varietas oleh Ketua BBN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disertai dengan saran dan pertimbangan. Pasal 25 Varietas tanaman PRG yang terbukti tidak memberikan manfaat dan/atau tidak layak sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (2): a. Menteri Negara Lingkungan Hidup mengusulkan kepada Menteri Pertanian untuk mencabut keputusan pelepasan atau peredaran varietas tanaman PRG. 352

16 b. Tindakan pengendalian dan penanggulangan serta penarikan varietas tanaman PRG dari peredaran dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. BAB VII TIM PENILAI DAN PELEPAS VARIETAS (TP2V) Pasal 26 (1) TP2V sebagai perangkat BBN dibentuk dengan Keputusan Menteri. (2) TP2V sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas melakukan penilaian terhadap usulan pelepasan dan penarikan varietas. (3) Keanggotaan TP2V sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang terdiri atas unsur keahlian/profesional di bidang : a. pemuliaan tanaman; b. budidaya; c. hama dan penyakit; d. statistik; e. lingkungan; f. bioteknologi; dan g. sosial ekonomi BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 Varietas yang telah dilepas dan diberi nama sebelum Peraturan ini ditetapkan masih dapat digunakan. Pasal 27 Permohonan pelepasan yang telah diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan ini dan sedang dilakukan pengujian tetap diberlakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/8/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2008 tentang pengujian, penilaian, pelepasan, dan penarikan varietas. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Dengan diberlakukannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/ OT.140/8/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/12/2008 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 353

17 Pasal 29 Peraturan ini mulai berlaku setelah 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Pertanian ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 2011 MENTERI PERTANIAN, ttd. SUSWONO PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR

18 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL: 5 Oktober 2011 METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI I. UMUM. A.Latar belakang Dalam rangka pelepasan suatu varietas unggul perlu diadakan uji adaptasi bagi tanaman semusim dan atau uji observasi bagi tanaman tahunan serta tanaman semusim yang dibebaskan dari uji adaptasi dengan memenuhi kaidah-kaidah statistik. Penilaian secara objektif dilakukan terhadap hasil pengujian agar diperoleh hasil yang sebaikbaiknya sebelum dilepas secara resmi kepada masyarakat. Agar pelaksanaan uji berjalan sesuai dengan harapan, perlu disusun panduan uji adaptasi/uji observasi sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. B.Ruang Lingkup Ruang lingkup pedoman ini meliputi: 1. uji adaptasi yang berisi bahan pengujian, metode, prosedur, pengamatan, analisa data dan deskripsi varietas; 2. uji observasi yang berisi bahan pengujian, metoda uji, pengamatan, analisa data dan deskripsi varietas. C.Tujuan Uji adaptasi dan uji observasi merupakan uji lapang untuk mengetahui/memperoleh data keunggulan-keunggulan dan interaksinya terhadap lingkungan dari calon varietas yang akan dilepas sebagai suatu varietas unggul. II. UJI ADAPTASI A.Bahan pengujian Materi genetik bahan uji adaptasi adalah benih dari calon varietas yang akan dilepas. Materi genetik yang akan diuji keunggulannya dapat berbentuk galur, mutant, hibrida, transgenik, bersari bebas (OP) yang berasal dari hasil pemuliaan di dalam negeri atau introduksi. 1

19 B. Metoda 1. Lokasi, Musim dan Jumlah Unit a. Agroekologi; a.1. Lokasi uji adaptasi merupakan wilayah agroekologi yang paling sesuai untuk budidaya jenis tanaman yang bersangkutan dan mewakili karakteristik agroekologi wilayah sentra produksi komoditas yang bersangkutan; a.2. Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk dikembangkan di dataran rendah (< 400 m dpl) dan/atau medium ( m dpl) dan/atau tinggi (> 700 dpl), uji adaptasinya dilakukan di 3 (tiga) atau di lokasi tertentu yang mewakili daerah tersebut; a.3. Calon varietas yang akan direkomendasikan untuk agroekologi spesifik, seperti rumah kaca, screen house, daerah rawa, daerah bersalinitas tinggi atau keasaman tinggi, lokasi pengujiannya dibatasi hanya pada agroekologi spesifik tersebut. b. Musim dan Jumlah unit Tabel 1. Jumlah unit dan lama pengamatan Uji Adaptasi (unit). Komoditas Total unit Keterangan Tanaman pangan Padi Sawah 16 Di 16 lokasi dalam satu musim atau 8 lokasi yang sama di 2 musim (MK dan MH) Padi Ladang 8 8 lokasi dalam 1 tahun/musim atau 4 lokasi dalam 2 tahun/musim Padi rawa/pasang surut 6 Lokasi di rawa/pasang surut, 6 lokasi dalam satu musim/tahun atau 3 lokasi dalam 2 musim/tahun Jagung lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 8 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) 2

20 Jagung pulut 8 8 lokasi di ladang/lahan kering dan sawah tadah hujan dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) Sorghum 8 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) Gandum 8 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) Kacang-kacangan dan Ubi-ubian 8 8 lokasi dalam 1 musim atau 4 lokasi dalam 2 musim (MH dan MK) Ubi kayu 8 Lahan kering, 8 lokasi dalam satu musim tanam. Tanaman perkebunan Tanaman perkebunan tahunan Tanaman perkebunan semusim 6 3 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim panen/tahun. 6 3 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim panen/tahun. Tanaman hijauan pakan ternak Rumput tegak 5 petak 2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun. Rumput menjalar 5 petak 2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun. Leguminosa pohon 10 pohon 2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun. Leguminosa perdu 20 pohon 2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun. Leguminosa menjalar 5 petak 2 lokasi dengan agroekologi yang berbeda dalam 2 musim tanam/tahun. 3

21 Keterangan: Penentuan jumlah unit pengujian ditentukan berdasarkan agroekologi dan musim serta disesuaikan dengan tujuan pengembangan varietas yang akan dilepas. 2. Rancangan Pengujian a. rancangan percobaan untuk uji adaptasi harus sesuai dengan kaidah statistik; b. jumlah uji setiap agroekologi wilayah sasaran pengembangan harus diwakili paling sedikit oleh 3 (tiga) unit uji adaptasi; c. jumlah ulangan dan perlakuan harus sesuai dengan kaidah statistik; d. ukuran petak/plot percobaan disesuaikan dengan jenis tanaman; e. varietas pembanding merupakan varietas unggul yang dikenal masyarakat, yang digunakan sebagai pembanding dalam uji adaptasi untuk mengetahui keunggulan galur harapan dan/atau calon varietas yang diuji. 3. Pengamatan Sifat yang diamati terutama sifat-sifat yang diunggulkan dan akan digunakan dalam penyusunan deskripsi calon varietas yang bersangkutan. Sifat yang diamati berbeda-beda antar jenis tanaman, beberapa sifat penting yang harus diamati dan disajikan datanya antara lain : a. Umur tanaman, meliputi umur berbunga, dan umur matang panen yang optimal; b. Morfologi tanaman, tergantung pada jenis tanaman sesuai dengan deskripsi, antara lain; b.1. tipe tumbuh/tipe batang dan percabangan; b.2. tinggi tanaman, kecuali bagi tanaman merambat/menjalar; b.3. batang (bentuk, diameter, percabangan, warna, anakan); b.4. daun (bentuk, warna, ukuran, tepi, ujung, pangkal, permukaan atas atau bawah, keadaan bulu, tangkai dan daging daun); b.5. bunga (warna mahkota, benangsari, putik, jumlah/tandan, bentuk, rangkaian); b.6. buah (bentuk, warna, ukuran, rasa, jumlah/pohon, berat/pohon, berat/buah, kualitas seperti aroma, kadar air, kadar gula, dan vitamin/mineral, daya simpan, tebal kulit buah, produksi/hektar); 4

22 b.7. umbi (bentuk, warna, kualitas seperti kadar air, kadar gula dan vitamin/mineral, jumlah per rumpun atau per tanaman, aroma, berat umbi/rumpun, berat/umbi, produksi/hektar); b.8. polong (bentuk, warna, ukuran/panjang, kedudukan, rasa, jumlah setiap tanaman, produksi/hektar); b.9. biji (bentuk, warna, bobot 1000 butir biji kering simpan, kandungan zat, produksi/hektar); dan b.10 bentuk dan ukuran krop. c. Tingkat ketahanan terhadap organisme pengganggu tumbuhan (OPT) utama dan mutu hasil. d. Sifat-sifat yang diunggulkan, terutama sifat agronomis yang memiliki nilai ekonomis, antara lain : d.1. umur panen; d.2. daya hasil; d.3. ketahanan terhadap OPT utama; d.4. ketahanan terhadap cekaman lingkungan; d.5. ketahanan terhadap penyimpanan d.6. toleran benih terhadap kerusakan mekanis d.7. mutu hasil dan nilai gizi d.8. kandungan zat-zat tertentu yang bermanfaat. e. Keseragaman dalam populasi, perbedaan antar varietas serta keunikan varietas. 4. Analisa Data Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistik. C. Deskripsi Varietas Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas Tanaman yang berlaku. III UJI OBSERVASI A.Bahan Pengujian Materi genetik bahan uji observasi antara lain dapat berupa tanaman, calon pohon induk tunggal (PIT), klon, populasi dari calon varietas yang akan dilepas. 5

23 B. Metoda 1. Lokasi a. Agroekologi Lokasi uji observasi adalah wilayah agro-ekologi dimana calon varietas tersebut sudah lama dikembangkan dan dibudidayakan masyarakat secara luas. b. Musim dan Jumlah unit i. Uji observasi mengikuti musim panen sesuai dengan jenis komoditas masing-masing. ii. Dibawah ini disajikan ketentuan jumlah unit dan lama pengamatan untuk uji observasi berdasarkan kelompok komoditas tanaman. Tabel 2. Jumlah unit minimum dan lama pengamatan Uji Observasi (unit) Komoditas/Kelompok tanaman Total unit (minimum ) Lama Pengamatan (minimum) 1 MH & 1 MK Padi sawah, padi pasang surut, jagung 2 Unit Padi ladang 2 Unit 2 MH Kacang-kacangan & Umbiumbian Ubi kayu 2 Unit 2 Unit 1 MH & 1 MK 2 musim panen Tanaman perkebunan 1 populasi tahunan tanaman 2 tahun panen Tanaman perkebunan semusim 1 populasi tanaman 2 musim panen Tanaman pakan ternak 2 unit 2 musim Keterangan iii. Calon varietas yang cocok untuk musim hujan dan musim kemarau diuji dengan cara observasi pada kedua musim dimaksud. iv. Calon varietas yang cocok untuk musim kemarau atau musim hujan hanya diuji dengan cara observasi pada musim yang bersangkutan, minimal pada 3 (tiga) lokasi berbeda. 6

24 2. Rancangan Pengujian a. Metoda pengambilan contoh i. Contoh harus mewakili wilayah agro-ekologi dimana calon varietas tersebut telah lama berkembang. ii. Jumlah contoh harus mengikuti metoda yang sesuai bagi masing-masing komoditi. iii. Pada pertanaman yang telah tersedia datanya diambil berdasarkan jumlah contoh tanaman/ubinan yang memenuhi kaidah statistik. Sebagai pembanding dapat digunakan varietas lain yang telah dilepas atau yang terbaik dilingkungan tumbuh calon varietas tersebut. iv. Seleksi dan cara pemurnian varietas b. Jumlah ulangan dan ukuran petak uji /plot i. Jumlah ulangan disesuaikan dengan luasan areal penyebaran mengikuti kaidah statistik. ii. Ukuran Petak yang dirancang dari awal, untuk tanaman semusim luas petakan uji minimum 12 meter persegi, sedang untuk tanaman tahunan minimum 10 pohon atau 10 rumpun. 3. Pengamatan Pengamatan dikelompokkan menjadi pengamatan utama dan pengamatan data pendukung: a. Pengamatan data utama: Meliputi pengamatan data kuantitatif dan kualitatif tanaman termasuk produksi dan mutu hasil serta sifat-sifat unggul lainnya, untuk penyusunan deskripsi varietas. b. Pengamatan data pendukung: Sebagai kelengkapan persyaratan pelepasan varietas, data pendukung yang perlu disampaikan meliputi antara lain: a) Luas pengembangan calon varietas b) Jumlah petani yang menanam dan lamanya pembudidayaan c) Data produksi dan kontribusinya terhadap pengembangan wilayah dan kesejahteraan petani setempat d) Penerimaan petani terhadap calon varietas tersebut. 4. Analisa data Analisa data dilaksanakan sesuai dengan kaidah statistik C. Deskripsi Deskripsi varietas disusun sesuai deskripsi varietas sebagaimana tercantum dalam Pedoman Pelepasan Varietas Tanaman yang berlaku. 7

25 LAMPIRAN 2 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL: 5 Oktober 2011 SURAT PERMOHONAN PENGUJIAN KEAMANAN LINGKUNGAN TANAMAN PRODUK REKAYASA GENETIK BERSAMAAN DENGAN UJI ADAPTASI ATAU UJI OBSERVASI DI LAPANGAN UJI TERBATAS Nomor :... Tempat, tanggal... Lampiran : Perihal : Permohonan Pengujian Keamanan Lingkungan*) Tanaman Produk Rekayasa Genetik [sebutkan nama komoditas, event dan sifat dari tanaman PRG, misal padi (komoditas) ABG17 (event) tahan penggerek batang padi (sifat)] bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di Lapangan Uji Terbatas Kepada Yth. Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Jakarta Bersama ini kami: 1. Nama Perusahaan/Instansi/ Perorangan *) 2. Akte Pendirian/Legalitas Hukum (terlampir) *) 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terlampir 4. Nama Pimpinan/Penanggung Jawab 5. Alamat Kantor Perusahaan/Instansi/ Perorangan 6. Nomor Kode Perusahaan/Instansi/ Perorangan (bila ada) : : : : : :

26 mengajukan permohonan pengujian keamanan lingkungan *) tanaman produk rekayasa genetik bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di Lapangan Uji Terbatas. Sebagai bahan pertimbangan terlampir disampaikan data dan informasi jawaban pertanyaan untuk melengkapi permohonan dimaksud. Demikian, atas dikabulkannya permohonan ini disampaikan terima kasih. Nama dan Tanda Tangan Pimpinan/Penanggung Jawab Tembusan 1. Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2. Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. 3. Kepala Badan Karantina Pertanian. 4. Ketua Badan Benih Nasional (sebagai laporan). *) Coret yang tidak perlu

27 LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL: 5 Oktober 2011 DAFTAR PERTANYAAN PERMOHONAN PENGUJIAN KEAMANAN LINGKUNGAN TANAMAN PRG BERSAMAAN DENGAN UJI ADAPTASI ATAU UJI OBSERVASI ATAU DI LAPANGAN UJI TERBATAS 1. Informasi Administrasi Tujuan Permohonan: Permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT untuk nama spesies tanaman pertanian: sifat yang diintroduksi: Riwayat ijin permohonan di Indonesia: [Informasi status dari tanaman PRG yang dimintakan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT beserta sifatnya, termasuk penundaan, persetujuan, atau penolakan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dan pelepasan untuk komersial di sini atau di lain jurisdiksi. Sebutkan apakah ini permohonan baru atau perpanjangan.] Riwayat ijin permohonan di luar Indonesia: [Sudah pernahkah permohonan yang sama atau serupa dilakukan sebelumnya di luar Indonesia? Kalau pernah, apa ada negara yang menolak permohonan pengujian tanaman PRG? Kalau ada apa dasar penolakan itu?] Pemohon: [Nama dari lembaga pemohon, termasuk nama penanggung jawab atau peneliti utama pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT] Alamat Lembaga: Telepon: 1

28 Fax: Informasi Lengkap dari Penanggung Jawab pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di LUT: Nama Peneliti Utama: Alamat: Telepon: Fax: Lokasi dan Luas Penelitian yang Diusulkan: [Nama, alamat, , telepon, dan fax dari penanggung jawab pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dan uraian lokasi yang tepat (kampung, desa, kecamatan, kabupaten, propinsi) serta luas areal pengujian (lampirkan peta lokasi dan denah pengujian).] Lama pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di LUT yang Diusulkan: Tanggal pengujian dimulai: Tanggal pengujian diakhiri: 2. Informasi tentang Tanaman 2.1. Informasi tanaman yang tidak direkayasa genetik (non PRG/tetuanya) Bagian ini menguraikan tentang karakteristik dari tanaman yang tidak direkayasa genetik (non PRG/tetuanya). Informasi penting yang terkait dengan cara reproduksi tanaman dan kemampuannya untuk menyebar, tumbuh dan berkembang biak (establishment), serta bertahan hidup di lingkungan dimana tanaman tersebut diintroduksi. 2

29 Nama spesies tanaman (umum dan latin): Pusat asal usul: [Dimana pusat asal usul tanaman yang tidak direkayasa (non PRG/tetuanya)? Apakah ada kerabat liarnya yang secara seksual kompatibel dengan tanaman tersebut? Apakah Indonesia sebagai pusat diversitas genetik tanaman tersebut?] Cara reproduksi tanaman: [Uraikan biologi reproduktif tanaman. Informasi ini dapat diperoleh dari organisasi Ekonomi Kooperasi dan Pengembangan (Organization ofeconomic Co-Operation and Development, OECD) mengenai konsensus dokumen biologi atau sumber lain yang sama, dan harus memuat informasi yang relevan mengenai: persilangan antar spesies dan dalam spesies; produksi serbuk sari, penyebaran, dan viabilitas; produksi biji dan penyebaran; dormansi biji; kemampuan reproduksi secara vegetatif; sifat allelopatik.] Kecenderungan menjadi gulma (weediness) atau invasive: [Apakah tanamanyang tidak direkayasa genetik (non PRG/tetuanya) tersebut dipandang oleh ahli pertanian sebagai gulma di daerah dimana tanaman tersebut dibudidayakan? Apabila ya, apakah ada cara pengendalian yang dapat digunakan secara efektif untuk membatasi penyebaran, tumbuh dan berkembang biak dari tanaman yang tidak direkayasa genetik tersebut? CATATAN: Informasi tentang lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dan bagaimana tanaman PRG akan dikelola telah diuraikan di bagian lain dalam permohonan ini.] Apakah tanaman tersebut dapat tumbuh tanpa dibudidayakan (free living population) di Indonesia? Apabila ya, sebutkan lokasinya? 3

30 Alergenisitas: [Apakah spesies tanaman tersebut diketahui sebagai salah satu sumber bahan (substances) yang beracun atau menyebabkan alergi bagi manusia atau hewan? APABILA ya, identifikasi bahan dan tingkat yang menyebabkan keracunan atau alergi dan spesies yang dipengaruhi.] 2.2. Informasi tanaman yang direkayasa genetik (PRG) Bagian ini ditujukan untuk memberikan informasi tentang sifat yang diinginkan dari rekayasa genetik atau sifat yang diintroduksi dapat mempengaruhi tindakan pengamanan yang dilaksanakan di lapangan uji terbatas (LUT). Nama event tanaman PRG: Uraikan perubahan fenotipik tanaman yang diinginkan: Pengaruh Reproduktif yang Diinginkan: [Apakah rekayasa genetik ditujukan untuk merubah biologi reproduksi tanaman? Bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi cara pelaksanaan pengujian di LUT?] Apa sumber bahan genetik? Apakah sumber bahan genetik akan mempengaruhi keamanan pelaksanaan pengujian di LUT? Apabila ya, bagaimana? [Uraikan sesuatu yang telah diketahui tentang agensia penyebab infeksi yang digunakan dan maksud penggunaannya, apakah sebagai patogen tanaman, hewan, atau manusia atau bahan alergen atau beracun.] Perubahan toksisitas atau komposisi komponen tanaman: [Uraikan adanya perubahan toksisitas, alergenisitas, atau perubahan yang signifikan dari komposisi komponen (antara lain: karbohidrat, protein, lemak, vitamin) yang diinginkan dari tanaman PRG.] 4

31 3. Informasi Genetik Tanaman PRG tentang: elemen genetik; [Meliputi gen interes, sekuen penyandi, promoter, enhanser, terminator, dan sekuen signal polyadenylasi. Lampirkan peta genetiknya] sumber gen interes (berasal dari organisme apa); metode rekayasa genetik yang digunakan (termasuk vektor plasmid); jumlah kopi gen interes dalam genom tanaman PRG; dan stabilitas genetik integrasi gen interes. 4. Uraian tentang pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di LUT: tujuan pengujian, rancangan pengujian/pengkajian, data yang akan dikoleksi, pestisida yang akan digunakan, dan habitat di lokasi pengujian/pengkajian. 5. Pengamanan Genetik (genetic confinement) Bagian ini menguraikan tindakan yang dilakukan dalam upaya pengamanan tanaman PRG dan gen baru. Lampirkan peta lokasi dan denah pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, sekitar lokasi, dan bagian geografis yang relevan seperti saluran air. Apakah ada kerabat liar tanaman PRG di daerah lokasi pengujian tanaman PRG di LUT yang secara seksual kompatibel, dan menghasilkan biji yang viabel? Uraikan tindakan pencegahan penyebaran gen melalui serbuk sari dari tanaman PRG di lokasi LUT: [Tindakan pengamanan genetik yang didasarkan pada biologi tanaman non PRG, antara lain: isolasi reproduktif; isolasi jarak minimum; isolasi waktu; isolasi biologis (jenis tanaman berbeda); dan isolasi fisik.] 5

32 Uraikan tindakan yang dilakukan untuk mengendalikan tanaman volunteer setelah berakhirnya pengujian: [Uraikan tanaman yang dapat ditanam pada lokasi bekas pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, jangka waktu monitoring untuk tanaman volunteer, dan tindakan lain yang diperlukan untuk menjamin bahwa tanaman PRG yang digunakan dalam pengujian LUT tidak bertahan pada lokasi pengujian.] 6. Pengamanan Bahan (material confinement) Bagian ini menguraikan tentang aktivitas kegiatan dalam memelihara bahan tanaman PRG yang dilakukan oleh pelaksana pengujian/pengkajian agar: tidak bercampur dengan bahan tanaman non PRG, tidak menyebar ke lingkungan di luar lokasi LUT, dan tidak dimakan oleh manusia atau hewan ternak. Pengemasan: [uraikan bagaimana bahan tanaman PRG dikemas dan dilabel untuk diangkut ke lokasi pengujian, serta cara pembersihan dan atau pembuangan bahan pengemas.] Pemanenan, pengangkutan, dan penyimpanan: [Uraikan bagaimana bahan tanaman PRG dipanen, termasuk rencana untuk bahan yang akan ditanam lagi, dan bagaimana bahan akan diangkut dan atau disimpan.] Pemusnahan dan pembersihan: [Uraikan bagaimana bahan tanaman PRG yang tidak digunakan dalam pengujian akan dimusnahkan di lokasi pengujian, bagaimana peralatan yang digunakan selama penanaman atau kegiatan lain dibersihkan, dan bagaimana bahan tanaman PRG yang dipanen dan sisa bahan tanaman PRG akan dimusnahkan.] Pengamanan lokasi pengujian/pengkajian: [Uraikan tindakan pengamanan lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT untuk mencegah gangguan oleh manusia atau hewan ternak. Tindakan pengamanan antara lain berupa memasang pagar, pengawasan oleh petugas keamanan, pintu gerbang yang dikunci] 6

33 7. Catatan dan dokumentasi, pelaksana pengujian, dan rencana penanggulangan keadaan darurat Catatan dan dokumentasi: [Uraikan bagaimana semua tindakan pengamanan (genetik dan bahan tanaman PRG) serta data yang dikumpulkan selama pengujian berlangsung, dicatat dan didokumentasikan.] Pelaksana penelitian: [Uraikan tindakan yang dilakukan untuk menjamin agar pelaksana pengujian mempunyai pendidikan yang sesuai, berpengalaman, dan telah dilatih untuk melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan selama pengujian LUT.] Rencana penanggulangan keadaan darurat: [Uraikan tindakan penanggulangan keadaan darurat terhadap lepasnya tanaman PRG yang tidak disengaja, yaitu: pemberitahuan dari penanggung jawab pengujian ke pihak yang berwenang, penemuan kembali dan pemusnahan bahan tanaman PRG yang lepas, dan tindakan lain yang dilakukan untuk mengurangi adanya pengaruh merugikan yang potensial.] 8. Pernyataan Saya menyatakan bahwa sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan saya, informasi dalam permohonan dan semua lampiran adalah lengkap dan benar: Tanda tangan penanggung jawab pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT dari Lembaga Pemohon (Applying Institution): Tanggal: Tanda tangan peneliti utama dari Lembaga Mitra Kerja (Collaborating Institution): Tanggal: 7

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI

METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI I. UMUM. A. Latar belakang Dalam rangka pelepasan suatu varietas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 LAMPIRAN 3 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 DAFTAR PERTANYAAN PERMOHONAN PENGUJIAN KEAMANAN LINGKUNGAN TANAMAN PRG BERSAMAAN DENGAN UJI ADAPTASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 37/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 37/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 37/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang mengingat :

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1721, 2017 KEMENTAN. Pelepasan Varietas Tanaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMENTAN/TP.010/11/2017 TENTANG PELEPASAN VARIETAS

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL: 5 Oktober 2011 METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL: 5 Oktober 2011 METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL: 5 Oktober 2011 METODA BAKU UJI ADAPTASI DAN UJI OBSERVASI I. UMUM. A.Latar belakang Dalam rangka pelepasan suatu varietas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 01/Pert/SR.120/2/2006 TENTANG SYARAT PENAMAAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 01/Pert/SR.120/2/2006 TENTANG SYARAT PENAMAAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 01/Pert/SR.120/2/2006 TENTANG SYARAT PENAMAAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1513, 2014 KEMENTAN. Hewan. Rumpun. Galur. Penetapan. Pelepasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.199, 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Pemasukan. Pengeluaran. Benih Hortikultura. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA Menimbang: a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/Permentan/PK.110/11/2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA TANAMAN PANGAN DAN TANAMAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/7/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/7/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/7/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah No. 1188, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. PRG. Keamanan Pakan. Pengkajian. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMENTAN/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN

Lebih terperinci

PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN

PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN JL. RAGUNAN 29, PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN 2011 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : 68/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, SERTA LAMPIRAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENAMAAN, PENDAFTARAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS ASAL UNTUK PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam perkembangan

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 8. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 70/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 70/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 70/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, SERTA LAMPIRAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.816, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Budidaya. Ikan. Jenis Baru. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PERMEN-KP/2014 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN,

TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sebagai penghargaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2015 KEMENTAN. Benih Bina. Produksi. Sertifikasi. Peredaran. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

Lebih terperinci

SUPLEMEN PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Tentang: Tentang Syarat Dan Tata Cara Permohonan

SUPLEMEN PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Tentang: Tentang Syarat Dan Tata Cara Permohonan SUPLEMEN PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Tentang: Tentang Syarat Dan Tata Cara Permohonan dan Pemberian Hak Perlindungan Varietas Tanaman, Formulir Permohonan Hak Perlindungan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2016 BPOM. Produk Rekayasa Genetik. Pengkajian Keamanan Pangan. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 51/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DAN/ATAU BIBIT TERNAK KE DALAM DAN KE LUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No Pengeluaran Benih Hortikultura sudah tidak sesuai lagi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf

2017, No Pengeluaran Benih Hortikultura sudah tidak sesuai lagi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf No.715, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Benih Hortikultura. Pemasukan dan Pengeluaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 38/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 LAMPIRAN 4 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 5 Oktober 2011 TATACARA PERMOHONAN REKOMENDASI DAN UJI ADAPTASI ATAU UJI OBSERVASI YANG DILAKUKAN BERSAMAAN DENGAN PENGUJIAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.03.12.1564 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PELABELAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha. No.288, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Budidaya. Izin Usaha. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman. No.369, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak DIREKTORAL JENderal peternakan dan kesehatan hewan Kementerian pertanian 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.427, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Produksi. Peredaran. Benih. Bibit. Ternak. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2014 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 241, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sebagai penghargaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENAMAAN, PENDAFTARAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS ASAL UNTUK PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pengembangan persuteraan alam nasional terutama

Lebih terperinci

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 85, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3616) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.148,2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Rekomendasi. Impor. Produk. Hortikultura. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/OT.140/1/2012 TENTANG REKOMENDASI

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2014

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2014 PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK TAHUN 2014 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PERMENTAN/SR.130/5/2009 TAHUN 2009 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN TERNAK KE DALAM DAN KELUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.328, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Persyaratan. Mutu Benih. Bibit Ternak. Sumber Daya Genetik Hewan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/Permentan/OT.140/3/2012

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG KOMISI KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PEWILAYAHAN SUMBER BIBIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/PERMENTAN/ OT.140/2/2012 tentang Pedoman Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Pertanian, perlu

2018, No Peraturan Menteri Pertanian Nomor 06/PERMENTAN/ OT.140/2/2012 tentang Pedoman Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Pertanian, perlu No.236, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Alih Teknologi Pertanian. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PERMENTAN/LB.200/2018 TENTANG PEDOMAN ALIH TEKNOLOGI PERTANIAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK, DAN TERNAK POTONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2011 TENTANG ANALISIS RISIKO IMPORTASI IKAN DAN PRODUK PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 08/MEN/2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN IKAN JENIS ATAU VARIETAS BARU KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/Permentan/OT.140/9/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/Permentan/OT.140/9/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/Permentan/OT.140/9/2014 TENTANG KUALIFIKASI KEAHLIAN DAN KEMAMPUAN TERTENTU SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG HORTIKULTURA DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN JAKARTA DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 04 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN I. UMUM Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumberdaya hayati yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 39/Permentan/OT.140/6/2010 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG METODE SELEKSI DALAM PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG METODE SELEKSI DALAM PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 34/Permentan/OT.140/7/2008 TENTANG METODE SELEKSI DALAM PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

No.1826, 2014 KEMENTAN. Benih Tanam. Pemasukan. Pengeluaran. Pencabutan.

No.1826, 2014 KEMENTAN. Benih Tanam. Pemasukan. Pengeluaran. Pencabutan. No.1826, 2014 KEMENTAN. Benih Tanam. Pemasukan. Pengeluaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/Permentan/SR.120/11/2014 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH TANAMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.680, 2015 KEMENTAN. Izin Usaha. Pertanian. Penanaman Modal. Rekomendasi Teknis. SOP. Tata Cara. Syarat. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/HK.140/4/2015

Lebih terperinci

DESKRIPSI VARIETAS BARU

DESKRIPSI VARIETAS BARU PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kantor Pusat Deprtemen Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan,

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG SYARAT, TATA CARA DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN REKOMENDASI TEKNIS IZIN USAHA DI BIDANG PERTANIAN DALAM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.908, 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Kakao. SNI. Pascapanen, Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 07 /V-PTH/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 07 /V-PTH/2007 TENTANG DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 07 /V-PTH/2007 TENTANG KRITERIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.818, 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Benih Hortikultura. Produksi. Sertifikasi. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/SR.120/8/2012

Lebih terperinci