BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini akan membahas kajian teori yang berisi tentang dua bahasan. Bahasan yang pertama akan dijelaskan secara rinci pengertian LKS, fungsi dan kegunaan LKS, jenis-jenis LKS, syarat-syarat penulisan LKS, dan langkahlangkah penyusunan LKS. Bahasan yang kedua berisi tentang pembelajaran tematik terintegrasi, pembelajaran saintifik di SD, serta LKS dengan konsep tematik terintegrasi. Selain kajian teori bab ini berisi kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis pengembangan berkenaan dengan pengembangan bahan ajar LKS yang akan peneliti susun. 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori akan membahas pengertian dari LKS, pembelajaran dengan konsep tematik terintegrasi, pendekatan saintifik, dan bagaimana pengembangan LKS. Pembahasannya akan dijabarkan sebagai berikut LKS Pengertian LKS Dalam pencapaian keberhasilan suatu pembelajaran khususnya di SD, banyak faktor pendukung yang harus dimiliki dan digunakan guru maupun siswa, baik berupa metode, media pembelajaran, dan bahan ajar, baik berupa cetak maupun non cetak. Salah satu sumber pembelajaran cetak yang paling banyak digunakan untuk membantu pencapaian pembelajaran adalah LKS. Terdapat beberapa pandangan dan pendapat mengenai pengertian LKS. Sebagaimana diungkap dalam Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Diknas, 2004) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Suatu tugas yang diperintahkan dalam Lembar Kerja Siswa harus jelas kompetensi dasar yang harus dicapai. LKS yang baik dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan di era ini, merupakan LKS yang dapat mengembangkan pemikiran dan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah, maupun menemukan hal yang baru dalam pemantapan dan pemahaman materi ajar. Pernyataan ini sesuai dengan 7

2 8 yang dikemukakan oleh Muslimin Ibrahim (dalam Trianto (2011:244) yang menyatakan bahwa LKS digunakan untuk mengaktifkan siswa, membantu siswa dalam menemkan dan mengembangkan konsep, melatih siwa menemukan konsep, menjadi alternative cara penyajian materi pelajaran yang menekanan keaktifan siswa, serta dapat memotivas siswa. Dari beberapa pendapat ahli yang sudah diuraikan dapat didefinisikan bahwa, pada dasarnya LKS merupakan sekumpulan ringkasan dari materi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dan pembelajaran yang sudah didapat siswa, serta terdapat latihan untuk siswa yang disusun secara terstruktur langkah demi langkah secara teratur dan sistematis, sehingga siswa dapat mengikutinya dengan mudah. Oleh karena itu, LKS yang dikerjakan secara mandiri oleh siswa diharapkan dapat menumbuhkan pemikiran yang aktif dan kretif, melalui rangkuman dan latihan soal yang terdapat di dalam LKS Fungsi dan Kegunaan LKS LKS yang disesuaikan dengan materi dan pembelajaran yang didapat siswa, akan menunjang serta mempermudah pemahaman siswa dalam penguasaan materi. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Andi Prastowo (2011: ) menyatakan bahwa LKS sangat penting dalam pembelajaran, yang tidak lepas dari pengkajian tentang fungsi, tujuan, dan kegunaan LKS itu sendiri. Berikut adalah penjabaran dari masing-masing kajian tersebut. Terdapat empat fungsi dari LKS sebagai berikut. a) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik; b) Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan; c) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta d) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik. Dalam hal ini paling tidak ada empat poin yang menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu : a) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan;

3 9 b) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan; c) Melatih kemandirian belajar peserta didik; dan d) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik. Sehingga dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa, LKS disusun untuk mempermudah guru maupun siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran, menuntun siswa untuk bekerja dan memecahkan masalah secara mandiri. Sehingga secara tidak langsung akan membentuk karakter yang pekerja keras, tidak mudah menyerah yang ditunjukkan dalam memecahkan suatu masalah melalui pengerjaan tugas secara mandiri. Serta LKS juga berguna untuk melatih siswa dalam mengembangkan pemikirannya untuk lebih aktif dan kreatif. Mengenai kegunaan LKS bagi kegiatan pembelajaran tentu saja ada cukup banyak kegunaan. Bagi pendidik misalnya, melalui LKS meraka mendapat kesempatan untuk memancing peserta didik agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode yang biasa diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatn LKS adalah metode SQ3R atau Surey, Question, Read, Recite, and Review (menyurvei, membuat, pertanyaan, membaca, meringkas, dan mengulang). Adapun penjelasan masing-masing tahap itu adalah sebagai berikut. Pertama, tahap survey. Pada kegiatan ini, peserta didik diminta untuk membaca secara sepintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika diberikan. Kedua, taham question. Pada kegiatan ini, peserta didik diminta untuk menuliskan beberapa pernyataan yang harus merka jawab sendiri pada saat membaca materi yang diberikan. Ketiga, tahap read. Pada kegiatan ini, peserta didik dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi dan membubuhkan tanda tangan khusus pada matiri yang diberikan. Contohnya, peserta didik diminta untuk membubuhkan tanda kurung pada ide utama, menggarisbawahi rincian yang menujang ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah kita siapkan pada tahap question.

4 10 Keempat, tahap recite. Pada kegiatan ini, peserta didik, diminta untuk menguji diri merka sendiri pada saat membaca, kemudian diminta untuk meringkas materi menggunakan kalimat mereka sendiri. Kelima, tahap reviw. Pada tahap ini, peserta didik diminta sesegera mungkin untuk melihat kembali materi yang sdah selesai dipelajari sesaat setelah selesai mempelajri materi tersebut. Jadi dalam penggunaan dan pemanfaatkan LKS yang sudah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa, siswa tidak serta merta hanya mengerjakan soal-soal dan latihan yang tersaji didalamnya saja. Namun sebelum itu juga mereka harus melalui proses berupa pengamatan dan pemahaman materi secara menyeluruh sesuai dengan petunjuk-petunjuk pengerjaan LKS. Dengan demikian apabila siswa sudah mampu melalui langkah demi langkah untuk pemahaman dan pengerjaan tugas dalam LKS secara mandiri, diharapkan kedepannya mereka bisa menerapkan proses ilmiah yang terdapat dalam LKS untuk diterapkan pada pemecahan suatu masalah pembelajaran lainnya Jenis-jenis LKS Sama halnya dengan bahan ajar yang memilki banyak variasi, seperti macam-macam komik pembelajaran, dan modul. LKS pun juga memilki berbagai jenis yang memilki fungsi yang bergam, seperti yang dijabarkan oleh (Muhammad Rohman, 2013), mengenai jenis-jenis LKS dan berikut penjelasannya: a. LKS yang Membantu Siswa Menemukan Suatu Konsep LKS ini menyajikan suatu fenomena sederhana baik itu yang terjadi di lingkungan sosial anak maupun fenomena-fenomena alam yang berkaitan dengan materi ajar. Siswa diminta untuk mengamati fenomena tersebut. Selama proses mengamati ini, aktivitas mental siswa berlangsung berupa menalar, menganalisis, dan sebagainya. Proses ini merupakan proses mengonstruksi ilmu pengetahuan yang ada dalam otak siswa dan menghubungkan dengan pengetahuan baru yang didapatnya. Setelah proses konstruksi ini maka siswa akan mendapatkan atau menemukan konsep baru berkaitan dengan materi yang dipelajarinya. Penemuan konsep baru ini tidak lepas dari bimbingan guru berupa penyajian pertanyaan-

5 11 pertanyaan analisis untuk membantu siswa mengaitkan fenomena yang diamati dengan konsep baru yang akan dibangun siswa dalam benaknya. b. LKS yang Membantu Siswa Menerapkan dan Mengintegrasikan Suatu Konsep yang Telah Ditemukan Setelah siswa berhasil menemukan konsep, siswa dilatih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Contoh LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan suatu konsep yang telah ditemukan yaitu LKS tentang gaya dan gerak yang dapat melatihkan kemampuan merancang dan melaksanakan percobaan bagi siswa. Konsep gaya dan gerak ini dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan berada di lingkungan sekitar siswa. c. LKS yang Berfungsi Sebagai Penuntun Belajar LKS ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku pelajaran. Siswa tidak akan dapat mengerjakan LKS ini dengan benar jika tidak membaca buku pelajaran terlebih dahulu, sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu siswa menghafal dan memahami materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku. LKS jenis ini juga sesuai dengan keperluan remidi. d. LKS yang Berfungsi Sebagai Penguatan LKS ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. LKS jenis ini hampir sama dengan LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar, namun materi pembelajaran yang dikemas di dalam LKS ini lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku pelajaran. LKS jenis ini cocok untuk pengayaan. e. LKS yang Berfungsi Sebagai Petunjuk Praktikum. LKS jenis ini umumnya terdapat pada pembelajaran sains. Mengacu kepada Meril Physcal Science: Laboratory Manual dalam Muhammad Rohman (2013), isi petunjuk praktikum diorganisasikan adalah (a) pengentar berisi uraian singkat dari materi pelajaran berupa konsep-konsep yang berkaitan dengan praktikum; (b) tujuan berisi kompetensi atau indikator yang ingin dicapai oleh siswa berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan pada pengantar atau berkaitan dengan unjuk kerja siswa; (c) alat dan bahan yang diperlukan untuk

6 12 praktikum; (d) prosedur kegiatan berisi instruksi kepada siswa untuk melakukan kegiatan secara terstruktur atau terurut; (e) data hasil pengamatan berisi tabel atau grafik kosong untuk diisi siswa sesuai hasil praktikum; (f) analisi yang berisi bimbingan untuk melakukan analisis data pengamatan; (g) kesimpulan berisi pertanyaan-pertanyaan yang dirancang guru untuk menghasilkan jawaban berupa kesimpulan dari siswa; (h) langkah selanjutnya yaitu berisi kegiatan perluasan, proyek, atau telaah pustaka untuk membantu siswa belajar lebih lanjut berkaitan dengan materi pelajaran atau materi praktikum yang telah dilakukan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan tersebut, dapat diidentifikasi bahwa LKS digunakan untuk memantapkan dan memperdalam konsep siswa dalam memahami suatu materi. Selain melalui latihan soal dan pengerjaan tugas, ada pula LKS yang ditujukan untuk menuntun siswa untuk memperkuat konsep melalui percobaan yang langkah dan caranya dituangkan di dalam LKS. Jadi LKS bukan hanya dapat digunakan untuk pengerjaan soal latihan saja, namun juga dapat dimanfaatkan untuk mencari menarik kesimpulan pada sebuah konsep yang dipelajari melalui percobaan yang dapat dilakukan, baik secara mandiri maupun berkelompok Kriteria Penulisan LKS Setelah mengetahu tujuan, fungsi dan jenis-jenis LKS. Penulis akan menjabarkan apa saja syarat-syarat penulisannya, LKS yang disusun harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu agar menjadi LKS yang berkualitas, sesuai yang diungkapkan oleh Muslimin Ibrahim dalam (Trianto 2011:224). Terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi, sebagai berikut. a. Mengacu pada kurikulum b. Mendorong siswa untuk belajar dan bekerja c. Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami d. Tidak dikembangkan untuk menguji konsep-konsep yang sudah diujikan guru dengan cara duplikasi.

7 Pengembangan LKS Pada dasarnya sebuah LKS yang digunakan dalam pembelajaran, merupakan sumber belajar siswa yang tidak hanya memuat ringkasan materi saja, namun juga terdapat langkah-langkah penemuan suatu konsep baru maupun tugas yang dapat menumbuhkan keaktifan dan kreatifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Agas LKS pembelajaran dapat difungsikan secara baik, maka perlu mengetahui syarat dalam mengembangkan LKS pembelajaran sesuai yang diungkapkan oleh Muslimin Ibrahim (dalam Trianto (2011: ) yaitu terdapat tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengembangkan LKS, yaitu persyaratan pedagogic, persyaratan konstruksi, dan teknis. Persyaratan pedagogik: LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran yang efektif, seperti memberi tekanan pada proses penemuan konsep atau sebagai petunjuk mencari tahu dan mempertimbangkan perbedaan individu, sehingga LKS menggunakan berbagai strategi. Persyaratan konstruksi: menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, menggunakan struktur kalimat yang sederhana, pendek, dan jelas tidak berbelit, memiliki tata urutan yang sistematik, memiliki tujuan belajar yang jelas, memiliki identitas untuk memudahkan pengadministrasisan. Persyaratan teknis: mencakup tulisan, gambar, dan tampilan. Tulisan menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topic, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah, jumlah kata dalam satu baris tidak lebih dari 10 kata. Gambar harus bisa menyampaikan pesan atau isi secara efektif. Gambar harus cukup besar dan jelas detailnya. Tampilan disusun sedemikain rupa sehingga ada harmonisasi antara gambar dan tulisan, tampilan harus menarik dan menyenangkan untuk meningkatkan motivasi. Dari pendapat ahli yang telah diuraiakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan LKS harus disesuaikan dengan tingkat berfikir dan karakeristik siswa SD pada umumnya. Sehingga LKS yang dikembangkan nantinya, akan mudah dimengerti dan dapat ditelaah siswa walaupun dikerjakan secara mandiri Langkah-langkah Penyususnan LKS Pada dasarnya pembelajaran dapat dikatakan lengkap apabila guru dapat mengembangkan bahan ajar khususnya LKS, supaya siswa dapat berperan aktif

8 14 dalam kegiatan belajar mengajar. LKS yang dikembangkanpun harus sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku dan karaktareristik pembelajaran. Pengembangan LKS memerlukan persiapan yang matang dalam perencanaan materi (isi) dan tampilan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Materi LKS harus diturunkan dari Standar Kompetensi dan kompetensi Dasar yang telah ditetapkan, dan tampilan (desain) dikembangkan untuk memudahkan siswa berinteraksi dengan materi yang diberikan. Adapun langkah-langkah dalam pembuatan LKS menurut Diknas dalam Prastowo 2012 (212:215) adalah sebagai berikut: a. Melalukan Analisis Kurikulum Analisis kurikulum merupakan langkah pertama dalam penyusunan LKS. Langkah ini dimaksdukan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada umumnya, dalam menentukan materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan. Selanjutnya kita harus mencermati kompetensi yang mesti dimiliki oleh peserta didik. Jika semua langkah tersebut telah dilakukan, maka kita harus bersiap untuk memasuki langkah berikutnya, yaitu menyusun peta kebutuhan LKS. b. Menyusun Peta Kebutuhan LKS Peta kebutuhan LKS diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKS-nya. Sekuens LKS diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan yaitu diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar c. Menentukan Judul-Judul LKS Judul LKS ditentukan atas dasar Kompetensi Dasar (KD). Materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurilkulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam Materi Pokok (MP) mendapatkan maksimal empat (4) MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun apabila diuraikan menjadi lebih dari empat (4) MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah menjadi dua judul LKS. Jika judul LKS telah ditentukan, maka langkah

9 15 selanjutnya yaitu mulai melakukan penulisan. d. Penulisan LKS Untuk menulis LKS, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1) Merumuskan KD dan Indikator Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari dokumen BSNP. Kesesuaian materi dengan kompetensi dasar sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran. 2) Menentukan Alat Penilaian Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja siswa. Karena pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah kompetensi, dimana penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompetensi maka penilaian melalui proses dan hasilnya. 3) Menyusun Materi Materi LKS tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, dan jurnal hasil penelitian. Agar pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat, maka dalam LKS harus ditunjukkan referensi yang dapat digunakan agar siswa dapat membaca lebih jauh materi tersebut. Selain itu, tugas yang diberikan kepada siswa juga harus jelas. 4) Memperhatikan Struktur LKS Langkah terakhir dalam penyusunan LKS, adalah memahami bahwa struktur LKS terdiri dari 6 komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung tugas dan langkah kerja, serta penilaian. Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan, penulis menyesuaikan langkah pembuatan LKS dengan tahapan pengembangan ADDIE. Pada tahap pengembangan penulis menggunakan langkah-langkah pembuatan LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik sebagai berikut. Pertama ialah mengumpulkan referensi materi, kedua menyusun kerangka LKS, ketiga ialah merancang pembelajaran sesuai tujuan pembuatan LKS, keempat menyusun LKS sesuai kerangka dan alur pembelajaran, kelima yaitu melengkapi unsur LKS

10 16 sesuai kerangka, dan yang terakhir adalah merancang tampilan Pembelajaran Tematik Terintegrasi Dalam kurikulum terbaru pendidikan di Indonesia, yaitu kurikulum Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran tematik terintegrasi. Hal ini sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh( Permendikbud No: 57 th 2014), dengan pengertian pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai pembelajaran yang menghubungkan berbagai gagasan, konsep, keterampilan, sikap, dan nilai, baik antar mata pelajaran maupun dalam satu mata pelajaran.pembelajaran tematik memberi penekanan pada pemilihan suatu tema yang spesifik yang sesuai dengan materi pelajaran, untuk mengajar satu atau beberapa konsep yang memadukan berbagai informasi. Pembelajaran dengan menggunakan model tematik terpadu akan membentuk pemikiran yang aktif dan kretif pada diri siswa, seperti yang diungkapkan oleh bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu yang menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam memecahkan masalah, sehingga hal ini menumbuhkan kretivitas sesuai dengan potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan yang lain. Sekaligus dengan diterapkannya pembelajaran tematik, siswa diharapkan dapat belajar dan bermain dengan kreaivitas yang tinggi. Pembelajaran tematik berdasar pada filsafat konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan yang dimiliki peserta didik merupakan hasil bentukan peserta didik sendiri. Peserta didik membentuk pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan, bukan hasil bentukan orang lain. Proses pembentukan pengetahuan tersebut berlangsung secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimiliki peserta didik menjadi semakin lengkap. Pembelajaran tematik menekankan pada keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung

11 17 dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar peserta didik. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu peserta didik dalam membentuk pengetahuannya, karena sesuai dengan tahap perkembangannya peserta didik yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik). Pembelajaran tematik memiliki ciri khas, antara lain: 1. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik; 3. Kegiatan belajar dipilih yang bermakna dan berkesan bagi peserta didik sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4. Memberi penekanan pada keterampilan berpikir peserta didik; 5. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui peserta didik dalam lingkungannya; dan 6. Mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Tujuan dari pembelajaran tematik adalah: a. Menghilangkan atau mengurangi terjadinya tumpang tindih materi. b. Memudahkan siswa untuk melihat hubungan-hubungan yang bermakna.

12 18 c. Memudahkan siswa untuk memahami materi/konsep secara utuh sehingga penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat. Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran tematik sama dengan langkah-langkah pada model pembelajaran lainnya seperti pada model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, atau model pembelajaran berdasarkan masalah. Secara umum terdapat tiga tahap pada pembelajaran yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. (Prabowo dalam Trianto, 2012: 63). Berikut ini tahapa dalam pembelajaran tematik yang dikemukakan oleh Trianto (2012: 64) sebagai berikut. a.tahap Perencanaan Dalam tahap perencanaan ini, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya: (1) menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan; (2) memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator; (3) menentukan sub keterampilan yang dipadukan; (4) merumuskan indikator hasil belajar; dan (5) menenntukan langkah-langkah pembelajaran. b.tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan pembelajaran tematik mengikuti skenario langkahlangkah pembelajaran yang telah dirancang pada tahap perencanaan. Dalam pelaksanaannya, guru berperan sebagai fasilitator yang menyediakan lingkungan belajar bagi siswa dan memberikan kemudahan-kemudahan untuk siswa selama berlangsaungnya kegiatan pembelajaran sehingga siswa aktif sebagai pebelajar mandiri. Perlu adanya kejelasan dalam memberikan tanggung jawab baik kepada individu maupun kelompok sehingga menuntut kerjasama kelompok. Selain itu juga guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang muncul di luar perkiraan atau di luar perencanaan. c.tahap Evaluasi Tahap evaluasi ini diklasifikasikan ke dalam dua jenis evaluasi, yaitu evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Dalam tahap evaluasi ini perlu memperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu, yaitu: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping

13 19 bentuk evaluasi lainnya; (2) guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai Karakteristik Pembelajaran Tematik Teintegrasi Pembelajaran tematik teintegrasi berbeda dengan pembelajaran konvensional yang sudah sejak lama diterapkan di sekolah. Terdapat beberapa hal yang menjadi ciri pembeda pembelajaran tematik dengan pembelajaran konvensional. Berikut ini karakteristik pembelajaran tematik yang dikemukakan oleh Ibnu (2013:44-45) diantaranya adalah : a. Berpusat pada siswa Dalam proses pembelajaran berbasis tematik terpadu, siswa dipandang sebagai subjek belajar secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar dan bukan dipandang hanya sebagai objek semata. Paradigma siswa belajar dengan cara DDCT (Duduk Dengar Catat dan Hafalkan) secara perlahan harus dirubah. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dimana guru memberi ruang yang luas agar siswa dapat berekspresi sesuai dengan tema yang diajarkan. b. Memberikan pengalaman langsung Siswa dihadapkan pada pembelajaran yang konkret, bukan hanya sekedar mendengarkan penjelasan dari guru ataupun membaca dari buku teks pelajaran yang ada. Siswa dapat mengamati, meraba, merasakan, serta membayangkan secara nyata objek yang dipelajari. Akan sangat membantu apabila objek yang dipelajari berkaitan langsung dengan kehiupan siswa sehari-hari. c. Tidak terjadi pemisahan materi pelajaran secara jelas Penggabungan beberapa mata pelajaran menjadi sebuah tema bukan berarti menghilangkan esensi mata pelajaran sehingga mengaburkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar siwa memahami suatu substansi materi secara utuh. d. Bersifat fleksibel Dalam proses belajar mengajar guru harus dapat bersikap luwes (fleksibel). Dalam implementasinya guru harus dapat mengaitkan suatu materi pelajaran dengan materi pelajaran lainnya, bahkan guru harus mampu mengaitkan

14 20 dengan nilai yang belaku di lingkungan sehari-hari siswa seperti nilai agama, kesopanan, dan lain sebagainya. e. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Salah satu penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum diketahui bahwa standar kompetensi lulusan (SKL) kurikulum 2013 diturunkan dari kebutuhan siswa. Dengan kata lain materi pelajaran yang dikuasai oleh siswa merupakan hal yang nantinya sangat berguna, dibutuhkan, serta dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan intelektual dan kehidupan siswa. f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan Pembelajaran akan lebih hidup jika siswa merasa senang mengikuti kegiatannya dan tidak ada unsur keterpaksaan, sehingga materi ajar akan lebih mudah dipahami siswa. Oleh karena itu dalam merancang pembelajaran tematik perlu memperhatikan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. g. Mengembangkan komunikasi siswa Pembelajaran tematik menekankan adanya interaksi dengan siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Kemampuan berinteraksi merupakan salah satu indikator untuk mengukur keaktifan siswa. Kemampuan berinteraksi ini perlu dilatih karena tuntutan dunia kerja saat ini mengharuskan seseorang mempunyai kemampuan interaksi yang baik dengan orang lain agar dapat membangun team work yang berkompeten, bukan hanya mengandalkan kemampuan akademis semata. h. Menekankan proses daripada hasil Pembelajaran yang dilakukan tidak menilai keberhasilan siswa dengan angka, melainkan dari setiap tahapan yang dilalui siswa dalam pengalaman belajar mereka Pembelajaran Saintifik di SD Untuk mengetahui apa itu pembelajaran berbasis sains, maka perlu dipahami terlebih dahulu definisi dari pembelajaran dan sain. Secara sederhana, pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, yakni antara guru sebagai pemberi informasi, dan siswa sebagai penerima informasi. Hal ini sesuai

15 21 dengan pendapat Mulyasa (2014:99) yang menyatakan bahwa pendekatan yang dilatihkan dan diunggulkan adalah pendekatan saintifik (saintific approach). Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menekankan keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan yang memungkinkan siswa aktif dalam proses mangamati, menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan, dan membangun jejaring. Empat kemampuan yang disebutkan pertama dibutuhkan dalam rangka pembentukan kemampuan personal, sedangkan membangun jejaring merupakan kemampuan interpersonal. Pendekatan saintifik juga berguna untuk melatih kemampuan soft skill dan hard skill. Hal ini sesuai denganpendapat Imas & Berlin (2014:26) yang menyatakan bahwa proses pembelajaran Kurikulum 2013 khususnya di tingkat Sekolah Dasar dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik yang menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan dan menyeimbangkan antara soft skill dan hard skill. Dalam pedoman pembelajaran tematik terpadu (Permendikbud No 57 Tahun 2014) dinyatakan bahwa dalam implementasi kurikulum 2013 pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saintifik. Di dalam pembelajaran siswa difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Keaktifan siswa ini terlampir dalam lampiran I Permendikbud No 57 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan pendekatan pembelajaran saintifik. Lebih lanjut Hosnan (2014:34) menyatakan implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis sains adalah proses transfer ilmu dua arah antara guru (sebagai pemberi informasi) dan siswa (sebagai penerima informasi) dengan metode tertentu (proses sains). Jadi, yang dimaksud pembelajaran berbasis sains adalah pembelajaran yang menjadikan sains (murni) sebagai metode atau pendekatan dalam proses

16 22 pembelajaran sehingga, pembelajaran menjadi lebih kreatif, dan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. (Permendikbud No ) Pembelajaran adalah suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Keluarga merupakan tempat pertama bersemainya bibit sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Kurikulum 2013 menggunakan modus pembelajaran langsung (direct instructional) dan tidak langsung (indirect instructional). Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan menggunakan pengetahuan peserta didik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP. Dalam pembelajaran langsung peserta didik melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung, yang disebut dengan dampak pembelajaran (instructional effect). Pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang terjadi selama proses pembelajaran langsung yang dikondisikan menghasilkan dampak pengiring (nurturant effect). Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap yang terkandung dalam KI-1 dan KI-2. Hal ini berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pengembangan nilai dan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku, dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan

17 23 masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler baik yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat (luar sekolah) dalam rangka mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan nilai dan sikap. Sesuai yang dicantumkan pada Permendikbud No. 81A, pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 deskripsi langkah pembelajaran sebagai berikut. Tabel 1 Deskripsi Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi yang dikembangkan Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari atau dengan alat) informasi Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan diamati atau pertanyaan merumuskan untuk mendapatkan pertanyaan untuk informasi tambahan tentang membentuk pikiran apa yang diamati (dimulai kritis yang perlu untuk dari pertanyaan faktual hidup cerdas dan sampai ke pertanyaan yang belajar sepanjang hayat bersifat hipotetik) Langkah Pembelajaran Mengamati (observing) Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa Menanya (questioning) Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang Mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting) Menalar/Mengasosiasi (associating) - melakukan eksperimen - membaca sumber lain selain buku teks - mengamati objek/ kejadian/ - aktivitas - wawancara dengan nara sumber - mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,

18 24 Langkah Pembelajaran Mengomunikasikan (communicating) Kegiatan Belajar mengumpulkan/eksperi men mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya Kompetensi yang dikembangkan kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. *) Dapat disesuaikan dengan kekhasan masing-masing mata pelajaran. Kurikulum 2013 yang baru-baru ini diterapkan pada pembelajaran menekankan penerapan pendekatan saintifik dalam seluruh kegiatan belajar siswa. Menurut Kemendikbud, Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

19 25 c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran. e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan. g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. Langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada pendekatan saintifik harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Jika digambarkan dalam bentuk diagram pada gambar 1 berikut ini. Gambar 1 Ranah Pembelajaran

20 26 1) Ranah sikap menyajikan materi ajar agar peserta didik tahu mengapa. 2) Ranah keterampilan menyajikan materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana. 3) Ranah pengetahuan menyajikan materi ajar agar peserta didik tahu apa. 4) Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pada intinya, hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam kurikulum 2013 meliputi aktivitas sains berupa mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Jika digambarkan dalam bentuk bagan seperti gambar 2 sebagai berikut. Gambar 2 Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Langkah-langkah pembelajaran Saintifik sesuai dengan pendapat Imas Kurniasih 2014 (26-45) sebagai berikut. a. Mengamati Kegiatan mengamati ini mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Keunggulan dari kegiatan ini yaitu dengan

21 27 menyajikan obyek secara nyata kepada siswa, maka siswa akan merasa tertantang untuk mengetahui lebih lanjut tentang obyek tersebut, sehingga siswa merasa senang selama proses pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi, siswa menemukan fakta keterhubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang disajikan oleh guru. b. Menanya Siswa yang aktif salah satunya terlihat dari intensitas mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Agar siswa aktif bertanya, guru perlu menstimulasinya dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat mendorong siswa agar mau mengungkapkan pikiran dan ide-idenya. Berbeda dengan penugasan yang mengharuskan tindakan nyata dari siswa, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah pertanyaan tidak selalu dalam bentuk kalimat tanya, dapat juga dalam bentuk pernyataan, dengan catatan keduanya memperoleh tanggapan verbal dari siswa. c. Menalar Menalar merupakan proses berfikir logis dan sistematis terhadap faktakata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran yang dimaksudkan dalam kurikulum 2013 yaitu berhubungan dengan proses asosiasi. Menurut kamus besar bahasa indonesia asosiasi bermakna pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra. Berangkat dari pengertian tersebut, istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokan beragam ide dari peristiwa atau fenomena yang terjadi dan menghubungkannya dengan ide atau gagasan yang telah tersimpan dalam memori siswa sebelumnya sehingga terbentuklah gagasan baru yang tercipta dari proses asosiasi tersebut. Proses ini dikenal sebagai proses menalar. d. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi pembelajaran

22 28 yang sesuai. Dengan kegiatan mencoba ini maka pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa karena siswa diberi kesempatan secara langsung berinteraksi dengan peristiwa, fenomena, dan lingkungan nyata. Proses ini diharapkan dapat mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar siswa, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. e. Membentuk Jejaring Jejaring dalam pendekatan saintifik ini berkaitan dengan pembelajaran kolaboratif. Kolaboratif atau kolabirasi merupakan istilah dari kerja sama. Sehingga pembelajaran kolaboratif ini diartikan sebagai penciptaan situasi kerja sama baik antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa (kelompok). Dalam pembelajaran kolaboratif ini guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa belajar secara berkelompok. Berdasarkan pendapat ahli diatas, penulis merangkum pembelajaran saintifik dalam tahap 5M yaitu dengan Mengamati, Menanya, Mengumpulkan Informasi, Mengasosiasi, dan Mengkomunikasikan. Tahapan tersebut dipilih karena disesuiakan dengan kebutuhan siswa dan karakteristik siswa sesuai dengan buku guru dan siswa yang diterbitkan pemerintah LKS dengan Konsep Tematik Terintegrasi Berdasarkan uraian mengenai LKS, model pembelajaran tematik terpadu, dan pendekatan saintifik dapat diketahui bahwa LKS yang akan dikembangkan merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggabungkan beberapa materi pelajaran menjadi satu kesatuan tema yang utuh dengan menggunakan pendekatan saintifik. Fakta di lapangan yang mengungkapkan bahwa masih terdapat permasalahan terkait dengan materi pelajaran pada buku siswa masih berdiri sendiri serta masih kurang sesuainya silabus, KD, serta substansi materi pada buku pegangan siswa, maka dapat diidentifikasi karakter bahan ajar modul yang akan peneliti susun adalah sebagai berikut: 1. Dikemas sesuai dengan karakteristik siswa 2. Menggunakan bahasa yang komunikatif sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa

23 29 3. Menggunakan pendekatan saintifik 4. LKS dibuat dalam lingkup satu subtema yang terdiri dari enam pembelajaran 5. Memadukan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik serta mengedepankan nilai religi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini mengenai pengembangan Lembar Kerja Siswa berbasis pendekatan saintifik pada subtema daur air di sekolah dasar. Berdasarkna hasil studi literatur, peneliti menemukan beberapa tulisan atau penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian dari Anita Saradima, Nina Kadaritna, Ila Rosilawati, yaitu Pengembangan LKS dengan Pendekatan Scientific pada Materi Kelarutan dan Hasil Kelarutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan layak digunakan sebagai sumber belajar lain penunjang pembelajaran. Hal ini didasarkan pada skor penilaian diperoleh melalui tahap uji coba yang menghasilkan presentase respon siswa dengan rata-rata persentase jawaban terhadap aspek keterbacaan dan kemenarikan termasuk dalam kriteria sangat tinggi, dengan 87,87% dan 86,42%. Kedua, penelitian dari Afifah Hidayati dkk yang berjudul Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Problem Based Learning Bermuatan Sikap Spiritual Sosial dengan Penilaian Autentik. Penelitian yang dilakukan diketahui bahwa LKS yang dikembangkan efektif untuk meningkatkan keaktifan, hasil belajar dan karakter siswa. Hal tersebut ditunjukkan batas layak secara teoritis dengan persentase 91% (kategori: sangat layak) dan secara empiris berdasarkan ketuntasan indikator hasil belajar 99,31%. Hasil belajar tersebut sesuai dengan standar KKM yaitu 75% dapat dikatakan layak digunakan. Pengembangan LKS ini juga memiliki kualitas kemenarikan sangat menarik dengan kategori skor 3,55, kualitas kemudahan sangat mudah dengan kategori skor 3,56, kualitas kebermanfaatan sangat bermanfaat dengan kategori skor 3,70; dan (3) LKS dinyatakan efektif di- gunakan sebagai media pembelajaran ber- dasarkan perolehan hasil belajar siswa yang mencapai nilai rata-rata 80 dengan persen- tase

24 30 kelulusan sebesar 88,9 % pada uji coba pemakaian terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 3 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2014/ Wulandari 2013 melakukan penelitian dengan judul Pengembangan LKS Berbasis Cerita Bergambar pada Materi Sistem Pencernaan di SMP. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar, sesudah dan sebelum menggunakan produk yang dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan rekapitulasi hasil belajar kognitif siswa dari ketuntasan klasikal 60 % sebelum LKS dikembangkan dan setelah LKS dikembangkan menjadi 85% pada kelas VIII A, namun ada 3 siswa yang tidak tuntas dikarenakan siswa tidak memiliki semangat belajar. Mereka tidak antusias mengikuti pembelajaran dan 90% pada kelas VIII B, tetapi ada 2 siswa yang tidak tuntas. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan LKS bergambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa penelitian relevan diatas peneliti akan melakukan penelitian serupa, dengan pengembangan bahan ajar LKS pembelajaran tematik terintegrasi subtema Bumi Bagian dari Alam Semesta dengan pendekatan saintifik untuk kelas 3 SD. 2.3 Kerangka Berpikir 1. Fakta yang ditemui a) Kurangnya keterkaitan pencapaian KD pada materi pembelajaran dengan materi yang terdapat pada LKS pada umumnya. b) Kecenderungan LKS yang biasa dikerjakan mandiri oleh siswa hanya copy paste dari rangkuman materi yang terkesan ditempel pada LKS, sehingga kreatifitas siswa dalam memecahkan soal sangat terbatas. 2. Produk yang ditawarkan LKS yang terintegrasi dengan kompetensi yang diharapkan pada buku siswa dengan menggunakan pendekatan Scientific 3. Tujuan a) LKS yang dapat dikerjakan secara mandiri oleh siswa b) Siswa lebih mendalami materi yang sudah diajarkan dengan membaca rangkuman dan latihan pada LKS

25 31 c) Meningkatkan kemampuan berfikir secara kreatif dalam memecahkan soal Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis saintifik yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik itu dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Penggunaan LKS yang berbasis saintifik ini diharapkan dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa berupa keterampilan proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Dengan berlandaskan pendekatan saintifik, maka pada perancangan LKS ini memasukkan unsur-unsur atau prinsip-prinsip dari pendekatan saintifik tersebut. 2.4 Hipotesis Pengembangan Berdasarkan kajian teori, kajian hasil penelitian yang relevan, dan kerangka pikir yang telah dibahas, LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk subtema Bumi dan Alam Semesta dapat dirumuskan hipotesis pengembangnnya sebagai berikut: 1. LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 3 SD dapat dikembangkan dengan desain pengembangan ADDIE dengan langkah-langkah Analisis, Perencanaan, Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi. 2. LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 3 SD valid. 3. LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 3 SD efektif.

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3a PENDEKATAN SAINTIFIK 2 PENGERTIAN (1/2) Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan tenaga pendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? 1 BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD? Oleh : Jamaluddin, S.Kom., M.Pd Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengambil keputusan untuk mengubah (lagi) kurikulum

Lebih terperinci

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak PEMBELAJARAN BERMAKNA (MEANINGFUL LEARNING) PADA KURIKULUM 2013 (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah pentingnya menerapkan pembelajaran bermakna di kelas. Pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pendekatan adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum merupakan salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM Oleh: M. Lazim PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 Oleh: M. Lazim A. PENDAHULUAN Pendekatan Saintifik adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of thinking, a way of investigating, a body of knowledge, and its interaction with technology and

Lebih terperinci

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG (Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG UPT SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) KABUPATEN BANDUNG 2017 DESAIN PEMBELAJARAN Oleh: Yaya Sukarya,

Lebih terperinci

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU Pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab I yaitu seberapa baik penggunaan pendekatan saintifik dalam rencana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bab I yaitu seberapa baik penggunaan pendekatan saintifik dalam rencana BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab masalah penelitian pada Bab I yaitu seberapa baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Fisika Belajar adalah proses interaksi dengan lingkungan untuk mencari wawasan dan pengalaman sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas menjadi satu antara materi kimia, fisika dan biologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hidayat (2013:111) mengemukakan bahwa kurikulum di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hidayat (2013:111) mengemukakan bahwa kurikulum di Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi dasar dari kemajuan suatu bangsa, tidak ada bangsa yang maju apabila bangsa tersebut tidak memperhatikan bidang pendidikan. Kurikulum

Lebih terperinci

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific Dasar Berpikir Seiring dengan implementasi Kurikulum 2013, guru dituntut untuk: mengubah maindsetnya dalam melaksanakan pembelejaran; menyesuaikan dan mengubah kebiasaan dalam merancang & melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek JUPEDASMEN, Volume 2, Nomor 1, April 2016 251 PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS 1 SDN 1 DURENAN PADA TEMA PENGALAMANKU MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DI KECAMATAN DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

Kelompok Materi: MATERI POKOK

Kelompok Materi: MATERI POKOK Modul 2.1 a. Kelompok Materi: MATERI POKOK 1 Materi Pelatihan Belajar Tematik AlokasiWaktu : 2.1. Analisis Kompetensi, Materi, Pembelajaran, dan Penilaian 2.1. a. Analisis Dokumen : SKL,KI-KD, Silabus,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum Pendidikan 1. Pengertian Kurikulum Kurikulum dibuat untuk memperlancar proses kegiatan belajar mengajar di sekolah dengan tujuan memperbaiki mutu dan kualitas pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia akan menjadi negara yang tentram apabila sumber daya manusianya memiliki budi pekerti yang baik. Budi pekerti yang baik dapat diupayakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil. biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan adalah digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Hasil dari penelitian dan pengembangan adalah modul pembelajaran biologi berbasis STS disertai MM. Bahan Kajian yang dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting didalam pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang berkualitas dapat digunakan sebagai tolak ukur yang paling mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang strategis dalam kemajuan dan perkembangan bangsa, kemajuan suatu bangsa tidak akan lepas dari peran perkembangan sektor pendidikan.

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 1 PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 Pendahuluan Oleh: Bambang Prihadi*) Implementasi Kurikulum 2013 dicirikan dengan perubahan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini akan membahas kajian teori yang berisi tentang dua bahasan. Bahasan yang pertama akan dijelaskan secara rinci pengertian modul, fungsi modul, karakteristik modul, unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (SD) Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pendidik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk

I. PENDAHULUAN. Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai salah satu sarana untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media atau sumber belajar yang dapat membantu siswa ataupun guru saat proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia yang begitu pesat ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan antarnegara

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR Mei Fita Asri Untari mei_fita@ymail.com Dosen PGSD IKIP PGRI Semarang ABSTRAK Pendekatan saintifik/ilmiah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan keterbatasan produk yang dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai, moral maupun budaya dalam

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR

DESAIN DAN PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINTIFIK PROBLEM SOLVING TEORI SEMIKONDUKTOR 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang penting karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara pada kurikulum. Kurikulum dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penekanan dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penekanan dari upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk. komponen keterampilan bahasa adalah menulis.

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk. komponen keterampilan bahasa adalah menulis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah. Berdasarkan Kurikulum 2013 yang bertujuan untuk meningkatkan mutu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Cara Pengembangan Penelitian pengembangan modul Hidrosfer sebagai Sumber Kehidupan dengan pendekatan saintifik untuk pembelajaran geografi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Disiplin Belajar a. Pengertian Disiplin Disiplin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 268), pengertian disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam hasil penelitian yang relevan ini akan dibahas mengenai penelitian-penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

Perihal Keunggulan Dan Kelemahan Kurikulum 2013

Perihal Keunggulan Dan Kelemahan Kurikulum 2013 Perihal Keunggulan Dan Kelemahan Kurikulum 2013 Pendidikan menjadi hal yang sangat fundamental bagi kehidupan seseorang, dengan pendidikan yang baik maka akan baik pula pola pikir dan sikap seseorang.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai BAB II KAJIAN TEORI A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai bahan ajar. Dalam Prastowo (2015: 17), bahan ajar merupakan segala bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan,

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, BAB II Tinjauan Pustaka A. Media Pembelajaran Interaktif Media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahas Arab, media adalah perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih berpikir logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan ilmiah. Oleh karena itu, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah itu sendiri sehingga pembelajaran akan lebih terpusat pada siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. masalah itu sendiri sehingga pembelajaran akan lebih terpusat pada siswa untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan scientific merupakan pendekatan yang membantu siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri dengan menemukan masalah dan memecahkan masalah itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih Artikel Publikasi: IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X IPS DI SMA NEGERI 3 PATI TAHUN AJARAN 2014/2015 Usulan Penelitian Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka batas antar negara. Persaingan hidup pun semakin ketat. Hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini masuk pada era globalisasi yang menuntut adanya perubahan di segala bidang, termasuk bidang pendidikan. Perubahan dalam bidang pendidikan dilakukan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B)

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B) BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B) rumusan masalah, (C) tujuan penelitian, (D) manfaat penelitian, (E) definisi operasional. Berikut ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran tematik merupakan kegiatan pembelajaran dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran tematik merupakan kegiatan pembelajaran dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran tematik merupakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan tema sebagai dasar pembelajaran untuk mengikat materi pelajaran yang terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut dapat mengelola sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Paradigma pendidikan mengalami perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Perubahan paradigma dalam dunia pendidikan menuntut adanya perubahan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa ( LKS ) Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran di mana siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Sesuatu yang dipelajari

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang menggabungkan beberapa materi pelajaran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk kehidupan. (KTSP). Sesuai dengan amanat KTSP, model pembelajaran terpadu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Beragam strategi yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan secara

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan secara BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan

Lebih terperinci

BAB VI STANDAR PROSES PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BAHASA ARAB DI MADRASAH IBTIDAIYAH, TSANAWIYAH DAN ALIYAH

BAB VI STANDAR PROSES PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BAHASA ARAB DI MADRASAH IBTIDAIYAH, TSANAWIYAH DAN ALIYAH BAB VI STANDAR PROSES PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BAHASA ARAB DI MADRASAH IBTIDAIYAH, TSANAWIYAH DAN ALIYAH A. Pandangan tentang Pembelajaran Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembelajaran dapat diartikan sebagai proses mengidentifikasi perilaku peserta didik, aktivitas yang semula tidak berkaitan menjadi suatu pola yang utuh bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia, sehingga manusia mempunyai keterampilan dan keahlian khusus yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan secara formal. Di sekolah anak-anak mendapatkan pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk masa depannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, and Review)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, and Review) 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, and Review) Metode belajar SQ3R dikembangkan oleh Francis P. Robinson di Universitas Ohio Amerika Serikat. Metode SQ3R ini semakin

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah menimbang: kurikulum sekaligus yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah menimbang: kurikulum sekaligus yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan peraturan bersama Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Direktur Jendral Pendidikan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan No. 5496/C/KR/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Kebijakan Implementasi Kurikulum 2013 (Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014) PPT - 1.1

Kebijakan Implementasi Kurikulum 2013 (Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014) PPT - 1.1 Kebijakan Implementasi Kurikulum 2013 (Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014) PPT - 1.1 Dasar Hukum Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana

Lebih terperinci

ANALISIS MUATAN IPA PADA BUKU TEKS PELAJARAN TEMATIK TERPADU SD KELAS V TEMA 1 SUBTEMA 1 WUJUD BENDA DAN CIRINYA

ANALISIS MUATAN IPA PADA BUKU TEKS PELAJARAN TEMATIK TERPADU SD KELAS V TEMA 1 SUBTEMA 1 WUJUD BENDA DAN CIRINYA ANALISIS MUATAN IPA PADA BUKU TEKS PELAJARAN TEMATIK TERPADU SD KELAS V TEMA 1 SUBTEMA 1 WUJUD BENDA DAN CIRINYA Degi Alrinda Agustina Prodi Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan manusia. Dengan pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan manusia. Dengan pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal penting yang dibutuhkan manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat mengetahui dan melakukan hal baru. Pendidikan tidak hanya berorientasikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal-hal yang diperhatikan dalam proses belajar yaitu penggunaan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Hal-hal yang diperhatikan dalam proses belajar yaitu penggunaan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses belajar merupakan kegiatan yang dilakukan antara seorang guru dengan siswa dengan tujuan memperoleh informasi baru dari seorang guru. Hal-hal yang diperhatikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Action Research (Wardhani, dkk., 2007: 1.3). Selanjutnya Suharsimi

BAB III METODE PENELITIAN. Action Research (Wardhani, dkk., 2007: 1.3). Selanjutnya Suharsimi 43 BAB III METODE PENELITIAN A. Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan mampu mempercedaskan kehidupan bangsa. Seperti yang diamanatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah akan melatih tiga ranah yakni

Lebih terperinci

Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO

Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO Click to edit Master title style KELOMPOK IV : 1. MUJAENI 2. ELLA NURLELAWATI 3. MAIMUNAH 4. HERMANTO Click to edit Master title style PP 32 Tahun 2013 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Permendikbud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia yang lebih baik lagi dan berkualitas. Akibat pengaruh itupendidikan mengalami kemajuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan aktif dalam pembangunan negara. Untuk mengimbangi pembangunan di perlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses pembelajaran banyak guru menggunakan media interaktif ketika menjelaskan materi pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu sarana untuk membantu manusia menjadi insan yang lebih baik. Adapun tujuan pendidikan nasional menurut UUD Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Dengan pendidikan diharapkan mampu melahirkan suatu generasi masa depan yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan di berbagai bidang kehidupan, terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal ini terjadi ketika seseorang sedang belajar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia agar dapat mengembangkan segala potensi diri melalui proses belajar atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu ujung tombak kemajuan suatu bangsa. Bangsa akan menjadi maju jika pendidikan diperhatikan dengan serius oleh para pemegang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 yang sekarang ini mulai digunakan yaitu pembelajaran tematik terpadu.

Lebih terperinci