Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A Pada Balita
|
|
- Hengki Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Manajemen Program Pangan dan Gizi Tanggal : 25 April 2017 Ujian Tengah Semester Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A Pada Balita Oleh : Dira Asmarani I Koordinator Mata Kuliah Prof. Dr. Drajat Martianto, M.Sc DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2 RINGKASAN - Prevalensi kurang vitamin A secara klinis hanya sudah dibawah batas ketetapan masalah kesehatan masyarakat menurut WHO, namun status vitamin A masih marginal, karena masih ditemukan separuh (50%) anak balita dengan serum retinol di bawah 20 μg/dl. - Tujuan dibuatnya program fortifikasi vitamin A pada gula kristal putih (GKP) adalah mengidentifikasi teknologi fortifikasi gula kristal putih seperti apa yang dapat diterima dan hemat biaya; mengadvokasi para pembuat keputusan untuk mendukung program ini dan meningkatkan kesadaran penerima, pemerintah lokal diselenggarakannya program ini, pembuat keputusan di tingkat nasional, dan sektor swasta akan besarnya manfaat dari gula kristal putih yang difortifikasi vitamin A; mengevaluasi dampak dari fortifikasi gula kristal putih bervitamin A terhadap kadar serum retinol pada balita; mengidentifikasi strategi yang dapat dilakukan untuk keberlanjutan program fortifikasi gula ini. - Indikator Kinerja pada program ini adalah peningkatan kapasitas penghasil gula kristal putih melalui 2 pabrik pengolahan gula; Sebanyak 500 ribu ton gula kristal putih didistribusikan di seluruh wilayah Kabupaten Bogor selama 12 bulan; Peningkatan asupan harian vitamin A oleh sasaran sebesar 30%- 40% dari perkiraan kebutuhan rata-rata (EAR) menurut WHO (2006) di wilayah program berlangsung; Penurunan prevalensi KVA (kadar serum retinol) setidaknya menjadi 18% dari standar diantara penerima gula kristal putih berfortifikasi - Program akan dilaksanakan selama ± 4 tahun, mulai tanggal 15 Januari Januari Instansi yang terlibat dalam program ini adalah BAPPENAS, Direktorat Jenderal Pengembangan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak, Deputi Bidang Koordinasi Perbaikan Kesehatan dan Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, 2
3 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, BPOM, Kementerian Keuangan, KFI, MI. - Kegiatan yang akan dilakukan adalah Pengidentifikasian kebutuhan dalam program fortifikasi vitamin A pada gula kristal putih; Produksi dan distribusi gula kristal putih bervitamin A; Advokasi, monitoring, evaluasi. 3
4 LATAR BELAKANG Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan faktor determinan bagi keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Beberapa negara di Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura telah membuktikan hal tersebut (Syarief 1998). Sumber daya manusia juga merupakan komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan, karena kualitas sumber daya manusia sangat menentukan status kesehatan masyarakat di suatu bangsa. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Seseorang yang hidup dengan dukungan gizi yang cukup sesuai kebutuhan, akan tumbuh dan berkembang secara optimal dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas (fisik yang sehat, cerdas, kreatif, produktivitas tinggi) (KEMENKES RI 2015). Gizi mengambil peranan besar terhadap kehidupan manusia, karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan, perkembangan, intelektual dan produktivitas (Ramadani 2005). Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu, mulai dari janin masih dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Kebutuhan gizi setiap individu tidak hanya cukup, namun juga harus baik, karena gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Tetapi kenyataannya, permasalahan gizi masih banyak dialami oleh masyarakat luas dan masih menjadi beban berat suatu bangsa, seperti Indonesia. Pada hakekatnya, masalah gizi berawal dari tingkat pendapatan dan pengetahuan masyarakat, yang berpengaruh pada daya beli dan perilaku mereka. Berg and Muscat (1987) bahkan menyatakan bahwa masalah gizi timbul akibat adanya ketidaktahuan atau kurangnya informasi yang memadai tentang gizi. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, terlebih lagi jika kelompok umur tertentu mengalami masalah gizi akan mempengaruhi keadaan gizi periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Salah satu kelompok umur yang paling rentan terkena permasalahan gizi adalah balita. Balita merupakan kelompok umur yang dianggap kritis (critical period), karena jika terjadi permasalahan pada periode ini akan menimbulkan dampak yang sangat serius, terutama pada periode dua tahun pertama, dimana pertumbuhan fisik 4
5 maupun mentalnya bertumbuh dengan pesat (Sutani 2008). Balita dapat mengalami seluruh permasalahan gizi utama yang masih dihadapi oleh Indonesia, salah satunya adalah kekurangan vitamin A (KVA). Kekurangan vitamin A adalah suatu kondisi dimana rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap gelap, serta sangat rendahnya konsumsi/masukan karoten dari vitamin A (WHO 1976). KVA umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun yang mengalami kekurangan energi protein atau gizi buruk namun dapat juga terjadi karena adanya gangguan penyerapan pada usus, KVA juga dapat menjadi penyebab utama kebutaan (KEMENKES RI 2014). Tahap awal KVA ditandai dengan gejala rabun senja atau kurang jelas melihat pada malam hari atau menurunnya kadar serum retinol dalam darah, selanjutnya terdapat kelainan jaringan epitel pada paru-paru, usus, kulit, dan mata. WHO (2010) memperkirakan sebanyak 163 juta anak menderita kekurangan vitamin A berdasarkan kriteria serum retinol darah < 20 µg/dl atau < 0.7 µmol/l, Almatsier (2009) juga menyatakan bahwa sebanyak tiga juta anakanak buta karena kekurangan vitamin A. Sama halnya dengan Indonesia, sampai saat ini masalah KVA masih membutuhkan perhatian yang serius, karena berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan pada tahun 1992, secara sub klinis (serum retinol < 20 µg/dl) 50% balita masih mengalami kekurangan vitamin A dan berdasarkan kriteria WHO bila lebih dari 20% anak balita yang diperiksa memiliki nilai vitamin A dalam serum kurang dari 20 µg/dl, maka besar masalah KVA tersebut tergolong berat. Tingginya prevalensi kekurangan vitamin A sub-klinis pada balita menyebabkan balita di Indonesia beresiko tinggi mengalami xeropthalmia dan menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi (Azwar 2004). Keadaan tersebut mengharuskan pemerintah untuk tetap menjalankan program suplementasi vitamin A yang sudah dimulai sejak tahun 1978, namun tidak menutup kemungkinan untuk membuat program lain yang mengarah pada terpenuhinya kebutuhan vitamin A pada balita. 5
6 ANALISIS SITUASI Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih menghadapi empat masalah gizi utama, yaitu kurang energi protein (KEP), kurang vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB) dan gangguan akibat kurang yodium (GAKY) (KEMENKES RI 2015). Kurang vitamin A, anemia gizi besi, dan gangguan akibat kurang yodium disebut sebagai masalah gizi mikro, karena memang seorang individu membutuhkan zat gizi tersebut dalam jumlah yang sedikit dan dengan ukuran yang kecil, yakni mikro gram (µg), meskipun demikian vitamin A, zat besi, dan yodium sangat penting dan diperlukan untuk kesehatan manusia. Selain itu, ketiga permasalahan tersebut juga sering dikenal dengan sebutan hidden hunger atau kelaparan yang tersembunyi, karena pada umumnya penderita tidak mengetahui atau menyadari jika mereka mengalami kekurangan zat gizi tersebut, dan ketika gejala-gejala defisiensi tersebut muncul, barulah mereka menyadarinya. Fenomena kelaparan tersembunyi ini akan berdampak pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan bayi, anak-anak, dan janin yang dikandung oleh ibu. Kekurangan zat gizi mikro juga dapat mengakibatkan daya tahan tubuh (imunitas) anak rendah, sehingga anak mudah terserang penyakit (Simanjuntak 2005). Indonesia telah melakukan berbagai cara untuk memberantas masalah gizi yang dihadapi, salah satunya adalah pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi untuk menanggulangi kekurangan vitamin A, yang telah dirintis sejak tahun an dan mulai efektif pada tahun 1970-an. Indonesia pun pernah tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi masalah KVA selama dua dekade sejak tahun Hasil survei gizi yang dilakukan di 15 provinsi mengungkapkan bahwa prevalensi xerophthalmia turun menjadi 0,34% pada tahun 1992 dari 1,33% pada tahun 1978, angka ini lebih rendah dari yang ketetapan masalah kesehatan masyarakat menurut WHO, yaitu X1b (Bitot spot) 0,5% dan membuat kekurangan vitamin A bukan lagi sebagai masalah kesehatan masyarakat pada saat itu. Penurunan tersebut juga merupakan dampak dari program yang telah dilakukan pemerintah (Herman 2007). Walaupun prevalensi kurang vitamin A 6
7 secara klinis hanya 0,34%, namun status vitamin A masih marginal, karena masih ditemukan separuh (50%) anak balita dengan serum retinol di bawah 20 μg/dl. Penelitian yang dilakukan oleh Nadimin et al. (2011) menyatakan bahwa sebanyak 80,4% anak balita termasuk ke dalam kategori kurang untuk kecukupan konsumsi vitamin A, jika ditinjau berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG). Di Jawa Barat, khususnya Kabupaten Bogor angka prevalensi KVA pada balita pun tinggi, yaitu 52,3%, yang menjadikan Kab. Bogor sebagai daerah rawan KVA (Tanumihardjo et al. 1996). Provinsi Jawa Barat juga merupakan daerah high risk timbulnya KVA. Penanggulangan masalah KVA saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan tetapi juga dikaitkan dengan upaya memacu pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang penurunan angka kematian bayi dan berpotensi terhadap peningkatan produktifitas kerja orang dewasa (Depkes RI 2000), karena pada dasarnya masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es, xerophthalmia hanya sebagai permasalahan yang tampak di permukaan, namun permasalahan yang sebenarnya adalah KVA subklinis, yang masih menjadi masalah besar dan perlu mendapat perhatian. Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kematian pada balita. Penyebab kekurangan vitamin A tidak hanya ditimbulkan dari faktor kesehatan saja, tetapi juga faktor lainnya. Sediaoetama (2009) merangkum faktor penyebab tersebut menjadi bagan berikut, 7
8 Gambar 1. Penyebab Kekurangan Vitamin A Penyebab kekurangan vitamin A pada balita terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung adalah kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro-vitamin A (karoten), hal ini biasanya disebabkan karena kebiasaan balita yang susah untuk menerima makanan baru, terutama sayur dan buah yang banyak mengandung vitamin; tidak diberi kolostrum sesaat setelah melahirkan dan disapih lebih awal; tidak memperoleh ASI; pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A, sedangkan faktor penyebab tidak langsungnya adalah kemiskinan; ketersediaan pangan sumber vitamin A; sosial budaya; pendidikan orang tua; pendapatan keluarga; jumlah anak dalam keluarga; pola asuh terhadap anak; pelayanan kesehatan. Balita yang mengalami kekurangan vitamin A dapat mengalami rabun senja sebagai konsekuensi awal, yang ditandai dengan mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap, bila kondisi ini berkelanjutan maka akan mengalami xerophthalmia yang mengakibatkan kebutaan. dampak lain yang ditimbulkan dari kurangnya vitamin A pada balita (Depkes RI 2005) adalah frinoderma, yaitu pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit tangan dan kaki bersisik, kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (xerosis conjunctiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot), bagian kornea kering dan kusam (xerosis 8
9 cornea), sebagian hitam mata melunak (keratomalasia), seluruh kornea mata melunak seperti bubur (ulserasi kornea) dan bola mata mengecil/mengempis (xerophthalmia scars), terhambatnya proses pertumbuhan. Berdasarkan pernyataan di atas, secara garis besar penyebab masalah kekurangan vitamin A pada balita adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro-vitamin A 2. Rendahnya daya beli pangan sumber vitamin A 3. Ketersediaan pangan sumber vitamin A di tingkat rumah tangga 4. Kondisi sosial ekonomi keluarga 5. Rendahnya pengetahuan orang tua (khususnya ibu) mengenai vitamin A dan sumbernya 6. Sering terjangkit penyakit infeksi akibat daya tahan tubuh menurun 7. Tidak memperoleh ASI dan kolostrum 8. Proses penyapihan yang terlalu dini 9. Lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih 10. Sosial budaya, yang merujuk pada tidak diberikannya kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita 11. Jumlah anak dalam keluarga yang terlalu banyak 12. Minimnya pelayanan kesehatan yang terjangkau Program penanggulangan masalah tidak dapat dilakukan pada setiap penyebab dari permasalahan tersebut. Oleh karena itu, penggabungan beberapa penyebab masalah dapat dilakukan untuk mendapatkan alternatif program yang paling sesuai dengan penyebab-penyebab tersebut. Penggabungan beberapa penyebab tingginya prevalensi KVA pada balita adalah sebagai berikut. 1) Kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro-vitamin A merupakan penyebab masalah yang dapat digabungkan dengan penyebab lainnya karena saling berhubungan, seperti rendahnya daya beli pangan, ketersediaan pangan tersebut di tingkat rumah tangga, dan kondisi sosial ekonomi keluarga. Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa 57.1% anak yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A kurang, berasal dari keluarga miskin, dan karena keterbatasan ekonomi tersebut, ketersediaan pangan sumber vitamin A menjadi kurang (Marliyati et al. 2014). 9
10 2) Rendahnya pengetahuan orang tua (khususnya ibu) terhadap sumber vitamin A juga dapat digabungkan dengan penyebab lain, seperti balita yang tidak memperoleh ASI dan kolostrum, proses penyapihan yang terlalu dini, jumlah anak dalam keluarga terlalu banyak, lingkungan tempat tinggal yang kurang bersih, sering terjangkit penyakit infeksi akibat daya tahan tubuh menurun, serta tidak diberikannya kapsul vitamin A dosis tinggi yang berhubungan dengan sosial budaya suatu daerah. Semua penyebab tersebut mengarah pada konteks pengetahuan. 10
11 ALTERNATIF DAN PEMILIHAN PROGRAM Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai gabungan penyebab yang dapat dipecahkan melalui beberapa alternatif program untuk menurunkan prevalensi KVA pada balita. Alternatif program untuk menanggulangi gabungan penyebab pertama adalah fortifikasi gula kristal putih dengan vitamin A, sedangkan alternatif program kedua adalah pendidikan gizi dan kesehatan secara berkala bagi ibu. Dari kedua alternatif program tersebut dipilih kembali satu program yang memiliki dampak paling efektif terhadap peningkatan konsumsi vitamin A untuk memenuhi kadar serum retinol yang dianjurkan pada balita melalui metode. Dibandingkan demgan strategi lain yang digunakan untuk penanggulangan masalah gizi, fortifikasi pangan dipandang sebagai strategi yang paling praktis, ekonomis, dan efektif untuk memenuhi kebutuhan asupan harian zat besi. Fortifikasi pangan dianggap sebagi suatu metode yang sukses mengurangi defisiensi mikronutrien dan merupakan salah satu elemen penting dalam kebijakan pangan di negara-negara Asia dan Pasifik. Fortifikasi pangan telah digunakan sebagai langkah intervensi yang menjamin keamanan pangan bagi seluruh penduduk dengan biaya yang efisien dan berkelnajutan (Darlan 2012). Hasil konferensi internasional gizi yang diadakan di Roma Tahun 1992, menghasilkan sebuah pernyataan bahwa fortifikasi pangan merupakan upaya perbaikan gizi yang dianjurkan. Di Jordan pada tahun 1996 juga merekomendasikan fortifikasi pangan sebagai salah satu aksi dalam rencana aksi nasional gizi. Prihananto (2004) menyatakan bahwa berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Bank Dunia, fortifikasi merupakan program perbaikan gizi yang paling cost-effective diantara berbagai program kesehatan. Program fortifikasi mampu memberikan nilai manfaat lebih besar dengan biaya yang sama.leh karena itu, dalam menanggulangi kekurangan vitamin A pada balita, fortifikasi panganlah yang pantas untuk dilakukan. 11
12 RENCANA IMPLEMENTASI A. Area dan Lokasi Program Program ini akan diimplementasikan di wilayah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. B. Tujuan Program 1. Tujuan dibuatnya program fortifikasi vitamin A pada gula kristal putih (GKP) adalah mencegah dan menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A (KVA) pada balita. Program ini dilaksanakan untuk menilai kelayakan, biaya, dan dampak dari fortifikasi vitamin A pada gula kristal putih (GKP) 2. Tujuan khusus dari program ini adalah (1) mengidentifikasi teknologi fortifikasi gula kristal putih seperti apa yang dapat diterima dan hemat biaya; (2) mengadvokasi para pembuat keputusan untuk mendukung program ini dan meningkatkan kesadaran penerima, pemerintah lokal diselenggarakannya program ini, pembuat keputusan di tingkat nasional, dan sektor swasta akan besarnya manfaat dari gula kristal putih yang difortifikasi vitamin A; (3) mengevaluasi dampak dari fortifikasi gula kristal putih bervitamin A terhadap kadar serum retinol pada balita; (4) mengidentifikasi strategi yang dapat dilakukan untuk keberlanjutan program fortifikasi gula ini. C. Indikator Kinerja Yang Diharapkan Proses pelaksanaan dan hasil dari program fortifikasi vitamin A pada gula akan dipantau dan dievaluasi dengan indikator berikut : 1. Peningkatan kapasitas penghasil gula kristal putih melalui 2 pabrik pengolahan gula 2. Sebanyak 500 ribu ton gula kristal putih didistribusikan di seluruh wilayah Kabupaten Bogor selama 12 bulan 3. Peningkatan asupan harian vitamin A oleh sasaran sebesar 30%-40% dari perkiraan kebutuhan rata-rata (EAR) menurut WHO (2006) di wilayah program berlangsung 12
13 4. Penurunan prevalensi KVA (kadar serum retinol) setidaknya menjadi 18% dari standar diantara penerima gula kristal putih berfortifikasi D. Jenis Kegiatan Kegiatan 1 Nama Kegiatan Pengidentifikasian kebutuhan dalam program fortifikasi vitamin A pada gula kristal putih Biaya (Rp) yang dibutuhkan Tujuan kegiatan Mengembangkan secara rinci panduan teknis fortifikasi vitamin A pada gula kristal putih Deskripsi kegiatan Dalam kegiatan ini stakeholder menentukan teknologi apa yang paling tepat digunakan untuk fortifikasi vitamin A pada gula kristal putih, menentukan jenis fortifikan/jenis senyawa vitamin A apa yang dapat digunakan, termasuk dengan biaya, tingkat keberhasilan, serta respon penerima/konsumen, menentukan tingkat fortifikasi, mencapai kesepakatan dengan stakeholder yang berpengalaman dalam teknologi fortifikasi gula kristal putih, membangun kesadaran dan konsensus di antara para mitra untuk fortifikasi gula kristal putih, termasuk Kementerian Pertanian, Departemen Perindustrian (MOI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan (Depkes), dan dinas terkait di tingkat kabupaten, menetapkan dasar peraturan fortifikasi gula kristal putih, mensosialisasikan pedoman teknis fortifikasi gula kristal putih di Indonesia. Fokus utama dari kegiatan ini adalah berlangsungnya program fortifikasi gula kristal putih sesuai dengan pedoman teknis yang telah ditentukan, dan menilai penerimaan gula kristal putih yang telah difortifikasi retinyl palmitate. Waktu pelaksanaan 12 bulan Kegiatan 2 Nama Kegiatan Produksi dan distribusi gula kristal putih bervitamin A Biaya (Rp) yang dibutuhkan Tujuan kegiatan Mengetahui bagaimana proses produksi dan distribusi dari gula kristal putih bervitamin A Deskripsi kegiatan Gula kristal putih akan diproduksi oleh 2 pabrik gula milik pemerintah yang berlokasi di Jawa Barat, sebelumnya melakukan kerja sama terlebih dahulu dengan perusahaan atau institusi makanan lokal yang berpengalaman dalam teknologi dry forms. Dari kedua pabrik tersebut 13
14 Waktu pelaksanaan akan dihasilkan ± ton tebu per hari. Gula kristal putih yang sudah siap untuk didistribusi diinventarisasi dan disimpan terlebih dahulu di gudang pabrik menggunakan kantong khusus gula berfortifikasi. Selanjutnya gula berfortifikasi akan didistribusikan ke 40 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor, dengan pengawasan BPOM, dinas pertanian dan kesehatan setempat. 15 bulan Kegiatan 3 Nama Kegiatan Advokasi, monitoring, evaluasi Biaya (Rp) yang dibutuhkan Tujuan kegiatan Menciptakan kesadaran akan manfaat gula kristal putih yang diperkaya vitamin A diantara para pengambil keputusan di tingkat daerah dan pusat, serta di antara konsumen gula kristal putih di wilayah program Deskripsi kegiatan Selama program berlangsung, advokasi akan dilakukan kepada pemerintah pusat dan daerah, dan sektor publik dan swasta. Advokasi akan diarahkan pada kepala daerah di wilayah Kabupaten Bogor untuk memastikan keikutsertaan mereka dalam program ini. Masyarakat di wilayah Kabupaten Bogor selama prorgram ini berlangsung juga diberikan informasi mengenai dampak kekurangan vitamin A dan manfaat bila gula berfortifikasi ini dikonsumsi. Melalui pemantauan dan evaluasi yang berkala, dampak kesehatan, efektivitas biaya, dan kesadaran konsumen serta persepsi konsumen akan dikumpulkan dan dianalisis. Proses ini akan mencakup penilaian biologis awal dan pasca intervensi serta penelitian konsumen dan perubahan perilaku. Data tersebut akan digunakan untuk menganalisis biaya dan manfaat, menilai keberlanjutan, yang akan diringkas dalam sebuah makalah kebijakan yang dikembangkan oleh pihak ketiga mengenai program ini, berdasarkan data yang dikumpulkan selama program ini berlangsung. Selanjutnya, sebuah rekomendasi untuk memperluas fortifikasi gula kristal putih ini akan dipersiapkan oleh para pemangku kepentingan, yang kemudian disebarluaskan melalui lokakarya dan pertemuan dengan sektor publik dan swasta Waktu pelaksanaan 21 bulan 14
15 E. Estimasi Biaya Tabel 1. Sumber Dana Sumber Jumlah (Rp) Pemerintah Bantuan internasional Total Kategori pengeluaran Tabel 2. Pengeluaran Jumlah yang dikeluarkan (Rp) Persentase pengeluaran (%) Peralatan dan perlengkapan ,6 Pelatihan, lokakarya, seminar ,3 Jasa konsultasi ,8 Manajemen, pemantauan, dan evaluasi 6,4 Masukan dari program lainnya 11,3 Kontingensi ,5 TOTAL Biaya tambahan F. Organisasi Dan Manajerial Program Badan pemerintahan yang bertanggung jawab dalam program ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), BAPPENAS selaku badan pelaksana memiliki wewenang atas kebijakan pangan dan gizi nasional, dan akan memberikan strategi dan panduan kebijakan secara menyeluruh dalam proses pelaksanaan program. Selain BAPPENAS, Direktorat Jenderal Pengembangan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak, Deputi Bidang Koordinasi Perbaikan Kesehatan dan Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan juga mengambil peran dalam melaksanakan program ini. Direktorat Jenderal Pengembangan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak akan mengelola semua kegiatan terkait kebijakan dengan pemerintah daerah dan akan bekerja sama dengan BUMN yang bergerak di bidang produksi tebu sebagai bahan pembuat gula kristal putih, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan 15
16 Manusia dan Kebudayaan. Pusat Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan, Kementerian pertanian akan bertanggung jawab atas pengadaan peralatan dan bahan untuk fortifikasi gula kristal putih dengan vitamin A. Program ini akan diarahkan oleh sebuah komite yang diketuai oleh BAPPENAS, Wakil Menteri Sumber Daya Manusia dan Budaya sebagai Direktur Program, yang terdiri dari perwakilan Deptan, Depkes, Badan POM, Depdagri, dan Departemen Keuangan. Komite ini akan mengadakan pertemuan tiga kali setahun untuk membahas kemajuan proyek, mengidentifikasi berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan program, serta menyelesaikan masalah tersebut. Dalam pelaksanaannya Direktorat Jenderal Pengembangan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak dan Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan akan dibantu oleh Unit Manajemen Program, yang akan didirikan oleh BAPPENAS dan bertanggung jawab atas manajemen program, mengawasi aspek teknis dan administratif dari manajemen program. Unit Ini akan bertanggung jawab atas keseluruhan perencanaan, administrasi, pembiayaan, pengadaan, pelatihan, akuntansi, dan pencairan, serta akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah, dan kontraktor. Kepala Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan akan bertugas sebagai koordinator program yang dibantu oleh Kepala Divisi Konsumsi Pangan sebagai koordinator pelaksana; Sekretaris Eksekutif yang akan membantu mengoordinasikan hubungan antara Deptan dan BAPPENAS. Instansi pelaksana dan Unit Manajemen Program akan dibantu oleh dua institusi independen yang berpengalaman dalam penasehat teknis program fortifikasi pangan, seperti Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI), dan Micronutrient Initiative (MI). Kedua institusi tersebut akan membantu merinci aspek teknis dan mengidentifikasi teknologi fortifikasi yang tepat, dosis yang dianjurkan dan tidak, dan membantu mengidentifikasi stakeholder yang akan membantu mengembangkan kapasitas (atau pengadaan) fortifikan untuk dicampur ke dalam gula kristal putih dalam proses pengolahan gula, serta akan dibantu juga oleh beberapa konsultan yang memiliki keahlian di bidang fortifikasi gula, penjaminan kualitas, pemasaran, perundangundangan, peraturan, dan standar. 16
17 Berbagai organisasi dunia secara tidak langsung ikut membantu pelaksanaan program ini, seperti World Bank yang mendukung Kementerian Kesehatan dalam proses desentralisasi bagian kerja. Program Pangan Dunia (WFP) juga ikut ambil bagian dalam pelaksanaan program fortifikasi gula kristal putih ini, mengingat program ini merupakan salah satu program perbaikan gizi balita. Asian Development Bank (ADB) sebagai salah satu institusi finansial pembangunan multilateral yang mengambil peranan penting dalam pengurangan kemiskinan di wilayah Asia Pasifik telah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Indonesia untuk terus mendukung pelaksanaan program fortifikasi gula kristal putih dengan vitamin A. Program ini tentunya memerlukan koordinasi yang kuat antar lembaga pemerintahan Indonesia sendiri, seperti BAPPENAS, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, BPOM, lembaga penelitian, industri makanan, dan masyarakat sipil. Keterlibatan Kementerian Perindustrian dalam program ini sangat menentukkan teknologi dan standar dari pengolahan gula kristal putih berfortifikasi. Instansi lainnya, seperti pemerintah daerah, LSM, serta tokoh masyarakat dan agama setempat, akan berpartisipasi dalam proses pengadvokasian secara lokal. Ibu atau perempuan yang berada dalam sebuah rumah tangga menjadi salah satu penentu keberhasilan program ini, karena mereka yang mengambil peranan terbesar dalam penentuan konsumsi gula kristal putih berfortifikasi ini di suatu keluarga. Uji coba penerimaan konsumen dan advokasi merupakan inti dari program ini. Pengujicobaan diperlukan untuk mengembangkan produk yang sesuai dengan metode dan cita rasa lokal. Perempuan/Ibu akan dilibatkan dalam proses pengujicobaan program ini agar gaya yang paling diterima dan diminati dapat dikembangkan. Pengadvokasian program fortifikasi harus mudah dipahami dan informatif, dan harus memperhatikan kepedulian perempuan mengenai keamanan dan kehalalan produk. 17
18 G. Jadwal Pelaksanaan Program Program ini diharapkan terlaksana selama ± 4 tahun, mulai tanggal 15 Januari Januari H. Pelaporan Program - Unit Manajemen Program akan menyusun laporan kemajuan program triwulanan dan menyampaikan laporan setengah-tahunan secara keseluruhan kepada ADB, begitu pula dengan ulasan program dalam bentuk laporan tahunan, termasuk dampak kemiskinan yang terlihat. Laporan akhir program akan diserahkan dalam waktu 3 bulan setelah penyelesaian program. Laporan lainnya akan menjelaskan dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang dilakukan selama program berlangsung, pencapaian secara finansial dan fisik, serta dampak dan solusi yang disarankan untuk mengatasi masalah utama dalam pelaksanaannya. Sedangkan, laporan keuangan akan diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), laporan tersebut kemudian akan diserahkan oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak kepada ADB dalam waktu enam bulan per tahun anggarannya. - Direktorat Jenderal Pengembangan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak juga akan meyiapkan monitoring dan evaluasi triwulanan berdasarkan indikator kinerja berikut : Indikator Kinerja Sebanyak 500 ribu ton gula kristal putih berfortifikasi vitamin A didistribusikan ke Kabupaten Bogor selama 12 bulan Peningkatan asupan harian vitamin A oleh sasaran sebesar 30%- 40% dari perkiraan kebutuhan rata-rata Mekanisme Pelaporan Laporan pemantauan Laporan pemantauan Rencana Pengumpulan Laporan - Triwulanan - Setengah-tahunan - Tahunan - Triwulanan - Setengah-tahunan - Tahunan 18
19 (EAR) menurut WHO (2006) di wilayah program berlangsung Penurunan prevalensi KVA (kadar serum retinol) setidaknya menjadi 18% dari standar diantara penerima gula kristal putih berfortifikasi Laporan studi penelitian Laporan pemantauan berdasarkan hasil akhir Laporan yang bersifat studi efikasi (pre dan post intervensi) 19
20 KERANGKA KERJA PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN PROGRAM Ringkasan Kegiatan Impact Penurunan prevalensi KVA Outcome Penilaian kelayakan, biaya, dan dampak dari fortifikasi gula kristal putih dengan vitamin A di wilayah Kabupaten Bogor Indikator dan Target Performa Prevalensi KVA pada balita menurun 4% dari prevalensi terakhir menurut survey nasional ± 500 ribu ton gula kristal putih dikonsumsi oleh seluruh rumah tangga di wilayah Kabupaten Bogor Sumber data dan Mekanisme Pelaporan Sistem Surveilans gizi dan pangan Survey awal dan akhir Anggapan dan Resiko Anggapan Gula kristal putih berfortifikasi didistribusikan secara teratur Resiko Peningkatan harga pangan yang berdampak pada status gizi masyarakat Anggapan Anggaran dari pemerintah untuk produksi gula Resiko Adanya tren peningkatan harga gula Output 1 Mengidentifikasi teknologi pengolahan gula kristal putih berfortifikasi yang tepat Output 2 Penguatan kapasitas produksi gula kristal putih bervitamin A Memilih teknologi yang paling efektif Setidaknya terjadi peningkatan asupan harian vitamin A oleh sasaran sebesar 30%-40% dari perkiraan kebutuhan rata-rata harian (EAR) menurut WHO Teknologi pengolahan yang paling efektif diadopsi oleh 2 pabrik gula milik pemerintah dengan bentuan tenaga yang terlatih Ulasan program 2 tahun sekali Survey awal dan akhir Anggapan Mendapat teknologi pengolahan dengan biaya termurah Resiko Biaya untuk teknologi pengolahan yang efektif Anggapan - Sasaran mengonsumsi gula kristal putih bervitamin A - Teknologi pengolahan dengan biaya yang murah dan efektif diterima oleh pabrik tersebut 20
21 Ringkasan Kegiatan Output 3 Peningkatan kesadaran akan manfaat gula kristal putih berfortifikasi Output 4 Penguatan pengimplementasian program serta monitoring dan evaluasi Kegiatan dengan Milestone Indikator dan Target Performa Setidaknya 60% masyarakat di wilayah kabupaten bogor mengetahui bahaya KVA dan manfaat dari gula kristal putih berfortifikasi ini Petunjuk implementasi dan monitoring dikembangkan untuk unit manajemen program Sumber data dan Mekanisme Pelaporan Survey awal dan akhir Laporan monitoring dan evaluasi program Anggapan dan Resiko Anggapan Gula kristal putih yang terfortifikasi secara keseluruhan dapat tersedia dan dikonsumsi oleh sasaran 1. Identifikasi Fortifikasi Vitamin A Yang Sesuai 1.1. Merekrut konsultan yang ahli dalam program fortifikasi (Februari 2017) 1.2. Melakukan lokakarya sosialisasi dengan pemangku kepentingan sektor publik dan swasta (Maret-April 2017) 1.3. Menentukkan tingkat fortifikasi untuk gula (Maret-April 2017) 1.4. Pemilihan senyawa vitamin A yang tepat (Mei 2017) 1.5. Melakukan studi efikasi (Juni-September 2017) 1.6. Menilai kebutuhan pengembangan kapasitas untuk fortifikasi gula dengan biaya produksi yang rendah (Juni-Juli 2017) 1.7. Mengembangkan pedoman teknis untuk fortifikasi gula (Agustus 2017) 2. Memperkuat Kapasitas Produksi Gula 2.1. Menyediakan peralatan pengolahan di dua pabrik (November 2017) 2.3. Melatih staf dalam mencampurkan fortifikan (November 2017) 2.4. Mengemas ulang gula kristal putih ketika disimpan di gudang (November 2017) 2.5. Mengembangkan pedoman penjaminan mutu (Januari 2018) Menilai biaya dan manfaat dari gula kristal putih berfortifikasi (Juni-Juli 2018) 3. Meningkatkan Kesadaran akan Manfaat Gula yang Difortifikasi 3.1. Monitoring oleh Institusi Independen (Agustus 2018 ) 3.3. Mengatur pertemuan dengan sektor pemerintah dah swasta (November 2018 dan November 2020) 4. Memperkuat Pelaksanaan, Monitoring, Dan Evaluasi Program 4.1. Melakukan survei awal dan akhir (Januari 2017 dan Juni 2019) 4.2. Melakukan penilaian akan dampak program (Desember 2018 Maret 2019) 4.3. Melakukan tiga audit eksternal (tahunan) 4.4. Mempersiapkan laporan tengah pelaksanaan dan evaluasi akhir (Februari 2019 dan Oktober 2020) 21
22 22
23 DAFTAR PUSTAKA Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Azwar A Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang. Disampaikan pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi. Jakarta. Berg A dan Muscat RJ Faktor Gizi. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Darlan A Fortifikasi Dan Ketersediaan Zat Besi Pada Bahan Pangan Berbasis Kedelai Dengan Menggunakan Fortifikasi FeSO4.7H2O Campuran FeSO4.7H2O + Na2H2EDTA.2H2O dan NaFeEDTA. Tesis. Universitas Indonesia. Herman S Masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan Prospek Penanggulangannya. Media Litbang Kesehatan, 17(4): Kementerian Kesehatan RI Status Gizi Pengaruhi Kualitas Bangsa. Diambil dari tanggal 19 April Marliyati SA, Nugraha A, Anwar F Asupan Vitamin A, Status Vitamin A, Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan, 9(2): Prihananto Fortifikasi Pangan Sebagai Upaya Penanggulangan Anemi Gizi Besi. Bogor. Sediaoetama AD Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Tanumihardjo SA, Cheng JC, Permaesih D, Muherdiyatiningsih, Rustan E, Muhilal, Karyadi D, Olson JA Refinement Of The Modified- Relative-Dose-Response Test As A Method For Assessing Vitamin A Status In A Field Setting: Experience With Indonesian Children. American Journal Clinical Of Nutrition, 64(6): World Health Organization Guidelines On Food Fortification With Micronutrients. 23
BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan
Lebih terperinciPEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGANNYA OLEH: ELVI ZULIANI, SKM
PEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGANNYA OLEH: ELVI ZULIANI, SKM Masalah gizi yang utama di Indonesia adalah kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A yang dapat mengakibatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor
Lebih terperinciWorld Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat
yang terkait. Masalah kekurangan gizi juga merupakan masalah kesehatan tertinggi di dunia, terutama di negara negara berkembang. Menurut data dari pada World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah- Masalah yang Berhubungan Dengan Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak atau minyak dan mempunyai beberapa fungsi dalam tubuh manusia. Fungsi utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita adalah penerus masa depan kita, anak balita juga menentukan masa depan bangsa, anak balita sehat akan menjadikan anak balita yang cerdas. Anak balita salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu sangat mendambakan kesehatan karena hal itu merupakan modal utama dalam kehidupan, setiap orang pasti membutuhkan badan yang sehat, baik jasmani maupun
Lebih terperinciKekurangan Vitamin A (KVA)
Paper Pengantar Gizi Masyarakat Kekurangan Vitamin A (KVA) Diajeng Puspa Arum Maharani 100911144 IKMA 09 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2011 KURANG VITAMIN A (KVA) Vitamin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan suatu bangsa sangat bergantung pada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif.
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pekerja wanita usia subur (WUS) selama ini merupakan sumber daya manusia (SDM) yang utama di banyak industri, terutama industri pengolahan pangan yang pekerjaannya masih banyak
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN
HUBUNGAN ANTARA SIKAP BIDAN DAN DUKUNGAN KADER TERHADAP PERILAKU BIDAN DALAM PEMBERIAN VITAMIN A IBU NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN KLATEN Intan Nugraheni Hasanah Dosen Poltekkes Surakarta Jurusan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Balita adalah penerus masa depan kita, balita juga menentukan masa depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah satu golongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan perlu dikaji secara kompleks. Salah satu masalah kesehatan yang saat ini menjadi perbincangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijaksanaan dan perencanaan pangan dan gizi harus mendapat tempat yang utama dalam mensejahterakan kehidupan bangsa. Sebab, apabila orang tidak cukup makan, maka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi
Lebih terperinciKeluarga Sadar Gizi (KADARZI)
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi pada balita dan anak terutama pada anak pra sekolah di Indonesia merupakan masalah ganda, yaitu masih ditemukannya masalah gizi kurang dan gizi lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru dalam periode pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Periode pembangunan sekarang ini Indonesia masih menghadapi beban besar dalam masalah gizi, ganguan gizi kurang seperti Kurang Energi Protein (KEP) dan Kurang Energi
Lebih terperinciKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat
Lebih terperinciApa yang dimaksud dengan Yodium?
UPAYA MENINGKATKAN KONSUMSI GARAM BERYODIUM DI PROVINSI BALI MELALUI KEBIJAKAN BERWAWASAN KESEHATAN : SURAT EDARAN GUBERNUR BALI NOMOR : 440/2541/KESMAS.DISKES, TANGGAL 16 FEBRUARI 2015 TENTANG PENINGKATAN
Lebih terperinciKurang gizi merupakan suatu fenomena
KAJIAN MASALAH KURANG VITAMIN A (KVA) DAN PROSPER PENANGGULANGANNYA Susilowati Herman* Ringkasan Indonesia pernah tercatat karena keberhasilannya mengatasi masalah xerophtalmia sehingga tidak lagi menjadi
Lebih terperinciPEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGAN VITAMIN A OLEH: ELVI ZULIANI, SKM
PEMAHAMAN TENTANG KAPSUL VITAMIN A SERTA AKIBAT KEKURANGAN VITAMIN A OLEH: ELVI ZULIANI, SKM Masalah gizi yang utama di Indonesia adalah kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A yang dapat mengakibatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tersebut dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Lebih terperinciMahasiswa Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang 2
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG VITAMIN A DENGAN KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA USIA 12 59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOSARI KOTA SEMARANG Frida Cahyaningrum 1,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Kualitas hidup manusia terbagi atas kualitas fisik dan kualitas non
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI
KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI 1 Pendahuluan 2 Latar Belakang 3 Tujuan a. Umum b. Khusus. 4 Kegiatan a. Pokok b. Rincian Kegiatan. 5 Cara melaksanakan kegiatan. 6 Sasaran 7 Jadwal pelaksanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), anemia, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin (KVA) dan obesitas
Lebih terperinciMANAJEMEN PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PENINGKATAN CAKUPAN SUPLEMENTASI VITAMIN A ERNIS ASANTI
MANAJEMEN PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PENINGKATAN CAKUPAN SUPLEMENTASI VITAMIN A ERNIS ASANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 MANAJEMEN PROGRAM KETAHANAN PANGAN DAN GIZI
Lebih terperinciBAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki ketangguhan fisik, mental
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap di mana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanakkanak berakhir, ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan, secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor / provitamin
Lebih terperinciGAMBARAN PENDISTRIBUSIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS DI BANTUL TIMUR
GAMBARAN PENDISTRIBUSIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS DI BANTUL TIMUR Ratih Sakti Prastiwi 1, Ima Kharimaturrohmah 2 1 Politeknik Harapan Bersama, Jalan Mataram No 9 Kota Tegal 52142, Indonesia Telp (0283)
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak, kemudian menjadi dewasa, dan pada siklus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Direktorat Gizi Masyarakat adalah terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Untuk dapat mencapai masyarakat yang sehat, perlu ditanamkan pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah terciptanya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Pembangunan Indonesia kedepan berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) (2005-2025) adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang mandiri,
Lebih terperinciGAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU
Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 33-38 33 GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU Rusmini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita Balita adalah kelompok anak yang berumur dibawah 5 tahun. Umur balita 0-2 tahun merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, terutama yang penting adalah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014 Klemens STIKes Prima Jambi Korespondensi penulis :kornelis.klemens@gmail.com
Lebih terperinciPENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Emmi Silitonga* Lufthiani** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, karena masalah kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia. (1)
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembangunan kesehatan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan vitamin A dalam tubuh berkurang dengan gejala awal kurang dapat melihat pada malam hari (rabun senja).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan gizi masyarakat Indonesia pada saat ini masih belum menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk, kurang Vitamin A, anemia gizi
Lebih terperinciKECENDERUNGAN MASALAH GIZI DAN TANTANGAN DI MASA DATANG *)
KECENDERUNGAN MASALAH GIZI DAN TANTANGAN DI MASA DATANG *) Oleh: Prof. Dr. Azrul Azwar, MPH (Dirjen Bina Kesmas Depkes) A. Pendahuluan Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Pertumbuhan Anak Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat di ukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KELUARGA SADAR GIZI DI DESA SILEBO-LEBO KECAMATAN KUTALIMBARU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015
TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KELUARGA SADAR GIZI DI DESA SILEBO-LEBO KECAMATAN KUTALIMBARU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015 Erwin Silitonga Dosen Akbid Dewi Maya Medan ABSTRAK Keluarga disebut Sadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sakit). Bila kurangnya pengetahuan tentang zat gizi pemberian terhadap anak-anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang memerlukan jumlah makanan (zat gizi) berbeda-beda, tergantung usia, berat badan, jenis kelamin, keadaan tertentu (misalnya keadaan sakit). Bila kurangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah gizi merupakan masalah kompleks yang masih mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya. Persoalan gizi yang memiliki
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan status gizi masyarakat sebagai upaya peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang
Lebih terperinciDaya tahan rendah Mudah sakit Kematian
DR. ESI EMILIA, MSI Gizi Kurang Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian Daya tahan rendah Absensi meningkat Produktivitas rendah Pendapatan rendah Tumbuh kembang otak tidak optimal Gangguan kecerdasan &
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki
Lebih terperinci